7 2. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa

advertisement
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian
ini, diantaranya teori remaja beserta karakteristiknya, teori mengenai motivasi dan
teori mengenai agresi dan bullying. Ditambah lagi beberapa penelitian terdahulu
yang masih terkait dengan penelitian ini.
2.1 Remaja
2.1.1 Definisi Remaja
Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara
masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan
sosial emosional dimana perubahan yang terjadi meliputi perkembangan fungsi
seksual, proses berpikir abstrak, sampai pada kemandirian (Santrock, 1996).
Meski ada beberapa pendapat yang sedikit berbeda tentang rentang usia remaja,
rentang usia yang umumnya disepakati untuk remaja adalah 11 tahun sampai awal
20-an(Papalia, Olds, & Feldman, 2004).
2.1.2 Karakteristik Remaja
Salah satu tugas perkembangan remaja yang paling penting adalah proses
pembentukan identitas diri (Erikson, 1968). Berhasil atau tidaknya seseorang
menyelesaikan tugas perkembangannya ditentukan dari berhasil tidaknya orang
tersebut mencapai sebuah identitas diri yang mapan, atau biasa disebut indentity
versus identity confusion. Proses pembentukan identitas ini sangat erat kaitannya
dengan lingkungan di sekitar individu tersebut, khususnya lingkungan sosial.
Beberapa komponen yang paling berpengaruh dan cukup penting bagi seorang
remaja adalah peer group, persahabatan dan popularitas (Papalia, Olds, &
Feldman, 2004).
Bagaimana kemudian ketiga komponen ini dapat mempengaruhi
pembentukan identitas seorang remaja bergantung kepada kemampuan sang
remaja untuk menyesuaikan diri. Mereka yang mendapat pengaruh negatif dari
peer group, atau bahkan tidak punya peer group, kurang populer di kalangan
7
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
8
teman-teman dan memiliki persahabatan yang minim cenderung sulit untuk
melakukan penyesuaian dan menyelesaikan tugas perkembangannya.
2.1.3 Remaja dan Agresi
Agresi pada masa remaja seseorang disinyalir sebagai bibit agresi yang
akan berkembang pada tingkat perkembangan selajutnya. Salah satu bentuk yang
paling sering dibahas adalah kenakalan remaja (juvenile deliquency) dan perilaku
anti sosial. Bentuk yang umumnya terjadi adalah perkelahian, kekerasan fisik,
dan perampokan atau pencurian (Papalia, Olds, & Feldman, 2004). Salah satu
karakteristik khusus yang membuat tindak kenakalan pada usia remaja berbeda
dengan usia sebelumnya adalah konsekuensi secara hukum yang dapat diterima
oleh pelaku. Meskipun konsekuensinya lebih jelas dan tegas, tidak ada jaminan
bahwa dalam masa remaja tindak agresi akan menurun.
Faktor yang dapat
mendukung timbulnya tindak kekerasan pada remaja adalah pola asuh yang tidak
baik, pengaruh peer, lingkungan yang tidak sehat, dan status sosial-ekonomi yang
rendah.
Menurut Card & Hodges (2006)
faktor yang kemudian dapat
mempengaruhi timbulnya agresi pada masa remaja adalah adanya masalah dalam
pola pengasuhan, karakteristik kepribadian seseorang dan pengaruh peer group.
Dalam beberapa kasus dengan peer, tidak memiliki peer, ditolak atau dimusuhi
oleh beberapa peer dapat meningkatkan tingkah laku agresif seorang
remaja(Bierman & Wargo, 1995).
Di sisi lain peer group juga dapat
meningkatkan agresivitas dengan memberikan pengaruh atau contoh tindakan
agresi, bahkan pada beberapa kasus merencanakan tindak agresi. Menilik pada
kenyataan bahwa seorang remaja adalah individu yang sedang berjuang untuk
mencari identitas diri tidak heran kalau tingkah lakunya sangat dipengaruhi oleh
teman sebayanya.
