Bab II Dasar Teori Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat mengenai pengertian Klasifikasi Tanah dan klasifikasi tanah USDA beserta jenis-jenis tanah yang termasuk dalam klasifikasi USDA. Kemudian akan dibahas juga mengenai Logika Fuzzy dan tahapan dalam logika fuzzy. 2.1 Klasifikasi Tanah 2.1.1 Pengertian Klasifikasi Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi, setempatsetempat dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan menopang atau mampu menopang pertumbumbuhan tanaman diluar rumah. Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak di atas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organism hidup, bahan induk dan relief. [5, h 4] Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperoleh klasifikasi umum yang dapat membantu dalam memprediksi perilaku tanah ketika mengalami pembebanan. Metode yang telah dibuat didasarkan pada pengalaman yang diperoleh dalam perancangan fondasi dan riset. Dari sini, tanah fondasi yang ditinjau menurut klasifikasi tertentu dapat diprediksi perilakunya, yaitu didasarkan pada pengalaman di lokasi lain, namun memiliki tipe tanah yang sama. Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses pelapukan batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah yang terbentuk. Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompokkelompok dan sub kelompok-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya. 7 Sistem klasifikasi memberikan bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi tanpa penjelasan yang terinci. Adanya klasifikasi untuk tanah yaitu bertujuan untuk : a. Mengorganisasi atau menata tanah b. Mengetahui hubungan individu tanah c. Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah d. Mengelompokkan tanah untuk : - menaksir sifat - penelitian - mengetahui lahan-lahan yang baik. Sehingga pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (Departemen Pertanian AS).Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang tindih dalam penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem USDA memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian Tanah). 2.1.2 Klasifikasi Tanah USDA Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika Serikat dikenal dengan nama: Soil Taxonomy (USDA, 1975). Sistem klasifikasi ini menggunakan enam (6) kategori, yaitu : 1. Ordo 2. Subordo 3. Great group 4. Subgroup 5. Family 6. Seri Sistem klasifikasi tanah ini berbeda dengan sistem yang sudah ada sebelumnya. Sistem klasifikasi ini memiliki keistimewaan terutama dalam hal: 1. Penamaan atau Tata Nama atau cara penamaan. 2. Definisi-definisi horison penciri. 3. Beberapa sifat penciri lainnya. 8 Berikut ini adalah ciri-ciri dari horison generik dan horison penciri yang terdapat dalam klasifikasi tanah USDA yang dituliskan dalam bentuk tabel: 1. Horison Generik Tabel 2.1. Karakteristik Horison O Indikator - Bahan organik - Drainase - Kedalaman (cm) - Warna - Struktur Nilai Indikator >4% Baik 0-5 cm Hitam Remah, Granuler Ciri lain Ada seresah, ranting, Tabel 2.2. Karakteristik Horison A Indikator - Bahan organik - Drainase - Kedalaman (cm) - Struktur - Warna Nilai Indikator Ciri lain 2-4% baik 5 – 20 cm Remah, Gumpal Membulat Hitam - coklat Tabel 2.3. Karakteristik Horison E Indikator - Bahan organik - Drainase - Kedalaman (cm) - Liat - Debu - Pasir - Fe - Al - Karbonat (kalsium karbonat) - Gipsum - Natrium - Silikat (Si) - Seskuioksida Fe2O3 - Seskuioksida Al2O3 - Struktur - Warna Nilai Indikator <2% baik 20 – 30 cm Rendah, <15% Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Remah, Gumpal Membulat Pucat: merah, kuning, abuabu 9 Ciri lain Tabel 2.4. Karakteristik Horison B Indikator - Bahan organik - Drainase - Kedalaman (cm) - Liat - Debu - Pasir - Fe - Al - Karbonat (kalsium karbonat) - Gipsum - Natrium - Silikat (Si) - Seskuioksida