605 Pengamatan diameter sel telur calon induk ikan kerapu bebek ... (Tridjoko) PENGAMATAN DIAMETER SEL TELUR CALON INDUK IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) TURUNAN KE DUA (F-2) DALAM MENUNJANG TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN KERAPU Tridjoko dan Gunawan Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Jl. Br. Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Kotak pos 140, Singaraja, Bali 81101 E-mail: [email protected] ABSTRAK Sampai saat ini pembenihan ikan kerapu bebek masih mengandalkan induk dari laut. Padahal induk dari laut sudah sulit didapatkan dan hanya ada di daerah-daerah tertentu saja. Untuk mengantisipasi kelangkaan induk ikan kerapu bebek hasil tangkapan dari laut perlu diupayakan produksi calon induk ikan kerapu yang berasal dari budidaya. Induk ikan kerapu bebek dari hasil budidaya (F-1) sudah berhasil dipijahkan dan telah menghasilkan benih turunan ke dua (F-2) yang dijadikan calon induk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan sel telur calon induk ikan kerapu bebek turunan kedua (F-2). Pemeliharaan calon induk kerapu bebek F-2 dilakukan dalam bak volume 75 m3, masing-masing diisi 75 ekor dengan kisaran bobot antara 400-550 g/ekor. Pergantian air pada media pemeliharaan antara 300%-500%/hari dengan cara air mengalir. Pada bak pemeliharaan dilengkapi dengan aerasi sebagai sumber oksigen. Perlakuan pada penelitian ini berupa pemberian pakan yang berbeda yaitu , pada bak A: ikan rucah + cumi-cumi + vitamin, sedangkan pada bak B: pakan pelet kering. Setiap bulan dilakukan pengamatan pertumbuhan bobot, panjang dan dilihat perkembangan sel telurnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan sel telur calon induk ikan kerapu bebek F-2 cukup baik dan diameter sel telur pada masing-masing perlakuan telah mencapai lebih dari 450 mm. Sampai dengan bulan Oktober telah berhasil memijah, namun kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan masih relatif rendah. KATA KUNCI: Humpback grouper, second generation (F-2), oocyte development PENDAHULUAN Ikan kerapu bebek atau juga disebut kerapu tikus (Cromileptes altivelis) adalah merupakan satu di antara jenis ikan laut keluarga Seranidae yang hidup di perairan karang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas ekpor di pasar Asia terutama Hongkong dan Singapura. Ikan kerapu bebek dalam kondisi hidup mempunyai peranan penting. Ikan kerapu bebek bila masih kecil dengan ukuran 2 inci banyak diminati konsumen sebagai ikan hias (Kohno et al., 1990; Heemstra & Randall, 1993). Bila ukuran bobot mencapai 0,5 kg perekor digunakan sebagai ikan konsumsi (Ahmad et al., 1991) dan merupakan ikan termahal di kawasan Asia Tenggara (Mishima & Gonzares, 1994). Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang terbesar ikan kerapu hidup selain Thailand dan Filifina. Melihat prospeknya yang semakin cerah sejalan dengan pangsa pasar maka harga ikan kerapu bebek dalam keadaan hidup dari hasil tangkapan di laut dapat mencapai Rp 500.000,-/kg (Anonymous, 2007) dan bahkan harga saat ini dapat mencapai lebih dari Rp 550.000,-/kg (Anonymous, 2009). Harga yang mahal menyebabkan intensitas penangkapan semakin meningkat dan akhir-akhir ini diduga telah mengancam kelestarian populasi di alam. Sampai saat ini, pembenihan ikan kerapu masih mengandalkan pasokan induk ikan dari hasil tangkapan di alam. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kelangkaan induk ikan kerapu bebek dari alam maka perlu diupayakan produksi calon induk ikan kerapu yang berasal dari budidaya. Dari berbagai tahapan penelitian sudah dilakukan kajian dan usaha-usaha untuk menyediakan induk ikan kerapu bebek dari hasil budidaya (F-1) dan ternyata sudah berhasil memijah (Tridjoko, 2003). Hasil pemijahan dari induk turunan pertama (F-1) telah menghasilkan benih turunan kedua (F-2) yang akan dijadikan calon induk (Tridjoko et al., 2006; Tridjoko, 2007). Dengan demikian diharapkan melalui tahapan penelitian ini, telur/oosit yang