TINJAUAN PUSTAKA Pemantauan Oksigenasi Bambang Pujo Semedi, Hardiono PENDAHULUAN Setiap sel tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk melaksanakan fungsi metabolisme, sehingga oksigen merupakan zat terpenting dalam kehidupan manusia. Mempertahankan oksigenasi adalah upaya untuk memastikan kecukupan pasokan oksigen ke jaringan atau sel. Hal ini tentu saja tidak hanya bergantung pada fungsi pernapasan yang memadai, tetapi juga harus didukung oleh fungsi peredaran darah yang adekuat. Untuk menilai keseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen, diperlukan pemeriksaan parameter yang lebih spesifik, dan tidak cukup berdasarkan pada pemeriksaan klinis saja. Tak jarang pasien yang awalnya membaik dengan terapi oksigen, bisa terjadi gagal napas akut yang dapat mengakibatkan henti jantung dan berakhir dengan kematian, karena kurang adekuat dalam mengelola fungsi pernapasan dan sirkulasi.1,2 Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui paruparu, diangkut ke jaringan melalui darah, dan dikonsumsi ditingkat intraseluler (mitokondria) untuk menyediakan energi untuk metabolisme sel. Adanya gangguan pada sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, atau jaringan dapat mengganggu oksigenasi dan menyebabkan kerusakan jaringan atau kematian organisme.1,3 Terapi oksigen adalah bagian integral dari pengelolaan untuk pasien yang dirawat di rumah Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6 – 8, Surabaya Korespondensi : [email protected] Volume 2 Nomor 2 April 2012 sakit, khususnya pasien yang sedang mengalami gangguan pernapasan yaitu untuk mempertahankan oksigenasi dalam tubuh. Definisi terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari udara ruangan untuk mengatasi atau mencegah hipoksia. Banyak cara yang bisa digunakan untuk memberikan oksigen dengan berbagai konsentrasi oksigen yaitu lebih dari 21% sampai 100%, tergantung pada alat atau metode terapi digunakan.2 Untuk memahami hal tersebut di atas, akan dibahas lebih lanjut tentang hipoksia, hipoksemia, gagal napas yang dikaitkan dengan terapi oksigen dan pasokan oksigen, serta cara menilai keberhasilan terapi oksigen pada berbagai kondisi klinis pasien PASOKAN OKSIGEN Oksigen diangkut dari udara inspirasi ke setiap sel dalam tubuh. Menurut hukum fisika, gas berpindah dari daerah konsentrasi tekanan tinggi ke konsentrasi tekanan rendah. Jika ada campuran gas dalam sebuah ruangan, tekanan dari setiap gas (tekanan parsial, ditandai dengan simbol P) adalah sama dengan tekanan masing-masing gas dalam ruangan tersebut. Tekanan total campuran gas adalah jumlah tekanan parsial semua gas.4,5 Transportasi oksigen ke sel-sel dapat dibagi menjadi beberapa langkah berdasarkan hukum fisika yaitu: 1. Konveksi oksigen dalam dari udara ambient untuk tubuh (ventilasi) 2. Difusi oksigen ke dalam darah (pengambilan oksigen) 3. Ikatan dengan hemoglobin yang ireversibel 4. Konvektif pengangkutan oksigen ke jaringan (curah jantung) 85 Pemantauan Oksigenasi te rg an tu ng oksigenasi tergantung pasokan o pa ksig so en ka as n i Konsumsi Oksigen (ml. men) Ekstraksi asidosis laktat meningkat asidosis laktat (-) Pasokan Oksigen (ml. men) Gambar 1. Keseimbangan antara pasokan oksigen dan konsumsi oksigen. Garis mendatar menggambarkan besarnya pasokan oksigen yang dapat diturunkan dan dikompensasikan dengan peningkatan ekstraksi oksigen (normalnya antara 20-30%, antara A-B). Titik (menggambarkan) titik kompensasi tidak cukup dan konsumsi oksigen dibatasi oleh pasokan (tergantung suplai), dan metabolisme anaerob menghasilkan asam laktat.4 5. Difusi ke dalam sel dan organel 6. Kondisi redoks (metabolisme).6 Dengan