Dari sudut pandang lain, agresi pada remaja sangat dipengaruhi oleh
kepribadian yang terbentuk selama hidupnya (Lio, 2004). Pola asuh, lingkungan
dan lingkar pertemanan kemudian juga menjadi faktor yang mempengaruhi
kepribadian. Seorang anak yang tinggal dalam keluarga dan lingkungan yang
penuh dengan kekerasan dapat mengembangkan sebuah pribadi yang memiliki
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
9
tingkat kecemasan tinggi,percaya diri rendah, mudah frstrasi dan memiliki luka
emosional. Usaha individu untuk mengokupasi perasaan-perasaan ini kemudian
dapat ditunjukkan dengan melakukan tindak agresi terhadap lingkungannya.
2.2 Motivasi
2.2.1 Definisi Motivasi
Ada beberapa definisi mengenai motivasi yang kiranya satu dengan yang lainnya
masih saling berkaitan, Jones (1964) mengemukakan bahwa motivasi adalah
”..how behavior is started, energized, sustained, aimed, stopped, and what
subjective feeling is showed at that time“ (p.18). Masih senada dengan Jones,
Gage dan Berliber (1979) memberikan definisi bahwa motivasi adalah isitilah
yang digunakan untuk menggambarkan suatu tenaga yang dapat mengarahkan
tingkah laku seseorang. Sementara Madsen (1999) mengemukakan motivasi
adalah suatu hal yang memicu, mempertahankan dan mengarahkan sebuah
tingkah laku pada tujuan tertentu demi mencapai tujuan tersebut.
Dari definisi-definisi tentang motivasi di atas, simpulan yang dapat ditarik
adalah motivasi selalu berkenaan dengan sebuah tenaga atau dorongan yang
melatarbelakangi munculnya tingkah laku dan lantas mengarahkan tingkah laku
seseorang atas dasar tujuan tertentu. Dengan kata lain, motivasi adalah adalah
alasan mengapa seseorang dapat mengeluarkan tingkah laku tertentu.
2.2.2 Sumber motivasi
Sumber motivasi coba dijelaskan oleh tiga pandangan besar yang berbeda
(Santrock, 2005). Pertama, adalah teori naluriah yang diisi oleh psikoanalisa,
sosio-biologi dan psikologi evolusioner. Ketiganya berpendapat bahwa motivasi
seseorang dipengaruhi oleh insting yang merupakan bawaan seseorang dari saat
pertama ia lahir ke dunia. Artinya, setiap motivasi yang ada dalam diri seseorang
tidak pernah dipelajari dan tidak pernah diajarkan. Insting itu secara otomatis
diturunkan dari satu generasi ke generasi lain.
Kedua, teori behavioral yang diisi oleh drive-reduction dan arousal
theory. Mereka yang berada di ranah behavioral menganggap motivasi muncul
karena adanya keinginan untuk mengarahkan dorongan atau pencarian kepuasan
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
10
dari sebuah tingkah laku yang sebelumnya sudah pernah dipelajari. Manusia
memang secara naluriah memiliki dorongan untuk bertingkah laku, namun bentuk
tingkah laku yang dimunculkan jelas merupakan sebuah proses pembelajaran yang
berjalan sepanjang hidup. Manusia akan mencari cara yang paling efektif untuk
memenuhi kebutuhannya dan akan mempertahankan tingkah laku tersebut apabila
dirasa sesuai untuk memebuhi kebutuhannya. Dan bukan tidak mungkin kalau
melalui proses pembelajaran tersebut seseorang mampu menampilkan perilaku
lain, tapi tetap dalam rangka untuk pencarian cara untuk memnuhi kebutuhan.
Ketiga, adalah teori kognitif yang diisi oleh ideal complexity theory,
achievement motivation dan self actualization. Apa yang mendorong seseorang
bertingkah laku merupakan hasil pemikiran yang panjang dan kompleks. Rasa
ingin tahu, pencapaian terhadap goal pribadi dan keinginan untuk berkembang
menjadi landasan seseorang dalam bertingkah laku.
Motivasi dalam diri seseorang pada hakikatnya bersumber dan berakar
pada kepribadian yang dimiliki oleh orang tersebut (Pervin, Cervone, & John,
2005). Berdasarkan kepribadian, motivasi dibagi menjadi tiga sumber : demi
kesenangan atau paham hedonistik, demi aktualisasi diri dan atas dasar motif
kognitif.
Memang benar ada berbagai sumber motivasi, meskipun demikian
motivasi mana yang dominan pada diri seseorang akan ditentukan oleh
kepribadian orang itu sendiri.
