1 ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP SET KESEMPATAN INVESTASI (Studi Empiris pada Perusahaan Automotif yang terdaftar di BEI periode 20092012) (SKRIPSI) NAMA : Poltak Manurung NPM : 0741031071 EMAIL : [email protected] NO. HP : 08978950431 PEMBIMBING I : Lindrianasari, S.E., M.Si., Ph.D., Akt PEMBIMBING II : Ninuk Dewi Kesumaningrum, S.E., M.Sc., Akt FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2013 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh kebijakan hutang, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap set kesempatan investasi yang diukur dengan Market to book value of equity, dengan menggunakan data yang terdiri dari 64 perusahaan yang terdapat dalam Bursa Efek Indonesia. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan publik yang terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia dengan perusahaan automotif sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik dan untuk uji hipotesis menggunakan analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi, tidak terdukung. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi, terdukung. Dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi , tidak terdukung. Kata kunci : kebijakan hutang, ukuran perusahaan, profitabilitas, set kesempatan investasi. 3 ABSTRAK The research aims to analye debt policy, firm size and profitability on investment opportunity set which occured by market to book value of equity, listed in Indonesia Stock Exchange. Population of this research is listed public company at Indonesia Stock Exchange with automotif company as sample. Sampling method uses purposive sampling method. Data analysis technique uses classic assumption test and hypothesis test uses multiplegression analysis. The results of this research indicate that the debt policy has a positive effect on investment opportunity set, not supported. Firm size has a positive effect on investment opportunity set, supported. Profitability has a positive effect on investment opportunity set, not supported Keywords: debt policy, firm size, profitability and investment opportunity. 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan kebijakan hutang, kebijakan dividen, risiko, ukuran perusahaan dan profitabilitas dengan set kesempatan investasi menarik beberapa peneliti. Set kesempatan investasi merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (asset-in place) dan pilihan pertumbuhan (growth option) pada masa yang akan datang (Kusuma, 2000). Menurut Kusuma (2000) set kesempatan investasi merupakan nilai perusahan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang, yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar. Komponen dari nilai perusahaan merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang akan datang adalah merupakan set kesempatan investasi. Set kesempatan investasi dipengaruhi oleh seberapa besar hutang yang digunakan dalam struktur modal. Karena penggunaan modal saham atau hutang memiliki konsekuensi masing-masing. Penggunaan saham yang terlalu banyak dengan mengabaikan pemanfaatan hutang berdampak pada tingginya kewajiban bagi perusahaan untuk membayarkan dividen. Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan bagi perusahaan untuk memanfaatkan laba untuk kepentingan pertumbuhan apabila pemegang saham tidak menghendaki, Fijrianti dan Hartono (2004). Demikian juga 5 sebaliknya, apabila perusahaan 100% menggunakan hutang, maka perusahaan akan menanggung beban kewajiban kepada kreditur yang tinggi. Penelitian ini akan menguji pengaruh antara kebijakan hutang, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap set kesempatan investasi pada perusahaan-perusahaan Automotif di Indonesia dengan menggunakan proksi tunggal set kesempatan investasi yaitu rasio nilai pasar dengan nilai buku ekuitas. Proksi Rasio nilai pasar dengan nilai buku ekuitas, tobin q, rasio perubahan modal dengan harga pasar perusahaan dan rasio nilai perusahaan terhadap nilai buku aktiva tetap. Proksi gabungan dapat mengurangi kesalahan dalam pengukuran, karena dengan menggunakan proksi tunggal, dikhawatirkan akan mengakibatkan measurement dan classification error karena set kesempatan investasi tidak dapat diamati dan diukur dengan proksi tunggal (Jones dan Sharma, 2001). Untuk membedakan penelitian dan replika sebelumnya oleh Pratamayoga (2011) maka judul penelitian ini adalah “ ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP SET KESEMPATAN INVESTASI “ (Studi empiris pada perusahaan Automotif yang Listing di BEI periode 2009 – 2012). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya terhadap perbedaan akan hasil peneliti dan fenomena gap atas penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah: 6 1. Bagaimana pengaruh kebijakan hutang perusahaan yang tingkat pertumbuhannya berhubungan dengan set kesempatan investasi (IOS) ? 2. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan berhubungan dengan set kesempatan investasi (IOS) ? 3. Bagaimana pengaruh profitabilitas perusahaan berhubungan dengan set kesempatan investasi (IOS) ? 1.3 Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini yaitu: 1. Menemukan bukti empiris pengaruh kebijakan hutang terhadap set kesempatan investasi pada perusahaan automotif yang terdaftar di BEI. 2. Menemukan bukti empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap set kesempatan investasi pada perusahaan automotif yang terdaftar di BEI. 3. Menemukan bukti empiris pengaruh profitabilitas terhadap set kesempatan investasi pada perusahaan automotif yang terdaftar di BEI. