Dari Barat Hingga Timur

advertisement
REPUBLIKA
khazanah
● Frederick II dari Palermo Menjalin Kontak dengan Ilmuwan Muslim
28
Halaman >>
Selasa > 3 Agustus 2010
MUSLIMHERITAGE.COM
SENTUHAN
ANTARPERADABAN
UMAT ISLAM
BELAJAR
PERADABAN
LAIN KEMUDIAN
MELAHIRKAN
PERADABAN
BERPENGARUH.
Yusuf Assidiq
M
enyerap dan mengembangkan. Dua kemampuan
ini telah mengantarkan
umat Islam membangun
sebuah peradaban. Umat
Islam tak segan belajar
dari peradaban lain. Namun, mereka tak
begitu saja menerima. Sebaliknya, ada
penelaahan dan kemudian menciptakan
sesuatu yang baru.
Banyak pula penemuan yang dipantik
perkembangan kondisi dalam masyarakat
Islam sendiri. Kemajuan peradaban yang
hidup di dunia Islam, pada gilirannya juga
menarik keingintahuan bangsa lain. Lalu,
mempelajari sesuatu yang sama sekali
baru dari peradaban Islam. Ada hubungan
yang berkait kelindan.
Upaya saling belajar terjadi di antara
Islam, Barat, India, dan Cina juga terjadi.
Ini berlangsung sangat pesat dan menunjang perkembangan di ranah intelektualitas serta mendorong kemajuan peradaban.
Menjulangnya kekuasaan pemerintah
Islam, telah mengantarkan umat Islam
bersentuhan dengan peradaban lain.
Pesan Muhammad SAW soal ilmu, mendorong umat Islam belajar. Mereka tertarik
dengan teks dan literatur pemikir Yunani
dan India kuno. Pakar sejarah, George Saliba dalam Islamic Science and The Making
of the European, keinginan menyerap pengetahuan dari luar telah ada sejak 690 Masehi.
Saliba menunjuk pangeran dan cendekiawan terkenal, Khalid bin Yazid.
Khalid merasa perlu mempelajari bidang
alkimia dan rujukannya adalah bukubuku berbahasa Yunani. Ini menjadi
perangsang awal penerjemahan buku sains
ke dalam bahasa Arab. Sejak saat itu,
gairah penerjemahan kian meningkat.
Munculnya Dinasti Abbasiyah ke panggung kekuasaan, tak mengendurkan
semangat itu bahkan terus menggelora.
Baghdad lalu menjelma menjadi pusat
sains dan seni. Peningkatan pesat gerakan
ini terjadi pada masa Khalifah al-Ma’mun.
Ia memang dikenal pecinta pengetahuan.
Perpustakaan masyhur yang didirikan
semasa khalifah Harun al-Rasyid, Bait alHikmah, ditingkatkan fungsinya menjadi
pusat pendidikan. Khalifah mengundang
lebih banyak ilmuwan dari beragam disiplin ilmu, seperti para filsuf, ahli astronomi,
geografi, matematika, ataupun dokter.
Mereka mendapatkan sokongan untuk
melakukan penerjemahan beragam literatur ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani dan Sansekerta. Untuk itu, para ilmuwan tersebut akan mendapatkan imbalan berupa gaji dan insentif
yang tinggi. Banyak pula non-Muslim yang
dilibatkan dalam penerjemahan ini.
Karya berjudul Topica dari Aristoteles
menjadi salah satu buku pertama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selanjutnya, terdapat karya di bidang astronomi yang terkemuka, yakni Almagest
tulisan Ptolomeus yang dialihbahasakan
oleh Muhammad al-Fazari pada abad ke-7.
Karya-karya besar juga diperoleh dari
India. Umat Muslim mampu mengembangkan lebih jauh kajian astronomi ataupun astrologi setelah buku Siddhanta
API.NING.COM
● Tabel Astronomi al-Khawarizmi
WIKIMEDIA.COM
karya Brahmaghupta sudah diterjemahkan
ke bahasa Arab. Pada abad ke-9, peradaban Hindustan turut berkontribusi terhadap ilmu matematika Arab, yakni sistem
desimal.
Dengan kreativitasnya, umat Islam tak
hanya berhenti pada penerjemahan. Mereka lalu mengembangkan dan menciptakan banyak teori serta penemuan baru.
Astronom al-Biruni, misalnya, mengoreksi
pandangan Ptolomeus dan Hipparchus
terkait pergerakan matahari dan mengajukan perhitungan yang lebih akurat.
Ilmuwan Islam kemudian membuat
kincir angin, menyusun konsep dan teknik
pengobatan, irigasi saluran air, dan membangun observatorium pengamatan bintang, dan banyak lagi. Beragam pencapaian hebat di bidang ilmu dan teknologi pada akhirnya menyebar ke berbagai wilayah di Timur dan Barat.
Para sarjana asing tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap kema-
juan keilmuan di dunia Islam. Mereka pun
tergerak untuk mengadopsi serta menerjemahkan karya-karya sarjana Muslim.
Pada gilirannya, karya-karya ilmuwan
Muslim ramai diterjemahkan oleh Barat.
Teori mengenai sebab air pasang dan
teori tentang besar sudut bumi yang dirumuskan Abu Ma’syar, masuk ke Eropa melalui terjemahan karya al Farghani. Risalah yang menjelaskan berbagai kegunaan
astrolabe buah pikir Ibnu al-Saffar diterjemahkan Johannes Hispensis dan Plato
dari Tivoli (1134-1145) ke bahasa Latin.
