IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta sebagai wilayah yang strategis sebagai pintu masuk menuju wilayah pelayanannya. Di samping itu, posisinya pada pantai utara menghubungkan Kota Jakarta, dengan kota-kota besar lainnya yang berada di jalur utara menjadikan daya tarik wilayah sehingga terjadi urbanisasi menuju Kota Jakarta (BAPPEDA Kota Jakarta 2006). Secara geografis Kota Jakarta terletak diantara pada 6°10.5' Lintang Selatan, 106°49.7' Bujur Timur dengan luas wilayah 66.100 hektar. Tabel 2 Data pembangunan dan populasi Jakarta tahun 1980 dan 2000. Keterangan 1980 2000 Luas Ruang 52 179.33 15 117.77 Terbuka (Ha) Luas Ruang 13 920.67 50 982.23 Terbangun (Ha) Populasi 6 503 449 8 361 079 (sumber : BAPPEDA Jakarta) Luas ruang terbuka (non terbangun) pada tahun 1980 yakni 52 179.33 hektar dan luas ruang terbangun 13 920.67 hektar, dengan jumlah populasi 6 503 449 jiwa. Pada tahun 2000 mengalami penurunan luas ruang terbuka (non terbangun) menjadi 15 117.77 hektar dan luas wilayah terbangun meningkat menjadi 50 982.23 hektar, dengan jumlah populasi meningkat secara signifikan menjadi 8 361 079 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan lahan cukup tinggi dalam kurun waktu 20 tahun. (BAPPEDA Kota Jakarta 2006). Tingginya jumlah penduduk dan pertumbuhan di Jakarta mengakibatkan beberapa konsekuensi penting, di antaranya : masyarakat membutuhkan lahan untuk pembangunan rumah, aktivitas publik, sarana dan prasarana publik, pembangunan ini memacu perubahan penggunaan lahan, khususnya dari lahan yang tadinya berfungsi sebagai RTH dan RTA menjadi ruang tertutup bangunan (urban). Pengaruh tata guna lahan dan tutupan lahan terhadap fenomena Urban Heat island di Jakarta, memperlihatkan bahwa tata guna lahan dan tutupan lahan dapat mempengaruhi perubahan unsur-unsur iklim, khususnya suhu permukaan sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu permukaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini, dikenal dengan fenomena Urban Heat Island (UHI) (Tursilowati 2010). Penelitian ini menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing dan tutupan lahan terbagi kedalam 5 kelas, yaitu : Badan Air, Pemukiman, Industri, Vegetasi dan Awan. Berdasarkan penelitian ini diketahui luas Kota Jakarta 63 860 Ha pada tahun 1989 dan 2002. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. Land cover Area 1989 2002 Badan air 3039 3320 Vegetasi 26488 21272 Pemukiman 23845 27315 Industri 9961 11568 Awan 527 385 (sumber : Tursilowati 2010) Berdasarkan penelitian Nana Suwargana dan Susanto (2005), tentang deteksi RTH dengan menggunakan tekhnik penginderaan jauh, memperlihatkan distribusi sebaran RTH dan urban dari tahun 1983-2002. Dengan pengurangan luas tertinggi adalah RTH mencapai 22 755.3 Ha (-159%) dan penambahan lahan tertinggi adalah urban mencapai 24 411 Ha (172.7%). Tabel 4 Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1983 dan 2002. Land cover Area 1983 2002 Urban 22181.9 46592.9 RTH 32185.9 9430.6 Badan air 627.1 173.1 Lahan terbuka 5115.8 7264.6 Rawa/tambak 1390.2 686.1 Sawah 3565.9 919.4 (sumber : Nana.S dan Susanto 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tahun 2000-2006 memperlihatkan peningkatan pembangunan di Jakarta sangat pesat. Sehingga kondisi RTH dan RTA tahun 2006 kurang dari 10 %. Jadi pertambahan lahan tertinggi pada rentang waktu 1983-2006 adalah pemukiman atau urban dengan perubahan sekitar 26 931.76 Ha. Sedangkan penurunan lahan tertinggi pada rentang waktu yang sama adalah RTH dengan