HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA SMA KORBAN BULLYING AJENG FISTE FIFTINA Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ([email protected]) Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris mengenai hubungan kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada siswa SMA korban bullying. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 105siswa-siswi SMA X yang duduk dikelas XI dan mengalami bullying. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah kuesioner dari kepercayaan diri dan perilaku asertif yang berbentuk skala likert. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis korelasi bivariate. Uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada uji korelasi Bivariate sebesar 0,506 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (ρ≤0,05). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang artinya terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada siswa SMA korban bullying. Kata Kunci : Kepercayaan Diri, Perilaku Asertif, Korban Bullying remaja merupakan masa peralihan dari masa PENDAHULUAN Pada tahapan perkembangan kanak-kanak ke masa dewasa. psikososial tugas utama yang dihadapi remaja adalah membentuk identitas personal yang stabil, kesadaran yang meliputi perubahan dalam pengalaman, dan peran yang mereka miliki, serta memungkinkan mereka untuk menjembatani masa kanakkanak yang telah mereka lewati dan masa dewasa yang akan mereka masuki (Santrock, 1995). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ada suatu perilaku yang sering digunakan oleh remaja dalam hal ini adalah siswa untuk menindas temannya yang lebih lemah. Perilaku ini dikenal dengan istilah bullying. Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah Pada dasarnya untuk menjadikan remaja mampu melaksanakan individu berperan tugasnya, maupun serta baik sebagai dan sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa dihina dan tidak bisa membela diri sendiri (Sejiwa, 2008). Remaja yang tertindas umumnya tidak mempunyai keberanian untuk melawan temannya yang lebih kuat sehingga mereka lebih banyak diam ketika dijahili, diejek, atau ketika mendapat kekerasan dari temannya (Coloroso, 2007). Berkaitan dengan hal tersebut dapat cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun dorongan, sedikitnya sekali dalam seminggu. dilihat pada kasus-kasus yang terjadi saat Menurut Rigby (dalam Riauskina, ini. Media mulai banyak memberitakan 2006) tentang Kasus menunjukkan bahwa siswa yang menjadi bullying yang terbaru adalah kasus yang korban akan mengalami kesulitan dalam terjadi di SMA 70 Bulungan, Jakarta bergaul, merasa takut datang ke sekolah Selatan. Kasus tersebut melibatkan tiga sehingga orang siswi sebagai pelaku dan satu orang ketinggalan pelajaran, tak jarang anak yang siswi sebagai korban. Kejadiannya bermula menjadi korban bullying melakukan bunuh saat salah seorang dari pelaku yang juga diri karena tidak punya cukup keberanian senior dari korban memanggil korban dan untuk menegur korban karena tidak memakai kaos dialaminya. dalam bullying dan pada baju remaja. yang dikenakannya penelitian-penelitian absensi mereka mengkomunikasikan Menurut Sciara, tersebut tinggi apa 2004; dan yang Olweus, transparan. Teguran yang disampaikan oleh 2005; dan Coloroso, 2006 (dalam Saripah, sang senior ternyata korban 2010) dalam sebuah peristiwa bullying, merasa teraniaya dan tidak berani melawan pelaku dan korban sama-sama merupakan hingga korban menangis (Solopos, 2011). elemen kunci yang perlu mendapatkan membuat Meski belum ada data yang memuat perhatian khusus. Pelaku bullying pada kasus bullying di setiap negara, Smith dan umumnya Ken 2010) agresivitas yang tinggi dan kurang memiliki memberikan gambaran data kasus di sekolah empati. Sementara itu, pada korban, yang di beberapa negara, yaitu di Inggris (27%- perlu ditingkatkan adalah assertiveness dan SMP dan 10%-SMA), Australia (25-30% kepercayaan dirinya. Dengan demikian, bahkan tiap hari) dan secara internasional bentuk-bentuk bantuan