Daftar Pustaka

advertisement
1
ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN DAN
PROFITABILITAS TERHADAP SET KESEMPATAN INVESTASI
(Studi Empiris pada Perusahaan Automotif yang terdaftar di BEI periode 20092012)
(SKRIPSI)
NAMA
: Poltak Manurung
NPM
: 0741031071
EMAIL
: [email protected]
NO. HP
: 08978950431
PEMBIMBING I
: Lindrianasari, S.E., M.Si., Ph.D., Akt
PEMBIMBING II
: Ninuk Dewi Kesumaningrum, S.E., M.Sc., Akt
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013
2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh kebijakan hutang, ukuran
perusahaan dan profitabilitas terhadap set kesempatan investasi yang diukur dengan
Market to book value of equity, dengan menggunakan data yang terdiri dari 64
perusahaan yang terdapat dalam Bursa Efek Indonesia.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan publik yang terdaftar Dalam Bursa
Efek Indonesia dengan perusahaan automotif sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah uji
asumsi klasik dan untuk uji hipotesis menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh
positif terhadap set kesempatan investasi, tidak terdukung. Ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi, terdukung. Dan profitabilitas
berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi , tidak terdukung.
Kata kunci : kebijakan hutang, ukuran perusahaan, profitabilitas, set kesempatan
investasi.
3
ABSTRAK
The research aims to analye debt policy, firm size and profitability on investment
opportunity set which occured by market to book value of equity, listed in Indonesia
Stock Exchange.
Population of this research is listed public company at Indonesia Stock Exchange
with automotif company as sample. Sampling method uses purposive sampling method.
Data analysis technique uses classic assumption test and hypothesis test uses
multiplegression analysis.
The results of this research indicate that the debt policy has a positive effect on
investment opportunity set, not supported. Firm size has a positive effect on investment
opportunity set, supported. Profitability has a positive effect on investment opportunity
set, not supported
Keywords: debt policy, firm size, profitability and investment opportunity.
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan kebijakan hutang, kebijakan dividen, risiko, ukuran perusahaan dan
profitabilitas dengan set kesempatan investasi menarik beberapa peneliti. Set
kesempatan investasi merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva
yang dimiliki (asset-in place) dan pilihan pertumbuhan (growth option) pada masa
yang akan datang (Kusuma, 2000). Menurut Kusuma (2000) set kesempatan investasi
merupakan nilai perusahan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran
yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang, yang pada saat ini merupakan
pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar.
Komponen dari nilai perusahaan merupakan hasil dari pilihan-pilihan untuk membuat
investasi di masa yang akan datang adalah merupakan set kesempatan investasi.
Set kesempatan investasi dipengaruhi oleh seberapa besar hutang yang digunakan
dalam struktur modal. Karena penggunaan modal saham atau hutang memiliki
konsekuensi masing-masing. Penggunaan saham yang terlalu banyak dengan
mengabaikan pemanfaatan hutang berdampak pada tingginya kewajiban bagi
perusahaan untuk membayarkan dividen. Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan
bagi perusahaan untuk memanfaatkan laba untuk kepentingan pertumbuhan apabila
pemegang saham tidak menghendaki, Fijrianti dan Hartono (2004). Demikian juga
5
sebaliknya, apabila perusahaan 100% menggunakan hutang, maka perusahaan akan
menanggung beban kewajiban kepada kreditur yang tinggi.
Penelitian ini akan menguji pengaruh antara kebijakan hutang, ukuran perusahaan dan
profitabilitas terhadap set kesempatan investasi pada perusahaan-perusahaan
Automotif di Indonesia dengan menggunakan proksi tunggal set kesempatan investasi
yaitu rasio nilai pasar dengan nilai buku ekuitas. Proksi Rasio nilai pasar dengan nilai
buku ekuitas, tobin q, rasio perubahan modal dengan harga pasar perusahaan dan rasio
nilai perusahaan terhadap nilai buku aktiva tetap. Proksi gabungan dapat mengurangi
kesalahan dalam pengukuran, karena dengan menggunakan proksi tunggal,
dikhawatirkan akan mengakibatkan measurement dan classification error karena set
kesempatan investasi tidak dapat diamati dan diukur dengan proksi tunggal (Jones dan
Sharma, 2001).
Untuk membedakan penelitian dan replika sebelumnya oleh Pratamayoga (2011) maka
judul penelitian ini adalah “ ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN HUTANG,
UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP SET
KESEMPATAN INVESTASI “ (Studi empiris pada perusahaan Automotif yang
Listing di BEI periode 2009 – 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya terhadap perbedaan
akan hasil peneliti dan fenomena gap atas penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan
masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah:
6
1. Bagaimana pengaruh kebijakan hutang perusahaan yang tingkat pertumbuhannya
berhubungan dengan set kesempatan investasi (IOS) ?
2. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan berhubungan dengan set kesempatan
investasi (IOS) ?
3. Bagaimana pengaruh profitabilitas perusahaan berhubungan dengan set
kesempatan investasi (IOS) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Menemukan bukti empiris pengaruh kebijakan hutang terhadap set kesempatan
investasi pada perusahaan automotif yang terdaftar di BEI.
2. Menemukan bukti empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap set kesempatan
investasi pada perusahaan automotif yang terdaftar di BEI.
3. Menemukan bukti empiris pengaruh profitabilitas terhadap set kesempatan
investasi pada perusahaan automotif yang terdaftar di BEI.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi pihak perusahaan, hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada
suatu perusahaan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan keuangan yang baik,
terutama kebijakan hutang dan profitabilitas perusahaan yang diharapkan
mengurangi konflik keagenan.
