HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG TERINFEKSI IRIDOVIRUS DANAGATA KANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Histopatologi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Terinfeksi Iridovirus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Danagata Kana NIM B04090105 ABSTRAK DANAGATA KANA. Histopatologi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Terinfeksi Iridovirus. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan AGUS SUNARTO. Kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan ikan terumbu karang yang tersebar di perairan tropis Asia. Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun, produksi ikan kerapu bebek telah dipengaruhi oleh infeksi penyakit Iridovirus. Penyakit ini menyebabkan kematian massal dan penurunan kualitas serta harga kerapu bebek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perubahan histopatologi ikan kerapu bebek yang terinfeksi oleh Iridovirus. Sampel ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus diperoleh dari budidaya ikan pada keramba jaring apung di perairan Mandeh, Sumatera Barat. Ikan menunjukkan perubahan warna kulit menjadi gelap, splenomegali dan hasil tes positif PCR Iridovirus. Jaringan otak, mata, insang, hati, limpa, usus, pankreas, hati, ginjal, otot skelet, dan kulit diperoleh dalam formalin 10%. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan badan inklusi basofilik intrasitoplasma yang berukuran besar pada sel hematopoietik limpa dan ginjal, sel limfoid pada lapisan koroid mata dan di sinusoid hati. Sel-sel yang berukuran besar ini banyak ditemukan pada ginjal, limpa dan hati. Pada mata, insang, usus dan otak ditemukan dengan jumlah yang lebih sedikit, dan sel yang mengalami pembesaran ini tidak ditemukan pada jantung, pankreas, otot, dan kulit. Temuan lain berkorelasi dengan infeksi Iridovirus yaitu adanya sel syaraf yang mengalami iskemia, nekrosis pada sel epitel usus, kardiomiosit, dan sel hematopoietik hati serta ginjal. Berdasarkan studi literatur patogenesis infeksi virus ini dimulai dengan masuknya virus melalui kulit yang terkelupas, kemudian virus menyebar secara sistemik melalui peredaran darah, lalu menginfeksi sel-sel hematopoietik pada limpa dan ginjal serta sel-sel lain. Kata kunci: badan inklusi, histopatologi, ikan kerapu, Iridovirus, patogenesis ABSTRACT DANAGATA KANA. Histopathology of Iridovirus Infection in Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). Supervised by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and AGUS SUNARTO. The humpback grouper (Cromileptes altivelis) is a coral reef fish distributed throughout tropical Asia. The fish has high economic value. However, the production of humpback grouper has been affected by viral diseases including Iridovirus infection. The disease caused mass mortality and decreased the quality and value of humpback grouper. The purpose of this study was to examine the histopathological changes of humpback grouper infected by Iridovirus. The Iridovirus infected grouper samples were received from fish farming in floating net cages in the Mandeh waters, West Sumatra. The fishes showed dark discoloration of the skin, splenomegally and Iridovirus positive PCR test results. The tissues of brain, eye, gill, heart, spleen, intestine, pancreas, liver, kidneys, sceletal muscle, and skin were received in 10% buffered formalin. The histopathological examination showed pathognomonic large intracytoplasmic basophilic inclusion bodies in hematopoietic tissue of spleen and kidney, lymphoid cells were observed in choroid layer of eye and in liver sinusoid. The enlarged cells were present in high numbers in kidney, spleen and liver. Smaller numbers were present in eye, gill, intestine and brain, and none in the heart, pancreas, muscle and skin. Other findings correlated with Iridovirus infection were neuronal ischemic, necrosis of intestinal epithelial cells, necrosis of cardiomyocytes, necrosis of hematopoietic cells of liver and kidney. The literature studies resume that pathogenesis of this viral infection begin with the viral entry through the skin ulcer, then the virus spread systemically in the blood circulation, infect the hematopoietic cells in the spleen and kidney as well as the other cells. Keywords: grouper, histopathology, inclusion body, Iridovirus, pathogenesis HISTOPATOLOGI IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG TERINFEKSI IRIDOVIRUS DANAGATA KANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Judul Skripsi : Histopatologi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Terinfeksi Iridovirus Nama : Danagata Kana NIM : B04090105 Disetujui oleh drh Dewi Ratih Agungpriyono, PhD APVet Pembimbing I drh Agus Sunarto, MSc PhD Pembimbing II Diketahui oleh drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan FKH IPB Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September-November 2013 ini ialah Iridovirus, dengan judul Histopatologi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Terinfeksi Iridovirus. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Dewi Ratih Agungpriyono, PhD APVet dan Bapak drh Agus Sunarto, MSc PhD selaku pembimbing serta kepada Prof Dr drh Agik Suprayogik MSc AIF selaku pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada tenaga kependidikan Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKH-IPB yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Munir Nurdin SSos, ibunda Heppi Maizar, kakanda Mami Ona Kana, Yeyenda Kana, adinda Fahsyana Kana dan Fillana Kana, teman sepenelitian Andri Julianto serta teman-teman Dramaga Regency Blok C2 (Aji, Bambang, Budi, Ifan, Hendro, Wahyu) yang telah ikut memberikan motivasi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2014 Danagata Kana DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaat 2 BAHAN DAN METODOLOGI 2 Sejarah Kasus Penelitian 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Metode Penelitian 2 Pembuatan Sediaan Histopatologi 3 Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin 3 Analisa Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Histopatologi Otak 4 Histopatologi Mata 6 Histopatologi Insang 9 Histopatologi Jantung 12 Histopatologi Limpa 13 Histopatologi Usus 14 Histopatologi Pankreas 16 Histopatologi Hati 17 Histopatologi Ginjal 19 Histopatologi Kulit 21 Histopatologi Otot Skelet 21 Patogenesis Infeksi Iridovirus 22 Pencegahan dan Pengendalian Iridovirus Kerapu Bebek 22 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 24 23 Saran 23 DAFTAR PUSTAKA 24 RIWAYAT HIDUP 27 DAFTAR GAMBAR 1. Gambaran patologi anatomi ikan kerapu bebek yang sakit atau mati. Tubuh bewarna lebih gelap. 2. Gambaran patologi anatomi limpa ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus mengalami splenomegali dibandingkan dengan ikan kerapu negatif Iridovirus. 3. Gambaran histopatologi otak ikan kerapu bebek menunjukkan kongesti, edema perivaskular, neuron mengalami iskemia gliosis dan oligodendrogliosis. 