BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pelatihan dalam PLS 1

advertisement
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pelatihan dalam PLS
1. Pengertian Pelatihan
Istilah pelatihan dalam kamus lengkap Inggris-Indonesia Wojowasito, dkk
(2007: 241) merupakan terjemaahan dari kata “training” dalam Bahasa inggris.
Secara harfiah akar kata “training” adalah “train” yang berarti, memberi pelajaran
dan praktik ( give teaching an practice ), menjadikan berkembang dalam arah yang
dikehendaki ( cause to grow in a required direction ), persiapan ( preparation ), dan
praktik ( practice ). Maksudnya adalah pelatihan merupakan proses pendidikan yang
dilaksanakan secara sistematis dengan tujuan-tujuan untuk memberikan pelajaran dan
hal yang baru maupun mengembangkan potensi didalam diri dengan cara melalui dari
persiapan pelatihan sampai melaksankan praktik pelatihan.
Dan banyak pengertian pelatihan yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam
Kamil (2012: 3-4), anatara lain sebagai berikut.
Michael J. Jucius (1972) dalam Kamil (2012:3) “the term training is used here
to indicate any process bay wich the aptitudes, skills, and abilities of employes to
perfrom specipic jobs are in creased”I ( istilah latihan yang dipergunakan disini
adalah untuk menunjukan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan,
dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjan-pekerjaan tertentu ).
Simamora ( 1995: 287 ) dalam Kamil (2012: 4) mengartikan pelatihan sebagai
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu. Sementara
dalam Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 dalam Kamil (2012: 4), pengertian
pelatihan dirumuskan sebagai berikut:
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar
untuk memperoleh meningkatkan keterampilan diluar sitem pendidikan yang
berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan menggunakan metode
yang lebih mengutamakan praktik dari pada teori
Goldstein dan Gressner (1988) dalam Kamil (2012: 6), mendefinisikan
pelatihan lebih menekankan pada tempat pelatihannya, dan dimana mendefinisikan
pelatihan sebagai usaha sistematis untuk menguasai keterampilan, peraturan, konsep
ataupun cara berperilaku yang berdampak pada peningkatan kinerja. Misalnya, untuk
pelatihan untuk suatu jabatan kerja, setting pelatihan diusahakan semirip mungkin
dengan lingkungan kerja yang sebenarnya. Contoh lainya, pelatihan juga bisa
dilakukan ditempat yang sangat berbeda dengan lingkungan kerja yang sebenarnya,
misalnya ruangan kelas.
Pelatihan yang dikemukaan dalam bukunya Marzuki (2010 : 174). Pelatihan
dapat diartikan sebagai berikut :
Training merupakan suatu istilah yang memiliki konotasi tertentu bergantung
pada pengalaman seseorang dan latar belakangnya. Bagi seseorang yang
antusias pada balap (racing), maka training merupakan usaha untuk mencetak
pemenang. Bagi pemain sirkus, training merupakan usaha untuk menjinakan
binatang-binatang dan menunjukan kemahiran dimuka penonton. Bagi pemilik
anjing yang disekolahkan atau dilatih, training berfungsi sebagai upaya
menjalankan tugas-tugas keamanan. Dalam dunia kerja, training biasanya
dihubungkan dengan pemberian petunjuk, orientasi dan pengarahan supaya
pekerja bisa bekerja lebih baik.
Jika didefinisikan, training adalah pengajaran atau pemberian pengalaman
kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah laku (pengetahuan, skill, sikap)
agar mencapai sesuatu yang diinginkan (Robinson, 1981: 12) dalam Marzuki (2010:
176). Dalam Dictionary of Education, pelatihan (training) diartikan sebagai suatu
pengajaran tertentu yang tujuan telah ditentukan secara jelas, biasanya dapat
diragakan, yang menghendaki peserta dan penilaian terhadap perbaikan unjuk kerja
peserta didik (Good, 1973) dalam Marzuki (2010:176).
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
2. Tujuan Pelatihan
Dalam Marzuki (2010 : 175) Pendidikan Nonformal Dimensi dalam keaksaraan
Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi. Pelatihan dapat diartikan sebagai berikut :
Pelatihan jenis apapun sebenarnya tertuju pada dua sasaran, yaitu partisipasi
dan organisasi. Dengan pelatihan, diharapkan terjadi tingkah laku pada
partisipan pelatihan yang sebenarnya meupakan anggota suatu organisasi dan,
yang kedua, perbaikan organisasi itu sendiri, yakni agara menjadi lenih efektif.
Apabila pelatihan tertuju pada karyawan perusahaan atau pabrik, tujuan
pelatihan adalah agar individu karyawan tersebut menjadi lebih baik pula,
misalnya lebih produktif. Pada latihan kader organisasi, misalnya, pelatihan
bertujuan memperbaiki kecakapan kader dan selanjutnya diharapkan
organisasinya lebih efektif dalam melaksanakan program-program dan
mencapai tujuannya. Untuk jelasnya, periksa diagram pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Diagram Proses Pelatihan
partisipasi
Organisasi
Training
Institusi
Tingkah
laku
partisipasi
yang lebih
baik
Organisasi
yangg lebih
efektif
Perbaikan
training
Feedback
Perbaikan
Organisasi
Sumber: Simamora Nonformal Dimensi dalam keaksaraan Fungsional,
Pelatihan, dan Andragogi (2010)
Dale S. Beach (1975) dalam Kamil (2012: 10) mengemukakan, “ The objective
of training is to acjieve a change in the behavior of those trained ” ( Tujuan pelatihan
adalah untuk memperoleh perubahan dalam tingkah laku mereka yang dilatih.
Pengertian pelatihan yang dikemukakan Edwin B.Flippo, secara lebih rinci tampak
bahwa tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
seseorang.
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
Sedangkan menurut Marzuki (1992:12) dalam Kamil (2012: 11) ada tiga tujuan
pokok yang harus dicapai dengan pelatihan, yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan oraganisasi .
b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan
standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan dalam keadaan yang normal serta
aman.
c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugasnya.
Secara khusus dalam kaitan dengan pekerjaan, Simamora (1995) dalam Kamil
(2012: 11) mengelompokan tujuan pelatihan ke dalam lima bidang, yaitu:
a. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi.
Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif
menggunakan teknologi-teknologi baru.
b. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten dalam
pekerjaan.
c. Membantu memecahkan permasalahan operasional.
d. Mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan
e. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
Adapun tujuan pelatihan yang dikemukakan oleh Sudjana (2007: 105), yaitu
diantaranya sebagai berikut:
a. Sebagai tolak ukur penilaian dalam arti bahwa pelatihan dinilai berhasil apabila
tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai sebagaimana yang telah diharapkan.
Dengan cara lain ketercapaian pelatihan menjadi indikator keberhasilan pelatihan
yang telah dirancang sebelumnya.
b. Sebagai pemberi arah bagi semua unsur/ komponen pelatihan, khususnya pelatih
dan peserta pelatihan. Dengan kata lain pelatih dapat merancang kegiatan yang
akan dilakukan untuk membelajarkan peserta dalam mencapai tujuan pelatihan.
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
c. Sebagai pemberi acuan tentang standar/kriteria untuk merancang kurikulum
pelatihan seperti materi dan teknik serta media pelatihan dan alat evaluasi
keluaran pelatihan.