yang perlu diberikan (23%-SMP dan 10% SMA). Hasil studi oleh kepada korban hendaknya fokus kepada ahli intervensi bullying, Dr. Amy Huneck upaya (dalam Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008) kepercayaan dirinya. Rigby (dalam mengungkapkan Detiknews, bahwa 10-60% memiliki meningkatkan ciri khas asertivitasnya yaitu dan siswa Chapman (dalam Saripah, 2010) Indonesia melaporkan mendapat ejekan, mencatat bahwa The dominant bullying behaviour is effectively reinforced by the Kepercayaan diri adalah salah satu response given by ‘secure’ and ‘non- aspek yang terbentuk melalui interaksi assertive’ people to bullying. Selanjutnya, individu hasil studi pendahuluan oleh Edmonton Kepercayaan diri berkaitan dengan evaluasi (dalam Saripah, 2010) juga memperlihatkan tingkah laku pribadi dengan prestasi dan korban memiliki kemampuan diri serta melibatkan aspek ketidakpercayaan diri yang tinggi. Pada diri perasaan disamping aspek kognitif (Walgito, korban, aspek percaya diri ini yang tidak 1993). Kepercayaan diri memiliki fungsi mampu mereka tampilkan sehingga mereka sebagai menjadi target dari pelaku. kesuksesan. Untuk itu remaja yang menjadi bullying cenderung Musen (1979) dengan lingkungannya. pendorong remaja meraih mengatakan bahwa korban bullying perlu diberikan perhatian kepercayaan diri seseorang akan sangat khusus dan memfokuskan pada kelebihan dipengaruhi oleh masa perkembangan yang yang sedang dilaluinya. Terutama bagi remaja, kelemahannya. Dengan kepercayaan diri ini akan mudah berubah. remaja akan memiliki pandangan yang baik Hal terhadap dirinya dan akhirnya akan memiliki ini tergantung pengalaman dari pengalaman- dalam interpersonalnya. Namun pengalaman selalu tidak hubungan dimiliki, serta cara mengurangi begitu, seorang kepercayaan diri yang baik. demikian Apabila kepercayaan diri yang memeberikan dimiliki telah cukup maka seseorang akan umpan balik positif. Akibatnya, bila umpan dengan mudah untuk menyatakan dan balik yang diterima remaja positif maka mengekspresikan dirinya. Perilaku ini sering kepercayaan diri yang dimilikinya akan disebut dengan perilaku asertif (Saripah, membaik, sebaliknya jika umpan balik yang 2010). diterimanya sering kali negatif hal ini akan memengaruhi kepercayaan dirinya. Hasil Chapman studi (dalam pendahuluan Saripah, oleh 2010) Kepercayaan diri seseorang akan tergantung menunjukkan korban bullying memiliki pada beberapa hal namun yang sudah jelas asertivitas yang rendah. Asertivitas adalah kepercayaan diri seseorang tergantung pada kemampuan interaksi sosial seseorang. Melalui interaksi mengekspresikan diri secara tepat, tegas ini individu akan mendapatkan umpan balik namun tetap tidak menyinggung perasaan dalam aktivitas yang dilakukannya. orang lain. Ketidakmampuan korban untuk untuk menyatakan dan berlaku asertif ini secara tidak langsung menyinggung orang lain. Termasuk dalam merupakan reward yang makin memperkuat menolak secara halus untuk dijadikan bulan- pelaku untuk menjalankan aksi bullying-nya. bulanan oleh Dalam hal ini salah satu respon bullying akan korban bullying adalah respon tindakan. mampu Dalam menghadapi bullying, korban dapat mengkomunikasikan apa yang telah bertindak dan dialaminya pihak yang lebih submisif. Sesuai dengan penelitian dari berwenang. secara agresif, asertif pelaku bullying. Praktik apabila korban melawan dan terhenti untuk kepada Yayasan Semai Jiwa Amini (2010), di Berdasarkan uraian diatas, dapat Ambon, Masohi dan Piru mayoritas korban diajukan perumusan masalah sebagai berikut bullying membalas perlakuan teman dengan : Apakah ada hubungan kepercayaan diri perilaku agresif, Meski demikian di Ambon dengan perilaku asertif pada siswa SMA dan Masohi ditemukan pula bahwa ada korban bullying? sebagian korban mampu bertindak asertif dengan cara menyatakan ketidaksukaan dan TINJAUAN PUSTAKA tidak memberi contekan (di Ambon) serta Kepercayaan Diri berani melaporkan pelaku ke guru (di Wijaya (2000) mendefinisikan Masohi). Sementara di Piru ditemukan kepercayaan diri