ketika kita melakukan dosa besar

advertisement
MENCERMATI KONDISI BATIN:
www. depag.go.id
KETIKA KITA MELAKUKAN
DOSA BESAR
Oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA
Dosa
dan
maksiat
bukan
saja
perbuatan tercela dan terlarang, melainkan
juga membutakan mata hati, memadamkan
ISI
•
Orang yang tergelincir ke dosa besar seringkali
melinting ke atas melampaui posisi
sebelumnya. Dengan kata lain, dosa dan
maksiyat seringkali menjadi momentum untuk
lebih dekat dengan Tuhan, mengapa?
•
Bagaimana menjadikan dosa sebagai sebagai
anak tangga menuju Tuhan?
nurani. Lebih dari itu, dosa dan maksiat juga
membawa kegelisahan sehingga ketenangan
hidup
terganggu.
Tegasnya,
dosa
dan
maksiat merendahkan derajat dan kualitas
kemanusiaan. Semua yang dilarang Tuhan
adalah musuh kemanusiaan dan semua yang
diperintahkan dan dianjurkan Tuhan demi
untuk martabat kemanusiaan. Tuhan tidak
butuh untuk disembah tetapi manusialah
yang membutuhkan penyembahan itu, karena
di
balik
penyembahan
dan
ketaatan
itu
tersimpan hikmah dan berbagai kemaslahatan
untuk
manusia
dan
kemanusiaan.
Seandainya semua manusia mogok untuk
menyembah kepada-Nya maka tidak sedikitpun mengurangi kapasitas dan eksistensiNya sebagai Tuhan. Sebaliknya seandainya
semua manusia taat kepada-Nya bagaikan
malaikat
sekalipun
maka
tidak
akan
berpengaruh terhadap Dirinya. Perintah dan
larangan Tuhan adalah bukti kemaha-pengasih dan penyayang-Nya terhadap hambaNya,
khususnya
kepada
manusia,
yang
diberikan spesifikasi khusus sebagai khalifah,
representatif Tuhan di jangat raya ini.
Meskipun diberi kekhususan sebagai
khalifah,
(’abid)
Tuhan,
manusia
yang
tetap
harus
sebagaimana
sebagai
hamba
menyembah
kepada
halnya
makhluk-
makhluk
lainnya.
Konsekwensi
tugas
kekhalifahan yang diemban manusia, maka
Allah menundukkan seluruh alam semesta
kepadanya, bahkan di dalam penciptaan awal
manusia (Adam), para makhluk diperintahkan
hormat dan sujud kepadanya sebagai bukti
kehebatan dan keutamaan manusia. Memang
ada yang membangkang dan keberatan untuk
sujud,
yaitu
Iblis
bersama
komunitasnya,
makanya itu mereka dikutuk. Untuk mencari
parner
di
neraka
maka
mereka
diberi
kesempatan untuk menggoda manusia sampai
akhir zaman.
Konsep
penundukan
alam
semesta
(taskhir) tidak bisa diartikan semacam ”SIM”
untuk mengeksploitasi alam raya melampaui
daya dukungnya. Alam raya tidak akan tunduk
dan
tidak
manusia
lagi
akan
manakala
bersahabat
melampaui
kepada
batas-batas
yang telah digariskan Tuhan. Allah SWT bukan
hanya
Tuhan
manusia
sebagai
makhluk
mikrokosmos tetapi juga Tuhan alam raya
sebagai
makhluk
makhluk
makrokosmos.
mikrokosmos
Realasi
dan makhluk
Ketika Kita Melakukan Dosa Besar
2
makrokosmos
adalah
relasi
kekahlifahan.
Sedangkan relasi mikrokosmos-makrokosmos dan Tuhan adalah relasi penghambaan.
Karena itu, dosa tidak boleh dimaknai hanya
sebagai
masalah
relasi
vertikal
antara
makhluk dengan Sang Khaliq, tetapi dosa
juga terkait dengan masalah relasi horizontal
antara sesama makhluk. Dan makhluk di sini
bukan hanya sesama manusia, apa lagi hanya
sebatas sesama muslim, tetapi juga sesama
makhluk,
baik
makhluk
hidup
maupun
makhluk benda mati. Bukankah kata ”benda
mati” itu hanya ada dalam kamus manusia?
Bagi Tuhan dan para malaikatnya, tidak ada
istilah benda mati. Semunya itu bertasbih dan
menyembah Tuhan, hanya kita yang tidak
memahami tasbih dan bentuk ibadah mereka.
Demikian kesimpulan di dalam berbagai ayat
Al-Qur’an.
kan
Dosa dan maksiat memang mejatuh-
dan
menjerumuskan
seseorang
ke
lembah kehinaan tetapi kalau itu disadari
dalam
bentuk
nashuha)
kesadaran
maka
tidak
puncak
(taubat
mustahil
itu
melentingkan kembali yang bersangkutan ke
atas, bahkan mungkin lebih tinggi dari pada
posisinya semula. Dosa dan maksiat sangat
berpotensi dan dapat dijadikan titik masuk
seseorang
untuk
lebih
dekat
kepada
Tuhannya. Tidak jarang para pendosa yang
taubat justru lebih baik dari pada orang-
orang biasa. Ini mungkin disebabkan karena
ia sudah mampu membandingkan betapa
jauh jaraknya antara suasana batin yang taat
dan yang durhaka kepada-Nya. Namun ini
tidak berarti sebuah ajakan kepada kita untuk
mencicipi dosa guna meningkatkan kesadaran dan keimanan, sebab betapa banyak
bahkan jauh lebih banyak para pendosa jatuh
dan tidak melenting ke atas, melainkan
bagaikan bola yang jatuh di dalam lumpur,
tidak lagi melenting ke atas, malah justru
terbenam di dalam lumpur kehinaan.