demikian, pergerakan dan pengambilan oksigen dari paru-paru ke jaringan sebenarnya dapat ditentukan oleh empat variabel utama yaitu: 1. Isi oksigen arteri(arterial O2 content/CaO2) a. ventilasi b. Pengambilan oksigen 2. Pasokan oksigen (oxygen delivery/DO2) 3. Konsumsi oksigen (oxygen consumption /VO2) 4. Rasio ekstraksi oksigen (oxygen extraction ratio/ O2ER)7 Penilaian kecukupan pasokan oksigen ke jaringan, tergantung tiga faktor yaitu: kadar hemoglobin, curah jantung dan oksigenasi.4,5 Jumlah oksigen yang tersedia bagi tubuh dalam satu menit dikenal sebagai pasokan oksigen (DO2): Pasokan oksigen (mlO2.min-1) = (COxCaO2) + oksigen terlarut dalam plasma = {CO (l.min-1) x kadar Hb (gl-1) x 1,34 (ml O2.gHb-1) x saturasi %}+ {0,003 x PaO2}. Keterangan: CO : curah jantung, oksigen terlarut dalam plasma tidak diperhitungkan dalam praktek klinik.4,5 86 Konsumsi oksigen (VO2) Sekitar 250 ml oksigen yang digunakan setiap menit oleh orang sehat (konsumsi oksigen waktu istirahat), dengan demikian hanya sekitar 25% dari isi oksigen dalam arteri yang digunakan setiap menit. Hemoglobin dalam darah vena campuran (SvO2) adalah sekitar 73% jenuh (98% minus 25%). Pada saat istirahat, pasokan oksigen ke sel-sel tubuh melebihi konsumsi oksigen. Sebaiknya selama latihan, konsumsi oksigen meningkat. Curah jantung yang rendah, kadar hemoglobin rendah (anemia) atau saturasi oksigen yang rendah akan mengakibatkan pasokan oksigen jaringan berkurang, kecuali bila terjadi kompensasi salah satu faktor diatas.4,5,6,7,8 Rasio Ekstraksi Oksigen O2ER = VO2/DO2 Dalam kondisi basa, O2ER = 0,20-0,25, hal ini menunjukkan bahwa hanya 20 - 25% dari oksigen yang dipasok dikonsumsi oleh jaringan perifer atau sel. O2ER dapat meningkat sampai 0,5-0,6 untuk: a. memenuhi kebutuhan oksigen akibat konsumsi oksigen perifer meningkat (misalnya olahraga) atau b. kompensasi akibat pasokan oksigen menurun (mi salnya gagal jantung low output)4-8 Majalah Kedokteran Terapi Intensif Bambang Pujo Semedi, Hardiono Oksigen yang dibawa terlarut Gambar 2. Hubungan antara tekanan oksigen arteri (PaO2) dengan saturasi oksigen hemoglobin (SaO2) dan isi oksigen arteri (CaO2). Kisaran PaO2 (0-100mmHg) sampai PaO2 600mmHg. Jumlah oksigen yang larut dalam plasma tidak penting dalam klinik. Nilai CaO2 dianggap pada kadar hemoglobin 15 g/dL.6 Titik “kritis pasokan oksigen” muncul ketika jaringan perifer tidak bisa lagi meningkatkan ekstraksi oksigen yang cukup untuk mempertahankan VO2. Ketika DO2 turun di bawah nilai kritis, metabolisme anaerob terjadi jaringan perifer berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi (gambar 1). HIPOKSIA DAN HIPOKSEMIA Hipoksia adalah suatu kondisi tubuh kekurangan pasokan oksigen, bukan akibat tekanan parsial oksigen yang rendah. Hipoksia dapat diakibatkan anemia, meskipun memiliki tekanan parsial oksigen arteri tinggi. Oleh karena itu, hipoksemia dapat menjadi salah satu penyebab hipoksia tetapi seseorang juga dapat menderita hipoksia tanpa hipoksemia. Hipoksemia Hipoksemia terjadi ketika kadar oksigen dalam darah turun. Tekanan oksigen rendah dalam tubuh adalah bila kurang dari 60 mm Hg, dan kadar saturasi oksigen hemoglobin kurang dari 90%, maka disebut hipoksemia (Gambar 2)8,9 Hipoksemia dapat terjadi akibat dari satu atau lebih dari mekanisme berikut: 1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) normal tetapi tekanan oksigen alveolar rendah (PAO2) dan PO2 arteri (PaO2) rendah (hipoventilasi) 2. Fraksi oksigen inspirasi rendah (FiO2) menyebabkan tekanan oksigen alveolar rendah (PAO2) dan Volume 2 Nomor 2 April 2012 tekanan oksigen arteri (PaO2) (misalnya tempat tinggi seperti puncak gunung) 