7
2. Bagi Investor, hasil penelitian dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan investor terkait dengan set kesempatan investasi yang
mempengaruhi pertumbuhan perusahaan tersebut.
3. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam
literatur penelitian di Indonesia, khususnya di bidang Akuntansi keuangan.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Teori Keagenan (Agency theory)
Agency Theory adalah teori yang menjelaskan agency relationship dan masalahmasalah yang ditimbulkannya (Jensen dan Meckling, 1986). Agency relationship
merupakan hubungan antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai
prinsipal/pemberi amanat dan pihak kedua disebut agen yang bertindak sebagai
perantara yang mewakili prinsipal dalam melakukan transaksi dengan pihak ketiga.
Pada agency theory yang disebut prinsipal adalah pemegang saham dan yang
dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Pihak prinsipal
tersebut memberi kewenangan kepada agen untuk melakukan transaksi atas nama
prinsipal dan diharapkan dapat membuat keputusan terbaik bagi prinsipalnya (Hartono,
2004).
Biaya keagenan dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu (1) Monitoring Costs, yang
merupakan biaya untuk memonitor perilaku manajer, (2) Bonding Costs, yang
merupakan biaya untuk membentuk mekanisme untuk menjamin bahwa manajer akan
bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, (3) Residual Loss, yang
9
merupakan biaya untuk mendorong manajer bertindak sesuai dengan kemampuannya
untuk kepentingan pemegang saham.
Dalam perusahaan yang telah go public, agency relationship dicerminkan oleh
hubungan antara investor dan manajemen perusahaan. Persoalannya adalah diantara
kedua pihak tersebut seringkali terjadi perbedaan kepentingan. Perbedaan tersebut
mengakibatkan keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan kurang
mengakomodasi kepentingan pihak pemegang saham. Hal inilah biasa dikenal dengan
agency problem (masalah keagenan). Masalah keagenan dapat muncul jika manajer
suatu perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham biasa perusahaan tersebut.
Jika perusahaan berbentuk perseorangan dan dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka
dapat diasumsikan bahwa manajer atau pemilik tersebut akan mengambil setiap
tindakan yang mungkin untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam
bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan fasilitas eksekutif seperti tunjangan,
kantor yang mewah, fasilitas transportasi dan sebagainya. (Suwaldiman, 2007 dan
Aziz, 2007). Akan tetapi, jika manajer atau pemilik tersebut mengurangi hak
kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian sahamnya kepada
pihak lain (pihak luar), maka pertentangan kepentingan bisa segera muncul.
2.1.2
Set Kesempatan Investasi
Set kesempatan investasi merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi
aktiva yang dimiliki (asset-in-place) dan pilihan pertumbuhan (growth option) pada
masa yang akan datang (Myers, 1977). Menurut Kallapur dan Trombley (2001)
pertumbuhan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size, sementara
set kesempatan investasi merupakan opsi untuk berinvestasi dalam proyek yang
10
memiliki net present value yang positif. Menurut kedua peneliti tersebut, set
kesempatan investasi juga meningkatkan size perusahaan, sedangkan tidak semua
growth opportunities memiliki net present value yang positif.
Set kesempatan investasi menunjukkan investasi perusahaan atau opsi pertumbuhan.
Nilai opsi pertumbuhan tersebut tergantung pada discretionary expenditure manajer
(Myers, 1977). Opsi pertumbuhan tersebut bisa berupa investasi tradisional atau
discretionary expenditure yang diperlukan untuk kesuksesan perusahaan seperti
penelitian dan pengembangan teknologi baru (Jones dan Sharma, 2001). Ada beberapa
proksi yang digunakan untuk mengukur set kesempatan investasi, yang dapat
dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu proksi berdasarkan harga, proksi
berdasarkan investasi dan variances measures.
Al Najjar dan Belkaoui (2001) menyatakan hubungan antara reputasi perusahaan,
multinasionalitas, size dan profitabilitas dengan set kesempatan investasi adalah positif
dan berhubungan negatif dengan leverage dan risiko sistematik. Cahan dan Hossain
(1996) menunjukkan manajer-manajer perusahaan yang memiliki set kesempatan
investasi yang tinggi lebih termotivasi untuk mengungkapkan lebih banyak infomasi
yang berkaitan dengan prospek perusahaan di masa datang, hal ini karena manajer
tersebut berkomitmen terhadap hal-hal tertentu dan membatasi pertimbangan
manajerial di masa datang yang berkaitan dengan aliran kas bebas yang dimiliki
perusahaan.
Luthan (2004) menggunakan empat proksi tunggal IOS yaitu rasio tambahan modal
saham dengan nilai buku total aktiva, rasio tambahan modal saham dengan total
hutang dan nilai pasar perusahaan, rasio Tobin Q, rasio nilai buku aktiva tetap dengan
nilai buku total aktiva dengan sampel perusahaan manufaktur Indonesia menyatakan
11
bahwa aliran kas bebas, struktur kepemilikan dan kebijakan dividen hanya signifikan
dengan tiga proksi kecuali tobin Q.