Fe2O3 - Seskuioksida Al2O3 - Struktur - Warna Nilai Indikator 2-4% Buruk 30 – 50 cm Tinggi, > 15% Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Ciri lain Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Granuler Gumpal Prismatik Mudah hancur/rapuh (brittle) Gelap: coklat muda, merah tua, kuning tua, abu-abu tua Warna: - value lebih rendah <3, - kroma lebih tinggi >4, - hue lebih merah 2. Horison Permukaan (Epipedon) Tabel 2.5. Karakteristik Epipedon Anthropik Indikator Nilai Indikator >250 ppm - P2O5 >18 cm - tebal >1% - bahan organik Warna gelap: - Warna Value <3,5 (kondisi lembab) Value <5,5 (kondisi kering) - Kejenuhan basa >50% Daerah tidak pernah kering dari 3 - Lingkungan bulan Tidak keras dan tidak memadat - Kekerasan (pada kondisi kering – tidak ada air) 10 Ciri lain Tabel 2.6. Karakteristik Epipedon Histik Indikator Nilai Indikator - Bahan Organik >20% untuk tanah berpasir - Bahan organik >30% untuk tanah liat Tabel 2.7. Karakteristik Epipedon Mollik Indikator Nilai Indikator >18 cm - tebal >1% - bahan organik Warna gelap: - Warna Value <3,5 (kondisi lembab) Value <5,5 (kondisi kering) - Kejenuhan basa >50% Daerah tidak pernah kering dari 3 - Lingkungan bulan Tidak keras dan tidak memadat - Kekerasan (pada kondisi kering – tidak ada air) Tabel 2.8. Karakteristik Epipedon Okhrik Indikator Nilai Indikator <18 cm - ketebalan - Bahan organik <1% Warna Terang: - Warna Value >3,5 (kondisi lembab) Value >5,5 (kondisi kering) Daerah kering lebih dari 3 bulan - Lingkungan Keras dan memadat (pada kondisi - Kekerasan kering – tidak ada air) Tabel 2.9. Karakteristik Epipedon Melanik Indikator Nilai Indikator >30 cm - Ketebalan - Bahan organik >6% Warna Gelap: - Warna Value dan kroma <2 (kondisi lembab) - Berat jenis - Jumlah Al dan Fe - Pasir, debu, liat <0,9 gr/cm3 (AL + ½ Fe) > 2% (%Pasir +%Debu+%Liat) >30% 11 Ciri lain Ciri lain Ciri lain Ciri lain Tabel 2.10. Karakteristik Epipedon Plagen Indikator Nilai Indikator >50 cm - Ketebalan - Bahan organik >4 % Warna Gelap: - Warna Value dan kroma <2 (kondisi lembab) Tabel 2.11. Karakteristik Epipedon Umbrik Indikator Nilai Indikator >18 cm - tebal >1% - bahan organik Warna gelap: - Warna Value <3,5 (kondisi lembab) Value <5,5 (kondisi kering) - Kejenuhan basa <50% Daerah tidak pernah kering dari 3 - Lingkungan bulan Tidak keras dan tidak memadat - Kekerasan (pada kondisi kering – tidak ada air) Tabel 2.12. Karakteristik Epipedon Arenik Indikator Nilai Indikator >50 cm - Ketebalan Kasar (Pasir Berlempung, Pasir) - Tekstur Tanah >70% - Pasir Tabel 2.13. Karakteristik Epipedon Grossarenik Indikator Nilai Indikator >100 cm - Ketebalan Kasar (Pasir Berlempung, Pasir) - Tekstur Tanah >70% - Pasir Ciri lain Ciri lain Ciri lain Ciri lain b. Horison Bawah Permukaan (Horison Bawah Penciri) Tabel 2.14. Karakteristik Horison Agrik Indikator Nilai Indikator Dibawah Lapisan Horison O - Posisi (Lapisan Olah) - Bahan Organik Tinggi , > 5% Tinggi - Debu Tinggi - Liat 12 Ciri lain Tabel 2.15. Karakteristik Horison Albik Indikator Nilai Indikator - Bahan organik <2% baik - Drainase Pucat: merah, kuning, abu-abu: - Warna -Value >4 (kondisi lembab) -Valua >5 (kondisi kering) Rendah - Liat Tinggi - Debu Tinggi - Pasir Rendah - Fe Rendah - Al Rendah - Karbonat (kalsium karbonat) Rendah - Gipsum Rendah - Natrium Rendah - Silikat (Si) Rendah - Seskuioksida Fe2O3 Rendah - Seskuioksida Al2O3 Remah, Gumpal Membulat - Struktur Tabel 2.16. Karakteristik Horison Argilik Indikator Nilai Indikator Tinggi, > 18% - Liat Liat Harus lebih tinggi 1,2 kali nya pada horison atasnya (Horison E) >15 cm - Tebal Dibawah Horison E - Posisi >16 me/100 g - KTK NH4OAc >12 me/100 g - KTK efektif Tabel 2.17. Karakteristik Horison Kalsik Indikator Nilai Indikator >15% - CaCO3 >15 cm - Tebal Tidak memadas, Granular, Blocky - Struktur atau