3. Shunts jantung (shunt kanan ke kiri) 4. Keterbatasan difusi O2 melalui paru-paru 5. Ketidak seimbangan ventilasi alveolar dan perfusi paru (V/Q mismatch) Mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat di bagi menjadi adanya kenaikan perbedaan PO2 (A-a) atau perbedaan PO2 (A-a) normal.8,9 HIPOVENTILASI (Ventilasi alveolar rendah) dapat terjadi pada : 1. Perbedaan PO2 (A-a) yang normal 2. PCO2 yang meningkat (hiperkapnia) Peningkatan fraksi oksigen inspirasi (FiO2) dapat memperbaiki hipoksemia sedangkan hiperkapnia dapat diperbaiki dengan ventilasi mekanik untuk membuang CO2.8,9 Penyebab Hipoventilasi adalah : 1. Depresi susunan syaraf pusat 2. Peradangan, trauma atau perdarahan di batang otak 3. Gangguan di medula spinalis 4. Penyakit motoneuron batang otak / medula spinalis 5. Penyakit saraf otot-otot pernapasan 6. Penyakit neuromuskuler junction 7. Penyakit otot-otot pernapasan 8. Kelainan dinding dada 9. Obstruksi jalan napas atas 87 Pemantauan Oksigenasi FiO2 Gambar 3. Efek PaO2 dengan adanya peningkatan FiO2 pada berbagai ukuran shunt. Peningkatan FiO2 tidak efektif untuk meningkatkan PaO2 pada shunt yang sangat besar (>50% cardiac output)9 Namun demikian, jika shunt relatif kecil (gambar 3), peningkatan kandungan oksigen dalam darah dapat dilakukan dengan meningkatkan FiO2, sehingga terapi oksigen harus diberikan pada pasien dengan hipoksemia8,9 TEKANAN OKSIGEN INSPIRASI TURUN (tekanan oksigen menurun saat inspirasi) Tekanan oksigen inspirasi (PiO2) dapat diukur dengan persamaan ini: PiO2 = (PB - PH2O) x FiO2 Keternagan: PB: tekanan atmosfer; PH2O: tekanan air contoh keadaaan tekanan oksigen inspirasi rendah adalah: 1. Penurunan tekanan udara barometer (misalnya bernapas pada saat mendaki gunung. 2. enurunan FiO2-(instalasi yang tidak tepat jalur pasokan oksigen atau kebocoran pada sirkuit pernapasan) Bila perbedaan PO2 (A-a) normal, tapi PaCO2 menurun, maka penurunan PaCO2 (hipokapnia) ini disebabkan oleh hiperventilasi karena kompensasi adanya hipoksemia. Kemoreseptor perifer terangsang oleh adanya PO2 arteri rendah dan memulai meningkatkan ventilasi dengan merangsang pusat pernapasan meduler.8,9 SHUNT dari kanan ke kiri (R - L Shunt) terjadi pada 1. Peningkatan perbedaan PO2 (A-a) 2. PaCO2 normal Shunt anatomi terjadi bila sebagian darah langsung ke sirkulasi tanpa melewati paru-paru. 88 Pada orang sehat, sebagian darah vena dari sirkulasi bronkial (suplai darah ke jalan napas) akan mengalir ke pembuluh darah paru sebagian dari darah vena sirkulasi koroner mengalir melalui pembuluh darah thebesian langsung ke ventrikel kiri.8,9 Shunt anatomi hanya sekitar 2% dari curah jantung dan bertanggung jawab 1/3 dari perbedaan (A - a) PO2 normal pada orang yang sehat Shunting akibat kelainan kongenital dapat dibagi menjadi: 1. Intra-cardiac shunt (Tetralogi Fallot yaitu: detek septum ventrikel dengan stenosis arteri pulmonalis dan over riding aorta) 2. Fistula intra-paru (hubungan langsung antara cabang arteri pulmonalis dan vena paru)8,9 Shunt fisiologis terjadi ketika sebagian curah jantung melalui pembuluh darah paru tapi tidak berhubungan dengan udara alveolar karena ruang-ruang alveolar diisi oleh cairan (misalnya pada pneumonia, tenggelam atau edema paru).8,9 Manifestasi klinis R-L shunt adalah hipoksemia (tekanan parsial oksigen arteri rendah) yang tidak dapat dikoreksi dengan terapi oksigen. Oleh karena darah dari shunt tidak membaik dengan oksigen murni, sehingga kandungan oksigen yang kembali ke jantung kiri tetap rendah dan akibatnya menurunkan PO2 arteri. Majalah Kedokteran Terapi Intensif Bambang Pujo Semedi, Hardiono Gambar 4. Rasio ventilasi – perfusi yang