BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemauan Masyarakat Mengikuti Perubahan Kemauan adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu, dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Paada kemauan terdapat berbagai komponen seperti kebijaksanaan akal dan wawasan, kontrol dan persetujuan dari pusat kepribadian. Kemauan mendorong manusia untuk mencapai tujuan hidup tertentu melalui suatu rangkaian dinamika dan aktivitasnya, termasuk mengikuti atau melawan perubahan dari dalam dan luar dirinya (Ahmadi, 2003). Pada dasarnya setiap individu dalam hidupnya akan mengalami berbagai bentuk perubahan. Perubahan itu akan dapat diketahui, apabila dilakukan perbandingan, artinya dalam menelaah keadaan suatu masyarakat atau lingkungan pada saat tertentu dengan membandingkan masa lalunya. Seseorang baru dapat mengikuti suatu perubahan apabila di dalam dirinya sudah terdapat kemauan untuk menghadapi perubahan itu sendiri. Sesuai dengan kenyataan, bahwa masing-masing individu memiliki perbedaan individual, maka yang bersangkutan memiliki sejarah atau latar belakang perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan adanya pola pembentukan kemauan yang berbeda-beda pula pada masing-masing individu. Menurut Notoadmodjo (2003) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemauan individu dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, faktor tersebut antara lain: 1. Karakteristik Dalam lingkungan masyarakat terdapat perbedaan-perbedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan, dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain. Notoadmodjo (2003), menjelaskan bahwa karakteristik pada tiap individu meliputi : a. Pendidikan Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Poerwadarminta, 2003). Sedangkan menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peran dimasa yang akan datang. Dalam BAB UU tersebut menyebutkan tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. b. Umur Semakin tua umur seseorang, maka pengalaman akan bertambah sehingga akan meningkatkan pengetahuannya akan suatu obyek (Notoatmodjo, 2003). c. Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, pencaharian (Poerwadaminta, 2003). 2. Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah. Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Di dalam melakukan pemisahan atau penentuan tingkatan-tingkatan atau pelapisan status ekonomi seseorang di dalam masyarakat tidak terlepas dari konsep sosiologis tentang terjadinya stratifikasi (pengelompokan) sosial di dalam masyarakat. Konsep ini diperlukan dalam penelitian ini, dimana konsep ini menjelaskan tetang dasar terjadinya tingkatan-tingkatan atau lapisan-lapisan di dalam kehidupan masyarakat. Pengertian stratifikasi sosial itu adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).Perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas rendah yang terdiri dari berbagai dasar bentuk indikator dalam penentuan kelas tinggi dan rendah tersebut. Stratifikasi sosial selalu terdapat di dalam sebuah masyarakat di manapun masyarakat itu berada, artinya setiap masyarakat selalu terdiri dari tingkatan atau pelapisan-pelapisan di dalam struktur masyarakat itu sendiri yang menentukan posisi atau kedudukan individu di dalam masyarakat tersebut, yang didasarkan atas adanya sesuatu yang dihargai di masyarakat.Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat tersebut itulah yang tentunya sebagai sebab timbulnya sistem yang berlapis-lapis di dalam masayarakat.Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin sesuatu barang, mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur.Barang yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat yang berkedudukan dalam lapisan atas begitu juga sebaliknya. Maka, bentuk-bentuk dasar di dalam lapisan masyarakat tersebut sangat beragam tetapi tetap menjurus kepada sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat. Status ekonomi adalah kedudukan seseorang di dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan. Faktor kekayaan tersebut dasar penentuan pelapisan seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya dan sebagai dasar di dalam menentukan tinggi rendahnya status ekonomi individu di dalam masyarakat.Unsur-unsur yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat pemilikan kekayaan seseorang individu di dalam masyarakat, walaupun berkait dengan konsep status sosial lainnya, dapat dijadikan indikator di dalam melihat status ekonomi seseorang di dalam masyarakat. Ukuran atau kriteria yang ditawarkan para ahli dalam menggolong-golongkan anggota masyarakat berdasarkan status ekonominya dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai dasar di dalam melihat tinggi rendahnya ukuran kekayaan seseorang. Surbakti (1992) mengungkapkan bahwa ukuran status ekonomi seseorang dapat diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-benda berharga dari orang tersebut. Semakin tinggi faktor-faktor di atas dimiliki seseorang, maka semakin tinggi tingkatan status ekonominya dan sebaliknya. Ukuran yang dipakai dalam penelitian ini untuk melihat tingkat ekonomi seseorang adalah jumlah penghasilan yang dimiliki seseorang yang didapat melalui pekerjaannya, baik itu pekeraan utama maupun pekerjaan sampingan. Bedasarkan ukuran ini, maka dapat ditetapkan seseorang berada dalam kedudukan status ekonomi cukup atau kurang. Adanya status ekonomi yang berbeda akan sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mengambil keputusan, termasuk di bidang kesehatan. 