Faktor utama yang menentukan set kesempatan investasi adalah faktor industri seperti
rintangan untuk masuk dan daur hidup produk. Faktor ini memungkinkan perusahaan
untuk membuat investasi yang dapat meningkatkan rintangan untuk masuk (subsidi
modal untuk tenaga kerja yang merupakan hasil dari skala ekonomi (Kallapur dan
Trombley, 2001) dalam Lestari (2004). Proksi pertumbuhan dengan nilai set
kesempatan investasi yang telah digunakan oleh para peneliti secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada faktor-faktor yang
digunakan dalam mengukur nilai-nilai set kesempatan investasi tersebut. Klasifikasi
nilai set kesempatan investasi ini telah digunakan oleh Kallapur dan Trombley (2001)
Fijrianti dan Hartono (2004), dalam melakukan studinya. Klasifikasi set kesempatan
investasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Proksi berdasarkan harga
Proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang tumbuh dari suatu
perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang tumbuh akan
mempunyai nilai pasar yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva
riilnya (asset-in place).
b. Proksi berdasarkan investasi (investment-based proxies)
Proksi ini percaya pada gagasan bahwa satu level kegiatan investasi yang tinggi
berkaitan secara positif pada nilai set kesempatan investasi suatu perusahaan.
Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi pada masa
berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan.
12
c. Proksi berdasarkan varian (varian measures)
Proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika
menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang
tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva.
2.1.3
Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil perusahaan untuk melakukan
pembiayaan melalui hutang. Kebijakan hutang sering diukur dengan debt ratio. Debt
ratio adalah total hutang (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) dibagi
dengan total aktiva baik aktiva lancar maupun aktiva tetap, (Kieso et al. 2006). Rasio
ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk perusahaan dalam rangka
menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio menunjukkan semakin
besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditor) dan
semakin besar biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar perusahaan. Hal ini akan
berdampak pada profitabilitas perusahaan karena sebagian pendapatan digunakan
untuk membayar hutang.
Menurut (Hanafi, 2003), semakin banyak pemegang saham dengan proporsi
kepemilikan yang semakin kecil (tidak ada suara mayoritas) maka kemampuan
monitoring pemegang saham tidak efektif. Oleh karena itu, diperlukan adanya pihak
ketiga yang membantu pemegang saham dalam monitoring dan bonding manajemen
yaitu debt holders (kreditor) untuk mengurangi agency cost of equity. Ditinjau dari free
cash flow hypotesis, bila perusahaan mempunyai cukup banyak cash flow dalam
perusahaan maka dengan pengawasan yang tidak efektif dari pemegang saham akan
menciptakan tindakan manajemen untuk menggunakan cash flow tersebut demi
13
kepentingan sendiri. Kebijakan hutang lebih efektif dalam mengurangi agency cost of
equity karena adanya pertanggung jawaban yang sah (legal liability) dari manajemen
untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor yang terkait dengan biaya
kebangkrutan. Dividen di satu sisi tidak mempunyai legal liability kepada pemegang
saham kalau perusahaan tidak mampu membayarkan dividen.
2.1.4
Ukuran Perusahaan
Perusahaan besar dapat mengakses pasar modal. Karena kemudahan tersebut maka
berarti bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan
dana. Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat
dari besarnya nilai equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu
perusahaan (Subekti, 2000). Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi
rendahnya aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu
perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya. Dengan demikian, ukuran
perusahaan juga dapat dikaitkan dengan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh
perusahaan (Yuningsih, 2002). Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan akan
berpengaruh terhadap struktur modal, semakin besar perusahaan maka akan semakin
besar pula dana yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan investasi. Semakin
besar ukuran suatu perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal asing juga
semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar membutuhkan dana yang
besar pula untuk menunjang operasionalnya, dan salah satu alternatif pemenuhannya
adalah dengan modal asing apabila modal sendiri tidak mencukupi.
Menurut Haruman (2008) ukuran perusahaan (SIZE) berhubungan dengan fleksibilitas
dan kemampuan untuk mendapatkan dana dan memperoleh laba dengan melihat
14
pertumbuhan penjualan perusahaan. Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan
lebih mudah memasuki pasar modal sehingga dengan kesempatan ini perusahaan
membayar dividen besar kepada pemegang saham. Perusahaan yang memiliki aset
besar cenderung membayar dividen besar untuk menjaga reputasi di kalangan investor
aktual maupun potensial. Tindakan ini dilakukan untuk memudahkan perusahaan
memasuki pasar modal apabila berencana melakukan emisi saham baru. Selain
menggunakan natural logaritma of sales, proksi ukuran perusahaan dapat
menggunakan natural log total asset atau natural log capitalization.
2.1.5
Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari
modal yang diinvestasikan. Pihak manajemen akan membayarkan dividen untuk
memberi sinyal mengenai keberhasilan perusahaan dengan membukukan profit
(Holydia, 2004). Tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan
meningkatkan daya saing antar perusahaan. Perusahaan yang memperoleh tingkat
keuntungan yang tinggi akan membuka lini atau cabang yang baru serta memperbesar
investasi atau membuka investasi baru terkait dengan perusahaan induknya. Tingkat
keuntungan yang tinggi menandakan pertumbuhan perusahaan pada masa mendatang.
Sinyal tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar
dividen merupakan fungsi dari keuntungan. Dengan demikian profitabilitas mutlak
diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayarkan dividen. Profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang
diinvestasikan. Untuk mengukur profitabilitas menggunakan dua rasio, yaitu:
a. Return On Invesment (ROI)
15
ROI merupakan tingkat pengembalian investasi atas investasi perusahaan pada
aktiva. ROI sering disebut juga Return On Assets (ROA).
b. Return On Equity (ROE)
ROE merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Ekuitas
pemilik adalah jumlah aktiva bersih perusahaan. Penelitian yang dilakukan
menggunakan ROA sebagai ukuran profitabilitas perusahaan (Nuringsih, 2005).