3. Prinsip-prinsip Pelatihan
Menurut Dale yoder (1962) dalam skripsi Nugraha (2013: 13) dalam tulisannya
dalam tulisannya menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam kegiatan
pelatihan, diantaranya (1) Individual differences; (2) Relation to job analysis; (3)
motivation; (4) active participation; (5) selection of trainess; (6) selection of
trainers; (7) trainer’s of training; (8) training method’s dan (9) principles of
learning. Maka sependapat dengan Dale, Kamil (2012: 12-13) mengemukakan bahwa
untuk mengenal lebih jauh tentang pelatihan, prinsip-prinsip pelatihan memiliki
fungsi agar proses pelatihan berhasil. Karena pelatihan merupakan bagian dari proses
pembelajaran, maka prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari prinsip-prinsip
pembelajaran. Prinsip-prinsip umum agar pelatihan berhasil adalah sebagai berikut :
a. Prinsip perbedaan individu
Perbedaan-perbedaan individu
pengalaman,
minat,
bakat,
dalam latar belakang sosial,
dan
kepribadian
harus
pendidikan,
diperhatikan
dalam
menyelenggarakan pelatihan.
b. Prinsip motivasi
Agar peserta pelatihan belajar dengan giat perlu ada motivasi. Motivasi dapat
berupa pekerjaan atau kesempatan berusaha, penghasilan, kenalkan pangkat atau
jabatan, dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas hidup. Dengan begitu
pelatihan dirasakan bermakna oleh peserta pelatihan.
c. Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih
Efektivitas program pelatihan anatara lain bergantung pada para pelatih yang
mempunyai minat dan kemampuan melatih. Anggapan bahwa seseorang yang
dapat mengerjakan seseuatu dengan baik akan dapat melatihkannya dengan baik
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
pula tidak sepenuhnya benar. Karena itu perlu ada pelatihan bagi para pelatih.
Selain itu pemilihan dan pelatihan para pelatih dapat menjadi motivasi tambahan
bagi peserta pelatihan.
d. Prinsip belajar
Belajar harus dimulai dari yang mudah menuju kepada yang sulit, atau dari yang
sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui.
e. Prinsip partisipasi aktif
Partisipasi aktif dalam proses pembelajaran pelatihan dapat meningkatkan minat
dan motivasi peserta pelatihan.
f. Prinsip fokus pada batasan materi
Pelatihan dilakukan hanya untuk menguasai materi tertentu, yaitu melatih
keterampilan dan tidak dilakukan terhadap pengertian, pemahaman, sikap dan
penghargaan.
g. Prinsip diagnosis dan koreksi
Pelatihan berfungsi sebagai diagnosis melalui usaha yang berulang-ulang dan
mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul.
h. Prinsip pembagian waktu
Pelatihan dibagi menjadi sejumlah kurun waktu yang singkat.
i. Prinsip keseriusan
Pelatihan jangan dianggap sebagai usaha sambilan yang bisa dilakukan dengan
seenaknya.
j. Prinsip kerjasama
Pelatihan dapat berhasil dengan baik melalui kerjasama yang baik antar semua
komponen yang terlibat dalam pelatihan.
k. Prinsip metode pelatihan
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
Terdapat berbagai metode pelatihan, dan tidak ada satu pun metode pelatihan
yang dapat digunakan untuk semua jenis pelatihan. Untuk itu perlu dicarikan
metode pelatihan yang cocok untuk suatu pelatihan .
l. Prinsip hubungan pelatihan dengan pekerjaan atau dengan kehidupan nyata
Pekerjaan, jabatan, atau kehidupan nyata dalam organisasi atau dalam masyarakat
dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan, keterampilan, dan dikap apa
yang dibutuhkan, sehingga perlu diselenggarakan pelatihan.
4. Pelatihan Dalam Pendidikan Luar Sekolah
Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pendidikan non formal. Dalam
skripsi Nugraha (2013: 21) menurut Adikusumo (1986: 57) dalam bukunya
Pendidikan Kemasyarakatan mengemukakan bahwa :
Pendidikan luar sekolah sebagai adalah setiap kesempatan dimana terdapat
komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, dimana seseorang
memperoleh informasi-informasi pengetahuan, latihan ataupun bimbingan
sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan mengembangkan
tingkat kerterampilan, sikap-sikap peserta yang efisien dan efektif dalam
lingkungan keluarga bahkan masyarakat dan negaranya.
Pengertian dari keterangan diatas sesuai dengan Undang-undang R.I Nomor 20
tahun 2003 tetang sistem pendidikan nasional, pasal 26 ayat 4 pada bukunya Sudjana
(2007: 3) menyatakan bahwa lembaga pelatihan merupakan satuan pendidikan non
formal disamping satuan pendidikan lainnya yaitu kursus, kelompok belajar, majelis
ta’lim, kelompok bermain, taman penitipan anak, pusat kegiatan belajar masyarakat
dan satuan pendidikan sejenis.
Adapun sasaran dari pendidikan non formal menurut Depdiknas (2006: 5)
seluruh lapisan masyarakat, tidak terbatas usia, jenis kelamin, status social ekonomi
dan tingkat pendidikan sebelumnya. Hal ini dikatakan bahwa pendidikan non formal
seyogyanya mampu melayani seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan baik
dalam hal tambahan pengetahuan, skill, dan keterampilan. Sedangkan dam UU no. 20
tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat 1 menyebutkan bahwa
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga, masyarakat yang membutuhkan
layanan pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat life
long education.
Pelatihan dalan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1
telah dituliskan bahwa “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Dan satuan yang ada di dalamnya seperti yang dituliskan
pada pasal 26 ayat 4 bahwa “Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis”. Salah satu satuan yang ada
didalam Pendidikan Luar Sekolah yakni yang sudah dituliskan diatas yaitu kursus dan
pelatihan dan pada pasal 26 ayat 5 bahwa “Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup,
dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha
mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”.
Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, bahwa pendidikan non formal
pada hakekatnya mendasari berbagai pendidikan atau pembelajaran yang ada diluar
sistem pendidikan yang formal secara keseluruhan. Pelatihan sebagian bentuk dari
pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah, dan memiliki tujuan untuk
membelajarkan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan pendidikan sebagai bentuk
dari pendidikan sepanjang hayat.
B. Konsep Strategi Pembelajaran
1. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem
pembelajaran yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
tujuan umum pembelajaran. Dalam Majid (2013: 7-8) pendapat beberapa ahli
berkaitan dengan pengertian strategi pembelajaran.
a. Kozma dalam Sanjaya (2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang
dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan pembelajaran tertentu.
b. Dick dan Carey dalam Sanjaya (2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran
terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan
kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi
pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan
pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar
saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program
pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Dari
beberapa
pengertian
diatas,
dapat
disimpulkan
bahwa
strategi
pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam
pembelajaran.
2. Pengertian Perencanaan
Dalam penggunaan strategi belajar maka dilakukan terlebih dahulu perencanaan
didalamnya, mengapa demikian karena perencanaan adalah tahapan awal dalam
pelaksanaan strategi untuk menentukan mulai dari tujuan, proses, penggunaan metode
sampai evaluasi. Maka dari itu ada beberapa pengengertian perencanaan yaitu:
Dalam buku berjudul perencanaan pembelajaran Majid (2012) bahwa
perencanaan pembelajaran dibagi menjadi dua kata yaitu: “a. perencanaan berarti
menentukan apa yang akan dilakukan, b. pembelajaran berarti proses yang diatur
dengan langkah-langkah tertentu. Jadi perencanaan pembelajaran adalah rencana guru
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16
mengajar mata pelajaran tertentu, pada jenjang dan kelas tertentu, untuk topik
tertentu, dan untuk satu pertemuan atau lebih.” Maka dari itu perencanaan yang telah
dijelaskan bahwa tahapan yang dilakukan diawal untuk mengawali dalam
merumuskan tujuan, proses dan penilaian/evaluasi pada pembelajaran yang akan
dilakukan oleh pendidik.
