7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika pemecahan masalah, merupakan fokus kegiatan (Diknas, 2004:78). Sedangkan definisi pembelajaran adalah sebagai upaya untuk membelajarkan siswa (Degeng, 1997:7). Dengan pengertian di atas bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai, suatu kegiatan yang mermberikan fasilitas belajar yang baik sehingga terjadi proses belajar (Harmini, 2005:3). Sehingga strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas belajar sehingga memperlancar tujuan belajar matematika (Hudoyo dalam Harmini, 2004:9). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih guru dalam suatu proses pembelajaran yang meliputi: (1) Kemana proses pembelajaran matematika? (2) Apa yang menjadi isi dari proses pembelajaran matematika? (3) Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika? (4) Sejauh mana proses pembelajaran matematika tersebut berhasil? Keempat aspek tersebut membentuk terjadinya proses pembelajaran. Adanya interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar keempat unsur di atas. Pengetahuan tentang matematika mencakup pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan sesuatu prosedur pengajaran. Dua hal penting yang merupakan, bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif (Karso, 2005:2-17) untuk mengembangkan dua hal tersebut haruslah dapat mengembangkan imajinasi anak dan rasa ingin tahu. Dua hal tersebut harus dikembangkan dan ditumbuhkan, siswa diberi kesempatan berpendapat, bertanya, sehingga proses pembelajaran matematika lebih bermakna. 7 8 Pembelajaran ini guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang melibatkan keaktifan siswa, baik secara mental maupun fisiknya. Disamping itu optimalisasi interaksi dan optimalisasi seluruh indera siswa harus terlibat. Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep, dalam pemahamannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, mengingat objek matematika adalah abstrak. Penanaman konsep Matematika di sekolah dasar sedapat mungkin di mulai dari penyajian Konkret. Selain itu dalam belajar matematika, siswa memerlukan suatu dorongan (motivasi) yang tinggi. Kurangnya dorongan seringkali menimbulkan siswa mengalami patah semangat. Dengan demikian guru haruslah pandai-pandai dalam memilih metode, strategi dan media yang diperlukan, salah satu untuk meningkatkan motivasi adalah dengan menggunakan alat peraga atau sumber belajar lingkungan khususnya benda-benda Konkret sekitar siswa. Perencanaan dan melaksanakan pembelajaran matematika dengan mengupayakan suasana kelas yang menantang, menyenangkan. Hal ini memungkinkan situasi lebih kreatif dan aktif. 2.1.2 Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta, konsep operasi dan prinsip. Menurut Sudjadi (1994:1), pendapat tentang matematika tampak adanya kelainan antara satu dengan lainnya, namun tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama, antara lain: a. Memiliki obyek kajian abstrak. b. Bertumpuh pada kesepakatan. c. Berpola pikir deduktif. Para ahli matematika menyimpulkan bahwa dalam memodelkan pembelajaran matematika di sekolah dasar hendaknya dimulai dengan hal-hal yang Konkret. Dalam Depdikbud (1993) disebutkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam Gipayana, Muhana dkk (2005 : 141) karakterisrik diantaranya meliputi menggunakan dunia nyata. 9 Pembelajaran matematika adalah berjenjang atau bertahap, dalam pembelajaran dimulai dari konsep yang sederhana menuju ke konsep yang lebih sukar. Pembelajaran matematika harus di mulai dari yang konkret, ke semi konkret, dan berakhir pada yang abstrak.(Karso, 2005:2-16). dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya.(Karso, 2005:2-16) 2.1.3 Hakekat Anak Didik dalam Pembelajaran Matematika di SD 1. Anak dalam Pembelajaran Matematika di SD Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Dan tahap berpikirnya belum formal masih relatif Konkret, sehingga apa yang dianggap logis dan jelas oleh para ahli serta apa yang dapat diterima orang yang berlatih mempelajarinya merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-5) Dari kenyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa jika dalam melaksanakan model pembelajaran hendaknya menggunakan benda-benda Konkret sekitar siswa. 