HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF

advertisement
HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA
SMA KORBAN BULLYING
AJENG FISTE FIFTINA
Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
([email protected])
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris mengenai hubungan kepercayaan diri
dengan perilaku asertif pada siswa SMA korban bullying. Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 105siswa-siswi SMA X yang
duduk dikelas XI dan mengalami bullying. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah
kuesioner dari kepercayaan diri dan perilaku asertif yang berbentuk skala likert. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan teknik analisis korelasi bivariate. Uji korelasi menunjukkan bahwa ada
hubungan positif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada uji
korelasi Bivariate sebesar 0,506 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (ρ≤0,05). Dari hasil
penelitian ini disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang artinya terdapat hubungan positif yang
sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif pada siswa SMA korban
bullying.
Kata Kunci : Kepercayaan Diri, Perilaku Asertif, Korban Bullying
remaja merupakan masa peralihan dari masa
PENDAHULUAN
Pada
tahapan
perkembangan
kanak-kanak ke masa dewasa.
psikososial tugas utama yang dihadapi
remaja adalah membentuk identitas personal
yang
stabil,
kesadaran
yang
meliputi
perubahan dalam pengalaman, dan peran
yang mereka miliki, serta memungkinkan
mereka untuk menjembatani masa kanakkanak yang telah mereka lewati dan masa
dewasa yang akan mereka masuki (Santrock,
1995).
Sehubungan dengan hal tersebut di
atas,
ada
suatu
perilaku
yang sering
digunakan oleh remaja dalam hal ini adalah
siswa untuk menindas temannya yang lebih
lemah. Perilaku ini dikenal dengan istilah
bullying. Bullying adalah perilaku agresif
yang
dilakukan
secara
sengaja
terjadi
berulang-ulang untuk menyerang seorang
target atau korban yang lemah, mudah
Pada dasarnya untuk menjadikan
remaja
mampu
melaksanakan
individu
berperan
tugasnya,
maupun
serta
baik
sebagai
dan
sebagai
anggota
masyarakat tidaklah mudah, karena masa
dihina dan tidak bisa membela diri sendiri
(Sejiwa, 2008). Remaja yang tertindas
umumnya tidak mempunyai keberanian
untuk melawan temannya yang lebih kuat
sehingga mereka lebih banyak diam ketika
dijahili,
diejek,
atau
ketika
mendapat
kekerasan dari temannya (Coloroso, 2007).
Berkaitan dengan hal tersebut dapat
cemoohan,
pengucilan,
pemukulan,
tendangan, ataupun dorongan, sedikitnya
sekali dalam seminggu.
dilihat pada kasus-kasus yang terjadi saat
Menurut Rigby (dalam Riauskina,
ini. Media mulai banyak memberitakan
2006)
tentang
Kasus
menunjukkan bahwa siswa yang menjadi
bullying yang terbaru adalah kasus yang
korban akan mengalami kesulitan dalam
terjadi di SMA 70 Bulungan, Jakarta
bergaul, merasa takut datang ke sekolah
Selatan. Kasus tersebut melibatkan tiga
sehingga
orang siswi sebagai pelaku dan satu orang
ketinggalan pelajaran, tak jarang anak yang
siswi sebagai korban. Kejadiannya bermula
menjadi korban bullying melakukan bunuh
saat salah seorang dari pelaku yang juga
diri karena tidak punya cukup keberanian
senior dari korban memanggil korban dan
untuk
menegur korban karena tidak memakai kaos
dialaminya.
dalam
bullying
dan
pada
baju
remaja.
yang
dikenakannya
penelitian-penelitian
absensi
mereka
mengkomunikasikan
Menurut
Sciara,
tersebut
tinggi
apa
2004;
dan
yang
Olweus,
transparan. Teguran yang disampaikan oleh
2005; dan Coloroso, 2006 (dalam Saripah,
sang senior ternyata
korban
2010) dalam sebuah peristiwa bullying,
merasa teraniaya dan tidak berani melawan
pelaku dan korban sama-sama merupakan
hingga korban menangis (Solopos, 2011).
