Analisis peningkatan suhu permukaan akibat

advertisement
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kondisi geografis daerah kajian
Kota Jakarta merupakan ibukota
Republik Indonesia yang berkembang pada
wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan
bandara menjadikan Jakarta sebagai wilayah
yang strategis sebagai pintu masuk menuju
wilayah pelayanannya. Di samping itu,
posisinya pada pantai utara menghubungkan
Kota Jakarta, dengan kota-kota besar lainnya
yang berada di jalur utara menjadikan daya
tarik wilayah sehingga terjadi urbanisasi
menuju Kota Jakarta (BAPPEDA Kota
Jakarta 2006).
Secara geografis Kota Jakarta terletak
diantara pada 6°10.5' Lintang Selatan,
106°49.7' Bujur Timur dengan luas wilayah
66.100 hektar.
Tabel 2 Data pembangunan dan populasi
Jakarta tahun 1980 dan 2000.
Keterangan
1980
2000
Luas Ruang
52 179.33
15 117.77
Terbuka (Ha)
Luas Ruang
13 920.67
50 982.23
Terbangun (Ha)
Populasi
6 503 449
8 361 079
(sumber : BAPPEDA Jakarta)
Luas ruang terbuka (non terbangun) pada
tahun 1980 yakni 52 179.33 hektar dan luas
ruang terbangun 13 920.67 hektar, dengan
jumlah populasi 6 503 449 jiwa. Pada tahun
2000 mengalami penurunan luas ruang
terbuka (non terbangun) menjadi 15 117.77
hektar dan luas wilayah terbangun
meningkat menjadi 50 982.23 hektar,
dengan jumlah populasi meningkat secara
signifikan menjadi 8 361 079 jiwa. Hal ini
menunjukkan bahwa permintaan akan lahan
cukup tinggi dalam kurun waktu 20 tahun.
(BAPPEDA Kota Jakarta 2006).
Tingginya jumlah penduduk dan
pertumbuhan di Jakarta mengakibatkan
beberapa konsekuensi penting, di antaranya :
masyarakat membutuhkan lahan untuk
pembangunan rumah, aktivitas publik,
sarana dan prasarana publik, pembangunan
ini memacu perubahan penggunaan lahan,
khususnya dari lahan yang tadinya berfungsi
sebagai RTH dan RTA menjadi ruang
tertutup bangunan (urban).
Pengaruh tata guna lahan dan tutupan
lahan terhadap fenomena Urban Heat island
di Jakarta, memperlihatkan bahwa tata guna
lahan
dan
tutupan
lahan
dapat
mempengaruhi
perubahan
unsur-unsur
iklim, khususnya suhu permukaan sehingga
dapat menyebabkan peningkatan suhu
permukaan
menjadi
lebih
tinggi
dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal
ini, dikenal dengan fenomena Urban Heat
Island (UHI) (Tursilowati 2010). Penelitian
ini menggunakan metode klasifikasi tidak
terbimbing dan tutupan lahan terbagi
kedalam 5 kelas, yaitu : Badan Air,
Pemukiman, Industri, Vegetasi dan Awan.
Berdasarkan penelitian ini diketahui luas
Kota Jakarta 63 860 Ha pada tahun 1989 dan
2002.
Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta
tahun 1989 dan 2002.
Land cover
Area
1989
2002
Badan air
3039
3320
Vegetasi
26488
21272
Pemukiman
23845
27315
Industri
9961
11568
Awan
527
385
(sumber : Tursilowati 2010)
Berdasarkan penelitian Nana Suwargana
dan Susanto (2005), tentang deteksi RTH
dengan menggunakan tekhnik penginderaan
jauh, memperlihatkan distribusi sebaran
RTH dan urban dari tahun 1983-2002.
Dengan pengurangan luas tertinggi adalah
RTH mencapai 22 755.3 Ha (-159%) dan
penambahan lahan tertinggi adalah urban
mencapai 24 411 Ha (172.7%).
