POLA DUKUNGAN MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TERHADAP PEMILU LEGISLATIF 2014 NASKAH PUBLIKASI Oleh: WAHYU DWI HIDAYAT NIM : 100565201021 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 POLA DUKUNGAN MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TERHADAP PEMILU LEGISLATIF 2014 WAHYU DWI HIDAYAT Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Kaum intelektual, mahasiswa berpeluang untuk berada pada posisi terdepan dalam proses perubahan masyarakat. Sebagai agen of control, mahasiswa boleh saja terlibat dalam berbagai dunia lain selain dunia kampus, salah satunya yaitu dunia politik. Namun fenomena yang terjadi saat ini banyak mahasiswa yang menjadi tim sukses salah satu partai bahkan ada beberapa dari mereka yang mencalonkan diri. Kalangan mahasiswa menjadi target para partai politik untuk dijadikan kader instan yang didesain berbentuk organisasi sayap partai. Intelektualitas mahasiswa dianggap mumpuni menjadi kekuatan yang dapat digerakkan untuk menghancurkan massa tertentu. Mahasiswa sebagai kader instan partai ditugaskan memberikan pengaruh kepada masyarakat, baik dengan sosialisasi langsung dengan mendatangi rumah warga, maupun hanya dengan memasang atribut-atribut kampanye di sudut-sudut desa/pemukiman. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah mengetahui untuk mengetahui Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu Legislatif 2014. Adapun yang dijadikan informan adalah 8 orang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu Legislatif 2014 cenderung berdasarkan pola pendekatan sosiologis. Namun masih adanya mahasiswa yang belum memiliki kesadaran mahasiswa sehingga berdampak pada tidak aktifnya mereka dalam setiap kegiatan politik. Hal yang menjadi faktor utamanya adalah kurangnya pemahaman dan pendidikan politik bagi mahasiswa di Umrah Kota Tanjungpinang Kata Kunci : Pola Dukungan, Mahasiswa, Pemilihan Legislatif 1 ABSTRACT Intellectuals, college students a chance to be in the leading position in the process of changing society. As an agent of control, students may engage in various other world besides the world campus, one of which, namely the world of politics. But the phenomenon that occurs when many students who become successful teams one party there was even some of those who nominate themselves. Among the students became the target of a political party to become instant cadres who designed the shape of the wings of the party organization. Students deemed intellectually capable of being the force that can be driven to destroy a certain mass. Instant party cadres as students assigned to exert influence to society, either by direct socialization with came up to the House, or simply by placing attributes the campaign at the corners of the village/locality. The purpose of this research is basically know to figure out the patterns of Student Support, Faculty of social and political sciences of the University of Raja Ali Haji Against Maritime legislative elections of 2014. As for the Foundation of the informant is 8 people. Data analysis techniques used in this research is descriptive qualitative data analysis techniques. Based on the research results then can be drawn the conclusion that the pattern of Student Support, Faculty of social and political sciences of the University of Maritime Raja Ali Haji Towards 2014 legislative elections tend to be based on the sociological approach pattern. But still the presence of students who do not yet have the consciousness of students so that they do not affect the active in any political activities. The main factor is the lack of understanding and political education for university students in the city of Umrah Tanjungpinang. Keywords: Pattern, College Students, Support Legislative Elections 2 I A. kemampuan, sehingga bisa berkembang kemudian menjadi aktif kreatif dan berkarya. Aktualisasi diri dapat di realisasikan melalui pemahaman mahasiswa mengenai persoalan-persoalan sosial politik yang sedang terjadi, dengan cara berfikir secara kritis dan analitis, serta dapat menentukan sikap dalam menghadapi suatu permasalahan politik. PENDAHULUAN Latar Belakang Maraknya aksi-aksi politik yang dilakukan oleh mahasiswa menjadikan mahasiswa sebagai sesuatu yang patut diperhitungkan pada era reformasi ini. Perannya dalam menyuarakan aspirasi dan tuntutan masyarakat menjadikan mahasiswa selalu berada pada posisi terdepan dalam menentukan, mengantisipasi dan menjawab setiap persoalan maupun perubahan sosial. Ketajaman menganalisis masalah, kepekaan memandang realitas dan keteguhan memegang etika akademik yang ilmiah merupakan citra diri yang melekat pada pribadi seorang mahasiswa. Mahasiswa menjadi obyek yang menarik. Hal ini disebabkan mahasiswa mempunyai ciri khas tersendiri yang membuat ia menjadi berbeda dengan masyarakat lainnya. Ciri khas dari mahasiswa adalah selain ia mempunyai pendidikan relatif tinggi, mahasiswa juga dianggap sebagai orang yang kreatif dalam perilakunya, dinamis dalam melakukan pencarian dan pengembangan potensi diri, kritis dalam melihat dan merespon realitasnya dan memiliki idealisme yang cukup tinggi. sehingga ia selalu sensitif terhadap apa yang terjadi pada lingkungan dimana ia hidup. Tugas pokok seorang mahasiswa menurut Andrias Darmayadi (2011 : 61) adalah studi untuk mendapatkan keahlian dan ketrampilan berdasarkan suatu ilmu tertentu. Namun untuk menikmati hasil dari penerapan keahlian dan ketrampilan tersebut secara optimal, maka mahasiswa perlu melengkapi diri dengan pemahaman akan kondisi manusia dan masyarakat lingkungannya. Pemahaman akan kondisi tersebut disalurkan melalui keterlibatan dalam berbagai kegiatan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa tidak saja peduli dengan kegiatan dan kepentingannya dalam menuntut ilmu tetapi ia juga peduli terhadap masalah sosial politik yang berkembang di masyarakat. Melalui Kelompok studi dan LSM mahasiswa mandapatkan wadah untuk dapat menyumbangkan pemikirannya dalam menyelesaikan permasalahan sosial politik yang ada disekitarnya, dengan cara ikut berbuat aktif dengan arah dan tujuan yang pasti, dengan mengikuti berbagai kegiatan pada organisasi intra/ekstra universitas. Mahasiswa sering melakukan aktivitas politik. Aktivitas politik yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan untuk menegakkan kondisi dan situasi lingkungan masyarakat. Aktivitas politik berkaitan erat dengan aktualisasi diri yang dipahami sebagai pengaktualan Hak dan kewajiban mahasiswa menurut pasal 109 dan 110 Peraturan Pemerintah Nomor 60 3 Tahun 1999 adalah menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab untuk menuntut dan mengkaji ilmu sesuai dengan norma dan susila yang berlaku dalam lingkungan akademik. Memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan bidang akademik sesuai dengan minat, bakat, kegemaran dan kemampuan. Memanfaatkan fasilitas perguruan tinggi dalam rangka kelancaran proses belajar. Mendapatkan bimbingan dari dosen yang bertanggung jawab atas program studi yang diikuti serta hasil belajarnya. Memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil belajarnya. Menyelesaikan studi lebih awal dari jadwal yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Memanfaatkan sumber daya perguruan tinggi melalui perwakilan/organisasi kemahasiswaaan untuk mengurus dan mengatur kesejahteraan, minat dan tata kehidupan bermasyarakat. Pindah ke perguruan tinggi lain atau program studi lain, bilamana daya tampung perguruan tinggi atau program yang bersangkutan memungkinkan. Ikut serta dalam organisasi mahasiswa pada perguruan tinggi yang bersangkutan. penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi mahasiswa yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menghargai ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian. Menjaga kewibawaan dan nama baik perguruan tinggi yang bersangkutan. Menjunjung tinggi kebudayaan