2.2 Penelitian terdahulu
Sebagai pembanding, akan dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki
kemiripan konsep dengan penelitian ini, diantaranya :
a. Hasnawati (2005) melakukan penelitian mengenai dampak set kesempatan investasi
(IOS) terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan nilai perusahaan sebagai
variabel dependennya dan keputusan investasi sebagai variabel independennya. Hasil
dalam penelitian ini menunjukan bahwa keputusan investasi berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor
lain.
b. Adi Prasetyo (2002) dalam penelitiannya menguji hubungan set kesempatan
investasi (IOS) dengan kebijakan hutang. IOS menunjukkan perusahaan yang
pertumbuhannya tinggi mempunyai kebijakan hutang yang rendah. Hali ini
menemukan bukti bahwa pada perusahaan yang mempunyai kesempatan untuk
lebih besar mempunyai debt to equity yang lebih rendah dalam kebijakan struktur
modalnya karena pendanaan modal sendiri cenderung mengurangi masalahmasalah agensi yang potensial berasosiasi dengan free cash flow perusahaan.
c. Dhiva Pratama Yoga (2011) dalam penelitiannya menguji pengaruh rasio hutang,
profitabilitas, kebijakan dividen terhadap set kesempatan investasi. Dalam
16
penelitian tersebut menemukan adanya masalah rendahnya investasi pada
perusahaan automotiv. Penurunan investasi dipangaruhi oleh faktor kesempatan
investasi dan menjadikan investor berfikir untuk menanamkan sahamnya di
perusahaan tersebut. Hasil menyimpulkan bahwa variabel rasio hutang tidak
memberikan kontribusi terhadap kesempatan investasi. Variabel profitabilitas tidak
memberikan kontribusi terhadap kesempatan investasi. Variabel dividen tidak
memberikan kontribusi terhadap kesempatan investasi.
2.3 Pengembangan Hipotesis
2.3.1
Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Set Kesempatan Investasi.
Untuk memperkecil biaya yang timbul sehubungan dengan konflik kepentingan antara
manajer dan pemegang saham, pemegang saham menyertakan pihak ketiga untuk
menanggung biaya pengawasan tersebut. Hal ini dikenal sebagai control hypothesis,
yaitu untuk memperkecil tindakan-tindakan akan menguntungkan diri sendiri yang
diambil manajer, perusahaan yang memiliki aliran kas bebas yang tinggi dengan
tingkat pertumbuhan yang rendah akan lebih cenderung untuk memperbesar hutang,
dengan logika pemanfaatan aliran kas bebas yang tersedia tersebut akan ditanamkan
pada proyek-proyek yang memiliki net present value yang positif yang nantinya akan
meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini tindakan manajer dibatasi oleh debt
covenant yang ditetapkan oleh debtholders.
Sebaliknya untuk perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, tidak
akan ada masalah biaya keagenan yang berkaitan dengan aliras kas bebas yang tinggi
(agency cost of free cash flow) karena pada perusahaan ini setiap kelebihan dana selalu
dapat digunakan oleh perusahaan untuk pertumbuhannya. Myers (1977) menyatakan
17
bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi lebih cenderung untuk
memperkecil tingkat hutang. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya tingkat
leverage perusahaan akan semakin tinggi kemungkinan perusahaan dinyatakan
bangkrut oleh debtholders jika tidak mampu membayar hutang.
Menurut Myers (1977) perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi
lebih cenderung tidak menambah hutang karena masalah underinvestment dan assetsubstitution. Dalam masalah underinvestment, manajer lebih cenderung tidak
melakukan investasi pada proyek yang memiliki net present value positif, yang dapat
meningkatkan nilai perusahaan karena debtholders merupakan pihak yang memiliki
klaim yang pertama terhadap aliran kas yang diperoleh dari proyek tersebut.
Selanjutnya dengan menambah hutang, aktiva yang dimiliki digunakan sebagai
jaminan. Masalah asset substitution terjadi saat manajer yang oportunistik mengganti
higher variance assets dengan lower variance asset, sekali hutang dikeluarkan.
Perusahaan yang memiliki asset-in-place yang tinggi, masalah ini tidak terjadi karena
aktiva berupa aktiva tetap dan relatif lebih mudah diawasi (Gul, 1999). Perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan yang rendah lebih cenderung untuk meningkatkan
leverage.
Berdasarkan Pecking Order Theory perusahaan cenderung menggunakan
dana internal dibandingkan dengan dana eksternal. Perusahaan yang pertumbuhannya
tinggi memungkinkan mempunyai kesempatan yang profitable sehingga akan
mendanai invetasinya secara internal dibandingkan dengan dana eksternal. Prasetyo
(2002) menguji asosiasi IOS dengan kebijakan pendanaan, kebijakan dividen dan
kebijakan kompensasi, beta dan reaksi pasar. Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan Prasetyo menyimpulkan bahwa perusahaan tumbuh memiliki kebijakan
18
pendanaan eksternal yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan tidak tumbuh.
Subekti dan Kusuma (2000) menguji IOS dengan kebijakan pendanaan dan dividen
serta implikasinya pada perubahan harga saham. Peneliti merekomendasikan bahwa
perusahaan tumbuh memiliki rasio debt to equity yang lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan tidak tumbuh.
Fijrijanti dan dan Hartono (2002) melakukan analisis korelasi IOS dengan realisasi
pertumbuhan, kebijakan pendanaan dan dividen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa
IOS berpengaruh positif terhadap kebijakan pendanaan. Hal ini dapat dimaknai bahwa
semakin tinggi IOS maka semakin rendah rasio hutang perusahaan atau semakin
rendah IOS, maka semakin tinggi rasio hutang perusahaan. Berdasarkan hal tersebut
dapat dinyatakan bahwa :
H1 : Kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi.