elemen kunci yang perlu mendapatkan
membuat
Meski belum ada data yang memuat
perhatian khusus. Pelaku bullying pada
kasus bullying di setiap negara, Smith dan
umumnya
Ken
2010)
agresivitas yang tinggi dan kurang memiliki
memberikan gambaran data kasus di sekolah
empati. Sementara itu, pada korban, yang
di beberapa negara, yaitu di Inggris (27%-
perlu ditingkatkan adalah assertiveness dan
SMP dan 10%-SMA), Australia (25-30%
kepercayaan dirinya. Dengan demikian,
bahkan tiap hari) dan secara internasional
bentuk-bentuk bantuan yang perlu diberikan
(23%-SMP dan 10% SMA). Hasil studi oleh
kepada korban hendaknya fokus kepada
ahli intervensi bullying, Dr. Amy Huneck
upaya
(dalam Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008)
kepercayaan dirinya.
Rigby
(dalam
mengungkapkan
Detiknews,
bahwa
10-60%
memiliki
meningkatkan
ciri
khas
asertivitasnya
yaitu
dan
siswa
Chapman (dalam Saripah, 2010)
Indonesia melaporkan mendapat ejekan,
mencatat bahwa The dominant bullying
behaviour is effectively reinforced by the
Kepercayaan diri adalah salah satu
response given by ‘secure’ and ‘non-
aspek yang terbentuk melalui interaksi
assertive’ people to bullying. Selanjutnya,
individu
hasil studi pendahuluan oleh Edmonton
Kepercayaan diri berkaitan dengan evaluasi
(dalam Saripah, 2010) juga memperlihatkan
tingkah laku pribadi dengan prestasi dan
korban
memiliki
kemampuan diri serta melibatkan aspek
ketidakpercayaan diri yang tinggi. Pada diri
perasaan disamping aspek kognitif (Walgito,
korban, aspek percaya diri ini yang tidak
1993). Kepercayaan diri memiliki fungsi
mampu mereka tampilkan sehingga mereka
sebagai
menjadi target dari pelaku.
kesuksesan. Untuk itu remaja yang menjadi
bullying
cenderung
Musen (1979)
dengan
lingkungannya.
pendorong
remaja
meraih
mengatakan bahwa
korban bullying perlu diberikan perhatian
kepercayaan diri seseorang akan sangat
khusus dan memfokuskan pada kelebihan
dipengaruhi oleh masa perkembangan yang
yang
sedang dilaluinya. Terutama bagi remaja,
kelemahannya. Dengan
kepercayaan diri ini akan mudah berubah.
remaja akan memiliki pandangan yang baik
Hal
terhadap dirinya dan akhirnya akan memiliki
ini
tergantung
pengalaman
dari
pengalaman-
dalam
interpersonalnya.
Namun
pengalaman
selalu
tidak
hubungan
dimiliki,
serta
cara
mengurangi
begitu,
seorang
kepercayaan diri yang baik.
demikian
Apabila
kepercayaan
diri
yang
memeberikan
dimiliki telah cukup maka seseorang akan
umpan balik positif. Akibatnya, bila umpan
dengan mudah untuk menyatakan dan
balik yang diterima remaja positif maka
mengekspresikan dirinya. Perilaku ini sering
kepercayaan diri yang dimilikinya akan
disebut dengan perilaku asertif (Saripah,
membaik, sebaliknya jika umpan balik yang
2010).
diterimanya sering kali negatif hal ini akan
memengaruhi
kepercayaan
dirinya.
Hasil
Chapman
studi
(dalam
pendahuluan
Saripah,
oleh
2010)
Kepercayaan diri seseorang akan tergantung
menunjukkan korban bullying memiliki
pada beberapa hal namun yang sudah jelas
asertivitas yang rendah. Asertivitas adalah
kepercayaan diri seseorang tergantung pada
kemampuan
interaksi sosial seseorang. Melalui interaksi
mengekspresikan diri secara tepat, tegas
ini individu akan mendapatkan umpan balik
namun tetap tidak menyinggung perasaan
dalam aktivitas yang dilakukannya.
orang lain. Ketidakmampuan korban untuk
untuk
menyatakan
dan
berlaku asertif ini secara tidak langsung
menyinggung orang lain. Termasuk dalam
merupakan reward yang makin memperkuat
menolak secara halus untuk dijadikan bulan-
pelaku untuk menjalankan aksi bullying-nya.
bulanan
oleh
Dalam hal ini salah satu respon
bullying
akan
korban bullying adalah respon tindakan.
mampu
Dalam menghadapi bullying, korban dapat
mengkomunikasikan
apa
yang
telah
bertindak
dan
dialaminya
pihak
yang
lebih
submisif. Sesuai dengan penelitian dari
berwenang.
secara
agresif,
asertif
pelaku
bullying.
