BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah perkotaan merupakan kawasan yang didominasi oleh sektor non
pertanian, yang pada umumnya merupakan kawasan yang tidak bervegetasi.
Pertumbuhan fisik kota sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan fisik
maupun sosial masyarakat kota. Wilayah perkotaan yang menjadi pusat kegiatan
sosial-ekonomi, pendidikan, dan politik menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat
perdesaan untuk melakukan urbanisasi ke perkotaan. Hal tersebut sering menjadi
penyebab meningkatnya laju pertumbuhan penduduk tiap tahunnya. Seiring dengan
laju pertumbuhan penduduk, permintaan akan pemanfaatan lahan kota juga terus
tumbuh dan bersifat akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan,
mengimbangi kemajuan teknologi, industri dan transportasi. Hal tersebut selain sering
mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan
dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya.
Perubahan penggunaan lahan tidak lepas dari adanya dampak negatif maupun
dampak positif yang dihasilkan. Dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan
adalah sebagai salah satu penyebab yang paling penting dari perubahan iklim. Para ahli
mempercayai bahwa perubahan penggunaan lahan akan menyebabkan dampak
perubahan iklim yang lebih kuat dibandingkan dengan polusi yang menyebabkan
pemanasan global (Tursilowati, 2007). Meskipun polusi turut berperan juga dalam
perubahan iklim mikro, seperti jenis polusi yang disebabkan oleh gas emisi kendaraan
bermotor.
Sebagian lahan perkotaan yang semula berupa lahan pertanian dan RTH
berubah fungsi menjadi lahan terbangun. RTH yang sering dianggap sebagai lahan
cadangan dan tidak ekonomis keberadaannya terus menurun seiring dengan perubahan
penggunaan lahan tersebut. Pembangunan yang pesat berdampak pada penurunan
kualitas lingkungan seperti pencemaran air dan udara, perubahan iklim, dan
berkurangnya keanekaragaman hayati.
RTH di perkotaan banyak diubah menjadi berbagai penggunaan lahan untuk
mengakomodasi kebutuhan penduduk kota seperti perumahan, fasilitas umum,
industri, dan perkantoran. Padahal salah satu kebutuhan suatu wilayah adalah
tersedianya RTH untuk mewadahi kebutuhan masyarakat dalam melakukan aktivitas
sekaligus untuk mengendalikan iklim mikro dan estetika kota. RTH erat kaitannya
dengan sekumpulan vegetasi yang dapat memberikan kenyamanan lingkungan untuk
menjadi asri dan sejuk. RTH pada umumnya terdiri dari vegetasi yang mempunyai
tingkat kerapatan yang berbeda-beda, yaitu kerapatan tinggi, sedang, dan rendah
dengan berbagai pola di dalamnya. Variasi vegetasi RTH tersebut diduga mempunyai
pengaruh yang berbeda-beda dalam iklim mikro dalam memberikan kenyamanan bagi
warga kota. Oleh karena itu perlu adanya keseimbangan antara lahan terbangun dan
RTH untuk mengendalikan iklim mikro dalam menciptakan kenyamanan di kawasan
perkotaan.
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas
namun memiliki arti penting bagi kehidupan manusia, tumbuhan, dan hewan. Unsurunsur iklim mikro mempengaruhi kenyamanan udara di perkotaan, karena secara
langsung mempengaruhi aktivitas dan kegiatan manusia di dalamnya. Unsur-unsur
iklim tersebut diantaranya suhu udara, kelembaban, radiasi matahari, dan curah hujan.
Namun diantara unsur-unsur tersebut, yang paling berpengaruh dan mudah dalam
pengukurannya serta dapat dilakukan dalam skala mikro adalah suhu udara,
kelembaban udara, dan kecepatan angin. Ketiga komponen tersebut juga mengalami
fluktuasi paling tinggi terhadap atmosfer perkotaan. Dimana kondisi pada pagi, sing,
dan sore hari akan mengalami perbedaan yang signifikan.
Suhu udara suatu wilayah juga dipengaruhi oleh albedo material permukaan.
Material permukaan yang didominasi oleh lahan terbangun akan mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap iklim mikro dibandingkan dengan wilayah yang mempunyai
ruang hijau yang lebih banyak. Albedo merupakan perbandingan antara radiasi
gelombang panjang yang dipantulkan oleh permukaan dengan radiasi gelombang
pendek yang diterima oleh permukaan. Pada umumnya, daerah perkotaan memiliki
nilai albedo yang lebih besar dibandingkan dengan daerah perdesaan. Berkurangnya
RTH dan makin banyaknya bangunan yang muncul mengakibatkan terjadinya
kenaikan suhu lokal dalam kota. Hal inilah yang menyebabkan kondisi temperatur
udara kota lebih panas dibandingkan dengan temperatur udara di desa. Terjadinya
kenaikan temperatur ini pada hakekatnya merupakan cerminan dari perubahan iklim
mikro (Malik, 2006).
