1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah merupakan tempat pendidikan formal yang tidak hanya
mengajarkan peserta didiknya pengetahuan secara kognitif akan tetapi juga
mengajarkan kepada peserta didiknya pembelajaran secara psikomotorik dan
afektif (perilaku). Sudah semestinya seluruh civitas akademika sekolah mulai dari
Kepala Sekolah, Guru, Staff Sekolah maupun siswa menanamkan sikap dan sifat
yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita
jumpai peristiwa-peristiwa yang justru menunjukkan perbuatan negatif dan tercela
yng dilakukan banyak siswa di lingkungan sekolah, seperti perkelahian antar
siswa, maraknya geng antar siswa yang menyudutkan salah satu siswa lain, olokolokan antar siswa dan masih banyak peristiwa negatif lainnya.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, sekolah yang seharusnya digunakan
sebagai tempat menuntut ilmu justru digunakan sebagai tempat untuk meluapkan
dan mengekspresikan perilaku negatif. Yusri (dalam Sutanto, 2014) menyebutkan
bahwa ciri remaja yang sedang berkembang adalah sebagai permunculan tingkah
laku yang negatif, seperti suka melawan, gelisah, periode badai, tidak stabil, dan
berbagai label buruk lainnya. Remaja melakukan tindakan negatif karena
lingkungan tidak memperlakukan mereka sesuai dengan tuntutan dan tahap
perkembangan mereka. Hal tersebut terbukti dengan maraknya perilaku bullying
yang terjadi di lingkungan sekolah.
1
Banyak sekali kasus bullying dijumpai di Sekolah dari mulai kasus
bullying ringan sampai pada kasus berat. Salah satu berita yang diberitakan oleh
viva.co.id, bahwa di SMAN 70 Bulungan Jakarta Selatan telah terjadi kasus
bullying dimana 13 siswa kelas XI melakukan tindakan bullying kepada 10 siswa
kelas X sampai para korban mengalami trauma. Ketiga belas siswa kelas XI
akhirnya di keluarkan dari sekolah karena tindakannya tersebut.
Sedangkan dalam republika.co.id, kasus bullying juga menimpa siswi
kelas V SD di Bukit Tinggi Sumatera Barat, siswi tersebut mendapatkan
perlakuan bullying dari ketiga temannya di kelas, dia dipukuli dihajar oleh ketiga
temannya di dalam kelas, lantaran menghina ibu dari salah seorang pelaku
bullying.
Hal tersebut membuktikan bahwa perilaku bullying
di sekolah yang
terjadi di Indonesia masuk dalam kategori yang tinggi. Catatan KPAI
menunjukkan 78,3% dari 9 provinsi di Indonesia mengakui pernah melakukan
tindakan bullying di sekolah (kpai.co.id)
Menurut Coloroso (2007) bullying adalah tindakan intimidasi yang
dilakukan oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah. Tindakan
penindasan ini
diartikan sebagai penggunaan kekerasan atau kekuatan untuk
menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan
tidak berdaya. Bentuknya bisa berupa fisik seperti memukul, menampar, dan
memalak. Bersikap verbal seperti memaki, menggosip, dan mengejek serta
psikologis
seperti
mengintimidasi,
mengucilkan,
mengabaikan,
dan
mendiskriminasi.
2
Sedangkan menurut Olweus (2007) menyatakan bullying adalah ketika
seseorang berulang kali dan mempunyai tujuan atau melakukan tindakan jahat dan
menyakiti orang lain, ketika ia memiliki waktu yang sulit untuk bergantung pada
dirinya sendiri.
Tingkah
laku
negatif
merupakan
penyimpangan
perilaku
sosial.
Penyimpangan perilaku sosial merupakan bagian dari proses interaksi sosial
seorang individu di dalam kelompoknya. Setiap individu termasuk remaja
memiliki kemampuan untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya. Perilaku itu
ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa
hormat terhadap orang lain. Menurut Buzan (dalam Sutanto, 2014)
ukuran
kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan
berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya merupakan
pemahaman mengenai kecerdasan sosial.
Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mengurangi hambatan untuk berperilaku agresif, seperti bullying adalah
rendahnya kesadaran diri. Rendahnya kesadaran diri itu menghasilkan seseorang
mempunyai kesempatan untuk berperilaku agresif seperti tindakan bullying.
Kesadaran diri itu juga terdapat dalam kecerdasan sosial yang berupa kesadaran
sosial,yang mengarah kepada perasaan mampu memahami orang lain (Golemen,
2006).
Menurut Goleman (2006) kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan
diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan berinteraksi sosial
dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya.
3
Orang dengan kecerdasan sosial rendah akan menemui kesulitan saat
memulai suatu interaksi dangan seseorang atau sebuah kelompok baik kelompok
kecil maupun besar. Orang tersebut tidak dapat memanfaatkan dan menggunakan
kemampuan otak dan bahasa tubuhnya untuk “membaca” teman bicaranya,
sehingga hal ini sangat mempengaruhi kesadaran diri orang tersebut untuk
bertindak diluar toleransi dilingkungannya, sehingga orang tersebut rentang
melakukan tindakan yang mengarah ke perilaku bullying saat berhadapan dengan
teman di sekitarnya.
Wulandari (2010) melakukan penelitian dengan judul Hubungan
kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa SMK Muhammadiyah
Piyungan Yogyakarta dengan hasil yang menunjukkan nilai rxy –0,421 dengan p=
0,001(p<0,01) dengan angka tersebut membuktikan bahwa ada hubungan negatif
dan signifikan antara kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa SMK
Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta. Sedangkan dari hasil pra penelitian
mengenai hubungan kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa kelas
Xl PM SMK T & I kristen Salatiga yang di lakukan oleh Susanto (2014)
menunjukkan nilai rxy 0,632 dengan p=0, 000. Dengan hasil tersebut
membuktikan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan
sosial dan perilaku agresif pada siswa SMK T& I Kristen Salatiga.
Dari hasil penelitian Wulandari (2010) dan penelitian Sutanto (2014) yang
memiliki hasil berbeda maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Hubungan antara kecerdasan sosial dengan perilaku bullying pada siswa
kelas X Negeri 1 Pringsurat karena berdasarkan hasil observasi dan wawancara
4
dengan guru pembimbing menyatakan bahwa sering terjadi tindakan bullying
yang dilakukan oleh siswa kelas X Negeri 1 Pringsurat seperti mengejek, olokolokan, bertengkar, pengkucilan dalam pergaulan. Kedua penelitian tersebut
memiliki variabel bebas yang sama dengan penelitian ini, yaitu kecerdasan sosial.
Untuk variabel terikatnya, keduanya menggunakan perilaku agresif. Sedangkan
dalam penelitian ini, variabel terikatnya adalah perilaku bullying. Perilaku agresif
sendiri memiliki kaitan dengan perilaku bullying. Bullying merupakan salah satu
dari manifestasi perilaku agresif (Krahe dalam Suharto, 2014). Sedangkan
Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mendukung perilaku agresif, termasuk bullying adalah rendahnya kasadaran diri.
Rendahnya kesadaran diri itu menyebabkan seseorang memiliki kesempatan untuk
berperilaku agresif, yaitu tindakan bullying.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan peneliti sebagai
berikut. Adakah hubungan yang signifikan antara kecerdasan sosial dengan
perilaku bullying pada siswa kelas X di SMK Negeri 1 Pringsurat
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara
kecerdasan sosial dengan perilaku bullying pada siswa kelas X di SMK Negeri 1
Pringsurat.
5
1.4 Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan mampu memberikan sumbangan bagi teori
kecerdasan sosial dan keterkaitanya dengan perilaku bullying.
2) Manfaat praktis
Hasil penelitian ini di peruntukan untuk guru pembimbing di SMK Negeri 1
Pringsurat sebagai bahan acuan penyusunan layanan BK untuk mengurangi
perilaku bullying siswa di SMK Negeri 1 Pringsurat.
6
Download