Perencanaan menurut Djuju Sudjana dalam Ihat (1992: 36) adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.2 Model Rangkaian Fungsi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah
Perencanaan
Pengembangan
Pengorganisasian
Penilaian
Pembinaan
Penggerakan
Sumber: Djuju Sudjana (1992:36)
Model rangkaian fungsi manajemen pendidikan luar sekolah di atas yaitu (1)
adanya
penetapan
secara
tegas
tentang
enam
fungsi
manajemen
dalam
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, (2) menegaskan langkah-langkah yang
simultan dari mulai perencanaan pengorganisasian sasaran penggerakan, pembinaan
dan pengembangan dalam dalam penyelenggaran pendidikan luar sekolah, (3)
menunjukan adanya keterkaitan yang erat antara fungsi manajemen yang satu dengan
fungsi kemajuan lainnya dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah,
(4) menunjukan bahwa dari ke enam fungsi manajemen tersebut merupakan siklus
yang berkelanjutan dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah.
Perencanaan yang dimaksudkan mencangkup rangkaian kegiatan untuk
menentukan (goals) dan tujuan khusus (objectives) suatu organisasi atau lembaga
penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. Tujuan-tujuan disusun, setelah tujuan
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
17
ditetapkan, penyusunan rangkaian kegiatan proses didalamnya yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan. Perencanaan disini dapat disimpulkan bahwa menyusun
tujuan dan rangkaian kegiatan untuk mencapai satu tujuan khususnya tujuan lembaga.
3. Pengertian Pembelajaran
Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) “bermakna sebagai upaya
(effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan dalam pencapaian tujuan yang
telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara
terprogram instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar. Dalam Majid (2013: 4) beberapa ahli
mengemukakan tentang pengertian pembelajaran, diantaranya:
a. Pembelajaran adalah salah satu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu. Pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan (Corey, 1986);
b. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar (UU SPN No. 20 tahun 2003);
c. Pembelajaran adalah satu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya (Mohammad
Surya);
d. Pembelajaran
adalah
rangkaian
peristiwa
(events)
yang
memengaruhi
pembelajaran sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah (Gadne
dan Brigga, 1979).
Pada prinsipnya, pembelajaran tidak hanya terbatas pada event-event yang
dilakukan oleh guru atau pendidik, melainkan mencangkup keseluruhan events yang
mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar yang meliputi kejadian-kejadian
yang diturunkan dari bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, flim, slide,
maupun kombinasi dari bahan-bahan tersebut.
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
18
Menurut Sardiman (2005) dalam Majid (2013: 5) menyebutkan istilah
pembelajaran dengan interkasi edukatif. Menurut beliau, yang dianggap interaksi
edukatif adalah interaksi yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk
mendidik dalam rangka menghantarkan peserta didik kearah kedewasaannya.
Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta didik di
dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan diri sesuai dengan
tugas perkembangan yang harus dijalani. Proses edukatif memiliki ciri-ciri yaitu: a)
tujuan yang ingin dicapai, b) ada pesan yang akan ditransfer, c) ada pelajar, d)
adaguru, e) ada metode, f) ada situasi, g) ada penilaian.
Pembelajaran
pada
dasarnya
merupakan
kegiatan
terencana
yang
mengkondisikan/ merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik agar sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu kegiatan pembelajaran akan bermuara
pada dua kegiatan pokok. Pertama, bagaimana orang melakukan tindakan perubahan
tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua, bagaimana orang melakukan tindakan
penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar. Dengan demikian makna
pembelajaran merupakan kondisi eksternal kegiatan belajar yang antara lain
dilakukan oleh guru dalam mengkondisikan sesorang untuk belajar.
4. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran berasal dari bahasa inggris “approach” yang memiliki
beberapa arti, diantaranya diartikan dengan “pendekatan”. Pendekatan pembelajaran
digambarakan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan guru untuk
membelajarkan siswa delam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Menurut Philip R. Wallance (1992: 13) dalam Abdul Majid, M.Pd. (2013: 20)
pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi dua bagian yaitu pendekatan konservatif
(conservative approaches) dan pendekatan liberal (liberal approach). Pendekatan
konservativ memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagaimana
umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya, sedangkan pendekatan liberal
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19
(liberal approaches) adalah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan luas
kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan keterampilan belajarnya sendiri.
5. Metode Pembelajaran
Metode menurut kamus bahasa Arab Ali dkk (1998: 112), adalah dikenal
dengan istilah at-thariq (jalan atau cara). Metode digunakan oleh guru untuk
mengkreasikan lingkungan belajar dan mengkhusukan aktivitas dimana guru dan
siswa terlibat selama proses pembelajaran berlangsung, dan metode biasanya
digunakan melalui salah satu strategi pada tujuan yang akan dicapai dan konten
proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut J.R David dalam Teaching Strategies For Collage Class Room (1976)
pada Majid (2013: 21) yaitu “a way in achieving something” (cara untuk mencapai
sesuatu). Untuk melaksanakan suatu strategi, digunakan seperangkat metode
pengajaran tertentu. Dalam pengertian metode maka metode pengajaran menjadi
salah satu unsur dalam strategi pembelajaran. Unsur seperti sumber belajar,
kemampuan, guru dan siswa, media pendidikan, materi pengajaran, organisasi, waktu
tersedia, kondisi kelas, dan lingkungan.
Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan
strategi
pembelajaran,
diantaranya:
1)
ceramah;
2)
demonstrasi; 3) diskusi; 4) latihan (drill) dan sebagainya.
6. Teknik Pembelajaran
Metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.
Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sbagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Dalam konteks
teknik pembelajaran guru dapat berganti – ganti teknik teknik meskipun dalam
koridor metod yang sama. (Majid (2013: 24))
7. Sasaran Kegiatan Pembelajaran
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20
Menurut Majid (2013: 26) setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran
atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang, mulai dari yang sangat operasional
dan konkret yakni tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan
kurikuler, dan tujuan nasional, sampai pada tujuan yang bersifat universal. Sasaran itu
harus diterjemaahkan kedalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan.
Secara khusus, dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar,
pembimbing, administrator dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami
dengan segenap aspek pribadi anak didik seperti: 1) kecerdasan dan bakat khusus; 2)
prestasi sejak permulan sekolah; 3) perkembangan jasmani dan kesehatan; 4)
kecenderungan emosi dan karakkternya; 5) sikap dan minat belajar; 6) cita-cita dan
sebagainya.
