BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemauan Masyarakat Mengikuti

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kemauan Masyarakat Mengikuti Perubahan
Kemauan adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu, dan
dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Paada kemauan terdapat berbagai komponen seperti
kebijaksanaan akal dan wawasan, kontrol dan persetujuan dari pusat kepribadian. Kemauan
mendorong manusia untuk mencapai tujuan hidup tertentu melalui suatu rangkaian dinamika
dan aktivitasnya, termasuk mengikuti atau melawan perubahan dari dalam dan luar dirinya
(Ahmadi, 2003). Pada dasarnya setiap individu dalam hidupnya akan mengalami berbagai
bentuk perubahan. Perubahan itu akan dapat diketahui, apabila dilakukan perbandingan,
artinya dalam menelaah keadaan suatu masyarakat atau lingkungan pada saat tertentu dengan
membandingkan masa lalunya. Seseorang baru dapat mengikuti suatu perubahan apabila di
dalam dirinya sudah terdapat kemauan untuk menghadapi perubahan itu sendiri.
Sesuai dengan kenyataan, bahwa masing-masing individu memiliki perbedaan
individual, maka yang bersangkutan memiliki sejarah atau latar belakang perkembangan yang
berbeda-beda. Hal ini menyebabkan adanya pola pembentukan kemauan yang berbeda-beda
pula pada masing-masing individu.
Menurut Notoadmodjo (2003) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemauan
individu dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, faktor tersebut antara lain:
1.
Karakteristik
Dalam lingkungan masyarakat terdapat perbedaan-perbedaan yang berlaku dan diterima
secara luas oleh masyarakat. Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung
jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan, dan lain-lain.
Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan,
tinggi badan, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.
Notoadmodjo (2003), menjelaskan bahwa karakteristik pada tiap individu meliputi :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
(Poerwadarminta, 2003). Sedangkan menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peran dimasa
yang akan datang. Dalam BAB UU tersebut menyebutkan tentang jalur, jenjang dan jenis
pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi.
b. Umur
Semakin tua umur seseorang, maka pengalaman akan bertambah sehingga akan
meningkatkan pengetahuannya akan suatu obyek (Notoatmodjo, 2003).
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, pencaharian
(Poerwadaminta, 2003).
2.
Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Status
sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam
masyarakatnya (Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan
ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang
status sosialnya rendah. Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan
dan pendidikan.
Di dalam melakukan pemisahan atau penentuan tingkatan-tingkatan atau pelapisan
status ekonomi seseorang di dalam masyarakat tidak terlepas dari konsep sosiologis
tentang terjadinya stratifikasi (pengelompokan) sosial di dalam masyarakat. Konsep ini
diperlukan dalam penelitian ini, dimana konsep ini menjelaskan tetang dasar terjadinya
tingkatan-tingkatan atau lapisan-lapisan di dalam kehidupan masyarakat.
Pengertian stratifikasi sosial itu adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).Perwujudannya adalah kelas tinggi dan
kelas rendah yang terdiri dari berbagai dasar bentuk indikator dalam penentuan kelas
tinggi dan rendah tersebut. Stratifikasi sosial selalu terdapat di dalam sebuah masyarakat
di manapun masyarakat itu berada, artinya setiap masyarakat selalu terdiri dari tingkatan
atau pelapisan-pelapisan di dalam struktur masyarakat itu sendiri yang menentukan
posisi atau kedudukan individu di dalam masyarakat tersebut, yang didasarkan atas
adanya sesuatu yang dihargai di masyarakat.Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat
tersebut itulah yang tentunya sebagai sebab timbulnya sistem yang berlapis-lapis di
dalam masayarakat.Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin sesuatu
barang, mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, mungkin berupa
tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang
terhormat.
Sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat
yang hidup teratur.Barang yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang
sangat banyak dianggap masyarakat yang berkedudukan dalam lapisan atas begitu juga
sebaliknya. Maka, bentuk-bentuk dasar di dalam lapisan masyarakat tersebut sangat
beragam tetapi tetap menjurus kepada sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat.
