Leibniz oleh: Indri Astuti Suatu kehidupan seorang manusia memiliki peradaban-peradapan dimana manusia mempunyai pemikiran yang selalu berkembang. Dan hal ini pula manusia tidak akan terlepaskan dari masalah-masalah kehidupan. Dimana dalam suatu masalah itu selalu di cari solusi yang di anggapnya benar. Dan tidak menutup kemungkinan juga manusia berpikir tentang agama yang bisa menjadi tuntunannya dan mampu memberi penerangan dalam hidupnya, serta mampu memberikan ketenangan jiwanya. Sejak dari jaman dahulu pun, manusia sudah mengenal tentang sesuatu yang dianggapnya sakral dan mereka percayai, seperti agama. Dan mereka pun mencari kebenaran dari agama itu sendiri yang mereka anut. Saling mengklaim agama satu dengan yang lain tidak akan ada habisnya, karena yang pasti setiap agama pasti mengajarkan hal-hal yang terpuji. Tapi hal ini tetaplah ada sejak jaman nenek moyang kita. Mereka mencari suatu kebenaran, sesuatu yang mereka yakini dan percayai dan yang mereka anggap paling benar. Untuk membuat orang lain mau mempercayai dan mau mengikuti aturannya ataupun ajarannya. Mereka mencari bukti-bukti yang kuat yang mampu membuat orang lain mempercayai apa yang dianggap mereka benar. Begitu juga dengan Leibniz seorang Theolog Katolik yang berusaha mencari kebenaran tentang agama yang dianutnya. Dalam makalah kecil ini kita akan sedikit belajar tentang Leibniz, salah seorang tokoh Kristen Katolik, filsuf Jerman keturunan Sorbia dan berasal dari Sachsen. Biografi Gottfried Wilhem Leibniz Leibniz lahir di kota Leipzig, Sachsen pada tahun 1646. Orang tuanya, terutama ayahnya Friedrich Leibniz sudah sejak awal membangkitkan rasa ketertarikannya terhadap masalah-masalah yuridis dan falsafi. Ayahnya merupakan seorang ahli hukum dan profesor dalam bidang etika dan ibunya adalah putri seorang ahli hukum pula. Gottfried Leibniz telah belajar bahasa Yunani dan bahasa Latin pada usia 8 tahun berkat kumpulan buku-buku ayahnya yang luas. Pada usia 12 tahun ia telah mengembangkan beberapa hipotesa logika yang menjadi bahasa simbol matematika. Pada tahun 1661 Leibniz mendaftarkan diri di Universitas Leipzig dan kuliah filsafat pada ahli teologi Johann Adam Schertzer dan teoretikus filsafat Jakob Thomasius. Pada tahun 1663 ia berubah universitas, sekarang di Universitas Jena untuk belajar lebih lanjut di bawah ahli matematika, fisika dan astronomi Erhard Wiegel untuk membedah pemikiran Pythagoras. Dengan usia 20 tahun ia ingin promosi dalam bidang doktor hukum, namun para profesor Leipzig menganggapnya terlalu muda. Leibniz maka pergi ke Nurnberg, untuk belajar lebih lanjut di Universitas Altdorf. G.W. Leibniz dan Alam Semesta Diktumnya yang satu ini sejalan dengan Descartes. Dari diktum rasionalitas alam ini, kita bisa menggolongkan Leibniz dalam aliran rasionalisme. Tesis rasionalitas alam ini juga serupa dengan doktrin Hegel. Namun, tak bisa pula terburu-buru menarik kesimpulan bahwa akar-akar pemikiran Hegel sebetulnya telah dirintis oleh Leibniz. Singkatnya, dia berpendapat bahwa alam sepenuhnya rasional atau bisa dipahami dengan logika manusia, Setiap bagian 1 elementer alam semesta berdiri sendiri, ada harmoni yang dikehendaki Allah di antara segala hal di alam semesta ini, dunia ini secara kuantitatif dan kualitatif tak terbatas, alam dapat dijelaskan secara mekanistis sepenuhnya. Mengapa Leibniz bersandar pada paham kosmologi yang mekanistis ini, salah satunya disebabkan kondisi sosiologis pengetahuan di zamannya—kondisi sosiollogis pengetahuan yang juga memengaruhi Descartes. Selain itu, laibniz juga dikenal dekat dengan newton sebagai pemikir yang mula-mula menyebarkan paham kosmologi mekanistis. G.W. Leibniz dan Ilmu Pengetahuan Mengenai bagaimana manusia mendapatkan ilmu pengetahuan, Leibniz menawarkan empat tahap bagaimana manusia dalam memperoleh ilmu pengetahuan. 1. Pertama kita lahir kita tahu kita ada dan ada orang tua kita. 2. Ia menolak metode deduksi Descartes dan setuju dengan metode induksi Locke. 3. Dengan melakukan pembandingan antara esensi suatu benda dengan benda lainnya, maka kita mendapatkan sebuah pengetahuan. Matahari yang kita lihat tidaklah sebesar matahari yang sebenarnya. Dan terakhir adalah pengetahuan yang didapat dari keapaan suatu benda, seperti pengetahuan lingkaran geometri. Penjelasan G.W. Leibniz tentang monad Dalam bukunya, le monadologie, Leibniz menuliskan bahwa substansi itu, berbeda dengan Spinoza, tak tunggal, tapi jamak. Leibniz menyebut substansi yang jamak itu sebagai monad. Arti etimologisnya satu unit. Monad itu adalah sebutan substansi terkecil dalam metafisika yang cukup diri dan terisoloasi-berpisah diri; yang tak saling berinteraksi dengan substansi-substansi kecil lainnya. Dalam matemtika substansi itu disebut titik, sedang dalam