METAFORA BERCITRA HEWAN DALAM PERIBAHASA BAHASA INDONESIA PADA “BUKU PERIBAHASA” KARYA K. ST. PAMUNTJAK (SUATU KAJIAN SEMANTI RETTI SEPTRISNA ABSTRAK Maxim has the power ( the power to educate, move the soul, forming attitudes, character, and human characters ) to obtain the disclosed and reflected in itself, and has the power as a social control. Maxim has a typical structure relating to the constituent elements or shape. The purpose of this study was to determine and describe 1 ) the form of metaphor bercitra animals in Indonesia in the Book of Proverbs proverbs K. Work St. Pamuntjak, 2 ) the meaning and changes of meaning bercitra animal metaphors in proverbs in the Book of Proverbs Karya Indonesia K. St. Pamuntjak, 3 ) factors that cause changes in the meaning of the metaphor bercitra animals in Indonesian proverbs in the Book of Proverbs Work K. St. Pamuntjak. This research is descriptive qualitative research method. This research was conducted by analyzing the imaged animal metaphors contained in the Book of Proverbs Work K. St. Pamuntjak. The results showed that 1 ) based on lingual forms, animal metaphors that exist in the form of phrases, and sentences kalusa. Animal metaphors in the form of numbered phrases is 129 proverb, in the form of a clause amounted to 61 proverb, and in the form of sentences totaling 285 proverb. 2 ) based on the significance and meaning of change animals bercitra metaphor that likened describe human behavior in animals. Animals are referred to in the proverb is an animal that is close to people's lives. Behavior and human nature is like the same as animal behavior. 3 ) based on the description and analysis of the data factors change the meaning of the language in the Indonesian region amounted to 41 factors change proverb, meaning changes due to changes in the environment totaled 14 factors proverb, meaning changes due to the exchange of sensory responses totaled 195 proverbs change factors, the combined result of changes in the meaning of the word totaled 94 factors proverbs changes, due to changes in the meaning of the language user responses totaled 123 proverbs change factors, changes the meaning of the language in the Indonesian region totaled 9 factors change proverb. ditelaah A. PENDAHULUAN Peribahasa memiliki kekuatan (daya untuk mendidik, membentuk sikap, menggerakkan watak, dan jiwa, lebih lanjut karena peribahasa memiliki peran dan posisi penting dalam mengendalikan individu-individu maupun karakter masyarakat dalam bertingkah laku, berwatak, manusia) untuk memperoleh yang tersingkap berwatak, bertabiat, dan berkarakter dalam dan terpancar dalam dirinya sendiri, dan kehidupan sehari-hari. memiliki kekuatan sebagai kontrol sosial. Peribahasa memiliki struktur khas Metafora dibentuk berdasarkan yang perbandingan atau persamaan. Peribahasa berhubungan dengan unsur-unsur ataupun mengandung perbandingan dan persamaan konstituen membentuknya. Masalah-masalah untuk yang berkaitan dengan peribahasa perlu untuk pembaca. menyampaikan Metafora maksud dalam kepada peribahasa bertujuan untuk membandinurlgkan sesuatu kata-kata berkias yang menyatakan sindiran dengan sesuatu hal yang lain. Unsur-unsur untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya yang membangun metafora disusun dari terhadap pendengar atau pembaca”. Majas beberapa identitas simbol, di antaranya berupa sindirian terbagi atas: ironi, sinisme, sarkasme. kelas kata, seperti nomina, adjektifa, dan Majas Penegasan ialah kata-kata berkias yang verba. Simbol lingual metaforanya dapat menyatakan penegasan untuk meningkatkan berupa sesuatu things), seseorang kesan dan pengaruhnya terhadap pendengar periode (periods), atau pembaca”. Majas penegasan terdiri atas: wilayah (areas), kualitas (quality), disposisi pleonasme, repetisi, paralelisme, tautologi, (dispositions), hubungan (relations) dan lain- klimaks, antiklimaks, retorik. (person), ide (the (ideas), lain. Majas atau Gaya Bahasa adalah bahasa Penelitian yang akan peneliti lakukan kias yang dipergunakan untuk menimbulkan adalah gaya bahasa perbandingan yang salah kesan imajinatif atau menciptakan efek-efek satunya adalah metafora bercitra hewan. tertentu bagi pembaca. Peneliti melihat banyak peribahasa Indonesia jenis-jenis majas dapat dikelompokkan yang menggunakan metafora bercitra hewan majas sebagai bentuk kiasan. Metafora bercitra yaitu sindiran, dan perbandingan, Majas hewan, biasanya digunakan oleh pemakai Perbandingan ialah kata-kata berkias yang bahasa untuk menggambarkan satu kondisi menyatakan untuk atau kenyataan di alam sesuai pengalaman meningkatkan kesan dan pengaruh terhadap pemakai bahasa. Metafora dengan unsur pembaca”. Majas Perbandingan terdiri atas: binatang juga dikenakan pada manusia dengan asosiasi metafora, citra humor, ironi, peyoratif, atau citra personifikasi, alegori, metonimia, sinekdok, konotasi. Dalam metafora bercitra hewan dan simile. Majas Pertentangan adalah “Kata- diungkapkan kata berkias yang menyatakan pertentangan dengan dengan oleh misalnya dengan anjing, babi, kerbau, singa, pembicara atau penulis dengan maksud untuk buaya, dan lain-lain sehingga dalam bahasa memperhebat atau meningkatkan kesan dan Indonesia pengaruhnya Majas kerbau dicocok hidung”, ungkapan “buaya Pertentangan terdiri atas: antitesis, paradoks, darat”, dan ungkapan makian ”anjing, lu”, dan hiperbola, dan litotes. Majas sindiran ialah seterusnya. atau majas pertentangan, penegasan. perbandingan perumpamaan, dimaksudkan kepada sebenarnya pembaca”. bahwa sejumlah tak manusia terbatas disamakan binatang mengenal peribahasa “Seperti Penggunaan peribahasa yang memiliki faktor penyebab perubahan makna metafora daya untuk mendidik, menggerakkan jiwa, bercitra hewan dalam peribahasa bahasa membentuk Indonesia. sikap, watak, dan karakter manusia sudah sangat jarang digunakan oleh Permasalahan dalam penelitian yang masyarakat. Demikian juga halnya dengan akan peneliti lakukan yaitu peribahasa yang penggunaan metafora bercitra hewan dalam unik, baik dalam hal bentuk, makna, maupun peribahasa. Penggunaan metafora bercitra penggunaannya. Penelitian ini dimaksudkan hewan dalam peribahasa bahasa Indonesia untuk mengetahui bentuk peribahasa yang mulai mengalami kemunduran seiring dengan menggunakan metafora bercitra hewan, makna adanya perubahan sosial budaya masyarakat. yang ingin disampaikan melalui metafora Masyarakat kurang memahami makna yang bercitra hewan tersebut, faktor perubahan terkandung di dalam peribahasa. Kondisi makna, serta peranan nama hewan yang tersebut sangat mengkhawatirkan karena akan terdapat dalam peribahasa bahasa Indonesia mengikis pengetahuan masyarakat tentang yang menggunakan metafora bercitra hewan peribahasa. Oleh karena itu, penelitian tentang pada Buku Peribahasa karya K. St Pamuntjak, metafora bercitra hewan dalam peribahasa dkk. bahasa Indonesia sangat penting untuk dilakukan. Kajian tentang makna yang terdapat dalam peribahasa disebut kajian semantik. Buku Peribahasa karangan K. St. Semantik merupakan salah satu bagian dari Pamuntjak N. St. Iskandar dan A. Dt ilmu bahasa, yang mengkaji tentang makna Madjoindo merupakan kata. Semula ilmu ini kurang mendapatkan peribahasa. Buku Peribahasa buku kumpulan adalah perhatian dari para pakar bahasa, karena terbitan Balai Pustaka. Peneliti menggunakan keberadaan dari semantik itu sendiri yang Buku Peribahasa karya K. St Pamuntjak, dkk. bersifat atbitrer. Sifat arbitrer dalam bahasa ini karena ini diartikan bahwa tidak ada hubungan spesifik dijelaskan secara rinci peribahasa berdasarkan antara deretan fonem pembentuk kata dengan kelompok-kelompok kata yang terdapat di maknanya. dalamnya. Selain itu, makna yang terkandung hubungan langsung antara yang diartikan di dalam peribahasa juga dijelaskan secara dengan jelas. Penelitian ini menganalisis tentang linguistik terdiri atas unsur bunyi dan unsur bentuk, makna dan perubahan makna, dan makna. Kedua unsur tersebut merupakan unsur buku kumpulan ini peribahasa Dengan yang demikian, mengartikan. tidak Setiap ada tanda dalam bahasa yang biasanya merujuk kepada Indonesia dalam Buku Peribahasa Karya K. sesuatu referen yang merupakan unsur luar St. Pamuntjak bahasa. 