BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak untuk memiliki

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hak untuk memiliki tingkat kesehatan dan kesejahteraan yang memadai merupakan
hak asasi manusia yang tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tahun 1948. Pasal 25 ayat (1) Deklarasi PBB 1948 menyebutkan bahwa setiap orang
berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat
menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda atau duda, mencapai usia lanjut
atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya (Kemenkes RI, 2014). Hak asasi manusia dalam memperoleh tingkat
kesehatan yang memadai telah diakui oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia. Di
Indonesia, hak asasi manusia atas tingkat kesehatan yang dimilikinya tertuang dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UndangUndang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Dalam Undang-undang ditegaskan
bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
Untuk mewujudkan kualitas kesehatan yang memadai, dibutuhkan suatu
pelayanan kesehatan yang maksimal dan diterapkan dengan biaya yang seoptimal
mungkin. World Health Assembly menekankan bahwa untuk mencapai suatu kondisi
kesehatan yang cukup tanpa menimbulkan beban finansial masyarakat, perlu
dikembangkan suatu sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada
masyarakat terhadap resiko keuangan (Kemenkes RI, 2014).
Pengembangan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi seluruh
penduduk (Universal Health Coverage), merupakan salah satu inisiatif yang
1
dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan komitmen kesehatan global
PBB yang juga tertuang dalam sila ke-5 Pancasila. Beberapa bentuk jaminan sosial di
bidang kesehatan seperti melalui Asuransi Kesehatan (Askes), Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda)
telah dirintis oleh pemerintah. Namun, dalam
pelaksanaannya skema-skema tersebut masih terfragmentasi sehingga biaya
kesehatan dan mutu pelayanan sulit untuk dikendalikan dan disetarakan (Kemenkes
RI, 2012).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang dibentuk untuk mengatasi sistem jaminan kesehatan
yang masih terfragmentasi. JKN diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi
Kesehatan Sosial yang bersifat wajib yang diatur dalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuan dari pelaksanaan JKN adalah melindungi seluruh
penduduk Indonesia melalui sistem asuransi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan
kesehatan yang layak bagi masyarakat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
JKN yang mulai berjalan sejak 1 Januari 2014. Antara Bali (2014) menyebutkan
bahwa 904.859 penduduk Bali (38,41%) merupakan pengguna JKN.
Pemerintah Provinsi Bali sejak tahun 2009 telah ikut membantu mewujudkan
terciptanya derajat kesehatan yang memadai bagi masyarakat yang berdomisili di
provinsi Bali melalui program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). JKBM
merupakan program
Pemprov
Bali
yang bekerjasama dengan
Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan
cara memberikan pelayanan kesehatan. Program JKBM yang dilaksanakan oleh
pemerintah menyasar penduduk Bali yang telah terdaftar dan memiliki Kartu Tanda
Penduduk Bali dan anggota keluarganya, yang belum memiliki jaminan kesehatan.
Pemprov Bali mengalokasikan dana sebesar Rp. 330 milyar untuk pelaksanaan
program JKBM pada tahun 2014. Alokasi dana ini meningkat sebelas kali lipat
dibandingkan dengan anggaran pada tahun 2010 saat
program ini pertama kali
dicanangkan. Berdasarkan keterangan Biro Humas Sekda Provinsi Bali (2014) jumlah
2
dana yang dianggarkan dalam program JKBM pada tahun 2014 melebihi sebesar
7,8% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dimana berdasarkan UU
Kesehatan, alokasi untuk bidang kesehatan hanya lima persen dari APBD. Sampai
bulan September 2014, 2.463.600 (61,59%) masyarakat Bali merupakan pengguna
fasilitas layanan JKBM (Antara Bali, 2014).
Adanya dualisme dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh Pemprov
Bali dan Pemerintah RI menjadi masalah tersendiri yang harus ditemukan jalan
keluarnya. Di satu sisi, pelaksanaan JKN memiliki prinsip kepesertaan wajib yang
bertujuan agar setiap rakyat Indonesia yang terdaftar sebagai peserta JKN dapat
terlindungi dalam jaminan kesehatan, namun peserta diharuskan membayar iuran
sesuai dengan kelas yang diikuti. Di sisi lain, program JKBM yang dilaksanakan oleh
Pemprov Bali memiliki keuntungan karena iuran sepenuhnya ditanggung oleh
Pemprov Bali melalui APBD, namun pemerintah menanggung beban ekonomi yang
lebih besar. Selain itu, pelaksanaan JKBM yang telah berlangsung selama 3 tahun
dirasakakan lebih mampu mengayomi masyarakat Bali dibandingkan dengan JKN
yang baru resmi dilaksanakan sejak 1 Januari 2014. Meskipun demikian, Pemprov
Bali menargetkan integrasi JKBM ke dalam BPJS pada 2015, sehingga alokasi
anggaran JKBM dapat diturunkan dan dialihkan untuk hal lain seperti peningkatan
mutu rumah sakit. Diharapkan nantinya pada tahun 2019 jumlah tanggungan JKBM
tinggal sebanyak satu juta masyarakat yang tergolong miskin. Sebanyak 1,4 juta
masyarakat Bali diharapkan akan mengikuti BPJS.