4. Gambaran histopatologi otak ikan kerapu bebek menunjukkan adanya badan inklusi di dalam sitoplasma neuron pada substansia kelabu otak. 5. Gambaran histopatologi koroid mata ikan kerapu bebek. Sel mononuklear yang berisi badan inklusi. 6. Gambaran histopatologi koroid mata kerapu bebek tidak terinfeksi Iridovirus. 7. Gambaran histopatologi kornea mata ikan kerapu bebek terlihat infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag di bagian stroma kornea. 8. Gambaran histopatologi kornea mata kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus, tidak ditemukan infiltrasi sel radang di bagian stroma kornea. 9. Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Eosinophilic granular sel, edema epitel, dan cacing. 10. Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Proliferasi dan hiperplasia sel goblet, kongesti dan hemoragi. 11. Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Infiltrasi sel radang limfosit, sel radang makrofag, eosinophilic granular sel, proliferasi sel khlorit dan kongesti. 12. Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus. Infestasi ringan dari cacing tidak menimbulkan reaksi jaringan. 13. Gambaran histopatologi jantung ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Nekrosa pada miokardium. 14. Gambaran histopatologi otot jantung normal ikan kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus. 15. Gambaran histopatologi limpa ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Sel limfoid membesar dengan sitoplasma berisi badan inklusi basofilik dan nekrosa, inti sel mengalami piknosis. 16. Gambaran histopatologi limpa ikan kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus. Sel limfoid berukuran normal diantara sel eritrosit. 17. Gambaran histopatologi usus ikan kerapu bebek. Proliferasi dan hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel makrofag dan limfosit pada lamina propria. 18. Gambaran histopatologi usus ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Nekrosa sel epitel penutup. 4 4 5 6 7 7 8 8 10 10 11 11 12 13 14 14 15 16 19. Gambaran histopatologi pankreasi ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Kongesti dan eosinophilic granular sel. 20. Gambaran histopatologi hati ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Hepatosit mengalami degenerasi lemak, dan badan inklusi basophilik intrasitoplasma di hepatosit. 21. Gambaran histopatologi hati ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus. Hepatosit mengalami degenerasi lemak (DL), nekrosa hepatosit, piknosis, dan infiltrasi eosinophilic granular sel. 22. Degenerasi lemak yang parah ditemukan pada ikan yang tidak terinfeksi Iridovirus. 23. Gambaran histopatologi ginjal ikan kerapu bebek. Tanda panah menunjukkan proliferasi eosinophilic granular sel, melanomacrophage center, nekrosa sel hematopoietik ginjal, dan adanya sel berukuran besar dengan badan inklusi di sel limfoid jaringan hematopoietik. 24. Gambaran kulit Ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus, melanomacrophage center berakumulasi pada epidermis kulit. 25. Gambaran histopatologi otot skelet tidak menunjukkan lesi yang spesifik. 17 18 19 19 20 21 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan ikan karang yang hidup di perairan tropis Asia. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan penting untuk dibudidayakan. Hal ini karena ikan kerapu bebek memiliki nilai jual yang tinggi dan merupakan komoditas ekspor (Suwirya dan Giri 2010). Sumber daya ikan kerapu di alam mengalami penurunan akibat eksploitasi berlebih, serta kebutuhan pasar yang meningkat terutama dari negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Jepang dan Cina (Rukyani 2001). Akhir-akhir ini budidaya ikan kerapu di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Peningkatan tersebut didukung oleh pengetahuan tentang cara atau teknik budidaya yang semakin membaik. Beberapa jenis ikan kerapu yang telah berhasil dibudidayakan di Indonesia, diantaranya adalah kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), kerapu lumpur (E. tauvina), kerapu batik (E. microdon), dan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) (Sugama et al. 2001). Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan kerapu yang populer dipasaran dan sangat diminati oleh konsumen. Tingginya permintaan ikan kerapu ini menyebabkan komoditas perikanan memiliki peluang yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional karena nilai jual yang cukup tinggi. Beberapa hal yang menyebabkan ikan kerapu memiliki nilai jual yang tinggi adalah ikan kerapu termasuk ke dalam ikan yang dilindungi, sehingga ikan kerapu yang dijual hanyalah berasal dari ikan yang telah dibudidayakan dan pemeliharaan ikan ini sampai ukuran konsumsi membutuhkan waktu yang panjang sehingga siklus panennya menjadi lama (Fauzi et al. 2008). Disamping rasanya yang enak dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, ikan ini juga diminati karena mengandung eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexaenoic acid (DHA) yang cukup tinggi. Kedua unsur ini dilaporkan dapat mencegah beberapa penyakit (Mayunar 1996). Biasanya asam lemak tidak jenuh ini disintesis dari asam lemak C-18. EPA dan DHA sangat penting untuk menjaga integritas membran sel jaringan syaraf dan sebagai prekursor untuk pembentukan eikosanoat yaitu senyawa yang diperlukan untuk sintesa beberapa macam hormon dan dapat mencegah kanker (Tocher 2003). Pembudidayaan ikan kerapu tidak dapat terbebas sepenuhnya dari penyakit ikan. Penyakit yang menyerang ikan dapat berupa parasit, bakteri, cendawan dan virus yang dapat menyebabkan penurunan produksi maupun kualitas. Kualitas yang tidak memenuhi syarat penjualan dapat menurunkan nilai jual dari ikan kerapu. Kematian ikan kerapu biasanya terjadi karena infeksi virus. Viral nervous necrosis (VNN) dan Iridovirus merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menyebabkan kematian masal pada benih ikan kerapu (Koesharyani et al. 2001). Di Indonesia, kasus infeksi Iridovirus pertama kali dilaporkan terjadi di Sumatera Utara yang menyerang ikan kerapu lumpur. Di hatchery Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol juga pernah dilaporkan infeksi Iridovirus yang menyerang ikan kerapu lumpur asal Lamongan, Jawa Timur. Iridovirus termasuk dalam Famili Iridoviridae. Ikan yang terinfeksi oleh virus ini menunjukan gejala klinis berenang lemah atau diam di dasar air, terkadang seperti 2 tidur, sehingga penyakit ini juga disebut sebagai penyakit tidur (Johnny et al. 2010). Tujuan Penelitian ini bertujuan mempelajari lesi histopatologi infeksi alami Iridovirus pada ikan kerapu bebek. Manfaat Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang lesi jaringan akibat infeksi Iridovirus pada ikan kerapu bebek dan hasil penelitian yang diperoleh juga dapat dijadikan acuan diagnostik patologi serta melengkapi kepustakaan atau referensi tentang penyakit Iridovirus pada ikan kerapu