3. Faktor penyebab perubahan makna pada Berdasarkan uraian di atas, peneliti penting untuk melakukan penelitian tentang metafora bercitra hewan dalam peribahasa Indonesia dengan judul “Metafora bercitra hewan dalam Peribahasa Indonesia pada Buku Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak” Berdasarkan uraian latar belakang masalah dalam penelitian maka peneliti mengidentifikasi masalah dari penelitian ini 1. Peribahasa Indonesia saat ini sudah jarang 2. Masyarakat kurang memahami makna kurang menghargai Indonesia dalam dalam Buku Berdasarkan fokusan masalah di atas, maka Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja bentuk metafora bercitra hewan dalam peribahasa Indonesia dalam Buku Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak? metafora bercitra 4. Berkurangnya pengggunaan peribahasa mengurangi pembendaharaan peribahasa dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, fokus masalah dalam penelitian ini Indonesia dalam dalam Buku Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak? faktor penyebab perubahan makna pada metafora bercitra hewan Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak? Tujuan dari penelitian diuraikan seperti di bawah ini dengan maksud untuk mengetahui dan mendeskripsikan hal-hal berikut: 1. Bentuk metafora bercitra hewan dalam peribahasa sebagai berikut: 1. Bentuk metafora bercitra hewan dalam Indonesia dalam Buku Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak 2. Makna dan perubahan makna metafora hewan hewan dalam peribahasa Indonesia dalam Buku peribahasa yang ada bercitra hewan Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak. 3. Apakah yang terkandung dalam peribahasa peribahasa peribahasa peribahasa digunakan oleh masyarakat akan bercitra 2. Apakah makna dan perubahan makna sebagai berikut. 3. Masyarakat metafora dalam peribahasa Indonesia dalam Buku Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak. 2. Makna dan perubahan makna metafora bercitra hewan dalam peribahasa Indonesia dalam Buku Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak. 3. Faktor penyebab perubahan makna pada metafora bercitra peribahasa hewan Indonesia dalam adalah akumulasi data dasar dalam cara Buku deskriptif semata-mata tidak perlu mencari dalam atau Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat peneliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti mengenai peribahasa dalam bahasa Indonesia 2. Bagi menerangkan hipotesis, hubungan, membuat menguji, ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun bermamfaat : 1. Bagi kejadian. Dalam arti, penelitian deskriptif pembaca, diharapkan hasil dapat menambah penelitian bermanfaat wawasan ini untuk mengenai peribahasa dalam bahasa Indonesia 3. Bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia, penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metodemetode deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah bentuk lingual metafora bercitra hewan dalam peribahasa Indonesia yang terdapat dalam Buku Peribahasa karangan K. St. Pamuntjak N. St. Iskandar dan A. Dt Madjoindo penerbit Balai Pustaka tahun 2004. Data yang ditemukan selanjutnya akan dicatat pada tabel. Dalam tabel tersebut dicatat bentuk dapat dijadikan sebagai penunjang bahan metafora pembelajaran bahasa Indonesia perubahan bercitra makna, hewan, dan makna faktor dan penyebab diharapkan perubahan makna dalam peribahasa Indonesia. dapat digunakan sebagai dasar atau Sumber data dalam penelitian ini adalah referensi dalam melakukan penelitian sumber data tulis yaitu Buku Peribahasa sejenis karangan K. St. Pamuntjak N. St. Iskandar dan 4. Bagi peneliti atau selanjutnya, penelitian selanjutnya A. Dt Madjoindo penerbit Balai Pustaka tahun dibidang ilmu linguistik. 