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang di dalam pelapisan masyarakat
berdasarkan pemilikan kekayaan. Faktor kekayaan tersebut dasar penentuan pelapisan
seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya dan sebagai dasar di
dalam
menentukan
tinggi
rendahnya
status
ekonomi
individu
di
dalam
masyarakat.Unsur-unsur yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat
pemilikan kekayaan seseorang individu di dalam masyarakat, walaupun berkait dengan
konsep status sosial lainnya, dapat dijadikan indikator di dalam melihat status ekonomi
seseorang di dalam masyarakat.
Ukuran atau kriteria yang ditawarkan para ahli dalam menggolong-golongkan
anggota masyarakat berdasarkan status ekonominya dapat dipaparkan lebih lanjut
sebagai dasar di dalam melihat tinggi rendahnya ukuran kekayaan seseorang. Surbakti
(1992) mengungkapkan bahwa ukuran status ekonomi seseorang dapat diketahui dari
pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-benda berharga dari orang tersebut.
Semakin tinggi faktor-faktor di atas dimiliki seseorang, maka semakin tinggi tingkatan
status ekonominya dan sebaliknya.
Ukuran yang dipakai dalam penelitian ini untuk melihat tingkat ekonomi seseorang
adalah jumlah penghasilan yang dimiliki seseorang yang didapat melalui pekerjaannya,
baik itu pekeraan utama maupun pekerjaan sampingan. Bedasarkan ukuran ini, maka
dapat ditetapkan seseorang berada dalam kedudukan status ekonomi cukup atau kurang.
Adanya status ekonomi yang berbeda akan sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam
mengambil keputusan, termasuk di bidang kesehatan.
3.
Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk tindakan
seseorang. Dalam Notoatmodjo (2003), perilaku seseorang tentang kesehatan ada 3
faktor yaitu faktor predisposisim faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor
predesposisi (predisposissing factor) adalah suatu keadaan yang dapat mempermudah
dalam mempengarui individu untuk berperilaku yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, nilai-nilai,faktor demografi seperti status ekonomi, umur, jenis
kelamin, tinggkat pendidikan, pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Faktor
pendukung (enabling factor) berkaitan dengan lingkungan fisik, tersedianya sarana dan
fasilitas kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan dan lain-lain. Sedangkan faktor
pendorong (reinforcing factor) terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan,
atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain-lain.
Menurut (Notoatmodjo, 2003),terdapat 6 tingkatan pengetahuan yang tercangkup
dalam domain kognitif
1. Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kenbali sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
ini tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Diartiakan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek
atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formula baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau
obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.2
Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM)
2.2.1 Pengertian JKBM
JKBM adalah program jaminan kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat di Provinsi Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan. Pada hakekatnya,
pelayanan kesehatan masyarakat Bali merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten atau
kotamadya (Pedoman JKBM, 2010).
2.2.2 Tujuan JKBM
JKBM mempunyai tujuan umum dan khusus. Tujuan umum JKBM adalah
meningkatkannya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat
Bali, agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
Tujuan khususnya yaitu meningkatkan cakupan masyarakat Bali yang mendapat
pelayanann kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit, meningkatnya
kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Bali, terselenggaranya
pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel (Pedoman JKBM, 2010).
2.2.3 Sasaran JKBM
Sasaran program adalah penduduk Bali yang sudah terdaftar dan memiliki kartu tanda
penduduk (KTP) Bali dan anggota keluarganya. memiliki kartu keluarga dan surat
keterangan belum memiliki jaminan kesehatan atau dengan kartu JKBM, yang jumlahnya
diperkirakan 2.535.886 jiwa (Pedoman JKBM, 2010).
2.2.4 Landasan Hukum JKBM
Pelaksanaan program JKBM berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945
(amandemen), pasal 28 H dan pasal 34, Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, pasal 5, serta pasal 13, pasal 14, dan pasal 20, Undang-undang No 40 tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pasal 2, pasal, 5, pasal 18, pasal 19, pasal
22, pasal 23, pasal 24, Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atau kota, pada sub bidang pembiayaan
kesehatan tugas pemerintah daerah di Tingkat Provinsi (Pedoman JKBM, 2010).