8. Tahapan Kegiatan Pembelajaran
Instruction pembelajaran merupakan akumulasi dari konsep mengajat
(teaching) dan konsep belajar (learning). Stressing-nya terletak pada perpaduan
diantara keduanya, yakni penumbuhan aktivitas subjek didik. Menurut Davis (1974:
30) dalam Majid (2013: 27) mengemukakan bahwa learning system menyangkut
pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas,
pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interkasi pelaku
pembelajaran untuk mencapai tujuan. Hal ini serupa dengan teaching system yang
terdiri dari komponen-komponen mengajar, yaitu perencanaan mengajar, bahan ajar,
tujua, materi, metode, penilaian, dan langkah-langkah mengajar akan berhubungan
dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.
Tahapan kegiatan pembelajaran ini didalamnya ada tiga pokok dalam strategi
pembelajaran
yakni
tahap
permulaan
(praintruksional),
tahap
pengejaran
(instruksional), tahap penilaian, dan tahap tindak lanjut.
a. Tahap prainstruksional
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia melalui
proses belajar dan mengajar. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh
siswa pada tahapan prainstruksional yaitu:
1) Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siapa yang tidak hadir.
Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolak ukur
kemampuan untuk guru mengajar.
2) Bertanya kepada siswa sampai dimana pembehasan pelajaran sebelumnya.
3) Mengajukan pertanyaan kepada siswa dikelas, atau siswa tertentu tentang
bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya.
4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan
pelajaran yang belum dikuasainya.
5) Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu secara singkat, hal ini
dilakukan sebagai dasar bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya,
dan sebagai usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.
Tujuan dari tahapan diatas adalah mengungkap kembali tanggapan siswa
terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam
hubungannya dengan pelajaran hari itu.
b. Tahap Intruksional
Tahap kedua ini adalah tahap pengajaran memberikan bahan pelajaran yang
telah disusun guru sebelumnya. Dalam Majid (2013: 28) dapat diidentifikasi
beberapa kegiatan dalam tahap ini yaitu:
1) Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa.
2) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas pada hari itu.
3) Membahas pokok materi yang telah diteruskan.
4) Pada setiap pokok materi yang akan dibahas sebaiknya diberikan contohcontoh konkret.
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22
5) Menggunakan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap
pokok materi sangat diperlukan.
6) Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi.
c. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
Tahap yang ketiga yang telah dijelaskan dalam Majid (2013: 29) adalah tahap
evaluasi dan tindak lanjut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan dari tahapan ini
ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional).
Ketiga tahap yang telah dibahas merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu
dan tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat
mengatur waktu serta kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut
diterima oleh siswa secara utuh.
Sementara itu, menurut Meirer (2002: 103) dalam Majid (2013: 29) berpendapat
bahwa kegiatan pembelajaran pada hakikatnya mempunyai empat unsur, yaitu: 1)
persiapan (preparation); 2) penyampaian (presentations); 3) pelatiahn (practice);
dan 4) penampilan hasil (performance).
C. Konsep Metode Drill
1. Pengertian Metode
Pengertian metode menurut kamus besar bahasa Indonesia Ali dkk (2009: 404)
adalah cara yang tersusun dan teratur, untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal
ilmu pengetahuan. Pengertian metode menurut kamus besar Bahasa Indonesia
tersebut menyatakan bahwa cara yang digunakan yang telah disusun dan digunakan
secara teratur dalam proses pembelajaran untuk mencapai salah satu tujuan dalam
pembelajaran.
Adapun beberapa pendapat para ahli yang dikemukakan dalam buku Meode &
Teknik Pembelajaran Partisipatif karangan Sudjana (2010: 7-8) sebagai berikut:
Menurut Purwadarminta (1976) dalam Sudjana (2010: 7-8), metode adalah cara
yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. The
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23
American Heritage Dictionary mengemukakan bahwa metode adalah “A means or
marner of procedure;specially, a regular and systematic way of accomplishing
anything… method emphasizes procedures according to a detailed, logically ordered
plan (Morris, 1976: 826). Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas dapat
dikemukakan bahwa metode itu mengandung unsur prosedur yang sudah ditetapkan
atau disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam dalam satu rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian bahwa
unsur-unsur metode mencangkup prosedur, sistematik, logis, terencana, dan kegiatan
untuk mencapai tujuan (Moeliono, dkk, 1990: 580-581) dalam Sudjana(2010: 8).
Jadi metode adalah sebuah cara, yang didalam fungsinya merupakan sebagai
alat untuk mencapai satu tujuan yaitu kususnya tujuan dalam proses pembelajaran.
Dimana metode pengajaran ini pada hakikatnya merupakan penerapan dari prinsipprinsip psikologi dan prinsip-prinsip pendidikan dalam perkembangan anak untuk
meningkatkan kapasitas hasil pendidikan dan pengajaran ditempat mereka
bersekolah.
2. Pengertian Metode Drill (latihan)
Proses pembelajaran metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
upaya pencapaian tujuan, karena metode merupakan suatu cara atau jalan yang
ditempuh yang sesuai, dan serasi untuk menyajikan suatu hal, sehingga akan tercapai
suatu tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Menurut Nana Sudjana (1995: 86) dalam buku Dasar-dasar Proses Mengajar
menyatakan bahwa “Metode drill adalah metode dalam pengajaran dengan melatih
peserta didik terhadap bahan yang sudah diajarkan/ berikan agar memiliki
ketangkasan atau ketrampilan dari apa yang telah dipelajari.” Latihan dimaksudkan
agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik peserta didik dan dapat
dikuasai sepenuhnya. Latihan (drill) bukanlah suatu metode yang baru didalam
berlangsungnya proses belajar mengajar. Metode Drill pertama kali digunakan oleh
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24
sekolah-sekolah tua di Amerika sebagai cara untuk: (a) memacu kemampuan dasar
motorik, (b) memacu kebiasaan dan mental agar yang dipelajari oleh peserta didik
dapat lebih berarti, tepat dan sangat berguna.
Pengertian metode drill (latihan) menurut Majid (2013: 214) adalah “cara
membelajarkan siswa untuk mengembangkan kemahiran dan keterampilan serta dapat
mengembangkan sikap dan kebiasaan.” Jadi dalam penerapan metode drill (latihan)
memberikan cara pembelajaran secara latihan terus menerus agar peserta didik
mampu mengembangkan kemampuannya untuk penguasaan dalam pembelajaran.
Dalam Majid (2013: 14) hendaknya guru/ pengajar memperhatikan tingkat
kewajaran dari metode drill (latihan) yaitu:
a. Latihan, digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis,
permainan, pembuatan, dan lain-lain.
b. Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan pengunaan rumus-rumus.
c. Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik, symbol
peta, dan lain-lain.
Pengertian metode latihan (Drill) menurut Djamarah (2002: 29) “metode drill
(latihan) yaitu suatu cara menyampaikan materi pelajaran untuk menambah
kebiasaan-kebiasaan yang baik.” Serta metode ini juga dapat digunakan untuk
memperoleh ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
Dari pendapat yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode
drill (latihan) adalah suatu cara menyajikan bahan ajar atau materi dalam proses
pembelajaran dengan cara melatih peserta didik dalam pengausaan materi serta lebih
terampil dalam penguasaan materi. Dari segi pelaksanaan penerapan metode drill
(latihan) ini peserta didik terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan secara teori
secukupnya, kemudian dengan tetap dibimbing oleh guru atau pendidik dan peserta
didik mempraktekannya sehingga menjadi mahir dan terampil. Dan metode ini juga
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25
digunakan untuk lebih memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa
yang diterangkan pada apa yang sedang dipelajari.