Tabel 4 Perubahan tutupan lahan Jakarta
tahun 1983 dan 2002.
Land cover
Area
1983
2002
Urban
22181.9
46592.9
RTH
32185.9
9430.6
Badan air
627.1
173.1
Lahan terbuka
5115.8
7264.6
Rawa/tambak
1390.2
686.1
Sawah
3565.9
919.4
(sumber : Nana.S dan Susanto 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan tahun 2000-2006 memperlihatkan
peningkatan pembangunan di Jakarta sangat
pesat. Sehingga kondisi RTH dan RTA
tahun 2006 kurang dari 10 %. Jadi
pertambahan lahan tertinggi pada rentang
waktu 1983-2006 adalah pemukiman atau
urban dengan perubahan sekitar 26 931.76
Ha. Sedangkan penurunan lahan tertinggi
pada rentang waktu yang sama adalah RTH
dengan penurunan sebesar 28 133.3 Ha.
4.2. Identifikasi Jenis Lahan
Klasifikasi citra Landsat tahun 2000
diperlihatkan Gambar 6, dan tahun 2006
diperlihatkan Gambar 7. Total luas area
yang diperoleh dari pengolahan data citra
Landsat 66 342 Ha. Pada tahun 2000
wilayah utara Kota Jakarta sebagian besar
wilayahnya adalah pemukiman/urban yang
berwarna merah, sedangkan ruang terbuka
hijau yang diwakili warna hijau hanya
sedikit. Pada tahun 2006 terjadi perubahan
lahan yang cukup signifikan pada daerah ini,
di sekitar tepi pantai utara terjadi beberapa
pergeseran lahan, dari RTH menjadi
pemukiman dan sebagian lagi tergenang
oleh air karena pergeseran garis pantai. Hal
ini, dikarenakan pembangunan wilayah
pemukiman di daerah ini cukup tinggi
sehingga banyak daerah yang sebelumnya
ruang terbuka hijau di alih fungsikan.
Gambar 6 Citra klasifikasi lahan tahun 2000
4.2.1. Urban (pemukiman)
Pemukiman atau urban yang merupakan
pemadatan dan pemekaran wilayah semakin
berkembang ke wilayah Jakarta Timur,
Barat dan Selatan, distribusinya dapat dilihat
pada Gambar 7, terutama yang berbatasan
dengan Jakarta Timur (Bekasi), Jakarta
Selatan (Bogor) dan Jakarta Barat
(Tangerang). Pada lahan pemukiman
mengalami pertambahan luas yang cukup
tinggi dari 38 561.94 Ha (58.12%) menjadi
49 113.72 Ha (74.03%) dari total lahan
Jakarta.
Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah
penduduk dari luar daerah karena krisis
ekonomi dan pembangunan-pembangunan
infrastruktur (pemukiman, perkantoran,
industri dan pelebaran jalan) oleh
pemerintah kota sehingga kebutuhan akan
lahan meningkat pesat dari tahun ke
tahunnya. Pembangunan Kota Jakarta yang
sangat pesat tanpa pengaturan yang baik
akan
dampak
lingkungan,
dapat
menyebabkan semakin buruknya kondisi
lingkungan di Jakarta.
Gambar 7 Citra klasifikasi lahan tahun 2006
4.2.2. Lahan terbuka (open land)
Lahan terbuka merupakan lahan kosong
yang tidak dimanfaatkan oleh pemerintah,
sebarannya sedikit terlihat di Jakarta Timur
dan Selatan. Pada lahan terbuka mengalami
peningkatan dari 4 275.27 Ha pada menjadi
7 678.35 Ha (Tabel 3). Peningkatan ini di
karenakan pengalihan lahan dari RTH.