Kelembaban udara menunjukkan kandungan uap air di atmosfer pada suatu saat
dan waktu tertentu. Uap air di atmosfer bertindak sebagai pengatur panas (suhu udara)
karena sifatnya menyerap energi radiasi matahari. Menurut Issoewandhono (1987,
dalam Budiyanto, 2007) suatu kota yang sedang berkembang biasanya memakai energi
yang lebih banyak, menyebabkan udara bertambah panas sehingga memerlukan
kelembaban udara dari pepohonan atau hutan kota. Kondisi inilah yang memberikan
hipotesis bahwa faktor vegetasi dapat berperan dalam menurunkan suhu udara dan
meningkatkan kelembaban udara. Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka
diperlukan adanya pengukuran dan analisis pengaruh RTH terhadap iklim mikro di
kawasan perkotaan.
Kabupaten Klaten berada di koridor penghubung dua kota besar, yaitu Kota
Yogyakarta dan Kota Surakarta. Perkembangan di Kota Yogyakarta dan Surakarta
yang berkembang dengan pesat turut mempengaruhi perkembangan internal di
Kabupaten Klaten. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Klaten tahun
2014, rata-rata pertumbuhan penduduk hingga tahun 2013 adalah sebesar 0,23% per
tahun. Pertumbuhan penduduk turut meningkatkan aktivitas perubahan penggunaan
lahan menjadi lahan terbangun. Hal ini dibuktikan dengan pertambahan luas lahan
terbangun di kawasan perkotaan Klaten (Kecamatan Klaten Selatan, Klaten Tengah,
dan Klaten Utara) pada tahun 2009 adalah seluas 1531 Ha, sedangkan pada tahun 2013
meningkat hingga 1638 Ha (BPS, 2014). Berbanding terbalik dengan lahan terbangun,
RTH kawasan perkotaan Klaten mengalami penurunan. Pada tahun 2006 sebesar
1.913,28 Ha sedangkan pada tahun 2013 sebesar 1.801,37 Ha. Kurun waktu 2006-2013
luasan ruang terbuka hijau mengalami penurunan sebesar 111,91 Ha (3,07%) (Malis,
2014). Selain itu pertambahan kepemilikan kendaraan bermotor terus meningkat
dengan rata-rata peningkatan sejumlah 15.714 unit tiap tahunnya. Bertambahnya
luasan lahan terbangun serta bertambahnya sarana transportasi akan menimbulkan
penurunan kualitas lingkungan, diantaranya adalah perubahan fungsi lahan terbuka
menjadi lahan terbangun serta polusi udara, yang akhirnya berdampak pada perubahan
iklim mikro.
Teknik perolehan data dalam pemetaan dapat dilakukan antara lain dengan
survey terestrial, survey fotogrametri, penginderaan jauh, pengolahan data statistik,
digitasi peta-peta, dan sensus data (Kraak & Ormeling, 2007). Penginderaan jauh
mampu menghasilkan informasi mengenai permukaan bumi secara keruangan. Citra
penginderaan jauh berperan dalam penyedia data spasial yang detail karena mampu
menyajikan gambaran permukaan bumi dengan resolusi spasial yang tinggi. Namun
citra penginderaan jauh resolusi tinggi tidak dapat diperoleh di semua wilayah yang
dikarenakan keterbatasan perekaman, gangguan atmosferik, maupun dari segi biaya
maupun perijinan. Namun permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pengolahan citra
resolusi menengah untuk mendapatkan resolusi citra yang lebih tinggi. Perkembangan
penginderaan jauh yang cukup pesat menjadikan pengolahan citra penginderaan jauh
menjadi beragam. Salah satu dari beberapa varian pengolahan tersebut adalah dapat
dilakukannya resolution marging, yaitu penggabungan citra multispektral yang
beresolusi spasial relatif rendah dengan citra pankromatik yang beresolusi tinggi.
Metode untuk menggabungkan citra multispektral dengan pankromatik disebut sebagai
Panchromatic Sharpening. Hasil dari Panchromatic Sharpening disebut dengan citra
pan-sharpened. Salah satu keuntungan melakukan penggabungan citra adalah dapat
meningkatkan tingkat interpretabilitas secara visual (Wibowo, 2010).
Informasi yang berasal dari citra pan-sharpened dapat dijadikan sumber data
dalam mengetahui sebaran RTH. Informasi yang dibutuhkan untuk kajian RTH banyak
menggunakan citra penginderaan jauh resolusi tinggi agar data dapat yang diperoleh
detail dan jelas, terutama dalam mengidentifikasi kerapatan RTH. Keunggulan Image
Sharpening dalam memberikan resolusi yang tinggi telah banyak digunakan dalam
beberapa penelitian, seperti pada penelitian Sitanggang (2008) yang menggunakan
citra ALOS Pan-Sharpened untuk mengidentifikasi penutup lahan. Citra ALOS
merupakan citra penginderaan jauh resolusi menengah yang sering digunakan dalam
pemetaan skala menengah. Penggunaannya yang dikombinasikan dengan proses
pansharpening untuk kajian RTH belum banyak dilakukan dan belum teruji
keakuratannya.