fisika dinamakan atom. Substansi itu bukan benda jasmaniah, ia murni spiritual-mental. Karena itu, monad tak berkeluasan. Ia semacam daya purba (force primitives), kata leibniz. Sebab monad merupakan kesadaran tertutup yang cukup diri, sejajar dengan cogito-nya Descartes. Dalam memandang sesuatu, tiap monad memiliki sudut pandangnya sendiri. Secara sederhana monad, disimpulkan Leibniz sebagai, un miroir vivant de l’univers, cermin hidup alam semesta. Yang membuat doktrin Leibniz tentang monad ini sulit dimengerti adalah bagaimana ia mencapai kesimpulan demikian, apa yang jadi landasan berpikirnya? Problem pengenalan Monad Pemaparan leibniz tentang monad yang terisolasi dan tak saling berinteraksi antar satu dengan lainnya menyisakan persoalan: bagaimana pengenalan antara dua monad dilangsungkan? Kuncinya ada pada un miroir vivant l’universe, monad sebagai cermin hidup alam semesta; monad yang satu, dari sudut pandangnya sendiri merupakan cermin monadmonad yang lainnya. Ringkasnya, dalam diri sebuah monad, dapat terbayang bagaimananya monad yang lain tanpa terjadi interaksi. Dalam argumentasi pengenalan ini, tampak bagaimana tak rasionalnya monad Leibniz ini. Tuhan yang mengatur Masih perkara terisolasi dan ketakberinteraksian antara monad, jika dunia dan kesadaran adalah monad, bagaimana dunia bisa teratur dan bagaimana sehingga hubungan timbal balik antara manusia yang berkesadaran dengan dunia terjadi? Bagaimana antara monad yang satu di dunia menjadi benda yang menyebabkan monad lainnya? Bagaimana hokum kausalitas fisika terjelaskan? 2 Menjawab ini, Leibniz memasukkan Allah sebagai subjek yang menghadirkan harmonie preetablie (keselarasan [kausalitas antar monad] yang ditetapkan sebelumnya). Diakui atau tidak, penjelasan harmonie preetable ini, metodologi berpikirnya seakan melompat, tiba-tiba sampai pada suatu hilir berpikir yang tak diduga-duga. Leibniz memberi jawaban kenapa air yang diletakkan di atas api bisa panas dengan fundamen berpikir harmonie preetablie tersebut. Air itu panas bukan karena api. Panasnya air disebabkan kebersesuaian-keselarasan-keharmonisan antara monad air, api, dan panas. Antara air dan api tak ada interaksi. Jika dalam pengindaraan kita dapat mengamati interaksi itu, sesungguhnya interaksi tersebut semata ilusi. Demikian pula halnya dengan hubungan timbalbalik dan atau kausalitas. Allah Sebagai Urmunade (Monad Purba) atau Actus Purus Kemudian, jika yang menyelaraskan antar monad itu disebut allah, apa Allah itu sebenarnya? Penjelasannya berangkat dari pembedaan antara manusia dengan hewan dan makhluk lainnya. Manusia, menurut Leibniz, berbeda dengan hewan. Monad hewan hanya mencerminkan alam semesta; cermin hidup alam semesta. Sementara itu, monad manusia selain mencerminkan alam semesta juga mencerminkan Allah; sadar akan keberadaan Tuhan. Empat bukti yang Leibniz kemukakan dari postulatnya mirip dengan argumen ontologis Descartes sewaktu menjelaskan eksistensi Tuhan. 1. Dia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Allah terbukti. Bukti ini disebut bukti ontologis. 2. Dia berpendapat bahwa adanya alam semesta dan ketidaklengkapannya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan yang transenden ini disebut Allah. 3. Dia berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, dan bahwa kebenaran itu tidak bisa dihasilkan manusia menunjukkan adanya pikiran abadi, yaitu Allah. 4. Leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan di antara monad-monad membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokkan mereka satu sama lain. Yang mencocokkan itu adalah Allah. PENUTUP Menurut Leibniz, alam sepenuhnya rasional atau bisa dipahami dengan logika manusia, Setiap bagian elementer alam semesta berdiri sendiri, ada harmoni yang dikehendaki Allah di antara segala hal di alam semesta ini, dunia ini secara kuantitatif dan kualitatif tak terbatas, dan alam dapat dijelaskan secara mekanistis sepenuhnya. Maka, Leibniz memasukkan Allah sebagai subjek yang menghadirkan harmonie preetablie (keselarasan [kausalitas antar monad] yang ditetapkan sebelumnya). Dengan kata lain, Allah Sang Pengatur segala apa yang ada di alam semesta. 3 DAFTAR PUSTAKA Russell, Bertrand, Sejarah filsafat Barat dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang. Hardiman, F.Budi, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche, gramedia Pustaka utama Jakarta,2004. http://id.wikipedia.org/wiki/Gottfried_Leibniz http://www.ladangtuhan.com/komunitas/politik-sejarah/sejarah-filsafat-agama/ http://kpjy.wordpress.com/2009/08/07/sekelumit-gottfried-wilhelm-von-leibniz-1646-1716/ *) Penyusun Nama Mata Kuliah Dosen Prodi : Indri Astuti : Filsafat Ilmu : Afid Burhanuddin, M.Pd. : Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan. 4