nasional. Kaum intelektual, mahasiswa berpeluang untuk berada pada posisi terdepan dalam proses perubahan masyarakat. Sejalan dengan posisi mahasiswa di dalam peran masyarakat atau bangsa, dikenal dua peran pokok yang selalu tampil mewarnai aktivitas mereka selama ini. Pertama, ialah sebagai kekuatan korektif terhadap penyimpangan yang terjadi di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kedua, yaitu sebagai penerus kesadaran masyarakat luas akan problema yang ada dan menumbuhkan kesadaran itu untuk menerima alternatif perubahan yang dikemukakan atau didukung oleh mahasiswa itu sendiri, sehingga masyarakat berubah ke arah kemajuan. Mahasiswa pada dasarnya memiliki persepsi politik yang terbentuk dari arus informasi yang dicernanya sehari-hari, melalui proses pertukaran pikiran dengan sesama rekan yang berlangsung secara tidak sengaja dalam kehidupan sehari-hari, realita kehidupan kemasyarakatan yang dapat direkamnya. Ekspresi atau ungkapan, dan persepsi politik yang dimiliki seseorang tergantung dari individu yang bersangkutan. Mereka dapat saja menjadi reluctant, bahkan apatis sekalipun dengan kehidupan politik. Kewajiban mahasiswa adalah mematuhi semua peraturan atau ketentuan yang berlaku pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan perguruan tinggi yang bersangkutan. Ikut menanggung biaya 4 Salah satu ekspresi politik mahasiswa dalam bentuk aktif adalah keikutsertaan mahasiswa pada organisasi kemahasiswaan. Organisasi mahasiswa sangat penting artinya sebagai arena pengembangan nilai-nilai kepemimpinan. Masalah kepemimpinan bukan sekedar bakat yang secara alami melekat pada seseorang. Kepemimpinan juga tidak dapat dikursuskan. Pengembangan kepemimpinan memerlukan latihanlatihan. kognitif, afektif, mahasiswa. serta evaluatif Sebagai agen of control, mahasiswa boleh saja terlibat dalam berbagai dunia lain selain dunia kampus, salah satunya yaitu dunia politik. Contoh paling nyata adalah ketika sebuah kegiatan mahasiswa yang bersifat akademis dilakukan tanpa keikhlasan dan didukung dana memadai yang tak jelas asalnya. Perpolitikan model sekarang ini juga mulai mewabah di tengah-tengah mahasiswa. Maraknya parpol yang masuk kampus rasanya adalah suatu hal yang tidak asing lagi. Bahkan tidak jarang mahasiswa yang ikut serta aktif dalam menyukseskan partai aksi perpolitikan. Organisasi mahasiswa yang independen harus dapat membuktikan bahwa mereka tidak bisa dipengaruhi begitu saja oleh parpol dengan iming-iming memperoleh suntikan dana demi kelancaran acara. Artinya mahasiswa seharusnya tidak bisa dijadikan sebagai bahan untuk mendapatkan jumlah suara bagi parpol. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh M.Denni Irawan dalam Perilaku Pemilih Pemula Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Umrah Menjelang Pemilu Legislatif 2014, penelitian tersebut melihat partisipasi politik perilaku pemilih pemula di Fisp Umrah dengan anggapan bahwa Pemerintahan memahami ilmu politik serta setidaknya dapat mempresentasikan displin ilmu yang ada di Universitas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMRAH, dan selain itu Ilmu Pemerintahan lebih mengerti tentunya mengetahui proses pemilihan umum dan bagaimana mekanisme kampanye, sosialisasi hingga ke bilik suara, namun mahasiswa Ilmu Pemerintahan lebih cendrung tidak berperan aktif dalam terselenggaranya pilkada. Penelitian ini tidak meneliti tentang perilaku pemilih pemula namun perilaku politik mahasiswa yang tidak hanya pemilih pemula, dalam penelitian ini akan dilihat perilaku politik mahasiswa saat pemilihan umum dilaksanakan pada tahun 2014 secara individual yang meliputi orientasi Idealnya mahasiswa seharusnya tidak terlibat dengan parpol, apabila berusaha untuk menjadi tim sukses sebuah parpol. Mahasiswa harus kembali ke idealismenya sebagai agen perubahan. Belajar untuk memperkuat eksistensi Negara demi kemakmuran dan keadilan bagi seluruh masyarakat bukan untuk eksistensi parpol. Namun fenomena yang terjadi saat ini banyak mahasiswa yang menjadi tim sukses salah satu partai bahkan ada beberapa dari mereka yang mencalonkan diri. Kalangan mahasiswa menjadi target 5 para partai politik untuk dijadikan kader instan yang didesain berbentuk organisasi sayap partai. Intelektualitas mahasiswa dianggap mumpuni menjadi kekuatan yang dapat digerakkan untuk menghancurkan massa tertentu. Mahasiswa sebagai kader instan partai ditugaskan memberikan pengaruh kepada masyarakat, baik dengan sosialisasi langsung dengan mendatangi rumah warga, maupun hanya dengan memasang atributatribut kampanye di sudut-sudut desa/pemukiman. Semua itu dilakukan hanya karena diberi imbalan rupiah malah hanya sebuah menunjukkan eksistensi diri dengan kedekatan pada figur-figur politik tertentu yang telah memiliki nama besar. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu Legislatif 2014 2. Kegunaan Penelitian a. Memberikan sumbangan secara ilmiah dan akademis terhadap pengembangan teori politik terkait prilaku politik mahasiswa. b. Sebagai bahan informasi bagi penelitian yang akan datang terkhusus mengenai Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Terhadap Partai Politik Di Pemilihan Legislatif 2014. D. Konsep Operasional Konsep operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel, sedangkan fungsinya yakni sebagai alat untuk mengidentifikasi fenomena yang diamati dengan jelas, logika atau penalaran yang digunakan oleh peneliti untuk menerangkan fenomena yang diteliti atau dikaji. Konsep yang dioperasionalisasikan dalam penelitian ini menurut Menurut Nursal (2004 : 59), yaitu : 1. Pendekatan Sosiologis. Pendekatan sosiologis untuk menerangkan perilaku pemilih, merupakan pendekatan yang menekankan pada peranan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang. Seseorang tidak ikut dalam pemilihan dijelaskan sebagai akibat dari latar belakang sosiologis tertentu, Berdasarkan latar belakang permasalahan maka penelitian ini mengambil judul penelitian yaitu : POLA DUKUNGAN MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TERHADAP PEMILU LEGISLATIF 2014 B. Perumusan Masalah Dari identifikasi permasalahan dalam latar belakang. Maka penulis berupaya mengangkat masalah yang sesuai dengan rumusan masalah di atas sebagai berikut: “Bagaimana Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu Legislatif 2014? 6 seperti agama, pendidikan, pekerjaan, ras dan sebagainya. Faktor jenis pekerjaan juga dinilai bisa mempengaruhi keputusan orang ikut pemilihan atau tidak seperti adanya kepercayaan mahasiswa terhadap calon legislatif . 2. Pendekatan Psikologis, pengaruh faktor psikologis seseorang dalam menentukan perilaku politik. Pendekatan psikologi ini mengembangkan konsep psikologi, khususnya konsep sikap dan sosialisasi dalam menjelaskan perilaku sesorang. Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat dalam pemilihan. Hal ini dapat dilihat dari indikator : a. Sikap politik mahasiswa terhadap pemilu 2014 b. Pengetahuan mahasiswa terhadap pemilu c. Kedekatan dengan salah satu partai 3. Pendekatan rasional. Pendekatan ini muncul untuk menjelaskan tentang pergeseran prilaku pemilih dari satu pemilu ke pemilu yang lain dari orang yang sama dengan status sosial yang sama,yang tidak bisa di jelaskan oleh dua pendekatan diatas. Inti dari politik menurut mereka adalah individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik. Hal ini dapat dilihat dari indikator : a. Mahasiswa terlibat aktif dalam kampanye politik, sosialisasi pemilu dari KPUD, dan Kampanye calon atau figur yang akan maju dalam pemilihan umum. b. Mahasiswa terlibat dalam kegiatan politik yang dilakukan di lingkungan kampus c. Evaluasi, artinya mahasiswa mengikuti pemilukada yang ada di daerahnya dari awal hingga akhir Pemilu dilakukan. E. Metode Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif kualitatif. Penelitian deskriftif kualitatif adalah upaya untuk memahami suatu fenomena sosial sesuai dengan dunia pemahaman para pelakunya itu sendiri. Penelitian ini menjelaskan dan memahami secara mendetail tentang Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Terhadap Partai Politik Di Pemilihan Legislatif 2014. F. Teknik Analisis Data Setelah data diperoleh sepenuhnya, data -data tersebut akan dianalisa, dengan menggunakan analisa data kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan mahasiswa yang menjadi informan kemudian dianalisa kembali dikaitkan dengan teori pendukung, untuk memperjelas temuan di lapangan berkaitan dengan bagaimana pola dukungan mahasiswa tersebut. II. LANDASAN TEORI 1. Perilaku Umar (2004:25) menjelaskan bahwa : “perilaku seseorang dapat dilihat dari response kognitif, afektif dan perilaku yang berkaitan 7 erat dengan tiap-tiap tahap pengambilan keputusan seseorang. Response kognitif, seseorang berada dalam tahap mempelajari sesuatu, selanjutnya seseorang itu akan berusaha untuk mencari alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, tahap ini disebut apektif, setelah alternatif-alternatif dipilih atau ditetapkan maka seseorang atau pegawai tersebut akan menggunakan pilihan-pilihan yang telah ditetapkan tersebut untuk bertindak”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, perilaku itu dilihat dari response atau tanggapan seseorang terhadap sesuatu dalam pengambilan keputusan, baik itu pikirannya dalam mempelajari sesuatu hal, perasaannya dalam mencari alternatif jalan keluar yang ada, maupun perilaku-perilaku yang akan ditampilkannya setelah itu. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengamalan serta interaksi manusia dan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berfikir, berpendapat, bersikap) dan perilaku aktif dapat dilihat (overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah nampak seperti pengetahuan, persepsi atau motivasi”. 2. Perilaku politik perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan dan dampak lingkung,an terhadap perilaku aktor. Hubungan ini adalah dasar untuk pengkondisian operan (operant condisioning) atau proses belajar melaluinya perilaku diubah oleh konsekuensinya. Dalam teori behavioral dikenal pemahaman reinforcement yang dapat diartikan sebagai reward (ganjaran). Perulangan atas suatu tindakan tidak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap tindakan itu sendiri.Perulangan ini dirumuskan dalam pengertian terhadap aktor. Dimana suatu ganjaran yang tidak membawa pengaruh terhadap aktor, maka tindakannya tidak akan diulang. Perspektif pilihan rasional selanjutnya Ritzer (2007:357) menjelaskan Prinsip dasar teori pilihan rasional berasal dari ekonomi klasik. Berdasarkan berbagai jenis yang berbeda, menghimpun apa yang mereka sebut sebagai model kerangka teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor.Aktor dipandang sebagai rnanusia yang mempunyai maksud.Hal tersebut dimaksudkan aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktorpun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai, keperluan). Teori pilihan rasional tidak rnenghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor. Hal terpenting adalah kenyataan bahwa tindakan Menurut Budiarjo yang dikutip Upe (2008:95) dimana sosiologi 8 dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor. Kemudian Ritzer menerangkan meskipun teori pilihan rasional berawal dari tujuan atau maksud aktor, namun teori ini memperhatikan sekurangkurangnya dua pemaksa utama tindakan. menggabungkan tindakan aktor individual yang terpisah untuk menghasilkan akibat sosial. Kedua, bertambahnya pengertian tentang pentingnya informasi dalam membuat pilihan rasional. Reward dalam bentuk pemberian dukungan (memilih seorang kandidat) sangat dipengaruhi oleh stimulus yang ada. 1. Pertama adalah keterbatasan sumber. Aktor mempunyai sumber yang berbeda-beda maupun akses yang berbeda terhadap sumberdaya yang lain. Bagi aktor yang mempunyai sumberdaya yang besar, pencapaian tujuan mungkin relatif mudah. Tetapi bagi aktor yang mempunyai sumberdaya sedikit, pencapaian tujuan akan sukar atau sulit. Aktor dipandang berupaya mencapai keuntungan maksimal dan tujuan mungkin meliputi gabungan antara peluang untuk mencapai tujuan utama dan apa yang telah dicapai pada peluang yang tersedia untuk mencapai tujuan kedua yang paling bernilai. 2. Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individual adalah lembaga sosial. Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun sanksi negatif yang membantu mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan lain. Selanjutnya, Friedman dan Hecthter dalam Ritzer (2007:358) mengemukakan dua gagasan lain yang menjadi dasar teori pilihan rasional. Pertama, adalah kumpulan mekanisme atau proses yang Stimulus sebagai sebuah produk politik bagi pemilih menurut Kotler, Peter dan Olson sebagaimana yang dikutip oleh Nursal (2004:23), memiliki beberapa tahap respon. Pertama, awareness yakni bila seseorang bila seseorang dapat mengingat atau menyadari bahwa sebuah pihak tertentu merupakan sebuah konstestan pemilih. Dengan jumlah kontestan Pemilu legislatif yang banyak, membangun awareness cukup sulit lakukan khususnya bagi partai-partai baru, secara umum para pemilih tidak akan menghabiskan waktu dan energi untuk menghapal nama kontestan tersebut. Kontestan yang tidak memiliki brand awareness. Kedua, knowledge. Kedua hal tersebut diartikan ketika seseorang pemilih mengetahui beberapa unsur penting mengenai produk kontestan tersebut, baik subtansi maupun referensi. Unsur - unsur itu akan diinterpretasikan sehingga bentuk makna tertentu dalarn pikiran pernerintah. Ketiga liking, yakni tahap dimana seorang pemilih menyukai kontestan tertentu karena satu atau beberapa makna politis yang terbentuk dalam pikirannya sesuai dengan aspirasinya. Keempat, preference, yakni tahap dimana pemilih menganggap bahwa satu atau heberapa makna politis yang terbentuk sebagai interpretasi 9 terhadap produk politik seorang, kontestan tidak dapat dihasilkan secara lebih oleh kontestan lainnya. Ada kecenderungan pemilih memilih kontestan tersebut. Kelima, conviction, yakni pemilih tersebut sampai pada keyakinan untuk memilih kontestan tertentu. partai yang dihubungkan dengan kandidat. Identifikasi kandidat : a. Emosional feelings, dimensi emosional yang terpancar dari sebuah kontestan atau kandidat yang ditunjukan oleh police making yang ditawarkan. b. Kandidat personality, mengaju pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap sebagai karakter kandidat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih Adnan Nursal (2004:37) menguraikan sejumlah orientasi pemilih dalam ajang pemilihan umum, antara lain : Sosial imagery atau citra sosial (pengelompokan sosial), menunjukan streotip kandidat atau partai untuk menarik pemilih dengan menciptakan asosiasi antar kandidat atau partai dengan segmen - segmen tertentu dalam masyarakat. Social imagery adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih mengenai “berada” didalarn kelompok sosial mana atau tergolong sebagai apa sebuah partai atau kandidat politik. Social imagery dapat terjadi berdasarkan banyak faktor antara lain : a. Demografi 1) Usia (contoh : partai anak muda) 2) Gender (contoh : calon pemimpin dari kelompok hawa) 3) Agama (contoh : partai bercorak Islam, Katolik) b. Sosio ekonomi 1) Pekerjaan (contoh : partai kaum buruh) 2) Pendapatan (contoh : partai wong cilik) c. Kultur dan etnik 1) Kultur (contoh : kandidat adalah seniman, santri) 2) Etnik (contoh : orang Jawa, Sulawesi) d. Politis-ideologi (contoh : partai nasionalis, partai agamis, partai konservatif, partai moderat). Isu dan kebijakan politik, pengaruh isu dan program bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perilaku pemilih. Semakin tingginya pendidikan pemilih, yang bisa meningkatkan daya kritis, semakin menyebabkan pentingnya peranan isu dan program. Peristiwa-peristiwa tertentu