Perkembangan psikososial anak usia sekolah

advertisement
PERKEMBANGAN
PSIKOSOSIAL
MASA
KANAK-KANAK MADYA
FOKUS PERKEMBANGAN ‘SELF’
• Perkembangan kognitif memungkinkan anak untuk mengembangkan konsep yang
lebih kompleks mengenai diri mereka, dan untuk mencapai kontrol dan pemahaman
emosi
• Pada sekitar usia 7-8 tahun, anak masuk pada tahap ketiga perkembangan konsep
diri: represantional system (konsep diri anak sudah meluas, yang mengintegrasikan
beberapa aspek diri; penilaian diri lebih disadari, realistis, seimbang, dan
komprehensif). Contoh: Lisa berkata,”Saya mendapat nilai A pada pelajaran bahasa
dan IPS, dan saya merasa bangga. Tetapi saya merasa tidak pintar dalam pelajaran
matematika dan IPA, terutama saat saya melihat teman-teman mengerjakan soal-soal
tersebut dengan baik)
• Anak dapat membandingkan dirinya (real self) dengan diri yang ingin dicapainya
(ideal self), dan dapat mengukur bagaimana dirinya dapat memenuhi standard sosial
dibanding teman sebayanya.
• Semua perubahan di atas berpengaruh besar terhadap self-esteem.
TAHAP 4 PSIKOSOSIAL ERIKSON: INDUSTRY VS INFERIORITY
• Fokus: kemampuan anak untuk mengerjakan tugas.
• Inferiority muncul saat anak tidak memperoleh pujian dari orang dewasa/ teman sebaya,
atau kurangnya motivasi dan self esteem  timbul perasaan tidak berharga dan rendah diri
(inferiority)
• Untuk mencapai industry, anak harus bekerja keras mencapai tujuan
• Tujuan tergantung pada budaya di sekitar anak
• Semakin bertambah usia, anak lebih sadar perasaannya dan orang lain  kontrol emosi lebih
baik dan dapat berespon terhadap perasaan tertekan pada orang lain
• Anak sudah dapat mengontrol dan menyesuaikan emosi negatif dengan standard dalam
lingkungan, sehingga penyesuaian diri lebih baik
• Anak sudah dapat berempati dan menunjukkan perilaku prososial (kecenderungan untuk
ingin menolong orang lain yang tidak seberuntung dirinya dengan sukarela)  membangun
self esteem anak
• Anak dengan perilaku prososial cenderung berperilaku sesuai dengan situasi sosial, bebas
dari emosi negatif, dan menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif
ANAK DI DALAM KELUARGA
• Anak usia sekolah menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersosialisasi dengan
lingkungan dan teman sebaya daripada tahapan usia sebelumnya
• Suasana dalam keluarga adalah kunci perkembangan
• Salah satu faktor kunci: konflik dalam keluarga
• Pengasuhan berubah dari yang terkontrol menjadi koregulasi  kontrol perilaku
secara bertahap berubah dari orangtua ke anak , anak sudah lebih dapat
mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginannya pada orangtua. Contoh: orangtua
tidak dapat/hanya sedikit ikut campur apabila anak menghadapi masalah dengan
teman sebayanya, dan lebih banyak berdiskusi dengan anak
• Koregulasi membutuhkan hubungan yang dekat antara orangtua dan anak. Anak akan
percaya dan mau mendengarkan harapan orangtua apabila anak percaya bahwa
orangtua adil dan peduli tentang kesejahteraan anak, dan anak yakin bahwa orangtua
sudah pernah mengalami pengalaman yang mereka alami
LANJUTAN...
• Disiplin yang diajarkan pada anak sebaiknya bukan yang fisik, tetapi lebih
menggunakan teknik induktif. Contoh: ayah Fajar menunjukkan pada anak
bahwa anak harus menanggung akibat dari perilakunya sendiri. “ Memukul
Benny menyakitkan dirinya dan membuat Benny merasa buruk.”, “Sepertinya
kemarin ada seorang anak laki-laki yang suka menolong, ke mana dia?”, “Anak
laki-laki besar sepertimu sebaiknya tidak duduk dalam kereta dan
membiarkan orangtua duduk.”
• Pada umumnya semakin puas seorang ibu dengan status pekerjannya,
semakin efektif ia sebagai seorang ibu
• Ibu tunggal harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya  model
peran seperti ini akan ditiru anak, atau bahkan anak bisa kehilangan model
peran karena waktu ibu banyak dihabiskan di luar rumah.
