Lebih Baik Pemimpin Kafir Asal Bersih daripada Pemimpin Muslim

advertisement
Lebih Baik Pemimpin Kafir Asal Bersih
daripada Pemimpin Muslim tapi Korup?
Kamis, 07/01/2016 19:57:21 | Dibaca : 3139
http://www.suara-islam.com/read/index/16674/Lebih-Baik-Pemimpin-Kafir-Asal-Bersih-daripada-Pemimpin-Muslim-tapi-Korup-
KH Muhammad Al-Khaththath
Sekjen Forum Umat Islam (FUI)
Dalam ceramah Maulid Majelis Al Fauz di Masjid Tangkuban Perahu, Jakarta Selatan,
Selasa (05/1) yang dihadiri ratusan ulama dan ustadz pimpinan majelis taklim se
Jakarta, Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Syihab menyentil ucapan
seorang pimpinan ormas Islam yang dinilai kebablasan. Pernyataan yang disentil itu
adalah : “Lebih baik pemimpin kafir yang bersih daripada pemimpin muslim yang korup”.
Sentilan itu sangat penting karena, menurut Habib Rizieq yang juga Ketua Majelis
Tinggi Majelis Muzakarah Ulama dan Tokoh Jakarta Bersyariah, pernyataan
tersebut sangat berbahaya.
Sebab, pernyataan itu mengandung pendangkalan aqidah! Ya, jika pernyataan seperti
“lebih baik pemimpin kafir asal cerdas, rajin, dan bersih daripada pemimpin muslim tapi
bodoh, malas, dan korup” dibiarkan, maka dikhawatirkan ke depan akan muncul
perempuan-perempuan yang mengatakan “lebih baik punya suami kafir asal setia daripada
punya suami muslim tapi tidak setia”. Ya kalau pernyataan memuja-muja pemimpin kafir
tersebut dibiarkan, ke depan bisa muncul pemuda-pemuda yang mengatakan “lebih baik
jadi orang kafir asal kaya raya, daripada menjadi orang muslim tapi miskin”. Na’udzbillahi
mindzalik!
1
Secara logika, pernyataan perempuan muslimah seperti itu benar. Namun secara syar’i
jelas tidak dibenarkan. Sebab seorang perempuan muslimah haram mutlak menikah
dengan seorang kafir (lihat QS. Al Baqarah ayat 221). Jadi pernyataan tersebut
merupakan pendangkalan aqidah, yakni menjadikan umat tidak lagi berpegang teguh
kepada akidah dan syariah dalam kehidupan mereka, tapi berpegang kepada logika
semata.
Selain itu, kata Habib Rizieq, pernyataan di atas juga mengandung kebencian kepada
Islam, kenapa sifat-sifat jelek seperti “korupsi” disematkan kepada pemimpin muslim,
sementara pemimpin kafir disemati sifat baik, “bersih”. Kenapa pernyataan tidak
dibalik menjadi: “Lebih baik pemimpin muslim yang bersih daripada pemimpin kafir yang
korup”? Bukankah masih banyak pemimpin muslim yang bersih dan tidak sedikit
pemimpin kafir yang korup?
Selain mengandung kebencian kepada Islam, pernyataan tersebut juga tidak
menggunakan metode perbandingan (manhaj al muqaranah) yang seimbang, tidak apple to
apple. Yakni, kenapa membandingkan “pemimpin muslim yang korup” dengan “pemimpin
kafir yang bersih”? Kenapa bukan membandingkan pemimpin kafir yang bersih dengan
pemimpin muslim yang bersih pula, atau membandingkan pemimpin muslim yang korup
dengan pemimpin kafir yang korup pula? Menurut Habib Rizieq, cara perbandingan
seperti itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang mengalami keterbelakangan
intelektual.
Memang cukup mengherankan bagaimana seorang pimpinan ormas Islam mengeluarkan
pernyataan aneh seperti itu. Padahal bahayanya luar biasa. Logika awam mengatakan,
tidak mungkin seorang pimpinan ormas Islam, apalagi dikenal sebagai ulama,
mengeluarkan kata-kata yang bertentangan dengan ajaran Islam, khususnya ayat
Alquran. Padahal faktanya adalah sebaliknya.
Menarik disimak kembali kata-kata Habib Rizieq di atas: jika pernyataan seperti “lebih
baik pemimpin kafir asal cerdas, rajin, dan bersih daripada pemimpin muslim yang bodoh,
malas, dan korup”
dibiarkan, maka dikhawatirkan ke depan akan uncul
perempuan-perempuan yang mengatakan “lebih baik punya suami kafir asal setia daripada
punya suami muslim tapi tidak setia”.
Padahal Allah Swt tegas melarang wanita muslimah menikah dengan lelaki kafir. Allah
Swt berfirman: “dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukminat) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
2
lebih baik dari orang musyrik, walaupun mereka mengagumkan kamu...” (QS. Al Baqarah
ayat 221).
As Shabuniy dalam Tafsir Ayatul Ahkam Juz 1/126 mengatakan bahwa ayat tersebut
mengharamkan kaum muslimin mengawinkan seorang musyrik dengan seorang muslimah.
Lafazh musyrik dalam ayat tersebut adalah siapapun orang kafir yang tidak beragama
Islam, baik dia penyembah berhala, Majusi, Yahudi, Nasrani, maupun orang
murtad. Illat atau sebab disyariatkan haramnya mereka menikahi muslimah
adalah karena Islam itu tinggi dan tidak boleh yang mengatasinya (Al Islam ya’lu wala
yu’la alaih).
Jika kaum muslimin diharamkan menyerahkan seorang muslimah untuk dipimpin seorang
kafir dalam rumah tangganya, maka logika hukumnya adalah haram pula menyerahkan
kaum muslimah satu RT/RW, satu kelurahan, hingga satu Negara kepada seorang kafir
untuk menjadi pemimpin mereka.
Perlu diingat, nasib buruk orang yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin mereka
dikabarkan oleh Allah dalam firman-Nya: “(yaitu) ketika orang-orang yang diikuti
(pemimpin kafir) itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka
melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan
berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya Kami dapat kembali (ke dunia),
pasti Kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami."
Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan
bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al Baqarah
ayat 166-167).
Semoga umat tidak tertipu. Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariiq!
3
Download