3. Pengetahuan Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk tindakan seseorang. Dalam Notoatmodjo (2003), perilaku seseorang tentang kesehatan ada 3 faktor yaitu faktor predisposisim faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predesposisi (predisposissing factor) adalah suatu keadaan yang dapat mempermudah dalam mempengarui individu untuk berperilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai,faktor demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, tinggkat pendidikan, pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Faktor pendukung (enabling factor) berkaitan dengan lingkungan fisik, tersedianya sarana dan fasilitas kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan dan lain-lain. Sedangkan faktor pendorong (reinforcing factor) terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain-lain. Menurut (Notoatmodjo, 2003),terdapat 6 tingkatan pengetahuan yang tercangkup dalam domain kognitif 1. Tahu (Know) Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kenbali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Diartiakan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5. Sintesis (Synthesis) Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.2 Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) 2.2.1 Pengertian JKBM JKBM adalah program jaminan kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Provinsi Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan. Pada hakekatnya, pelayanan kesehatan masyarakat Bali merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten atau kotamadya (Pedoman JKBM, 2010). 2.2.2 Tujuan JKBM JKBM mempunyai tujuan umum dan khusus. Tujuan umum JKBM adalah meningkatkannya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat Bali, agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Tujuan khususnya yaitu meningkatkan cakupan masyarakat Bali yang mendapat pelayanann kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit, meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Bali, terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel (Pedoman JKBM, 2010). 2.2.3 Sasaran JKBM Sasaran program adalah penduduk Bali yang sudah terdaftar dan memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Bali dan anggota keluarganya. memiliki kartu keluarga dan surat keterangan belum memiliki jaminan kesehatan atau dengan kartu JKBM, yang jumlahnya diperkirakan 2.535.886 jiwa (Pedoman JKBM, 2010). 2.2.4 Landasan Hukum JKBM Pelaksanaan program JKBM berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945 (amandemen), pasal 28 H dan pasal 34, Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 5, serta pasal 13, pasal 14, dan pasal 20, Undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pasal 2, pasal, 5, pasal 18, pasal 19, pasal 22, pasal 23, pasal 24, Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atau kota, pada sub bidang pembiayaan kesehatan tugas pemerintah daerah di Tingkat Provinsi (Pedoman JKBM, 2010). 2.2.5 Tata Laksana Kepesertaan Adapun ketentuan umum tata laksana kepesertaan JKBM yaitu peserta JKBM adalah setiap penduduk yang sudah terdaftar dan memiliki KTP Bali dan anggota keluarganya, memiliki kartu keluarga dan surat keterangan belum memiliki jaminan kesehatan atau dengan identitas kartu peserta JKBM yang telah terdaftar; Berdasarkan pendataan di masing-masing banjar pada kabupaten atau kota, bupati atau walikota menetapkan jumlah peserta JKBM; Penetapan peserta JKBM perlu dilakukan updating data secara berkala terkait dengan terjadinya mutasi peserta yang meninggal, lahir, pindah alamat, dan perubahaan status dan lain-lain; Pemberlakuan mutasi tersebut menjadi sah setelah adanya addendum surat keputusan bupati atau walikota; Bagi kabupaten atau kota yang telah menetapkan peserta JKBM lengkap dengan nama dan alamat agar segera mengirim daftar tersebut dalam dokumen elektronik berupa soft copy dan hard copy setiap tahun pada triwulan IV kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Tim Pengelola JKBM, rumah sakit dan puskesmas setempat, dinas kesehatan provinsi atau pengelola JKBM provinsi; Pada masa transisi selama 3 (tiga) bulan (Januari, Februari, dan Maret 2009) pemerintah daerah kabupaten atau kota yang telah menetapkan jumlah nama peserta JKBM namun belum memiliki KTP Bali, maka identitas peserta dengan menggunakan surat keterangan sebagai penduduk Bali dan tidak memiliki jaminan kesehatan dari kepala desa atau lurah. Selanjutnya menggunakan KTP Bali, selama proses penerbitan dan distribusi, kartu JKBM belum selesai, peserta dapat