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi pihak perusahaan, hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada suatu perusahaan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan keuangan yang baik, terutama kebijakan hutang dan profitabilitas perusahaan yang diharapkan mengurangi konflik keagenan. 7 2. Bagi Investor, hasil penelitian dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan investor terkait dengan set kesempatan investasi yang mempengaruhi pertumbuhan perusahaan tersebut. 3. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam literatur penelitian di Indonesia, khususnya di bidang Akuntansi keuangan. 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency theory) Agency Theory adalah teori yang menjelaskan agency relationship dan masalahmasalah yang ditimbulkannya (Jensen dan Meckling, 1986). Agency relationship merupakan hubungan antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai prinsipal/pemberi amanat dan pihak kedua disebut agen yang bertindak sebagai perantara yang mewakili prinsipal dalam melakukan transaksi dengan pihak ketiga. Pada agency theory yang disebut prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Pihak prinsipal tersebut memberi kewenangan kepada agen untuk melakukan transaksi atas nama prinsipal dan diharapkan dapat membuat keputusan terbaik bagi prinsipalnya (Hartono, 2004). Biaya keagenan dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) Monitoring Costs, yang merupakan biaya untuk memonitor perilaku manajer, (2) Bonding Costs, yang merupakan biaya untuk membentuk mekanisme untuk menjamin bahwa manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, (3) Residual Loss, yang 9 merupakan biaya untuk mendorong manajer bertindak sesuai dengan kemampuannya untuk kepentingan pemegang saham. Dalam perusahaan yang telah go public, agency relationship dicerminkan oleh hubungan antara investor dan manajemen perusahaan. Persoalannya adalah diantara kedua pihak tersebut seringkali terjadi perbedaan kepentingan. Perbedaan tersebut mengakibatkan keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan kurang mengakomodasi kepentingan pihak pemegang saham. Hal inilah biasa dikenal dengan agency problem (masalah keagenan). Masalah keagenan dapat muncul jika manajer suatu perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham biasa perusahaan tersebut. Jika perusahaan berbentuk perseorangan dan dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer atau pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan fasilitas eksekutif seperti tunjangan, kantor yang mewah, fasilitas transportasi dan sebagainya. (Suwaldiman, 2007 dan Aziz, 2007). Akan tetapi, jika manajer atau pemilik tersebut mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian sahamnya kepada pihak lain (pihak luar), maka pertentangan kepentingan bisa segera muncul. 2.1.2 Set Kesempatan Investasi Set kesempatan investasi merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (asset-in-place) dan pilihan pertumbuhan (growth option) pada masa yang akan datang (Myers, 1977). Menurut Kallapur dan Trombley (2001) pertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size, sementara set kesempatan investasi merupakan opsi untuk berinvestasi dalam proyek yang 10 memiliki net present value yang positif. Menurut kedua peneliti tersebut, set kesempatan investasi juga meningkatkan size perusahaan, sedangkan tidak semua growth opportunities memiliki net present value yang positif. Set kesempatan investasi menunjukkan investasi perusahaan atau opsi pertumbuhan. Nilai opsi pertumbuhan tersebut tergantung pada discretionary expenditure manajer (Myers, 1977). Opsi pertumbuhan tersebut bisa berupa investasi tradisional atau discretionary expenditure yang diperlukan untuk kesuksesan perusahaan seperti penelitian dan pengembangan teknologi baru (Jones dan Sharma, 2001). Ada beberapa proksi yang digunakan untuk mengukur set kesempatan investasi, yang dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu proksi berdasarkan harga, proksi berdasarkan investasi dan variances measures. Al Najjar dan Belkaoui (2001) menyatakan hubungan antara reputasi perusahaan, multinasionalitas, size dan profitabilitas dengan set kesempatan investasi adalah positif dan berhubungan negatif dengan leverage dan risiko sistematik. Cahan dan Hossain (1996) menunjukkan manajer-manajer perusahaan yang memiliki set kesempatan investasi yang tinggi lebih termotivasi untuk mengungkapkan lebih banyak infomasi yang berkaitan dengan prospek perusahaan di masa datang, hal ini karena manajer tersebut berkomitmen terhadap hal-hal tertentu dan membatasi pertimbangan manajerial di masa datang yang berkaitan dengan aliran kas bebas yang dimiliki perusahaan. Luthan (2004) menggunakan empat proksi tunggal IOS yaitu rasio tambahan modal saham dengan nilai buku total aktiva, rasio tambahan modal saham dengan total hutang dan nilai pasar perusahaan, rasio Tobin Q, rasio nilai buku aktiva tetap dengan nilai buku total aktiva dengan sampel perusahaan manufaktur Indonesia menyatakan 11 bahwa aliran kas bebas, struktur kepemilikan dan kebijakan dividen hanya signifikan dengan tiga proksi kecuali tobin Q. Faktor utama yang menentukan set kesempatan