Praktik
apabila
korban
melawan
dan
terhenti
untuk
kepada
Yayasan Semai Jiwa Amini (2010), di
Berdasarkan uraian diatas, dapat
Ambon, Masohi dan Piru mayoritas korban
diajukan perumusan masalah sebagai berikut
bullying membalas perlakuan teman dengan
: Apakah ada hubungan kepercayaan diri
perilaku agresif, Meski demikian di Ambon
dengan perilaku asertif pada siswa SMA
dan Masohi ditemukan pula bahwa ada
korban bullying?
sebagian korban mampu bertindak asertif
dengan cara menyatakan ketidaksukaan dan
TINJAUAN PUSTAKA
tidak memberi contekan (di Ambon) serta
Kepercayaan Diri
berani melaporkan pelaku ke guru (di
Wijaya
(2000)
mendefinisikan
Masohi). Sementara di Piru ditemukan
kepercayaan diri adalah kekuatan keyakinan
bahwa siswa kurang mampu berlaku asertif
mental seseorang atas kemampuan dan
menangani
kondisi dirinya dan mempunyai pengaruh
pelaku.
Dengan
berbagai
tindakan siswa tersebut yang lebih perlu
terhadap
kondisi
dan
perkembangan
diterapkan adalah tindakan asertif siswa,
kepribadian seseorang secara keseluruhan.
sebab jika siswa membalas dengan agresif
maka lebih cenderung akan menimbulkan
Karakteristik Individu yang Memiliki
perkelahian,
Kepercayaan Diri
begitu
juga
siswa
yang
menampilkan tindakan submisif maka tidak
Menurut Fatimah (2006) ciri-ciri
menutup kemungkinan siswa tersebut akan
individu yang memiliki kepercayaan diri
menjadi bulan-bulanan pelaku bullying.
yang proporsional, diantaranya adalah:
Untuk itu perlu ditanamkan perilaku
a. Percaya akan kemampuan diri sendiri.
asertif pada setiap anak sehingga mereka
Individu tidak membutuhkan pujian,
dapat
mengekspresikan
dirinya
tanpa
pengakuan, penerimaan, ataupun rasa
situasi diluar dirinya. Positif thinking
hormat dari orang lain.
pada diri tercapai apabila seseorang itu
b. Tidak terdorong untuk menunjukkan
telah mampu menerima kekurangan dan
sikap konformis demi diterima oleh
kelebihan yang ada dalam diri mereka
kelompok atau orang lain.
sendiri.
c. Berani
menerima
penolakan
orang
dan
lain
menghadapi
atau
berani
g. Memiliki harapan-harapan yang realistik
sehingga
ketika
harapan
itu
tidak
menjadi diri sendiri. Setiap penolakan
terwujud individu mampu untuk melihat
yang dilakukan orang lain tidak selalu
sisi positif dirinya dan situasi yang
berarti “ia tidak suka dengan kita”
terjadi.
melainkan kadang apa yang kita berikan
tidak sesuai dengan harapan.
Perilaku Asertif
d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak
moody
dan
emosi
stabil).
Untuk
Bower
dan
bentuk,
kontrol yang kuat dalam diri seseorang.
mengungkapkan
Pribadi
yaitu
kemampuan
untuk
perasaan,
memilih
diri
mampu
bagaimana bertindak, mempertahankan hak-
mereka
dengan
hak yang dimiliki, mempertinggi harga diri,
selalu berpikiran objektif dan realistis.
dan dapat berkata tidak pada saat yang tepat.
mengendalikan
percaya
(1992),
mendefinisikan assertivitas dalam berbagai
mengendalikan emosi diperlukan suatu
yang
Bower
diri
Objektif dalam melihat sesuatu secara
terarah
dan
realistis,
yang
artinya
melihat sesuai dengan kenyatan yang
ada.
Rathus
dan
mengemukakan
e. Memiliki internal locus of control
(memandang
Aspek-aspek Asertif
keberhasilan
atau
kegagalan, tergantung dari usaha sendiri
assertivitas.
