Aplikasi Soil Taxonomy Usda Berbasis Fuzzy Logic

advertisement
Bab II
Dasar Teori
Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat mengenai pengertian Klasifikasi
Tanah dan klasifikasi tanah USDA beserta jenis-jenis tanah yang termasuk dalam
klasifikasi USDA. Kemudian akan dibahas juga mengenai Logika Fuzzy dan tahapan
dalam logika fuzzy.
2.1 Klasifikasi Tanah
2.1.1 Pengertian Klasifikasi Tanah
Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi, setempatsetempat dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan bumi,
mengandung gejala-gejala kehidupan, dan menopang atau mampu menopang
pertumbumbuhan tanaman diluar rumah. Tanah meliputi horison-horison tanah
yang terletak di atas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang
waktu dari iklim, organism hidup, bahan induk dan relief. [5, h 4]
Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperoleh klasifikasi umum yang
dapat membantu dalam memprediksi perilaku tanah ketika mengalami
pembebanan. Metode yang telah dibuat didasarkan pada pengalaman yang
diperoleh dalam perancangan fondasi dan riset. Dari sini, tanah fondasi yang
ditinjau menurut klasifikasi tertentu dapat diprediksi perilakunya, yaitu
didasarkan pada pengalaman di lokasi lain, namun memiliki tipe tanah yang
sama. Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya
berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang
membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para
ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses
pelapukan batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah
yang terbentuk.
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompokkelompok dan sub kelompok-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya.
7
Sistem klasifikasi memberikan bahasa yang mudah untuk menjelaskan
secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi tanpa penjelasan yang terinci.
Adanya klasifikasi untuk tanah yaitu bertujuan untuk :
a. Mengorganisasi atau menata tanah
b. Mengetahui hubungan individu tanah
c. Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah
d. Mengelompokkan tanah untuk :
- menaksir sifat
- penelitian
- mengetahui lahan-lahan yang baik.
Sehingga pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (Departemen
Pertanian AS).Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling
tumpang tindih dalam penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya,
sistem USDA memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi
lain, sehingga sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah
untuk mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat
Penelitian Tanah).
2.1.2 Klasifikasi Tanah USDA
Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika
Serikat dikenal dengan nama: Soil Taxonomy (USDA, 1975). Sistem klasifikasi
ini menggunakan enam (6) kategori, yaitu :
1. Ordo
2. Subordo
3. Great group
4. Subgroup
5. Family
6. Seri
Sistem klasifikasi tanah ini berbeda dengan sistem yang sudah ada
sebelumnya. Sistem klasifikasi ini memiliki keistimewaan terutama dalam hal:
1. Penamaan atau Tata Nama atau cara penamaan.
2. Definisi-definisi horison penciri.
3. Beberapa sifat penciri lainnya.
8
Berikut ini adalah ciri-ciri dari horison generik dan horison penciri yang
terdapat dalam klasifikasi tanah USDA yang dituliskan dalam bentuk tabel:
1. Horison Generik
Tabel 2.1. Karakteristik Horison O
Indikator
- Bahan organik
- Drainase
- Kedalaman (cm)
- Warna
- Struktur
Nilai Indikator
>4%
Baik
0-5 cm
Hitam
Remah, Granuler
Ciri lain
Ada seresah, ranting,
Tabel 2.2. Karakteristik Horison A
Indikator
- Bahan organik
- Drainase
- Kedalaman (cm)
- Struktur
- Warna
Nilai Indikator
Ciri lain
2-4%
baik
5 – 20 cm
Remah, Gumpal Membulat
Hitam - coklat
Tabel 2.3. Karakteristik Horison E
Indikator
- Bahan organik
- Drainase
- Kedalaman (cm)
- Liat
- Debu
- Pasir
- Fe
- Al
- Karbonat (kalsium