• Jika memungkinkan, lebih baik ibu pekerja paruh waktu daripada bekerja
seharian penuh, agar lebih banyak waktu bersama anak
ANAK DI ANTARA TEMAN SEBAYANYA
• Anak mulai punya kelompok teman sebaya, yang seumur dan sama jenis kelamin
• Bergabung dengan kelompok teman sebaya memberi manfaat sbb: membuka perspektif
pemikiran anak, membantu anak belajar bergaul dengan lingkungan (cara menyesuaikan
kebutuhan dan keinginan terhadap orang lain, kapan perlu berteriak & tetap tenang),
membuat anak merasa aman secara emosional, membantu anak mempelajari perilaku
gender yang sesuai, membentuk peran gender dalam diri anak
• Aspek negatif bergabung dengan teman sebaya: mengembangkan prasangka (misal: pada
hal yang tidak disukai terhadap orang lain, kelompok tertentu) dan mendorong terjadinya
perilaku antisosial karena ingin dianggap bagian dari kelompoknya (konformitas 
umumnya terjadi pada anak yang sudah akan remaja)
• Selain habiskan waktu luang dengan kelompok sebaya, secara pribadi anak juga menjalin
persahabatan
• Anak bersahabat dengan teman yang sama jenis kelamin, usia, dan minat
• Persahabatan yang kuat: melibatkan komitmen & ‘saling memberi-menerima’ yang setara
AGRESI DAN BULLYING
• Pada usia 6-7 tahun, agresi pada anak berkurang, sejalan dengan
egosentrisme yang berkurang, lebih empatik, lebih kooperatif, dan lebih baik
dalam berkomunikasi
• Namun demikian, kecenderungan untuk menyakiti orang lain secara verbal
meningkat
• Anak laki-laki lebih pada agresi fisik, anak perempuan lebih pada agresi
verbal
• Anak yang lebih mampu mengontrol agresi fisiknya akan jauh dari masalah
di sekolah dan dari perilaku antososial. Namun demikian, anak perempuan
maupun anak laki-laki yang agresif cenderung lebih populer di sekolah
• Anak berperilaku agresif karena ada sesuatu dari lingkungan yang menarik
perhatiannya dan dipersepsikan oleh anak
TIPE-TIPE AGRESI
1. Agresi instrumental/ proaktif: agresor melihat perilaku memaksa sebagai cara yang
efektif untuk mendapatkan hal yang ia inginkan. Dalam konteks sosial, mereka
berperilaku agresif karena ingin dihargai (misal: anak ingin temannya berbagi makanan
dengan mengancam memukul anak lain
2. Hostile/reactive aggression: agresor berperilaku agresif untuk membela diri karena
mempersepsikan perilaku orang lain mengancam dirinya (contoh: anak yang disenggol
saat makan, kemudian memukul yang menyenggol tersebut. Perilaku menyenggol
dipersepsikan secara ancaman oleh anak tersebut)
Penyebab perilaku agresi:
1. Penolakan dari keluarga
2. Pengasuhan yang kasar
3. Media elektronik
4. Konformitas terhadap kelompok
BULLYING
• Agresi menjadi bullying apabila dilakukan dengan sengaja dan terus-menerus
terhadap korban yang sama
• Beberapa jenis bullying: fisik (umumnya dilakukan anak laki-laki), verbal, relasional
(mengasingkan dan menggosipkan korban, umum dilakukan anak perempuan)
• Bullying dapat: proaktif (dilakukan untuk menunjukkan kekuasaan) atau reaktif
(respon terhadap ancaman yang diimajinasikan)
• Cyberbullying: bullying melalui media internet
• Bullying merefleksikan adanya kecenderungan agresi secara genetik, orangtua
yang memaksa, dan teman yang antisosial
• Anak yang saat kecil dianggap agresif dan ditolak, saat remaja cenderung
melakukan bullying
LANJUTAN BULLYING
• Ciri-ciri korban bullying: cemas, tertekan, diam, pasrah, mudah
menangis, memiliki self esteem rendah. Biasanya korban bullying
berasal dari keluarga yang suka menghukum, dan kasar.
Cara untuk mengurangi bullying:
• Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab terhadap bullying
• Mengajar murid keterampilan sosial dan emosional
• Menekankan adanya tanggung jawab sosial pada setiap anak
• Hubungan yang harmonis antarsiswa
MASALAH MENTAL YANG UMUM TERJADI
• Oppositional Deviant Disorder (ODD): anak selalu melakukan yang sebaliknya,
tidak patuh, menggunakan kekerasan terhadap figur kekuasaan selama
minimal 6 bulan.
• Phobia sekolah: ketakutan yang berlebihan untuk pergi ke sekolah
• Kecemasan berlebihan: social anxiety (cemas berada di tengah situasi sosial),
separation anxiety (kecemasan berpisah dari caregiver), generalized anxiety
disorder (cemas akan apa saja), obsessive compulsive disorder/ OCD (pikiran
anak terfokus pada suatu hal terus-menerus sehingga melakukan perilaku
repetitif seperti mencuci tangan, memeriksa jendela, dll)
• Depresi masa kanak-kanak: kelainan mood, kadang mood anak normal, kadang
sedih. Biasanya anak berasal dari keluarga yang depresi, cemas, antososial, dan
ketergantungan obat terlarang
TEKNIK TERAPI
• Psikoterapi individual: terapi berjumpa dengan anak untuk membantu anak
mendapat insight terhadap kepribadiannya, dan hubungan, dan untuk
mengintepretasikan perasaan dan perilakunya. Digunakan untuk anak dengan
orangtua bercerai, atau anak yang orangtuanya baru meninggal
• Terapi keluarga: terapi berjumpa satu keluarga, melihat interaksi dalam keluarga,
dan melihat hal-hal yang dapat mengganggu fungsi peran dalam keluarga.
Digunakan untuk masalah anak yang terkait dengan keluarga
• Terapi seni: membantu anak yang memiliki masalah untuk mengungkapkan
perasaannya melalui media seni, seperti warna, nada, dll,
• Terapi bermain: anak bermain dengan bebas saat terapis mengobservasi dan
bertanya, atau memberikan komentar dan saran. Cocok digunakan untuk
masalah anak usia 5-11 tahun
• Terapi obat: menggunakan obat-obat untuk mengatur mood, konsentrasi
Download