menggunakan KTP Bali; Pencetakan dan penggandaan blanko kartu peserta menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten atau kota setempat; Bayi yang dilahirkan dari keluarga peserta JKBM, langsung menjadi peserta baru dengan pembuatan kartu diusulkan setelah dilaporkan melalui mekanisme pendataan diatas. Sebaliknya, bagi peserta yang meninggal dunia langsung hilang haknya sebagai kepemilikan kartu peserta JKBM; Bila terjadi kehilangan kartu JKBM, peserta tetap dapat memperoleh pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menunjukkan KTP Bali dan pengecekan data base kepesertaan; Bagi peserta yang pindah domisili, minimal antar kabupaten/kota, hak kepesertaannya masih dimiliki dengan melaporkan kepada tim pengelola JKBM kabupaten atau kota daerah asal dan daerah yang dituju (Pedoman JKBM, 2010). Administrasi kepesertaan antara lain kepesertaan bagi penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan dilakukan oleh kelian banjar dengan menyerahkan kelengkapan KTP Bali, KK, dan surat keterangan tidak memiliki jaminan kesehatan, yang selanjutnya dilaporkan ke kepala desa, rekapan jumlah peserta dari desa diserahkan ke tingkat kecamatan; Pada tingkat kecamatan, data tersebut akan direkap dan dilaporkan ke Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) kabupaten atau kota yang ditugaskan dalam pendataan peserta JKBM di kabupaten atau kota, untuk segera ditetapkan dengan surat keputusan bupati atau walikota sebagai peserta program JKBM (Pedoman JKBM, 2010). 2.2.6 Tata Laksana Pelayanan Kesehatan JKBM Ketentuan umum tata laksana pelayanan kesehtan antara lain setiap peserta JKBM berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama (RJTP) dan rawat inap tingkat pertama (RITP), pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjut (RJTL), rawat inap tingkat lanjut (RITL) dan pelayanan gawat darurat yang tersedia; Manfaat yang diberikan kepada peserta JKBM adalah pelayanan kesehatan yang menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan standar pelayanan medis; Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan berjenjang berdasarkan mekanisme rujukan; Pelayanan kesehatan dasar (RJTP dan RITP) diberikan di puskesmas dan jaringannya; Pelayanan tingkat lanjutan (rawat jalan dan rawat inap) berdasarkan rujukan diberikan di rumah sakit kabupaten atau kota, RS Jiwa, dan RS Indra, dan sebagai pusat rujukan provinsi adalah Rumah Sakit Sanglah Denpasar dengan kesediaan fasilitas medis yang lebih lengkap dibandingkan dengan rumah sakit umum daerah yang ada di provinsi; Rumah sakit yang telah melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah antar kabupaten atau kota di provinsi Bali dari RS tipe C, sebelum dirujuk ke RS pusat rujukan provinsi sebaiknya dirujuk ke RS tipe B (RS Sanjiwani,RS Singaraja, Badan RS Tabanan, RS Wangaya) kecuali kasus-kasus khusus kesehatan jiwa dan indra ke RS Jiwa dan RS Indra, yang dapat diklaimkan melalui dana bantuan sosial yang ada di rumah sakit yang bersangkutan. Pemerintah provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali, membuat perjanjian kerjasama dalam bentuk Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan rumah sakit daearah kabupaten atau kota dan puskesmas sebagai penerima hibah yang meliputi berbagai aspek pengaturan sesuai dengan Pergub tentang pedoman penyelenggaraan JKBM; Pada kasus gawat darurat, semua Pemberi Pelayanan Kesehtan (PPK) yang berada di wilayah provinsi Bali wajib memberikan pelayanan walaupun tidak atau belum memiliki perjannjian kerjasama. Selanjutnya, PPK tersebut segera merujuk ke rumah sakit asal pasien, untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut; Untuk mendapatkan pelayanan, status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal dengan menunjukkan KTP Bali, dicocokkan dengan data base peserta (Masyarakat yang terdaftar sebagai peserta JKBM dalam SK bupati atau walikota); Pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta oleh PPK harus dilakukan secara efisien dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu; Pemberian pelayanan obat di puskesmas beserta jaringannya dan di rumah sakit; Pelayanan kesehatan RJTL di rumah sakit, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit, yang menyangkut tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya dilakukan secara terpadu, sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut jenis paket dan tarif pelayanan peserta JKBM, sehingga dokter berkewajiban untuk segera menegakkan diagnosa, sebagai dasar pengajuan klaim; Jika dalam proses pelayanan memerlukan pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit atau prosedur yang belum tercantum dalam paket tarif sebagaimana butir no.12, maka direktur rumah sakit memberi keputusan tertulis untuk sahnya penggunaan pelayanan tersebut, setelah mendengarkan pertimbangan dan saran dari komite medik RS yang tarifnya sesuai dengan jenis paket dan tarif pelayanan peserta JKBM. Pada kasus-kasus dengan diagnosa sederhana, dokter yang memeriksa harus mencantumkan nama jelas; Pada