Para pendosa yang berpotensi me-
lenting ke atas ialah mereka yang karena dosa dan maksiat yang dilakukannya betul-be-
tul membuat dirinya terpukul dan kecewa,
mengapa dirinya harus melakukan sesuatu
yang amat bodoh di dalam hidupnya. Karena
itu ia menyesal sejadi-jadinya seraya menjalani proses pembersihan diri dengan penuh
ketekunan. Menurut Imam Gazali, dalam
kitab Ihya’ `Ulum al-Din, seorang pendosa
diminta
untuk
tidak
sekedar
istigfar
(membaca lafaz istigfar) melainkan harus
menjalani rangkaian proses taubat, yaitu: 1)
Memperbanyak mengucap istigfar, 2) dengan
segera meninggalkan dosa dan maksiat itu,
3) menyesal sejadi-jadinya terhadap kekeliruan yang telah dilakukannya, 4) bertekad
dan
berikrar
untuk
tidak
akan
pernah
mengulangi perbuatan tercela itu dalam hidupnya, 5) mengganti dan menutupi per-
buatan dosa dan maksiat itu dengan amalamal kebajikan yang ikhlas, 6) kalau dosa itu
berupa mengambil hak orang lain maka
harus segera mengembalikannya sesegera
mungkin, 7) menghancurkan daging yang
bertumbuh di dalam dirinya yang berasal dari
produk
haram
dengan
riyadhah dan mujahadah,
cara
melakukan
yakni menjalani
latihan jasmani dan rohani dalam upaya
mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada
Allah Swt. 8) sesegera mungkin meminta
maaf kepada orang yang pernah disakiti atau
dikecewakan itu. Jika ini semuanya dipenuhi
maka
seseorang berhak
mendapatkan
3
Ketika Kita Melakukan Dosa Besar
pengampunan Allah terhadap dirinya.
Banyak pendosa yang telah melakukan
tahapan pertobatan itu dengan baik dan tekun. Mereka selalu manangisi dosa masa
lampaunya di dalam sujud tahajjudnya di
tengah malam. Bahkan air matanya tak pernah bisa dibendung jika mengingat kembali
berbagai dosa yang pernah dilakukannya.
Penyerahan diri secara total seperti ini mendapatkan janji pengampunan Allah SWT. Ada
ulama yang pernah mengatakan bahwa: ”Air
mata taubat itulah yang akan memadamkan
api neraka. Bahkan Allah SWT mencintainya,
sebagaimana hadis yang pernah dikutip Al-
Gazali dalam kitabnya: ”Allah lebih senang
mendengarkan jeritan taubatnmya para pendosa ketimbang gemuruh tasbihnya para
ulama”. Dalam Al-Qur’an juga ditegaskan
bahwa
”Sesungguhnya
Allah
mencintai
orang-orang yang bertaubat dan mencintai
orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-
Baqarah/2:222). Yang penting bagi yang
bersangkutan tidak mempermainkan Tuhan
dengan pembatalan-pembatalan taubat.
Seorang
sufi,
Yahya
bin
Mu’adz
pernah
mengatakan: “Melakukan satu perbuatan dosa setelah taubat jauh lebih buruk dari pada
melakukan 70 perbuatan dosa sebelum taubat. Kata Dzun Nun: “Beristighfar dari dosa
tanpa berusaha melepaskankan diri dari dosa
itu adalah taubatnya para pendusta. Barangsiapa bertaubat, kemudian tidak membatalkan taubatnya, maka ia termasuk orang bahagia”. Subhanallah, alangkah beruntungnya
orang yang demikian ini.
Bagi para pendosa tidak sepantasnya
putus asa terhadap dosa-dosanya. Sebesar
apapun dosa seseorang pasti jauh lebih besar
dosa pengampunan Tuhan. Tidak ada artinya
dosa besar jika yang datang adalah wajah
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Yang penting bagi kita adalah penyerahan
diri secara total terhadapnya. Terserah Dia.
Jika Dia akan memasukkan kita ke dalam
neraka itu adalah hak-Nya, tetapi tidak ada
yang bisa menghalangi-Nya jika Dia akan
memaafkan hamba-Nya. Apakah Dia akan
menyiksa hamba-Nya yang sudah rebah dan
bersujud di hadapan kebesaran-Nya sambil
menagis memohon ampun dan menyerahkan
diri sepenuhnya kepada-Nya. Bukankah Dia
lebih menonjol sebagai Tuhan Maha Pengasih
dan Maha Pengampun ketimbang sebagai
Tuhan Maha Pemarah dan Maha Penghukum.
Tidak sedikit para pendosa mendapatkan pengampunan dan kasih sayang Tuhan.
Allah SWT menganugrahkan bulan Ramadlan
sebagai bulan pengampunan tobat benarbenar perlu dimanfaatkan. Kerugian besar
bagi setiap orang yang membiarkan bulan
Ramadlan berlalu tanpa intensitas pertobatan
dan penyadarn diri, sebab bulan Ramadlam
yang akan datang belum tentu bersama kita.
Nasaruddin Umar
Download