adalah kekuatan keyakinan bahwa siswa kurang mampu berlaku asertif mental seseorang atas kemampuan dan menangani kondisi dirinya dan mempunyai pengaruh pelaku. Dengan berbagai tindakan siswa tersebut yang lebih perlu terhadap kondisi dan perkembangan diterapkan adalah tindakan asertif siswa, kepribadian seseorang secara keseluruhan. sebab jika siswa membalas dengan agresif maka lebih cenderung akan menimbulkan Karakteristik Individu yang Memiliki perkelahian, Kepercayaan Diri begitu juga siswa yang menampilkan tindakan submisif maka tidak Menurut Fatimah (2006) ciri-ciri menutup kemungkinan siswa tersebut akan individu yang memiliki kepercayaan diri menjadi bulan-bulanan pelaku bullying. yang proporsional, diantaranya adalah: Untuk itu perlu ditanamkan perilaku a. Percaya akan kemampuan diri sendiri. asertif pada setiap anak sehingga mereka Individu tidak membutuhkan pujian, dapat mengekspresikan dirinya tanpa pengakuan, penerimaan, ataupun rasa situasi diluar dirinya. Positif thinking hormat dari orang lain. pada diri tercapai apabila seseorang itu b. Tidak terdorong untuk menunjukkan telah mampu menerima kekurangan dan sikap konformis demi diterima oleh kelebihan yang ada dalam diri mereka kelompok atau orang lain. sendiri. c. Berani menerima penolakan orang dan lain menghadapi atau berani g. Memiliki harapan-harapan yang realistik sehingga ketika harapan itu tidak menjadi diri sendiri. Setiap penolakan terwujud individu mampu untuk melihat yang dilakukan orang lain tidak selalu sisi positif dirinya dan situasi yang berarti “ia tidak suka dengan kita” terjadi. melainkan kadang apa yang kita berikan tidak sesuai dengan harapan. Perilaku Asertif d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil). Untuk Bower dan bentuk, kontrol yang kuat dalam diri seseorang. mengungkapkan Pribadi yaitu kemampuan untuk perasaan, memilih diri mampu bagaimana bertindak, mempertahankan hak- mereka dengan hak yang dimiliki, mempertinggi harga diri, selalu berpikiran objektif dan realistis. dan dapat berkata tidak pada saat yang tepat. mengendalikan percaya (1992), mendefinisikan assertivitas dalam berbagai mengendalikan emosi diperlukan suatu yang Bower diri Objektif dalam melihat sesuatu secara terarah dan realistis, yang artinya melihat sesuai dengan kenyatan yang ada. Rathus dan mengemukakan e. Memiliki internal locus of control (memandang Aspek-aspek Asertif keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha sendiri assertivitas. Nevid sepuluh Adapun (1983) aspek kesepuluh dari aspek tersebut adalah : a. Bicara Asertif dan tidak mudah menyerah pada nasib Perilaku ini dibagi menjadi dua macam, atau keadaan serta tidak tergantung pada yaitu bantuan orang lain). (mengemukakan hak-hak dan berusaha rectifying statement f. Mempunyai cara pandang yang positif mencapai tujuan tertentu dalam suatu terhadap orang lain, diri sendiri, dan situasi) dan commondatory statement (memberikan pujian untuk menghargai Menghargai pujian orang lain dengan orang lain dan memberikan umpan balik cara yang sesuai. positif). h. Menolak Untuk Menerima Begitu Saja b. Kemampuan Mengungkapkan Perasaan dengan Cara yang Sesuai Mengemukakan perasan kepada orang Mengakhiri percakapan yang bertele-tele lain dan mengungkapkan perasaan ini dengan dengan suatu tingkat spontanitas yang pendapatnya. tidak berlebihan. c. Menyapa atau Memberi Salam Kepada Orang Lain yang memaksa i. Menatap Lawan Bicara Ketika berbicara atau diajak berbicara maka menatap lawan berbicaranya. Menyapa dan memberi salam kepada orang lain orang yang ingin ditemuinya, j. Respon melawan takut Menampilkan perilaku melawan yang termasuk yang baru dikenalnya dan biasanya memancing rasa cemas dan membuat suatu pembicaraan. biasanya respon sosial. d. Ketidaksepakatan Menampilkan cara yang efektif dan jujur menyatakan rasa tidak setuju. e. Menanyakan Alasan Korban Bullying Menurut Coloroso (2007) korban bullying adalah pihak yang tidak mampu Menanyakan alasannya bila diminta membela atau mempertahankan dirinya untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak karena lemah secara fisik atau mental ketika langsung menyanggupi atau menolak mendapatkan begitu saja. manipulatif secara berulang-ulang. Hal ini f. Berbicara Mengenai Diri Sendiri perlakuan agresif dan sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Membicarakan diri sendiri mengenai Sejiwa (2010) biasanya korban bullying pengalaman-pengalaman dengan cara adalah pihak yang menarik dan merasa yakin bahwa mencegahnya dan selalu ketakutan apabila orang akan lebih berespon terhadap perilaku yang tidak menyenangkan yang perilakunya dari pada menunjukkan sengaja dilakukan untuk menekan dan perilaku menjauh dan menutup diri. mengintimidasi tersebut terjadi lagi. yang g. Menghargai Pujian dari Orang Lain METODE PENELITIAN tidak berdaya Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Perilaku asertif adalah perilaku Dalam penelitian ini terdapat dua variabel terbuka untuk menyatakan kebutuhan, yang akan diuji, yaitu: perasaan, dan pikiran-pikiran kepada 1. Veriabel Bebas : Kepercayaan Diri orang lain secara jujur dan terbuka 2. Variabel Terikat : Perilaku asertif dengan tetap menghormati hak-hak orang lain dan diri sendiri. Dalam Definisi Operasional Variabel penelitian ini perilaku asertif diukur 1. Kepercayaan Diri dengan menggunakan skala perilaku Kepercayaan diri adalah keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan dan merasa puas terhadap dirinya. kepercayaan Dalam diri penelitian diukur ini dengan menggunakan skala kepercayaan diri yang didasarkan pada karakteristik individu yang memiliki kepercayaan diri yang dikemukakan Fatimah (2006) yaitu percaya akan kemampuan diri sendiri, tidak terdorong untuk menunjukkan asertif yang didasarkan pada aspekaspek perilaku asertif yang dikemukakan oleh Rathus dan Nevid (1983) yang terdiri dari bicara asertif, kemampuan mengungkapkan perasaan, menyapa atau memberi salam kepada orang lain, ketidaksepakatan, menanyakan alasan, berbicara mengenai diri sendiri, menghargai pujian dari orang lain, menolak untuk menerima begitu saja dengan cara yang sesuai, menatap lawan bicara, respon melawan takut. sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompoknya, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, punya kendali diri yang baik, memiliki internal locus of control, mempunyai cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri, dan situasi di luar dirinya, dan memiliki harapan-harapan yang realistik. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang merupakan pelajar SMA X, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, berusia 15 – 17 tahun, dan juga pernah mengalami bullying di sekolah. Sampel dalam penenlitian ini adalah seluruh siswasiswi yang duduk di kelas XI. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini 2. Perilaku Asertif menggunakan purposive sampling, yang dipilih peneliti memiliki karakteristik yang Pengujian hipotesis pada penelitian mendasar dari populasi siswa-siswi SMA ini menggunakan tersebut. bivariate yaitu analisis uji korelasi menganalisis adakah hubungan kepecayaan diri dengan perilaku asertif pada siswa SMA korban bullying. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan menggunakan dalam kuesioner penelitian ini dengan skala Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for windows. kepercayaan diri dan perilaku asertif. Jenis skala yang digunakan adalah skala Likert, HASIL PEMBAHASAN dengan pilihan jawaban : Selalu, Sering, Penelitian ini memiliki tujuan untuk Jarang , Tidak pernah. Pernyataan pada menguji apakah ada atau tidaknya hubungan skala terdiri dari pernyataan favorable dan antara kepercayaan diri dengan perilaku unfavorable. asertif pada siswa SMA korban bullying. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh bahwa hipotesis yang Penentuan Sampel Penelitian Pada penelitian ini subjek yang telah dirumuskan diterima, yang artinya ada digunakan adalah yang memenuhi kriteria hubungan positif yang sangat signifikan korban bullying. Adapun kriteria tersebut antara kepercayaan diri dengan perilaku adalah siswa atau siswi yang pernah asertif pada siswa SMA korban bullying. mendapatkan dari Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seniornya, terjadi setidaknya satu kali dalam semakin tinggi kepercayaan diri, maka seminggu, dan perilaku agresif tersebut semakin tinggi pula perilaku asertif pada terjadi berulang atau subjek menerima siswa SMA korban bullying. Hal ini dapat perilaku agresif tersebut lebih dari satu jenis. dilihat pada tabel korelasi di atas bahwa Perilaku agresif tersebut antara lain dipukul, hasil analisis data antara kepercayaan diri dicubit, dengan perilaku ditendang, agresif diolok-olok, dicaci maki, dikucilkan, diintimidasi. diejek, perilaku asertif menunjukan koefisien korelasi sebesar 0,506 dengan taraf signifikansi sebesar 0.000 (ρ<0.01). Hal ini Teknik Analisis Data menunjukan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif, artinya semakin dalam menerima perlakuan bullying. Seperti tinggi kepercayaan diri, maka semakin yang tertera pada deskripsi subjek penelitian tinggi pula perilaku asertif. berdasarkan frekuensi bullying yaitu 88 Individu-individu dalam hal ini (84%) subjek mengalami bullying hanya 1 siswa-siswi SMA yang berani menyatakan kali dalam seminggu, 10 (10%) subjek keinginannya tanpa menyinggung orang lain mengalami bullying 3 kali dalam seminggu, adalah yang memiliki kepercayaan diri. dan hanya ada 7 (6%) subjek yang Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh mengalami bullying setiap hari. Oleh karena Alberti dan Emmons (dalam Gunarsa, 1981) itu kepercayaan diri dan perilaku asertif mengatakan bahwa orang yang memiliki pada tingkah laku asertif adalah mereka yang ketegori yang tinggi atau tidak terpengaruhi. menilai bahwa orang boleh berpendapat Berbeda dengan korban bullying yang dengan orientasi dari dalam, dengan tetap termasuk dalam kategori parah. Hal tersebut memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak umumnya akan memengaruhi kepercayaan orang lain. Mereka umumnya memiliki diri dan perilaku asertif yang dimiliki oleh kepercayaan diri yang kuat. seorang korban bullying, dikemukakan oleh mereka masih tergolong dalam Bila merujuk pada teori yang ada, Sciara (dalam Saripah 2010). Tingginya Sciara (dalam Saripah, 2010) bahwa korban kepercayaan diri dan perilaku asertif pada bullying adalah individu yang memiliki korban kepercayaan diri dan perilaku asertif yang mungkin rendah. ini, keberadaan siswa pada sekolah tersebut. berdasarkan deskripsi yang ada dijelaskan Subjek yang digunakan oleh peneliti adalah bahwa kepercayaan diri dan perilaku asertif siswa-siswa yang baru saja memasuki kelas dalam XI Namun dalam penelitian dikarenakan bahwa ini penelitian tinggi, siswa hal SMA ini bullying karena sehingga dalam penelitian dipengaruhi kemungkinan ini oleh siswa-siswa yang tersebut untuk menjadi korban bullying yang menjadi korban bullying memiliki beberapa tergolong parah masih cukup kecil. Hal ini kategori mulai dari perlakuan yang pernah dikarenakan siswa-siswa tersebut baru satu diterima hingga tingkat keparahan bullying tahun menjadi junior di sekolah tersebut. yang pernah mereka alami. Dalam penelitian Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah ini subjek yang didapat lebih banyak yang skala kepercayaan diri dan perilaku asertif tergolong dalam kategori yang tidak parah yang dibuat peneliti lebih mengarah pada pernyataan situasi dalam pergaulan dengan termasuk dalam kategori remaja awal. Masa teman sebaya sehingga tingkat keperacyaan remaja dibagi dua bagian yaitu periode diri dan perilaku asertif yang terlihat berada remaja awal berkisar antara umur 13-17 pada tingkat yang sangat tinggi. tahun, dan periode remaja akhir yaitu umur Berdasarkan perhitungan nilai mean 17-18 tahun (dalam Prabowo, 1996). asertif berdasarkan jenis kelamin diketahui Berkembangnya perilaku asertif dipengaruhi bahwa laki-laki mempunyai nilai mean oleh faktor-faktor yang dialami individu asertif yang lebih tinggi