karbonat)
- Gipsum
- Natrium
- Silikat (Si)
- Seskuioksida
Fe2O3
- Seskuioksida
Al2O3
- Struktur
- Warna
Nilai Indikator
<2%
baik
20 – 30 cm
Rendah, <15%
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Remah, Gumpal Membulat
Pucat: merah, kuning, abuabu
9
Ciri lain
Tabel 2.4. Karakteristik Horison B
Indikator
- Bahan organik
- Drainase
- Kedalaman (cm)
- Liat
- Debu
- Pasir
- Fe
- Al
- Karbonat (kalsium
karbonat)
- Gipsum
- Natrium
- Silikat (Si)
- Seskuioksida
Fe2O3
- Seskuioksida
Al2O3
- Struktur
- Warna
Nilai Indikator
2-4%
Buruk
30 – 50 cm
Tinggi, > 15%
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Ciri lain
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Granuler
Gumpal
Prismatik
Mudah hancur/rapuh
(brittle)
Gelap: coklat muda, merah
tua, kuning tua, abu-abu tua
Warna:
- value lebih rendah <3,
- kroma lebih tinggi >4,
- hue lebih merah
2. Horison Permukaan (Epipedon)
Tabel 2.5. Karakteristik Epipedon Anthropik
Indikator
Nilai Indikator
>250 ppm
- P2O5
>18 cm
- tebal
>1%
- bahan organik
Warna gelap:
- Warna
Value <3,5 (kondisi lembab)
Value <5,5 (kondisi kering)
- Kejenuhan basa >50%
Daerah tidak pernah kering dari 3
- Lingkungan
bulan
Tidak keras dan tidak memadat
- Kekerasan
(pada kondisi kering – tidak ada air)
10
Ciri lain
Tabel 2.6. Karakteristik Epipedon Histik
Indikator
Nilai Indikator
- Bahan Organik >20% untuk tanah berpasir
- Bahan organik >30% untuk tanah liat
Tabel 2.7. Karakteristik Epipedon Mollik
Indikator
Nilai Indikator
>18
cm
- tebal
>1%
- bahan organik
Warna gelap:
- Warna
Value <3,5 (kondisi lembab)
Value <5,5 (kondisi kering)
- Kejenuhan basa >50%
Daerah tidak pernah kering dari 3
- Lingkungan
bulan
Tidak keras dan tidak memadat
- Kekerasan
(pada kondisi kering – tidak ada air)
Tabel 2.8. Karakteristik Epipedon Okhrik
Indikator
Nilai Indikator
<18 cm
- ketebalan
- Bahan organik <1%
Warna Terang:
- Warna
Value >3,5 (kondisi lembab)
Value >5,5 (kondisi kering)
Daerah kering lebih dari 3 bulan
- Lingkungan
Keras dan memadat (pada kondisi
- Kekerasan
kering – tidak ada air)
Tabel 2.9. Karakteristik Epipedon Melanik
Indikator
Nilai Indikator
>30 cm
- Ketebalan
- Bahan organik >6%
Warna Gelap:
- Warna
Value dan kroma <2 (kondisi
lembab)
- Berat jenis
- Jumlah Al dan
Fe
- Pasir, debu, liat
<0,9 gr/cm3
(AL + ½ Fe) > 2%
(%Pasir +%Debu+%Liat) >30%
11
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Tabel 2.10. Karakteristik Epipedon Plagen
Indikator
Nilai Indikator
>50 cm
- Ketebalan
- Bahan organik >4 %
Warna Gelap:
- Warna
Value dan kroma <2 (kondisi
lembab)
Tabel 2.11. Karakteristik Epipedon Umbrik
Indikator
Nilai Indikator
>18 cm
- tebal
>1%
- bahan organik
Warna gelap:
- Warna
Value <3,5 (kondisi lembab)
Value <5,5 (kondisi kering)
- Kejenuhan basa <50%
Daerah tidak pernah kering dari 3
- Lingkungan
bulan
Tidak keras dan tidak memadat
- Kekerasan
(pada kondisi kering – tidak ada air)
Tabel 2.12. Karakteristik Epipedon Arenik
Indikator
Nilai Indikator
>50 cm
- Ketebalan
Kasar (Pasir Berlempung, Pasir)
- Tekstur Tanah
>70%
- Pasir
Tabel 2.13. Karakteristik Epipedon Grossarenik
Indikator
Nilai Indikator
>100 cm
- Ketebalan
Kasar (Pasir Berlempung, Pasir)
- Tekstur Tanah
>70%
- Pasir
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
b. Horison Bawah Permukaan (Horison Bawah Penciri)
Tabel 2.14. Karakteristik Horison Agrik
Indikator
Nilai Indikator
Dibawah Lapisan Horison O
- Posisi
(Lapisan Olah)
- Bahan Organik Tinggi , > 5%
Tinggi
- Debu
Tinggi
- Liat
12
Ciri lain
Tabel 2.15. Karakteristik Horison Albik
Indikator
Nilai Indikator
- Bahan organik <2%
baik
- Drainase
Pucat: merah, kuning, abu-abu:
- Warna
-Value >4 (kondisi lembab)
-Valua >5 (kondisi kering)
Rendah
- Liat
Tinggi
- Debu
Tinggi
- Pasir
Rendah
- Fe
Rendah
- Al
Rendah
- Karbonat
(kalsium
karbonat)
Rendah
- Gipsum
Rendah
- Natrium
Rendah
- Silikat (Si)
Rendah
- Seskuioksida
Fe2O3
Rendah
- Seskuioksida