penurunan sebesar 28 133.3 Ha. 4.2. Identifikasi Jenis Lahan Klasifikasi citra Landsat tahun 2000 diperlihatkan Gambar 6, dan tahun 2006 diperlihatkan Gambar 7. Total luas area yang diperoleh dari pengolahan data citra Landsat 66 342 Ha. Pada tahun 2000 wilayah utara Kota Jakarta sebagian besar wilayahnya adalah pemukiman/urban yang berwarna merah, sedangkan ruang terbuka hijau yang diwakili warna hijau hanya sedikit. Pada tahun 2006 terjadi perubahan lahan yang cukup signifikan pada daerah ini, di sekitar tepi pantai utara terjadi beberapa pergeseran lahan, dari RTH menjadi pemukiman dan sebagian lagi tergenang oleh air karena pergeseran garis pantai. Hal ini, dikarenakan pembangunan wilayah pemukiman di daerah ini cukup tinggi sehingga banyak daerah yang sebelumnya ruang terbuka hijau di alih fungsikan. Gambar 6 Citra klasifikasi lahan tahun 2000 4.2.1. Urban (pemukiman) Pemukiman atau urban yang merupakan pemadatan dan pemekaran wilayah semakin berkembang ke wilayah Jakarta Timur, Barat dan Selatan, distribusinya dapat dilihat pada Gambar 7, terutama yang berbatasan dengan Jakarta Timur (Bekasi), Jakarta Selatan (Bogor) dan Jakarta Barat (Tangerang). Pada lahan pemukiman mengalami pertambahan luas yang cukup tinggi dari 38 561.94 Ha (58.12%) menjadi 49 113.72 Ha (74.03%) dari total lahan Jakarta. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah penduduk dari luar daerah karena krisis ekonomi dan pembangunan-pembangunan infrastruktur (pemukiman, perkantoran, industri dan pelebaran jalan) oleh pemerintah kota sehingga kebutuhan akan lahan meningkat pesat dari tahun ke tahunnya. Pembangunan Kota Jakarta yang sangat pesat tanpa pengaturan yang baik akan dampak lingkungan, dapat menyebabkan semakin buruknya kondisi lingkungan di Jakarta. Gambar 7 Citra klasifikasi lahan tahun 2006 4.2.2. Lahan terbuka (open land) Lahan terbuka merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan oleh pemerintah, sebarannya sedikit terlihat di Jakarta Timur dan Selatan. Pada lahan terbuka mengalami peningkatan dari 4 275.27 Ha pada menjadi 7 678.35 Ha (Tabel 3). Peningkatan ini di karenakan pengalihan lahan dari RTH. 4.2.3. Sawah Penggunaan lahan sawah secara umum dapat berfungsi sebagai RTH meskipun intensitasnya sangat tergantung pada komoditas pertanian yang ditanam. Tanaman tahunan memiliki fungsi RTH efektif sepanjang tahun, sedangkan fungsi RTH Tabel 5 Perubahan Lahan Jakarta Jenis Lahan Luas Lahan 2000 tanaman semusim tidak selalu efektif sepanjang tahun. Pada wilayah Jakarta Utara dan Timur kondisinya semakin berkurang, namun pada wilayah Jakarta Barat terjadi penambahan wilayah sawah dikarenakan terjadi perubahan lahan dari RTH menjadi sawah. Luas sawah di Jakarta saat ini hanya sekitar 1.1 % dari total klasifikasi tutupan lahan di Jakarta. Luas sawah mengalami penurunan dari 871.38 Ha menjadi 759.96 Ha. Hal ini dikarenakan sawah-sawah di Jakarta telah dijadikan pengembangan infrastruktur di ibukota, misalnya : pelebaran jalan, pembangunan jembatan layang dan pusat industri. Luas Lahan 2006 Rawa/Tambak Badan Air (Ha) 1150 2021.9 (%) 1.7 3.2 (Ha) 887.8 3849.7 (%) 1.3 5.8 Lahan Terbuka RTH Urban Sawah Awan 4275.3 18063.4 38561.9 871.4 1398.4 6.4 27.2 58.1 1.3 2.1 7678.4 4052.6 49113.8 760 0 11.6 6.1 74 1.2 0 Perub. Lahan (2006-2000) (Ha) (%) -262.1 -0.4 1827.8 2.7 3403.1 -14010.8 10551.9 -111.4 -1398.4 5.2 -21.1 15.9 -0.1 -2.1 50000 45000 Luas Area (Ha) 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Rawa badan air Lahan terbuka 2000 1150 2021.94 2006 