Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013 Kartubi, Keutamaan … pelaksana pendidikan dalam menjalankan pendidikan bangsa ini. Jika semua pelaksana pendidikan memiliki kejujuran dan komitmen yang sama yaitu untuk memajukan bangsa ini, niscaya pendidikan yang berkualitas akan diperoleh. KEUTAMAAN MENGKONSUMSI MAKANAN HALALAN THAYYIBA Kartubi Abstrak Kitab suci al-Qur’an di turunkan ke muka bumi berfungsi sebagai petunjuk bagi ummat manusia menuju jalan keselamatan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Salah satu jalan keselamatan yang mesti ditempuh adalah memakan makanan yang halalan thayyiba. DAFTAR PUSTAKA Nuryata, Made. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Jakarta : Sekarmita Suyanto, 2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Tantangan Global Pendidikan Nasional. Jakarta : Grasindo Baru. Kata Kunci: Makanan halalan thayyiba. http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Pembangunan_Manusia#Indonesia http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_Indeks_Pembangun an_Manusia#endnote_2 http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalahpendidikan-di-indonesia/ http://sim.ormawa.uns.ac.id/2009/01/05/masalah-pendidikan-diindonesia/ 57 A. Pendahuluan Setiap muslim menyakini bahwa Islam adalah agama yang membawapetunjuk demi kebahagiaan pribadi dan masyarakat serta kesejahteraan mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak. Petunjuk-petunjuk tersebut umumnya bersipat global (mujmal), sehingga tidak pada tempatnya menuntut dari sumber-sumber ajaran Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah) tentang petunjuk-petunjuk praktis dan terinci yang menyangkut berbagai aspek kehidupan. Memang tidak semua masalah harus ditemukan argumentasinya secara khusus dari kedua sumber tersebut. Argumentasinya dapat ditemukan melalui pemahaman terhadap jiwa ajaran agama serta tujuan-tujuan pokok syari’at. Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran agama Islam bertujuan untuk memlihara lima hal pokok yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan dan kesehatan. Setiap usaha yang mendukung tercapainya salah satu diantara tujuan tersebut walaupun belum ditemukan dalam kitab suci al-Qur’an dan al-Sunnah, mendapat dukungan penuh dari ajaran Islam. (Shihab, 1997; 286). Gizi, dalam hal ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membina dan mempertahankan kesehatan seseorang, adalah merupakan kewajiban setiap orang untuk memelihara kesehatannya, seperti yang disabdakan baginda Rasulullah SAW “sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu”. Maksudnya adalah merupakan kewajiban seseorang untuk memlihara jasmani sehingga dapat berpungsi sebagaimana mestinya. (Shihab, 1997; 286) Kehidupan yang sehat jasmani merupakan modal utama untuk bisa melaksanakan pegabdian yang terbaik kepada Allah SWT, selaku hamba Allah maupun insan sosial, guna memperoleh kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Kehidupan yang sehat jasamani dan rohani tersebut bisa diwujudan antara lain dengan 58 Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013 memanfaatkan secara optimal hasil ciptaan Allah SWT berupa buahbuahan dan sayuran alam sebagai konsumsi tubuh, sekaligus penyembuh dan pengembali kondisi serta energi untuk beramal shaleh. Berkaitan dengan makanan, al-Qur’an mensyaratkan bahwa makanan yang dikonsumsi mesti memenuhi dua syarat yaitu: “halal” dan dan “baik”. Sebagaimana firman-Nya “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah rezekikan kepadmu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (QS alMaidah ayat 88). Menurut Quraish Shihab (1997; 287) perintah makan di dalam kitab suci al-Qur’an dalam berbagai konteks dan arti selalu menekankan kedua sipat yaitu halal dan baik (thayyib) dan ditemukan juga ayat-ayat yang menggabungkan kedua sipat tersebut. Ini menunjukkan bahwa yang diperintahkan untuk dimakan adalah yang memenuhi kedua syarat tersebut. Sebab dapat saja sesuatu itu bersipat halal, akan