lainnya 13 Ciri lain Ciri lain Ciri lain Tabel 2.18. Karakteristik Horison Kandik Indikator Nilai Indikator Tinggi, > 18% - Liat Liat Harus lebih tinggi 1,2 kali nya pada horison atasnya (Horison E) >15 cm - Tebal Dibawah Horison E - Posisi <16 me/100 g - KTK NH4OAc <12 me/100 g - KTK efektif Tabel 2.19. Karakteristik Horison Kambik Indikator Nilai Indikator Pasir sangat halus - Tekstur Tinggi - Bahan organik Tinggi - Seskuioksida Fe2O3 Tinggi - Seskuioksida Al2O3 Merah - Warna Sedang, 15-18%, tetapi - Liat kandungan Liat lebih tinggi dari pada horison atasnya (Horison E) 15 cm – 30 cm - Tebal Dibawah Horison E - Posisi <16 me/100 g - KTK NH4OAc <12 me/100 g - KTK efektif Ciri lain Ciri lain Tabel 2.20. Karakteristik Horison Gipsik Indikator - CaSO4 - Tebal - Struktur Nilai Indikator Tinggi, > 5% >15 cm Tidak memadas, Granular, Blocky atau lainnya Tabel 2.21. Karakteristik Horison Natrik Indikator Nilai Indikator Tinggi, > 18% - Liat Liat Harus lebih tinggi 1,2 kali nya pada horison atasnya (Horison E) >15 cm - Tebal Dibawah Horison E - Posisi >16 me/100 g - KTK NH4OAc 14 Ciri lain Ciri lain - KTK efektif - Na - Struktur >12 me/100 g Tinggi Prismatik Tiang Tabel 2.22. Karakteristik Horison Oksik Indikator Nilai Indikator Sedang, 15% - Liat >30 cm - Tebal Dibawah Horison E - Posisi <16 me/100 g - KTK NH4OAc <12 me/100 g - KTK efektif Tabel 2.23. Karakteristik Horison Petrokalsik Indikator Nilai Indikator >15%, tidak mudah larut - CaCO3 >15 cm - Tebal Memadas, padat, masif - Struktur Tabel 2.24. Karakteristik Horison Petrogipsik Indikator Nilai Indikator Tinggi, > 5%, tidak mudah larut - CaSO4 >15 cm - Tebal Memadas, padat, masif - Struktur Tabel 2.25. Karakteristik Horison Plakik Indikator Nilai Indikator 2 – 10 mm - Ketebalan Gelap: Coklat, Kemerahan, Hitam - Warna Memadas, padat, masif - Struktur Tinggi - Fe Tinggi - Mn Kedalaman <50 cm - Posisi Tabel 2.26. Karakteristik Horison Salik Indikator Nilai Indikator >15 cm - Ketebalan Tinggi, mudah larut - Na Tinggi, mudah larut - CaSO4 - 15 Ciri lain Ciri lain Ciri lain Ciri lain Ciri lain Tabel 2.27. Karakteristik Horison Sombrik Indikator Nilai Indikator Gelap: Coklat, Kemerahan, Hitam - Warna <50% - Kejenuhan Basa Tinggi, 4-6% - Bahan Organik Tabel 2.28. Karakteristik Horison Spodik Indikator Nilai Indikator Tinggi, 4 – 6% - Bahan Organik Tinggi - Seskuioksida Fe2O3 Tinggi - Seskuioksida Al2O3 Tabel 2.29. Karakteristik Horison Sulfurik Indikator Nilai Indikator <3,5 - pH Kuning - Warna Tinggi - FeSO3 Ciri lain Ciri lain Ciri lain Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Berikut adalah ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA, yaitu : [4, h 220-223] 1. Alfisol Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning. 2. Aridisol Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil. 16 3. Entisol Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol. c. Histosol Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau Organosol. d. Inceptisol Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll. e. Mollisol Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll. 17 f. Oxisol Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning. g. Spodosol Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol. h. Ultisol Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu. i. Vertisol Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit. 18 j. Andisol Tanah yang termasuk ordo Andisol merupakan Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik. k. Gleisol Tanah yang termasuk ordo Gleisol merupakan Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. 