investasi adalah faktor industri seperti rintangan untuk masuk dan daur hidup produk. Faktor ini memungkinkan perusahaan untuk membuat investasi yang dapat meningkatkan rintangan untuk masuk (subsidi modal untuk tenaga kerja yang merupakan hasil dari skala ekonomi (Kallapur dan Trombley, 2001) dalam Lestari (2004). Proksi pertumbuhan dengan nilai set kesempatan investasi yang telah digunakan oleh para peneliti secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur nilai-nilai set kesempatan investasi tersebut. Klasifikasi nilai set kesempatan investasi ini telah digunakan oleh Kallapur dan Trombley (2001) Fijrianti dan Hartono (2004), dalam melakukan studinya. Klasifikasi set kesempatan investasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Proksi berdasarkan harga Proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya (asset-in place). b. Proksi berdasarkan investasi (investment-based proxies) Proksi ini percaya pada gagasan bahwa satu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai set kesempatan investasi suatu perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi pada masa berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. 12 c. Proksi berdasarkan varian (varian measures) Proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. 2.1.3 Kebijakan Hutang Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil perusahaan untuk melakukan pembiayaan melalui hutang. Kebijakan hutang sering diukur dengan debt ratio. Debt ratio adalah total hutang (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) dibagi dengan total aktiva baik aktiva lancar maupun aktiva tetap, (Kieso et al. 2006). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditor) dan semakin besar biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar perusahaan. Hal ini akan berdampak pada profitabilitas perusahaan karena sebagian pendapatan digunakan untuk membayar hutang. Menurut (Hanafi, 2003), semakin banyak pemegang saham dengan proporsi kepemilikan yang semakin kecil (tidak ada suara mayoritas) maka kemampuan monitoring pemegang saham tidak efektif. Oleh karena itu, diperlukan adanya pihak ketiga yang membantu pemegang saham dalam monitoring dan bonding manajemen yaitu debt holders (kreditor) untuk mengurangi agency cost of equity. Ditinjau dari free cash flow hypotesis, bila perusahaan mempunyai cukup banyak cash flow dalam perusahaan maka dengan pengawasan yang tidak efektif dari pemegang saham akan menciptakan tindakan manajemen untuk menggunakan cash flow tersebut demi 13 kepentingan sendiri. Kebijakan hutang lebih efektif dalam mengurangi agency cost of equity karena adanya pertanggung jawaban yang sah (legal liability) dari manajemen untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor yang terkait dengan biaya kebangkrutan. Dividen di satu sisi tidak mempunyai legal liability kepada pemegang saham kalau perusahaan tidak mampu membayarkan dividen. 2.1.4 Ukuran Perusahaan Perusahaan besar dapat mengakses pasar modal. Karena kemudahan tersebut maka berarti bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu perusahaan (Subekti, 2000). Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya. Dengan demikian, ukuran perusahaan juga dapat dikaitkan dengan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan (Yuningsih, 2002). Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal, semakin besar perusahaan maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan investasi. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal asing juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang besar pula untuk menunjang operasionalnya, dan salah satu alternatif pemenuhannya adalah dengan modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi. Menurut Haruman (2008) ukuran perusahaan (SIZE) berhubungan dengan fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana dan memperoleh laba dengan melihat 14 pertumbuhan penjualan perusahaan. Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan lebih mudah memasuki pasar modal sehingga dengan kesempatan ini perusahaan membayar dividen besar kepada pemegang saham. Perusahaan yang memiliki aset besar cenderung membayar dividen besar untuk menjaga reputasi di kalangan investor aktual maupun potensial. Tindakan ini dilakukan untuk memudahkan perusahaan memasuki pasar modal apabila berencana melakukan emisi saham baru. Selain menggunakan natural logaritma of sales, proksi ukuran perusahaan dapat menggunakan natural log total asset atau natural log capitalization. 2.1.5 Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang diinvestasikan. Pihak manajemen akan membayarkan dividen untuk memberi sinyal mengenai keberhasilan perusahaan dengan membukukan profit (Holydia, 2004). Tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan meningkatkan daya saing antar perusahaan. Perusahaan yang memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi akan membuka lini atau cabang yang baru serta memperbesar investasi atau membuka investasi baru terkait dengan perusahaan induknya. Tingkat keuntungan yang tinggi menandakan pertumbuhan perusahaan pada masa mendatang. Sinyal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar dividen merupakan fungsi dari keuntungan. Dengan demikian profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayarkan dividen. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang diinvestasikan. Untuk mengukur profitabilitas menggunakan dua rasio, yaitu: a. Return On Invesment (ROI) 15 ROI merupakan tingkat pengembalian investasi atas investasi perusahaan pada aktiva. ROI sering disebut juga Return On Assets (ROA). b. Return On Equity (ROE) ROE merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih perusahaan. Penelitian yang dilakukan menggunakan ROA sebagai ukuran profitabilitas perusahaan (Nuringsih, 2005). 2.2 Penelitian terdahulu Sebagai pembanding, akan dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan konsep dengan penelitian ini, diantaranya : a. Hasnawati (2005) melakukan penelitian mengenai dampak set kesempatan investasi (IOS) terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan nilai perusahaan sebagai variabel dependennya dan keputusan investasi sebagai variabel independennya. Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. b. Adi Prasetyo (2002) dalam penelitiannya menguji hubungan set kesempatan investasi (IOS) dengan kebijakan hutang. IOS menunjukkan perusahaan yang pertumbuhannya tinggi mempunyai kebijakan hutang yang rendah. Hali ini menemukan bukti bahwa pada perusahaan yang mempunyai kesempatan untuk lebih besar mempunyai debt to equity yang lebih rendah dalam kebijakan struktur modalnya karena pendanaan modal sendiri cenderung mengurangi masalahmasalah agensi yang potensial berasosiasi dengan free cash flow perusahaan. c. Dhiva Pratama Yoga (2011) dalam penelitiannya menguji pengaruh rasio hutang, profitabilitas, kebijakan dividen terhadap set kesempatan investasi. Dalam 16 penelitian tersebut menemukan adanya masalah rendahnya investasi pada perusahaan automotiv. Penurunan investasi dipangaruhi oleh faktor kesempatan investasi dan menjadikan investor berfikir untuk menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut. Hasil menyimpulkan bahwa variabel rasio hutang tidak memberikan kontribusi terhadap kesempatan investasi. Variabel profitabilitas tidak memberikan kontribusi terhadap kesempatan investasi. Variabel dividen tidak memberikan kontribusi terhadap kesempatan investasi. 2.3 Pengembangan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Set Kesempatan Investasi. Untuk memperkecil biaya yang timbul sehubungan dengan konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham, pemegang saham menyertakan pihak ketiga untuk menanggung biaya pengawasan tersebut. Hal ini dikenal sebagai control hypothesis, yaitu untuk memperkecil tindakan-tindakan akan menguntungkan diri sendiri yang diambil manajer, perusahaan yang memiliki aliran kas bebas yang tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang rendah akan lebih cenderung untuk memperbesar hutang, dengan logika pemanfaatan aliran kas bebas yang tersedia tersebut akan ditanamkan pada proyek-proyek yang memiliki net present value yang positif yang nantinya akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini tindakan manajer dibatasi oleh debt covenant yang ditetapkan oleh debtholders. Sebaliknya untuk perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, tidak akan ada masalah biaya keagenan yang berkaitan dengan aliras kas bebas yang tinggi (agency cost of free cash flow) karena pada perusahaan ini setiap kelebihan dana selalu dapat digunakan oleh perusahaan untuk pertumbuhannya. Myers (1977) menyatakan 17 bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi lebih cenderung untuk memperkecil tingkat hutang. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya tingkat leverage perusahaan akan semakin tinggi kemungkinan perusahaan dinyatakan bangkrut oleh debtholders jika tidak mampu membayar hutang. Menurut Myers (1977) perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi lebih cenderung tidak menambah hutang karena masalah underinvestment dan assetsubstitution. Dalam masalah underinvestment, manajer lebih cenderung tidak melakukan investasi pada proyek yang memiliki net present value positif, yang dapat meningkatkan nilai perusahaan karena debtholders merupakan pihak yang memiliki klaim yang pertama terhadap aliran kas yang diperoleh dari proyek tersebut. Selanjutnya dengan menambah hutang, aktiva yang dimiliki digunakan sebagai jaminan. Masalah asset substitution terjadi saat manajer yang oportunistik mengganti higher variance assets dengan lower variance asset, sekali hutang dikeluarkan. Perusahaan yang memiliki asset-in-place yang tinggi, masalah ini tidak terjadi karena aktiva berupa aktiva tetap dan relatif lebih mudah diawasi (Gul, 1999). Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah lebih cenderung untuk meningkatkan leverage. Berdasarkan Pecking Order Theory perusahaan cenderung menggunakan dana internal dibandingkan dengan dana eksternal. Perusahaan yang pertumbuhannya tinggi memungkinkan mempunyai kesempatan yang profitable sehingga akan mendanai invetasinya secara internal dibandingkan dengan dana eksternal. Prasetyo (2002) menguji asosiasi IOS dengan kebijakan pendanaan, kebijakan dividen dan kebijakan kompensasi, beta dan reaksi pasar. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Prasetyo menyimpulkan bahwa perusahaan tumbuh memiliki kebijakan 18 pendanaan eksternal yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan tidak tumbuh. Subekti dan Kusuma (2000) menguji IOS dengan kebijakan pendanaan dan dividen serta implikasinya pada perubahan harga saham. Peneliti merekomendasikan bahwa perusahaan tumbuh memiliki rasio debt to equity yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan tidak tumbuh. Fijrijanti dan dan Hartono (2002) melakukan analisis korelasi IOS dengan realisasi pertumbuhan, kebijakan pendanaan dan dividen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa IOS berpengaruh positif terhadap kebijakan pendanaan. Hal ini dapat dimaknai bahwa semakin tinggi IOS maka semakin rendah rasio hutang perusahaan atau semakin rendah IOS, maka semakin tinggi rasio hutang perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa : H1 : Kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi. 2.3.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Set Kesempatan Investasi Perusahaan besar dapat dengan mudah mengakses pasar modal. Kemudahan untuk mengakses ke pasar modal berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa kebijakan hutang perusahaan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan dan menyatakan adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan kebijakan hutang. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Adhi (2002) dan Elvira (2005) ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu : “perusahaan besar (large 19 firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan”. Menurut Lestari (2004) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat. Penelitian Munawir (2002) tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap risiko bisnis menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap risiko bisnis. Dengan kata lain penelitian ini membuktikan bahwa size perusahaan berpengaruh terhadap risiko investasi yang berarti pula berpengaruh terhadap return investasi. Hasil lainnya ditemukan oleh Ahmed (2001), bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaanperusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar diteliti dan dipandang dengan lebih kritis oleh para investor. Koefisien laba dan nilai buku ekuitas mempunyai perbedaan antara kelompok ukuran perusahaan. Berdasarkan penelitian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi. 2.3.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Set Kesempatan Investasi Hartono (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan menghasilkan laba, maka perusahaan akan cenderung untuk menggunakan dananya sendiri daripada sumber pendanaan dari luar. Hasil ini sejalan dengan order theory yang menyatakan bahwa perusahaan dengan yang memiliki tingkat 20 profitabilitas tinggi akan cenderung menggunakan internal fund untuk mendanai investasi - investasinya. Selain itu, dijelaskan pula hasil penelitiannya yaitu semakin tinggi tingkat profitabilitas, maka dividen payout ratio akan menjadi semakin kecil. Hal ini diduga karena perusahaan cenderung menggunakan laba ditahan untuk mendanai investasi investasinya. Pada tingkat profitabilitas yang tinggi, perusahaan mengalokasikan dividen yang rendah (Indra, 2000). Hal ini dikarenakan perusahaan mengalokasikan sebagian besar keuntungan sebagai sumber dana internal. Pada ROA tinggi dibayarkan dividen rendah karena keuntungan digunakan untuk meningkatkan laba ditahan. Dengan cara ini sumber dana internal meningkat sehingga perusahaan dapat menunda penggunaan hutang (Nuringsih, 2005). Sebaliknya jika ROA rendah maka dividen yang dibayarkan tinggi. Hal ini dilakukan karena perusahaan mengalami penurunan laba sehingga untuk menjaga reputasi di mata investor, perusahaan akan membagikan dividen besar. Berdasarkan penelitian Nuringsih (2005); Indra (2000); Hartono (2007). Berdasarkan penelitian ini menyatakan bahwa profitabilitas yang tinggi memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Sebagian dari profitabilitas tersebut akan ditanamkan lagi dalam bentuk investasi untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi. 21 Adapun kerangka pemikiran yang memperlihatkan pengaruh kebijakan hutang dan profitabilitas terhadap set kesempatan investasi, dapat dilihat dalam skema di bawah ini : Gambar 2.1 Desain Penelitian Kebijakan Utang (X1) Ukuran Perusahaan (X2) H1 (+) H2 (+) H3 (+) Profitabilitas (X3) Set Kesempatan Investasi 22 BAB III METODE PENELITIAN 3. Metode Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini terdiri atas perusahaan automotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2009 - 2012 kemudian sampel akan dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Karakteristik perusahaan yang menjadi sampel: 1. Perusahaan automotif yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009 - 2012. 2. Perusahaan tersebut telah dan masih terdaftar pada tahun 2009 atau sebelumnya. 3. Tidak memiliki ekuitas negatif lebih dari dua tahun berturut-turut selama periode 2009-2012. Jika ekuitas negatif mendominasi sampel akan menyebabkan proksi proksi tunggal IOS menjadi bias sehingga proksi gabungan IOS yang diperoleh melalui analisis faktor masih mengandung measurement dan classification error (Jones dan Sharma, 2001; Kallapur dan Trombley, 2001). 4. Perusahaan tersebut selama periode 2009-2012 mengeluarkan laporan keuangan secara konsisten dan lengkap. 23 5. Memenuhi kriteria pengelompokan sebagai perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah dan tinggi. 3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan lainnya, serta informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau nonpublikasi baik di dalam atau luar organisasi (Slamet, 2003). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data publikasi laporan keuangan tahunan perusahaan (financial report). Data ini diperoleh dari Situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). 2. Data publikasi laporan keuangan perusahan sampel. Data ini diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2009-2012. 3.3 Definisi Operasi Variabel 1. Variabel terikat (dependen) Proksi berdasarkan harga Market to book value of equity adalah rasio atau perbandingkan antara nilai buku ekuitas dibandingkan dengan nilai pasar ekuitas dan dirumuskan sebagai berikut, Lestari (2004) : Market to book value of equity = ( Jumlah saham beredar X Harga Penutupan Saham) Total Ekuitas 24 1. Variabel Bebas (independen) Variabel independen menurut Wahidahwati (2000) merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik pengaruh itu secara positif maupun negatif. Adapun tiga variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil perusahaan untuk melakukan pembiayaan melalui hutang. Kebijakan hutang sering diukur dengan debt ratio. Debt ratio adalah total hutang (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) dibagi dengan total aktiva baik aktiva lancar maupun aktiva tetap (Kieso et al. 2006). Kebijakan hutang, yang diukur dengan menggunakan debt to equity ratio. Total kewajiban Debt to Equity Ratio (DER) = Total ekuitas Keterangan : b. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Adhi (2002) dan Elvira (2005) ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Menurut Ismiyanti (2003), variabel dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang diukur dengan kapitalisasi pasar yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Size = Market Capitalization = Log. (jumlah saham beredar x harga penutupan). 25 c. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang diinvestasikan. Profitabilitas yang diukur dengan return on asset (ROA) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas asset yang dimiliki : EBIT Return On Aset (ROA) = Jumlah aktiva 3.4 Metode Analisis Data Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 16. Berikut ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan pengujian dalam penelitian ini. 3.4.1 Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis, maka data yang diperiksa dalam penelitian ini akan diuji terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi dasar. Pengujian yang dilakukan yaitu: a. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang dibuat ada yang sangat dekat hubungannya antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah yang tidak terdapat korelasi terlalu dekat antar variabel independen. Akibat terjadinya multikolinieritas, antara lain, adalah model sulit untuk melakukan prediksi atau pengestimasian. Jalan keluar dari penyakit multikolinieritas, antara lain, adalah mengeluarkan variabel independen yang menyebabkan multikolinieritas, atau menambah data baru. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat digunakan tiga cara, yaitu (Ghozali, 2005): 26 a. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individu variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (rule of thumb di atas 0,80) maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas. c. Nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF), nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance) ini menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut off yang umumnya dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10. b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas {E(µi2) = σ2} dan bukan heteroskedastisitas {E(µi2) = σi2}. Dampak dari penyakit ini adalah hasil atau konklusi dari regresi menjadi misleading. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1. Penyakit ini muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik harus bebas dari penyakit autokorelasi. Bahaya dari penyakit ini adalah overestimate R2, underestimate σ2, serta t dan F tidak valid. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya penyakit ini dapat digunakan uji Durbin-Watson (DW test) dengan langkah-langkah berikut (Ghozali, 2005) : 27 1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Ini berarti tidak ada indikasi terjadinya autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar dari pada nol. Ini berarti ada indikasi terjadi autokorelasi positif. 3. Bila nilai DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari pada nol, berarti ada indikasi terjadi autokorelasi negatif. 4. Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau nilai DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. d. Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang sama. Dengan kata lain, apakah variabel dependen dan independen berdistribusi normal. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Pada dasarnya ada dua cara untuk melakukan uji ini yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram. Jika grafik memberikan pola distribusi yang simetris (tidak menceng ke kiri atau ke kanan), maka hal ini mengindikasikan distribusi residual yang normal (Ghozali, 2005). Analisis grafik sebaiknya didukung dengan uji statistik, seperti uji nilai skewness dan kurtosis, uji one-sample K-S test. 3.4.2 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda bertujuan untuk mengetahui hubungan yang dapat bersifat fungsional 28 ataupun statistikal antara variabel kuantitatif, yang disebut variabel dependen dengan satu atau lebih variabel lainnya, yang disebut variabel independen (Gujarati, 2003). Hubungan fungsional berarti bahwa hubungan antara variabel dependen Y dan variabel independen X bersifat eksak (pasti); nilai Y secara unik ditentukan oleh nilai X yang muncul. Akan tetapi, dalam kebanyakan studi empiris, hubungan tersebut bersifat statistikal; nilai variabel dependen Y tidak secara unik ditentukan oleh nilai X yang muncul (Gujarati, 2003). Pengujian tersebut didasarkan pada persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: MVABVE = a + b 1DER + b 2SIZE + b 3ROA + e . Keterangan: MVABVA = Set kesempatan investasi a = konstanta, b 1,2 = koefisien regresi dari masing - masing variabel DER = kebijakan hutang SIZE = ukuran perusahaan ROA = profitabilitas e = kesalahan regresi. 29 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh kebijakan hutang, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap set kesempatan investasi. Penelitian ini mengambil periode pengamatan selama 4 tahun yaitu tahun 2009–2012, dimana jumalah sampel yang digunakan 64 perusahaan automotif yang listing di Bursa Efek Indonesia dengan hasil analisis sebagai berikut ini : 1. Hipotesis 1 (H1) yang diajukan adalah kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi. Hasil ini dengan t-test sebesar 0,659. Sedangkan nilai signifikan sebesar 0,513 lebih besar dari taraf signifikan pada α sebesar 0,05. Jika > 0,05 maka tidak terdukung, jika < 0,05 maka terdukung. Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi, tidak terdukung. 2. Hipotesis 2 (H2) yang diajukan adalah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi. Hasil ini dengan t-test sebesar 2,768. Sedangkan nilai signifikan sebesar 0,007 lebih kecil dari taraf signifikan pada α sebesar 0,05. Jika > 0,05 maka tidak terdukung, jika < 0,05 maka terdukung. yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh postif terhadap set kesempatan investasi, terdukung. 30 3. Hipotesis 3 (H3) yang diajukan adalah profitabilitas berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi. Hasil ini dengan t-test sebesar 0,747. Sedangkan nilai signifikan sebesar 0,458 lebih besar dari taraf signifikan pada α sebesar 0,05. Jika > 0,05 maka tidak terdukung, jika < 0,05 maka terdukung. Dengan demikian, hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi, tidak terdukung. 5.2 Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya yaitu: a. Penelitian ini hanya menggunakan satu proksi IOS (kesempatan investasi). IOS tidak dapat diobservasi langsung sehingga penggunaan hanya satu proksi unuk IOS yaitu Market to Book Value of Equity dapat menimbulkan ketidaksempurnaan pengukuran untuk IOS. b. Pemilihan sampel tidak dilakukan secara acak, tetapi dilakukan berdasarkan purpose sampling yang menyebabkan hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi. 5.3 Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian lebih lanjut sebaiknya menambah proksi IOS seperti Market to Book Value of Equity Ratio (MBVE) untuk memperkuat kemampuan prediksi model. b. Hendaknya pada penelitian yang akan datang mengembangkan variabel-varaibel lain yang mempengaruhi set kesempatan investasi karena berdasarkan hasil analisa dalam penelitian ini, menunjukkan masih banyak terdapat variabel lain yang mempengaruhi set kesempatan investasi. 31 c. Penelitian lebih lanjut dapat menggunakan sampel dari sektor industri yang lain misalnya perbankan atau pertambangan karena perbankan maupun pertambangan mempunyai spesifikasi tertentu atau dapat mengembangkan penelitian ini. Karena sektor industri perbankan dan pertambangan sangat mempengaruhi perekonomian global terutama di negara kita ini. 5.4 Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini maka berikut ini implikasi kebijakan yang dapat disarankan bagi investor : a. Investor dapat membeli saham yang memiliki rasio PBV yang tinggi karena mampu memperkecil nilai DER, dimana DER yang semakin rendah akan menyebabkan risiko investasi bagi investor makin rendah. b. Investor sebaiknya berhati-hati dalam melakukan investasi pada perusahaan dengan ukuran yang besar, perlu dikaji terlebih dahulu kebijakan hutang yang dianut perusahaan tersebut. c. Investor dapat memilih perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi agar memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. 32 Daftar Pustaka Adhi A.W. (2002), “Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Publik, Ukuran Perusahaan,EBIT/Sales, Total Hutang/Total Aset Terhadap Nilai Perusahaan Yang Telah Go Publicdan Tercatat di Bursa Efek Jakarta,” Tesis, Magister Manajemen Universitas Diponegoro(tidak dipublikasikan). Adi Prasetyo. 2002 , “ Asosiasi antara Invesment Oppotunity Set (IOS) Dengan Kebijakan Pendanaan, Kebijakan Dividen, Kebijakan Kompensasi, Beta dan Perbedaan Reaksi Pasar: Bukti Empiris Dari BEJ”, Makalah Seminar, Simposium Nasional Akuntansi V, Ikatan Akuntansi Indonesia, 878 – 906. Ahmed Riahi-Belkaoui dan R. D. Picur. 2001. The Investment Opportunity Set Dependence of Dividend Yield and Price Earnings Ratio. Managerial Finance, Vol. 27 No. 65-71. AlNajjar, Fouad, K dan Ahmed Riahi-Belkaoui. 2001. Empirical Validation of a General Model of Growth Opportunities. Managerial Finance, Vol. 27 No. 3,72-88. Bhatala, Joseph. F., Rolph E. Anderson., Ronald L. Tatham dan William C. Black. 1994. Multivariate Data Analysis, 5th edition, New Jersey: Prentince Hall. Cahan, S. F dan Mahmud Hossain. 