bebek. BAHAN DAN METODOLOGI Sejarah Kasus Penelitian Kasus pada kajian ini diperoleh dari Laboratorium Penelitian Kesehatan Ikan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta. Sampel pada studi kasus ini berasal dari kasus kematian masal ikan kerapu bebek yang berumur 1 tahun pada keramba jaring apung (KJA) di perairan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Gejala klinis yang terlihat sebelum ikan ini mengalami kematian adalah kulit bewarna gelap, berenang berputar-putar di permukaan air, terkadang berenang lemah dan diam didasar air. Kasus ini telah diuji polymerase chain reaction (PCR) terhadap Iridovirus dengan hasil positif. Secara patologi anatomi (PA) ikan kerapu bebek yang mati pada keramba jaring apung (KJA) menunjukkan lesi berupa kulit tubuh berwarna lebih gelap dan limpa yang mengalami splenomegali. Waktu dan Tempat Penelitian Pembuatan serta analisa sediaan histopatologi dilaksanakan pada bulan September-November 2013 bertempat di Laboratorium Histopatologi, Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB). Metode Penelitian Sampel organ ikan kerapu terdiri dari otak, mata, insang, jantung, limpa, usus, pankreas, hati, ginjal, otot skelet dan kulit. Sampel kasus ini diperoleh dalam larutan bufferred neutral formalin 10%. Sampel organ berasal dari 3 ekor ikan kerapu bebek, 2 sampel ikan kerapu bebek dinyatakan positif PCR terhadap Iridovirus dan 1 sampel negatif PCR Iridovirus. Sampel organ kemudian diproses menjadi sediaan histopatologi yang diwarnai Hematoksilin dan Eosin (HE). Sediaan histopatologi diamati menggunakan mikroskop cahaya (Olympus), 3 perubahan jaringan yang ditemukan dianalisa secara deskriptif dan difoto menggunakan digital eye piece camera. Pembuatan Sediaan Histopatologi Organ ikan kerapu bebek yang telah dikoleksi dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 milimeter (mm), dimasukkan ke dalam tissue cassette kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan merendam sediaan tersebut secara berurutan ke dalam etanol 70%, 80%, 90%, etanol absolut dalam dua kali ulangan, xylol dalam dua kali ulangan, dan parafin dalam dua kali ulangan selama masingmasing 2 jam. Proses perendaman dilakukan secara otomatis dalam automatic tissue processor. Jaringan terdehidrasi dimasukkan ke dalam cetakan dan diisi parafin cair. Letak jaringan diatur agar tetap berada di tengah-tengah cetakan. Parafin cair terus ditambah sampai cetakan penuh dan dibiarkan mengeras. Blok jaringan organ ikan kerapu bebek dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 5 mikrometer. Hasil potongan diapungkan di atas air hangat (45°C) dalam water bath untuk membentangkan jaringan. Sediaan diangkat dan dilekatkan di gelas objek, kemudian dikeringkan dalam inkubator 60°C (Mumford et al. 2007). Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE) Sediaan organ ikan yang akan diwarnai diletakkan pada rak khusus dan dicelupkan secara berurutan dengan waktu sebagai berikut : xylol selama 3 menit, etanol absolut selama 3 menit, etanol 90% selama 3 menit, ethanol 80% selama 3 menit, dibilas dengan air kran selama 1 menit, direndam dalam larutan hematoksilin selama 6-7 menit, dibilas dengan air kran selama 1 menit, direndam dalam larutan pembiru selama 1 menit, dibilas dengan air kran selama 1 menit, direndam dalam larutan eosin selama 4-5 menit, dibilas dengan air kran selama 1 menit, etanol 80%, etanol 90% sebanyak 10 celupan, etanol 96% masing-masing sebanyak 10 celupan, kemudian ke dalam etanol absolut selama 1 menit, lalu ke dalam xylol selama 3 menit. Kemudian sediaan diangkat satu persatu dari larutan xylol dalam keadaan basah dan diberi 1 tetes cairan perekat dan selanjutnya ditutup menggunakan cover glass (Underwood 1999). Analisa Data Sediaan diamati di bawah mikroskop dan perubahan yang terjadi dianalisa secara deskriptif. Patogenesa kejadian lesi disusun melalui studi literatur. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan histopatologi dilakukan untuk melihat perubahan yang disebabkan oleh infeksi Iridovirus pada organ otak, mata, insang, jantung, limpa, usus, pankreas, hati, ginjal, kulit dan otot skelet ikan kerapu bebek. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat lesi pada organ yang terinfeksi Iridovirus. Ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus menunjukkan lesi patologi anatomi yang bervariasi. Infeksi Iridovirus pada kerapu bebek dapat dilihat pada Gambar 1. Gejala klinis ikan yang mati terlihat perubahan kulit tubuh menjadi lebih gelap (Gambar 1) dan menunjukkan splenomegali dibandingkan dengan limpa negatif 4 Iridovirus (Gambar 2). Disamping itu infeksi Iridovirus menyebabkan lesu dan berenang tidak teratur karena anemia yang berat. Keadaan lesu disebabkan berkurangnya suplai oksigen yang disertai kondisi anemia sehingga aktivitas jantung dan otot menurun. (Inouye et al. 1992; Jung et al. 1997; Nakajima dan Maeno 1998; Wang et al. 2004). Gambar 1 Gambaran patologi anatomi (PA) ikan kerapu bebek yang sakit atau mati. Tubuh bewarna lebih gelap. Gambar 2 Gambaran patologi anatomi limpa ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus mengalami splenomegali (panah putih) dibandingkan dengan ikan kerapu negatif Iridovirus (panah hitam). Histopatologi Otak Struktur histologi otak pada ikan mirip dengan komponen dasar yang ada pada otak hewan mamalia, tetapi memiliki perbedaan dalam bentuk dan kompleksitas. Otak ikan dibagi menjadi lima divisi yang terdiri dari telencephalon, diencephalon, mesencephalon, metencephalon dan medulla 5 oblongata (Mumford et al. 2007). Sel glia berfungsi sebagai penunjang sel-sel neuron. Hasil pengamatan otak ikan kerapu bebek terlihat kongesti dan edema perivaskular, gliosis dan oligodendrogliosis serta beberapa sel neuron terlihat mengalami iskemia (Gambar 3). Selain itu ditemukan sel neuron yang membesar dan berwarna basofilik pada substansi kelabu (Gambar 4). Gibson-Kueh et al. (2003) melaporkan hal serupa yaitu ditemukannya sel-sel neuron yang mengalami pembesaran dan mengandung badan inklusi pada substansia kelabu otak. Neuron iskemia terjadi karena kurangnya suplai oksigen pada kondisi kongesti (Mumford et al. 2007). Gambar 3 Gambaran histopatologi otak ikan kerapu bebek menunjukkan kongesti (K), edema perivaskular (EP), neuron mengalami iskemia (IK), gliosis dan oligodendrogliosis (OD). 