tidak seimbang8 darah vena campuran turun meningkat gas inspirasi Gambar 5. Diagram skematik menggambarkan 3 unit paru: normal, shunt dan dead space8,9 Ketidakseimbangan Ventilasi-Perfusi (V/Q mismatch) dapat terjadi pada : 1. PaCO2 normal 2. Perbedaan PO2 (A-a) meningkat. Ketidakseimbangan VA/Q adalah penyebab paling sering pada hipoksemia. Ventilasi alveolar membawa oksigen masuk ke dalam paru-paru dan mengeluarkan karbondioksida dari paru-paru. Darah vena campuran membawa CO2 masuk ke paru-paru dan mengambil oksigen alveolar. Dengan demikian Volume 2 Nomor 2 April 2012 PO2 dan PCO2 alveolar ditentukan oleh hubungan antara ventilasi alveolar dan perfusi.8,9 Perubahan rasio ventilasi alveolar dan perfusi pembuluh darah (VA/Q), akan merubah PO2 dan PCO2 alveolar. Ventilasi alveolar biasanya 4-6 L/ menit sama dengan aliran darah paru. Oleh karena itu, batas normal rasio ventilasi - perfusi (VA/Q) untuk paru-paru seluruhnya adalah 0,8-1,28.8,9 (Gambar 4) Apabila semua aliran darah paru menuju pada paru kanan dan semua ventilasi alveolar menuju ke 89 Pemantauan Oksigenasi paru kiri dan meskipun rasio VA/Q dalam kisaran normal, maka pada tingkat alveolar - kapiler tidak akan ada pertukaran gas. Dengan demikian, rasio ventilasi - perfusi harus sesuai pada setiap tingkat alveolar - kapiler agar pertukaran gas menjadi cukup.8,9 Pada posisi berdiri, rasio VA/Q menurun dari atas ke bagian bawah paru-paru; sekitar 2 / 3 dari PO2 (A-a) normal tampak pada orang sehat dan tidak ada masalah pertukaran gas. Gangguan pada ketidakseimbangan rasio VA / Q dapat berupa shunt atau dead space (Gambar 5).8,9 Hipoksia Hipoksia adalah kekurangan oksigen dalam jaringan, atau ketidakmampuan jaringan menggunakan oksigen yang ada atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai akibat pasokan oksigen yang rendah (DO2) atau konsumsi oksigen yang meningkat (VO2)2,5,6,7 Ada empat jenis hipoksia: 1. Hipoksia stagnan ditandai dengan adanya penurunan aliran darah, tetapi PaO2 arteri normal. PO2 arteri berhubungan dengan jumlah oksigen terlarut dalam plasma darah, bukan besarnya oksigen yang terikat pada hemoglobin. Kondisi ini dapat terjadi akibat kegagalan jantung atau overdosis obat vasodilator, seperti nitrogliserin. 2. Hipoksia anemia terjadi ketika ada penurunan kandungan oksigen dalam darah, tetapi PO2 arteri dapat normal. Hipoksia anemia dapat timbul akibat kehilangan darah, menghirup karbon monooksida, atau keracunan methemoglobin (besi teroksidasi menjadi ion fe) 3. Hipoksia histotoksik disebabkan oleh racun seperti sianida atau sulfida hidrogen, yang memblokir penggunaan oksigen pada tingkat sel. PO2 arteri dan kandungan oksigen dalam darah dalam batas normal. 4. Hipoksemia arteri (hipoksi hipoksia) terjadi ketika ada gangguan oksigenasi darah dan PO2 arteri rendah.1 GAGAL NAPAS Tugas utama dari paru-paru dan dada adalah untuk mendapatkan oksigen dari udara yang dihirup kemudian masuk ke dalam aliran darah, dan, pada saat yang sama,mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari darah melalui udara saat bernapas. Gagal napas adalah setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi pernapasan atau paru-paru dan dapat mengakibatkan kegagalan fungsi paru-paru. Pada gagal napas, oksigen dalam darah menjadi sangat rendah, dan/ atau 90 CO2 menjadi sangat tinggi. Penyebab gagal napas adalah pertukaran oksigen dan CO2 antara darah dan alveoli paru (proses yang disebut “pertukaran gas”) terganggu, atau pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru ( yang disebut “ventilasi”) terganggu.10 Ada tiga cara untuk menggolongkan gagal napas.11,12,13,14 1. Berdasarkan pemeriksaan gas darah °° Hipoksemia: tekanan oksigen arteri parsial < 60 mmHg, °° Hiperkarbia: tekanan parsial karbondioksida arteri > 45mmHg, °° gabungan: terjadi bersamaan dari kedua kelainan pertukaran gas 2. Berdasarkan onset terjadinya °° Gagal napas akut: gagal napas yang mengancam nyawa dapat terjadi tiba-tiba (pneumotoraks, emboli paru, edema laring, benda asing, hiperventilasi) atau cepat (haemothorax, eksaserbasi asma, eksaserbasi akut penyakit paru obstuksi kronik (PPOK), edema paru, emboli paru, pneumonia, alveolitis alergi, metabolik asidosis) °° Gagal napas kronis: Penurunan pertukaran gas karena gagal fungsi pernapasan secara perlahan-lahan, (efusi pleura,asma kronis, PPOK, Fibrosis, TB, karsinoma, emboli paru kronis, hipertensi paru, kelemahan otot pernapasan, anemia, hipertiroid) °° Gagal napas kronis eksaserbasi akut: perburukan mendadak pada pasien dengan gagal napas kronis (misalnya PPOK disertai infeksi) 3. Berdasarkan patofisiologi gangguan pernapasan °° Tipe I atau gagal napas hipoksemik : udem paru, shunting intrapulmoner °° Tipe II atau gagal napas hiperkapnik : hipoventilasi alveolar °° Tipe III atau gagal napas perioperatif : ateleksis paru °° Tipe IV atau gagal napas akibat hipoperfusi otot-otot pernapasan akibat syok TERAPI OKSIGEN Terapi oksigen adalah tindakan yang digunakan untuk mengatasi hipoksia jaringan. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan pasokan oksigen dan mengurangi kerja napas. Pada dasarnya, terapi oksigen digunakan untuk membuat keseimbangan antara pasokan oksigen dan kebutuhan oksigen. Ketidakseimbangan akan menyebabkan disfungsi organ. Terapi oksigen dapat memperbaiki keluaran dan menyelamatkan nyawa bila digunakan secara tepat dan membahayakan jika digunakan tidak tepat.3,7,15 Majalah Kedokteran Terapi Intensif Bambang Pujo Semedi, Hardiono Indikasi utama terapi oksigen adalah adanya hipoksia jaringan yang terjadi karena: 1. Hipoksemia arterial (isi oksigen dalam arteri tidak memadai) atau 2. Kegagalan dari sistem transportasi oksigen-hemoglobin. Tujuan terapi oksigen Oksigen harus digunakan seperti obat di berbagai kondisi dan dosisnya harus individual. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fungsi vital lainnya harus selalu dilakukan, sehingga akan didapatkan informasi yang komprehensif tentang penyakit penyebab hipoksemia. Gas darah arteri harus diperiksa berulang kali pada pasien dengan gagal napas akut pada terapi oksigen. Tujuannya adalah untuk mempertahankan PaO2 di atas 60mmHg. Oksigen harus diberikan dalam dosis serendah mungkin secara terus menerus oleh karena peningkatan kecil FiO2, akan menyebabkan peningkatan PaO2 terutama pada pasien PPOK yang sebagian besar nilai PaO2-nya berada pada bagian curam kurva oxy-hemoglobin. Tujuan terapi oksigen pada gagal napas adalah untuk mencapai dan mempertahankan pertukaran gas yang memadai dan perbaikan penyebab gagal napas. Pada gagal napas tipe 1, konsentrasi tinggi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksemia. Sejak awal harus ditentukan apakah hipoksemia dapat diperbaiki dengan terapi oksigen saja atau juga dibutuhkan intervensi yang lebih invasif misalnya bantuan ventilasi mekanik. Demikian pula dipertimbangkan ada atau tidak adanya hiperkapnia dan riwayat penyakit paru-paru kronik. Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang tidak membaik dengan terapi oksigen, tentunya dibutuhkan ventilasi mekanik Positive End Expiratory Pressure (PEEP). Pada gagal napas tipe 2 dengan paru-paru normal sebelumnya, tetapi ventilasi alveolar tidak memadai maka pada pasien ini bantuan ventilasi diperlukan. Pada pasien dengan riwayat penyakit PPOK eksaserbasi akut, terapi oksigen diberikan secara hati-hati. Ventilasi mekanik dapat mungkin harus dihindari pada pasien dengan PPOK, karena penyapihan dari ventilator biasanya sulit.15 Intubasi endotrakeal atau ventilasi noninvasif (Non Invasive Ventilation NIV) harus dipertimbangkan sejak awal pada semua pasien dengan gagal napas akut. Biasanya, VO2 berhubungan dengan rendahnya kerja napas. Pada gagal napas akut akan VO2 akan meningkat sehingga tindakan intubasi endotrakeal dapat berfungsi menurunkan Volume 2 Nomor 2 April 2012 VO2 yang disebabkan kerja napas yang rendah dan memberikan oksigen dengan FiO2 yang tinggi.3,7,15 Optimalisasi CaO2 dan DO2 dengan terapi oksigen, peningkatan curah jantung (misalnya penggunaan obat inotropik atau infus kristaloid), atau transfusi sel darah merah pekat merupakan komponen penting dalam pengelolaan gagal napas akut. Oksigen dapat diberikan baik secara noninvasif atau invasif. Terapi oksigen non invasif dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat kanula nasal, masker oksigen (masker sederhana, Non Rebreathing Mask (NRBM), Jackson Rees atau ventilasi non invasif (NIV). Sementara teknik yang lebih invasif dilakukan dengan menggunakan ventilator dengan intubasi endotrakeal atau dengan Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO)3,7,15 Metode yang dipilih dalam pelaksanaan terapi oksigen harus disesuaikan dengan ketersediaan peralatan, penyakit yang mendasari atau mekanisme hipoksia atau hipoksemia Jika ada keterbatasan peralatan, penting untuk dipertimbangkan untuk merujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Tentu saja, kelengkapan tidak hanya dalam hal penyediaan alat terapi oksigen, tetapi juga dalam alat diagnostik dan terapi yang lebih invasif seperti tindakan pembedahan. Oksigen dapat diberikan dalam konsentrasi tinggi atau rendah pada semua kondisi yang berhubungan dengan hipoksemia. Dalam kondisi seperti PPOK yang ada risiko untuk hiperkarbia, konsentrasi rendah harus digunakan.3,7,15 Pada gagal napas akut (tanpa riwayat penyakit paru-paru kronis) seperti emboli paru, pneumonia, tension pneumotoraks, asma berat akut, edema paru, atau infark miokard, konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dapat diberikan. Demikian pula pada fibrosis alveolitis, tanpa retensi CO2, sehingga konsentrasi tinggi dapat diberikan karena kondisi ini tidak ada bahaya bila ada hipoventilasi dengan mempertahankan PaO2 di atas 60mmHg dengan saturasi O2 sebesar 90%. Selama PPOK eksaserbasi akut, kemoreseptor untuk ventilasi hilang yang menyebabkan ventilasi alveolar berkurang. Hipoksemia harus diterapi segera dengan memberikan oksigen umumnya dalam konsentrasi 24% untuk meningkatkan oksigenasi tanpa kehilangan efek stimulan pusat pernapasan.2,5,15 Keracunan Oksigen Keracunan oksigen pada pasien sakit kritis masih kontroversial namun demikian pada kondisi tertentu 91 Pemantauan Oksigenasi kelebihan oksigen dapat merupakan racun yang berbahaya, bahaya lain konsentrasi tinggi oksigen, adalah bahaya kebakaran. Secara umum, bukti klinis keracunan oksigen dilaporkan pada: 1. Kejang akibat oksigen (efek Paulus Bert). paparan oksigen lebih besar dari 2 tekanan atmosfer dapat menyebabkan kejang, dengan mekanisme yang belum jelas. 2. Retrolental fibroplasia (RLF). Pemantauan hiperoksi merupakan faktor utama dalam kondisi ini yang harus dilakukan saat terapi oksigen pada neonatus. Kelainan dengan patologi yang serupa dapat terjadi pada orang dewasa. 