2. Anak Sebagai Individu yang Berkembang Sesuatu yang mudah menurut logika berpikir kita sebagai orang dewasa belum tentu dianggap mudah oleh logika berpikir anak, malahan mungkin anak mengganggap itu adalah sesuatu yang sulit untuk dimengerti, hal ini sesuai dengan pendapat Jean Piaget dkk (dalam Karso, 2005:1-6) dinyatakan bahwa anak tidak bertindak dan berpikir sama seperti orang dewasa. Hal ini tugas guru sebagai penolong anak untuk membentuk, mengembangkan kemampuan intelektualnya yang maksimal sangat diperlukan. 3. Kesiapan Intelektual Anak Kebanyakan para ahli jiwa percaya bahwa jika akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak. Teori tingkat perkembangan berpikir anak ada empat tahap (Jean Piaget dan Karso, 2005:1-6), diantaranya : tahap sesuai motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun), tahap operasional awal/pra operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional / operasional konkret (usia 7-11 atau 12 tahun) dan tahap operasional formal / operasi formal (usia 11 tahun ke atas). 10 Usia SD pada umumnya pada tahap berpikir operasional konkret, siswa dalam tahapan ini memahami hukum kekekalan, tetapi ia belum bisa berpikir secara deduktif, sehingga dalil-dalil Matematika belum dimengerti. Hal ini mengakibatkan bila mengajarkan bahasan harus diberikan bagi siswa yang sudah siap intelektualnya. 2.1.4 Pengertian Tentang Hasil Belajar Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti serangkaian kegiatan instruksional tertentu. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa erat kaitannya dengan rumusan instruksional yang direncanakan oleh guru sebelumnya. Hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar yang terjadi karena proses kematangan dan hasil belajar bersifat relatif menetap, misalnya dati tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Mudjiono (2000), bahwa hasil dan bukti belajar adalah adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar. Menurut Howard Kingsley (Sudjana, 1989), ada tiga macam hasil belajar yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing dapat golongan, dapat diisi dengan bahan yang diterapkan dalam kurikulum sekolah. Benyamin Bloom berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak kita capai terdiri dari tiga bidang, yaitu bidang kognitif, bidang afektif, dan bidang psikomotorik. Kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin mengetahui hasilnya, demikian pula dengan pembelajaran. Untuk mengetahui hasil kegiatan pembelajaran, harus dilakukan pengukuran dan penilaian. Pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui sesuatu seperti apa adanya, sedangkan penilaian adalah usaha yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan belajar dalam penguasaan kompetensi (Haling, 2002). Dengan demikian pengukuran hasil belajar adalah suatu usaha untuk mengetahui kondisi status kompetensi dengan menggunakan alat ukur sesuai dengan apa yang diukur, sedangkan penilaian adalah usaha untuk membandingkan hasil pengukuran dengan patokan yang ditetapkan. Pencapaian hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga tidaklah mengherankan apabila hasil belajar dari sekelompok siswa bervariasi. Setiap siswa dalam sistem pengajaran memiliki karakteristik tertentu yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya, misalnya minat, motivasi, serta kemampuan kognitif yang dimilikinya. Faktor- 11 faktor lain yang sengaja dirancang dan dimanipulasi misalnya bahan pelajaran. Guru memberikan pelajaran merupakan suatu faktor yang sangat berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar siswa. Beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, kelas terlihat perbedaan katakata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yakni hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan, baik secara individu maupun secara kelompok dalam kegiatan tertentu. 2.1.5 Pengertian Media Alat Peraga Pembelajaran Ridha Sarwono, S. Sn dan Stefanus C. Resmasria (2009: 19) mengatakan bahwa “Media pembelajaran merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak, baik menggunakan teknologi sederhana maupun komfleks untuk menciptakan lingkungan atau pengalaman yang memungkinkan siswa untuk belajar sehingga tercapainya tujuan pembelajaran”. Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan setiap hari merupakan kehidupan dari suatu kelas, dimana guru dan siswa saling terkait dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan oleh guru. Karena guru merupakan pengelola tunggal di dalam kelas. Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar matematika merupakan proses membangun konsep – konsep dan prinsip – prinsip yang bersifat aktif dan dinamis. Dalam hal ini siswa membangun sendiri arti dari pengalamannya dan interaksi dengan orang lain, sedangkan tugas guru adalah memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Sedangkan menurut Pieget, taraf berfikir anak seusia SD adalah masih konkret operasional. Artinya untuk memahami suatu konsep, siswa masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Sukaryati (2003) mengemukakan bahwa media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Dalam belajar matematika, pengalaman belajar siswa sangatlah penting. Pengalaman tersebut akan membentuk pemahaman apabila ditunjang dengan alat bantu belajar, agar pemahaman matematika tersebut menjadi konkret. Dengan demikian alat bantu belajar atau biasa 12 disebut media akan berfungsi dengan baik apabila media tersebut dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna, mengaktifkan dan menyenangkan siswa. Ridha Sarwono, S.Sn dan Stefanus C. Resmasria (2009: 67) membagi bentuk – bentuk media menjadi : 1. Media Sederhana Media sederhana adalah media yang tidak banyak membutuhkan sarana teknologi yang tinggi, karena media ini ada disekitar kita dan ada yang dapat dibuat sendiri. 2. Media Grafis Media grafis adalah bentuk media dua dimensi dan banyak menggunakan bantuan komputer dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan program pembelajaran. 2.5.6 Pembelajaran dengan benda – benda nyata Pembelajaran menggunakan benda – benda nyata dalam pemahaman konsep mengenal satuan tak baku dalam pembelajaran matematika pada kelas 1 terispirasi oleh teori belajar William Brownell yang peneliti dapat dari http://www.masbied.com/2011/02/09/teori-belajar-matematika-untuk-mengajar matematikadi-sd/#more-8092 diakses tanggal 27 Januari 2011. Teori belajar William Brownell didasarkan atas keyakinan bahwa anak-anak memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen atau secara terus menerus untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak untuk mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan bendabenda tentu ketika mereka mempelajari konsep matematika. Sebagai contoh, pada saat anak-anak baru pertama kali di perkenalkan dengan konsep membilang, mereka akan lebih mudah memahami konsep itu jika mereka menggunakan benda kongkrit yang mereka kenal ; seperti mangga, kelereng, bola atau sedotan. Dengan kata lain, teori belajar William brownel ini mendukung penggunaan benda-benda kongret untuk dimanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajari. Teori belajar William Brownell ini dengan nama meaning theory. 13 2.5.7 Langkah – langkah Pembelajaran dengan benda – benda nyata a. Guru menyampaikan cara mengukur panjang dengan satuan tak baku jengkal, siswa melakukan pengukuran dengan jengkal tangannya sendiri – sendiri. b. Guru menunjukkan cara mengukur panjang dengan hasta, siswa melakukan mengukur dengan hastanya sendiri – sendiri. c. Guru membimbing siswa mengukur panjang dengan depa, siswa melakukan bimbingan guru dengan depa sendiri. d. Guru memberi contoh mengukur panjang dengan telapak kaki, siswa menirukan mengukur panjang dengan telapak kakinya. e. Guru melakukan pengukuran panjang dengan langkah kaki, siswa menirukan mengukur panjang dengan langkah kakinya. f. Guru menjelaskan perbedaan hasil pengukuran panjang dengan satuan tidak baku. g. Guru menunjukkan cara membandingkan panjang benda yang satu dengan yang lain. 2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Hasil penelitian (Aji Sujudi) 2005 tentang meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan perkalian dan pembagian menggunakan media komputer pada siswa kelas 1. Relevansi penelitian Aji Sujudi (2005) dengan penelitian ini adalah sama – sama meneliti siswa kelas 1 pada mata pelajaran matematika. Sedangkan bedanya adalah penelitian Aji Sujudi (2005) meneliti mapel matematika dengan menggunakan media komputer, sedangkan penelitian ini menggunakan alat peraga benda – benda nyata. 2.3 Kerangka Berpikir Ketetapan pemilihan dan penggunaan media dalam pembelajaran matematika akan berpengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran matematika. Untuk itu penggunaan media pembelajaran akan membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan dan membantu guru untuk menyampaikan materi pelajaran. 14 2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan penelitian ini adalah dengan pemanfaatan alat peraga benda – benda nyata diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang pengukuran panjang dengan satuan tak baku pada Kelas 1 SD Negeri 3 Tambirejo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012.