dibandingkan nilai dalam lingkungan dan sepanjang hidupnya. mean asertif pada perempuan. Hal ini Selain jenis kelamin,tingkat pendidikan, mungkin dikarenakan pada perempuan lebih salah satu faktor dalam perilaku asertif merasa takut untuk dapat mengungkapkan adalah usia. Kebanyakan remaja berperilaku apa yang ada dalam pikirannya bagaimana asertif dalam pencarian identitas dirinya perasaannya (Rathus, l986). serta apa yang menjadi keinginnanya bila dibandingkan dengan Menurut Rathus (1986) Berbagai laki-laki yang lebih cenderung untuk dapat faktor yang mempengaruhi perilaku asertif mengungkapakan secara terbuka. Hal ini adalah apa yang dialami individu dalam didukung oleh teori Rathus dan Nevid lingkungan (1983), perempuan pada umumnya lebih Tingkah laku ini diduga berkembang sejak sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan anak melakukan interaksi dengan orang tua pikiran dan perasaan dibandingkan dengan dan orang-orang dewasa lain di sekitarnya. laki-laki. Dalam penelitian ini, terlihat bahwa 91 Adapun hidupnya. (87%) subjek tinggal dengan orang tua asertif berdasarkan usia diketahui bahwa memiliki mean asertif 98,00 dan 14 subjek subjek dengan usia 14-15 tahun sebanyak 30 tinggal dengan keluarga lain sebanyak 14 (28%) subjek dan yang berusia 16-17 tahun (13%) memiliki mean asertif 96,57. subjek sebanyak 75 (72%). Pada usia 14-15 tahun yang tinggal bersama dengan orang tuanya memiliki nilai mean asertif yang lebih tinggi memiliki perilaku asertif yang lebih tinggi dibandingkan dengan mean asertif pada usia dibandingkan subjek yang tinggal bersama 16-17 tahun. Perbedaan skor yang ada tidak keluarga lain. Hal ini berarti orang tua terlalu jauh begitu juga dengan perbedaan memiliki peranan yang sangat penting, yang ada nilai sepanjang mean umur perhitungan dan sebenarnya keduanya perilaku asertif dapat terbentuk salah satunya karena campur tangan orang tua. kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada siswa SMA korban bullying. Artinya Selanjutnya menurut Sulvina (2007) semakin tinggi kepercayaan diri maka korban bullying biasanya tidak percaya diri semakin tinggi pula perilaku asertif siswa dan ragu-ragu pada dirinya sendiri. Menurut SMA korban bullying. Sebaliknya, semakin Riauskina bullying rendah kepercayaan diri maka semakin berpengaruh pada seberapa sering dan rendah pula perilaku asertif siswa SMA seberapa korban bullying. (2005) lama akibat seseorang mengalami bullying. Semakin sering dan dengan durasi Pada perilaku asertif dapat diketahui yang lama maka akibat bullying dapat bahwa sebagian besar sampel memiliki memberi dampak yang semakin buruk pada perilaku asertif yang tinggi. Hal ini dapat korban. Subjek dalam penelitian ini lebih dimungkinkan karena memang siswa-siswa banyak yang tergolong dalam kategori tersebut bullying yang ringan. Hal ini terlihat pada mengungkapkan perasaan dan keinginan deskripsi karakteristik subjek, sebanyak 88 yang cukup tinggi dengan teman-teman (84%) subjek dengan mean asertif 98,10 sebaya. Siswa-siswa tersebut lebih leluasa mengalami bullying hanya 1 kali dalam karena merasa dalam tingkat pergaulan yang seminggu, sebanyak 10 (9%) subjek dengan sama dengan teman-teman sebaya di sekolah mean asertif 95,00 mengalami bullying 3 tersebut. kali dalam seminggu, dan sebanyak 7 (7%) subjek dengan mean asertif memiliki kemampuan Berdasarkan data deskripsi dari jenis 98,14 kelamin diketahui bahwa subjek penelitian mengalami bullying setiap hari. Oleh karena laki-laki mempunyai perilaku asertif yang itu bullying yang mereka terima tidak lebih tinggi dibandingkan perilaku asertif memengaruhi kepercayaan diri dan perilaku pada perempuan. asertif subjek. Berdasarkan deskripsi dari usia diketahui bahwa subjek penelitian yang memiliki rentang usia antara 14 – 15 tahun cenderung KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara memiliki perilaku asertif yang lebih tinggi dibandingkan subjek penelitian pada rentang usia 16 – 17 tahun. Berdasarkan tinggal pergaulan sosial anak tersebut. Dan untuk bersama diketahui bahwa subjek penelitian para siswa lebih bias mengembangkan yang tinggal bersama dengan orang tua lebih kepercayaan dir bagi yang belum yakin memiliki perilaku asertif yang tinnggi. akan kemampuan dirinya. Agar dapat Berdasarkan frekuensi terkena bullying, mengungkapakan apa yang ada dalam subjek pada pikirannya tanpa menyinggung orang lain frekuensi terkena bullying yang ringan yaitu dan agar tidak menjadi salah satu korban 1 kali dalam seminggu. dari perilaku bullying. lebih deskripsi banyak dari tergolong 2. Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut Bagi peneliti berikutnya yang ingin SARAN Berdasarkan hasil penelitian, dengan meneliti tentang kepercayaan diri, dan adanya hubungan yang sangat signifikan perilaku asertif pada korban bullying antara kepercayaan diri dengan perilaku dapat meneliti lebih lanjut hal-hal yang asertif pada siswa SMA korban bullying mungkin memiliki pengaruh terhadap ,maka saran yang dapat diberikan adalah kedua variabel tersebut dengan subjek sebagai berikut: penelitian 1. Bagi Subjek Penelitian hubungan agresifitas dengan empati Dari riset ini didapat bahwa adanya keterkaitan antara kepercayaan yang berbeda, seperti pelaku bullying pada self esteem pelaku diri bullying pada mahasiswa IPDN. Dengan dengan perilaku asertif pada siswa SMA cara ini diharapkan dapat memperkaya korban bullying. Oleh karena itu, bagi ilmu pengetahuan, khususnya Psikologi guru-guru maupun orang tua yang sangat Pendidikan. berperan dalam perkembangan anakanaknya, maka diharapkan dari pihak DAFTAR PUSTAKA sekolah maupun pihak keluarga agar dapat menanamkan kepercayaan diri sejak dini pada seorang anak agar dalam pergaulannya dilingkungan social dapat sesuai dengan apa yang diharapkan dana dapat berperilaku siapapun yang asertif terhadapa berhubungan dalam Bower, S. A., & Bower, G. H. (1992). Asserting your self: A practical guide for positive change. (update ed). California: Addison Wesley. Coloroso, B. (2007). Stop bullying : memutus rantai kekerasan anak dari prasekolah hingga SMU. Jakarta: PT Serambi Ilmu. Detiknews. (2010). Kasus bullying juga menimpa Okke siswa SMA 46 Jakarta http://www.detiknews.com/read/201 0/04/03/065911/1330995/10/ kasusbullying-juga-menimpa-okke-siswasma-46-jakarta. (diakses pada 2 Mei 2011). Saripah, I. (2010). Model konseling kognitif untuk menanggulangi bullying siswa. Jurnal Psikologi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Fatimah, E. (2006). Psikologi perkembangan : Perkembangan peserta didik. Bandung: Balai Setia. Sejiwa. (2010). Catatan Positif dari Timang Gajah. Jakarta : Semai Gunarsa, S.D. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia. Musen, H. P. (1979). Handbook of reaserch methods in child development. New Delhi. Wiley Easton Private, Ltd. Prabowo, H., & Fakhrurrozi, M. (2004). Skala psikologi. Jakarta: Gunadarma Sejiwa. (2010). Kekerasan terhadap anak. Laporan penelitian. Jakarta: Yayasan Semai Jiwa Amini. Solopos. (2011). Korban bullying SMA 70 cabut laporan. http://www.solopos.com/2011/patroli /korban-bullying-sma-70-bulungancabut-laporan-85408. (diakses pada 2 Mei 2011). Sulvina, K. (2004). Bullying in secondary school. London: A Sage Publication Company. Rathus, S.A. (l986). Essentials of Psychology. New York : Holt Rinehart and Winston. Wijaya, A. H. (2000). Antara percaya diri dan percaya dewa. http://www.google.com/percayadiri.c o.id. (diakses pada 1 Juni 2011). Rathus, S. A & Nevid, J. S. (1983). Adjusment and growth : the challenges of life. (2nd ed). New York: CBS Collage Publishing. Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA). (2008). Mengatasi kekerasan dari sekolah dan lingkungan anak. Jakarta: Grasindo. Riauskina, I. I., Djuwita, R., & Soesetio, S.R. (2005). ”Gencet-gencetan” dimata siswa-siswi kelas 1 SMA: naskah kognitif skenariao & dampak ”gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Santrock, J. W. (1995). Life-span development: Perkembangan masa hidup. Edisi kelima jilid 1. Jakarta: Erlangga.