1996. The Investment Opportunity Set and Disclosure Policy Choice: Some Malaysian Evidence. Asia Pacific Journal of Management, Vol. 13, No. 1, 65-85. Dhiva Pratamayoga. 2011. “Pengaruh Rasio Utang, Kebijakan Dividen, Profitabilitas terhadap Kesempatan Investasi”, Skripsi. Yogyakarta. D’Souza, dan A. K. Saxena. 1999. Agency Cost, Market Risk, Investment Opportunities and Dividend Policy-An international Perspective. Managerial Finance, Vol. 25 No. 6, 35-43. Fauzan. 2002. Hubungan Biaya Keagenan, Resiko Pasar dan Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Deviden. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 1, No. 2, Hal. 114-138. Fijrianti, Tettet. 2004. Investment Opportunity Set: Kontruksi Proksi dan Analisis Hubungannya dengan Kebijakan Pendanaan dan Dividen. Tesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi 4. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 33 Gul, Ferdinand. A. 1999. Government Share Ownership, Investment Opportunity Set and Corporate policy Choices in China. Pacific-Basin Finance Journal No. 7, 157172. Hartono, Jogianto. H. M. 2004. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 2, Jogjakarta: BFFE. Hossain, M., S. F. Cahan dan M. B. Adams. 2000. The Investment Opportunity Set and the Voluntary Use of Outside Directors: New Zealand Evidence. Working paper, European Business Management School. I Ketut Jati. Aziz. 2003. Relevansi Nilai Dividend Yield dan Price Earnings Ratio dengan Moderasi Investment Opportunity Set (IOS) dalam Penilaian Harga Saham. Proceedings Simposium Nasional Akuntansi Indonesia V, Ikatan Akuntan Indonesia, 575-587. Ismiyanti, Fitri dan Mahmud M. Hanafi. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen: Analisis Persamaan Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Jaggi, Bikki dan F.D. Gul. 1999. An Analysis of Joint Effects of Investment Opportunity Set, Free Cash Flow and Size on Corporate Debt Policy. Review of Quantitative Finance and Accounting, Vol. 12, 371-381. Jensen, Michael. C. 1986. Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers. AEA Papers and Proceedings, May, Vol. 76 No. 2, 323-329. Jensen, Michael C dan William H. Meckling. 1986. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol. 3, No. 4, Hal. 305-360. Jones, Steward dan Rohit Sharma. 2001. The Association Between the Investment Opportunity Set and Corporate Financing and Dividend Decisions: Some Australis Evidence. Managerial Finance, Vol 27 No. 3, 48-64. Kallapur, Sanjay dan Mark K. Trombley. 2001. The Investment Opportunity Set: Determinants, Consequences and Measurement. Managerial Finance, Vol. 27 No. 3, 3-15. Kieso, Donald E; Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield. 2006. Intermediate Accounting. International Edition. New York: John Wiley & Sons. Kusuma, T. A . 2000. “ Uji Teori Keagenan Dalam Hubungan Interdependensi Antara Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen “ Makalah Seminar, Simposium Nasional Akuntansi V, Ikatan Akuntansi Indonesia, 635 – 647. 34 Lestari, Holydia. 2004. “Pengaruh Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen, Risiko dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Set Kesempatan Investasi”. Simposium Nasional Akuntansi VII, Bali. Luthan, Elvira. 2004. Pengaruh Aliran Kas Bebas, Struktur Kepemilikan dan Kebijakan Dividen terhadap Set Kesempatan Investasi, Studi Kasus Perusahaan Manufaaktur di BEJ. Tesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. McLelland, M. J. 2001. Investment Opportunity Sets, Accounting-Based Regulatory Contracts, and Accounting Discretion. Managerial Finance, Vol. 27 No. 3, 16-30. Munawir, Putu Anom dan Jogiyanto Hartono. 2002. Uji Teori Keagenan dalam Hubungan Interpendensi antara Kebijakan Hutang dengan Kebijakan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi V. Semarang. Myers, S. C. 1977. Determininants of Corporate Borrowing. Journal of Financial Economics, No. 5, 147-175. Nuringsih. 2005. Simultanitas dan “Trade Off” Pengambilan Keputusan Finansial dalam Mengurangi Konflik Agensi: Peran dari Corporate Ownership. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Skinner, Douglas J. 1993. The Investment Opportunity Set and Accounting Procedure Choice. Journal of Accounting and Economics, Vol. 16. 407-445. Slamet, Sugiri dan Syukri Abdullah. 2003. Pengaruh Free Cash flow, Set Kesempatan Investasi, dan Leverage Financial terhadap Manajemen Laba. Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha Yogyakarta, No. 28,11-24. Subekti Imam dan Indra Kusuma, 2000, Asosiasi antara Set Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Dividen Perusahaan, serta Implikasinya pada Perubahan Harga Saham, SNA III, 2000. Suwaldiman, Aziz, 2007.”Analisis Simultan Antara Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas dan Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur di Indonesia”, Jurnal Ekonomi STIE.Surakarta. Wahidahwati. 2000, “ Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institutional pada Kebijakann Hutang Perusahaan : Sebuah Perspektif Theory Agency “ , Jurnal Riset Akuntansi, Vol. 5, No. 1 – 16. Yuniningsih. 2002; Interdependensi Antara Kebijakan Dividen Payout Ratio, Financial Leverage dan Investasi Pada pserusahaan Manufaktur Yang Listed di Bursa Efek Jakarta; Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol 9. No.2 September 2002 Hal 154-182.