4.2.3. Sawah
Penggunaan lahan sawah secara umum
dapat berfungsi sebagai RTH meskipun
intensitasnya sangat tergantung pada
komoditas pertanian yang ditanam. Tanaman
tahunan memiliki fungsi RTH efektif
sepanjang tahun, sedangkan fungsi RTH
Tabel 5 Perubahan Lahan Jakarta
Jenis Lahan
Luas Lahan 2000
tanaman semusim tidak selalu efektif
sepanjang tahun. Pada wilayah Jakarta Utara
dan Timur kondisinya semakin berkurang,
namun pada wilayah Jakarta Barat terjadi
penambahan wilayah sawah dikarenakan
terjadi perubahan lahan dari RTH menjadi
sawah. Luas sawah di Jakarta saat ini hanya
sekitar 1.1 % dari total klasifikasi tutupan
lahan di Jakarta. Luas sawah mengalami
penurunan dari 871.38 Ha menjadi 759.96
Ha. Hal ini dikarenakan sawah-sawah di
Jakarta telah dijadikan pengembangan
infrastruktur di ibukota, misalnya :
pelebaran jalan, pembangunan jembatan
layang dan pusat industri.
Luas Lahan 2006
Rawa/Tambak
Badan Air
(Ha)
1150
2021.9
(%)
1.7
3.2
(Ha)
887.8
3849.7
(%)
1.3
5.8
Lahan Terbuka
RTH
Urban
Sawah
Awan
4275.3
18063.4
38561.9
871.4
1398.4
6.4
27.2
58.1
1.3
2.1
7678.4
4052.6
49113.8
760
0
11.6
6.1
74
1.2
0
Perub. Lahan
(2006-2000)
(Ha)
(%)
-262.1
-0.4
1827.8
2.7
3403.1
-14010.8
10551.9
-111.4
-1398.4
5.2
-21.1
15.9
-0.1
-2.1
50000
45000
Luas Area (Ha)
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
Rawa
badan air
Lahan
terbuka
2000
1150
2021.94
2006
887.94
3849.71
RTH
Urban
Sawah
Awan
4275.27 18063.36 38561.94
871.38
1398.42
7678.35
759.96
0
4052.59 49113.76
Gambar 8 Klasifikasi lahan di Jakarta
4.2.4. Ruang Terbuka Air
Ruang terbuka air atau air permukaan
adalah merupakan daerah tangkapan air
yang meliputi : sungai, danau, rawa atau
areal-areal yang dikhususkan sebagai daerah
tangkapan air. RTA dalam klasifikasi ini
dikategorikan ke dalam klasifikasi tutupan
lahan badan air yang merupakan sebagai
penyangga air namun pada Gambar 7
kondisinya semakin kritis diakibatkan
bahwa banyak daerah bantaran sungai yang
dijadikan
pemukiman.
Kondisi
ini
mengakibatkan lingkungan sudah tercemar
terutama dalam persediaan air bersih. Luas
sungai dan danau terjadi penambahan luas
dari 2 021.94 Ha menjadi 3 849.71 Ha
(Tabel 3). Hal ini dikarenakan pembangunan
banjir kanal timur tahun 2006 yang
dilakukan
oleh
pemerintah
untuk
menanggulangi banjir.
Rawa merupakan tempat penampungan
air dari bahaya banjir, serta tambak
merupakan tempat budidaya ikan dan udang
di wilayah pesisir pantai, pada gambar 6 dan
7 terlihat di utara kota Jakarta yang
berwarna biru tua. Luas rawa mengalami
penurunan sekitar 0.39% dari luas sekitar
1150 Ha menjadi 887.94 Ha (Tabel 3). Hal
ini dikarenakan sebagian luas rawa di
Jakarta Utara mengalami perubahan menjadi
pemukiman. Distribusi RTA pada tahun
2006 sebagian besar tersebar di wilayah
Jakarta Utara dan Timur.
4.2.5. Ruang Terbuka Hijau
RTH merupakan ruang terbuka hijau
yang ditumbuhi oleh vegetasi yang dapat
berguna sebagai daerah resapan air atau
dapat juga sebagai paru-paru kota,
keberadaan RTH dalam perkotaan sangat
vital dalam lingkungan perkotaan yang
memiliki tingkat polusi udara yang tinggi.