Puskesmas Petang II merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Badung
yang memiliki wilayah kerja seluas 71,92 km2 dan membawahi dua desa dengan
jumlah penduduk saat ini diperkirakan 11.097 orang. Di wilayah ini terdapat 18
banjar, yaitu masing-masing 9 banjar di Desa Pelaga maupun Desa Belok. Puskesmas
ini memiliki 4 buah Puskesmas Pembantu (Pustu) yaitu Pustu Auman, Pustu
Tiyingan, Pustu Belok, dan Pustu Bon. (Laporan Tahunan Puskesmas Petang II,
2013). Data kunjungan penduduk ke Puskesmas Petang II pada tahun 2014
menunjukkan 91% penduduk yang datang menggunakan JKBM, 7,55 %
menggunakan Askes atau Jamkesmas
dan 1,45% merupakan pasien umum,.
3
Berdasarkan data yang didapat di Puskesmas Petang II didapatkan jumlah kunjungan
bulan Januari sampai Maret 2014 adalah sebanyak 687 dengan rincian 625 orang
merupakan pasien JKBM, 11 orang merupakan pasien umum, dan 51 orang yang
menggunakan JKN.
Rencana integrasi program JKBM dan JKN pada tahun 2015 memerlukan
berbagai persiapan, baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak masyarakat
sebagai konsumen. Belum banyak penelitian-penelitian baik dalam skala kecil
maupun besar yang dilakukan untuk menilai kemauan masyarakat pengguna JKBM
untuk
beralih
menjadi
peserta
program
JKN
menyusul
adanya
rencana
pengintegrasian antara kedua jaminan kesehatan ini. Karena hal tersebut, peneliti
bermaksud untuk mengadakan suatu penelitian dalam skala kecil guna mengetahui
kemauan masyarakat peserta JKBM dalam menghadapi rencana pengintegrasian
program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemprov Bali melalui JKBM
dan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah RI melalui
JKN. Salah satu indikator yang dapat dipakai untuk menilai bagaimana kemauan
masyarakat dalam pengintegrasian JKBM dan JKN adalah dengan mengetahui tingkat
pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap JKN, serta kondisi ekonomi
masyarakat pengguna JKBM.
Untuk lokasi penelitian, peneliti memilih Puskesmas Petang II sebagai lokasi
penelitian karena Puskesmas Petang II merupakan salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan primer yang terletak Kabupaten Badung dan memiliki tingkat kunjungan
peserta JKBM yang tinggi. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan dan persepsi
masyarakat terhadap JKN serta kondisi ekonomi masyarakat pengguna JKBM di
wilayah kerja Puskesmas Petang II akan memberikan gambaran secara kasar
bagaimana kemauan masyarakat dalam menghadapi rencana pengintegrasian JKBM
dan JKN pada tahun 2015.
4
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kemauan masyarakat pengguna JKBM untuk mengikuti JKN
dalam rangka pengintegrasian JKBM ke dalam JKN di wilayah kerja
Puskesmas Petang II?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui kemauan masyarakat pengguna JKBM untuk mengikuti JKN
dalam rangka pengintegrasian JKBM ke dalam JKN di wilayah kerja
Puskesmas Petang II.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat pengguna JKBM di
wilayah kerja Puskesmas Petang II terhadap program JKN baik dari segi
keanggotaan, kewajiban premi, dan pelayanan kesehatan yang tercakup
didalamnya.
2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat pengguna JKBM di wilayah kerja
Puskesmas Petang II terhadap program JKN yang saat ini sedang berjalan.
3. Untuk mengetahui kondisi ekonomi masyarakat pengguna JKBM di wilayah
kerja Puskesmas Petang II.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Puskesmas Petang II
1. Memberikan informasi tentang kemauan masyarakat pengguna JKBM untuk
mengikuti JKN dalam rangka pengintegrasian JKBM ke dalam JKN di
wilayah kerja Puskesmas Petang II.
2. Memberikan acuan evaluasi selama kurun waktu sepuluh bulan pelaksanaan
dan sosialisasi JKN di tingkat Puskesmas.
5
1.4.2 Untuk Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam membuat
kebijakan-kebijakan di bidang kesehatan khususnya kebijakan mengenai JKN
sehingga mampu mewujudkan sistem jaminan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
1.4.3 Untuk Peneliti
1. Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu
yang didapat selama pendidikan di bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu
Kedokteran Pencegahan (IKK/IKP) Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat
penelitian ilmiah.
2. Menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
6
Download