2.3.2
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Set Kesempatan Investasi
Perusahaan besar dapat dengan mudah mengakses pasar modal. Kemudahan untuk
mengakses ke pasar modal berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan
untuk mendapatkan dana. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa kebijakan
hutang perusahaan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan dan menyatakan adanya
hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan kebijakan hutang.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil
perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham,
dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Adhi (2002) dan Elvira (2005) ukuran
perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu : “perusahaan besar (large
19
firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm).
Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan”. Menurut
Lestari (2004) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar
memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang
lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah
dan masyarakat.
Penelitian Munawir (2002) tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap risiko bisnis
menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap risiko
bisnis. Dengan kata lain penelitian ini membuktikan bahwa size perusahaan berpengaruh
terhadap risiko investasi yang berarti pula berpengaruh terhadap return investasi. Hasil
lainnya ditemukan oleh Ahmed (2001), bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar
memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaanperusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar diteliti dan dipandang
dengan lebih kritis oleh para investor. Koefisien laba dan nilai buku ekuitas mempunyai
perbedaan antara kelompok ukuran perusahaan.
Berdasarkan penelitian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi.
2.3.3
Pengaruh Profitabilitas terhadap Set Kesempatan Investasi
Hartono (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin tinggi kemampuan
perusahaan menghasilkan laba, maka perusahaan akan cenderung untuk menggunakan
dananya sendiri daripada sumber pendanaan dari luar. Hasil ini sejalan dengan order
theory yang menyatakan bahwa perusahaan dengan yang memiliki tingkat
20
profitabilitas tinggi akan cenderung menggunakan internal fund untuk mendanai
investasi - investasinya. Selain itu, dijelaskan pula hasil penelitiannya yaitu semakin
tinggi tingkat profitabilitas, maka dividen payout ratio akan menjadi semakin kecil.
Hal ini diduga karena perusahaan cenderung menggunakan laba ditahan untuk
mendanai investasi investasinya. Pada tingkat profitabilitas yang tinggi, perusahaan
mengalokasikan dividen yang rendah (Indra, 2000). Hal ini dikarenakan perusahaan
mengalokasikan sebagian besar keuntungan sebagai sumber dana internal.
Pada ROA tinggi dibayarkan dividen rendah karena keuntungan digunakan untuk
meningkatkan laba ditahan. Dengan cara ini sumber dana internal meningkat sehingga
perusahaan dapat menunda penggunaan hutang (Nuringsih, 2005). Sebaliknya jika
ROA rendah maka dividen yang dibayarkan tinggi. Hal ini dilakukan karena
perusahaan mengalami penurunan laba sehingga untuk menjaga reputasi di mata
investor, perusahaan akan membagikan dividen besar. Berdasarkan penelitian
Nuringsih (2005); Indra (2000); Hartono (2007).
Berdasarkan penelitian ini menyatakan bahwa profitabilitas yang tinggi memberikan
sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Sebagian dari
profitabilitas tersebut akan ditanamkan lagi dalam bentuk investasi untuk
meningkatkan nilai perusahaan, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi.
21
Adapun kerangka pemikiran yang memperlihatkan pengaruh kebijakan hutang dan
profitabilitas terhadap set kesempatan investasi, dapat dilihat dalam skema di bawah
ini :
Gambar 2.1
Desain Penelitian
Kebijakan
Utang
(X1)
Ukuran
Perusahaan
(X2)
H1 (+)
H2 (+)
H3 (+)
Profitabilitas
(X3)
Set Kesempatan
Investasi
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.
Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini terdiri atas perusahaan automotif yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia untuk periode 2009 - 2012 kemudian sampel akan dipilih berdasarkan
metode purposive sampling. Karakteristik perusahaan yang menjadi sampel:
1. Perusahaan automotif yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama tahun
2009 - 2012.
2. Perusahaan tersebut telah dan masih terdaftar pada tahun 2009 atau sebelumnya.
3. Tidak memiliki ekuitas negatif lebih dari dua tahun berturut-turut selama periode
2009-2012. Jika ekuitas negatif mendominasi sampel akan menyebabkan proksi proksi tunggal IOS menjadi bias sehingga proksi gabungan IOS yang diperoleh
melalui analisis faktor masih mengandung measurement dan classification error
(Jones dan Sharma, 2001; Kallapur dan Trombley, 2001).
4. Perusahaan tersebut selama periode 2009-2012 mengeluarkan laporan keuangan
secara konsisten dan lengkap.
23
5. Memenuhi kriteria pengelompokan sebagai perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan rendah dan tinggi.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang
dikumpulkan dari data yang diterbitkan dalam jurnal statistik dan lainnya, serta
informasi yang tersedia dari sumber publikasi atau nonpublikasi baik di dalam atau
luar organisasi (Slamet, 2003). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Data publikasi laporan keuangan tahunan perusahaan (financial report).
Data ini diperoleh dari Situs Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).
2.
Data publikasi laporan keuangan perusahan sampel. Data ini diperoleh dari
Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2009-2012.
3.3 Definisi Operasi Variabel
1.
Variabel terikat (dependen)
Proksi berdasarkan harga Market to book value of equity adalah rasio atau
perbandingkan antara nilai buku ekuitas dibandingkan dengan nilai pasar ekuitas
dan dirumuskan sebagai berikut, Lestari (2004) :
Market to book value of equity
= ( Jumlah saham beredar X Harga Penutupan Saham)
Total Ekuitas
24
1.