3. Keracunan oksigen paru yang terjadi akibat terapi di unit perawatan intensif. Meskipun demikian untuk mengetahui adanya toksisitas oksigen paru, sulit untuk membedakan antara efek hiperoksi dengan patologi paru yang memerlukan bantuan ventlasi mekanik. Hasil penelitian menunjukkan toksisitas oksigen hanya terjadi pada hewan atau sukarelawan.15 Berbagai laporan penelitian menyebutkan efek samping terapi oksigen 100% menyebabkan; depresi pernapasan ringan, nyeri akibat trakheitis, depresi ringan denyut jantung dan curah jantung, penyempitan pembuluh darah, Inhalasi O2 yang berkepanjangan menyebabkan depresi pembentukan sel darah merah, menurunkan sekresi surfaktan, permeabilitas kapiler endotelium akan meningkat yang menyebabkan edema interstisial, dan penyerapan atelektasis karena hilangnya nitrogen “splinting” jalan napas kecil diblokir oleh sekresi. 3,7,15 Sejak tahun 1940 telah disepakati bahwa nilai ambang aman pemaparan konsentrasi oksigen inspirasi adalah 60%. Namun, ada bukti bahwa toksisitas paru mungkin terkait dengan PaO2 lebih tinggi dari pada fraksi oksigen inspirasi (FiO2). Beberapa mekanisme telah dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan paru pada pasien yang diberikan konsentrasi tinggi oksigen dan bantuan ventilasi mekanik pada pasien dengan patologi paru yang berat (ARDS), seperti digunakannya tekanan tinggi, gaya geser dan volume paru-paru tinggi yang dihasilkan. Itu sebabnya diperlukan teknik lung protective strategy dalam kasus sepeti ini. Selain itu, efek berbahaya akibat adanya radikal bebas oksigen. Ketentuan pengaturan FiO2 yang benar dapat menyebabkan stimulasi enzim proteksi, yaitu super oksida dismutase dengan mengehentikan keluarnya radikal bebas, sehingga mencegah efek yang berbahaya. 92 Perlu diketahui bahwa manfaat untuk memberikan oksigen 100% pada pasien dengan hipoksia berat lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang diakibatkan keracunan oksigen. Masalah lain adalah bahwa ada beberapa obat yang memiliki kemampuan untuk menyebabkan alveolitis yang dapat diperburuk oleh adanya oksigen konsentrasi tinggi. Bleomycin adalah obat yang paling terkenal tetapi ada sejumlah laporan yang menyebutkan amiodaron menyebabkan toksisitas paru akut pada terapi oksigen dengan FiO2 tinggi. Oleh karena itu fraksi oksigen inspirasi harus dijaga serendah mungkin.3,7,15 Pemantauan terapi oksigen Terapi oksigen harus diberikan terus menerus sampai pasien pulih dan tidak boleh dihentikan mendadak, karena penghentian mendadak dapat mengakibatkan turunnya tekanan oksigen alveolar. Dosis oksigen harus dihitung cermat. Tekanan parsial oksigen dapat diukur dalam darah arteri. Saturasi hemoglobin dalam darah arteri tidak harus 100%. PO2 arteri 60mmHg dapat memberikan saturasi 90%, tetapi jika ada asidosis, PaO2 lebih dari 80mmHg diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas dengan anemia harus diperbaiki dengan memperbaiki kadar hemoglobin agar transportasi oksigen kejaringan cukup. Peningkatan kecil tekanan oksigen arteri menyebabkan kenaikan bermakna saturasi hemoglobin. Dalam keadaan normal, tidak ada manfaat meningkatkan PaO2 lebih besar dari 60-80mmHg. Peningkatan konsentrasi oksigen 1% meningkatkan tekanan oksigen sebesar 7mmHg. Upaya mempertahankan kadar hemoglobin normal pada gangguan pernapasansangat penting karena transportasi oksigen ke jaringan dapat dipelihara.15 Pemeriksaan gas darah arteri berulang kali sulit, sehingga teknik noninvasif yang sederhana seperti pulse oxymeter dapat digunakan untuk menilai terapi oksigen.15 Penyapihan terapi oksigen harus dipertimbangkan ketika pasien menjadi nyaman, penyakit yang mendasari nya sembuh, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, warna kulit, dan oxymetri berada dalam kisaran normal. penyapihan dapat secara bertahap dengan menghentikan oksigen atau menurunkan konsentrasi untuk jangka waktu tertentu misalnya 30 menit dan mengevaluasi kembali parameter klinis dan SpO2 secara berkala. Pasien dengan penyakit pernapasan kronik mungkin membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang lebih rendah untuk waktu yang lama.15 Majalah Kedokteran Terapi Intensif Bambang Pujo Semedi, Hardiono KESIMPULAN 1. Mempertahankan oksigenasi yang memadai merupakan bagian integral dalam perawatan pasien di rumah sakit, terutama pada pasien sakit kritis. 