USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN HUTAN, SUNGAI DAN KEMAKMURAN MASYARAKAT KAMPUNG AMPERA Oleh: Andhiani M. Kumalasari “Biasanya satu keluarga (istri, suami, dan anak) pergi ke hutan. Mereka bersama-sama dengan keluarga yang lain menyewa perahu. Perjalanan ke hutan biasanya selama dua hari dan ketika pulang sudah bawa macam-macam bahan makanan. Terutama ikan gurame, kalau sayuran biasanya pakis dan daun melinjo yang banyak ditemukan di hutan,” Digoel Atas adalah sebutan untuk Kabupaten Boven Digoel pada era pemerintahan Hindia Belanda dan terletak di tepi Sungai Digoel Hilir. Masyarakat Indonesia pada umumnya mengenal Boven Digoel lebih merupakan tempat pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia seperti Sukarno. Dengan letak yang tidak terlalu tinggi yaitu 25100m diatas permukaan laut, wilayah Digoel mulai dari tanah datar dan bergunung serta sebagian kecil wilayah merupakan daerah gambut/rawa. Dimana suhu udara relatif panas dan curah hujan beberapa tahun terakhir cukup tinggi (420,9 mm). Sekalipun demikian, sumber daya alam (SDA) di kampung-kampung wilayah Kabupaten Boven Digoel masih berlimpah. Salah satunya adalah Kampung Ampera. Kondisi hutan di Kampung Ampera masih terjaga kelestariannya. Demikian pula dengan sungainya yang belum tercemar dan yang terpenting belum ada pembukaan lahan untuk investasi perusahaan swasta di wilayah kampung ini. Hutan sangat penting bagi kehidupan masyarakat khususnya sebagai tempat mencari sumber bahan makanan dan kebutuhan ekonomi lainnya seperti lokasi buruan dan energi (kayu). Karena itu, sungai USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1 di Kampung Ampera sangat kaya potensi ikannya. Rasanya tidak pernah habis ikan – ikan segar berukuran besar yang dimanfaatkan masyarakat Kampung Ampera dan Tanah Merah Setiap pagi hari di Kampung Ampera, Distrik Mandobo, Boven Digoel, selalu ramai dengan beberapa remaja wanita dan ibu-ibu sambil mengendong anak sedang berjalan dan berduyun-duyun menuju dermaga kecil. Mereka pada umumnya berbelanja bahan makanan. Diantara keramaian tersebut, ada dua perahu yang tampak diujung dermaga kecil dengan percakapan tentang apa saja isi yang dimuat didalam perahu. “Ini ada ikan gurame, pisang, sayur pakis, dan babi hutan, mau ambil yang mana?” jelas salah satu bapak dari atas perahunya. Dua perempuan yang berdiri di ujung dermaga menjawab, “gurame dan sayur pakis bawa kemari.” Pemandangan ini merupakan aktivitas rutin dari masyarakat di Kampung Ampera. Warga membeli bahan makanan dari orang-orang yang baru pulang berburu di hutan dan mencari ikan di Kali (sungai) Digoel. Untuk berburu babi, menangkap ikan dan mencari sayur mayur dan komoditi lainnya di hutan, pada umumnya menggunakan satu perahu yang disewa oleh beberapa keluarga. Dengan lokasi tinggal yang berada di pinggiran sungai, maka jenis transportasi yang paling banyak digunakan masyarakat Kampung Ampera adalah perahu motor untuk pergi dan kembali dari hutan. Kampung Ampera letaknya dekat dengan Kali Digoel dan dikelilingi hutan. Warga Kampung Ampera, juga menggunakan perahu motor untuk menjual komoditi pertanian dan perikanan ke kampung lain seperti ke Tanah Merah, ibukota Kabupaten Boven Digoel. Perjalanan ke ibukota Boven Digoul membutuhkan waktu satu jam. “Biasanya satu keluarga (istri, suami, dan anak) pergi ke hutan. Mereka bersama-sama dengan keluarga yang lain menyewa perahu. Perjalanan ke hutan biasanya selama dua hari dan ketika pulang sudah bawa macam-macam bahan makanan. Terutama ikan gurame, kalau sayuran biasanya pakis dan daun melinjo yang banyak ditemukan di hutan,” jelas Richarda Maa, salah satu tokoh perempuan sekaligus guru di SD YPPK Santa Theresia Kaliwin- Ampera. Meskipun wilayah ini kaya akan sumberdaya alam, tetapi Hesron Maa, salah satu anggota Bamuskam (Badan Musyawarah Kampung) menjelaskan, “saat ini di Kampung Ampera belum ada peraturan khusus untuk pengelolaan hutan dan SDA dan masih dalam tahap perencanaan. Hal yang sudah berlaku di masyarakat adalah pembagian batas-batas hutan dan pemanfaatan SDA, wilayah kelola antar kampung dan marga.” Masyarakat mempunyai peraturan yang turun temurun misalnya ketentuan untuk tidak tebang pohon dengan jenis dan ukuran tertentu, karena sudah disepakati bahwa pohon itu akan dijadikan bahan baku membuat perahu dan kayu gaharu untuk bahan bangunan bagi sarana sosial. Ada juga aturan tidak boleh mencuri SDA dari wilayah kampung atau marga lain. Masyarakat juga dianjurkan untuk berburu menggunakan alat tradisional seperti panah. Secara turun temurun, peraturan adat ini menjadi tanggungjawab di masing-masing marga. Di Kampung Ampera terdapat empat tempat penting masyarakat yang dianggap sebagai daerah keramat salah satunya yang dikenal “kampung lama” tempat dimana nenek moyang berasal. Sekalipun demikian, terdapat jenis pohon dan hewan yang boleh ditebang atau diburu. Namun, ada hal-hal yang secara khusus perlu diperhatikan oleh masyarakat ketika berburu yaitu memperhatikan anjuran dari pemerintah untuk tidak menangkap hewan langka dan dilindungi seperti cenderawasih dan rusa. Hesron menambahkan ”semua lokasi hutan di sekitar dan dalam kampung bisa dilindungi dan sudah ada batas-batas hak ulayat antar marga dan kampung sehingga sejauh ini belum terjadi tumpang tindih batas ulayat antar marga dan kampung.” Foto: Sungai merupakan sumber penghidupan warga kampung Ampera. 2 USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Masyarakat di Kampung Ampera merupakan Suku Auyu. Pemilik ulayat di wilayah kampung adalah marga Maa. Sedangkan marga lain yang ada di dalam kampung adalah Hagami, Tifahagi, Sakmahagi, Mofahagi, Nohohagi, Sifirahagi, Mukri, Abogahagi, Mabo, Foto: Melindungi dan menjaga kelestari hutan dan sungai demi keberlanjutan masa depan. Sinfahagi, Habito, Yame, dan Nawisi. Bagi masyarakat Kampung Ampera, hutan dan sungai adalah lumbung penghidupannya. Sehingga hampir semua dearah hutan dan sungai di kampung ini merupakan tempat penting yang harus dijaga. Sudah menjadi kesepakatan masyarakat bersama bahwa hutan dan sungai akan tetap dijaga dan dilindungi karena dari sinilah sumber penghidupannya diperoleh. Kampung Ampera yang memiliki penduduk 101 kepala keluarga dan terdiri dari 457 jiwa merupakan satu dari empat kampung yang menjadi wilayah Program USAID LESTARI di Boven Digoel. Program USAID LESTARI berupaya memastikan bahwa wilayah-wilayah seperti ini dapat tetap terjaga kelangsungan dan kelestarian sumberdaya alamnya. USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3