Demikian pula, karya masyhur dari
Ibnu Sina, misal al-Qanun, al-Jabr karya
al-Khawarizmi, dan al-Manazhir milik alHaiytham, dialihbahasakan ke sejumlah
bahasa Eropa serta meletakkan dasar
kajian multidisiplin ilmu di sana. Laman
Muslimheritage memuat sejumlah catatan
mengenai alih ilmu pengetahuan ini.
Kemajuan teknologi peradaban Islam
juga menjangkau tanah Tiongkok. Di awal
abad ke-12, Dinasti Ming diperkenalkan
dengan tabel astronomi yang memakai
angka Arab. Sang penguasa menitahkan
penerjemahan tabel itu ke dalam bahasa
Cina. Pembangunan observatorium pun
pernah muncul di sana.
Bangunan ini dibuat saat kekuatan
Mongol di bawah Kubilai Khan pada 1271.
Laman Muslimheritage mencatat, seorang
sarjana Muslim bernama Jamal al-Din
pernah menjadi direktur observatorium di
Cina, dan perangkat itu bertahan hingga
abad ke-17. Menurut sejarawan Paul
Buell, teknik pengobatan umat Islam
berkembang pula di sana.
Sejumlah dokter Cina mempraktikkan
teknik pengobatan para dokter Muslim.
Jejak peradaban Islam ini bisa ditelusuri
melalui buku berjudul Huihui Yaofang
(Resep Pengobatan Islam) yang terbit pada
abad ke-13. Sebaliknya, dari teknologi
Cina, kaum Muslim mengenal kertas.
Seni pembuatan kertas mulai dilakukan
pada 751 Masehi. Kehadiran kertas bertepatan dengan gelombang intelektualitas
yang sedang melanda dunia Islam, yang
sangat berguna dalam penulisan karyakarya mengagumkan. n ed: ferry kisihandi
MUSLIMHERITAGE.COM
Dari Barat Hingga Timur
M
elalui tulisannya, The
Transfer of Science Between
India, Europe and China via
Muslim Heritage, Charles
Burnett, seorang profesor dari University
of London, menyatakan bahwa pada
masa klasik telah tercipta jaringan transmisi keilmuan antarperadaban di dunia.
Ini mencakup pula peradaban Islam,
Yunani, Cina, India, dan Persia.
Pada tahun 1160 Masehi, kata dia,
seorang sarjana Yahudi bernama Abraham
ibnu Ezra menerbitkan teks komentarnya
atas karya Ibnu al-Muthanna, ahli astronomi Muslim asal Andalusia. Ia melihat
karya ini dari dua sisi. Pertama, Ezra seolah ingin membuktikan bahwa kalangan
non-Muslim ikut berkontribusi dalam pencapaian pada abad pertengahan.
Kedua, apa yang dihasilkannya tak
lain bersumber dari naskah ilmiah berbahasa Sanskerta berjudul Sindhind. Karya Ibnu al-Muthanna ini sangat berpengaruh di kalangan ilmuwan Muslim
sekaligus membuktikan pentingnya proses transfer pengetahuan tersebut.
Tabel astronomi dalam Sindhind disempurnakan oleh al-Khawarizmi. “Ini
juga diperkaya dengan pencantuman
angka-angka Arab, yang juga diadopsi
dari Hindustan,” kata Burnett. Selanjutnya, karya luar biasa yang dapat menentukan koordinat bintang secara tepat ini
sampai ke peradaban Barat dan Cina.
Kaisar Taitsu dari Dinasti Ming pada
1382 memerintahkan penerjemahan
karya umat Muslim itu. Dia berkata,
“Orang-orang Islam sangat mahir dalam
pengamatan luar angkasa. Mereka
punya metode luar biasa untuk menghi-
tung pergerakan bintang-bintang, tak
ada yang menandinginya.”
Proses transfer kemajuan medis ikut
berkibar pada era ini. Sebuah legenda
Tibet yang terkenal menyebutkan bahwa
seorang dokter asing yang biasa dipanggil Gelanos pernah menetap di Llasa.
Dokter yang diyakini berasal dari Timur
Tengah ini hadir dengan teknik pengobatan ala Muslim dan Cina serta banyak membantu masyarakat setempat.
Sejumlah catatan sejarah menunjukkan pengaruh besar ilmu pengobatan
Islam pada teks-teks medis Cina dan
Mongol. Ini mencakup teknik diagnosis
kesehatan lewat pemeriksaan tekanan
darah dan air seni. Penaklukan bangsa
Mongol ke wilayah Islam semakin
meningkatkan proses alih pengetahuan ini.
Hal serupa berkembang di dunia
Barat. Ada ketakjuban terhadap yang
dicapai kalangan Muslim di bidang ilmu.
Orang-orang Barat tertarik mempelajarinya hingga muncul istilah studi keilmuan Arab atau studia Arabum.
Terbitnya buku Natural Questions karya
Adelard of Bath pada abad ke-12 kian
menambah semangat ilmuwan Barat.
Pastor ini membawa serta beragam
ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke
Inggris setelah dia menimba ilmu di
sekolah-sekolah di Timur Tengah.
Adelard sengaja berkelana ke dunia
Islam untuk menyerap ilmu yang sedang
membuncah di sana. Tujuh tahun
lamanya dia berkecimpung dalam
suasana intelektualitas kaum Muslim.
Pemaparan tokoh ini mengenai sains
dan ilmu pengetahuan dari peradaban
Islam mendapat sambutan besar di
Eropa. Para ilmuwan Barat menganggap
umat Islam berhasil menghadirkan
teknik dan konsep yang lebih segar
pada studi keilmuan. n ed: ferry kisihandi
● Terjemahan Latin Karya Ibnu Rushd
MUSLIMHERITAGE.COM
Download