6 Gambar 4 Gambaran histopatologi otak ikan kerapu bebek menunjukkan adanya badan inklusi di dalam sitoplasma (IBC) neuron pada substansia kelabu otak. Histopatologi Mata Mata memiliki beberapa bagian histologi yaitu retina, nervus optik, lensa, iris, kornea, epitel korneal, dan kelenjar koroid. Retina merupakan jaringan yang peka terhadap cahaya. Susunan retina pada mata ikan hampir sama seperti retina pada vertebrata lain yang tersusun atas lapisan jaringan syaraf internal, reseptor sel batang dan kerucut, dan lapisan perifer berpigmen gelap. Lapisan epitel berpigmen mengontrol jumlah cahaya yang masuk melalui elemen-elemen visual di bawahnya, termasuk kemampuan seperti pigmen jarum yang dapat memipih untuk bermigrasi dan membentuk proses fingerlike yang menuju ke lapisan visual. Lapisan visual batang dan kerucut terdiri dari tiga jenis reseptor: kerucut kembar, kerucut tunggal, dan batang. Inti dari sel kerucut berbentuk besar dan bulat tidak beraturan, sedangkan inti sel batang cenderung lebih kecil dan oval. Lapisan visual batang dan kerucut terdiri dari tiga jenis reseptor yaitu kerucut kembar, kerucut tunggal, dan batang. Badan koroid tersusun dari banyak kapiler pembuluh berperan memberi nutrisi dan dan mensuplai oksigen untuk retina (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan histopatologi koroid mata ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus menunjukkan infiltrasi sel radang mononuklear yang berukuran besar karena berisi badan inklusi basofilik intrasitoplasma (Gambar 5). Lesi ini tidak ditemukan pada koroid mata ikan kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus (Gambar 6). Bagian stroma dari kornea ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus menunjukkan adanya infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag (Gambar 7) dibandingkan stroma mata yang tidak terinfeksi Iridovirus (Gambar 8). Gibson-Kueh et al. (2003), menemukan hal serupa pada kasus infeksi Iridovirus yang diamatinya. 7 Gambar 5 Gambaran histopatologi koroid mata ikan kerapu bebek. Sel mononuklear yang berisi badan inklusi (IBC). Gambar 6 Gambaran histopatologi koroid mata kerapu bebek tidak terinfeksi Iridovirus. 8 Gambar 7 Gambaran histopatologi kornea mata ikan kerapu bebek terlihat infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag (LM) di bagian stroma kornea. Gambar 8 Gambaran histopatologi kornea mata kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus, tidak ditemukan infiltrasi sel radang di bagian stroma kornea. 9 Histopatologi Insang Insang memiliki epitel tipis dengan area permukaan yang luas. Permukaan yang luas berfungsi agar paparan insang terhadap air menjadi lebih luas. Hal ini memungkinkan untuk pertukaran gas yang efisien terhadap penyerapan oksigen (O2) dan pelepasan karbon dioksida (CO2). Insang pada ikan terdiri dari lamela primer dan lamela sekunder. Lamela primer insang memiliki struktur melengkung dan ramping sedangkan lamela sekunder tersusun tegak lurus terhadap lamela primer. Lamela primer ditutupi oleh epidermis yang berlendir yang berfungsi mensekresikan garam sel khlorit. Sel-sel khlorit banyak terdapat di bagian basal lamela. Sel khlorit berfungsi dalam trasportasi ion dengan peran dalam detoksifikasi (Mumford et al. 2007). Sedangkan lamela sekunder pada umumnya berfungsi sebagai pertukaran gas, air dan ion. Permukaan epitel yang pipih menyebabkan darah naik ke mikrovili. Sel goblet ditemukan tersebar di antara selsel epitel skuamosa lamela insang serta di daerah basal lamela. Sel ini berfungsi untuk membantu dalam menghasilkan lendir kutikula yang berperan dalam mengurangi infeksi dan abrasi (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan histopatologi insang ikan kerapu ditemukan lesi berupa infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag, kongesti, hemoragi, proliferasi sel khlorit, eosinophilic granular cell (EGC) dan sel goblet serta terdapat edema peradangan pada jaringan di bawah epitel sehingga terlihat sebagai ruang kosong di bawah jaringan epitel yang terangkat (Gambar 9, 10, 11). Selain itu juga ditemukan infestasi parasit cacing dalam derajat ringan (Gambar 9, 12). Lesi edema dapat terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan peningkatan permeabilitas akibat peradangan. Pada kasus ini, edema disebabkan oleh peradangan karena edema terlihat disertai infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag (Mumford et al. 2007). Proliferasi EGC merupakan respon inflamasi pada ikan yang disebabkan oleh infeksi (Reite 1998). Sire dan Vernier (1995) menyatakan EGC memiliki fungsi seperti eosinofil walaupun EGC memiliki aktifitas yang lebih rendah dibandingkan dengan eosinofil. EGC pada mamalia biasanya terlokalisasi di saluran pencernaan, saluran pernafasan dan kulit, sedangkan EGC pada ikan terlokalisasi pada jaringan epitel atau organ yang langsung berhubungan dengan lingkungan luar seperti kulit, hidung, insang, dan saluran pencernaan (Bergeron dan Woodward 1983). Kerusakan struktur organ insang yang ringan dapat mengganggu pengaturan osmosa dan kesulitan pernafasan pada ikan (Nabib dan Pasaribu 1989). Proliferasi sel goblet dan sel khlorit terjadi karena adanya infeksi dari agen penyakit. Kondisi ini merupakan mekanisme tubuh dalam melawan agen infeksi (Sire dan Vernier 1995). Lesi pada insang dinilai tidak spesifik akibat Iridovirus karena lesi yang sama juga ditemukan pada insang yang tidak terinfeksi Iridovirus. Wang et al. (2003), Gibson-Kueh et al. (2003), dan Chao et al. (2004) menginformasikan bahwa keberadaan Iridovirus di insang menyebabkan sel-sel mononuklear yang berada di dalam pembuluh darah lamela sekunder insang mengalami pembesaran dan mengandung badan inklusi basofilik di dalam sitoplasmanya. Pembesaran selsel ini dapat menyebabkan penyumbatan di pembuluh darah kapiler lamela insang, sehingga menyebabkan terjadinya kongesti dan edema epitel insang. 10 Gambar 9 Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Eosinophilic granular sel (EGC), edema epitel (ED), dan cacing (C). Gambar 10 Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Proliferasi dan hiperplasia sel goblet (SG), kongesti (K) dan hemoragi (HR). 11 Gambar 11 Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Infiltrasi sel radang limfosit (L), sel radang makrofag (M), eosinophilic granular sel (EGC), proliferasi sel khlorit (KL) dan kongesti (K). Gambar 12 Gambaran histopatologi insang ikan kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus. Infestasi ringan dari cacing (C) tidak menimbulkan reaksi jaringan. 12 Histopatologi Jantung Jantung merupakan organ yang berfungsi mengatur dan memompakan darah keseluruh tubuh. Darah ikan berfungsi mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, membawa oksigen ke sel-sel tubuh (jaringan) dan membawa hormon serta enzim ke organ tubuh yang memerlukannya (Lagler et al. 1977). Darah beredar dari jantung ke insang. Struktur insang yang melengkung menyebabkan oksigen akan berdifusi melalui epitel lamela insang, kemudian dipompa dari aorta dorsal ke arteri dan ke kapiler perifer sebelum dikembalikan melalui sistem vena. Jantung memiliki empat ruang yaitu sinus venosus, atrium, ventrikel, dan bulbous arteriosus. Darah vena terdeoksigenasi memasuki sinus venosus dari vena kardinal umum, dan pembuluh darah utama. Ruang ventrikel ikan kecil dan tidak memiliki katup inlet. Dinding ventrikel dan atrium tipis terdiri dari jaringan ikat kolagen dan otot yang bersifat kontraktil. Otot trabekula melintang dalam lumen. Darah masuk ke dalam atrium melalui dua katup sino-atrial yang terletak di dorsal dan menuju ke ventrikel. Lapisan endotel tebal dan memiliki fagositosis aktif sebagai bagian dari sistem retikuloendotelial (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan jantung ikan kerapu bebek ditemukan daerah otot jantung yang mengalami nekrosa pada jantung ikan terinfeksi Iridovirus (Gambar 13), sementara lesi tersebut tidak ditemukan pada ikan yang tidak terinfeksi Iridovirus (Gambar 14). Lesio nekrosa otot jantung akibat Iridovirus juga pernah dilaporkan oleh Purnowati et al. (2008). Gibson-Kueh et al. (2003) menemukan sel endotel yang basofilik dan hipertrofi pada atrium jantung ikan yang terinfeksi Iridovirus dan Wang et al. (2003) serta Chao et al. (2004) menyebutkan bahwa pada jantung ditemukannya sel yang mengalami pembesaran dan mengandung badan inklusi, namun hal ini tidak ditemukan pada kasus Mandeh. Gambar 13 Gambaran histopatologi jantung ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Nekrosa pada miokardium (NK). 