dihasilkan dari calon induk F-2 dapat berkembang dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan sel telur calon induk ikan kerapu bebek turunan kedua (F-2) 606 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 METODOLOGI Individu yang digunakan pada penelitian ini adalah calon induk ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) yang dibagi dalam 2 kelompok. Perlakuan pada penelitian ini adalah perbedaan pemberian pakan. Calon induk ikan dipelihara pada bak beton berbentuk bulat (Bak A dan B) dengan volume air 75 m3, kedalaman air 2 meter. Pada masing-masing bak diisi 75 ekor calon induk ikan kerapu bebek dengan bobot 400-550 g/ekor. Pada bak pemeliharaan dilengkapi dengan airasi sebagai sumber oksigen dan pergantian air diupayakan antara 300%-500%/hari dengan sistem air mengalir. Kelompok 1 (bak-A) diberi pakan berupa cumi-cumi segar + ikan rucah + vitamin dalam bentuk pelet basah. Sedangkan kelompok 2 (bak-B) diberi pakan pelet kering komersial (PG 9-10) dengan kandungan nutrsi sebagai berikut: kadar protein minimal 43%, kadar lemak minimal 9%, kadar abu maksimal 13%, kadar serat maksimal 2%, dan kadar air maksimal 12%. Peubah biologis yang diamati adalah: pertumbuhan bobot, panjang, bobot gonad, perkembangan sel telur, dan sintasan. Apabila terjadi pemijahan maka dilakukan juga pengamatan kualitas telur dan larva yang dihasilkan. Analisis data : deskriptif (tabulasi dan gambar). HASIL DAN BAHASAN Hasil pengamatan pertumbuhan bobot ikan kerapu bebek turunan ke dua (F-2) yang dipelihara pada bak A dan bak B terlihat pada Gambar 1 (atas), sedangkan pertumbuhan panjang terlihat pada Gambar 1 (bawah). Nampaknya laju pertumbuhan bobot dan panjang pada kelompok 1 (bak-A) yang diberi pakan berupa cumi-cumi segar + ikan rucah + vitamin dalam bentuk pelet basah maupun pada kelompok 2 (bak-B) yang diberi pakan pelet kering tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Bobot rata-rata ikan kerapu bebek F-2 dari bak-A dan bak-B pada bulan Juli adalah 410 g. Sedangkan panjang rata-ratanya adalah 28,5 cm. Bobot (g) 800 700 600 500 Bak A 400 Bak B 300 Juli Agust. Sept. Okt. Bulan Panjang (cm) 34 32 Bak A 30 Bak B 28 Jul Agt Sep Okt Bulan Gambar 1. Hasil pengamatan pertumbuhan bobot (atas) dan panjang (bawah) ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) selama pemeliharaan dengan pemberian pakan yang berbeda (Bak A dan B) 607 Pengamatan diameter sel telur calon induk ikan kerapu bebek ... (Tridjoko) Selanjutnya pada bulan Agustus bobot rata-rata ikan kerapu bebek yang dipelihara pada pada bak-A mencapai 512 g dan pada bak-B adalah 502 g. Sedangkan pertumbuhan panjang masingmasing yaitu 29,5 dan 29,1 cm. Pada bulan September bobot rata-rata pada perlakuan A: 670 g dan panjang 31,8 cm, sedangkan pada perlakuan B bobot rata-rata mencapai 645 g dan panjang 31,5 cm. Sampai dengan bulan Oktober bobot rata-rata pada perlakuan A dan B masing-masing adalah 760 g dan 728 g dengan panjangnya masing-masing 32,8 dan 32,2 cm. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1. Nampaknya pertumbuhan bobot dan panjang ikan kerapu bebek F-2 pada perlakuan A, memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B yang diberi pakan pelet. Hal tersebut diduga bahwa ikan yang diberikan pakan segar berupa ikan rucah dan cumi mempunyai kadar lemak yang relatif lebih tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut komponen pakan yang banyak dimanfaatkan pada ikan karnivora seperti halnya ikan kerapu bebek adalah lemak. Lemak merupakan sumber energi dan asam lemak esensial dapat menunjang untuk pertumbuhan (Vergara et al., 1996; Giri et al., 1999). Hasil pengamatan perkembangan gonad, bobot gonad dan diameter oosit ikan kerapu bebek F-2 yang telah di bedah disajikan pada Tabel 1 serta pengamatan secara histologi, Gambar 2 dan 3. Ternyata dari hasil pembedahan ini telah didapatkan ikan kerapu bebek F-2 yang matang gonad dengan diameter sel telur lebih dari 450 mm. Dari sampel yang dibedah, ikan ukuran