Variabel Bebas (independen)
Variabel independen menurut Wahidahwati (2000) merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi variabel dependen, baik pengaruh itu secara positif maupun negatif.
Adapun tiga variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
a.
Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil perusahaan untuk melakukan
pembiayaan melalui hutang. Kebijakan hutang sering diukur dengan debt
ratio. Debt ratio adalah total hutang (baik hutang jangka pendek maupun jangka
panjang) dibagi dengan total aktiva baik aktiva lancar maupun aktiva tetap (Kieso et
al. 2006). Kebijakan hutang, yang diukur dengan menggunakan debt to equity ratio.
Total kewajiban
Debt to Equity Ratio (DER)
=
Total ekuitas
Keterangan :
b.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil
perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham,
dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Adhi (2002) dan Elvira (2005) ukuran
perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm),
perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Menurut
Ismiyanti (2003), variabel dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang diukur
dengan kapitalisasi pasar yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Size = Market Capitalization = Log. (jumlah saham beredar x harga
penutupan).
25
c.
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari
modal yang diinvestasikan. Profitabilitas yang diukur dengan return on asset (ROA)
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas asset yang
dimiliki :
EBIT
Return On Aset (ROA)
=
Jumlah aktiva
3.4 Metode Analisis Data
Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 16. Berikut ini
akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan pengujian dalam penelitian ini.
3.4.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis, maka data yang diperiksa dalam
penelitian ini akan diuji terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi dasar. Pengujian yang
dilakukan yaitu:
a.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang dibuat ada
yang sangat dekat hubungannya antar variabel independen. Model regresi yang baik
adalah yang tidak terdapat korelasi terlalu dekat antar variabel independen. Akibat
terjadinya multikolinieritas, antara lain, adalah model sulit untuk melakukan prediksi
atau pengestimasian. Jalan keluar dari penyakit multikolinieritas, antara lain, adalah
mengeluarkan variabel independen yang menyebabkan multikolinieritas, atau
menambah data baru.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat
digunakan tiga cara, yaitu (Ghozali, 2005):
26
a.
Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi,
tetapi secara individu variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
b.
Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel
independen ada korelasi yang cukup tinggi (rule of thumb di atas 0,80) maka hal
ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.
c.
Nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF), nilai tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance) ini
menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut off yang umumnya
dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10.
b.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas {E(µi2) = σ2} dan bukan
heteroskedastisitas {E(µi2) = σi2}. Dampak dari penyakit ini adalah hasil atau konklusi
dari regresi menjadi misleading.
c.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1. Penyakit ini
muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.
Model regresi yang baik harus bebas dari penyakit autokorelasi. Bahaya dari penyakit
ini adalah overestimate R2, underestimate σ2, serta t dan F tidak valid.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya penyakit ini dapat digunakan uji Durbin-Watson
(DW test) dengan langkah-langkah berikut (Ghozali, 2005) :
27
1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka
koefisien autokorelasi sama dengan nol. Ini berarti tidak ada indikasi terjadinya
autokorelasi.
2. Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound (dl), maka
koefisien autokorelasi lebih besar dari pada nol. Ini berarti ada indikasi terjadi
autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil
dari pada nol, berarti ada indikasi terjadi autokorelasi negatif.
4. Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau nilai DW
terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
d.
Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang
sama. Dengan kata lain, apakah variabel dependen dan independen berdistribusi
normal. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi data normal
atau mendekati normal. Pada dasarnya ada dua cara untuk melakukan uji ini yaitu
dengan analisis grafik dan uji statistik.
Cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik
histogram. Jika grafik memberikan pola distribusi yang simetris (tidak menceng ke kiri
atau ke kanan), maka hal ini mengindikasikan distribusi residual yang normal
(Ghozali, 2005). Analisis grafik sebaiknya didukung dengan uji statistik, seperti uji
nilai skewness dan kurtosis, uji one-sample K-S test.
3.4.2 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan analisis regresi berganda. Analisis regresi
berganda bertujuan untuk mengetahui hubungan yang dapat bersifat fungsional
28
ataupun statistikal antara variabel kuantitatif, yang disebut variabel dependen dengan
satu atau lebih variabel lainnya, yang disebut variabel independen (Gujarati, 2003).
Hubungan fungsional berarti bahwa hubungan antara variabel dependen Y dan variabel
independen X bersifat eksak (pasti); nilai Y secara unik ditentukan oleh nilai X yang
muncul. Akan tetapi, dalam kebanyakan studi empiris, hubungan tersebut bersifat
statistikal; nilai variabel dependen Y tidak secara unik ditentukan oleh nilai X yang
muncul (Gujarati, 2003).
Pengujian tersebut didasarkan pada persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
MVABVE = a + b 1DER + b 2SIZE + b 3ROA + e .
Keterangan:
MVABVA
= Set kesempatan investasi
a
= konstanta,
b 1,2
= koefisien regresi dari masing - masing variabel
DER
= kebijakan hutang
SIZE
= ukuran perusahaan
ROA
= profitabilitas
e
= kesalahan regresi.
29
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh kebijakan hutang, ukuran perusahaan
dan profitabilitas terhadap set kesempatan investasi. Penelitian ini mengambil periode
pengamatan selama 4 tahun yaitu tahun 2009–2012, dimana jumalah sampel yang
digunakan 64 perusahaan automotif yang listing di Bursa Efek Indonesia dengan hasil
analisis sebagai berikut ini :
1. Hipotesis 1 (H1) yang diajukan adalah kebijakan hutang berpengaruh positif
terhadap set kesempatan investasi. Hasil ini dengan t-test sebesar 0,659.