13 Gambar 14 Gambaran histopatologi otot jantung ikan kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus. Histopatologi Limpa Limpa merupakan salah satu organ hematopoietik, berfungsi sebagai lokasi penyaringan antigen, penyimpanan dan penghancuran eritrosit. Limpa terlibat dalam semua radang yang bersifat sistemik, gangguan hematopoietik dan metabolisme. Limpa yang sehat bewarna merah tua atau hitam dengan tepi melancip atau tajam yang terletak di antara lengkungan lambung dan usus. Pemeriksaan limpa harus memperhatikan bentuk, warna dan tekstur. Dalam beberapa spesies ikan, pankreas ditemukan di subkapsular limpa. Limpa ikan berbeda dengan mamalia. Perbedaan itu meliputi pulpa putih dan merah yang menyebar dan tidak beraturan serta kerangka jaringan ikat yang tidak menonjol. Limpa juga merupakan tempat berkumpulnya limfosit-limfosit aktif yang masuk ke dalam darah. Limpa memberi reaksi dengan cepat terhadap antigen yang terdapat dalam darah dan merupakan organ penting dalam proses aktivasi sistem imun adaptif. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa limpa merupakan filter imunologik dari sistem sirkulasi (Mumford et al. 2007; Sheerwood 2001). Hasil pengamatan limpa pada ikan kerapu bebek terlihat beberapa sel limfoid pada pulpa putih membesar dan berisi badan inklusi (inclusion bodybearing cells: IBC) basofilik di dalam sitoplasmanya dan beberapa sel limfoid juga terlihat mengalami nekrosis (Gambar 15). Nekrosis ditandai dengan perubahan inti menjadi piknosis, karyorheksis dan karyolisis. Badan inklusi tidak ditemukan pada limpa ikan yang tidak terinfeksi Iridovirus (Gambar 16). Badan inklusi intrasitoplasma merupakan ciri khas yang spesifik dari infeksi Iridovirus pada jaringan hematopoietik sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sudthongkong et al. (2002), Wang et al. (2003), Gibson-Kueh et al. (2003), Mahardika et al. (2004), dan Chao et al. (2004). Menurut Purnowati et al. (2008), keberadaan infeksi Iridovirus juga menyebabkan nekrosa pada sel limfoid pulpa limpa. 14 Gambar 15 Gambaran histopatologi limpa ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Sel limfoid membesar dengan sitoplasma berisi badan inklusi basofilik (IBC) dan nekrosa, inti sel mengalami piknosis (NK). Gambar 16 Gambaran histopatologi limpa ikan kerapu bebek yang tidak terinfeksi Iridovirus. Sel limfoid berukuran normal diantara sel eritrosit. Histopatologi Usus Struktur usus berbentuk tabung dan memiliki panjang yang relatif bervariasi. Bentuk tabung usus lurus, sigmoid atau melingkar, tergantung pada bentuk rongga perut. Dinding lumen usus dilapisi oleh epitel kubus sebaris dan sel goblet penghasil lendir. Submukosa mengandung sejumlah sel granula eosinofilik, berbatasan dengan mukosa muskularis yang terdiri dari lapisan fibroelastik. 15 Bagian anterior usus berfungsi untuk 1) Transportasi bahan makanan dari perut ke usus posterior, 2) Proses pencernaan oleh sekresi enzim dari dinding dan dari kelenjar aksesori, 3) Menyerap produk akhir pencernaan ke dalam darah dan pembuluh getah bening, dan 4) Mengeluarkan hormon sekretin yang merangsang sekresi pankreas. Sedangkan usus posterior berfungsi dalam penyerapan cairan, sekresi lendir, dan menghasilkan beberapa enzim pencernaan yang berfungsi dalam mencerna makanan (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan pada usus ditemukan proliferasi dan hiperplasia sel goblet dan adanya infiltrasi limfosit dibawah epitel (Gambar 17). Selain itu ditemukan juga nekrosa sel epitel di lamina propria usus (Gambar 18). Infeksi Iridovirus dilaporkan menyebabkan nekrosis sel epitel pada lamina propria usus (Sudthongkong et al. 2002). McGavin dan Zachary (2001) menyebutkan bahwa hiperplasia sel goblet merupakan reaksi pertahanan awal terhadap agen penyakit. Hiperplasia sel goblet menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan mengganggu absorbsi nutrisi yang kemudian menjadikan ikan kehilangan berat badan dan lesu (Nagasawa et al. 2004). Leukosit merupakan komponen sel yang berperan dalam respon kekebalan tubuh dan akan meningkat jumlahnya seiring dengan derajat keparahan penyakit (Carneiro et al. 2009). Sudthongkong et al. (2002) dan Gibson-Kueh et al. (2003), melaporkan ditemukannya sel hipertrofi basofilik pada sel limfoid lamina propria usus ikan terinfeksi Iridovirus yang diperiksanya serta Mahardika et al. (2004) juga mengatakan badan inklusi sitoplasma juga ditemukan di saluran pencernaan. Tetapi hal yang sama tidak ditemukan pada kasus asal perairan Mandeh. Gambar 17 Gambaran histopatologi usus ikan kerapu bebek. Proliferasi dan hiperplasia sel goblet (SG), infiltrasi sel makrofag dan limfosit (LM) pada lamina propria. 16 Gambar 18 Gambaran histopatologi usus ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Nekrosa sel epitel penutup (NK). Histopatologi Pankreas Letak jaringan pankreas bervariasi pada viscera abdomen ikan. Lokasi yang paling umum adalah tersebar antara sel-sel lemak dalam seka pylorus mesenterika, subkapsular limpa dan sebagai lapisan eksternal sekitar pembuluh darah portal.Pankreas terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Struktur asinar terdiri dari jaringan eksokrin pankreas sangat mirip dengan mamalia dan terdiri dari sel-sel asinar yang berinti bulat besar dengan 1-3 nukleolus dan sitoplasma berisi granula zimogen eosinofilik penghasil enzim Enzim pencernaan disekresikan oleh sel-sel asinar ke dalam usus anterior untuk memecah protein, lemak, dan karbohidrat (Mumford et al. 2007). Komponen endokrin pankreas yaitu pulau Langerhans, terdiri dari sel bulat dengan warna yang pucat. Sel B memproduksi insulin yang merangsang glukosa melewati membran sel untuk menurunkan gula darah. Sel Alpha memproduksi glukagon yang merangsang pembentukan glikogen dan menyebabkan peningkatkan gula darah (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan pankreas menunjukkan adanya proliferasi EGC dan kongesti (Gambar 19). Lesi ini tidak spesifik akibat Iridovirus, karena lesi yang sama juga ditemukan pada ikan yang tidak terinfeksi Iridovirus. Terjadinya kongesti terkadang dapat menyebabkan hemoragi di sekitar pembuluh darah (Robert 2001). Menurut Nagasawa et al. (2004), infeksi Iridovirus juga dapat menyebabkan gejala klinis lesu dan penurunan berat badan. 