Dari Hasil analisis diketahui sebaran
RTH di Jakarta pada Gambar 6,
distribusinya masih tersebar luas di beberapa
wilayah, terutama di Jakarta Timur, Barat
dan Selatan. Apabila dibandingkan dengan
Gambar 7 yang sudah berkurang, warna
hijau bekas RTH telah berubah menjadi
warna merah, yang artinya bahwa RTH telah
berkurang dan mengalami alih fungsi
menjadi wilayah pemukiman atau urban,
terutama di daerah Jakarta Pusat dan Utara.
Lahan RTH mengalami penurunan luas yang
cukup tinggi dari 18 063.36 Ha pada tahun
2000, berkurang menjadi 4 052.59 Ha atau
mengalami penurunan luas 14 010 Ha.
Ketersedian RTH yang cenderung turun
dari tahun ke tahun yang seharusnya
mendapat perhatian yang serius bagi
pemerintah kota, distribusi RTH saat ini
hanya tersebar sekitar 10 % di sekitar
Jakarta Timur diikuti oleh Jakarta Selatan
dan Jakarta Utara.
Pada tahun 2006 ketersediaan RTH di
Kota Jakarta hanya kurang dari 10 %, luas
kondisi
RTH
tersebut
cukup
mengkhawatirkan dari tingkat kebutuhan
RTH minimal berdasarkan ketentuan
Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988
tentang penataan ruang terbuka hijau
perkotaan, sebesar 40 % dari luas wilayah
kota. Kondisi keberadaan RTH di Jakarta
tahun 2006 berada di bawah ketentuan.
Berkurangnya klasifikasi lahan dari
RTHdanRTA
disebabkan
besarnya
peningkatan jumlah penduduk dari daerahdaerah lain ke Jakarta, baik untuk keperluan
perdagangan, perindustrian, pemukiman,
pelebaran
jalan
dan
pusat
bisnis
menyebabkan kebutuhan akan lahan yang
tinggi dari tahun ke tahun. Karena luas
wilayah tidak bertambah dan terbatasnya
wilayah untuk beraktivitas, maka terjadilah
alih fungsi lahan untuk dijadikan ruang
aktifitas untuk publik.
1% 2% 3% 7%
2%
27%
58%
Rawa/Tambak
Badan Air
Lahan Terbuka
RTH
Urban
Sawah
Awan
Gambar 9 Persentasi luas area klasifikasi
tahun 2000
0% 1% 1%
6%
12%
6%
74%
Rawa/Tambak
Badan Air
Lahan Terbuka
RTH
Urban
Sawah
Awan
Gambar 10 Persentasi luas area klasifikasi
lahan tahun 2006
4.3.
Identifikasi
sebaran
suhu
permukaan
Suhu Permukaan adalah suhu terluar dari
objek,
untuk
lahan
terbuka
suhu
permukaannya berada di lapisan luar
permukaan tanah, namun untuk vegetasi
suhu permukaannya berada di kanopi
vegetasi, dan untuk badan air suhu
permukaannya berada di permukaan air.
Ketika permukaan menyerap radiasi, suhu
permukaan yang dihasilkan akan bervariasi
bergantung pada karakteristik fisik objek.
Umumnya emisivitas rendah, kapasitas
panas kecil dan konduktivitas termal yang
lebih tinggi akan meningkatkan suhu
permukaan. Parameter ini juga mengatur
jumlah aliran panas dari permukaan ke udara
(Kalthoff et al2006 dalam Tursilowati
2010).
Hasil citra sebaran suhu permukaan yang
diperoleh dari citra landsat tahun 2000
diperlihatkan pada Gambar 11 sedangkan
sebaran suhu permukaan tahun 2006 pada
Gambar 12.