Berdasarkan kondisi RTH di kawasan perkotaan Klaten, maka diperlukan
adanya kajian mengenai kondisi RTH di kawasan tersebut. Berbagai penelitian sudah
dilakukan untuk kajian mengenai RTH. Namun selama ini sebagian besar penelitian
menggunakan citra multispektral beresolusi tinggi, sehingga perlu adanya eksplorasi
menggunakan metode ekstraksi informasi RTH yang lain seperti menggunakan citra
ALOS hasil pansharpening. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai pengaruh RTH
di perkotaan Klaten terhadap iklim mikro kota, terutama suhu, kelembaban udara, dan
kecepatan angin.
1.2 Perumusan Masalah
Kawasan perkotaan Klaten memiliki luasan lahan terbangun yang terus
meningkat setiap tahun. Alih fungsi lahan ruang terbuka hijau ke lahan terbangun
menjadi bagian dari dampak negatif perkembangan kota. Perkembangan kota yang
terus meningkat berdampak pada penurunan jumlah RTH yang akhirnya menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan seperti pencemaran air dan udara, perubahan iklim, dan
berkurangnya keanekaragaman hayati. Padahal kenyatannya RTH sangat diperlukan
dalam menyeimbangkan dan mengendalikan iklim mikro di kawasan perkotaan.
Fenomena perubahan penggunaan lahan di kawasan perkotaan memicu
perkembangan lahan terbangun yang terus meningkat. Material permukaan yang
didominasi oleh lahan terbangun akan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
iklim mikro dibandingkan dengan wilayah yang mempunyai ruang hijau yang lebih
banyak. Pada umumnya, daerah perkotaan memiliki nilai albedo yang lebih besar
dibandingkan dengan daerah perdesaan. Berkurangnya RTH dan makin banyaknya
bangunan yang muncul mengakibatkan terjadinya kenaikan temperatur lokal dalam
kota. Hal inilah yang menyebabkan kondisi temperatur udara kota lebih panas
dibandingkan dengan temperatur udara di desa. Terjadinya kenaikan temperatur ini
pada hakekatnya merupakan cerminan dari perubahan iklim mikro (Malik, 2006).
Berubahnya iklim mikro kota menyebabkan tingkat kenyamanan udara yang
menurun seiring semakin tingginya suhu udara dan menurunnya kelembaban udara.
Kondisi RTH yang menurun seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan
luas lahan terbangun di kawasan perkotaan Klaten diduga mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap iklim mikro di wilayah tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pengukuran agar dapat dianalisis perbedaan iklim mikro pada RTH yang berada pada
penggunaan lahan perkotaan.
Penginderaan jauh mempunyai keunggulan dalam banyak bidang. Identifikasi
RTH dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan citra penginderaan jauh beresolusi
tinggi. Namun tidak semua wilayah mempunyai citra tersebut karena keterbatasan pada
berbagai hal. Citra penginderaan jauh hasil proses pansharpening dapat digunakan
sebagai alternatif kebutuhan citra detail, sehingga interpretabilitas secara visual dapat
meningkat. Citra ALOS merupakan citra penginderaan jauh resolusi menengah yang
sering digunakan dalam pemetaan skala menengah. Penggunaannya
yang
dikombinasikan dengan proses pansharpening untuk kajian RTH belum banyak
dilakukan dan belum teruji keakuratannya. Data hasil interpretasi citra ALOS PanSharpened dapat digunakan sebagai bahan analisis dalam mencari pengaruh RTH
terhadap iklim mikro di kawasan perkotaan Klaten. Sehubungan permasalahan
tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian:
1. Bagaimana manfaat dan ketelitian citra ALOS Pan-Sharpened dalam
mendapatkan informasi mengenai RTH dan penggunaan lahan di kawasan
perkotaan Klaten?
2. Bagaimana pengaruh RTH terhadap iklim mikro dan kondisi iklim mikro
berbagai penggunaan lahan di kawasan perkotaan Klaten?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Mengkaji manfaat dan ketelitian citra ALOS Pan-Sharpened dalam
mendapatkan informasi mengenai RTH dan penggunaan lahan di kawasan
perkotaan Klaten.
2. Menganalisis pengaruh RTH terhadap iklim mikro dan kondisi iklim mikro
berbagai penggunaan lahan di kawasan perkotaan Klaten.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai ketelitian citra ALOS Pan-Sharpened
kaitannya dengan aplikasi untuk kajian Ruang Terbuka Hijau.
2. Sebagai bahan pertimbangan instansi terkait dalam usaha pengembangan
wilayah yang nyaman.
Download