17 Gambar 19 Gambaran histopatologi pankreasi ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Kongesti (K) dan eosinophilic granular sel (EGC). Histopatologi Hati Hati merupakan organ terbesar dan memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Hati sebagai pusat metabolisme tubuh dan memiliki fungsi yang banyak dan komplek (Guyton dan Hall 2000). Pada ikan karnivora liar, hati biasanya bewarna cokelat kemerahan, sedangkan hati pada ikan herbivora bewarna coklat muda. Warna hati juga dapat berubah menjadi kuning bahkan off white pada waktu tertentu dalam setahun. Hati merupakan organ lokal dan terletak di anterior perut. Sel Kuppfer yang berfungsi sebagai fagosit terkadang teramati dalam sinusoid. Sel-sel lapisan sinusoidal masuk dan mengisi ruang disse yang merupakan zona antara sel sinusoid dan hepatosit. Hepatosit berbentuk poligonal memiliki inti gelap dan tepian kromatin yang tebal serta nukleolus yang jelas. Pada ikan budidaya, hepatosit sering terlihat bengkak akibat akumulasi glikogen. Ketika diet kurang ideal atau selama fase siklus kelaparan sel-sel dapat menyusut dan mengandung sejumlah pigmen kuning seroid. Hati ikan mengandung enzim untuk metabolisme obat dan merupakan salah satu organ yang paling sering rusak, tetapi pada mamalia hanya diperlukan 10% dari parenkim hati untuk menjaga fungsi hati tetap normal (Mumford et al. 2007). Menurut Yardimci dan Aydin (2011) hati berfungsi dalam detoksifikasi, sintesis beberapa komponen plasma darah, penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen serta melepaskan glukosa yang digunakan sebagai energi bagi ikan. Hasil pengamatan pada sampel hati ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus menunjukkan terjadinya degenerasi lemak pada hepatosit dan adanya sel mononuklear yang mengandung badan inklusi basofilik di dalam sitoplasmanya serta infiltrasi EGC disekitar sinusoid hati (Gambar 20 dan Gambar 21). Degenerasi lemak difus ditemukan pada hepatosit ikan yang tidak terinfeksi 18 Iridovirus (Gambar 22). Menurut Woo (2006), keberadaan EGC di hati disebabkan karena sel ini memiliki fungsi utama untuk kemampuan fagositik, menelan, dan melepaskan imun komplek sebagai respon terhadap infeksi agen penyakit. Degenerasi lemak terjadi sebagai respon lanjut dari degenerasi hidropis yaitu sel tidak mampu memetabolisme lemak dengan baik sehingga terjadi akumulasi lemak, kemudian sel mengalami pembengkakan dengan sitoplasma yang bervakuola (Macfarlane et al. 2000; Riauwati 2013). Menurut Cheville (1999), degenerasi terjadi karena gangguan biokimiawi yang disebabkan oleh iskemia, anemia, metabolisme abnormal dan zat yang bersifat toksik, serta keberadaan agen infeksius dan non infeksius. Lesi degenerasi lemak bukan merupakan lesi spesifik akibat Iridovirus karena ditemukan pada ikan yang tidak terinfeksi Iridovirus. Wang et al. (2003) dan Chao et al. (2004) menyebutkan hati yang terinfeksi Iridovirus menunjukan adanya sel mononuklear di sekitar sinusoid yang mengandung badan inklusi basofilik di dalam sitoplasmanya. Inti sel yang mengandung badan inklusi berada di tengah atau di tepi sitoplasmanya dan terkadang mengalami piknotik dan reksis. Gibson-Kueh et al. (2003) mengintepretasikan badan inklusi basofilik berlokasi di sel endotel pembuluh darah. Gambar 20 Gambaran histopatologi hati ikan kerapu bebek terinfeksi Iridovirus. Hepatosit mengalami degenerasi lemak (DL), dan badan inklusi basophilic intrasitoplasma di hepatosit (IBC). 19 Gambar 21 Gambaran histopatologi hati ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus. Hepatosit mengalami degenerasi lemak (DL), nekrosa hepatosit, piknosis (NK), dan infiltrasi eosinophilic granular sel (EGC). Gambar 22 Degenerasi lemak yang parah ditemukan pada ikan yang tidak terinfeksi Iridovirus. Histopatologi Ginjal Ginjal merupakan salah satu organ yang berfungsi sebagai hematopoietik, limforetikular, endokrin dan organ ekskresi. Ginjal ikan terletak di posisi retroperitoneal bagian atas dan berada di bagian bawah kolumna vertebralis. Ginjal ikan memiliki fungsi utama sebagai regulasi osmotik air dan garam, seperti 20 halnya pada mamalia. Sedangkan sisa nitrogen diekskresi melalui insang. Ginjal pada ikan air tawar berperan menjaga keseimbangan garam dan air. Keadaan ini diatur karena tingkat filtrasi glomerulus yang tinggi, adanya reasorbsi garam di tubulus proksimal dan pengenceran urin di tubulus distal. Ginjal ikan terdiri dari beberapa komponen, yaitu nefron, glomerulus di dalam kapsul bowman, tubulus proksimal, tubulus distal dan sel rodlet atau biasa yang disebut sebagai sel sekretori. Sel ini banyak ditemukan di berbagai spesies ikan dan terletak dibeberapa jaringan tubuh seperti jantung, ginjal, usus dan insang (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan ginjal yang terinfeksi Iridovirus menunjukkan adanya infiltrasi EGC, pembesaran sel limfoid yang mengandung badan inklusi basofilik serta akumulasi melanomacrophage center (MMC) pada jaringan hematopoietik (Gambar 23). Proliferasi MMC merupakan indikasi adanya reaksi pertahanan tubuh pada ikan (Robert 2001). Melanin terkadang muncul berupa MMC sebagai respon terhadap radikal bebas. Melanin merupakan pigmen granular bewarna coklat gelap (Mumford et al. 2004). Adanya akumulasi MMC di jaringan hematopoietik ginjal belum pernah dilaporkan. Sudthongkong et al. (2002), Wang et al. (2003), Chao et al. (2004) dan Mahardika et al. (2004) menyebutkan keberadaan Iridovirus pada ginjal menyebabkan proliferasi sel-sel limfoid yang mengandung badan inklusi pada jaringan hematopoietik ginjal. Hal yang sedikit berbeda dinyatakan oleh Gibson-Kueh et al. (2003) yang menemukan sel basofilik hipertrofi di dalam kumparan pembuluh darah glomerulus. Purnowati et al. (2008) melaporkan keberadaan infeksi Iridovirus juga menyebabkan terjadinya hemoragi dan nekrosa di sekitar jaringan hematopoietik ginjal. Gambar 23 Gambaran histopatologi ginjal ikan kerapu bebek. Tanda panah menunjukkan proliferasi eosinophilic granular sel (EGC), melanomacrophage center (MMC), nekrosa sel hematopoietik ginjal (NK), dan adanya sel berukuran besar dengan badan inklusi (IBC) di sel limfoid jaringan hematopoietik. 