tetapi tidak baik atau tidak disenangi Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebaliknya, mungkin sesuatu dinilai baik, tetapi tidak halal. Al-Qur’an membahas pula tentang batas-batas kebolehan memakan suatu jenis makanan dan juga jumlah persiapan yang disimpan dan boleh disantap satu kali makan. Para ahli juga membuktikan bahwa makanan yang dilarang (haram) itu mutu gizinya jauh lebih rendah daripada makanan yang dianjurkan dan makanan yang haram tersebut membawa akibat buruk bagi kesehatan. Makanan yang diciptakan Allah SWT dimuka bumi sangat bervariasi bentuknya, demikian juga dengan kadar gizi yang dikandungnya. Banyak makanan yang sederhana bentuknya, namun memiliki mutu gizi yang tinggi. Oleh karena itu perlu diperhatikan tatkala memilih makanan yang sehat dan bergizi tinggi tanpa harus terkecoh dengan bentuk atau kemasan yang bagus tetapi tidak memiliki kandungan gizi, apalagi sampai tidak memenuhi kriteria makanan halal dan baik. Kehalalan makanan persyaratan mutlak bagi setiap muslim dalam mengkonsumsi makanan, begitu pula sebaliknya keharaman makanan persyaratan mutlak bagi setiap muslim untuk tidak mengkonsumsinya. Dikarenakan makanan yang haram akan berdampak negatif pada mental manusia. Sebagaiman dijelaskan alHarali seorang ulama besar (wafat 1232 M) yang dikutip Quraish Shihab (1997; 289) berpendapat bahwa jenis makanan dan minuman dapat mempengaruhi jiwa dan mental pemakannya. Ulama ini menyimpulkan pendapatnya tersebut dengan menganalisa kata rijs yang disebutkan al-Qur’an sebagai alasan untuk mengharamkan 59 Kartubi, Keutamaan … makanan tertentu. Kata rijs menurutnya mengandung arti “keburukan budi pekerti” serta “kebobroka moral” sehingga apabila Allah SWT menyebutkan jenis makanan tertentu dan menilainya sebagai rijs maka ini berarti bahwa makanan tersebut dapat menimbulkan keburukan budi pekerti. Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini membahas salah satu dari sekian banyak perintah Allah SWT di dalam al-Qur’an yaitu mengkonsumsi makanan halalan thayyiba. B. Pengertian dan Kriteria Makanan HalalanThayyiba Makanan di dalam kitab suci al-Qur’an dipakai dengan kalimat tha’am adalah merupakan sesuatu yang dimakan atau dicicipi. (Shihab, 1997; 137). Penggunaan kata tha’am (makanan) sudah tercakup didalamnya minuman. Pada hakekatnya segala yang ada di permukaan dan perut bumi ini, semuanya diperuntukkan ummat manusia, begitu pula dari aspek makanan segalanya diperbolehkan untuk mengkonsumsinya, sehingga ada nash al-Qur’an maupun al-Hadits yang melarang memakannya. Adapun dasar dilarangnya dikarenakan makanan tersebut bisa berakibat buruk atau tidak baik bagi diri manusia itu sendiri. Dalam konteks mencari, memperoleh serta mengkonsumsi makanan menurut ajaran Islam, manusia tidak bisa sebebasbebasnya ataupun seenak-enaknya mengkonsumsi makanan hanya menuruti selera tanpa memperhatikan aturan-aturan dalam mencari, memperoleh serta mengkonsumsi makanan yang dibolehkan dalam ajaran Islam yaitu makanan yang halal dan baik (halalan thayyiba). Kehalalan makanan sangat erat kaitannya dengan masalah hukum boleh tidaknya makanan itu dikonsumsi. Kehalalan makanan itu setidaknya dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: 1. Kandungan Zatnya Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang materi barang (makanan) yang akan dikonsumsi, dengan kata lain wujud makanan atau minuman itu harus bersih (suci) jauh dari segala najis, kotoran yang menjijikan. Sebagaimana ditegaskan di dalam QS al-Baqarah ayat 172-173 Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman memakan makanan yang baik, serta mengharamkan kepada mereka empat macam makanan, yaitu: bangkai, darah, daging babi serta hewan yang disembelih bukan karena Allah SWT. Menurut Muhammad (1991; 138) QS al-Baqarah ayat 172-173 menjelaskan tidak diharamkan mengkonsumsi berbagai makanan, kecuali empat macam, yaitu: bangkai, darah daging babi, binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah SWT. 60 Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013 Keempat macam yang dilarang ini dalam kondisi tertentu, misalnya darurat diperbolehkan memakannya dengan catatan tidak menginginkannya serta tidak melampaui batas. 