3. Tujuan Metode Drill (latihan)
Dari penggunaan metode drill (latihan) ini pastilah memiliki tujuan yang ingin
dicapai baik berupa perubahan maupun peningkatan dalam kualitas belajar,
setidaknya penggunaan metode drill ini adalah cara untuk menumbuhkan kompetensi
pada proses pembelajarannya. Adapun tujuan penggunaan metode drill (latihan)
adalah diharapkan agar siswa (Armai, 2002:175):
a. Memiliki ketrampilan moroeis/gerak, misalnya menghafal katakata, menulis,
mempergunakan alat, membuat suatu bentuk, atau melaksanakan gerak dalam
olahraga.
b. Mengembangkan
kecakapan
intelek,
seperti
mengalikan,
membagikan,
menjumlah, tanda baca, dll.
c. Memiliki kemampuan menghubungkan antara suatu keadaan, misalnya hubungan
sebab akibat banyak hujan maka akan terjadi banjir, antara huruf dan bunyi, dll.
d. Dapat menggunakan daya pikirnya yang makin lama makin bertambah baik,
karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi lebih baik
teratur dan lebih teliti dalam mendorong ingatannya.
e. Pengetahuan anak didik akan bertambah dari berbagai segi dan anak didik
tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan lebih mendalam.
Adapun syarat-syarat dari penggunaan metode drill (latihan) agar tujuan dari
penggunaan metode drill ini dapat tercapai dengan lebih baik dan efektif, maka harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sebelum pelajaran dimulai hendaknya diawali terlebih dahulu dengan pemberian
pengertian dasar.
b. Metode ini dipakai hanya untuk bahan pelajaran kecekatan-kecekatan yang
bersifat rutin dan otomatis.
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26
c. Diusahakan hendaknya masa latihan dilakukan secara singkat, hal ini
dimungkinkan agar tidak membosankan siswa.
d. Maksud diadakannya latihan ulang harus memiliki tujuan yang lebih luas.
e. Latihan diatur sedemikian rupa sehingga bersifat menarik dan dapat menimbulkan
motivasi belajar anak.
4. Langkah-langkah Metode Drill (latihan)
Pada penggunaan metode drill ini dapat lebih maksimal jika dilaksanakan
dengan langkah langkah yang harus dilaksanakan sebelum dan pada proses
pengguanaan metode drill ini (Armai: 2002). Maka dari itu langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Kegiatan pendidik
1) Mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan
atau
perintah-perintah
beserta
jawabannya.
2) Mengajukan pertanyaan secara lisan, tertulis, atau memberikan perintah untuk
melakukan sesuatu.
3) Mendengarkan jawaban lisan atau memeriksa jawaban tertulis atau melihat
gerakan yang dilakukan.
4) Mengajukan kembali berulang-ulang pertanyaan atau perintah yang telah
diajukan dan didengar jawabannya.
b. Kegiatan peserta didik
1) Mendengarkan baik-baik pertanyaan atau perintah yang diajukan guru
kepadanya.
2) Menjawab secara lisan atau tertulis atau melakukan gerakan seperti yang
diperintahkan.
3) Mengulang kembali jawaban atau gerakan sebanyak permintaan guru.
4) Mendengarkan pertanyaan atau perintah berikutnya.
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Drill (latihan)
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27
Setiap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran pastilah memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing begitu juga dengan penggunaan metode
drill ini. Metode drill (latihan) memiliki kelebihan dan kekurangan dalam buku
strategi belajar mengajar Djamarah (2002:37)sebagai berikut :
a. Kelebihan Metode Drill (latihan)
1) Untuk memperoleh kecakapan motorik seperti melafalkan huruf, kata-kata
atau kalimat, menggunakan alat-alat untuk mengasah keterampilan, dan lainlain. .
2) Pembentukan
kebbiasaan-kebiasaan
membuat
gerakan-gerakan
yang
kompleksmenjadi lebih otomatis.
3) Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan membantu ketepatan serta
kecepatan pelaksanaan.
b. Kekurangan Metode Drill (latihan)
1) Dapat mengahambat perkembangan daya inisiatif terhadap murid atau peserta
didik.
2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan..
3) Membentuk kebiasaan-kebiasaan yang otomatis dan kaku.
4) Dapat menimbulkan verbalisme.
Kelebihan dan kekurangan yang ada didalam metode drill (latihan) ini dapat
disinergikan bagaiamana pendidik dalam memadupadankan kekurangan yang ada
dalam proses belajara mengajar untuk mencipatakan kenyamanan dalam penerapan
metode drill (latihan).
D. Konsep Kompetensi
1. Pengetian Kompetensi
Menurut Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (2002: 1) dalam
skripsi Yevi Sugiarti (2009: 50) Kompetensi adalah:
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28
Kompetensi berkaitan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam
berbagai konteks. Kompetensi merupakan hasil belajar (learning out comes)
yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses
pembelajaran dan kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus
didefiniskian secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai
melalui kinerja yang dapat dikukur.
Pernyataan diatas telah menunjuknan bahwa kompetensi itu telah mencangkup
tugas-tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas pendidikan sesuai dengan pekerjaan tertentu. Dengan
demikian terdapat hubungan antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di
tempat belajar dengan kemampuan yang di perlukan oleh lingkungan masyarakat.
Perubahan yang terjadi pada bidang Sumber Daya Manusia diikuti oleh
perubahan
pada
kompetensi
dan
kemampuan
dari
seseorang
yang
mengkonsentrasikan diri pada Manajemen Sumber Daya Manusia. Perkembangan
kompetensi yang semakin luas dari praktisi Sumber Daya Manusia memastikan
bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam
kesuksesan organisasi. Kompetensi kini telah menjadi bagian dari bahasa manajemen
pengembangan. Standar pekerjaan atau pernyataan kompetensi telah dibuat untuk
sebagian besar jabatan sebagai basis penentuan pelatihan dan kualifikasi ketrampilan.
Kompetensi menggambarkan dasar pengetahuan
dan standar kinerja yang
dipersyaratkan agar berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan atau memegang suatu
jabatan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi untuk
mendukung kemampuan dikonsentrasikan pada hasil perilaku.
Adapun devinisi kompetensi dari Amstrong & Murlis dalam Ramelan (2003:47)
dalam Tarigan (1992: 18), mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik mendasar
individu yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat
baik. Dari pemaparan diatas bahwa kompetensi itu adalah karakteristik individu yang
berhubungan dengan efektivitas atau yang bersangkutan dengan kinerja individu
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
29
mengenai kemampuan, pengetahuan, asset, dan proses sehingga menghasilkan
pencapaian yang lebih baik. Dan kompetensi merupakan seperangkat penguasaan
kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai
guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat
menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.
2. Pengertian Kompetensi Bahasa
Kompetensi sebagai keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta
didik untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik sesuai dengan pekerjaan
tertentu, kompetensi juga dapat menentukan dan memutuskan sesuatu hal yang ingin
dicapai pada pelaksanaannya.