887.94 3849.71 RTH Urban Sawah Awan 4275.27 18063.36 38561.94 871.38 1398.42 7678.35 759.96 0 4052.59 49113.76 Gambar 8 Klasifikasi lahan di Jakarta 4.2.4. Ruang Terbuka Air Ruang terbuka air atau air permukaan adalah merupakan daerah tangkapan air yang meliputi : sungai, danau, rawa atau areal-areal yang dikhususkan sebagai daerah tangkapan air. RTA dalam klasifikasi ini dikategorikan ke dalam klasifikasi tutupan lahan badan air yang merupakan sebagai penyangga air namun pada Gambar 7 kondisinya semakin kritis diakibatkan bahwa banyak daerah bantaran sungai yang dijadikan pemukiman. Kondisi ini mengakibatkan lingkungan sudah tercemar terutama dalam persediaan air bersih. Luas sungai dan danau terjadi penambahan luas dari 2 021.94 Ha menjadi 3 849.71 Ha (Tabel 3). Hal ini dikarenakan pembangunan banjir kanal timur tahun 2006 yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi banjir. Rawa merupakan tempat penampungan air dari bahaya banjir, serta tambak merupakan tempat budidaya ikan dan udang di wilayah pesisir pantai, pada gambar 6 dan 7 terlihat di utara kota Jakarta yang berwarna biru tua. Luas rawa mengalami penurunan sekitar 0.39% dari luas sekitar 1150 Ha menjadi 887.94 Ha (Tabel 3). Hal ini dikarenakan sebagian luas rawa di Jakarta Utara mengalami perubahan menjadi pemukiman. Distribusi RTA pada tahun 2006 sebagian besar tersebar di wilayah Jakarta Utara dan Timur. 4.2.5. Ruang Terbuka Hijau RTH merupakan ruang terbuka hijau yang ditumbuhi oleh vegetasi yang dapat berguna sebagai daerah resapan air atau dapat juga sebagai paru-paru kota, keberadaan RTH dalam perkotaan sangat vital dalam lingkungan perkotaan yang memiliki tingkat polusi udara yang tinggi. Dari Hasil analisis diketahui sebaran RTH di Jakarta pada Gambar 6, distribusinya masih tersebar luas di beberapa wilayah, terutama di Jakarta Timur, Barat dan Selatan. Apabila dibandingkan dengan Gambar 7 yang sudah berkurang, warna hijau bekas RTH telah berubah menjadi warna merah, yang artinya bahwa RTH telah berkurang dan mengalami alih fungsi menjadi wilayah pemukiman atau urban, terutama di daerah Jakarta Pusat dan Utara. Lahan RTH mengalami penurunan luas yang cukup tinggi dari 18 063.36 Ha pada tahun 2000, berkurang menjadi 4 052.59 Ha atau mengalami penurunan luas 14 010 Ha. Ketersedian RTH yang cenderung turun dari tahun ke tahun yang seharusnya mendapat perhatian yang serius bagi pemerintah kota, distribusi RTH saat ini hanya tersebar sekitar 10 % di sekitar Jakarta Timur diikuti oleh Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Pada tahun 2006 ketersediaan RTH di Kota Jakarta hanya kurang dari 10 %, luas kondisi RTH tersebut cukup mengkhawatirkan dari tingkat kebutuhan RTH minimal berdasarkan ketentuan Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang penataan ruang terbuka hijau perkotaan, sebesar 40 % dari luas wilayah kota. Kondisi keberadaan RTH di Jakarta tahun 2006 berada di bawah ketentuan. Berkurangnya klasifikasi lahan dari RTHdanRTA disebabkan besarnya peningkatan jumlah penduduk dari daerahdaerah lain ke Jakarta, baik untuk keperluan perdagangan, perindustrian, pemukiman, pelebaran jalan dan pusat bisnis menyebabkan kebutuhan akan lahan yang tinggi dari tahun ke tahun. Karena luas wilayah tidak bertambah dan terbatasnya wilayah untuk beraktivitas, maka terjadilah alih fungsi lahan untuk dijadikan ruang aktifitas untuk publik. 