2.2.5 Tata Laksana Kepesertaan
Adapun ketentuan umum tata laksana kepesertaan JKBM yaitu peserta JKBM adalah
setiap penduduk yang sudah terdaftar dan memiliki KTP Bali dan anggota keluarganya,
memiliki kartu keluarga dan surat keterangan belum memiliki jaminan kesehatan atau
dengan identitas kartu peserta JKBM yang telah terdaftar; Berdasarkan pendataan di
masing-masing banjar pada kabupaten atau kota, bupati atau walikota menetapkan
jumlah peserta JKBM; Penetapan peserta JKBM perlu dilakukan updating data secara
berkala terkait dengan terjadinya mutasi peserta yang meninggal, lahir, pindah alamat,
dan perubahaan status dan lain-lain; Pemberlakuan mutasi tersebut menjadi sah setelah
adanya addendum surat keputusan bupati atau walikota; Bagi kabupaten atau kota yang
telah menetapkan peserta JKBM lengkap dengan nama dan alamat agar segera mengirim
daftar tersebut dalam dokumen elektronik berupa soft copy dan hard copy setiap tahun
pada triwulan IV kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Tim Pengelola JKBM, rumah
sakit dan puskesmas setempat, dinas kesehatan provinsi atau pengelola JKBM provinsi;
Pada masa transisi selama 3 (tiga) bulan (Januari, Februari, dan Maret 2009) pemerintah
daerah kabupaten atau kota yang telah menetapkan jumlah nama peserta JKBM namun
belum memiliki KTP Bali, maka identitas peserta dengan menggunakan surat keterangan
sebagai penduduk Bali dan tidak memiliki jaminan kesehatan dari kepala desa atau lurah.
Selanjutnya menggunakan KTP Bali, selama proses penerbitan dan distribusi, kartu
JKBM belum selesai, peserta dapat menggunakan KTP Bali; Pencetakan dan
penggandaan blanko kartu peserta menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten atau
kota setempat; Bayi yang dilahirkan dari keluarga peserta JKBM, langsung menjadi
peserta baru dengan pembuatan kartu diusulkan setelah dilaporkan melalui mekanisme
pendataan diatas. Sebaliknya, bagi peserta yang meninggal dunia langsung hilang haknya
sebagai kepemilikan kartu peserta JKBM; Bila terjadi kehilangan kartu JKBM, peserta
tetap dapat memperoleh pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menunjukkan KTP Bali
dan pengecekan data base kepesertaan; Bagi peserta yang pindah domisili, minimal antar
kabupaten/kota, hak kepesertaannya masih dimiliki dengan melaporkan kepada tim
pengelola JKBM kabupaten atau kota daerah asal dan daerah yang dituju (Pedoman
JKBM, 2010).
Administrasi kepesertaan antara lain kepesertaan bagi penduduk yang belum
memiliki jaminan kesehatan dilakukan oleh kelian banjar dengan menyerahkan
kelengkapan KTP Bali, KK, dan surat keterangan tidak memiliki jaminan kesehatan,
yang selanjutnya dilaporkan ke kepala desa, rekapan jumlah peserta dari desa diserahkan
ke tingkat kecamatan; Pada tingkat kecamatan, data tersebut akan direkap dan dilaporkan
ke Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) kabupaten atau kota
yang ditugaskan dalam pendataan peserta JKBM di kabupaten atau kota, untuk segera
ditetapkan dengan surat keputusan bupati atau walikota sebagai peserta program JKBM
(Pedoman JKBM, 2010).