Sebaran suhu permukaan ini terbagi
menjadi 6 selang, yaitu selang (12-15)°C
yang diwakili oleh warna kuning muda,
selang (16-19) °C diwakili oleh warna
kuning, selang (20-23) °C diwakili oleh
warna oranye, selang (24-27) °C diwakili
oleh warna merah muda, selang (28-31)°C
diwakili oleh warna merah, selang (32-35)
°C yang diwakili warna merah agak tua dan
yang terakhir selang (36-39) °C yang
diwakili warna merah tua.
Seiring dengan perubahan tutupan lahan
yang
cukup
tinggi,
mengakibatkan
peningkatan suhu permukaan yang terjadi di
Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu
permukaan ini secara visual terlihat dari
perbedaan antara gambar 11 dan gambar 12.
Pada gambar 11 penyebaran suhu
permukaan masih merata sekitar (20-32) °C.
suhu permukaan dengan interval (32-35) °C
hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta
Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur.
Pada gambar 12 terjadi peningkatan suhu
permukaan menjadi sekitar (24-38) °C, dan
tampak jelas perbedaan penyebaran suhu
dengan interval (32-35)°C distribusinya
hampir merata di seluruh kota Jakarta dan
suhu permukaan dengan interval (36-39) °C
hanya tersebar di beberapa pusat kota.
Hal ini dikarenakan pengembangan
perkotaan semakin cepat dari tahun ke tahun
mengubah wilayah yang dulunya lahan
bervegetasi dan berair menjadi aktivitas
publik. Adanya lahan bervegetasi dapat
mengikat kandungan CO2 yang dihasilkan
dari sarana transportasi yang dapat
menyebabkan peningkatan suhu lokal. Pada
suhu permukaan dengan interval antara (2831) °C pada gambar 11 distribusinya
tersebar di wilayah Jakarta Utara, Pusat,
selatan dan timur dengan tutupan lahan
berupa pemukiman atau urban, namun pada
gambar 12 terjadi pergeseran suhu
permukaan dengan interval (28-31) °C
menjadi (32-35)°C pada tutupan lahan yang
sama. Sedangkan suhu permukaan dengan
interval rendah (20-23) °C pada gambar 11
masih tersebar di beberapa wilayah Jakarta
Utara, Barat, Timur dan Selatan yang
memiliki tutupan lahan berupa RTH, sungai,
sawah dan rawa. Tetapi pada gambar
12terjadi kenaikan suhu permukaan pada
tutupan lahan yang sama terjadi kenaikan
suhu permukaan antara (24-27) °C, hal ini,
dikarenakan berkurangnya lahan bervegetasi
maupun
lahan
berair
yang
dapat
mempengaruhi
suhu
permukaan
di
sekitarnya.
Gambar 11 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2000
Gambar 12 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2006
Tabel 6 Suhu Permukaan Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2006
Penutupan lahan
2000
(°C)
Rawa / Tambak
21
Badan Air
22
Lahan Terbuka
29
Urban
31
RTH
25
Sawah
27
Dari hasil pengolahan suhu permukaaan
tahun 2000 dan 2006, masing-masing
tutupan lahannya terjadi peningkatan suhu
permukaan dari tahun 2000 sampai 2006.
Peningkatan suhu yang paling tinggi adalah
urban sekitar 31 °C pada tahun 2000 dan
pada tahun 2006 meningkat menjadi 36 °C,
terutama yang berada di pusat kota. Hal ini,
yang dikenal dengan fenomena pulau panas
perkotaan, dimana suhu di tengah kota lebih
tinggi dibandingkan dengan wilayah di
sekitarnya. Peningkatan suhu permukaan
masing-masing tutupan lahan, dikarenakan
perubahan penutup dan penggunaan lahan.
Perubahan penutup dan penggunaan lahan
dapat merubah reflektansi radiasi surya
permukaan
bumi
dan
menyebabkan
pendinginan atau pemanasan lokal.
4.4
Hubungan konversi lahan dengan
peningkatan suhu permukaan.