Sedangkan nilai signifikan sebesar 0,513 lebih besar dari taraf signifikan pada α
sebesar 0,05. Jika > 0,05 maka tidak terdukung, jika < 0,05 maka terdukung.
Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kebijakan hutang
berpengaruh positif terhadap set kesempatan investasi, tidak terdukung.
2. Hipotesis 2 (H2) yang diajukan adalah ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap set kesempatan investasi. Hasil ini dengan t-test sebesar 2,768.
Sedangkan nilai signifikan sebesar 0,007 lebih kecil dari taraf signifikan pada α
sebesar 0,05. Jika > 0,05 maka tidak terdukung, jika < 0,05 maka terdukung. yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh postif terhadap set
kesempatan investasi, terdukung.
30
3. Hipotesis 3 (H3) yang diajukan adalah profitabilitas berpengaruh positif terhadap
set kesempatan investasi. Hasil ini dengan t-test sebesar 0,747. Sedangkan nilai
signifikan sebesar 0,458 lebih besar dari taraf signifikan pada α sebesar 0,05. Jika
> 0,05 maka tidak terdukung, jika < 0,05 maka terdukung. Dengan demikian,
hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap set kesempatan investasi, tidak terdukung.
5.2 Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya yaitu:
a. Penelitian ini hanya menggunakan satu proksi IOS (kesempatan investasi). IOS
tidak dapat diobservasi langsung sehingga penggunaan hanya satu proksi unuk
IOS yaitu Market to Book Value of Equity dapat menimbulkan
ketidaksempurnaan pengukuran untuk IOS.
b. Pemilihan sampel tidak dilakukan secara acak, tetapi dilakukan berdasarkan
purpose sampling yang menyebabkan hasil penelitian ini tidak dapat
digeneralisasi.
5.3 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Penelitian lebih lanjut sebaiknya menambah proksi IOS seperti Market to Book
Value of Equity Ratio (MBVE) untuk memperkuat kemampuan prediksi model.
b. Hendaknya pada penelitian yang akan datang mengembangkan variabel-varaibel
lain yang mempengaruhi set kesempatan investasi karena berdasarkan hasil
analisa dalam penelitian ini, menunjukkan masih banyak terdapat variabel lain
yang mempengaruhi set kesempatan investasi.
31
c. Penelitian lebih lanjut dapat menggunakan sampel dari sektor industri yang lain
misalnya perbankan atau pertambangan karena perbankan maupun pertambangan
mempunyai spesifikasi tertentu atau dapat mengembangkan penelitian ini. Karena
sektor industri perbankan dan pertambangan sangat mempengaruhi perekonomian
global terutama di negara kita ini.
5.4 Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini maka berikut ini implikasi
kebijakan yang dapat disarankan bagi investor :
a. Investor dapat membeli saham yang memiliki rasio PBV yang tinggi karena
mampu memperkecil nilai DER, dimana DER yang semakin rendah akan
menyebabkan risiko investasi bagi investor makin rendah.
b. Investor sebaiknya berhati-hati dalam melakukan investasi pada perusahaan
dengan ukuran yang besar, perlu dikaji terlebih dahulu kebijakan hutang yang
dianut perusahaan tersebut.
c. Investor dapat memilih perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi agar
memberikan sinyal mengenai pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang.
32
Daftar Pustaka
Adhi A.W. (2002), “Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Publik, Ukuran
Perusahaan,EBIT/Sales, Total Hutang/Total Aset Terhadap Nilai Perusahaan
Yang Telah Go Publicdan Tercatat di Bursa Efek Jakarta,” Tesis, Magister
Manajemen Universitas Diponegoro(tidak dipublikasikan).
Adi Prasetyo. 2002 , “ Asosiasi antara Invesment Oppotunity Set (IOS) Dengan
Kebijakan Pendanaan, Kebijakan Dividen, Kebijakan Kompensasi, Beta dan
Perbedaan Reaksi Pasar: Bukti Empiris Dari BEJ”, Makalah Seminar, Simposium
Nasional Akuntansi V, Ikatan Akuntansi Indonesia, 878 – 906.
Ahmed Riahi-Belkaoui dan R. D. Picur. 2001. The Investment Opportunity Set
Dependence of Dividend Yield and Price Earnings Ratio. Managerial Finance,
Vol. 27 No. 65-71.
AlNajjar, Fouad, K dan Ahmed Riahi-Belkaoui. 2001. Empirical Validation of a General
Model of Growth Opportunities. Managerial Finance, Vol. 27 No. 3,72-88.
Bhatala, Joseph. F., Rolph E. Anderson., Ronald L. Tatham dan William C. Black. 1994.
Multivariate Data Analysis, 5th edition, New Jersey: Prentince Hall.
Cahan, S. F dan Mahmud Hossain. 1996. The Investment Opportunity Set and Disclosure
Policy Choice: Some Malaysian Evidence. Asia Pacific Journal of Management,
Vol. 13, No. 1, 65-85.
Dhiva Pratamayoga. 2011. “Pengaruh Rasio Utang, Kebijakan Dividen, Profitabilitas
terhadap Kesempatan Investasi”, Skripsi. Yogyakarta.
D’Souza, dan A. K. Saxena. 1999. Agency Cost, Market Risk, Investment Opportunities
and Dividend Policy-An international Perspective. Managerial Finance, Vol. 25
No. 6, 35-43.