2.2.6 Tata Laksana Pelayanan Kesehatan JKBM
Ketentuan umum tata laksana pelayanan kesehtan antara lain setiap peserta JKBM berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan
tingkat pertama (RJTP) dan rawat inap tingkat pertama (RITP), pelayanan kesehatan
rawat jalan tingkat lanjut (RJTL), rawat inap tingkat lanjut (RITL) dan pelayanan gawat
darurat yang tersedia; Manfaat yang diberikan kepada peserta JKBM adalah pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan
standar pelayanan medis; Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan
berjenjang berdasarkan mekanisme rujukan; Pelayanan kesehatan dasar (RJTP dan
RITP) diberikan di puskesmas dan jaringannya; Pelayanan tingkat lanjutan (rawat jalan
dan rawat inap) berdasarkan rujukan diberikan di rumah sakit kabupaten atau kota, RS
Jiwa, dan RS Indra, dan sebagai pusat rujukan provinsi adalah Rumah Sakit Sanglah
Denpasar dengan kesediaan fasilitas medis yang lebih lengkap dibandingkan dengan
rumah sakit umum daerah yang ada di provinsi; Rumah sakit yang telah melaksanakan
pelayanan rujukan lintas wilayah antar kabupaten atau kota di provinsi Bali dari RS tipe
C, sebelum dirujuk ke RS pusat rujukan provinsi sebaiknya dirujuk ke RS tipe B (RS
Sanjiwani,RS Singaraja, Badan RS Tabanan, RS Wangaya) kecuali kasus-kasus khusus
kesehatan jiwa dan indra ke RS Jiwa dan RS Indra, yang dapat diklaimkan melalui dana
bantuan sosial yang ada di rumah sakit yang bersangkutan.
Pemerintah provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali, membuat perjanjian
kerjasama dalam bentuk Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan rumah sakit
daearah kabupaten atau kota dan puskesmas sebagai penerima hibah yang meliputi
berbagai aspek pengaturan sesuai dengan Pergub tentang pedoman penyelenggaraan
JKBM; Pada kasus gawat darurat, semua Pemberi Pelayanan Kesehtan (PPK) yang
berada di wilayah provinsi Bali wajib memberikan pelayanan walaupun tidak atau belum
memiliki perjannjian kerjasama. Selanjutnya, PPK tersebut segera merujuk ke rumah
sakit asal pasien, untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut; Untuk mendapatkan
pelayanan, status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal dengan menunjukkan KTP
Bali, dicocokkan dengan data base peserta (Masyarakat yang terdaftar sebagai peserta
JKBM dalam SK bupati atau walikota); Pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta
oleh PPK harus dilakukan secara efisien dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan
kendali mutu; Pemberian pelayanan obat di puskesmas beserta jaringannya dan di rumah
sakit; Pelayanan kesehatan RJTL di rumah sakit, serta pelayanan rawat inap di rumah
sakit, yang menyangkut tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan
darah serta pelayanan lainnya dilakukan secara terpadu, sehingga biaya pelayanan
kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut jenis paket dan
tarif pelayanan peserta JKBM, sehingga dokter berkewajiban untuk segera menegakkan
diagnosa, sebagai dasar pengajuan klaim; Jika dalam proses pelayanan memerlukan
pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit atau prosedur yang belum tercantum dalam
paket tarif sebagaimana butir no.12, maka direktur rumah sakit memberi keputusan
tertulis untuk sahnya penggunaan pelayanan tersebut, setelah mendengarkan
pertimbangan dan saran dari komite medik RS yang tarifnya sesuai dengan jenis paket
dan tarif pelayanan peserta JKBM.
Pada kasus-kasus dengan diagnosa sederhana, dokter yang memeriksa harus
mencantumkan nama jelas; Pada kasus dengan diagnosa yang kompleks harus
dicantumkan nama dokter yang memeriksa, dengan diketahui oleh Komite Medik Rumah
Sakit; Untuk pemeriksaan atau pelayanan dengan menggunakan alat canggih (CT Scan
dan MRT), dokter yang menangani harus mencantumkan namanya dengan jelas dan
menandatangani lembar pemeriksaan atau pelayanan, serta mendapat persetujuan dari
komite medik; Verifikasi pelayanan di puskesmas (RJTP, RITP, persalinan dan
pengiriman specimen serta transportasi) dilaksanakan oleh verifikator independen yang
ditempatkan di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dan ditetapkan oleh Gubernur;
Verifikasi pelayanan di rumah sakit dilakukan oleh pelaksana verifikasi independen yang
ditempatkan di Rumah Sakit dan ditetapkan oleh Gubernur Bali; Sepanjang pelayanan
sesuai dengan paket jaminan JKBM, tidak kena iuran biaya, apabila sejak awal
menginginkan perawatan diatas kelas III, maka segala pembiayaan pelayanan kesehatan
tidak dijamin dalam program pelayanan kesehatan ini; Dalam hal ini, bila terjadi sengketa
terhadap hasil penilaian di RS, maka dilakukan langkah penyelesaian dengan meminta
pertimbangan kepada Tim AD-Hoc yang terdiri dari beberapa anggota yaitu Dinas
Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesai (IDI) Wilayah, Asosiasi Rumah Sakit Daerah
(ARSADA), dan MAB (Medical Advisor Board) dan kepurtusannya bersifat final
(Pedoman JKBM, 2010).