kasus dengan diagnosa yang kompleks harus dicantumkan nama dokter yang memeriksa, dengan diketahui oleh Komite Medik Rumah Sakit; Untuk pemeriksaan atau pelayanan dengan menggunakan alat canggih (CT Scan dan MRT), dokter yang menangani harus mencantumkan namanya dengan jelas dan menandatangani lembar pemeriksaan atau pelayanan, serta mendapat persetujuan dari komite medik; Verifikasi pelayanan di puskesmas (RJTP, RITP, persalinan dan pengiriman specimen serta transportasi) dilaksanakan oleh verifikator independen yang ditempatkan di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dan ditetapkan oleh Gubernur; Verifikasi pelayanan di rumah sakit dilakukan oleh pelaksana verifikasi independen yang ditempatkan di Rumah Sakit dan ditetapkan oleh Gubernur Bali; Sepanjang pelayanan sesuai dengan paket jaminan JKBM, tidak kena iuran biaya, apabila sejak awal menginginkan perawatan diatas kelas III, maka segala pembiayaan pelayanan kesehatan tidak dijamin dalam program pelayanan kesehatan ini; Dalam hal ini, bila terjadi sengketa terhadap hasil penilaian di RS, maka dilakukan langkah penyelesaian dengan meminta pertimbangan kepada Tim AD-Hoc yang terdiri dari beberapa anggota yaitu Dinas Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesai (IDI) Wilayah, Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA), dan MAB (Medical Advisor Board) dan kepurtusannya bersifat final (Pedoman JKBM, 2010). Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta JKBM adalah pelayanan kesehatan dasar, yaitu peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar (non emergency) wajib berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya, dan apabila terjadi pada hari libur atau diluar jam dinas ternyata puskesmas sudah tutup, maka pelayanan kesehatan dasar dapat dilakukan di puskesmas perawatan atau poliklinik umum RSUD asal pasien dan diklaimkan pada puskesmas perawatan atau RS asal pasien. Pelayanan kesehatan dapat diperoleh dengan cara peserta harus menunjukkan KTP; Pelayanan kesehatan tingkat lanjut yaitu apabila peserta JKBM memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RJTL dan RITL, dirujuk dari Puskesmas dan jaringannya ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut dengan disertai surat rujukan dan identitas kepesertaan JKBM yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali dalam keadaan emergency (Pedoman JKBM, 2010). 2.2.7 Manfaat yang Diperoleh Peserta JKBM Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat bersifat komprehensif sesuai dengan indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi pelayanan di Puskesmas dan di Rumah Sakit. Pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya. Pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya: RJTP, dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung, yang meliputi pelayanan: konsultasi medik, pemeriksaan fisik, dan penyuluhan kesehatan. Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin), tindakan medis kecil, pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut dan tambal. Pemeriksaan ibu hamil, nifas, menyusui, bayi, dan balita. Pelayanan KB dan penanganan efek samping (IUD, Pil,dan Kondom) disediakan oleh BKKBN, pemberian obat; RITP dilaksanakan pada puskesmas perawatan meliputi pelayanan akomodasi rawat inap, konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan, laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin), tindakan medis kecil, pemberian obat dan persalinan normal dan dengan penyulit (PONED), pelayanan gawat darurat. Persalinan normal yang dilakukan di puskesmas non perawatan atau bidan di desa atau polides atau di rumah pasien atau praktek bidan swasta; Pelayanan gawat darurat (emergency). Pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan di rumah sakit umum meliputi: RJTL, dilaksanakan pada puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik, spesialistik rumah sakit pemerintah yang merupakan jejaring JKBM meliputi: konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan, rehabilitasi medik, penunjang diagnostik tindakan medis kecil dan sedang, pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjut, pelayanan KB, serta pemberian obat yang mengacu pada formularium obat dari Jamkesmas tahun 2008, pelayanan darah, pemerikasaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit; RITL, dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III pada rumah sakit pemerintah meliputi: konsultasi medis, pemeriksaan fisik, penunjang diagnostik, tindakan medis operasi sedang dan besar, pelayanan rehabilitasi medis, perawatan intensif, pelayanan darah, pemberian obat, persalinan dengan resiko tinggi dan penyulit; Pelayanan gawat darurat (emergency). Pelayanan yang dibatasi (limitation) seperti: kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1 atau -1dengan nilai maksimal sejumlah Rp. 200.000,- berdasarkan resep dokter, Intra Okular Lens (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, dengan nilai maksimal adalah Rp. 300.000,-. Untuk operasi katarak SICS, maksimal Rp. 1.000.000,-. Untuk operasi katarak dengan metode Phaeco dan bola mata palsu, penggantian maksimal Rp. 400.00,-. Pelayanan penunjang diagnostik canggih, terapi haemodialisa diberikan maksimal sebanyak 6 kali untuk kasus baru; Pelayanan yang tidak dijamin (exclusion) seperti: pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan, bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika, general check up, dan lain sebagainya (Pedoman JKBM, 2010). 