Pada buku Tarigan (1990: 21-22) yang berjudul Pengajaran Kompetensi Bahasa
dijelaskan bahwa kompetensi bahasa itu Dalam “second-generation transformational
grammar” (atau G-2) istilah kompetensi (atau competence) mengandung makna
sebagai berikut:
Pengetahuan pembicara – pendengar asli secara tidak sadar, diam-diam/tidak
diucapkan, instrinsik/hakiki, implisit, intuitif, dan tidak terbatas terhadap
bahasanya serta informasi yang tersedia bagi seorang pembicara yang fasih
yang berhubungan dengan bahasanya yang memungkinkannya memahami serta
menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak pernah diucapkan dan didengar
sebelumnya dan mengadakan pembeda antara kalimat-kalimat yang bermakna
ganda dan yang tidak bermakna ganda, yang ambigu dan yang tidak ambigu,
dan sebagainya. Tata bahasa yang terinternalisasikan yang memberikan dasar
bagi suatu teori bahasa dan suatu model pemerian linguistik dan suatu model
tata bahasa kompetensi atau (tata bahasa generatif) yang berupaya
mempertanggung jawabkan kompetensi linguistik”.(Chomsky 1965, 1966,
1968; Palmatier 1972: 25) dalam Tarigan (1990: 21-22)
Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa kompetensi bahasa itu adalah
ketrampilan dalam berbahasa dan didalam kompetensi itu ada beberapa hal yang
harus dicapai khusunya dalam pencapaian bahasa yang baik dan benar. Seperti yang
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
telah dijelaskan, bahawa kompetensi bahasa itu mengenai banyak hal yaitu tatacara
dalam tata bahasa itu sendiri dari baik menuju lebih baik.
3. Jenis kompetensi bahasa
Dalam kompetensi bahasa juga memiliki komponen-komponen yang disebutkan
didalam buku Tarigan (1990: 25) bahwa kita dapat mengklasifikasikan kompetensi
dengan berbagai cara bergantung dari sudut mana kita memandangnya, dan apabila
kita memandang kompetensi itu dari sudut kemahiran fungsional atau functionally
profilcient, maka kita dapat memberikan adanya tiga komponen diantaranya adalah:
a. Komponen Partisipatif (participative competence)
Kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap tuntutantuntutan
tugas-tugas
kelas
kepada
kaidah-kaidah
prosedural
untuk
menyelesaikannya.
b. Kompetensi Interaksional (interactional competence)
Kemampuan untuk memberikan responsi secara memadai terhadap kaidah-kaidah
wacan kelas dan kaidah-kaidah sosial wacana, berinteraksi secara memadai
dengan teman-teman sebaya maupun orang-orang dewasa waktu menyelesaikan
tugas-tugas kelas.
c. Kompetensi Akademik (academic competence)
Kemampuan memperoleh keterampilan-keterampilan baru, dan mengasimilasikan
atau memahami informasi baru, dan membentuk/membangun konsep-konsep baru
(tikunoff 1985:4; Richards 1988:7) dalam Tarigan (1990: 25)
Jenis kompetensi bahasa ini merupakan klasifikasi dari kompetensi bahasa
mana
yang
digunakan
dalam
pencapaiannya,
serta
lebih
lanjut
untuk
mengklasifikasikan pengguanaan kemampuan dalam berbahasa.
4. Prinsip Kompetensi Bahasa
Agar dapat mencapai tujuan pengajaran bahasa dengan baik maka para pelatih,
pengajar atau guru harus dibekali dan membekali diri dengan teori-teori yang
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
31
berhubungan tugasnya sebagai pendidik. Begitu pula halnya dengan guru atau turor
bahasa, dengan tujuan tersebut maka alangkah baiknya bila para pedidik mengetahui,
memahami serta menguasai seluk beluk tentang kompetensi dalam bahasa. Seperti
yang telah ditulis dan disebutkan didalam buku Pengajaran Kompetensi Bahasa
Tarigan (1990: 29-49) bahwa ada beberapa komponen untuk kompetensi bahasa
adalah sebagai berikut :
Sebagai kompetensi yang akan dijelaskan dalam buku Taringan komponekomponen didalamnya mengandung arti yang sangat penting.
a. Kompetensi Kemahiran fungsional:
Dalam bidang pendidikan kewibahasaan, Wilian J. tikunoff (1985) dalam
Tarigan (1990: 30) mengemukakan contoh bagaimana cara mengintegerasikan
pengajaran isi dengan pengajaran bahasa. Dia memberikan contoh kepada siswa
atau peserta didik yang dapat berpartisipasi secara efektif dalam pengajaran kelas
dalam bahasa Inggris sebagai functionally proficient. Dengan demikian ada 3
komponen siswa yang mempunyai kemahiran fungsional (1985: 4)
1) Kompetensi partisipatif
Kompetensi ini dimana tugas yang telah diberikan oleh pendidik
dikerjakan, diberi responsi dengan baik oleh siswa yang bersangkutan.
Bahkan bukan itu saja, siswa atau peserta didik mampu menggunakan kaidahkaidah dengan prosedur yang telah ditentukan untuk mengerjakan tugas dan
dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh pendidik. Peserta didik
yang mampu beresponsi dengan baik maka disebut sebagai peserta didik yang
mempunyai kompetensi partisipatif atau participative competence dalam
pengajaran dan pembelajaran bahasa.
2) Kompetensi interaksional
Kompetensi interaksional ini menyebutkan bahwa tipe peserta didik yang
mengetahui kapan dia harus berbicara, dengan siapa, mengenai apa, dan
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32
dengan cara yang bagaimana baik dengan teman-teman sekelasnya dan
sebayanya maupun dengan orang yang lebih dewasa. Dengan perkataan lain
mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan mudah untuk menyelesaikan
tugas-tugas. Peserta didik yang seperti inilah yang disebut dengan
interactional competence dalam pengajaran dan pembelahjaran bahasa.
3) Kompetensi akademik
Kompetensi akademik ini adalah peserta didik yang mampu menguasai
kompetensi (P=partisipatif, I=interaksional, A=akademik). Secara teoritisnya
ketiga kompetensi itu dalam kenyataanya dapat pula terdapat gabungan antara
dua kompetensi sebagai PI, PA, IP, IA, AP dan AI atau gabungan anatara
ketiga kompetensi ini PIA, IAP, API
b. Kompetensi Komunikatif
Kompetensi komunikatif adalah kemampuan untuk untuk menerapkan kaidahkaidah gramatikal suatu bahasa untuk membentuk kalimat-kalimat yang benar
secara gramatikal dan untuk mengetahui apabila dan dimana menggunakan
kalimat-kalimat tersebut dan kepada siapa.
1) Kompetensi gramatikal
Kompetensi gramatikal ini berkaitan erat dengan penguasaan sandi bahasa
itu sendiri baik secara verbal maupun non verbal (canale, 1984: 7)
2) Kompetensi sosiolinguistik
Komponen ini meliputi kaidah-kaidah sosiokultural penggunaan dan
kaidah-kaidah wacana. Jasi kompetensi ini mengalamatkan atau mengerahkan
luas pemahaman ucapan-ucapan yang dihasilkan dan dipahami secara tepat.
3) Kompetensi wacana
Tipe kompetensi ini berkaitan dengan penguasaan penggabungan bentukbentuk dan makna-makna gramatikal untuk mencapai teks lisan atau tertulis
yang terpadu dengan berbagi genre.
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
4) Kompetensi strategic
Kompetensi ini tersusun dari penguasaan strategi-strategi komukasi verbal
dan non verbal yang dapat dilibatkan ke dalam tindakan karena dua alasan,
yaitu; (a). untuk mengimbangi kemacetan-kemacetan dalam komunikasi
karena keterbatasan kondisi-kondisi dalam komunikasi aktual atau ketidak
cukupan kompetensi dalam satu atau lebih bidang-bidang kompetensi
komunikatif yang lainnya itu, (b). untuk mempertinggi atau meningkatkan keefektif-an komunikasi.