Al2O3
Remah, Gumpal Membulat
- Struktur
Tabel 2.16. Karakteristik Horison Argilik
Indikator
Nilai Indikator
Tinggi, > 18%
- Liat
Liat Harus lebih tinggi 1,2 kali nya
pada horison atasnya (Horison E)
>15 cm
- Tebal
Dibawah Horison E
- Posisi
>16 me/100 g
- KTK
NH4OAc
>12 me/100 g
- KTK efektif
Tabel 2.17. Karakteristik Horison Kalsik
Indikator
Nilai Indikator
>15%
- CaCO3
>15 cm
- Tebal
Tidak memadas, Granular, Blocky
- Struktur
atau lainnya
13
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Tabel 2.18. Karakteristik Horison Kandik
Indikator
Nilai Indikator
Tinggi, > 18%
- Liat
Liat Harus lebih tinggi 1,2 kali nya
pada horison atasnya (Horison E)
>15 cm
- Tebal
Dibawah Horison E
- Posisi
<16 me/100 g
- KTK
NH4OAc
<12 me/100 g
- KTK efektif
Tabel 2.19. Karakteristik Horison Kambik
Indikator
Nilai Indikator
Pasir sangat halus
- Tekstur
Tinggi
- Bahan organik
Tinggi
- Seskuioksida
Fe2O3
Tinggi
- Seskuioksida
Al2O3
Merah
- Warna
Sedang, 15-18%, tetapi
- Liat
kandungan Liat lebih tinggi dari
pada horison atasnya (Horison E)
15 cm – 30 cm
- Tebal
Dibawah Horison E
- Posisi
<16 me/100 g
- KTK NH4OAc
<12 me/100 g
- KTK efektif
Ciri lain
Ciri lain
Tabel 2.20. Karakteristik Horison Gipsik
Indikator
- CaSO4
- Tebal
- Struktur
Nilai Indikator
Tinggi, > 5%
>15 cm
Tidak memadas, Granular,
Blocky atau lainnya
Tabel 2.21. Karakteristik Horison Natrik
Indikator
Nilai Indikator
Tinggi, > 18%
- Liat
Liat Harus lebih tinggi 1,2 kali
nya pada horison atasnya
(Horison E)
>15 cm
- Tebal
Dibawah Horison E
- Posisi
>16 me/100 g
- KTK NH4OAc
14
Ciri lain
Ciri lain
- KTK efektif
- Na
- Struktur
>12 me/100 g
Tinggi
Prismatik
Tiang
Tabel 2.22. Karakteristik Horison Oksik
Indikator
Nilai Indikator
Sedang,
15%
- Liat
>30 cm
- Tebal
Dibawah Horison E
- Posisi
<16 me/100 g
- KTK NH4OAc
<12 me/100 g
- KTK efektif
Tabel 2.23. Karakteristik Horison Petrokalsik
Indikator
Nilai Indikator
>15%, tidak mudah larut
- CaCO3
>15 cm
- Tebal
Memadas, padat, masif
- Struktur
Tabel 2.24. Karakteristik Horison Petrogipsik
Indikator
Nilai Indikator
Tinggi, > 5%, tidak mudah larut
- CaSO4
>15 cm
- Tebal
Memadas, padat, masif
- Struktur
Tabel 2.25. Karakteristik Horison Plakik
Indikator
Nilai Indikator
2 – 10 mm
- Ketebalan
Gelap: Coklat, Kemerahan, Hitam
- Warna
Memadas, padat, masif
- Struktur
Tinggi
- Fe
Tinggi
- Mn
Kedalaman <50 cm
- Posisi
Tabel 2.26. Karakteristik Horison Salik
Indikator
Nilai Indikator
>15 cm
- Ketebalan
Tinggi, mudah larut
- Na
Tinggi, mudah larut
- CaSO4
-
15
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Tabel 2.27. Karakteristik Horison Sombrik
Indikator
Nilai Indikator
Gelap: Coklat, Kemerahan, Hitam
- Warna
<50%
- Kejenuhan Basa
Tinggi, 4-6%
- Bahan Organik
Tabel 2.28. Karakteristik Horison Spodik
Indikator
Nilai Indikator
Tinggi, 4 – 6%
- Bahan Organik
Tinggi
- Seskuioksida
Fe2O3
Tinggi
- Seskuioksida
Al2O3
Tabel 2.29. Karakteristik Horison Sulfurik
Indikator
Nilai Indikator
<3,5
- pH
Kuning
- Warna
Tinggi
- FeSO3
Ciri lain
Ciri lain
Ciri lain
Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah
berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Berikut adalah ordo tanah dalam
sistem Taksonomi Tanah USDA, yaitu : [4, h 220-223]
1. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang
terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan
mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180
cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal
dari horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air.
Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran
Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
2. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang
mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon
ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan
klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
16
3. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih
sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada
horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti
recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk
tanah Aluvial atau Regosol.
c. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau
lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan
organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan
tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Organik atau Organosol.
d. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi
lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum
yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini
belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial,
Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.
e. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal
epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan
organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik,
sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis
yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk
tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.
17
f. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga
mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif
sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g
liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan
pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak
jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol
(Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah
Kuning.
g. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison
bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik)
sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna
pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Podzol.
h. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning,
Latosol, dan Hidromorf Kelabu.
i. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan
kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat
mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah
pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
18
j. Andisol
Tanah yang termasuk ordo Andisol merupakan Jenis tanah mineral
yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak
coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh
berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak
(smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi
dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang
dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf
vulkanik.
k. Gleisol
Tanah yang termasuk ordo Gleisol merupakan Jenis tanah ini
perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi
merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum
tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung,
struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 –
6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu
yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari
profil tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub
humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
2.2 Logika Fuzzy
2.2.1
Teori Fuzzy
Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang
input ke dalam suatu ruang output. Sistem ini merupakan sistem yang dapat
melakukan penalaran dengan prinsip serupa seperti manusia melakukan penalaran
dengan nalurinya. Kalau pada himpunan crisp, nilai keanggotaannya hanya ada 2
kemungkinan, yaitu 0 dan 1, namun pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan
terletak pada rentang 0 sampai 1.
Logika fuzzy juga berbeda dengan logika boolean, dimana logika boolean
menggambarkan nilai-nilai “benar” dan “salah”. Prof. Zadeh mempublikasikan
pendapatnya tentang perlunya ada gradasi dalam keanggotaan suatu himpunan.
19
Keanggotaan atau derajat keanggotaan suatu himpunan tidak cukup hanya 1 dan 0
atau benar dan salah seperti pada himpunan crisp ataupun boolean.