bobot antara 510–754 g dan panjang total antara 29,4–32,4 cm adalah induk betina yang telah matang gonad. Bobot gonad mencapai 14,30–17,45 g. Untuk pengamatan sel telur secara histologi maka beberapa individu pada bak A maupun pada bak B dimatikan dan dibedah untuk diambil gonadnya. Bobot gonad telah mencapai 11,50–17,45 g pada bak A, dan 9,50–17,25 g pada bak B. Secara histologi ukuran diameter sel telurnya adalah lebih dari 450 mm. Arah anak panah pada Gambar 2 menunjukkan besarnya diameter sel telur setelah diamati dan difoto di bawah mikroskop. Dari data penelitian induk ikan kerapu bebek F-0 maupun F-1 (Tridjoko, 2003) bahwa ukuran diameter sel telur yang mencapai >450 mm telah siap memijah. Pada Gambar 3 yaitu pengamatan secara histologi telah Tabel 1. Pengamatan perkembangan gonad dan diameter sel telur dari hasil pembedahan ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) Bobot tubuh Panjang total Bobot gonad Diameter sel (g) (cm) (g) (mm) 410 28,6 12,1 300-400 405 28,1 11,5 300-450 402 28,2 9,5 300-400 510 29,4 14,3 >450 508 29,2 12,08 300-450 504 29,2 15,4 >450 660 31,6 17,45 >450 657 31,2 17,25 >450 656 31,1 17,22 >450 652 31 15,6 >450 750 32 17,11 >450 748 31,9 - J 754 32,4 15,15 >450 752 32,6 - J 755 32,4 - J 758 32,5 - J J = Jantan 608 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Gambar 2. Pengamatan secara histologi sel telur ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) pada individu betina Gambar 3. Pengamatan secara histologi sperma ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) pada individu jantan ditemukan juga ikan kerapu jantan yaitu adanya sperma yang ditunjukkan arah anak panah. Ikan tersebut mempunyai ukuran panjang total antara 31,9–32,6 cm dan bobot badan antara 748–758 g. Pada awal percobaan berlangsung jumlah ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) masing-masing adalah 75 ekor dengan kisaran bobot antara 400-550 g/ekor (Tabel 2). Pada akhir percobaan bobot ikan rata-rata adalah 760 g pada bak A, dan 728 g pada bak B. Hasil pengamatan pemijahan pada bak A terjadi pemijahan 4 kali dengan jumlah total telur 632.000 butir dengan daya tetas telur Tabel 2. Keragaan pemijahan ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) selama pemeliharaan dengan pemberian pakan yang berbeda Parameter Bak Pemeliharaan Bak A Bak B Awal 75 75 Akhir 67 67 410 - 550 410 - 550 760 728 Jumlah induk (ekor): Bobot tubuh (g): Awal Akhir (rata-rata) Yang dibedah 8 8 11.50 - 17.45 9.50 - 17.25 Pemijahan/Bertelur (kali) 4 2 Jumlah total telur (butir) 632 275 Diameter telur (mm) 802 - 818 800 - 816 Diameter gelembung minyak (mm) 160 - 164 162 - 165 0 - 45 0 Bobot gonad (g) Daya tetas telur (%) 609 Pengamatan diameter sel telur calon induk ikan kerapu bebek ... (Tridjoko) antara 0%-45%. Sedangkan pada bak B terjadi pemijahan 2 kali dengan jumlah total telur 275.000 butir. Dari 275.000 butir telur tidak ada yang dibuahi. Kisaran diameter telur pada bak A antara 802818 μm, diameter oil globule (gelembung minyak) antara 160–164 μm. Selanjutnya kisaran diameter telur pada bak B antara 800-816 μm, dan diameter oil globule antara 162–165 μm. Dari hasil pengamatan jumlah total telur yang dihasilkan, maka pada bak A lebih banyak yaitu mencapai 632.000 butir dengan daya tetas telur antara 0%-45%. Sedangkan pada bak B mencapai 275.000 butir dengan daya tetas telur 0% atau tidak ada yang dibuahi. Dengan demikian walaupun terjadi pemijahan, namun kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan masih rendah. Hal ini diduga karena individu jantan belum memadai, sehingga tidak terjadi pembuahan secara sempurna. Hasil pengamatan ikan kerapu bebek F-2 dalam penelitian ini nampaknya masih jauh lebih banyak yang betina dan hanya beberapa ekor ditemukan yang jantan. Namun demikian ikan sudah banyak yang matang gonad dan diameter oosit telah mencapai >450 mm yang telah siap memijah. Ikan kerapu bebek yang mempunyai sifat protogynous hermaphrodite (Heemstra & Randall, 1993), betina dewasa