Fauzan. 2002. Hubungan Biaya Keagenan, Resiko Pasar dan Kesempatan Investasi
dengan Kebijakan Deviden. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 1, No. 2, Hal.
114-138.
Fijrianti, Tettet. 2004. Investment Opportunity Set: Kontruksi Proksi dan Analisis
Hubungannya dengan Kebijakan Pendanaan dan Dividen. Tesis Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Edisi 4. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
33
Gul, Ferdinand. A. 1999. Government Share Ownership, Investment Opportunity Set and
Corporate policy Choices in China. Pacific-Basin Finance Journal No. 7, 157172.
Hartono, Jogianto. H. M. 2004. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 2,
Jogjakarta: BFFE.
Hossain, M., S. F. Cahan dan M. B. Adams. 2000. The Investment Opportunity Set and
the Voluntary Use of Outside Directors: New Zealand Evidence. Working paper,
European Business Management School.
I Ketut Jati. Aziz. 2003. Relevansi Nilai Dividend Yield dan Price Earnings Ratio dengan
Moderasi Investment Opportunity Set (IOS) dalam Penilaian Harga Saham.
Proceedings Simposium Nasional Akuntansi Indonesia V, Ikatan Akuntan
Indonesia, 575-587.
Ismiyanti, Fitri dan Mahmud M. Hanafi. 2003. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Risiko, Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen: Analisis
Persamaan Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Jaggi, Bikki dan F.D. Gul. 1999. An Analysis of Joint Effects of Investment Opportunity
Set, Free Cash Flow and Size on Corporate Debt Policy. Review of Quantitative
Finance and Accounting, Vol. 12, 371-381.
Jensen, Michael. C. 1986. Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and
Takeovers. AEA Papers and Proceedings, May, Vol. 76 No. 2, 323-329.
Jensen, Michael C dan William H. Meckling. 1986. Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics. Vol. 3, No. 4, Hal. 305-360.
Jones, Steward dan Rohit Sharma. 2001. The Association Between the Investment
Opportunity Set and Corporate Financing and Dividend Decisions: Some
Australis Evidence. Managerial Finance, Vol 27 No. 3, 48-64.
Kallapur, Sanjay dan Mark K. Trombley. 2001. The Investment Opportunity Set:
Determinants, Consequences and Measurement. Managerial Finance, Vol. 27 No.
3, 3-15.
Kieso, Donald E; Jerry J. Weygandt dan Terry D. Warfield. 2006. Intermediate
Accounting. International Edition. New York: John Wiley & Sons.
Kusuma, T. A . 2000. “ Uji Teori Keagenan Dalam Hubungan Interdependensi Antara
Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen “ Makalah Seminar, Simposium
Nasional Akuntansi V, Ikatan Akuntansi Indonesia, 635 – 647.
34
Lestari, Holydia. 2004. “Pengaruh Kebijakan Utang, Kebijakan Dividen, Risiko dan
Profitabilitas Perusahaan terhadap Set Kesempatan Investasi”. Simposium
Nasional Akuntansi VII, Bali.
Luthan, Elvira. 2004. Pengaruh Aliran Kas Bebas, Struktur Kepemilikan dan Kebijakan
Dividen terhadap Set Kesempatan Investasi, Studi Kasus Perusahaan Manufaaktur
di BEJ. Tesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
McLelland, M. J. 2001. Investment Opportunity Sets, Accounting-Based Regulatory
Contracts, and Accounting Discretion. Managerial Finance, Vol. 27 No. 3, 16-30.
Munawir, Putu Anom dan Jogiyanto Hartono. 2002. Uji Teori Keagenan dalam
Hubungan Interpendensi antara Kebijakan Hutang dengan Kebijakan Dividen.
Simposium Nasional Akuntansi V. Semarang.
Myers, S. C. 1977. Determininants of Corporate Borrowing. Journal of Financial
Economics, No. 5, 147-175.
Nuringsih. 2005. Simultanitas dan “Trade Off” Pengambilan Keputusan Finansial dalam
Mengurangi Konflik Agensi: Peran dari Corporate Ownership. Simposium
Nasional Akuntansi VIII. Solo.
Skinner, Douglas J. 1993. The Investment Opportunity Set and Accounting Procedure
Choice. Journal of Accounting and Economics, Vol. 16. 407-445.
Slamet, Sugiri dan Syukri Abdullah. 2003. Pengaruh Free Cash flow, Set Kesempatan
Investasi, dan Leverage Financial terhadap Manajemen Laba. Kajian Bisnis STIE
Widya Wiwaha Yogyakarta, No. 28,11-24.
Subekti Imam dan Indra Kusuma, 2000, Asosiasi antara Set Kesempatan Investasi
dengan Kebijakan Dividen Perusahaan, serta Implikasinya pada
Perubahan Harga Saham, SNA III, 2000.
Suwaldiman, Aziz, 2007.”Analisis Simultan Antara Kepemilikan Manajerial,
Profitabilitas dan Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur di Indonesia”,
Jurnal Ekonomi STIE.Surakarta.
Wahidahwati. 2000, “ Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institutional
pada Kebijakann Hutang Perusahaan : Sebuah Perspektif Theory Agency “ ,
Jurnal Riset Akuntansi, Vol. 5, No. 1 – 16.
Yuniningsih. 2002; Interdependensi Antara Kebijakan Dividen Payout Ratio, Financial
Leverage dan Investasi Pada pserusahaan Manufaktur Yang Listed di Bursa Efek
Jakarta; Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol 9. No.2 September 2002 Hal 154-182.
Download