Dari beberapa pandangan mengenai sumber motivasi ini, terlihat bahwa
motivasi seseorang dalam bertingkah laku dipengaruhi oleh sifat-sifat bawaan
seseorang dan juga merupakan integrasi dari proses pembelajaran yang telah
dilakukan selama hidupnya.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka dalam
penelitian ini motivasi dipandang sebagai sebuah konstruk multifaktor yang lebih
lanjut akan dibahas pada bagian 2.3.1.
2.3 Agresi dan Bullying
2.3.1 Agresi
Agresi dapat didefinisikan sebagai tingkah laku yang ditujukan untuk
menyakiti orang atau kelompok lain (Carr, 2003). Masih senada dengan Carr,
tokoh lain Baron & Byrne (2005) mendefinisikan agresi sebagai sebuah tingkah
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
11
laku dengan tujuan meyakiti makhluk hidup lain yang menghindari tingkah laku
tersebut.
Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ag
agresi
resi adalah tingkah
laku yang bertujuan menyakiti orang lain, baik individu maupun kelompok.
Lebih jauh lagi, menurut Berkowitz (2001) agresi kemudian dibagi menjadi dua
macam, yaitu hostile dan instrumental
instrumental. Perbedaan
an yang mendasar antara kedua
jenis agresi ini adalah hostile aggression menekankan pada agresi yang bertujuan
semata-mata
mata untuk menyakiti individu lain, sementara instrumental aggression
menjadikan agresi sebagai sebuah alat untuk mencapai tujuan lain, se
seperti
kekuasaan,
aan, harta atau kepentingan kelompok
kelompok,, di samping menyakiti individu lain.
Bagaimana agresi terbentuk dan hal apa yang kemudian mempengaruhi
agresi dirangkum oleh Anderson (2003) dalam teorinya yang disebut sebagai
general aggression modell (GAM)
Gambar 1 : Bagan siklus GAM (Anderson, 2003)
Dari bagan tersebut kita dapat melihat bahwa Action dan pengambilan
keputusan sepenuhnya dipengaruhi oleh bagaimana situasi yang ada dan faktor
personal yang kemudian akan mempengaruhi internal state sesorang.. Faktor
personal yang kemudian dapat mempengaruhi antara lain trait,, jenis kelamin,
sikap, nilai dan goal jangka panjang pribadi. Sementara bagian situasi diisi oleh
aggressive cue,, provokasi, frstrasi, rasa sakit dan tidak nyaman, obat-obatan
obatan dan
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
12
insentif.
seseorang.
Kedua faktor ini kemudian akan mempengaruhi keadaan internal
Keadaan internal seseorang inilah yang kemudian menjadi pusat
kendali motivasi seseorang untuk melakukan tindak agresi, namun pembentukan
ini tentunya tak lepas dari pengaruh lingkungan, kepribadian dan pengaruh sosial,
sehingga ketiganya memegang peranan yang sama penting dalam pembentukan
motivasi.
2.3.2 Bullying
Papalia, Olds, dan Feldman (2004) menyatakan bullying adalah tindak
agresi yang dilakukan secara sengaja dan persisten terhadap target tertentu, yang
biasanya lemah dan tidak mampu mempertahankan diri. Kemudian Sullivan,
Cleary, dan Sullivan (2005) memberikan definisi yang menambahkan aspek
jumlah orang dan ketidakseimbangan kekuatan, bullying adalah bentuk agresi
yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap orang lain atau kelompok lain
dalam suatu kurun waktu tertentu; Agresi ini bersumber pada adanya
ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban. Sementara menurut Heald
(2002) bullying adalah tindak kekerasan disertai keinginan untuk menyakiti,
mengancam, menakut-nakuti atau membuatnya dalam keadaan tidak nyaman,
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, baik fisik maupun psikologis, yang
dilakukan oleh seseorang maupun kelompok terhadap orang lain yang tidak
mampu mempertahankan dirinya
Sebuah tindak agresi baru disebut bullying jika memiliki elemen pelaku,
korban, dilakukan secara berulang (atau dipersepsikan berulang oleh korban) serta
ada penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan. Lebih lengkap lagi, dalam the antibullying handbook (Sullivan, 2000), suatu tindakan agresi dapat dikatakan
bullying jika memenuhi kriteria berikut ini:
1. adanya niat untuk melukai atau merugikan orang lain
2. adanya ketidakseimbangan kekuatan
3. seringkali terorganisir dan sistematis
4. berulang, terjadi dalam periode waktu tertentu, atau secara acak
5. pengalaman menyakitkan oleh korban bullying dapat merupakan external
(fisik) dan/atau internal (psikis).