Perubahan tata guna dan penutupan
lahan di Jakarta karena pengaruh konversi
lahan dengan peningkatan suhu permukaan
memiliki suatu hubungan. Perubahan
penutupan lahan telah berkembang sangat
cepat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk akibat urbanisasi yang tinggi.
Tingkat
urbanisasi
yang
tinggi
mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi pula namun sedikit terjadi
pengurangan penduduk dari angka kematian
atau perpindahan penduduk dari Kota
Jakarta ke wilayah satelit lainnya, misalnya :
Bekasi dan Tangerang. karena input dan
output tidak seimbang, maka terjadi
penumpukan penduduk. Jumlah penduduk
yang meningkat maka permintaan akan
ruang untuk aktifitas cukup tinggi. karena
terbatasnya lahan yang ada menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan yang tinggi,
yaitu dari lahan yang bervegetasi dan berair
menjadi pemukiman padat penduduk dan
industri-industri.
Pengalihan
fungsi
lahan
ini
mengakibatkan
peningkatan
suhu
2006
(°C)
24
25
31
36
28
29
permukaan di Jakarta. Semakin banyak
lahan bervegetasi dan berair yang beralih
menjadi pemukiman dan industri maka
semakin besar kemungkinan kenaikan suhu
permukaan di sekitarnya. Perubahan lahan
pemukiman di Jakarta mencapai 15% dari
tahun 2000-2006. Sebaliknya penutup lahan
yang bisa meredam suhu seperti lahan
bervegetasi (RTH), sawah dan tubuh air
justru berkurang. Dari pengamatan, lahan
terbuka hijau selalu mengalami penurunan
dan kondisinya hanya 6% pada tahun 2006
dari total luas area Jakarta.
Seiring dengan perubahan tata guna dan
tutupan lahan ini maka ada perubahan suhu
permukaan yang terjadi, pada tahun 2000
suhu permukaan sekitar (20-32) °C
sedangkan pada tahun 2006 terjadi
peningkatan suhu permukaan menjadi (2438) °C. Dari data ini dapat di analisis bahwa
laju perkembangan kota Jakarta sangat
cepat.
Hubungan perubahan penutupan lahan
terhadap
suhu
permukaan
dapat
diformulasikan sebagai berikut :
∆Q=mC∆T …..……..……….(4)
Dimana ∆Q adalah jumlah energi yang
diterima atau dilepaskan dari suatu material
(°C), m adalah massa dari material (kg), C
adalah kapasitas panas (J/kg), dan ∆T adalah
selisih suhu (°C). kapasitas panas dapat di
formulasikan sebagai berikut:
C=ρ.c………………….….…(5)
c adalah kapasitas panas jenis (j/kg), dan ρ
adalah massa jenis (kg.m3).
Dari persamaan 4 dapat dikatakan bahwa
jika setiap permukaan menerima energi
radiasi matahari yang sama tetapi dengan
kapasitas panas yang berbeda, maka suhu
yang di hasilkan juga berbeda. Jika suatu
benda berkapasitas panas besar maka suhu
yang dihasilkan rendah, sebaliknya jika
suatu benda berkapasitas panas kecil maka
suhu yang dihasilkan tinggi.
Material yang berkapasitas panas besar
maka akan menurunkan suhu, seperti lahan
bervegetasi dan lahan berair. Adanya lahan
bervegetasi dan berair dapat membuat
daerah di sekitarnya menjadi sejuk dan
nyaman.