Nevid
sepuluh
Adapun
(1983)
aspek
kesepuluh
dari
aspek
tersebut adalah :
a. Bicara Asertif
dan tidak mudah menyerah pada nasib
Perilaku ini dibagi menjadi dua macam,
atau keadaan serta tidak tergantung pada
yaitu
bantuan orang lain).
(mengemukakan hak-hak dan berusaha
rectifying
statement
f. Mempunyai cara pandang yang positif
mencapai tujuan tertentu dalam suatu
terhadap orang lain, diri sendiri, dan
situasi) dan commondatory statement
(memberikan pujian untuk menghargai
Menghargai pujian orang lain dengan
orang lain dan memberikan umpan balik
cara yang sesuai.
positif).
h. Menolak Untuk Menerima Begitu Saja
b. Kemampuan Mengungkapkan Perasaan
dengan Cara yang Sesuai
Mengemukakan perasan kepada orang
Mengakhiri percakapan yang bertele-tele
lain dan mengungkapkan perasaan ini
dengan
dengan suatu tingkat spontanitas yang
pendapatnya.
tidak berlebihan.
c. Menyapa atau Memberi Salam Kepada
Orang Lain
yang
memaksa
i. Menatap Lawan Bicara
Ketika berbicara atau diajak berbicara
maka menatap lawan berbicaranya.
Menyapa dan memberi salam kepada
orang lain
orang
yang ingin ditemuinya,
j. Respon melawan takut
Menampilkan perilaku melawan yang
termasuk yang baru dikenalnya dan
biasanya memancing rasa cemas dan
membuat suatu pembicaraan.
biasanya respon sosial.
d. Ketidaksepakatan
Menampilkan cara yang efektif dan jujur
menyatakan rasa tidak setuju.
e. Menanyakan Alasan
Korban Bullying
Menurut
Coloroso
(2007)
korban
bullying adalah pihak yang tidak mampu
Menanyakan alasannya bila diminta
membela atau mempertahankan dirinya
untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak
karena lemah secara fisik atau mental ketika
langsung menyanggupi atau menolak
mendapatkan
begitu saja.
manipulatif secara berulang-ulang. Hal ini
f. Berbicara Mengenai Diri Sendiri
perlakuan
agresif
dan
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan
Membicarakan diri sendiri mengenai
Sejiwa
(2010) biasanya korban bullying
pengalaman-pengalaman dengan cara
adalah
pihak
yang menarik dan merasa yakin bahwa
mencegahnya dan selalu ketakutan apabila
orang akan lebih berespon terhadap
perilaku yang tidak menyenangkan yang
perilakunya dari pada menunjukkan
sengaja dilakukan untuk menekan dan
perilaku menjauh dan menutup diri.
mengintimidasi tersebut terjadi lagi.
yang
g. Menghargai Pujian dari Orang Lain
METODE PENELITIAN
tidak
berdaya
Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian
Perilaku
asertif
adalah
perilaku
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel
terbuka untuk menyatakan kebutuhan,
yang akan diuji, yaitu:
perasaan, dan pikiran-pikiran kepada
1. Veriabel Bebas
: Kepercayaan Diri
orang lain secara jujur dan terbuka
2. Variabel Terikat : Perilaku asertif
dengan
tetap
menghormati
hak-hak
orang lain dan diri sendiri. Dalam
Definisi Operasional Variabel
penelitian ini perilaku asertif diukur
1. Kepercayaan Diri
dengan menggunakan skala perilaku
Kepercayaan diri adalah keyakinan
pada kemampuan diri sendiri untuk
melakukan
segala
sesuatu
yang
diinginkan dan merasa puas terhadap
dirinya.
kepercayaan
Dalam
diri
penelitian
diukur
ini
dengan
menggunakan skala kepercayaan diri
yang
didasarkan
pada
karakteristik
individu yang memiliki kepercayaan diri
yang dikemukakan Fatimah (2006) yaitu
percaya akan kemampuan diri sendiri,
tidak terdorong untuk menunjukkan
asertif yang didasarkan pada aspekaspek perilaku asertif yang dikemukakan
oleh Rathus dan Nevid (1983) yang
terdiri dari bicara asertif, kemampuan
mengungkapkan perasaan, menyapa atau
memberi salam kepada orang lain,
ketidaksepakatan, menanyakan alasan,
berbicara
mengenai
diri
sendiri,
menghargai pujian dari orang lain,
menolak untuk menerima begitu saja
dengan cara yang sesuai, menatap lawan
bicara, respon melawan takut.