2. Terapi oksigen adalah salah satu cara untuk mempertahankan oksigenasi. Meskipun kegunannya sangat penting, tetapi juga memiliki efek samping yang harus dipahami. Sehingga terapi oksigen harus memenuhi kriteria sebagai berikut: pasien yang tepat, indikasi yang tepat, dosis yang tepat, jalur yang tepat, waktu yang tepat, dokumentasi yang tepat. 3. Analisis gas darah adalah standar baku untuk menilai keberhasilan terapi oksigen, dan hasilnya harus ditafsirkan secara komprehensif, yaitu: beratnya hipoksemia, adanya gangguan asam-basa; merupakan masalah metabolik atau pernapasan, dan ada tidaknya kompensasi. 4. Pemeriksaan atau perhitungan yang dapat digunakan untuk menilai kecukupan oksigen dan memilih metode terapi yang tepat mencakup pemeriksaan foto toraks, perhitungan rasio PaO2/FiO2, dan perbedaan PO2(A-a). 5. Terapi oksigen dan semua upaya untuk meningkatkan oksigenasi harus diimbangi dengan upaya untuk mengobati penyakit yang mendasarinya. 9. Wood SC, 2010, Mechanisms of Arterial Hypoxemia, Medical Physiology available online accessed on November 11, 2011 at http: //www. boom-outahere.com/SWood/Pulmonary%20Lectures/Handouts/6.%20Mechanisms%20of%20arterial%20hypoxemia.pdf 10. Gale, Encyclopedia of Medicine, The Gale Group, Inc. USA. 2008. 11. Burt CC et al. Respiratory Failure. Surgery Oxford. 2009; 27 (11): 475-9 12. Nema PK. Respiratory Failure, Indian J. Anaesth. 2003; 47 (5): 360-366 13. Harrisson 2008, Harrisson’s Practice: Respiratory Failure, MacGraw Hill, available online accessed on November 11, 2011 at http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons%20 Practice/141280/0/respiratory_failure 14. Hurst J. Clinical Management of Respiratory Failure. Chapter 1 Esmond G and Mikelsons C (Eds) Non-Invasive Respiratory Support Techniques: Oxygen Therapy, Non Invasive Ventilation and CPAP, Wiley-Blackwell, Oxford. 2009; 1-25. 15. Singh CP. Oxygen Therapy. Journal Indian Academy of Clinical Medicine. 2001; 2 (3): 178-183. DAFTAR PUSTAKA 1. Pierson DJ. Pathophysiology and Clinical Effects of Chronic Hypoxia. Respiratory Care. 2000;45 (1): 39-46 2. Furgang F, Hypoxia Oxygen and Pulse Oxymetry, available online accessed on November 10, 2011 at http://www.flightstat.nonin.com/documents/Hypoxia, Oxygen and Pulse Oximetry.pdf 3. Snowball K, 2011, Guideline for acute oxygen therapy for western Australian Hospital, available online accessed on November 10, 2011 at http: //www. health.wa.gov.au/circularsnew/attachments/567. pdf 4. Law R, Bukwirwa H. The Physiology of oxygen Delivery. Update in Anaesthesia. 1999;10 : 20-25. 5. Kelly D, McConachie I. Oxygen Therapy Handbook of ICU Therapy, 2nd ed.Cambridge University Press. 2006; 32-38 6. Levitzky M . Chapter 35 Ventilation–Perfusion Relationships and Respiratory Gas Exchange. In Raff H, Levitzky M, 2009, Medical PhysiologyA Systems Approach The McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2011. 7. Osborn S. Causes of Hypoxemia, available online accessed on November 10, 2011. at http://www. sallyosborne.com 8. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology. Update in Anesthesia. 2000; 12: 15-19. Volume 2 Nomor 2 April 2012 93