Sebaliknya
material
yang
berkapasitas panas kecil maka akan
meningkatkan
suhu
permukaan
di
sekitarnya, seperti pemukiman dan industri.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada wilayah pengamatan di Jakarta
terlihat adanya perubahan akan lahan dari
tahun 2000-2006 cukup tinggi. Perubahan
ini
cenderung
meningkatkan
suhu
permukaan di sekitarnya. Tutupan lahan
yang mengakibatkan kenaikan suhu
permukaan adalah lahan pemukiman, lahan
terbuka dan penurunan luas ruang terbuka
hijau dan air. Peningkatan luas area tertinggi
pada tutupan lahan pemukiman atau urban
sekitar 15 % dari tahun 2000-2006,
sebaliknya tutupan lahan yang dapat
mempengaruhi kondisi sekitarnya, seperti
lahan terbuka hijau dan lahan berair terjadi
penurunan luas area. Penurunan luas area
tertinggi terjadi pada tutupan lahan terbuka
hijau (RTH) sekitar 21 % dari tahun 20002006.
Luas RTH mengalami penurunan luas
yang cukup tinggi dari 18 063.36 Ha pada
tahun 2000, berkurang menjadi 4 052.59 Ha
atau mengalami penurunan luas 14 010 Ha.
Sedangkan luas RTA yang terbagi kedalam
dua klasifikasi sungai, danau dan rawa. Luas
sungai dan danau terjadi penambahan luas
dari 2 021.94 Ha menjadi 3 849.71 Ha, dan
rawa mengalami penurunan sekitar luas
sekitar 1150 Ha menjadi 887.94 Ha.
Distribusi RTH pada tahun 2006 hanya
tersebar di Jakarta Timur dan Selatan dan
sedikit di Jakarta Barat. Sedangkan
distribusi RTA sebagian besar tersebar di
Jakarta Utara, Timur dan Selatan.
Seiring dengan perubahan tutupan lahan
yang
cukup
tinggi
mengakibatkan
peningkatan suhu permukaan yang terjadi di
Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu
permukaan ini secara visual dapat dilihat
dari perbedaan antara tahun 2000 dan 2006.
Pada tahun 2000 penyebaran suhu
permukaan masih merata sekitar (20-32) °C.
suhu permukaan dengan interval (32-35) °C
hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta
Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur.
Tetapi pada tahun 2006 terjadi peningkatan
suhu permukaan sekitar (24-38) °C, dan
tampak terlihat perbedaan jelas penyebaran
suhu
dengan
interval
(32-35)°C
distribusinya hampir merata di seluruh Kota
Jakarta dan suhu permukaan dengan interval
(36-39) °C hanya tersebar di beberapa pusat
kota.
5.2 Saran
Untuk meningkatkan hasil penelitian
ini,maka masih diperlukan :
 Metode tambahan dalam melakukan
klasifikasi lahan dan perhitungan suhu
permukaan, yaitu dengan metode
klasifikasi terbimbing agar data yang
diperoleh lebih valid.
 Menggunakan data citra Landsat yang
tidak tertutupi oleh awan, agar hasil yang
diperoleh menjadi lebih teliti dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Kota Jakarta. 2006. Laporan
Antara Penyusuan Rencana Tata
Ruang Terbuka Hijau (RTRH) Kota
Jakarta.
Dwiyanto A.2009. Kuantitas dan Kualitas
Ruang
Terbuka
Hijau
di
Permukiman Kota. from eprints.undip.ac.id/1470/
(Diakses
9
September 2010).
Faizal A. 1998. Hubungan Perubahan
Penggunaan
Lahan
dengan
Pertumbuhan Penduduk dan jarak
terhadap Pusat Kegiatan Utama
(Kasus Kabupaten Sleman 19901996). Tesis. Program Studi
Magister Perencanaan Kota dan
Daerah. Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hadi S. 2006. Penataan Ruang Untuk
Pemantapan
Kawasan
Hutan.
Departemen Kehutanan. Bogor.
HandayaniN. 2007. Identifikasi Perubahan
Kapasitas
Panas
Kawasan
Perkotaan Dengan Menggunakan
Citra Landsat TM/ETM+ (studi
kasus : Kodya Bogor). Skripsi.
Jurusan Geofisika dan Meteorologi
FMIPA IPB. Bogor.
Kalfuadi Y. 2009. Analisis Temperature
Heat
Index
(THI)
Dalam
Download