2.2 Logika Fuzzy 2.2.1 Teori Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Sistem ini merupakan sistem yang dapat melakukan penalaran dengan prinsip serupa seperti manusia melakukan penalaran dengan nalurinya. Kalau pada himpunan crisp, nilai keanggotaannya hanya ada 2 kemungkinan, yaitu 0 dan 1, namun pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Logika fuzzy juga berbeda dengan logika boolean, dimana logika boolean menggambarkan nilai-nilai “benar” dan “salah”. Prof. Zadeh mempublikasikan pendapatnya tentang perlunya ada gradasi dalam keanggotaan suatu himpunan. 19 Keanggotaan atau derajat keanggotaan suatu himpunan tidak cukup hanya 1 dan 0 atau benar dan salah seperti pada himpunan crisp ataupun boolean. Oleh karena itu, tersusunlah teori himpunan fuzzy, dimana objek-objek atau anggota-anggota himpunan mempunyai derajat keanggotaan yang bertingkattingkat (bergradasi). Dari derajat keanggotaan yang satu ke derajat keanggotaan yang lain berubah secara halus, merupakan bilangan real antara 0 dan 1; atau dalam interval [0,1]. Derajat keanggotaan bernilai 1 menyatakan keanggotaan penuh, dan semakin mendekati 0, semakin lemahnya objek tersebut dalam himpunan. Derajat keanggotaan 0 bukan berarti derajat keanggotaannya lemah atau sangat lemah, tetapi sudah tidak layak menjadi anggota himpunan, dengan perkataan lain, bukan anggota himpunan tersebut. 2.2.2 Alasan Digunakannya Logika Fuzzy Ada beberapa alasan mengapa pada perancangan sistem dalam skripsi ini menggunakan logika fuzzy, antara lain: [8, h 9] 1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti. 2. Logika fuzzy sangat fleksibel. 3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat. 4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks. 5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan. 6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional. 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami. 2.2.3 Himpunan Fuzzy Pada himpunan tegas(crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A yang sering ditulis dengan 𝜇𝐴[𝑥], memiliki dua kemungkinan, yaitu: Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau 20 Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan Misalkan kita gunakan contoh: Variabel perakaran dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: Sedikit jumlah akar < 25% Sedang jumlah akar 25% - 75% Banyak jumlah akar > 75% Nilai keanggotaan secara grafis himpunan Sedikit, Sedang, dan banyak ini dapat kita lihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Nilai keanggotaan secara grafis himpunan Sedikit, Sedang, dan Banyak Dari Gambar 2.1.dapat dilihat bahwa: Apabila tanah memiliki perakaran sebanyak 20% maka tanah tersebut dikatakan memiliki perakaran sedikit (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [20%] =1); Apabila tanah memiliki perakaran sebanyak 25% maka tanah tersebut dikatakan tidak memiliki perakaran sedikit (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [25%] =0); Apabila memiliki perakaran sebanyak 24% maka tanah tersebut dikatakan memiliki perakaran sedikit (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [24%] =1); Apabila tanah memiliki perakaran sebanyak 25% maka tanah tersebut dikatakan memiliki perakaran sedang (𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 [25%] =1); 21 Dari sini bisa dikatakan bahwa penggunaan himpunan crisp untuk menyatakan perakaran sangat tidak adil, adanya perubahan kecil saja pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka digunakan himpunan fuzzy. Dengan menggunakan himpunan fuzzy, seseorang dapat masuk dalam dua himpunan yang berbeda, Sedikit dan Sedang, Sedang dan Banyak, dsb. Seberapa besar eksistensinya dalam himpunan tersebut dapat dilihat pada nilai keanggotaannya. Gambar 2.2. menunjukkan himpunan fuzzy untuk variabel Perakaran. Gambar 2.2. Himpunan Fuzzy untuk Variabel Perakaran Pada Gambar 2.2. dapat dilihat bahwa: Tanah yang memiliki perakaran sebanyak 35% termasuk dalam himpunan Perakaran Sedang dengan 𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 [35] =0.67 namun ia juga termasuk dalam himpunan perakaran sedikit dengan 𝜇𝑆𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡 [35] =0.33 Tanah yang memiliki perakaran 70% termasuk dalam himpunan perakaran Sedang dengan 𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 [70] =0.33 namun ia juga termasuk dalam himpunan perakaran banyak dengan 𝜇𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 [70] =0.67 Apabila pada himpunan crisp, nilai keanggotaan hanya ada 2 (dua) kemungkinan yaitu 0 atau 1, pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy 𝜇𝐴 [𝑥] = 0 berarti 22 x tidak menjadi anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy 𝜇𝐴 [𝑥] = 1 berarti x menjadi anggota penuh pada himpunan A. Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy yaitu: a. variabel fuzzy Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy. Contoh : kecepatan roda, temperatur, umur, error sudut. b. himpunan fuzzy Himpunan fuzzy merupakan suatu himpunan yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contoh variabel kecepatan roda dibagi kedalam 5 (lima) himpunan fuzzy : sangat lambat, lambat, normal, cepat, sangat cepat. c. semesta pembicaraan Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas atasnya. Contoh: semesta pembicaraan untuk variabel Modulasi Lebar Pulsa: [0-255] semesta pembicaraan untuk variabel Tinggi Badan: [50-250], dsb d. domain Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik(bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Contoh: sedikit [0-40], Sedang [25-75], Banyak[60-100] 23 2.2.4 Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (membership Function) adalah suatu fungsi yang menunjukan pemetaan titik-titik masukan data ke dalam nilai keanggotaannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi dengan menggunakan sistem persamaan garis berdasarkan dengan gambar pada gambar 2.3 : 𝑦−𝑦1 𝑦2 −𝑦1 𝑦−0 1−0 𝑦= = = 𝑥−𝑥1 𝑥2 −𝑥1 𝑥−𝑎 𝑏−𝑎 𝑥−𝑎 (2.1) 𝑏−𝑎 Sehingga ada beberapa fungsi yang digunakan pada penulisan skripsi ini, yaitu : [2, p.22-31] 2.2.4.1. Representasi Linear Pada representasi linear, pemetaan masukan ke derajat keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas. Ada 2 keadaan himpunan fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan dimulai pada domain yang memiliki derajat keanggotaan nol(0) bergerak kekanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan yang lebih tinggi. Gambar berikut ini menunjukkan himpunan fuzzy naik. Gambar 2.3. Representasi Linear Naik (Sri Kusumadewi, 2010:22) 24 Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai daerah dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak turun ke nilai pada daerah yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah. Gambar berikut ini menunjukkan himpunan fuzzy turun. Gambar 2.4. Representasi Linear Turun (Sri Kusumadewi, 2010:24) 2.2.4.2. Representasi Kurva Segitiga Representasi segitiga, pada dasarnya adalah gabungan antara dua representasi linier naik dan turun. Gambar dibawah ini menunjukkan representasi himpunan fuzzy segitiga. Gambar 2.5. Representasi Kurva Segitiga (Sri Kusumadewi, 2010:25) 2.2.4.3. Representasi Kurva Bentuk Bahu Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan aik dan turun (misalkan: DINGIN bergerak ke SEJUK bergerak ke HANGAT dan 25 bergerak ke PANAS). Tetapi terkadang salah satu sisi dari variabel tersebut tidak mengalami perubahan. Sebagai contoh, apabila telah mencapai kondisi PANAS, kenaikan temperatur akan tetap berada pada kondisi PANAS. Himpunan fuzzy ‘bahu’, bukan segitiga, digunakan untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah, demikian juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar. Gambar 2.7. menunjukkan variabel TEMPERATUR dengan daerah bahunya. Gambar 2.6. Representasi Kurva Bentuk Bahu (Sri Kusumadewi, 2010:28) 