a. Current events, mengacu pada himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye. b. Personal events, mengacu pada peristiwa pribadi dan peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh seorang kandidat. Misalnya, skandal seksual, skandal bisnis, menjadi korban rezim, pernah ikut berjuang dan lain-lain Selanjutnya Lipset (2007:181) juga mengemukakan, perilaku pemilih akan dipengaruhi oleh struktur sosial seorang individu, seperti kelompok politik dan sistem politik yang melekat pada individu berdasarkan etnis, agama, atau sistem ekonomi regional. Kemudian Upe (2008:205) menurut hasil penelitiannya menyimpulkan terdapat enam variabel atau faktor sebagai stimulus politik yang mempengaruhi Identifikasi partai, bisa menjadi salah satu faktor yang cukup signifikan dalam menentukan pilihan politik sesuai dengan kedekatan terhadap suatu 10 perilaku pemilih dalam kandidat, antara lain : memilih Tipe perilaku pemilih popkin dalam Nursal (2004:37) membedakan antara pilihan potitik sebagai wujud perilaku politik dengan pilihan pribadi tethadap produk-produk konsumtif sebagaimana dalam perilaku ekonomi.Menurutnya ada empat hal yang membedakan perilaku tersebut. Pertama, memilih kandidat politik, secara tidak Iangsung dirasakan manfaatnya sebagaimana pilihan terhadap produk konsumtif, melainkan manfaatnya diperoleh di masa depan. Kedua, pilihan politik merupakan tindakan kolektif dimana kemenangan ditentukan oleh perolehan suara terbanyak. Jadi pilihan seseorang senantiasa mempertimbangkan pilihan orang lain. Ketiga, pilihan politik senantiasa diperhadapakan dengan ketidakpastian utamanya untuk memenuhi janji politiknya. Keempat, pilihan politik membutuhkan informasi yang intensif demi tereapainya manfaat dimasa depan. Identifikasi figur dalam proses pemilu legislatif langsung disebut juga sebagai pemilihan perorangan, hanya saja proses pencalonan melalui seleksi partai politik yang memiliki persentase kursi legislatif yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahkan saat ini sudah dimungkinkan pencalonan diluar partai atau lebih dikenal dengan calon independent. Oleh sebab itu, harapan dari momentum ini adalah terpilihnya figur yang berkualitas, sehingga mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik, tentu dengan melihat sosok calon pemimpin yang berkemampuan dan profesional. Pertimbangan insentif (hibah politik) Fenomena menarik dalam pemilu legislatif adalah maraknya kapitalisme pemilu legislatif. Pertama, sebuah partai memiliki kewenangan untuk menuntut kontribusi kepada partai politik yang akan mengusungnya. Kedua, dalam kondisi pemilih yang masih sangat terbatas baik aspek ekonomi maupun politik, bisa dimanfaatkan para pihak kandidat untuk mendapatkan suara, dalam hal ini disebut hibah politik. Kemudian juga secara umum tipe perilaku pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Newman dalam Nursal (2004:126). Terdiri atas segmensegmen sebagai berikut : Faktor kelompok penekan (pressure group) Ajang Pemilu legislatif langsung merupakan sebuah ajang demokratis, namun juga tidak menutup kemungkinan terjadinya praktek premanisme atau apapun bentuknya yang menekan pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Selain itu juga ada tekanan dari kelompok dimana masing-masing individu berada seperti keluarga, pertemanan, lingkungan pekerjaan dan sebagainya. 1. Segmen pemilih rasional Yaitu kelompok pemilihan yang mernfokuskan perhatiannya pada faktor isu dan kebijakan kontestan dalam menentukan pilihan politiknya. 2. Segmen pemilih emosional Yaitu kelompok pemilih yang 11 dipengaruhi oleh perasaan-perasaan tertentu seperti kesedihan, kekhawatiran, dan kegembiraan terhadap harapan tertentu dalam menentukan pilihan politiknya. Faktor emosional ini sangat ditentukan o1eh personalitas kandidat. 3. Segmen pemilih sosial Yaitu kelompok pemilih yang mengasosiasikan kontestan dengan kelompokkelompok sosial tertentu dalam menentukan pilihan politiknya. 4. Segmen pemilih situasional Yaitu kelompok pemilih yang dipengaruhi oleh faktorfaktor situasional tertentu dalam menentukan pilihan politiknya. kampanye maupun diluar kampanye. Tentu saja para juru kampanye tersebut memiliki ikatan yang lebih dekat dengan konstituen di sekitar mereka. Selanjutnya Nimmo dalam Upe (2008:112) menurunkan pemberian suara ke dalam empat alternatif tindakan yakni : 1. Pemberian suara rasional Tindakan pemberi suara yang rasional memperhitungkan cara atau alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pemberi suara yang rasional selalu dimotivasi untuk bertindak jika dihadapkan pada pilihan politik, disamping itu, berminat secara aktif terhadap politik, sehingga memperoleh informasi. Pemilih rasional cukup pengetahuan mengenai berbagai alternatif, bertindak berdasarkan prinsip bukan secara kebetulan atau kebiasaan. melainkan bertindak dengan mempertimbangakan bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Pemilih rasional cenderung memilih altematif yang peringkat preferensinya paling tinggi. 2. Pemberian suara reaktif Bersumber dari asumsi fisikalistik bahwa Identifikasi partai politik yang mengusung Secara sosiologis ada kemungkinan faktor ini dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Dimana pemilih mengaitkan pilihannya dengan kelompok sosialnya, dalam hal ini partai politik. Isu kampanye, kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing-masing pasangan calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku pemilih. Faktor juru kampanye Juru kampanye yang dimaksud yakni siapa saja yang aktif menyampaikan program-program pasangan calon, baik pada saat 12 manusia bereaksi terhadap rangsangan dengan cara pasif dan terkondisi terhadap kampanye politik oleh partai dan kandidat yang menyajikan isyarat dengan maksud menggerakan arah perilaku pemilih dalam memberikan suara. Ikatan emosional kepada partai politik merupakan konstruk yang paling penting yang menghubungkan pengaruh sosial dengan pemberian suara bagi pemilih yang reaktif. Sumber utama aksi dari pemberi suara yang reaktif yaitu sekedar mengasosiasikan lambang partai dengan nama kandidat mendorong mereka yang mengidentifikasikan diri dengan partai atau kandidat untuk mengembangkan citra yang lebih menguntungkan tentang catatan dan pengalamannya, kemampuannya dan atribut personalnya. Oleh karena itu, identifikasi dengan partai meningkatkan tabir perseptual yang melalui tabir itu individu melihat apa yang menguntungkan bagi kepartaiannya. 3. Pemberi suara responsif yaitu pemberi suara yang inpermanen, berubah mengikuti waktu, peristiwa, politik dan pengaruh yang berubahubah terhadap pilihan para pemberi suara. Terdapat perbedaan antara pemberi suara responsif dengan reaktif antara lain, 1) meski suara responsif dipengaruhi oleh karakter sosial dan demografis mereka, pengaruh yang pada hakikatnya merupakan atribut yang permanen ini tidak deterministik. 2) pemberi suara responsif memiliki kesetiaan terhadap partai, tetapi afiliasi ini tidak menentukan perilaku pemilihan karena ikatan kepada partai tidak emosional. 3) pemberi suara yang responsif lebih dipengaruhi oleh faktorfaktor jangka pendek yang penting dalam pemilihan umum, ketimbang oleh kesetiaan jangka panjang kepada kelompok atau kcpada partai. Pemberi suara yang responsif bukanlah gambaran pemilih yang dibelenggu oleh determinan sosial atau didorong oleh alam bawah sadar yang dipicu oleh propaganis yang luar biasa terampilnya. Ia lebih merupakan gambaran tentang 13 pemilih yang digerakan oleh perhatiannya terhadap masalah pokok dan relevan tentang kebijakan umum, tentang prestasi pemerintah dan tentang kepribadiaan eksekutif. 