21 Histopatologi Kulit Kulit ikan terdiri dari 2 lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Ketebalan lapisan epidermis ikan tergantung jenis spesies, bagian tubuh, umur, jenis kelamin, tahap siklus reproduksi dan tekanan lingkungan. Sel mukus atau sel goblet terdapat pada epidermis bagian tengah yang berfungsi meningkatkan sekresi. Sel-sel lain yang terdapat pada epidermis meliputi limfosit, makrofag dan beberapa sel spesifik tertentu. Dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang terdiri dari sel-sel melanin yang memberikan warna pada kulit (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan epidermis kulit ikan menunjukkan adanya proliferasi sel melanomacrophage center (MMC) dimana hal ini yang menyebabkan kulit menjadi lebih gelap (Gambar 24). Lesi akumulasi MMC bukan spesifik akibat Iridovirus, karena lesi yang serupa juga terlihat pada kulit yang negatif Iridovirus. Proliferasi MMC merupakan indikasi adanya reaksi pertahanan tubuh pada ikan (Robert 2001). Melanin terkadang muncul berupa MMC sebagai respon terhadap radikal bebas. Melanin merupakan pigmen granular bewarna coklat gelap dan akumulasi MMC di epidermis menyebabkan kulit menjadi lebih gelap (Mumford et al. 2004). Gambar 24 Gambaran kulit Ikan kerapu bebek yang terinfeksi Iridovirus, melanomacrophage center (MMC) berakumulasi pada epidermis kulit. Histopatologi Otot Skelet Ikan dan vertebrata tingkat tinggi lainnya memiliki tiga jenis otot. Otot-otot itu terdiri dari otot lurik, otot jantung dan otot polos. Otot lurik merupakan otot yang tidak bercabang dan bersifat sadar, otot jantung merupakan otot yang memiliki serat bercabang dan bersifat tidak sadar, sedangkan otot polos merupakan otot yang bersifat tidak sadar (Mumford et al. 2007). Hasil pengamatan pada otot skelet tidak menunjukkan adanya lesi akibat Iridovirus (Gambar 25). Gibson-Kueh et al. (2003) dan Chao et al. (2004) mengatakan pada 22 otot tidak ditemukan sel yang berukuran besar dan mengandung badan inklusi intrasitoplasma. Gambar 25 Gambaran histopatologi otot skelet tidak menunjukkan lesi yang spesifik. Patogenesis Infeksi Iridovirus Iridovirus merupakan virus DNA ikosahedral besar yang menginfeksi vertebrata dan invertebrata poikilotermik. Virus ini bereplikasi di dalam sitoplasma sel yang terinfeksi (Deng et al. 2003; Xia et al. 2009). Iridovirus merupakan agen penyebab penyakit sistemik yang serius dan menyerang semua stadium dari larva hingga ikan dewasa. Infeksi dan penularan Iridovirus dipengaruhi oleh spesies inang ikan, ukuran ikan, umur ikan, temperatur air, dan kondisi lingkungan lainnya. Mortalitas berkisar antara 0-100% (OIE 2012). Penularan virus ini dapat terjadi secara horizontal melalui air dari ikan yang terinfeksi ke ikan yang sehat. Air yang terkontaminasi Iridovirus akan menginfeksi ikan yang sehat melalui kulit yang terkelupas dan masuk ke limpa 64 jam pasca infeksi dan menyebar secara sistemik di dalam peredaran darah. Sedangkan penularan virus ini secara vertikal atau melalui telur belum diketahui (Chao et al. 2004; Nagasawa et al. 2004; OIE 2012). Mata merupakan organ yang terpapar langsung oleh air. Peradangan mata dapat terjadi akibat infeksi secara langsung maupun secara sistemik melalui sistem peredaran darah. Replikasi virus pada sitoplasma sel hematopoietik menyebabkan terjadinya pembesaran dan nekrosa sel limfoid. Nekrosa pada jaringan limfoid mengakibatkan terjadinya deplesi sel limfoid pada jaringan hematopoietik limpa dan ginjal sehingga menyebabkan terjadinya anemia serta penurunan sistem kekebalan tubuh ikan. Infeksi virus melalui pembuluh darah menyebabkan lesi pada dinding pembuluh darah (Gibson-Kueh et al. 2003). Lesi pada pembuluh darah otak menyebabkan kongesti dan edema perivaskular otak. Kongesti kapiler menyebabkan sel-sel neuron otak mengalami iskemia karena kurangnya suplai oksigen. Rusaknya sel neuron berdampak terhadap gangguan koordinasi gerak renang ikan sehingga ikan 23 berenang tidak teratur (Wang et al. 2003). Lesi pada insang menyebabkan sel-sel leukosit di lamela sekunder mengalami pembesaran. Pembesaran sel-sel leukosit di dalam pembuluh darah insang menyebabkan pembuluh darah kapiler mengalami penyumbatan dan kongesti. Kongesti yang terjadi di lamela sekunder insang menyebabkan penurunan kemampuan pengikatan oksigen pada sistem sirkulasi dan menambah parah kondisi iskemia (Chao et al. 2004 dan Nagasawa et al. 2004). Sel hematopoietik dan sel endotel adalah merupakan target dari infeksi Iridovirus (Gibson-Kueh et al. 2003; Chao et al. 2004). Perubahan warna kulit menjadi lebih gelap karena adanya akumulasi MMC pada epidermis. Melanin merupakan pigmen granular bewarna coklat gelap dan terkadang muncul berupa MMC sebagai respon terhadap radikal bebas (Robert 2001; Mumford et al. 2004). Pencegahan dan Pengendalian Iridovirus Kerapu Bebek Penyakit Iridovirus yang disebabkan oleh virus DNA dari famili Iridoviridae belum ada obatnya. Oleh karena itu, pengendalian penyakit Iridovirus dilakukan melalui pencegahan dengan program vaksinasi (Sunarto 2013). Vaksinasi Iridovirus sudah banyak dilakukan pada ikan air laut di Jepang. Saat ini vaksin Aquavac® Iridov telah mendapatkan ijin edar di Singapura dan mendapatkan nomor registrasi edar di Indonesia. Mengingat ikan kerapu bebek merupakan ikan komoditi penting dan memiliki harga jual yang tinggi, tindakan pencegahan dan pengendalian harus dilakukan secara terintegrasi sehingga penyakit infeksi Iridovirus tidak menyebar ke daerah bebas penyakit Iridovirus (Biosecurity). Selain itu Iridovirus juga dapat dicegah dengan menghindari kerusakan kulit, pengurangan faktor stress dan manejemen karantina ikan yang baik (Nagasawa 2004). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Infeksi Iridovirus pada ikan kerapu bebek asal perairan Mandeh, Sumatra Barat menyebabkan perubahan histopatologi berupa badan inklusi intrasitoplasma pada sel limfoid pada hati serta jaringan hematopoietik di limpa dan ginjal. Sel-sel yang mengalami pembesaran banyak terlihat pada hematopoietik ginjal, limpa dan hati. Pada mata, usus, dan otak terlihat dalam jumlah yang kecil, sedangkan pada jantung, pankreas, kulit, dan otot tidak ditemukan sel yang berwarna basofilik dan mengalami hipertrofi. Lesi lain yang terjadi adalah nekrosa dari sel epitel usus, miokardiosit, jaringan hematopoietik limpa dan ginjal. Saran Perlu dilakukan pewarnaan imunohistokimia terhadap Iridovirus, untuk mengetahui penyebaran antigen virus pada organ ikan kerapu bebek. 24 DAFTAR PUSTAKA Bergeron T, Woodward B. 1983. Utrastructure of The Granule Cells in Small Intestine of The Rainbow Trout (Salmogairdneri) before and after Stratum Granulosum Formation. Can J Zool. 61:133-138. Carneiro PCF, Kaiseler PH da S, Swarofsky E de AC, Baldisserotto B. 2009. Transport of jundia Rhamdia quelen juveniles at different loading densities: water quality and blood parameters. Journal Neotropical Ichthyology, 7(2): 283-288. Chao CB, Chen CY, Lai YY, Lin CS, Huang HT. 2004. Histological, ultrastructural, and in situ hybridization study on enlarged cells in grouper (Epinephelus) hybrids infected by grouper Iridovirus in taiwan (TGIV). Dis Aquat Org. 58: 127–142. Cheville NF. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Iowa (US): Iowa State University Press. (2):101-154. Deng RQ, Wang JW, Wang XZ, Huang YS, Xing K, Feng JH, He JG, Long QX. 2003. Cladistic analysis of Iridoviruses based on protein and DNA sequences. Arch Virol. 