sikap konformis demi diterima oleh
orang lain atau kelompoknya, berani
menerima dan menghadapi penolakan
orang lain, punya kendali diri yang baik,
memiliki internal locus of control,
mempunyai
cara
pandang
positif
terhadap orang lain, diri sendiri, dan
situasi di luar dirinya, dan memiliki
harapan-harapan yang realistik.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
remaja yang merupakan pelajar SMA X,
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan,
berusia 15 – 17 tahun, dan juga pernah
mengalami bullying di sekolah. Sampel
dalam penenlitian ini adalah seluruh siswasiswi yang duduk di kelas XI. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini
2. Perilaku Asertif
menggunakan purposive sampling, yang
dipilih peneliti memiliki karakteristik yang
Pengujian hipotesis pada penelitian
mendasar dari populasi siswa-siswi SMA
ini
menggunakan
tersebut.
bivariate
yaitu
analisis
uji
korelasi
menganalisis
adakah
hubungan kepecayaan diri dengan perilaku
asertif pada siswa SMA korban bullying.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan
digunakan
menggunakan
dalam
kuesioner
penelitian
ini
dengan
skala
Analisis
data
dilakukan
dengan
menggunakan program SPSS versi 16.0 for
windows.
kepercayaan diri dan perilaku asertif. Jenis
skala yang digunakan adalah skala Likert,
HASIL PEMBAHASAN
dengan pilihan jawaban : Selalu, Sering,
Penelitian ini memiliki tujuan untuk
Jarang , Tidak pernah. Pernyataan pada
menguji apakah ada atau tidaknya hubungan
skala terdiri dari pernyataan favorable dan
antara kepercayaan diri dengan perilaku
unfavorable.
asertif pada siswa SMA korban bullying.
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah
dilakukan, diperoleh bahwa hipotesis yang
Penentuan Sampel Penelitian
Pada penelitian ini subjek yang
telah dirumuskan diterima, yang artinya ada
digunakan adalah yang memenuhi kriteria
hubungan positif yang sangat signifikan
korban bullying. Adapun kriteria tersebut
antara kepercayaan diri dengan perilaku
adalah siswa atau siswi yang pernah
asertif pada siswa SMA korban bullying.
mendapatkan
dari
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
seniornya, terjadi setidaknya satu kali dalam
semakin tinggi kepercayaan diri, maka
seminggu, dan perilaku agresif tersebut
semakin tinggi pula perilaku asertif pada
terjadi berulang atau subjek menerima
siswa SMA korban bullying. Hal ini dapat
perilaku agresif tersebut lebih dari satu jenis.
dilihat pada tabel korelasi di atas bahwa
Perilaku agresif tersebut antara lain dipukul,
hasil analisis data antara kepercayaan diri
dicubit,
dengan
perilaku
ditendang,
agresif
diolok-olok,
dicaci maki, dikucilkan, diintimidasi.
diejek,
perilaku
asertif
menunjukan
koefisien korelasi sebesar 0,506 dengan taraf
signifikansi sebesar 0.000 (ρ<0.01). Hal ini
Teknik Analisis Data
menunjukan adanya hubungan positif yang
sangat signifikan antara kepercayaan diri
dengan perilaku asertif, artinya semakin
dalam menerima perlakuan bullying. Seperti
tinggi kepercayaan diri, maka semakin
yang tertera pada deskripsi subjek penelitian
tinggi pula perilaku asertif.
berdasarkan frekuensi bullying yaitu 88
Individu-individu
dalam
hal
ini
(84%) subjek mengalami bullying hanya 1
siswa-siswi SMA yang berani menyatakan
kali dalam seminggu, 10 (10%) subjek
keinginannya tanpa menyinggung orang lain
mengalami bullying 3 kali dalam seminggu,
adalah yang memiliki kepercayaan diri.