4. Pemberi suara aktif Manusia bertindak terhadap suatu objek yang dilihatnya, memberinya makna dan menggunakan makna itu untuk mengarahkan tindakannya. Bila pandangan demikian, individu yang aktif itu menghadapi dunia yang harus diinterpretasikan dan diberi makna untuk bertindak bukan hanya lingkungan pilihan yang telah diatur sebelumnya, yang terhadapnya orang menanggapi karena silat atribut dan sikap individu atau jangkauan rangsangan yang terbatas. Keterlibatan aktif mencakup orang yang. menginterpretasikan peristiwa, isu, partai dan personalitas. dijadikan sebagai kategorisasi pemilih pada pola yang sama adalah masalah waktu percapaian tujuan. Stimulus politik tidak secara langsung mempengaruhi perilaku politik melainkan terilebih dahulu melewati atau melalui variabel antara yakni visi misi pemilih yang menjadi pertimbangan utama dalam mencapai tujuan politiknya yang dalam penelitian ini disebut sebagai rasionalitas diakronik. Sintesa teoritis yang didasarkan pada realitas locus penelitian menurut Upe (2008 :255) menunjukan bahwa, perilaku politik pemilih mencirikan model diakhronik, yaitu rasionalitas perilaku pemilih dengan mempertimbangkan jangka waktu percapaian tujuan. Derajat rasionalitas tersebut tersusun dalam tiga rentang waktu, yakni rasionalitas retrospektif, rasionalitas pragmatisadaptif, dan rasionalitas prospektif. 1. Model rasional retrospektif Yaitu kemampuan pemilih untuk memilih berdasarkan penilaiannya pada penampilan kontestan pada masa yang lalu. Perilaku memilih retrospektif (retro, spektif, voting) tidak ubahnya seperti memberikan ganjaran atau hukuman kepada kontestan. Rasionalitas retrospektif diarahkan pada figur dan partai politik. Dalam artian, reward maupun punishment diarahkan pada kandidat, parpol Dengan demikian menetapkan dan menyusun maupun menerima serangkaian pilihan yang diberikan. Kemudian Upe (2008:255) berdasarkan hasil penelitianya menjelaskan bahwa dari berbagai varian stimulus politik yang menjadi motivasi pemilih menentukan pilihannya, ternyata dapat disatukan oleh visi misi pemilih itu sendiri. Faktor atau variable yang dapat 14 mengusung, dan juru kampanye. 2. Model rasionalitas pragmatis-adaptif Tipe rasionalitas ini didasarkan atau disesuaikan pada stimulus politik yang muncul pada momen pemilihan. Perilaku pragmatisme-adaptif muncul akihat pesimisme masa depan dan janji kampanye yang sekadar “isapan jempol” akhirnya mendorong pemilih menjadi pragmatis (pragmatic voting). Belum lagi adanya anggapan siapapun yang berkuasa tidak akan mampu melakukan perubahan signifikan. Rasionalitas model ini tidak mengikuti tradisi model prospektif (masa depan) dan tidak pula didasarkan pada model retrospektif (pandangan masa lalu). Melainkan sifatnya flekksibel dan kondisional. Atau dengan kata lain model pragmatis-adaptif, yaitu perilaku pemilih yang diorientasikan pada waktu sekarang, pemilih hanya semata melihat kepentingan sesaat. 3. Model rasionalitas prospektif Model rasionalitas yang dimaksud adalah perilaku pemilih yang didasarkan pada orientasi masa depan yang lebih panjang (prospective voting). Perilaku pemilih dalam model prospektif dalam menentukan pilihannya didasarkan pada visi misi kandidat, rekam jejak kandidat (track record), integritas, keahlian, dan program yang ditawarkan. Motivasi utama atau tujuan yang ingin dicapai oleh pemilih dari pemberian suaranya pada salah satu pasangan calon yaitu menginginkan pemimpin yang benar-benar dengan dianggap kapabel dalam menjalankan roda pcmerintahan yang good governance and clean governance. Rasionalitas perilaku pemilih paling tinggi berdasarkan semangat dan makna pemilu legislatif langsung. Dimana pemilih tipe ini adalah pemilih yang aktif mengakses dan mencari informasiinformasi tentang apa yang akan dilakukannya. 3. Perilaku Pemilih Perilaku merupakan sifat alamiah manusia yang membedakannya atas manusia lain dan menjadi ciri khas individu atas individu yang lain. Berbicara tentang perilaku pada proses Pemilu legislatif, tidak lepas dari seorang pemilih, karena pemilih yang melakukan aktifitas memilih dalam proses Pemilu legislatif. Prihatmoko (2005:46) menyatakan “ defenisi pemilih adalah sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan 15 kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan”. Pada pendapat tersebut menunjukkan bahwa, pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituan (kelompok masyarakat yang merasa terwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik) dan masyarakat pada umumnya, yang akan dipengaruhi supaya mereka (pemilih) dapat tertarik, sehingga pada akhirnya memberikan suaranya bagi kontestan yang bersangkutan. agama dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan cukup menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. 2. Pendekatan psikologis Psikologi adalah ilmu sifat, dimana fungsi-fungsi dan fenomena pikiran manusia dipelajari. Setiap tingkah laku dan aktivitas masyarakat dipengaruhi oleh akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat umum sehingga ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan psikologi. Pendekatan ini muncul merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka terhadap pendekatan sosiologis. Secara metodologis, pendekatan sosiologis dianggap sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat jumlah indikator jumlah sosial, tingkat pendidikan, agama dan sebagainya. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk memperjelaskan perilaku pemilih. Disini para pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari proses sosialisasi, artinya sikap seseorang merupakan Perilaku merupakan sifat alamiah manusia yang membedakannya atas manusia lain, dan menjadi ciri khas individu atas individu yang lain. Dalam konteks politik, perilaku dikategorikan sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Nursal (2004:54-60) menyatakan bahwa : “pendekatan yang dapat digunakan untuk melihat perilaku pemilih ada 4 (empat pendekatan) yaitu : 1. Pendekatan sosiologis. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokanpengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial ini misalnya berdasarkan umur (tuamuda), jenis kelamin (lakilaki dan perempuan), 16 refleksi dari kepribadian dan merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. 3. Pendekatan pilihan rasional Pendekatan pilihan rasional mencoba menjelaskan bahwa kegiatan memilih sebagai kalkulasi untung dan rugi yang di pertimbangkan tidak hanya “ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada. Pertimbangan ini digunakan pemilih dan kandidat yang hendak mencalonkan diri untuk terpilih untuk wakil rakyat atu pejabat pemerintah. Bagi pemilih, pertimbangan untung dan rugi digunakan untuk membuat keputusan tentang partai atau kandidat yang dipilih, terutama untuk membuat keputusan apakah ikut memilih atau tidak ikut memilih. 4. Pendekatan domain kognitif (pendekatan marketing) Dalam pengembangan model tersebut, mereka menggunakan sejumlah kepercayaan kognitif yang berasal dari berbagai sumber seperti pemilih, komunikasi dari mulut ke mulut, dan media masa. Model ini dikembangkan untuk menerangkan dan memprediksi perilaku pemilih. Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh domain kognitif yang berbeda dan terpissah, yaitu (a) isu dan kebijakan politik (issues and policies), yaitu mempresentasikan kebijakan atau program (flatform) yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat jika menang, (b) citra sosial (social imagery), yaitu menunjukkan stereotip kandidat atau partai untuk menarik pemilih dengan menciptakan asosiasi antara kandidat atau partai dan segmen-segmen tertentu dalam masyarakat. Citra sosial bisa terjadi berdasarkan banyak faktor antara lain demografi, sosial ekonomi, kultur dan etnik, serta politisideologis, (c) perasaan emosional (emotional feelings), yaitu dimensi emosional yang terpancar dari sebuah kontestan atau kandidat yang ditujukan oleh kebijakan politik yang ditawarkan, (d) citra kandidat (candidate personality), yaitu mengacu kepada sifat-sifat pribadi yang penting dan dianggap sebagai karakter kandidat, (e) peristiwa mutakhir (current events), yaitu mengacu pada peristiwa, isu, dan kebijakan yang 17 berkembang menjelang dan selama kampanye, (f) peristiwa personal (personal events), yaitu mengacu kepada kehidupan pribadi oleh seorang kandidat, misalnya skandal seksual, skandal bisnis, menjadi korban rezim tertentu, menjadi tokoh perjuangan, ikut berperang dan sebagainya, serta (g) faktor-faktor epistemik (epistemic issues), yaitu isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memicu keingintahuan para pemilih mengenai hal-hal baru”. saling menguatkan atau melengkapi satu sama lain, untuk memudahkan kepentingan praktis maka keempat pendekatan tersebut, dapat disederhanakan menjadi sebuah rangkuman tentang faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku pemilih. Yaitu (1) sosial image atau citra sosial, (2) identifikasi partai, (3) kandidat, (4) isu dan kebijakan politik, (5) peristiwa tertentu, (6) faktor epistemik”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih, seperti faktor kebijakan atau program (platform) yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat jika menang, faktor demografi, sosial ekonomi, kultur dan etnik serta politisideologis, faktor kebijakan politik yang ditawarkan, faktor sifat-sifat pribadi yang penting dan dianggap sebagai karakter kandidat, faktor peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye dan lainnya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi perilaku politik pemilih, seperti pendekatan sosial yang menekankan lingkungan seperti sosial ekonomi, afiliasi etnik, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal dan lain-lain. Pendekatan psikologi yang lebih menekankan kepada sikap dan perilaku pemilih, pendekatan pilihan rasional lebih menekankan kepada orientasi isu dan orientasi kandidat, serta pendekatan kognitif yang menekankan pada beberapa domain yang terkait dengan pemasaran atau marketing. Menurut Prihatmoko (2005: 46) Pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa kontestan maupun masyarakat pada umumnya. Kontestan adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu idiologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi seperti partai politik. Selanjutnya Nursal (2004:61) menyatakan bahwa : “masingmasing ke empat pendekatan perilaku pemilih tersebut di atas 18 Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya saja isu-isu dan kebijakan politik, tetapi pula sekelompok orang yang memilih kandidat karena dianggap representasi dari agama atau keyakinannya, sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena dianggap representasi dari kelas sosialnya bahkan ada juga kelompok yang memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu. Sehingga yang paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih antara lain pengaruh elit, identifikasi kepartaian sistem sosial, media massa dan aliran politik. profesi, kelas sosial, agama, dan lain-lain. Dengan kata lain latar belakang seseorang atau kelompok orang seperti jenis kelamin, kelas sosial, ras, etnik, agama, idiologi, dan asal daerah merupakan variabel independen yang mempengaruhi keputusan memilih. Selanjutnya untuk pendekatan psikologis, mengungkapkan bahwa keputusan memilih terhadap partai politik atau kandidat didasarkan pada respon psikologis, seperti kualitas personal kandidat, performa pemerintah yang saat itu berkuasa, isu-isu yang dikembangkan oleh kandidat, dan loyalitas terhadap partai. Dalam memilih sebuah partai politik maupun kontestan, pemilih memiliki perilaku dalam mengambil keputusan dalam menentukan pilihannya. Perilaku ini berasal dari persepsi pemilih dalam melihat profil maupun trade record dari partai politik maupun kandidat/caleg. Terkadang perilaku pemilih ini rasional dan nonrasional dalam menentukan keputusannya. Firmanzah (2007 : 115) membagi kesamaan yang akan dalam menilai kedekatan dengan partai politik atau kontestan, yaitu pertama, kesamaan akan hasil akhir yang ingin dicapai (policyproblem-solving), dan kedua, kesamaan akan faham dan nilai dasar idiologi (ideology) dengan salah satu partai politik atau seorang kandidat Menurut Affan Gaffar (2005:49), untuk menganalisa perilaku pemilih, maka terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan sosiologis (dikenal pula dengan mahzab Columbia) dan pendekatan psikologis (dikenal dengan mahzab Michigan). Pendekatan sosiologis menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferensi pemberian suara di kota pemilihan merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi seperti 4. Pendidikan Politik Pendidikan politik dilakukan agar masyarakat dapat menyadari arti penting partisipasi politik mereka dalam 19 negara ini. Pendidikan politik juga dapat memberikan pemahaman bahwa masyarakat sebagai warga negara memiliki peran yang signifikan terhadap kehidupan bangsa dan negara ini. Di dalam Ilmu Pemerintahan maka pendidikan politik masuk ke dalam politik pemerintahan. perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia, melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin, sehingga para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara. Politik Pemerintahan menurut Ndraha (2003:489) adalah, “proses pembentukan kekuasaan (authority) pemerintahan melalui interaksi dan kompromi dengan lingkungan, menggunakan dan mempertanggungjawabkan penggunaannya kepada consumer tidak dengan menggunakan kekuasaan itu sendiri, tetapi melalui proses dan siklus pemerintahan”. Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya bahu-membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan yang ada di negara tersebut. Di Indonesia, kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah mulai herkembang dalam wacana publik. Walaupun belum menjadi satu bidang kajian akademik. Publikasi berbagai seminar ataupun diskusi yang mengangkat tema tentang pendidikan dan politik masih kurang terdengar. Andaipun ada, fokus bahasannya belum begitu menyentuh aspek-aspek substantif hubungan politik dan pendidikan, hanya masih di seputar aspek-aspek ideologis politik pendidikan. Walaupun demikian, keyakinan akan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara politik dan pendidikan sudah mulai terbentuk. Di dalam pasal 11 point (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang fungsi partai politik disebutkan, “partai politik berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Menurut Kartini Kartono (2009:78) menyatakan bahwa pendidikan politik adalah upaya belajar dan latihan mensistematikkan aktivitas sosial, dan membangun kebajikankebajikan terhadap sesama manusia di suatu wilayah negara. Pendidikan politik yaitu upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya.Pendidikan politik dalam tulisan ini dipahami sebagai 20 Mochtar Buchori (M. Shirozi, 2005:30) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung mulai berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan dan politik yaitu: kepribadian bangsa Indonesia. Secara tidak langsung pendidikan politik merupakan bagian integral dari keseluruhan pembangunan bangsa yang dilaksanakan sesuai dengan landasan yang telah mendasari kehidupan bangsa Indonesia. Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dijelaskan bahwa Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud berkaitan dengan kegiatan: pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan c. pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan. Penjelasan Muchtar Buchori di atas menggambarkan suatu keyakinan terhadap hubungan erat antara pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan yang sangant kuat bahwa melalui pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas. Melalui pendidikan seorang siswa akan paham secara tidak langsung mengenai seluk beluk politik. Begitu pula sebaliknya, bahwa dunia politik adalah salah satu sarana untuk rnengaplikasikan berbagai ilmu yang telah didapat siswa melalui dunia pendidikan. Para siswa tidak dapat acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di luar dunia sekolahnya. Dalam penelitian Estu Miyarso (2009) tentang Pendidikan Politik Mahasiswa (Studi Kasus Netralitas Ormawa UNY dalam Pemilu 2009) dijelaskan bahwa Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: Pendidikan politik yang dilaksanakan oleh ormawa (organaisasi mahasiswa) intra UNY kepada mahasiswa pada hakekatnya merupakan kampanye politik yang bersifat laten. Bentuk atau format yang digunakan adalah indoktrinasi dengan teknik propaganda untuk mendapatkan kaderkader ideology, melalui ormawa ekstra Pendidikan politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan hernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana. Pelaksanaan pendidikan politik, harus berpegang teguh pada falsafah dan 21 kampus (KAMMI) maupun parpol (PKS), baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Meski ormawa intra secara eksplisit tidak pernah menyatakan dukungan atau keberpihakannya pada partai politik tertentu dalam pemilu 2009, namun indikator keberpihakan yang dilakukan aktifisnya merupakan fakta dan fenomena nyata. Dampak negatif yang terjadi adalah pemahaman (pengetahuan), sikap, dan perilaku mahasiswa, ormawa bahkan lingkungan kampus yang lebih sempit, puritan, dan partisan Raja Haji di Tanjungpinang ke dalam Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) di Batam diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau, dimana salah satu butir memutuskan dan menetapkan ayat pertama bahwa memberikan ijin penggabungan STISIPOL Raja Haji di Tanjungpinang (dengan program studi Sosiologi, Ilmu Pemerintahan, dan Ilmu Administrasi Negara jenjang program Sarjana (S-1) ke dalam Universitas. Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) di Batam (dengan program studi Ilmu kelautan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Teknik Elektro, Teknik Perangkat Lunak, Akuntansi, Pendidikan Bahasa Indonesia jenjang program sarjana (S-1), Teknik Informatika, Teknik Elektro dan Akuntansi jenjang program Diploma III (D-III) yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau. Lantas pada tahun 2009 keluar kembali SK Mendiknas RI nomor 55/D/O/2009 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 06/D/O/2008 tentang Pemberian Ijin Penggabungan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Raja Haji di Tanjungpinang ke dalam Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) di Batam diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau menyatakan bahwa Dengan berlakunya Keputusan Menteri ini maka Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 235/D/O/2000 tentang Pendirian Politeknik Batam di Batam dan Pemberian Status Terdaftar kepada 3 (tiga) Program studi untuk jenjang pendidikan Program DIII di Lingkungan Politeknik Batam di Batam dinyatakan Tetap Berlaku, sementara Keputusan mengenai STISIPOL Raja III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah FISIP UMRAH Sejarah keberadaan FISP di Umrah cukup unik, hal ini dikarenakan berawal dari niat pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk membentuk sebuah perguruan tinggi (universitas) negeri.Pada dasarnya pemerintah dalam hal Departemen Pendidikan Nasional memberikan sinyal baik selama pendirian perguruan tinggi baru ini merupakan gabungan dari perguruan tinggi-perguruan tinggi yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.Dalam hal ini diajaklah Stisipol Raja Haji dan Politeknik Batam untuk bergabung. Pada saat izin Umrah Nomor 124/D/O/2007 tanggal 1 Agustus 2007 dikeluarkan, Stisipol Raja Haji belum bergabung dikarenakan telah melaksanakan izin pelaksanaan pendidikan Strata-1 (S-1) sedangkan Politeknik Batam hanya Diploma-III (D-III). Dan pada akhirnya dikeluarkanlah SK Mendiknas RI Nomor : 06/D/O/2008 tanggal 14 Januari 2008 tentang Pemberian Ijin Penggabungan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) 22 Haji dinyatakan Tidak Berlaku. Seiring berjalannya waktu, ternyata pasca bergabungnya Stisipol Raja Haji yang telah menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISP) Umrah ternyata tidak berjalan dengan mulus, gonjangganjing, riak-riak sering terjadi, yang kemudian menjadi gelombang besar dengan terbitnya Nota Kesepahaman (MOU) antara Yayasan Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau yang menaungi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dengan Yayasan Raja Haji Fisabilillah yang menaungi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Raja Haji tertanggal 06 Oktober 2009 yang berisikan tentang Pemisahan Kembali STISIPOL Raja Haji dan Umrah terhitung sejak tanggal 05 September 2009 sehingga diberikanlah kesempatan dan hak yang seluas-luasnya kepada seluruh Dosen, Pegawai, dan Mahasiswa untuk memilih FISP UMRAH ataupun STISIPOL Raja Haji. Kesempatan untuk memilih ini hanya diberikan waktu selama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Hari Selasa tanggal 06 Oktober 2009 sampai dengan tanggal 10 Oktober 2009. Disela-sela waktu ini maka pada tanggal 07 Oktober 2009 dilakukan pelantikan di gedung Graha Kepri oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Bapak Ismeth Abdullah terhadap Dr. Djaka Permana selaku Dekan Fisip, dibantu oleh 3 orang Pembantu Dekan, yaitu Pembantu Dekan I : Drs. Ganda Upaya, MA., Pembantu Dekan II : Suryaningsih, S.Sos., M.Si., dan Pembantu Dekan III : Agus Hendrayady, S.Sos., M.Si. Usai pelantikan kelima orang ini diminta untuk segera melakukan pembenahan dan mengambil langkah-langkah selanjutnya agar proses belajar- mengajar mahasiswa FISP Umrah tidak terganggu. Sampai berakhirnya batas waktu MOU maka ternyata ada 5 orang dosen yang memilih tetap bertahan di FISP Umrah yaitu Agus Hendrayady, S.Sos., M.Si., Edy Akhyary, S.Sos., M.Si., Rumzi Samin, S.Sos., M.Si., Padang Rihim Siregar, S.Sos., MA., dan Suryaningsih, S.Sos., M.Si. serta 5 orang pegawai yaitu Darmawan, M. Luthfi Andreanto, Murni, Nong M. Amin, B.Sc., dan Zubir serta diikuti oleh 397 orang Mahasiswa yang menyatakan untuk ikut bergabung dengan Fisip Umrah. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji pada awal mulanya adalah Sekolah Tinggi Ilmu Sosial & Ilmu Politik (STISIPOL) Raja Haji yang melebur kedalam UMRAH untuk memperkuat UMRAH di Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tahun 2008. Kemudian di tengah-tengah perjalanan FISIP UMRAH, STISIPOL Memisahkan diri untuk berdiri kembali menjadi Perguruan Tinggi Swasta. Visi misi FISIP Umrah adalah sebagai berikut : Visi : “Menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Terkemuka di Indonesia Berbasis Kemaritiman Tahun 2035” Misi: a. Menyelenggarakan Pendidikan dan Pengajaran Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Berbasis Kemaritiman secara professional b. Menyelengarakan Penelitian untuk pengembangan ilmu yang 23 bermanfaat bagi kehidupan masyarakat c. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat d. Menyelenggaraan Pengelolaan Pendidikan Tinggi yang profesional dan akuntabel untuk meningkatkan citra perguruan tinggi e. Menghasilkan lulusan yang cakap dan profesional, kreatif dan Inovatif yang mamapu bersaing di tingkat nasional Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Atau dengan kata lain, Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam suatu organisasi, pimpinan yang bertanggungjawab akan pelaksanaan tugas-tugas organisasi sebaik-baiknya. Bertanggungjawab tidak berarti ia sendiri yang harus melaksanakan, tetapi seluruh pegawai yang ada di organisasi tersebut. Demikian juga halnya di FISIP Umrah, pelaksanaan tugas sehari-harinya dilaksanakan oleh pegawai secara keseluruhan. fungsi dimana terdapat pelimpahan wewenang dan tanggungjawab antara masing-masing bagian atau antara atasan dan bawahan. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dan tepat diharapkan terdapat pembagian tugas, fungsi dan wewenang yang jelas pula, sehingga apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Berdasarkan pengertian itu, dapat dikatakan bahwa, untuk mengatur pola hubungan kerjasama dan menyampaikan arus informasi dari atas sampai pada satuan kerja terbawah serta pelimpahan wewenang maupun tanggungjawab pada masing-masing personil yang ada dilingkungan organisasi, maka diperlukan suatu sistem organisasi sesuai dengan bentuk atau struktur organisasi yang diinginkan. Struktur organisasi yang jelas akan dapat menghindari adanya ketimpangan-ketimpangan dalam pekerjaan. Struktur organisasi juga bergantung pada besar kecilnya organisasi, pembagian tugas dan wewenang serta tanggungjawab, yang juga dimaksudkan untuk menghindari pemusatan kekuasaan atas perangkapan jabatan didalam suatu tangan unsur pimpinan dan menghindari pelepasan tanggungjawab dari unsur pimpinan. C. Sarana dan Prasarana FISIP UMRAH Pelayanan yang baik harus diikuti oleh tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung kecepatan, ketepatan, dan keakuratan pekerjaan. Sarana dan prasarana yang dimiliki juga harus dioperasikan oleh manusia yang berkualitas pula. Disamping itu sarana dan prasarana yang dimiliki juga haruslah lengkap dan nyaman. Karena kelengkapan dan kenyamanan sarana dan prasarana ini akan membuat orang- B. Struktur Organisasi FISIP Umrah Struktur organisasi sangat diperlukan agar organisasi tersebut dapat berjalan baik dan teratur. Struktur organisasi menggambarkan tugas dan 24 orang yang berurusan merasa betah untuk berurusan dengan organisasi sehingga mampu mengusir rasa bosan. pemahaman dan pendidikan politik bagi mahasiswa di Umrah Kota Tanjungpinang. IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis masih menjadi faktor penting bagi sebagian mahasiswa untuk memilih. Apalagi di kondisi Kepulauan Riau yang sangat kuat memegang agama dan budaya, pemilih tentu saja melihat faktor tersebut. Faktor agama menjadi hal yang dipercaya sangat berpengaruh dalam konteks pendekatan sosiologis. Setiap individu memiliki sistem nilai, keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda dan mewarisi kemampuan yang berbeda-beda pula. Kondisi ini jelas sangat mempengaruhi individu ketika mengambil keputusan politik 2. Pendekatan Psikologis Pendekatan psikologis tidak begitu mempengaruhi dukungan mahasiswa untuk berperan serta dalam pemilu legislatif 2014. Karena pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek utama yaitu, ikatan emosional pada partai politik atau kandidat, orientasi terhadap isu-isu, dan orientasi pada kandidat, untuk ketiga hal tersebut diakui oleh mahasiswa hanya menjadi faktor kecil dalam menentukan mahasiswa mendukung atau tidak dalam pemilu legislatif lalu. V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Pola Dukungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji Terhadap Pemilu Legislatif 2014 cenderung berdasarkan pola pendekatan sosiologis. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas diketahui bahwa pendekatan sosiologis masih menjadi faktor penting bagi sebagian mahasiswa untuk memilih. Apalagi di kondisi Kepulauan Riau yang sangat kuat memegang agama dan budaya, pemilih tentu saja melihat faktor tersebut. Faktor agama menjadi hal yang dipercaya sangat berpengaruh dalam konteks pendekatan sosiologis. Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan maka dapat dianalisa bahwa pendekatan sosiologis mempengaruhi mahasiswa untuk mendukung dan memilih calon legislatifnya. Agama dan suku menjadi salah satu faktor penentu. Mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual masih berpedoman pada nilai-nilai yang ada di masyarakat, menurut mereka agama, suku, dan pendidikan yang ada melekat di para calon legislatif akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Dari hasil penelitian di atas ditemukan fakta bahwa faktor alasan sosiologis berpengaruh besar dalam prilaku memilih masyarakat. Pendekatan ini lebih menekankan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa 3. Pendekatan Rasional Pendekatan rasional ditemukan bahwa masih adanya mahasiswa yang belum memiliki kesadaran mahasiswa sehingga berdampak pada tidak aktifnya mereka dalam setiap kegiatan politik. Hal yang menjadi faktor utamanya adalah kurangnya 25 karakteristik sosial dan pengelompokkan-pengelompokkan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku memilih seseorang. Karakteristik sosial seperti pekerjaan, pendidikan, organisasi dan sebagainya serta karakteristik sosiologis seperti agama, umur, jenis kelamin, dan sebagainya merupakan faktor penting untuk menjelaskan pilihan politik. Pendeknya, perilaku memilih dapat dijelaskan akibat pengaruh identifikasi seseorang terhadap suatu kelompok sosial dan norma-norma yang dianut oleh kelompok atau organisasinya DAFTAR PUSTAKA Adnan Nursal. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama. Davis, Keith, dan Jhon W. Newstrom. 2005. Perilaku Dalam Organisasi Terjemahan. Jakarta : Erlangga. Edisi ke tujuh. B. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Sebaiknya ada pendidikan politik yang lebih baik yang disampaikan bagi mahasiswa sehingga bisa merubah pola pikir para mahasiswa agar dapat mendukung setiap kegiatan politik yang ada, seperti diadakan pendidikan pengantar ilmu politik oleh kampus yang bekerja sama dengan partai politik, kemudian membuat suatu kegiatan seperti debat politik agar pengetahuan mahasiswa dapat lebih luas lagi. 2. Sebaiknya ada sosialisasi tentang pemilihan umum legislatif yang datang langsung ke Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang seperti tata cara, prosedur, mekanisme hingga pengawasan dalam perhitungan yang melibatkan mahasiswa. Gaffar, Affan. 2005. Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka. Pelajar. Firmanzah. 2007. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning. Ideologi Politik di era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Kartini, Kartono. 2009. Pendidikan Politik Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa. Bandung : CV. Mondar Maju. Komarudin, Sahid, 2011. Memahami Sosiologi Politik. Bogor. Ghalia Indonesia. Lipset. 26 2007. Political Man. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Nasikun, 2006. Sistem Sosial Indonesia.PT. RajaGrafindo Persada.Jakarta Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 1. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sugiyono. 2005 Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABET. Surbakti, Ramlan. 2007. Memahami Ilmu Politik. PT. Grasindo, Jakarta. Philipus, Ng & Aini, Nurul. 2006. Sosiologi dan Politik. PT. RajaGrafindo Persada,Jakarta. Sugiono, Arif. 2013. Strategic Political Marketing. Yogyakarta: Ombak Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Umar, Husein. 2004. Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Prihatmoko, 2005, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Pustaka Pelajar,. Yogyakarta. Rivai, Veitzhal. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Upe, Ambo. 2008. Sosiologi Politik Kontemprer , Jakarta : Prestasi Pustakarya Ritzer, George. 2007. Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. B. Jurnal : Bismar, Shirozi, Muhammad. 2005. Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Politik Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Arianto. 2013. Polarisasi dukungan dalam pemilihan pasangan walikota Tanjungpinang 2012. Jurnal. Vol 6, No 6, Oktober 2013. Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. Darmayadi, Andrias. 2011. Pergerakan Mahasiswa Dalam Perspektif Partisipasi Politik: Partisipasi Otonom atau Mobilisasi, Majalah Ilmiah UNIKOM, Vol. 9, no.1. Sitepu, P.Anthonius, 2012, Studi Ilmu Politik, Graha ilmu, Yogyakarta. M.Denni Irawan. 2014. Perilaku pemilih pemula mahasiswa 27 Ilmu pemerintahan FISIP umrah menjelang Pemilu legislatif 2014. SKRIPSI Estu Miyarso. 2009. Pendidikan Politik Mahasiswa (Studi Kasus Netralitas Ormawa UNY dalam Pemilu 2009). Artikel Penelitian: Pendidikan Politik Mahasiswa 28