Oleh karena itu, tersusunlah teori himpunan fuzzy, dimana objek-objek
atau anggota-anggota himpunan mempunyai derajat keanggotaan yang bertingkattingkat (bergradasi). Dari derajat keanggotaan yang satu ke derajat keanggotaan
yang lain berubah secara halus, merupakan bilangan real antara 0 dan 1; atau
dalam interval [0,1]. Derajat keanggotaan bernilai 1 menyatakan keanggotaan
penuh, dan semakin mendekati 0, semakin lemahnya objek tersebut dalam
himpunan. Derajat keanggotaan 0 bukan berarti derajat keanggotaannya lemah
atau sangat lemah, tetapi sudah tidak layak menjadi anggota himpunan, dengan
perkataan lain, bukan anggota himpunan tersebut.
2.2.2 Alasan Digunakannya Logika Fuzzy
Ada beberapa alasan mengapa pada perancangan sistem dalam skripsi ini
menggunakan logika fuzzy, antara lain: [8, h 9]
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari
penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat
kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman
para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
2.2.3
Himpunan Fuzzy
Pada himpunan tegas(crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu
himpunan A yang sering ditulis dengan 𝜇𝐴[𝑥], memiliki dua kemungkinan, yaitu:

Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu
himpunan, atau
20

Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu
himpunan
Misalkan kita gunakan contoh:
Variabel perakaran dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
Sedikit
jumlah akar < 25%
Sedang
jumlah akar 25% - 75%
Banyak
jumlah akar > 75%
Nilai keanggotaan secara grafis himpunan Sedikit, Sedang, dan banyak ini dapat
kita lihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Nilai keanggotaan secara grafis himpunan Sedikit, Sedang, dan
Banyak
Dari Gambar 2.1.dapat dilihat bahwa:

Apabila tanah memiliki perakaran sebanyak 20% maka tanah tersebut
dikatakan memiliki perakaran sedikit (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [20%] =1);

Apabila tanah memiliki perakaran sebanyak 25% maka tanah tersebut
dikatakan tidak memiliki perakaran sedikit (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [25%] =0);

Apabila memiliki perakaran sebanyak 24% maka tanah tersebut dikatakan
memiliki perakaran sedikit (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [24%] =1);

Apabila tanah memiliki perakaran sebanyak 25% maka tanah tersebut
dikatakan memiliki perakaran sedang (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 [25%] =1);
21
Dari sini bisa dikatakan bahwa penggunaan himpunan crisp untuk
menyatakan perakaran sangat tidak adil, adanya perubahan kecil saja pada suatu
nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka digunakan himpunan fuzzy.
Dengan menggunakan himpunan fuzzy, seseorang dapat masuk dalam dua
himpunan yang berbeda, Sedikit dan Sedang, Sedang dan Banyak, dsb. Seberapa
besar eksistensinya dalam himpunan tersebut dapat dilihat pada nilai
keanggotaannya. Gambar 2.2. menunjukkan himpunan fuzzy untuk variabel
Perakaran.
Gambar 2.2. Himpunan Fuzzy untuk Variabel Perakaran
Pada Gambar 2.2. dapat dilihat bahwa:

Tanah yang memiliki perakaran sebanyak 35% termasuk dalam himpunan
Perakaran Sedang dengan 𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 [35] =0.67 namun ia juga termasuk dalam
himpunan perakaran sedikit dengan 𝜇𝑆𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [35] =0.33

Tanah yang memiliki perakaran 70% termasuk dalam himpunan perakaran
Sedang dengan 𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 [70] =0.33 namun ia juga termasuk dalam himpunan
perakaran banyak dengan 𝜇𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 [70] =0.67
Apabila pada himpunan crisp, nilai keanggotaan hanya ada 2 (dua)
kemungkinan yaitu 0 atau 1, pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada
rentang 0 sampai 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy 𝜇𝐴 [𝑥] = 0 berarti
22
x tidak menjadi anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai
keanggotaan fuzzy 𝜇𝐴 [𝑥] = 1 berarti x menjadi anggota penuh pada himpunan A.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy
yaitu:
a. variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu
sistem fuzzy. Contoh : kecepatan roda, temperatur, umur, error sudut.
b. himpunan fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu himpunan yang mewakili suatu
kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contoh variabel
kecepatan roda dibagi kedalam 5 (lima) himpunan fuzzy : sangat lambat,
lambat, normal, cepat, sangat cepat.
c. semesta pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan
untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan
merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara
monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan
positif maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak
dibatasi batas atasnya.