2004. Jadi, peneliti akan meneliti metafora bercitra hewan yang terdapat dalam Buku B. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode metode deskriptif. Secara harfiah, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk membuat mengenai penyandraan situasi-situasi atau (deskripsi) kejadian- Peribahasa karangan K. St. Pamuntjak N. St. Iskandar dan A. Dt Madjoindo penerbit Balai Pustaka tahun 2004. Menurut Sugiyono (2009:305), menyatakan bahwa instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, dan menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Berdasarkan pendapat dari ahli di atas, instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti juga menggunakan instrumen penunjang yaitu catatan dan tabel. Catatan berisi kumpulan peribahasa Indonesia yang menggunakan metafora bercitra hewan yang ada dalam Buku Peribahasa karangan K. St. Pamuntjak N. St. Iskandar dan A. Dt Madjoindo penerbit Balai Pustaka tahun 2004. Dari hasil pencatatan data kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Berikut ini tabel pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian : No Periba hasa Bentuk F K Kl Makna/ Faktor Penyebab Peruba- Perubahan Makna han 1 2 3 4 5 6 Makna 3 = Perubahan Makna Akibat Pertukaran Tanggapan Indera 4 = Perubahan Makna Akibat Gabungan Kata 5 = Perubahan Makna Akibat Tanggapan Pemakai Bahasa 6 = Perubahan Makna Akibat Asosiasi Menurut Sugiyono (2009:308), teknik pengumpulan data merupakan langkah yang ditempuh oleh peneliti untuk mendapatkan data dalam penelitian. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik studi dokumentasi, observasi, teknik pengelompokkan dan teknik catat. Menurut Sugiyono (2009:335), teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang 1 diperoleh dari hasil pengumpulan data dengan 2 cara mengorganisasikan data ke dalam unitKeterangan: unit, melakukan sistesa, menyusun ke dalam F = frase pola, memilih data yang dibutuhkan, dan K = Klausa membuat kesimpulan sehingga dapat dipahami KL = kalimat oleh pembaca. 1 = Perubahan Makna dari Bahasa Daerah ke dalam Bahasa Indonesia 2 = Perubahan Makna Akibat Lingkungan Menurut Moleong (2009: 178), bahwa teknik keabsahan data dilakukan dengan tringulasi. Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik biasa dipelihara untuk menjaga rumah tringulasi dan pengecekan teman sejawat. dan berburu (Depdiknas, 2010: 71). Selain itu, metafora bercitra anjing juga negatif sehingga penggunaannya dapat berdampak kasar berkonotasi a. Deskripsi dan Analisis Data bagi pendengar. pertukaran tanggapan indera. K. St. Pamuntjak. Data tersebut disusun 2. Metafora bercitra hewan yang Bereferensi Ayam Dalam Buku Peribahasa Karya K. terkumpul sebanyak 476 peribahasa yang St. Pamuntjak, ditemukan 39 peribahasa memiliki metafora bercitra hewan. bercitra pada (001) adalah perubahan makna akibat Indonesia berdasarkan Buku Peribahasa Karya hasilnya akurat dan apa adanya. Data yang terlihat penyebab perubahan makna peribahasa bercitra hewan dalam peribahasa bahasa menggunakan analisis dan kartu data agar buruk beberapa peribahasa berikut ini. Faktor Deskripsi dan analisis data metafora hewan yang metafora bercitra ayam. Metafora bercitra ayam memiliki 30 pandangan positif dan Bereferensi Anjing Dalam Buku Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak, ditemukan 32 peribahasa metafora bercitra anjing. Metafora bercitra anjing memiliki 1 data positif dan 31 data negatif. Penggunaan metafora bercitra anjing memiliki