dan hanya ada 7 (6%) subjek yang
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
mengalami bullying setiap hari. Oleh karena
Alberti dan Emmons (dalam Gunarsa, 1981)
itu kepercayaan diri dan perilaku asertif
mengatakan bahwa orang yang memiliki
pada
tingkah laku asertif adalah mereka yang
ketegori yang tinggi atau tidak terpengaruhi.
menilai bahwa orang boleh berpendapat
Berbeda dengan korban bullying yang
dengan orientasi dari dalam, dengan tetap
termasuk dalam kategori parah. Hal tersebut
memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak
umumnya akan memengaruhi kepercayaan
orang lain. Mereka umumnya memiliki
diri dan perilaku asertif yang dimiliki oleh
kepercayaan diri yang kuat.
seorang korban bullying, dikemukakan oleh
mereka
masih
tergolong
dalam
Bila merujuk pada teori yang ada,
Sciara (dalam Saripah 2010). Tingginya
Sciara (dalam Saripah, 2010) bahwa korban
kepercayaan diri dan perilaku asertif pada
bullying adalah individu yang memiliki
korban
kepercayaan diri dan perilaku asertif yang
mungkin
rendah.
ini,
keberadaan siswa pada sekolah tersebut.
berdasarkan deskripsi yang ada dijelaskan
Subjek yang digunakan oleh peneliti adalah
bahwa kepercayaan diri dan perilaku asertif
siswa-siswa yang baru saja memasuki kelas
dalam
XI
Namun
dalam
penelitian
dikarenakan
bahwa
ini
penelitian
tinggi,
siswa
hal
SMA
ini
bullying
karena
sehingga
dalam
penelitian
dipengaruhi
kemungkinan
ini
oleh
siswa-siswa
yang
tersebut untuk menjadi korban bullying yang
menjadi korban bullying memiliki beberapa
tergolong parah masih cukup kecil. Hal ini
kategori mulai dari perlakuan yang pernah
dikarenakan siswa-siswa tersebut baru satu
diterima hingga tingkat keparahan bullying
tahun menjadi junior di sekolah tersebut.
yang pernah mereka alami. Dalam penelitian
Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah
ini subjek yang didapat lebih banyak yang
skala kepercayaan diri dan perilaku asertif
tergolong dalam kategori yang tidak parah
yang dibuat peneliti lebih mengarah pada
pernyataan situasi dalam pergaulan dengan
termasuk dalam kategori remaja awal. Masa
teman sebaya sehingga tingkat keperacyaan
remaja dibagi dua bagian yaitu periode
diri dan perilaku asertif yang terlihat berada
remaja awal berkisar antara umur 13-17
pada tingkat yang sangat tinggi.
tahun, dan periode remaja akhir yaitu umur
Berdasarkan perhitungan nilai mean
17-18
tahun
(dalam
Prabowo,
1996).
asertif berdasarkan jenis kelamin diketahui
Berkembangnya perilaku asertif dipengaruhi
bahwa laki-laki mempunyai nilai mean
oleh faktor-faktor yang dialami individu
asertif yang lebih tinggi dibandingkan nilai
dalam lingkungan dan sepanjang hidupnya.
mean asertif pada perempuan. Hal ini
Selain jenis kelamin,tingkat pendidikan,
mungkin dikarenakan pada perempuan lebih
salah satu faktor dalam perilaku asertif
merasa takut untuk dapat mengungkapkan
adalah usia. Kebanyakan remaja berperilaku
apa yang ada dalam pikirannya bagaimana
asertif dalam pencarian identitas dirinya
perasaannya
(Rathus, l986).
serta
apa
yang
menjadi
keinginnanya bila dibandingkan dengan
Menurut Rathus (1986) Berbagai
laki-laki yang lebih cenderung untuk dapat
faktor yang mempengaruhi perilaku asertif
mengungkapakan secara terbuka. Hal ini
adalah apa yang dialami individu dalam
didukung oleh teori Rathus dan Nevid
lingkungan
(1983), perempuan pada umumnya lebih
Tingkah laku ini diduga berkembang sejak
sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan
anak melakukan interaksi dengan orang tua
pikiran dan perasaan dibandingkan dengan
dan orang-orang dewasa lain di sekitarnya.
laki-laki.
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa 91
Adapun
hidupnya.