Contoh: semesta pembicaraan untuk variabel Modulasi Lebar Pulsa: [0-255]
semesta pembicaraan untuk variabel Tinggi Badan: [50-250], dsb
d. domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan
real yang senantiasa naik(bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai
domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
Contoh:
sedikit [0-40], Sedang [25-75], Banyak[60-100]
23
2.2.4
Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership Function) adalah suatu fungsi yang
menunjukan pemetaan titik-titik masukan data ke dalam nilai keanggotaannya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan
adalah dengan melalui pendekatan fungsi dengan menggunakan sistem persamaan
garis berdasarkan dengan gambar pada gambar 2.3 :
𝑦−𝑦1
𝑦2 −𝑦1
𝑦−0
1−0
𝑦=
=
=
𝑥−𝑥1
𝑥2 −𝑥1
𝑥−𝑎
𝑏−𝑎
𝑥−𝑎
(2.1)
𝑏−𝑎
Sehingga ada beberapa fungsi yang digunakan pada penulisan skripsi ini,
yaitu : [2, p.22-31]
2.2.4.1. Representasi Linear
Pada representasi linear, pemetaan masukan ke derajat keanggotaannya
digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi
pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas.
Ada 2 keadaan himpunan fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan
dimulai pada domain yang memiliki derajat keanggotaan nol(0) bergerak kekanan
menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan yang lebih tinggi.
Gambar berikut ini menunjukkan himpunan fuzzy naik.
Gambar 2.3. Representasi Linear Naik (Sri Kusumadewi, 2010:22)
24
Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai
daerah dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak
turun ke nilai pada daerah yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.
Gambar berikut ini menunjukkan himpunan fuzzy turun.
Gambar 2.4. Representasi Linear Turun (Sri Kusumadewi, 2010:24)
2.2.4.2. Representasi Kurva Segitiga
Representasi segitiga, pada dasarnya adalah gabungan antara dua
representasi linier naik dan turun. Gambar dibawah ini menunjukkan representasi
himpunan fuzzy segitiga.
Gambar 2.5. Representasi Kurva Segitiga (Sri Kusumadewi, 2010:25)
2.2.4.3. Representasi Kurva Bentuk Bahu
Daerah
yang
terletak
di
tengah-tengah
suatu
variabel
yang
direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan aik dan
turun (misalkan: DINGIN bergerak ke SEJUK bergerak ke HANGAT dan
25
bergerak ke PANAS). Tetapi terkadang salah satu sisi dari variabel tersebut tidak
mengalami perubahan. Sebagai contoh, apabila telah mencapai kondisi PANAS,
kenaikan temperatur akan tetap berada pada kondisi PANAS. Himpunan fuzzy
‘bahu’, bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy.
Bahu kiri bergerak dari benar ke salah, demikian juga bahu kanan bergerak dari
salah ke benar. Gambar 2.7. menunjukkan variabel TEMPERATUR dengan
daerah bahunya.
Gambar 2.6. Representasi Kurva Bentuk Bahu (Sri Kusumadewi,
2010:28)
2.2.5. Operator Dasar Zadeh untuk Operasi Himpunan Fuzzy
Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang
didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan
fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan sering dikenal
dengan nama fire strength atau α–predikat. Ada 3 operator dasar yang diciptakan
oleh Zadeh, yaitu: [6, p.38-39]
2.2.5.1. Operator AND
Operator ini berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan. α–
predikat sebagai hasil operasi dengan operator AND diperoleh dengan mengambil
nilai keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang
bersangkutan.