1% 2% 3% 7% 2% 27% 58% Rawa/Tambak Badan Air Lahan Terbuka RTH Urban Sawah Awan Gambar 9 Persentasi luas area klasifikasi tahun 2000 0% 1% 1% 6% 12% 6% 74% Rawa/Tambak Badan Air Lahan Terbuka RTH Urban Sawah Awan Gambar 10 Persentasi luas area klasifikasi lahan tahun 2006 4.3. Identifikasi sebaran suhu permukaan Suhu Permukaan adalah suhu terluar dari objek, untuk lahan terbuka suhu permukaannya berada di lapisan luar permukaan tanah, namun untuk vegetasi suhu permukaannya berada di kanopi vegetasi, dan untuk badan air suhu permukaannya berada di permukaan air. Ketika permukaan menyerap radiasi, suhu permukaan yang dihasilkan akan bervariasi bergantung pada karakteristik fisik objek. Umumnya emisivitas rendah, kapasitas panas kecil dan konduktivitas termal yang lebih tinggi akan meningkatkan suhu permukaan. Parameter ini juga mengatur jumlah aliran panas dari permukaan ke udara (Kalthoff et al2006 dalam Tursilowati 2010). Hasil citra sebaran suhu permukaan yang diperoleh dari citra landsat tahun 2000 diperlihatkan pada Gambar 11 sedangkan sebaran suhu permukaan tahun 2006 pada Gambar 12. Sebaran suhu permukaan ini terbagi menjadi 6 selang, yaitu selang (12-15)°C yang diwakili oleh warna kuning muda, selang (16-19) °C diwakili oleh warna kuning, selang (20-23) °C diwakili oleh warna oranye, selang (24-27) °C diwakili oleh warna merah muda, selang (28-31)°C diwakili oleh warna merah, selang (32-35) °C yang diwakili warna merah agak tua dan yang terakhir selang (36-39) °C yang diwakili warna merah tua. Seiring dengan perubahan tutupan lahan yang cukup tinggi, mengakibatkan peningkatan suhu permukaan yang terjadi di Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu permukaan ini secara visual terlihat dari perbedaan antara gambar 11 dan gambar 12. Pada gambar 11 penyebaran suhu permukaan masih merata sekitar (20-32) °C. suhu permukaan dengan interval (32-35) °C hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur. Pada gambar 12 terjadi peningkatan suhu permukaan menjadi sekitar (24-38) °C, dan tampak jelas perbedaan penyebaran suhu dengan interval (32-35)°C distribusinya hampir merata di seluruh kota Jakarta dan suhu permukaan dengan interval (36-39) °C hanya tersebar di beberapa pusat kota. Hal ini dikarenakan pengembangan perkotaan semakin cepat dari tahun ke tahun mengubah wilayah yang dulunya lahan bervegetasi dan berair menjadi aktivitas publik. Adanya lahan bervegetasi dapat mengikat kandungan CO2 yang dihasilkan dari sarana transportasi yang dapat menyebabkan peningkatan suhu lokal. Pada suhu permukaan dengan interval antara (2831) °C pada gambar 11 distribusinya tersebar di wilayah Jakarta Utara, Pusat, selatan dan timur dengan tutupan lahan berupa pemukiman atau urban, namun pada gambar 12 terjadi pergeseran suhu permukaan dengan interval (28-31) °C menjadi (32-35)°C pada tutupan lahan yang sama. Sedangkan suhu permukaan dengan interval rendah (20-23) °C pada gambar 11 masih tersebar di beberapa wilayah Jakarta Utara, Barat, Timur dan Selatan yang memiliki tutupan lahan berupa RTH, sungai, sawah dan rawa. Tetapi pada gambar 12terjadi kenaikan suhu permukaan pada tutupan lahan yang sama terjadi kenaikan suhu permukaan antara (24-27) °C, hal ini, dikarenakan berkurangnya lahan bervegetasi maupun lahan berair yang dapat mempengaruhi suhu permukaan di sekitarnya. Gambar 11 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2000 Gambar 12 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2006 Tabel 6 Suhu Permukaan Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2006 Penutupan lahan 2000 (°C) Rawa / Tambak 21 Badan Air 22 Lahan Terbuka 29 Urban 31 RTH 25 Sawah 27 