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta JKBM adalah
pelayanan kesehatan dasar, yaitu peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar
(non emergency) wajib berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya, dan apabila terjadi
pada hari libur atau diluar jam dinas ternyata puskesmas sudah tutup, maka pelayanan
kesehatan dasar dapat dilakukan di puskesmas perawatan atau poliklinik umum RSUD
asal pasien dan diklaimkan pada puskesmas perawatan atau RS asal pasien. Pelayanan
kesehatan dapat diperoleh dengan cara peserta harus menunjukkan KTP; Pelayanan
kesehatan tingkat lanjut yaitu apabila peserta JKBM memerlukan pelayanan kesehatan
tingkat lanjut (RJTL dan RITL, dirujuk dari Puskesmas dan jaringannya ke fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat lanjut dengan disertai surat rujukan dan identitas
kepesertaan JKBM yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan
kesehatan, kecuali dalam keadaan emergency (Pedoman JKBM, 2010).
2.2.7 Manfaat yang Diperoleh Peserta JKBM
Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat bersifat komprehensif sesuai
dengan indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan
kesehatan komprehensif tersebut meliputi pelayanan di Puskesmas dan di Rumah Sakit.
Pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya. Pelayanan kesehatan di
Puskesmas dan jaringannya: RJTP, dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya baik
dalam maupun luar gedung, yang meliputi pelayanan: konsultasi medik, pemeriksaan
fisik, dan penyuluhan kesehatan. Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin),
tindakan medis kecil, pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut dan tambal.
Pemeriksaan ibu hamil, nifas, menyusui, bayi, dan balita. Pelayanan KB dan penanganan
efek samping (IUD, Pil,dan Kondom) disediakan oleh BKKBN, pemberian obat; RITP
dilaksanakan pada puskesmas perawatan meliputi pelayanan akomodasi rawat inap,
konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan, laboratorium sederhana
(darah, urin, dan feses rutin), tindakan medis kecil, pemberian obat dan persalinan normal
dan dengan penyulit (PONED), pelayanan gawat darurat. Persalinan normal yang
dilakukan di puskesmas non perawatan atau bidan di desa atau polides atau di rumah
pasien atau praktek bidan swasta; Pelayanan gawat darurat (emergency).
Pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan di rumah sakit umum
meliputi: RJTL, dilaksanakan pada puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik,
poliklinik, spesialistik rumah sakit pemerintah yang merupakan jejaring JKBM meliputi:
konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan, rehabilitasi medik, penunjang
diagnostik tindakan medis kecil dan sedang, pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat
lanjut, pelayanan KB, serta pemberian obat yang mengacu pada formularium obat dari
Jamkesmas tahun 2008, pelayanan darah, pemerikasaan kehamilan dengan resiko tinggi
dan penyulit; RITL, dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III pada rumah sakit
pemerintah meliputi: konsultasi medis, pemeriksaan fisik, penunjang diagnostik,
tindakan medis operasi sedang dan besar, pelayanan rehabilitasi medis, perawatan
intensif, pelayanan darah, pemberian obat, persalinan dengan resiko tinggi dan penyulit;
Pelayanan gawat darurat (emergency).
Pelayanan yang dibatasi (limitation) seperti: kacamata diberikan pada kasus
gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1 atau -1dengan nilai maksimal
sejumlah Rp. 200.000,- berdasarkan resep dokter, Intra Okular Lens (IOL) diberi
penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, dengan nilai maksimal adalah Rp.
300.000,-. Untuk operasi katarak SICS, maksimal Rp. 1.000.000,-. Untuk operasi katarak
dengan metode Phaeco dan bola mata palsu, penggantian maksimal Rp. 400.00,-.