pandangan positif terlihat pada peribahasa berikut ini. peribahasa 19 pandangan negatif. Penggunaan metafora bercitra ayam yang memiliki pandangan positif terlihat pada peribahasa berikut ini. a. Seperti ayam patuk anaknya (033) Bentuk adalah kalimat. peribahasa Maknanya di atas adalah seorang ibu yang menghukum anaknya a. Anjing galak babi berani (001) Bentuk pandangan Penggunaan metafora bercitra anjing C. HASIL PENELITIAN 1. Metafora memiliki di atas adalah klausa. Makna metafora bercitra anjing pada peribahasa di atas adalah sama-sama memiliki kekuatan. Anjing merupakan hewan menyusui yang bukan untuk menganiaya anak tetapi untuk memperbaiki perilaku anak. Perubahan makna metafora bercitra ayam dalam peribahasa (033) mengibaratkan seorang ibu tentu tidak akan menyakiti anaknya. Ayam yang mematuk sampai peribahasa yang memiliki metafora bercitra melukai anaknya sendiri. Demikian hewan. Penggunaan Metafora bercitra yang juga seorang ibu. Faktor penyebab paling banyak digunakan dalam perihasa perubahan makna pada peribahasa di bahasa Indonesia adalah metafora bercitra atas adalah perubahan makna akibat ayam pertukaran tanggapan indera. Sementara itu, penggunaan metafora bercitra 3. Metafora anaknya bercitra tidak Data yang terkumpul sebanyak 476 hewan yang yang berjumlah 39 peribahasa. yang paling sedikit adalah metafora bercitra belanak, capung, cenderawasih, kungkang, Bereferensi Babi Peribahasa Indonesia dalam Buku lalat, lintah, mencit yang masing-masing Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak yang hanya terdapat dalam satu peribahasa. Adapun memiliki metafora bercitra babi berjumlah data yang akan dianalisis sesuai dengan 2 peribahasa. Metafora bercitra badak rumusan masalah berjumlah 476 data. dalam Buku Peribahasa Karya K. St. 1. Bentuk Metafora bercitra hewan dalam Pamuntjak memiliki pandangan negatif hal Peribahasa Bahasa Indonesia tersebut terlihat dari peribahasa berikut ini. a. Jangan bagai babi merasa gulai (072) Bentuk metafora bercitra ini adalah berupa kalimat, maknanya Peribahasa yang tercantum pada data tidak dipilih langsung begitu saja, tetapi mencermati satu persatu peribahasa tersebut. Bentuk pada peribahasa bahasa adalah Tiada patut orang yang hina Indonesia bangsa itu hendak setara atau berjodoh bercitra yang berbentuk kata, frase, dan dengan orang bangsawan. Perubahan kalimat. (072) menggambarkan data metafora Metafora bercitra hewan dalam makna metafora bercitra babi pada peribahasa ditemukan peribahasa bahasa Indonesia dari 476 data sebagai manusia yang hina hendak yang berjodoh dengan orang yang memiliki peribahasa, kedudukan Faktor berjumlah penyebab perubahan makna adalah berbentuk kalimat perubahan makna dari bahasa daerah peribahasa. Metafora ke dalam bahasa indonesia. berbentuk kalimat lebih banyak dari pada b. Pembahasan yang tinggi. berbentuk frase yang 62 terdapat berbentuk peribahasa, 129 klausa dan yang berjumlah 285 bercitra hewan metafora bercitra hewan berbentuk kata dan klausa karena, dalam sebuah ungkapan atau peribahasa kata-kata yang digunakan lebih lengkap. Lebih banyak menggunakan 3. Faktor Penyebab Perubahan Makna Hewan dalam S.P.O.K dan banyak menggunakan tanda Metafora titik Peribahasa Bahasa Indonesia di akhir kalimat pada “buku peribahasa” karya K. St. Pamuntjak, dkk. Bercitra Berdasarkan deskripsi dan analisis 2. Makna dan Perubahan makna Metafora data faktor penyebab perubahan makna bercitra hewan dalam Peribahasa Bahasa dari beberapa ahli, peneliti simpulkan Indonesia bahwa penyebab terjadinya perubahan Makna adalah maksud atau arti yang ingin disampaikan oleh seseorang. Perubahan makna adalah pergantian makna yaitu sebagai berikut: 1) Perubahan Makna dari Bahasa Daerah ke dalam Bahasa Indonesia rujukan yang berbeda dengan rujukan Bahasa yang berkembang semula, manusia sebagai pemakai bahasa sejalan dengan bahasa