Dari hasil pengolahan suhu permukaaan tahun 2000 dan 2006, masing-masing tutupan lahannya terjadi peningkatan suhu permukaan dari tahun 2000 sampai 2006. Peningkatan suhu yang paling tinggi adalah urban sekitar 31 °C pada tahun 2000 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 36 °C, terutama yang berada di pusat kota. Hal ini, yang dikenal dengan fenomena pulau panas perkotaan, dimana suhu di tengah kota lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya. Peningkatan suhu permukaan masing-masing tutupan lahan, dikarenakan perubahan penutup dan penggunaan lahan. Perubahan penutup dan penggunaan lahan dapat merubah reflektansi radiasi surya permukaan bumi dan menyebabkan pendinginan atau pemanasan lokal. 4.4 Hubungan konversi lahan dengan peningkatan suhu permukaan. Perubahan tata guna dan penutupan lahan di Jakarta karena pengaruh konversi lahan dengan peningkatan suhu permukaan memiliki suatu hubungan. Perubahan penutupan lahan telah berkembang sangat cepat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk akibat urbanisasi yang tinggi. Tingkat urbanisasi yang tinggi mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi pula namun sedikit terjadi pengurangan penduduk dari angka kematian atau perpindahan penduduk dari Kota Jakarta ke wilayah satelit lainnya, misalnya : Bekasi dan Tangerang. karena input dan output tidak seimbang, maka terjadi penumpukan penduduk. Jumlah penduduk yang meningkat maka permintaan akan ruang untuk aktifitas cukup tinggi. karena terbatasnya lahan yang ada menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang tinggi, yaitu dari lahan yang bervegetasi dan berair menjadi pemukiman padat penduduk dan industri-industri. Pengalihan fungsi lahan ini mengakibatkan peningkatan suhu 2006 (°C) 24 25 31 36 28 29 permukaan di Jakarta. Semakin banyak lahan bervegetasi dan berair yang beralih menjadi pemukiman dan industri maka semakin besar kemungkinan kenaikan suhu permukaan di sekitarnya. Perubahan lahan pemukiman di Jakarta mencapai 15% dari tahun 2000-2006. Sebaliknya penutup lahan yang bisa meredam suhu seperti lahan bervegetasi (RTH), sawah dan tubuh air justru berkurang. Dari pengamatan, lahan terbuka hijau selalu mengalami penurunan dan kondisinya hanya 6% pada tahun 2006 dari total luas area Jakarta. Seiring dengan perubahan tata guna dan tutupan lahan ini maka ada perubahan suhu permukaan yang terjadi, pada tahun 2000 suhu permukaan sekitar (20-32) °C sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan suhu permukaan menjadi (2438) °C. Dari data ini dapat di analisis bahwa laju perkembangan kota Jakarta sangat cepat. Hubungan perubahan penutupan lahan terhadap suhu permukaan dapat diformulasikan sebagai berikut : ∆Q=mC∆T …..……..……….(4) Dimana ∆Q adalah jumlah energi yang diterima atau dilepaskan dari suatu material (°C), m adalah massa dari material (kg), C adalah kapasitas panas (J/kg), dan ∆T adalah selisih suhu (°C). kapasitas panas dapat di formulasikan sebagai berikut: C=ρ.c………………….….…(5) c adalah kapasitas panas jenis (j/kg), dan ρ adalah massa jenis (kg.m3). Dari persamaan 4 dapat dikatakan bahwa jika setiap permukaan menerima energi radiasi matahari yang sama tetapi dengan kapasitas panas yang berbeda, maka suhu yang di hasilkan juga berbeda. Jika suatu benda berkapasitas panas besar maka suhu yang dihasilkan rendah, sebaliknya jika suatu benda berkapasitas panas kecil maka suhu yang dihasilkan tinggi. Material yang berkapasitas panas besar maka akan menurunkan suhu, seperti lahan bervegetasi dan lahan berair. Adanya lahan bervegetasi dan berair dapat membuat daerah di sekitarnya menjadi sejuk dan nyaman. Sebaliknya material yang berkapasitas panas kecil maka akan meningkatkan suhu permukaan di sekitarnya, seperti pemukiman dan industri. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada wilayah pengamatan di Jakarta terlihat adanya perubahan akan lahan dari tahun 2000-2006 cukup tinggi. Perubahan ini cenderung meningkatkan suhu permukaan di sekitarnya. Tutupan lahan yang mengakibatkan kenaikan suhu permukaan adalah lahan pemukiman, lahan terbuka dan penurunan luas ruang terbuka hijau dan air. Peningkatan luas area tertinggi pada tutupan lahan pemukiman atau urban sekitar 15 % dari tahun 2000-2006, sebaliknya tutupan lahan yang dapat mempengaruhi kondisi sekitarnya, seperti lahan terbuka hijau dan lahan berair terjadi penurunan luas area. Penurunan luas area tertinggi terjadi pada tutupan lahan terbuka hijau (RTH) sekitar 21 % dari tahun 20002006. Luas RTH mengalami penurunan luas yang cukup tinggi dari 18 063.36 Ha pada tahun 2000, berkurang menjadi 4 052.59 Ha atau mengalami penurunan luas 14 010 Ha. Sedangkan luas RTA yang terbagi kedalam dua klasifikasi sungai, danau dan rawa. Luas sungai dan danau terjadi penambahan luas dari 2 021.94 Ha menjadi 3 849.71 Ha, dan rawa mengalami penurunan sekitar luas sekitar 1150 Ha menjadi 887.94 Ha. Distribusi RTH pada tahun 2006 hanya tersebar di Jakarta Timur dan Selatan dan sedikit di Jakarta Barat. Sedangkan distribusi RTA sebagian besar tersebar di Jakarta Utara, Timur dan Selatan. Seiring dengan perubahan tutupan lahan yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan suhu permukaan yang terjadi di Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu permukaan ini secara visual dapat dilihat dari perbedaan antara tahun 2000 dan 2006. Pada tahun 2000 penyebaran suhu permukaan masih merata sekitar (20-32) °C. suhu permukaan dengan interval (32-35) °C hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur. Tetapi pada tahun 2006 terjadi peningkatan suhu permukaan sekitar (24-38) °C, dan tampak terlihat perbedaan jelas penyebaran suhu dengan interval (32-35)°C distribusinya hampir merata di seluruh Kota Jakarta dan suhu permukaan dengan interval (36-39) °C hanya tersebar di beberapa pusat kota. 5.2 Saran Untuk meningkatkan hasil penelitian ini,maka masih diperlukan : Metode tambahan dalam melakukan klasifikasi lahan dan perhitungan suhu permukaan, yaitu dengan metode klasifikasi terbimbing agar data yang diperoleh lebih valid. Menggunakan data citra Landsat yang tidak tertutupi oleh awan, agar hasil yang diperoleh menjadi lebih teliti dan akurat. DAFTAR PUSTAKA BAPPEDA Kota Jakarta. 2006. Laporan Antara Penyusuan Rencana Tata Ruang Terbuka Hijau (RTRH) Kota Jakarta. Dwiyanto A.2009. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Permukiman Kota. from eprints.undip.ac.id/1470/ (Diakses 9 September 2010). Faizal A. 1998. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Pertumbuhan Penduduk dan jarak terhadap Pusat Kegiatan Utama (Kasus Kabupaten Sleman 19901996). Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hadi S. 2006. Penataan Ruang Untuk Pemantapan Kawasan Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor. HandayaniN. 2007. Identifikasi Perubahan Kapasitas Panas Kawasan Perkotaan Dengan Menggunakan Citra Landsat TM/ETM+ (studi kasus : Kodya Bogor). Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor. Kalfuadi Y. 2009. Analisis Temperature Heat Index (THI) Dalam