148: 2181–2194. Fauzi IA, Mociginta I, Yanihato D. 2008. Pemeliharaan Ikan Kerapuh Bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi Pakan Pelet dan Ikan Runcah di Kerambah Jaring Apung. Jurnal akuakultur Indonesia. 7(1): 65-70 Gibson-Kueh S, Netto P, Chang SF, Ho LL, Qin QW, Chua FHC, Ferguson HW, Ngoh-Lim GH, Ng§ ML. 2003. The pathology of systemic iridoviral disease in fish. J Comp Path. 129:111–119. Guyton A, Hall J. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta(ID): EGC. P: 529-533. Inouye K, Yamano K, Maeno Y, Nakajima K, Matsuoka M, Wada Y, Sorimachi M. 1992. Iridovirus infection of cultured red sea bream, Pagrus Major. Fish Pathol. 27:19–27. Johnny F, Roza D, Mastuti I. 2010. Aplikasi imunostimulan untuk meningkatkan imunitas non-spesifik ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terhadap penyakit di hatcheri. Prosiding Forum inovasi Teknologi Akuakultur. 945-949. Jung S, Miyazaki T, Miyata M, Danayadol Y, Tanaka S. 1997. Pathogenicity of iridovirus from Japan and Thailand for the red sea bream Pagrus Major in Japan, and histopathology of experimentally infected fish. Fisheries Sci. 63:735–740. Koesharyani I, Mahardika K, Roza D, Johnny F, Zafran, Yuasa K. 2001. Marine Fish and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual for Fish Diseases Diagnosis II (Eds.) Sugama K, Hatai K & Nakai T. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan International Cooperation Agency, 49 p. Lagler KF, JE Bardach, RR Miller, DRM Passino. 1977. Ichthyology. New York (US) John Wiley and Sons Inc. 506 p. Mahardika K, Zafran, Yamamoto A, Miyazaki T. 2004. Susceptibility of juvenile humpback grouper Cromileptes altivelis to grouper sleepy disease Iridovirus (GSDIV). Dis Aquat Org. 59: 1–9. 25 Macfarlane PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology Illustrated. Edisi ke-5. China (CN): Churchill Livingstone. P: 64-570. Mayunar. 1996. Teknologi dan Prospek Usaha Pembenihan Ikan Kerapu. Oseana Volume XXI Nomor 4: 13-24. McGavin MD, Zachary JF. 2007. Pathologic Basic of Veterinary Disease. China (CN): Mosby. P:12-17 Mumford S, Heidel J, Smith C, Morrison J, MacConnell B, Blazer V. 2007. Fish Histology and Histopathology. USFWS-NCTC. 357 p. Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor (ID) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hal. 158. Nagasawa K, Erlinda R, Cruz-Lacierda (eds.) 2004: Diseases of cultured groupers. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department, Iloilo, Philippines. 81 p. Nakajima K, Maeno Y. 1998. Pathogenicity of red sea bream Iridovirus and other fish Iridoviruses to red sea bream. Fish Pathol. 33:143–144. [OIE] Office International des Epizooties. 2012. Red sea bream iridoviral disease. Manual of Diagnostic Tests for Aquatic Animals. [Terhubung Berkala]. [diunduh 2013 September 17]. Tersedia pada: http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/aahm/2010/2.3.07_R SIVD.pdf Purnowati R, Tusihadi T, Perdana AD, Nugroho F. 2008. Gambaran histopatologi limpa, ginjal dan jantung ikan kerapu bebek pasca vaksinasi Iridovirus. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Buletin Budidaya Laut. 24:5059. Reite OB. 1998. Mast cells/granule cells of the teleostean fish: a review focusin on staining properties and functional responses. Fish Sellfish Immunol. 8:489-531. Di dalam: Dezfuli BS, Giari L, Arrighi S, Domeneghini C dan Bosi G. 2003. Influence of enteric helminthes on distribution of intestinal endocrine cells belonging to the diffuse endocrine system in brown trout, Salmo trutta L. J Fish Dis 26:155-166. Riauwati M. 2013. Histopatologi hati dan ginjal ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang terinfeksi Aeromonas hydrophila dan diobati dengan temulawak (Curcuma xanthorrhiza) [skripsi]. Pekanbaru (ID): Universitas Riau. Robert RJ. 2001. Fish Pathology. Edisi ke-3. London (GB) WB Saunders. 69 pp. Rukyani A. 2001 Strategi Pengendalian Penyakit Virus pada Budidaya Ikan Kerapu dalam Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia, Departemen Perikanan dan Kelautan dan JICA. Hal. 27-34. Sheerwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta (ID): UI Pr. Sire MF, Vernier JM. (1995) Partial characterization of eosinophilic granule cells (EGCs) and identification of most cells of the intestinal lamina propria in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Biochemical and cytochemical study. Biol Cell 85(1): 35–41. Sudthongkong C, Miyata M, Miyazaki T. 2002. Viral DNA sequences of genes encoding the ATPase and the major capsid protein of tropical Iridovirus isolates which are pathogenic to fishes in japan, South China Sea and Southeast Asian countries. Arch Virol. 147:2089–2109. 26 Sugama K, Tridjoko, Slamet B, Ismi S, Setiadi E, Kawahara S. 2001. Petunjuk teknis produksi benih ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Balai Riset Perikanan Laut Gondol. 14-16pp. Sunarto A. 2013. Menyingkap tabir kematian ikan kerapu di Mandeh. Majalah Infhem. 2:18-20. Suwirya K, Giri NA. 2010. Usaha pengembangan budidaya ikan kerapu sunu, Plectropomus leopardus di Indonesia. Dalam: Sudradjat et al. 2010. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur, Buku I. 307-314pp. Tocher DR. 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost fish. Rev. Fish Sci. 11:107 – 184. Underwood JCE.1999. Patologi Umum dan Sistematik. Sarjadi, editor. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: General and Systematic Pathology. 1(2): 75 Wang CS, Shih HH, Ku CC, Chen SN. 2003. Studies on epizootic Iridovirus infection among red sea bream, Pagrus major (Temminck & Schlegel), cultured in Taiwan. J Fish Dis. 26:127–133. Woo PTK. 2006. Diplomonadida (Phylum Parabasalia) and Kinetoplastea (Phylum Euglenozoa). Di dalam: Woo PTK, Bruno DW, editor. Fish Disease and Disorders. 3(2). UK: CABI Publishing. 46p. Xia L, Cao J, Huang X, Qin Q. 2009. Characterization of Singapore grouper Iridovirus (SGIV) ORF086R, a putative homolog of ICP18 involved in cell growth control and virus replication. Arch Virol. 154:1409–1416. Yardimci B, Aydin Y. 2011. Pathological findings of experimental Aeromonas hydrophila infection in Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Ankara Univ. Vet Fak Derg. 58, 47-54. 27 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Muara Lembu Provinsi Riau pada tanggal 26 Maret 1991. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Munir Nurdin S.Sos dan Heppi Maizar. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 027 Candirejo Kecamatan Pasir Penyu dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Pasir Penyu dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Pasir Penyu dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima masuk Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di BEM-FKH, Himpro Satwa Liar, dan Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau (IKPMR).