(2.2)
26
2.2.5.2. Operator OR
Operator ini berhubungan dengan operasi union pada himpunan. α–
predikat sebagai hasil operasi dengan operator OR diperoleh dengan mengambil
nilai keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang
bersangkutan.
(2.3)
2.2.5.3. Operator NOT
Operator ini berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. α–
predikat sebagai hasil operasi dengan operator NOT diperoleh dengan
mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari
1.
(2.4)
2.2.6. Sistem Inferensi Fuzzy
Sistem inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System atau FIS) merupakan suatu
kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy
berbentuk IF – THEN, dan penalaran fuzzy. Secara garis besar, diagram blok
proses inferensi fuzzy terlihat pada gambar dibawah ini ;
Gambar 2.7. Diagram blok sistem inferensi Fuzzy (Sri Kusumadewi,
2010:40)
Sistem inferensi fuzzy menerima masukan crisp. masukan ini kemudian
dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF – THEN.
Fire strength akan dicari pada setiap aturan. Apabila jumlah aturan lebih dari satu,
27
maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Selanjutnya, pada hasil agregasi
akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp sebagai output sistem.
2.2.7. Proses Pengambilan Keputusan Fuzzy (Fuzzy Inference Process)
Proses pengambilan keputusan Fuzzy merupakan proses perumusan
pemetaan dari masukan yang diberikan ke keluaran dengan menggunakan logika
fuzzy. Pemetaan ini kemudian akan dijadikan basis pengambilan keputusan fuzzy.
Proses pengambilan keputusan fuzzy melibatkan proses yang sudah dijelaskan
pada bagian sebelumnya yaitu fungsi keanggotaan, operator logika fuzzy dan
aturan jika maka[3, pp.89-136].
Secara umum proses pengambilan keputusan fuzzy terdiri dari lima
langkah yaitu fuzifikasi masukan, pengaplikasian operator fuzzy, pengaplikasian
metode implikasi, komposisi semua keluaran, dan terakhir defuzifikasi keluaran
[3, p.100].
1. Fuzifikasi masukan
Fuzifikasi masukan adalah langkah pertama yang dilakukan, yaitu
menentukan derajat keanggotaan dari masukan ke himpunan fuzzy yang
bersesuaian dengan menggunakan fungsi keanggotaan.
2. Pengaplikasian Operator Fuzzy
Setelah masukan-masukan yang ada telah difuzifikasi maka derajat
keanggotaan untuk masing-masing masukan telah diketahui. Apabila ada
sebuah aturan yang nilainya ditentukan oleh lebih dari satu masukan, maka
kita perlu menghitung menggunakan operator fuzzy untuk memperoleh sebuah
nilai yang merepresentasikan derajat keanggotaan dari aturan yang bersesuaian
dengan masukan. Nilai yang didapatkan kemudian diterapkan dalam fungsi
keluaran.
3. Pengaplikasian metode implikasi
Implikasi diaplikasikan kepada seluruh aturan yang ada. Keluaran dari
proses ini masih berupa sebuah himpunan fuzzy.
28
4. Komposisi semua Keluaran
Karena keputusan diambil berdasar nilai keanggotaan dari tiap aturan,
maka nilai keanggotaan untuk tiap aturan haruslah digabung dengan cara
tertentu sebelum keputusan dapat diambil. Komposisi keluaran merupakan
proses dimana seluruh himpunan fuzzy yang merepresentasikan nilai keluaran
untuk tiap aturan dikombinasikan kedalam sebuah himpunan fuzzy.
5. Defuzifikasi Keluaran
Merupakan langkah terakhir dari proses pengambilan keputusan fuzzy.
Masukan dari proses ini adalah himpunan fuzzykeluaran, dan keluarannya
adalah sebuah nilai tunggal. Pada proses ini himpunan fuzzykeluaran
dikalkulasi sehingga menghasilkan sebuah nilai(crisp) tunggal.
2.2.8. Model Fuzzy Tsukamoto
Pemodelan fuzzy Tsukamoto didasarkan pada konsep penalaran monoton.