2. Cara memperolehnya Ajaran Islam melarang bagi setiap pemeluknya mencari ataupun memperoleh makanan dengan jalan yang tidak baik seperti: mencuri, merampas kepunyaan orang lain, korupsi dan lain sebagainya. Seperti firman Allah SWT “Dan jangan kamu ambil harta diantara kamu dengan cara bathil” (QS al-Baqarah ayat 188). Menurut Ibnu Abbas ayat ini merupakan larangan memakan harta orang lain dengan cara bathil, seperti: sumpah palsu, dusta, mencuri dan lain-lain (Syamsuddin, 1989; 94). Disebalik larangan tersebut, ada perintah yang sifatnya wajib pula bagi setiap individu muslim untuk mencarinya dengan jalan dan cara yang baik dan halal sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Sedangkan baik ataupun tidaknya makanan yang dikonsumsi menurut Shihab (1997; 148) bisa ditinjau dari segi sehat, proporsional, dan aman. Yaitu: 1. Makanan yang sehat Makanan yang sehat adalah makanan yang memiliki kandungan zat gizi yang cukup dan seimbang, makanan yang sehat sangat diperlukan bagi perkembangan dan pertumbuhan tubuh manusia. Salah satu makanan yang sehat dianjurkan untuk dikonsumsi seperti binatang ternak (al-an’am). Sebagaimana firman Allah SWT “Dan Dialah yang telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfa’at, dan sebagiannya kamu makan” (QS Al-Nahl ayat 5). Menurut Mahalli dan AsSuyuthi (tt; 215) binatang ternak dalam ayat ini tercakup didalamnya binatang unta, sapi, kambing, biri-biri. Di dalam daging hewan ternak terkandung didalamnya protein-protein yang snagat diperlukan bagi tubuh manusia. 2. Proporsional Proporsional adalah makanan yang dimakan sesuai dengan kebutuhan, dalam artian tidak berlebih-lebihan dari apa yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula berkurangan. Allah SWT melarang ummat manusia berlebih-lebihan (QS al-‘Araf ayat 31) termasuk dalam hal ini memakan sesuatu hendaknya sesuai dengan yang diperlukan oleh tubuh, sebab jika berlebihlebihan ataupun berkurangan akan berakibat tidak bagus bagi tubuh. Terlalu banyak makan menurut Saksono (1990; 133) bisa mengakibatkan rusaknya organ pencernaan, penyempitan pembuluh darah, menyebabkan seseorang menjadi malas dan 61 Kartubi, Keutamaan … cenderung mengantuk yang secara langsung juga akan mengganggu dalam berakitvitas dan beribadah sehari-hari. Berkaitan dengan di atas, Rasulullah SAW mengecam mereka yang memenuhi perutnya dengan makanan, sehingga tidak tersisa lagi untuk yang lain. Beliau mengajarkan kepada ummatnya, bahwa perut selain diisi dengan makanan juga disediakan untuk minuman dan bernapas. Sebagaimana sabdanya “Tiada tempat yang paling jelek untuk dipenuhi anak Adam, selain perutnya, cukuplah untuk anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan (menguatkan) tulang sulbinya. Akan tetapi jika merasa tidak cukup, maka aturannya sepetiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernapas”. (Zakiyuddin, 1986; 136). Sejarah mencatat, ketika penguasa Mesir memberikan hadiah kepada Rasulullah SAW berupa: pelayan, kuda serta dokter. Rasulullah SAW hanya menerima hadiah yang pertama (pelayan) dan hadiah kedua (kuda) sedangkan hadiah ketiga (dokter) beliau tolak, seraya mengatakan “Kami adalah kaum yang tidak makan hingga datang waktu lapar, dan jika kami makan tidak sampai kekenyangan” (al-Khatib, 1994; 39). Peristiwa tersebut menunjukan Rasulullah tidak memerlukan dokter, dikarenakan beliau dalam keseharian mengamalkan pola makan yang proporsional. 3. Aman Aman adalah makanan yang suci dari kotoran dan terhindar dari segala yang haram. Sebagaimana firman Allah SWT “Dan makanlah makanan yang halal labi baik dari apa yang Allah telah rezikikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah Yang kamu beriman kepada-Nya”. (QS al-Maidah ayat 88) ayat ini menurut Shihab (1997; 150) merangkainkan perintah makan yang disertai dengan perintah bertakwa yang pada intinya agar manusia berusaha menghindarkan dirinya dari segala yang mengakibatkan siksa dan terganggunya rasa aman. Di samping itu pula makanan yang kotor dan haram akan menimbulkan penyakit jasmani dan rohani. C. Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an tentang Makanan HalalanThayyiba Didalam kitab suci al-Qur’an banyak memuat tentang ajaran perintah makanan, dan dalam berbagai konteks dan arti, dan kitab suci al-Qur’an selalu menekankan salah satu dua sifat yakni halal (boleh) dan thayyib (baik). Bahkan ditemukan empat ayat yang menggabungkan kedua sifat-sifat tersebut, yaitu QS al-Baqarah ayat 168, QS al-Maidah ayat 88, QS al-Anfal ayat 69, QS an-Nahl ayat 62 Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013 Kartubi, Keutamaan … 114. (Shihab, 1997; 287). Yang diuraikan dalam pembahasan ini, yaitu: 1. QS al-Baqarah ayat 168 yang sudah rusak, kotor serta mengandung dosa memperolehnya dengan cara yang tidak halal misalnya dengan korupsi, suap, riba dan lain sebagainya. 3. QS al-Anfal ayat 69 Artinya: “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Menurut Ash-Shabuni, setting diturunkannya ayat ini berkaitan erat dengan harta rampasan perang yang diperoleh dalam salah satu peperangan melawan kafir quraish. Sebagai makanan yang halal lagi baik, ini juga menunjukkan salah satu keistemewaan nabi Muhammad SAW dan ummat-Nya diperbolehkan mengambil harta rampasan perang, yang mana hal ini tidak diperbolehkan pada ummat-ummat terdahulu. (AshShabuni, tt; 118). Penjelasan ayat ini adanya dua perintah yang terkait antara satu dengan lainnya yaitu perintah mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik dengan bertakwa kepada Allah SWT dengan menjunjung tinggi perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, yang diakhiri penjelasan tentang sifat Allah SWT yang Maha Penyanyang dan penerima taubat, serta memaapkan berbagai kesalahan hamba-Nya. Menurut Hijazi, ayat ini setidaknya menerangkan tiga aspek, yaitu: 1) Tidak diperbolehkannya orang Islam mengambil sesuatu yang bukan haknya; 2) Orang Islam berkewajiban melawan bujuk rayu syetan, dikarenakan syetan senantias mengajak manusia kearah kejahatan; 3) Orang Islam tidak diperbolehkan taklid buta, bahkan disuruh untuk berpikir sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing. (Hijazi, 1994; 97). Penjelasan ayat ini, menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan manusia mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik, manusia dilarang untuk mengikuti bujuk rayu syetan yang mengajak manusia kejalan yang sesat. 2. QS al-Maidah ayat 88 4. QS al-Nahl ayat 114 Artinya: “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. Artinya: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”. Menurut Ash-Shabuni, ayat ini menerangkan tentang perintah mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, bersamaan dengan itu juga diserta perintah berbuat keta’atan, mengharapkan ridha-Nya dan meninggalkan berbagai kemaksiatan. (Ash-Shabuni, tt; 42). Penjelasan ayat ini adanya perintah Allah SWT mengkonsumsi makanan yang halal dan bersamaan dengan itu juga melarang mengkonsumsi makanan 63 Menurut Hasbi, ayat di atas mengandung perintah meninggalkan perbuatan-perbuatan jahiliah, bersamaan dengan itu perintah mengkonsumsi makanan yang halal labik dari rezekirezeki yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadamu, serta bersyukur atas segala nikmat yang dicurahkannya kepadamu, jika kamu benar-benar menyembahnya. (Hasbi, 1995; 2212). 