(87%) subjek tinggal dengan orang tua
asertif berdasarkan usia diketahui bahwa
memiliki mean asertif 98,00 dan 14 subjek
subjek dengan usia 14-15 tahun sebanyak 30
tinggal dengan keluarga lain sebanyak 14
(28%) subjek dan yang berusia 16-17 tahun
(13%) memiliki mean asertif 96,57. subjek
sebanyak 75 (72%). Pada usia 14-15 tahun
yang tinggal bersama dengan orang tuanya
memiliki nilai mean asertif yang lebih tinggi
memiliki perilaku asertif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mean asertif pada usia
dibandingkan subjek yang tinggal bersama
16-17 tahun. Perbedaan skor yang ada tidak
keluarga lain. Hal ini berarti orang tua
terlalu jauh begitu juga dengan perbedaan
memiliki peranan yang sangat penting,
yang
ada
nilai
sepanjang
mean
umur
perhitungan
dan
sebenarnya
keduanya
perilaku
asertif
dapat
terbentuk
salah
satunya karena campur tangan orang tua.
kepercayaan diri dengan perilaku asertif
pada siswa SMA korban bullying. Artinya
Selanjutnya menurut Sulvina (2007)
semakin tinggi kepercayaan diri maka
korban bullying biasanya tidak percaya diri
semakin tinggi pula perilaku asertif siswa
dan ragu-ragu pada dirinya sendiri. Menurut
SMA korban bullying. Sebaliknya, semakin
Riauskina
bullying
rendah kepercayaan diri maka semakin
berpengaruh pada seberapa sering dan
rendah pula perilaku asertif siswa SMA
seberapa
korban bullying.
(2005)
lama
akibat
seseorang
mengalami
bullying. Semakin sering dan dengan durasi
Pada perilaku asertif dapat diketahui
yang lama maka akibat bullying dapat
bahwa sebagian besar sampel memiliki
memberi dampak yang semakin buruk pada
perilaku asertif yang tinggi. Hal ini dapat
korban. Subjek dalam penelitian ini lebih
dimungkinkan karena memang siswa-siswa
banyak yang tergolong dalam kategori
tersebut
bullying yang ringan. Hal ini terlihat pada
mengungkapkan perasaan dan keinginan
deskripsi karakteristik subjek, sebanyak 88
yang cukup tinggi dengan teman-teman
(84%) subjek dengan mean asertif 98,10
sebaya. Siswa-siswa tersebut lebih leluasa
mengalami bullying hanya 1 kali dalam
karena merasa dalam tingkat pergaulan yang
seminggu, sebanyak 10 (9%) subjek dengan
sama dengan teman-teman sebaya di sekolah
mean asertif 95,00 mengalami bullying 3
tersebut.
kali dalam seminggu, dan sebanyak 7 (7%)
subjek
dengan
mean
asertif
memiliki
kemampuan
Berdasarkan data deskripsi dari jenis
98,14
kelamin diketahui bahwa subjek penelitian
mengalami bullying setiap hari. Oleh karena
laki-laki mempunyai perilaku asertif yang
itu bullying yang mereka terima tidak
lebih tinggi dibandingkan perilaku asertif
memengaruhi kepercayaan diri dan perilaku
pada perempuan.
asertif subjek.
Berdasarkan deskripsi dari usia diketahui
bahwa subjek penelitian yang memiliki
rentang usia antara 14 – 15 tahun cenderung
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui
bahwa hipotesis
yang diajukan dalam
penelitian ini diterima, yang artinya ada
hubungan yang sangat signifikan antara
memiliki perilaku asertif yang lebih tinggi
dibandingkan subjek penelitian pada rentang
usia 16 – 17 tahun.
Berdasarkan
tinggal
pergaulan sosial anak tersebut. Dan untuk
bersama diketahui bahwa subjek penelitian
para siswa lebih bias mengembangkan
yang tinggal bersama dengan orang tua lebih
kepercayaan dir bagi yang belum yakin
memiliki perilaku asertif yang tinnggi.
akan kemampuan dirinya. Agar dapat
Berdasarkan frekuensi terkena bullying,
mengungkapakan apa yang ada dalam
subjek
pada
pikirannya tanpa menyinggung orang lain
frekuensi terkena bullying yang ringan yaitu
dan agar tidak menjadi salah satu korban
1 kali dalam seminggu.
dari perilaku bullying.