Indonesia selain menginginkannya, bahasa daerah, terdapat pula bahasa pembicara membutuhkan kata, membutuhkan kalimat asing. untuk berkomunikasi, membutuhkan kata- terdapat 41 peribahasa bercitra hewan kata baru dan juga makna sebuah kata yang tidak secara adalah perubahan makna dari bahasa sinkronis makna kata tidak berubah dan daerah ke dalam bahasa Indonesia. secara diakronis ada kemungkinan dapat Salah satu contoh peribahasanya adalah berubah. umpama anjing makan muntahnya. akan berubah, artinya Berdasarkan deskripsi dan analisis data, makna peribahasa dalam Berdasarkan faktor deskripsi perubahan data maknanya Maknanya adalah orang yang tamak. Buku Faktor perubahan metafora bercitra Peribahasa Karya K. St. Pamuntjak anjing menggambarkan seseorang yang merupakan maksud ingin tamak dengan sesuatu bentuk apapun. disampaikan oleh yang 2) Perubahan Makna Akibat Lingkungan mengibaratkan hewan yang seseorang sebagai sifat Lingkungan masyarakat dapat manusia. Perubahan makna yang terjadi meyebabkan perubahan makna suatu yaitu perilaku hewan diibaratkan sebagai kata. Kata yang dipakai di dalam perilaku manusia. lingkungan tertentu belum tentu sama maknanya dengan kata yang dipakai di Salah satu contoh peribahasanya adalah lingkungan lain. Berdasarkan deskripsi anjing galak, babi berani. Maknanya data terdapat 14 (2,94%) peribahasa adalah sama-sama memiliki kekuatan. bercitra hewan yang faktor perubahan Faktor maknanya adalah perubahan makna bercitra akibat manusia yang memiliki kekuatan sama lingkungan. Salah satu contohnya adalah anjing diberi makan nasi, tidak akan kenyang. Maknanya adalah sia-sia memberi nasehat yang baik kepada orang jahat. perubahan makna anjing metafora menggambarkan kuat. 4) Perubahan Makna Akibat Gabungan Kata Faktor Perubahan makna dapat terjadi perubahan metafora bercitra anjing sebagai menggambarkan percuma memberikan Berdasarkan deskripsi data terdapat 94 nasehat berbentuk apapun kepada orang peribahasa bercitra hewan yang faktor yang jahat. perubahan maknanya adalah perubahan 3) Perubahan Makna Akibat Pertukaran akibat Sinestesi adalah istilah yang kata. makna akibat gabungan kata. Salah satu peribahasanya Tanggapan Indera gabungan anjing adalah tersepit. melepaskan Maknanya adalah digunakan untuk perubahan makna menolong orang yang tiada tahu balas akibat pertukaran indera (sinestesi/sun budi. Faktor perubahan makna metafora = sama dimakna akibat pertukaran bercitra tanggapan manusia yang tidak tahu balas kasih. indera). Kata sinestesi berasal dari kata Yunani sun (sama) ditambah Pertukaran aisthetikos menggambarkan 5) Perubahan Makna Akibat Tanggapan Pemakai Bahasa yang dimaksud, indera pendengar perubahan akibat tanggapan pemakai dengan indera penglihat, indera perasa bahasa. Perubahan tersebut cenderung dengan indera penglihat. Berdasarkan ke hal-hal yang menyenangkan atau ke deskripsi data terdapat 195 peribahasa ha-hal bercitra hewan yang faktor perubahan menyenangkan. Kata yang cenderung maknanya adalah perubahan makna maknanya ke arah yang baik disebut akibat pertukaran tanggapan indera. ameloratif, sedangkan yang cenderung misalnya indera (nampak). anjing antara Makna yang kata dapat sebaliknya, mengali tidak ke hal-hal yang tidak menyenangkan menggambarkan seseorang yang tidak (negatif) mempedulikan berbagai rintangan yang disebut peyoratif. Berdasarkan deskripsi data terdapat 123 akan dilaluinya. peribahasa bercitra hewan yang faktor perubahan maknanya adalah perubahan makna akibat pemakai Berdasarkan hasil penelitian yang telah contoh penulis lakukan, maka dapat disimpulkan peribahasanya adalah bagai disalak bahwa berdasarkan bentuk lingual, metafora anjing bertuah. Maknanya adalah anak hewan yang ada yang berupa frase, klausa dan yang tidak dapat ditolak permintaan kalimat. Berdasarkan makna dan perubahan atau kehendaknya. Faktor perubahan