64 Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013 Kartubi, Keutamaan … Penjelasan ini ayat tentang konsep Islam tentang makanan yang harus dikonsumsi yaitu halal dan yang baik, di samping itu juga suruhan (perintah) kewajiban bersyukur atas berbagai nikmat yang diberikan Allah SWT. D. Keutamaan Mengkonsumsi Makanan HalalanThayyiba Keutamaan ataupun keistemewaan yang terdapat dalam mengkonsumsi makanan Halal Thayyiba antara lain: 1. Melahirkan kepribadian mulia Makanan yang dikonsumsi sehari-hari memberikan pengaruh pada diri seseorang, jika yang dimakan berasal dari sumber yang halal dan baik, tentunya akan memberikan pengaruh yang baik pula pada orang tersebut. Demikian juga mengonsumsi sesuatu yang haram akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap orang tersebut. Menurut hadits Rasulullah SAW, sepotong daging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan dan minuman yang haram cenderung mendorong pada perbuatan yang haram juga. Nawawi al-Banteni Mengatakan, bahwa makanan yang baik akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang mulia dan begitu pula sebaliknya makanan yang haram akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang jelek.(Nawawi, tt; 66). Secara empiris dapat dilihat banyaknya terjadi penyimpangan prilaku dikalangan remaja seperti tawuran, dan tindakan kriminal lainnya dikarenakan berawal mengkonsumsi makanan/minuman yang diharamkan oleh Islam seperti miras/ narkoba. Bahkan Fauzi (1997; 16) mengatakan sesuap makanan yang berasal dari sumber yang haram dengan dimakan tanpa piker panjang, akan mengakibatkan anak yang dilahirkan kelak akan menjadi anak yang durhaka kepada ibu/bapaknya. 2. Melahirkan generasi yang kuat dan cerdas Islam menganjurkan agar pemeluknya meninggalkan generasi penerus yang sehat dan kuat, anjuran tersebut dapat ditemukan pada firman Allah SWT “Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS al-Nisa ayat 8). Untuk merealisasikan anjuran ayat di atas, diperlukan makanan yang bergizi, karena makanan yang bergizi sangat erat kaitannya dengan membangun kekuatan jasmani dan kecerdasan seseorang, semakin baik gizi yang dikonsumsinya akan menjadi kuat dan cerdaslah orang tersebut, begitu pula 65 sebaliknya makanan yang tidak mengandung gizi yang baik, akan berakibat lemahnya fisik dan kedunguan orang tersebut. Kekurangan gizi menurut Su’dan (1997; 258) dapat dilihat pengaruhnya pada usia kanak-kanak seperti keterbelkangan mental dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasinya agar tidak terjadi lagi pada usia kanak-kanak, orang tua dianjurkan memberikan asupan ASInya untuk balita selama dua tahun disamping memberikan asupan makanan tambahan lainnya yang mengandung nilai gizi yang baik. 3. Menjadikan do’a mudah dikabulkan oleh Allah SWT. Ibnu Abbas menceritakan “saya membaca ayat, dihadapan Rasululah SAW, tiba-tiba Sa’ad berdiri dan berkata, wahai Rasulullah mohonkanlah kepada Allah agar Dia menjadikan aku orang yang mustajab do’anya. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu, makanlah dari makanan yang baik-baik, niscaya kamu akan menjadi orang yang mustajab doanya”. (HR. Ath-Thabrani). Dilain hadits juga Rasulullah menyatakan: …“perihal orang yang berambut kusut, berpakaian kumal, terlihat sangat kelelahan (seolah berada dalam perjalanan jauh), makanannya haram, pakaiannya haram, dan selalu mencari yang haram, kemudian mereka mengangkat kedua tangan sambil berdoa, “Ya Rabbku, Ya Rabbku, maka bagaimana mungkin do’a-do’a mereka diterima oleh-Nya.” (HR. Muslim). Para sahabat sangat memperhatikan kejelasan halalharamnya suatu makanan. Abu Bakar RA pernah meminum susu yang diberikan oleh budaknya. Setelah diberitahu oleh budaknya mengenai asal-usul susu tersebut yang diperolehnya dari pekerjaan yang haram, Abu Bakar RA lantas memuntahkannya lalu berdo’a “Ya Allah Rabbku, sungguh aku memohon ampunan-Mu atas sisa minuman yang masih terkandung di dalam aliran darahku, dan yang nantinya bercampur menjadi dagingku”. E. Penutup Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas: pertama, makanan yang diboleh untuk dikonsumsi menurut ajaran Islam adalah makanan yang halalan thayyiba. Kehalalan makanan dapat dilihat dari zatnya serta cara memperolehnya, sedangkan thayyiba dapat diperhatikan dari aspek sehat, proporsional, dan aman. Kedua, kitab suci al-Qur’an selalu menekankan salah satu dua sifat yakni halal (boleh) dan thayyib (baik). Bahkan ditemukan