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
13
Dengan kata lain, jika sebuah tindak agresi memiliki aspek-aspek yang tersebut di
atas pada pelaksanannya, maka tindak agresi tersebut sudah tergolong ke dalam
bullying. Dari lima poin yang tersebut di atas, tampak pada poin kedua disebut
ada ketidakseimbangan kekuatan; yang dimaksud di sini adalah bahwa antara
pelaku dan korban ada kesenjangan kekuatan, di mana pelaku lebih berkuasa dan
lebih superior dari korbannya. Di poin ketiga, yang dimaksud dengan sistematis
dan terorganisir adalah bahwa tindak bullying umumnya direncanakan secara
matang oleh para pelaku dan seringkali sudah memiliki pola yang tetap dan
berulang pada beberapa kesempatan.
Teori
lain
yang
menghubungkan
antara
bullying
dan
agresi
mengemukakan bahwa bullying adalah tingkah laku agresif yang bertujuan untuk
mendominasi, menyakiti, atau mengucilkan orang lain (Sheras, 2002). Dengan
demikian, bullying merupakan bentuk agresi yang memiliki aspek-aspek
tambahan seperti telah disebutkan di atas. Atau dengan kata lain bentuk perilaku
bullying merupakan bagian yang terkait dengan bentuk perilaku agresi
2.3.3 Bentuk Bullying
Meski bentuknya sangat bermacam-macam, namun secara garis besar
bullying dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu :
1. Verbal : mengolok-ngolok, memberi julukan yang tidak menyenangkan,
finah
2. Fisik : memukul, menendang, dan berbagai macam kontak fisik lainnya
3. Relasional : pengucilan, penolakan kelompok, pemberian gesture yang
tidak menyenangkan
(Olweus, 2003; Sullivan, 2005)
2.3.4 Karakteristik Pelaku Bullying
Tidak ada kriteria khusus yang memastikan bahwa seseorang akan
melakukan tindak bullying, namun Olweus (2003) mengemukakan bahwa mereka
yang memiliki sikap positif terhadap kekerasan memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk melakukan bullying. Karakteristik lain yang umumnya dimiliki
oleh pelaku bullying adalah tingkah laku yang cenderung impulsif, memiliki
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
14
keinginan untuk mendominasi orang lain, kurang atau tidak berempati kepada
korban
dan cenderung memandang positif diri sendiri.
karakteristik ini
Dari beberapa
olweus kemudian mencoba untuk merumuskan motivasi
seseorang melakukan bullying, yaitu :
1. Memiliki kebutuhan akan dominasi dan kekuasaan
2. Lingkungan yang mendukung tindak kekerasan
3. Adanya keuntungan atas tingkah laku yang mereka lakukan
2.3.5 Karakteristik Korban Bullying
Menurut Saffer (1999), korban perilaku bullying terbagi atas dua tipe,
lemah dan provokatif. Korban yang tergolong tipe lemah adalah mereka yang
biasanya lemah secara fisik, tidak berani atau tidak mampu mempertahankan diri,
penyendiri dan memiliki sedikit teman.
Tipe provokatif adalah korban yang
memiliki tipe yang 180 derajat berbeda dengan tipe lemah, korban biasanya
adalah mereka yang bertempramen tinggi, berani melawan balik, aktif dan sering
“mencari masalah” dengan orang lain.
2.4 Studi Terkait
2.4.1 Motivasi dan Agresi
Studi tentang bagaimana sebuah tingkah laku agresif dipengaruhi motivasi
sudah sangat banyak jumlahnya, diantaranya adalah studi tentang bagaimana
seseorang bisa bertingkah laku agresif (Baumeister & Bushman, 2004). Studi
tersebut menghasilkan bahwa pengaruh motivasi dalam diri seseorang, baik
bersumber pada insting atau merupakan hasil belajar sosial, akan dikombinasikan
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan konsekuensi yang akan dihadapi sebelum
menjadi tingkah laku agresi.