Kompetensi yang telah disebutkan diatas dalam kompetensi bahasa secara
umum adalah kompetensi yang adadidalam penguasaan bahasa secara umum.
E. Konsep Kedisiplinan
1. Pengertian kedisiplinan
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia Disiplin adalah latihan batin dan watak
yang maksimal supaya segala perbuatan selalu mentaati tata tertib, dan ketaatan pada
aturan dan tata tertib. Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni
seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.
Adapun menurut Hurlock (2004: 64) “menjelaskan bahwa disiplin dari kata
yang sama dengan disciple yakni seorang yang balajar dari atau secara sukarela
mengikuti seorang pemimpin. Orangtua dan guru merupakan pemimpin dan anak
merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang
berguna dan lebih baik.
Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses
dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilia-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetian,
keteraturan, dan ketertiban. Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan
karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan
dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa.
Disiplin terbagi menjadi dua bagian yaitu :
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34
a. Disiplin Berdasarkan Tradisi
Disiplinkan merupakan cara kuno yang terdiri dari pendaftaran pelanggaran
dan catatan dari hukuman terhadap setiap pelanggaran. Disiplin ini dilaksanakan
secara kaku dan tegas tanpa kompromi dan cenderung penegakan disiplin secara
otoriter. Tindakan disiplin ini diterapkan oleh atasan kepada bawahan dan tidak
pernah sebaliknya, atau bisa disebut dengan (tindakan yang sepihak). Hal ini
disebabkan pemahaman kurang efektif yang dianut oleh pemimpin perusahaan,
yang menganggap karyawan adalah bawahannya, untuk menuruti dan mematuhi
segala keputusan yang ada tanpa pernah karyawan diajak berunding untuk
diminta pendapatnya, apakah mereka merasa keberatan atau tidak, sedangkan
atasan mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja tanpa terikat oleh sebuah
perusahaan.
b. Disiplin Berdasarkan Sasaran
Disiplin berdasarkan sasaran ini dianggap sebagai lawan dari disiplin tradisi
bila dilihat dari tujuannya. Disiplin dianggap secara sah atau berlaku apabila
dapat diterima secara sukarela oleh seluruh komponen didalam organisasi
tersebut, apabila tidak dapat diterima maka secara otomatis disiplin tersebut tidak
sah untuk diterapkan dalam organisasi. Fungsi dari disiplin ini adalah sebagai
suatu fungsi pembentukan tingkah laku sebagai hukuman. Masa lampau di
padang sebagai suatu yang sangat berharga, sesuatu yang dianggap memberi
pengalaman dan berguna dalam merumuskan dan merubah tingkah laku, tetapi
tidak merupakan penuntut yang pasti benar dalam menentukan benar atau salah,
karena disini berbagai kemungkinan dapat saja terjadi diluar jangkauan
kemampuan manusia sehingga apabila hal itu terjadi, maka disiplin tidak akan
mampu menangani dan menjawab itu semua.
Kedisiplinan menjadi satu syarat untuk mencapai satu hasil yang sangat
maksinmal dalam organisasi baik organisasi dalam bentuk formal maupun non
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35
formal, sehingga dalam setiap peraturan di instansi atau perusahaan apapun mengenai
kedisiplinan pasti selalu ada, hal ini disebabkan karena pentingnya pengaruh
kedisiplinan dalam pencapaian standar-standar organisasi. Kata disiplin juga sering
menjadi suatu ukuran yang bernilai positif dan biasanya dijadikan indikasi seseorang
yang sukses dalam mencapai cita-citanya dan mencapai tujuan organisasinya.
2. Tujuan Kedisiplinan
Adapun tujuan dari kedisiplinan selain untuk mendidik mental secara
keseluruhan, seperti yang ditulis dalam skripsi tujuan dari kesdisiplinan yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:
Gaustad (1992: 24) mengemukakan bahwa “kedisiplinan memiliki dua tujuan,
yaitu memberi kenyaman pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk belajar”.
Subari (1994: 88) berpendapat bahwa ”kedisiplinan memiliki tujuan untuk
pernuturan terhadap suatu peratutan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya
peratutan itu”.
Yahya
(1992:
68)
berpendapat,
“bahwa
tujuan
kedisiplinan
adalah
perkembangan dari pengembangan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar”.
Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang
bertujuan agar orang selalu patuh dengan peratutan. Dengan adanya kedisiplinan
diharapkan anak mendisiplinkan diri dalam menaati peraturan sekolah sehingga
proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan
pendidikan. Oleh karena itu, anak didik perlu dibimbing atau ditunjukan mana
perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang
terlaksananya proses belajar mengajar dengan lebih baik (Gordon, 1996: 3).
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari kedisiplinan adalah memberi kenyaman kepada siswa
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36
dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar serta
perkembangan dari pengembangan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar.
Selain itu dalam penelitian ini kedisiplinan yang dimaksudkan adalah disiplin
dalam bertindak, bersikap dan bekerja maka tujuan dari kedisiplinan ini dalam
pelatihan pra magang ke jepang adalah untuk membiasakan diri untuk hidup dengan
tingkat kedisiplinan yang sangat tinggi yang dimana peserta didik wajib memiliki
tingkat kedisplinan yang tinggi dalam dirinya agar pada saat magang ke Jepang sudah
terlatih dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam bekerja. Karena telah kita
ketahui bahwa kedisiplinan itu sudah menjadi hal yang wajib yang harus dimiliki oleh
orang jepang dalam bekerja.
Tujuan kedisiplinan dalam penerapan kedisiplinan itu sendiri merupakan tujuan
untuk menjadi seseorang menjadi lebih baik dalam bersikap, sopan santun dan
mandiri. Semua itu ditunjukan dan akan diciptakan dalam diri seseorang apabila
pencapaian tujuan kedisiplinan seseorang telah tercapai atau telah dikuasi dengan
baik.
3. Aspek-aspek Kedisiplinan
Dalam konsep kedisiplinan ada pula aspek-aspek yang harus diketahui, menurut
Prijodarminto (1994) dalam Hurlock (2004: 89), disiplin memiliki tiga aspek. Ketiga
aspek tersebut yaitu:
a. Aspek Mental (mental attitude)
Merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan,
pengendalian pikiran dan pengendalian watak
b. Pemahaman Yang Baik
Pemahaman yang baik ini menyangkut sistem peraturan perilaku, norma,
kriteria, dan standar yang sedemikian rupa sehingga pemahaman tersebut
menumbuhkan pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
aturan. Norma dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan atau kesuksesan.
c. Sikap
Kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati, untuk mentaati
segala hal secara cermat dan tertib.
Aspek –aspek yang ada didalam kedisiplinan inilah yang dapat kita ketahui
dalam menumbuhkan kedisiplinan dalam diri kita, karena kedisiplin yang akan
membawa kita terhadap kehidupan dari yang baik menjadi lebih baik. Aspek ini
muncul melalui perilaku seseorang dalam kehidupannya, aspek mental tentang
attitude seseorang merupakan sikap taat dan tertib seseorang terhadap suatu
pembiasaan sebagai watak yang akan dimunculkan seseorang. Sikap dan pemahaman
yang baik dalam diri seseorang yaitu berperilaku sewajarnya yang ditunjukan melalui
kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat dan tertib.