akan mengalami perubahan kelamin menjadi jantan. Ikan kerapu bebek hasil tangkapan dari laut atau F-0 yang matang gonad, diameter telur mencapai >450 mm ditemukan pada ukuran panjang total 39 cm (Mishima & Gonzares, 1994; Tridjoko et al., 1996). Namun ikan kerapu bebek hasil budidaya atau F-1 dapat ditemukan yang matang gonad, diameter telur >450 mm pada ukuran yang lebih kecil daripada yang induk dari alam (Tridjoko, 2003; Tridjoko et al., 2006). Selanjutnya acuan ini dapat untuk membandingkan perkembangan gonad pada ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2). Dari hasil pengamatan perkembangan gonad atau oosit ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) ternyata dapat matang gonad pada ukuran lebih kecil dibandingkan dengan ikan hasil tangkapan di alam. KESIMPULAN Perkembangan sel telur calon induk ikan kerapu bebek turunan ke-2 (F-2) yang dipelihara pada bak A dan bak B cukup baik. Pada masing-masing perlakuan, diameter sel telur telah mencapai lebih dari 450 mm. Pemeliharaan calon induk hingga bulan Oktober telah berhasil memijah, namun kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan masih relatif rendah. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengupayakan individu jantan yang cukup supaya telur yang dihasilkan mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk/Ibu: Bagus Winaya, M. Rivai, Mujimin, semua kelompok peneliti serta para Siswa/Mahasiswa Praktek Kerja Lapangan/Magang yang telah membantu selama penelitian ini berlangsung. DAFTAR ACUAN Ahmad, T., Imanto, P.T., Muchari, Basyari, A., Sunyoto, P., Slamet, B., Mayunar, Purba, R., Diani, S., Redjeki, S., Pranowo, A., & Murtiningsih, S. 1991. Pedoman teknis operasional pembesaran ikan kerapu dalam karamba jaring apung. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros, 59 hlm. Anonymous. 2007. http://wetpixel.com/i.php/full/twenty-groupers-thratened-with- extinction. Twenty groupers threatened with extinction. Diakses 2 Pebruari 2009. Anonymous. 2009. http://www.nationalfisherman.com/top_news,asp. Market Reports Gulf / South Atlantic Grouper. Diakses 2 Pebruari 2009. Giri, N.A., Suwirya, K., & Marzuqi, M. 1999. Kebutuhan protein, lemak, dan vitamin C untuk yuwana ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). J. Pen. Perik. Indonesia, 5(3): 38-46. Hemmstra, P.H. & Randall, J.E. 1993. FAO Species Catalogue, Vol.16, Groupers of the world. FAO, Rome 382 P.pl.XXXI. Kohno, H., Imanto, P.T., Diani, S., Slamet, B., & Sunyoto, P. 1990. Reproductive performance and early life history of the grouper (Epinephelus fuscoguttatus). Bull. Pen. Perikanan, spec. edi No.1:27-35. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 610 Mishima, H. & Gonzares, B. 1994. Some biological and ecological aspects on C. altivelis around Palawan Island, Philippines. Suizanzoshoku, 42(2): 345-349. Tridjoko, Slamet, B., Makatutu, D., & Sugama, K. 1996. Pengamatan pemijahan dan perkembangan telur ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis pada bak secara terkontrol. J. Pen. Perik. Indonesia, II(2): 55-62. Tridjoko. 2003. Pengamatan perkembangan gonad dan pemijahan ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis hasil budidaya (F1/turunan pertama) pada bak secara terkontrol. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Tridjoko, Haryanti, Permana, I.G.N., & Ismi, S., 2006. Evaluasi kualitas induk ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis hasil budidaya (F-1). Aquacultura Indonesiana, 7(1): 45-52. Tridjoko. 2007. Penggunaan ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis hasil budidaya (F1) sebagai salah satu alternatif sumber induk. Prosiding Seminar Nasional Kelautan III, Pembangunan Kelautan Berbasis Iptek Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir. Universitas Hang Tuah, Surabaya, hlm. 1–6. Vergara, J.M., Ropbiana, L., Izquierdo, M., & Hiquera, M.D.L. 1996. Protein sparing effect of lipid in the diets for fingerling of gilthead sea bream. Fish. Sci., 62(4): 624-628.