lebih
deskripsi
banyak
dari
tergolong
2. Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut
Bagi peneliti berikutnya yang ingin
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dengan
meneliti tentang kepercayaan diri, dan
adanya hubungan yang sangat signifikan
perilaku asertif pada korban bullying
antara kepercayaan diri dengan perilaku
dapat meneliti lebih lanjut hal-hal yang
asertif pada siswa SMA korban bullying
mungkin memiliki pengaruh terhadap
,maka saran yang dapat diberikan adalah
kedua variabel tersebut dengan subjek
sebagai berikut:
penelitian
1. Bagi Subjek Penelitian
hubungan agresifitas dengan empati
Dari riset ini didapat bahwa adanya
keterkaitan
antara
kepercayaan
yang
berbeda,
seperti
pelaku bullying pada self esteem pelaku
diri
bullying pada mahasiswa IPDN. Dengan
dengan perilaku asertif pada siswa SMA
cara ini diharapkan dapat memperkaya
korban bullying. Oleh karena itu, bagi
ilmu pengetahuan, khususnya Psikologi
guru-guru maupun orang tua yang sangat
Pendidikan.
berperan dalam perkembangan anakanaknya, maka diharapkan dari pihak
DAFTAR PUSTAKA
sekolah maupun pihak keluarga agar
dapat
menanamkan kepercayaan diri
sejak dini pada seorang anak agar dalam
pergaulannya dilingkungan social dapat
sesuai dengan apa yang diharapkan dana
dapat
berperilaku
siapapun
yang
asertif
terhadapa
berhubungan
dalam
Bower, S. A., & Bower, G. H. (1992).
Asserting your self: A practical
guide for positive change. (update
ed). California: Addison Wesley.
Coloroso, B. (2007). Stop bullying :
memutus rantai kekerasan anak dari
prasekolah hingga SMU. Jakarta: PT
Serambi Ilmu.
Detiknews. (2010). Kasus bullying juga
menimpa Okke siswa SMA 46
Jakarta
http://www.detiknews.com/read/201
0/04/03/065911/1330995/10/ kasusbullying-juga-menimpa-okke-siswasma-46-jakarta. (diakses pada 2 Mei
2011).
Saripah, I. (2010). Model konseling kognitif
untuk menanggulangi bullying siswa.
Jurnal
Psikologi.
Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Fatimah,
E.
(2006).
Psikologi
perkembangan : Perkembangan
peserta didik. Bandung: Balai Setia.
Sejiwa. (2010). Catatan Positif dari Timang
Gajah. Jakarta : Semai
Gunarsa, S.D. (1992). Konseling dan
Psikoterapi. Jakarta : PT BPK
Gunung Mulia.
Musen, H. P. (1979). Handbook of reaserch
methods in child development. New
Delhi. Wiley Easton Private, Ltd.
Prabowo, H., & Fakhrurrozi, M. (2004).
Skala psikologi. Jakarta: Gunadarma
Sejiwa. (2010). Kekerasan terhadap anak.
Laporan penelitian. Jakarta: Yayasan
Semai Jiwa Amini.
Solopos. (2011). Korban bullying SMA 70
cabut
laporan.
http://www.solopos.com/2011/patroli
/korban-bullying-sma-70-bulungancabut-laporan-85408. (diakses pada 2
Mei 2011).
Sulvina, K. (2004). Bullying in secondary
school. London: A Sage Publication
Company.
Rathus, S.A. (l986). Essentials of
Psychology. New York : Holt
Rinehart and Winston.
Wijaya, A. H. (2000). Antara percaya diri
dan
percaya
dewa.
http://www.google.com/percayadiri.c
o.id. (diakses pada 1 Juni 2011).
Rathus, S. A & Nevid, J. S. (1983).
Adjusment and growth : the
challenges of life. (2nd ed). New
York: CBS Collage Publishing.
Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA).
(2008). Mengatasi kekerasan dari
sekolah dan lingkungan anak.
Jakarta: Grasindo.
Riauskina, I. I., Djuwita, R., & Soesetio,
S.R. (2005).
”Gencet-gencetan”
dimata siswa-siswi kelas 1 SMA:
naskah kognitif skenariao & dampak
”gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi
Sosial.
Santrock, J. W. (1995). Life-span
development: Perkembangan masa
hidup. Edisi kelima jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Download