Maka dari itu aspek kedisiplinan merupakan isi dari disiplin-disiplin yang
dilakukan seseorang dalam menciptakan watak seseorang dan bukti ketaatan sesorang
untuk mengikutin suatu aturan yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga atau
individu-induvidu lainnya.
F. Konsep Bahasa Jepang
1. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara
bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara serta dapat dipahami
dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan.
Dalam buku Lingustik Umum Chaer (2007: 32) “bahasa ialah sistem lambang
bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh beberapa anggota kelompok sosial untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dengan demikian
manusia selalu membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi agar dapat
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
38
berhubungan dengan manusia yang lainnya. Serta bahasa merupakan alat komunikasi
berupa lambang bunyi dan ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Selain itu
juga bahasa wajib dimiliki oleh setiap negaranya walaupun setiap negara beragam
memiliki bahasa contohnya bahasa jepang yaitu bahasa yang dimiliki oleh orang atau
penduduk jepang digunakan sebagai alat komunikasi yang digunakan sehari-hari
untuk dapat berkomunkasi satu dengan yang lainnya.
2. Karakteristik Bahasa Jepang
Dalam konsep bahasa jepang ini memiliki karakteristik tersendiri diantaranya
yaitu:
a. Huruf jepang
Disini ciri-ciri yang paling mencolok dari bahasa Jepang adalah tulisan.Bagi
kebanyakan pembelajar bahasa jepang, huruf jepang merupakan bagian yang
paling sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Bahasa jepang mempunyai
konsep tulisan yang berbeda dengan bahasa lainya di dunia. Terdapat 3 tulisan
yang digunakan oleh jepang, yaiu hiragana, katagana, dan kanji (ke 3 tulisan
tersebut bias saja muncul dalam satu kalimat sederhana). Setiap hurup hiragana
dan katagana mewakili bunyi dari setiap huruf tersebut, sedangkan huruf kanji
mewakili baik bunyi maupun arti.
b. Lafal / ucapan Bahasa Jepang
Bunyi atau lafal bahasa jepang sangat mudah sekali diucapkan. Bahasa Jepang
mempunyai 5 huruf vocal yaitu A, I, U, E dan O. Huruf-huruf kecil tersebut
diucapkan dengan jelas, sama pengucapannya seperti dalam bahasa Indonesia.
Jepang tidak mempunyai huruf konsonan yang dapat berdiri sendiri (pengecualian
huruf “n”). setiap huruf jepang (selain huruf vocal yang dapat sendiri) merupakan
gabungan dari huruf konsonan-vokal, seperti ka, ki, ku, ke, ko dan lain-lain.
c. Susunan Kalimat
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
39
Susunan kalimat bahasa jepang berbeda dengan bahasa Indonesia maupun
inggris. Dalam bahasa Indonesia atau inggris kita mengikuti pola SubjekPredikat-Objek, maka abahasa Jepang mengikuti pola Subjek-Objek-Predikat.
d. Partikel
Partikel atau kata bantu merupakan bagian yang sangat penting dalam
pembentukan kalimat bahasa Jepang. Fungsi dan partikel adalah sebagai konektor
atau penghubung kata satu dengan kata lainnya. Banyak dari partikel yang tidak
ada dalam bahasa Indonesia, sehingga sedikit merepotkan bagi orang yang baru
belajar bahasa Jepang. Contoh partikel bahasa Jepang yaitu partikel “wa” dan
“o”. Partikel “wa tidak mempunyai arti, namun berfungsi sebagai penanda subjek,
yang dimaksudkan adalah kata sebelum partikel “wa” adalah subjek dari kalimat
tersebut.
e. Tata Bahasa Jepang Secara Umum
1) Verb atau kata kerja selalu diletakan dibelakang kalimat
2) Bahasa Jepang hanya mempunyai 2 tenses, yaitu bentuk sekarang dan bentuk
lampau
3) Kata benda dan kata kerja tidak terpengaruh oleh gender atau jumlah
4) Subjek dalam bahasa Jepang sering kali dihilangkan apabila konteks
kalimatnya sudah jelas.
5) Setiap kata kerja dalam bahasa Jepang mengalami perubahan dan setiap
perubahan tersebut akan menyebabkan perubahan baik artinya maupun tenses
nya.(Diakses tanggal 5/10/2014).[online].
3. Fungsi Bahasa
Bahasa juga memiliki fungsinya sebagai alat untuk berkomunikasi, menurut
Chaer (1995: 14) “fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi”. Hal ini juga
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
40
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soeparno (1993: 5) yang menyatakan “bahwa
fungsi umun bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Sosiolingustik
memandang bahasa sebagai tingkah laku sosial (sosial behavior) yang digunakan
dalam komunikasi sosial.”
Sesuai dengan yang dikemukan oleh Hallydat dalam Tarigan (1990: 7-8).
Bahasa memiliki fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama fungsi
komunikatif. Ada tujuh fungsi bahasa yaitu adalah:
a. Fungsi instrumental (the instrumental function)
Fungsi ini melayani peneglolaan lingkungan, meyebabkan peristiwa-peristiwa
yang terjadi, yaitu merupakan tindakan-tindakan komunikatif yang menghasilkan
kondisi tertentu.
b. Fungsi regulasi (the regulatory function)
Bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa. Fungsi
regulasi atau fungsi pengaturan ini bertindak untuk mengatur serta mengendalikan
orang lain.
c. Fungsi representasional (the representational functional)
Dimana fungsi ini adalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataanpernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan menjelaskan ataupun
melaporkan.
d. Fungsi interaksional (the interactional function)
Bertugas untuk menjamin serta memantapkan ketahanan dan kelangsungan
komunikasi sosial. Komunikasi interkasional ini menuntut pengetahuan
secukupnya mengenai logat.
e. Fungsi personal (the personal function)
Memberi kesempatan kepada seseorang pembicara untuk mengekspresikan
perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam. Dalam hakikat
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
bahasa bahwa kesadaran, perasaan, dan budaya turut sama-sama berinteraksi
dengan cara-cara yang belum diselidiki secara mendalam.
f. Fungsi heuristik (the heuristic function)
Melibatkan pengguanaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan,
mempelajari seluk beluk lingkungan. Fungsi heuristik seringkali disampaikan
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban.
g. Fungsi imajinatif (the imaginative function)
Melayani penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat
imajinatif. Mengisahkan cerita-cerita dongeng, mebaca lelucon, atau menulis
novel merupakan praktek penggunaan fungsi imajinatif bahasa.
Fungsi dalam bahasa yang telah dijelaskan diatas bahwa diciptakan agar
bahasa dipelajarai dan digunakan sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan
bahkan bukan hanya sebagai alat berkomunikasi secara umum melainkan untuk
memenuhi dan menumbuhkan kreativitas dalam berkomunikasi dengan baik dan
benar. Sama halnya dengan yang berada ditempat penelitian LPK Putra Maju
Lembang, bahwa bahasa yang dipelajari tentang bahasa jepang adalah satu tujuan
yang peserta didik lakukan untuk digunakan pada saat magang di Jepang.
Winda Manti Aisyah, 2014
Penerapan Metode Drill (Latihan) Dalam Menumbuhkan Kompetensi Bahasa Jepang Dan
Kedisiplinan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Download