empat ayat yang menggabungkan kedua sifat-sifat tersebut, yaitu QS al-Baqarah ayat 168, QS al-Maidah ayat 88, QS al-Anfal ayat 69, QS an-Nahl ayat 114. Ketiga, 66 Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013 Kartubi, Keutamaan … mengkonsumsi makanan yang halalan thayyiba mempunyai keutamaan tersendiri diantaranya: melahirkan kepribadian yang mulia, melahirkan generasi yang kuat dan cerdas, membantu terijabahnya doa. PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA Alfian Abstrak Pemenuhan hak pendidikan masyarakat yang diatur dalam batang tubuh undang-undang dasar 1945 merupakan kewajiban pemerintah termasuk bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus. Deklarasi Bandung tahun 2004 menjelaskan bahwasanya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia mendapatkan kesamaan hak dalam berbicara, memperoleh pendidikan, kesejahteraan, keamanan, dan kesehatan sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945. Pendidikan inklusif atau terpadu merupakan solusi alternatif terhadap kendala sulitnya anak berkebutuhan khusus mendapatkan pelayanan pendidikan secara utuh di desa dan daerah terpencil.Pendidikan inklusif memandang realita kehidupan sehari-hari dan menerima bahwa tiap anak berbeda atau berlain-lainan. Pendidikan ini dilakukan dengan prinsip-prinsip bahwa seyogyanya pendidikan diberikan tanpa melihat perbedaan fisik yang dimiliki oleh individu.Di Indonesia pendidikan inklusif dipayungi oleh UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP 19/2007 tentang Standar Nasional Pendidikan.Pemenuhan sarana prasarana pembelajaran menjadi perhatian pemerintah demi tercapainya tujuan pendidikan nasional dalam pemenuhan hak pendidikan yang tertuang dalam undnag-undang sistem pendidikan nasional “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu” . DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Jakarta, 1971) Ahmad Muhammad, Tafsir Ayat al-Ahkam, (Darul Jail, Beirut, 1991) Hasbi Ashiddiqi, Tafsir An-Nur Jilid III, (Pustaka Rezki Putra, Semarang, 1995) Jalaluddin As-Sayuthi, Jalaluddin al-Mahali, Tafsir al-Qur’an al-Adhim Lil Imam al-Jalalain, (Toha Putra, Semarang, tt) Lukman Saksono, Al-Qur’an Sebagai Obat dan Penyembuhan Melalui Makanan, (Al-Ma’arif, Bandung, 1996) Muhammad Mahmud Hijazi, Tafsir al-Wadhih Juz I, (Dar el-Jail, Beirut, 1994) Musa al-Khatib, Min Dalail al-‘Ijaz al-‘Ilmi fi al-Qur’an wa al-Sunnah Nabawiyah, (Arabian Gulfiest, Qairo, 1994) Muhammad Fauzi, Hidangan Islam Ulasan Komprehensif Berdasarkan Syari’at dan Sains Modern, Alih Bahasa Abdul Hayyi al-Kattanie (Gema Insani Press, Jakarta, 1997) Nawawi al-Banteni, Tafsir Marah Labid Juz I, II, (Toha Putra, Semarang, tt) Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Ummat, (Mizan, Bandung, 1997) Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Mizan, Bandung, 1997) Al-Shabuni, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir Jilid I, II, (Dar el-Fikr, Beirut, tt) Syamsuddin, al-Kabair, (Al-Irsyad, Mesir, 1987) Su’dan, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Dana Bakti Prima Yasa, Yogjakarta, 1997) Zakiyuddin, At-Taghrib wa Al-Tarhib min al-Hadits al-Syarif Jilid I, (Dar el-Kutub el-Ilmiyah, Beirut, 1986) 67 Kata Kunci : pendidikan inklusif, pendidikan terpadu A. Pendahuluan Pendidikan dapat berfungsi untuk mempersiapkan anak didik menjadi manusia yang memiliki perilaku, dan nilai yang berlaku. Selain itu pendidikan juga diperuntukkan dalam mempersiapkan mental peserta didik dalam menghadapi tantangan hidup yang berubah-ubah. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan dan mendorong peserta didik untuk mengurangi dan menghindari kemungkinan yang tidak baik. Untuk itu pembelajaran di dunia pendidikan umumnya mencerminkan kemampuan untuk mengadakan reorientasi dalam mentransfer ilmu pengetahuan yang tidak hanya “content oriented” melainkan “proses oriented “ Sejak tahun delapan puluhan bangsa Indonesia telah mencoba menyelenggarakan pendidikan integratif atau pendidikan terpadu 68