Pada metode penalaran secara monoton, nilai crisp pada daerah konsekuen dapat
diperoleh secara langsung berdasarkan fire strength pada antesedennya. Salah satu
syarat yang harus dipenuhi pada metode penalaran ini adalah himpunan fuzzy pada
konsekuennya harus bersifat monoton (baik monoton naik maupun monoton
turun).
Pada dasarnya, metode Tsukamoto mengaplikasikan penalaran monoton
pada setiap aturannya. Kalau pada penalaran monoton, sistem hanya memiliki satu
aturan, pada metode Tsukamoto, sistem terdiri atas beberapa aturan. Karena
menggunakan konsep dasar penalaran monoton, pada metode Tsukamoto, setiap
konsekuen pada aturan yang berbentuk If-Then harus direpresentasikan dengan
suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Output hasil
inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat
(fire strength). Proses agregasi antaraturan dilakukan, dan akhirnya diperoleh
dengan menggunakan defuzzy dengan konsep rata-rata terbobot.
Misalkan ada 2 variabel masukan, yaitu x dan y, serta satu variabel output
yaitu z. variabel x terdiri atas 2 himpunan yaitu A1 dan A2; variabel y terbagi atas
2 himpunan juga, yaitu B1 dan B2; sedangkan variabel output z terbagi atas 2
29
himpunan yaitu C1 dan C2. Tentu saja himpunan C1 dan C2 harus merupakan
himpunan yang bersifat monoton. Diberikan 2 aturan sebagai berikut:
[R1] IF x is A1 and y is B2 THEN z is C1
{R2] IF x is A2 and y is B1 THEN z is C2
α-predikat untuk aturan pertama dan kedua, masing-masing adalah α1 dan
α2. Dengan menggunakan penalaran monoton, diperoleh nilai z1 pada aturan
pertama dan z2 pada aturan kedua. Terakhir dengan menggunakan aturan terbobot,
diperoleh hasil akhir dengan formula sebagai berikut (Sri Kusumadewi, 2010:45);
𝑧=
𝛼1 𝑧1 +𝛼2 𝑧2
(2.5)
𝛼1 +𝛼2
Diagram
blok
proses
inferensi
dengan
metode
Tsukamoto
(Sri
Kusumadewi, 2010:46) dapat dilihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.8. Inferensi dengan menggunakan Metode Tsukamoto (Sri
Kusumadewi, 2010:46)
Karena pada metode Tsukamoto operasi himpunan yang digunakan adalah
konjungsi (AND), maka nilai keanggotaan anteseden dari aturan fuzzy [R1] adalah
irisan dari nilai keanggotaan A1 dari Var-1 dengan nilai keanggotaan B1 dari Var30
2. Maka nilai keanggotaan anteseden dari operasi konjungsi (And) dari aturan
fuzzy [R1] adalah nilai minimum antara nilai keanggotaan A1 dari Var-1 dan nilai
keanggotaan B2 dari Var-2. Demikian pula nilai keanggotaan anteseden dari
aturan fuzzy [R2] adalah nilai minimum antara nilai keanggotaan A2 dari Var-1
dengan nilai keanggotaan B1 dari Var-2. Selanjutnya, nilai keanggotaan anteseden
dari aturan fuzzy [R1] dan [R2] masing-masing disebut dengan α1 dan α2. Nilai α1
dan α2 kemudian disubstitusikan pada fungsi keanggotaan himpunan C1 dan C2
sesuai aturan fuzzy [R1] dan [R2] untuk memperoleh nilai z1 dan z2, yaitu nilai z
(nilai perkiraan produksi) untuk aturan fuzzy [R1] dan [R2]. Untuk memperoleh
nilai output crisp/nilai tegas Z, dicari dengan cara mengubah masukan (berupa
himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy) menjadi suatu
bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Cara ini disebut dengan metode
defuzifikasi (penegasan). Metode defuzifikasi yang digunakan dalam metode
Tsukamoto adalah metode defuzifikasi rata-rata terpusat (Center Average
Defuzzyfier) yang dirumuskan seperti dibawah ini:
z=
∑n
i=1 αizi
(2.6)
∑n
i=1 αi
31
Download