Sementara berdasarkan studi yg lain (Reeder, Kumar, Hesson-McInnis, &
Trafimow, 2002) menunjukkan bahwa respon berbentuk tindak agresi
dapat
muncul karena adanya provokasi dari luar individu, seperti ancaman dan balas
dendam, sehingga motivasi yang mungkin dimunculkan adalah mempertahankan
diri atau membalas dendam. Hal ini senada dengan penelitian lain (Neighbors,
Vietor, & Knee, 2002) yang menyebutkan bahwa dorongan agresi timbul karena
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
15
ada kombinasi antara tekanan dari lingkungan sosial dan dorongan dari dalam diri
individu yang kemudian akan menghasilkan pemikiran agresif dan tindak agresif.
2.4.2 Motivasi dan Bullying
Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris, dengan subjek pelajar kelas
menengah pertama memberikan hasil bahwa motivasi seorang pelajar melakukan
tindak bullying adalah karena alasan emosi, diikuti oleh dorongan sosial,
kepribadian, berpura-pura, mempertahankan diri dan yang terakhir untuk alasan
kesenangan (Sutton, Smith, & Swettenham, 1999).
Pada penelitian tersebut
pelajar diminta untuk merating alasan tindak bullying yang dilakukan teman
sekelasnya.
Berdasarkan penelitian lain (Riauskina, Djuwita, & Soesetio, 2005)
dengan subjeknya adalah siswa kelas 1 SMA, menunjukkan bahwa motivasi
seseorang melakukan bullying adalah karena tradisi, balas dendam, demi
menunjukkan kekuasaan, marah karena perilaku yang tidak sesuai harapan,
kepuasan dan iri hati (didasarkan pada skema kognitif korban).
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang sudah dipaparkan pada bagian
sebelumnya, motivasi pelaku bullying dapat dioperasionalkan menjadi beberapa
motivasi utama, yaitu :
a. Kompensasi dari percaya diri yang rendah
Pelajar yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, melakukan
tindak bullying untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Dengan
melakukan bullying, pelaku merasa dapat meningkatkan kepercayaan
dirinya
b. Usaha untuk mempertahankan diri
Motivasi ini muncul atas dasar mempertahankan diri dari korban yang
provokatif
c. Adanya gangguan kepribadian
Individu yang memiliki gangguan kepribadian (antisocial behavior,
psikopatik, dll.) memiliki kecenderungan untuk melakukan tindak
bullying
d. Untuk kesenangan pribadi
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
16
Tujuan pelaku adalah demi mencapai kesenangan pribadi dan
biasanya dilakukan atas dasar “lucu-lucuan”
e. Social gain (terlihat hebat atau kuat, popularitas)
Para pelaku merasa hebat, terlihat kuat dan populer di kalangan
teman-teman setelah melakukan tindak bullying
f. Tradisi
Alasan pelaku adalah demi meneruskan tradisi bullying yang sudah
lama berlangsung di dalam kelompok atau institusi yang ada.
g. Social/peer pressure
Pelaku didorong dan didukung oleh teman atau peer mereka untuk
melakukan tindak bullying. Tindak bullying yang terjadi bisa juga
direncanakan bersama-sama dan pelaku adalah orang yang ditunjuk
menjadi eksekutor di lapangan.
h. Sedang dalam keadaan emosi
Bullying adalah bentuk pelampiasan emosi pelaku, umumnya pelaku
sedang dalam keadaan emosi saat tindakan tersebut terjadi.
i. Dislike / Jealousy
Motivasi ini dilandaskan pada rasa tidak suka atau iri pelaku kepada
korban.
j. Dendam
Pelaku yang merasa dendam atas tindak bullying yang dulu pernah
diberikan kepadanya lantas melampiaskan dendamnya kepada korban
baru yang dapat ditemukan.
Motivasi dendam dapat berkembang
menjadi motif tradisi apabila sudah berlangsung lama.
(Baumeister & Bushman, 2004; Berkowitz, 2001; Olweus, 2003; Riauskina,
Djuwita, & Soesetio, 2005; Shaffer, 1999; Sutton, Smith, & Swettenham, 1999)
Gambaran Motivasi, Andy Herlambang, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
Download