Pelayanan penunjang diagnostik canggih, terapi haemodialisa diberikan maksimal
sebanyak 6 kali untuk kasus baru; Pelayanan yang tidak dijamin (exclusion) seperti:
pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan, bahan, alat dan tindakan yang
bertujuan untuk kosmetika, general check up, dan lain sebagainya (Pedoman JKBM,
2010).
2.3
Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Menurut Buku Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan (2014) semua penduduk
Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang
asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.
Jenis peserta sendiri dibagi dua, yaitu PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan dan
Bukan PBI Jaminan Kesehatan. PBI Jaminan Kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan bagi
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya
dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Sedangkan, peserta
Bukan PBI Jaminan Kesehatan terdiri atas : Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya,
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta Bukan Pekerja dan anggota
keluarganya. Bagi peserta Pekerja Penerima Upah, iuran dibayar oleh pemberi kerja dan
pekerja. Bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan peserta Bukan Pekerja, iuran dibayar
oleh peserta yang bersangkutan. Besarnya iuran jaminan kesehatan ditetapkan melalui
Peraturan Presiden. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan persentase dari upah (Pekerja Penerima Upah) atau suatu jumlah nominal tertentu
(Pekerja Bukan Penerima Upah & PBI) (BPJS, 2014).
Untuk cara pembayaran fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan akan membayarkan kepada
fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan sistem kapitasi. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan, BPJS akan melakukan pembayaran dengan cara INA CBG’s (sistem
paket). Jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS
Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih
berhasil guna (BPJS, 2014).
Menurut Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam SJSN (2014), ada dua jenis pelayanan
yang akan diperoleh oleh peserta JKN, yaitu pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta
akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien
rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan
kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. Penyelenggara
pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang
memenuhi persyaratan melalui proses
kredensialing dan rekredensialing (BPJS, 2014).
Manfaat yang diperoleh peserta JKN diuraikan sebagai berikut :
1. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin
Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik
mencakup :
1) Administrasi pelayanan
2) Pelayanan promotif dan preventif
3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
7) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama
8) Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup :
1) Rawat jalan yang meliputi :
i. Administrasi pelayanan
ii. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis
iii. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
iv. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
v. Pelayanan alat kesehatan implant
vi. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai indikasi medis
vii. Rehabilitasi medis
viii. Pelayanan darah
ix. Pelayanan kedokteran forensik
x. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
2) Rawat inap yang meliputi :
i. Perawatan inap non intensif
ii. Perawatan inap intensif
iii. Pelayanan kesehatan lain ditetapkan menteri
2. Pelayanan yang tidak dijamin
Pelayanan yang tidak dijamin antara lain :
a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan yang berlaku
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat
c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja
d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau estetik
f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas
g. Pelayanan meratakan gigi
h. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol
i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi
yang membahayakan diri sendiri
j. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi
kesehatan
k. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu
m. Perbekalan kesehatan rumah tangga
n. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalu lintas sesuai
dengan ketentuan perundangan yang berlaku
o. Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah
p. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan
yang diberikan
2.4
Puskesmas Sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama pada JKN
Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama menurut
Petunjuk Praktis Pelayanan Kesehatan BPJS tahun 2014 adalah :
1. Rawat Jalan Tingkat Pertama, yang terdiri dari : Puskesmas atau yang setara, praktik dokter,
praktik dokter gigi, klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat
pertama milik TNI/POLRI, dan rumah sakit kelas D Pratama atau yang setara.
2. Rawat Inap Tingkat Pertama, yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat
inap.
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat telah berkiprah sejak
tahun 1970 dan telah memberi kontribusi yang besar pada pembangunan kesehatan di
Indonesia. Regulasi sistem kesehatan dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
nantinya akan memberikan tanggung jawab besar dan strategis kepada fasilitas kesehatan
tingkat pertama khususnya Puskesmas dengan menjadikannya sebagai “gate keeper”
dari penyelenggara & penyampaian pelayanan dasar kesehatan, yaitu Puskesmas menjadi
kontak pertama pasien dalam pelayanan kesehatan formal sekaligus penapis rujukan sesuai
standar pelayanan medik (Panduan Praktis Faskes BPJS Kesehatan, 2014).
Download