2.3 Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Menurut Buku Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan (2014) semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Jenis peserta sendiri dibagi dua, yaitu PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan dan Bukan PBI Jaminan Kesehatan. PBI Jaminan Kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Sedangkan, peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan terdiri atas : Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta Bukan Pekerja dan anggota keluarganya. Bagi peserta Pekerja Penerima Upah, iuran dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja. Bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan peserta Bukan Pekerja, iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan. Besarnya iuran jaminan kesehatan ditetapkan melalui Peraturan Presiden. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (Pekerja Penerima Upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (Pekerja Bukan Penerima Upah & PBI) (BPJS, 2014). Untuk cara pembayaran fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan akan membayarkan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan sistem kapitasi. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS akan melakukan pembayaran dengan cara INA CBG’s (sistem paket). Jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna (BPJS, 2014). Menurut Buku Pegangan Sosialisasi JKN dalam SJSN (2014), ada dua jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh peserta JKN, yaitu pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing (BPJS, 2014). Manfaat yang diperoleh peserta JKN diuraikan sebagai berikut : 1. Pelayanan Kesehatan yang Dijamin Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup : 1) Administrasi pelayanan 2) Pelayanan promotif dan preventif 3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis 4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif 5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis 7) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama 8) Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup : 1) Rawat jalan yang meliputi : i. Administrasi pelayanan ii. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis iii. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis iv. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai v. Pelayanan alat kesehatan implant vi. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai indikasi medis vii. Rehabilitasi medis viii. Pelayanan darah ix. Pelayanan kedokteran forensik x. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan 2) Rawat inap yang meliputi : i. Perawatan inap non intensif ii. Perawatan inap intensif iii. Pelayanan kesehatan lain ditetapkan menteri 2. Pelayanan yang tidak dijamin Pelayanan yang tidak dijamin antara lain : a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau estetik f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas g. Pelayanan meratakan gigi h. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri j. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan k. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu m. Perbekalan kesehatan rumah tangga n. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalu lintas sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku o. Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah p. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan 2.4 Puskesmas Sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama pada JKN Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama menurut Petunjuk Praktis Pelayanan Kesehatan BPJS tahun 2014 adalah : 1. Rawat Jalan Tingkat Pertama, yang terdiri dari : Puskesmas atau yang setara, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI, dan rumah sakit kelas D Pratama atau yang setara. 2. Rawat Inap Tingkat Pertama, yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat inap. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat telah berkiprah sejak tahun 1970 dan telah memberi kontribusi yang besar pada pembangunan kesehatan di Indonesia. Regulasi sistem kesehatan dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) nantinya akan memberikan tanggung jawab besar dan strategis kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama khususnya Puskesmas dengan menjadikannya sebagai “gate keeper” dari penyelenggara & penyampaian pelayanan dasar kesehatan, yaitu Puskesmas menjadi kontak pertama pasien dalam pelayanan kesehatan formal sekaligus penapis rujukan sesuai standar pelayanan medik (Panduan Praktis Faskes BPJS Kesehatan, 2014).