makna makna menggambarkan bahasa. tanggapan D. SIMPULAN Salah metafora menggambarkan satu bercitra seseorang anjing manusia yang harus dituruti permintaannya. metafora diibaratkan bercitra perilaku pada hewan manusia yang Hewan yang hewan. dimaksud dalam peribahasa tersebut adalah hewan 6) Perubahan Makna Akibat Asosiasi yang dekat dengan kehidupan Asosiasi adalah hubungan antara masyarakat. Perilaku dan tabiat manusia makna asli (makna di dalam lingkungan diibaratkan sama dengan perilaku hewan. tempat yang Berdasarkan deskripsi dan analisis data faktor bersangkutan) dengan makna yang baru perubahan makna dari bahasa daerah ke dalam (makna di dalam lingkungan kata itu bahasa Indonesia berjumlah dipindahkan perubahan tumbuh semula kata ke dalam pemakaian peribahasa, perubahan akibat terdapat 9 peribahasa bercitra hewan perubahan yang maknanya akibat pertukaran tanggapan indera berjumlah adalah perubahan makna dari bahasa 195 faktor perubahan peribahasa, perubahan daerah ke dalam bahasa Indonesia. makna akibat gabungan kata berjumlah 94 Salah satu contoh peribahasanya adalah faktor anjing berlalu. makna akibat tanggapan pemakai bahasa Maknanya adalah tiada mengacukan berjumlah 123 faktor perubahan peribahasa, rintangan, jalan terus. Faktor perubahan perubahan makna dari bahasa daerah ke dalam makna perubahan menyalak, metafora khalifah bercitra anjing berjumlah makna bahasa). Berdasarkan deskripsi data faktor lingkungan 41 faktor peribahasa, perubahan 14 faktor perubahan makna peribahasa, perubahan bahasa Indonesia berjumlah 9 faktor perubahan peribahasa. Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka. Moleong J. Lexy. 2009. Metodologi Penelitian E. DAFTAR RUJUKAN Amandha. 2012. Analisis Gaya Bahasa Retoris dalam Novel Jurang Keadilan Karya Pipiet Senja. Solok: Ummy. Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Ngafenan, Mohamad. 1985. Istilah Tatabahasa Aminuddin. 1998. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Indonesia. Klaten: PT Intan. Nida, Eugene A, 1975. Exploring Semantis Anroza. 2011. Pemakaian Gaya Bahasa Sindiran Structures. Munchen : Welhem Fink Verlag dalam Rubrik Tajuk Rencana pada Harian Palmer.1981. Umum Singgalang Edisi Mei-Juni 2011. University Press. Solok: Ummy. Pamuntjak, K.St, dkk. 2004. Peribahasa. Jakarta: Azima. 2012. Gaya Bahasa pada Acara Itens Semantics. Sydney:Cambridge Balai Pustaka pada Stadium Televisi Rajawali Citra Parera, Djos Daniel. 2004. Teori Semantik. Indonesia (RCTI). Solok: Ummy. Jakarta: Erlangga. Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Pastika, I Wayan. 2005. ”Linguistik Kebudayaan: Konsep dan Model. Dalam Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Vol. 12. Maret 2005. Denpasar: Program Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Magister ke Empat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Udayana Utama Pateda, Djajasudarma, F. 2008. Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT. Refika Aditama. (S2) Mansoer. Linguistik, 2001. Semantik Universitas Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. Prasetyo, Budi. 2011. “Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi dengan Strategi Pikir Plus”. Djamaris, Edwar. 1985. Sastra Tradisional: Sastra Linguistika. Indonesia Lama pada tahap Permulaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Keraf, Gorys. 2000. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Jurnal pendidikan Inovatif, volume 2, No.2, Maret 2007 Ramlan, M. 1983. Ilmu Bahasa Indonesia : Sintaksis. Yogyakarta : Karyono Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta Tarigan, H.G. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. Ullman, Sthepen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Wahab, Abdul. 1986. Isu Linguistik. Surabaya : Airlangga University Press. Waluyo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.