2.2.5. Operator Dasar Zadeh untuk Operasi Himpunan Fuzzy Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan sering dikenal dengan nama fire strength atau α–predikat. Ada 3 operator dasar yang diciptakan oleh Zadeh, yaitu: [6, p.38-39] 2.2.5.1. Operator AND Operator ini berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan. α– predikat sebagai hasil operasi dengan operator AND diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan. (2.2) 26 2.2.5.2. Operator OR Operator ini berhubungan dengan operasi union pada himpunan. α– predikat sebagai hasil operasi dengan operator OR diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan. (2.3) 2.2.5.3. Operator NOT Operator ini berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. α– predikat sebagai hasil operasi dengan operator NOT diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1. (2.4) 2.2.6. Sistem Inferensi Fuzzy Sistem inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System atau FIS) merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF – THEN, dan penalaran fuzzy. Secara garis besar, diagram blok proses inferensi fuzzy terlihat pada gambar dibawah ini ; Gambar 2.7. Diagram blok sistem inferensi Fuzzy (Sri Kusumadewi, 2010:40) Sistem inferensi fuzzy menerima masukan crisp. masukan ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF – THEN. Fire strength akan dicari pada setiap aturan. Apabila jumlah aturan lebih dari satu, 27 maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Selanjutnya, pada hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp sebagai output sistem. 2.2.7. Proses Pengambilan Keputusan Fuzzy (Fuzzy Inference Process) Proses pengambilan keputusan Fuzzy merupakan proses perumusan pemetaan dari masukan yang diberikan ke keluaran dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan ini kemudian akan dijadikan basis pengambilan keputusan fuzzy. Proses pengambilan keputusan fuzzy melibatkan proses yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya yaitu fungsi keanggotaan, operator logika fuzzy dan aturan jika maka[3, pp.89-136]. Secara umum proses pengambilan keputusan fuzzy terdiri dari lima langkah yaitu fuzifikasi masukan, pengaplikasian operator fuzzy, pengaplikasian metode implikasi, komposisi semua keluaran, dan terakhir defuzifikasi keluaran [3, p.100]. 1. Fuzifikasi masukan Fuzifikasi masukan adalah langkah pertama yang dilakukan, yaitu menentukan derajat keanggotaan dari masukan ke himpunan fuzzy yang bersesuaian dengan menggunakan fungsi keanggotaan. 2. Pengaplikasian Operator Fuzzy Setelah masukan-masukan yang ada telah difuzifikasi maka derajat keanggotaan untuk masing-masing masukan telah diketahui. Apabila ada sebuah aturan yang nilainya ditentukan oleh lebih dari satu masukan, maka kita perlu menghitung menggunakan operator fuzzy untuk memperoleh sebuah nilai yang merepresentasikan derajat keanggotaan dari aturan yang bersesuaian dengan masukan. Nilai yang didapatkan kemudian diterapkan dalam fungsi keluaran. 3. Pengaplikasian metode implikasi Implikasi diaplikasikan kepada seluruh aturan yang ada. Keluaran dari proses ini masih berupa sebuah himpunan fuzzy. 28 4. Komposisi semua Keluaran Karena keputusan diambil berdasar nilai keanggotaan dari tiap aturan, maka nilai keanggotaan untuk tiap aturan haruslah digabung dengan cara tertentu sebelum keputusan dapat diambil. Komposisi keluaran merupakan proses dimana seluruh himpunan fuzzy yang merepresentasikan nilai keluaran untuk tiap aturan dikombinasikan kedalam sebuah himpunan fuzzy. 5. Defuzifikasi Keluaran Merupakan langkah terakhir dari proses pengambilan keputusan fuzzy. Masukan dari proses ini adalah himpunan fuzzykeluaran, dan keluarannya adalah sebuah nilai tunggal. Pada proses ini himpunan fuzzykeluaran dikalkulasi sehingga menghasilkan sebuah nilai(crisp) tunggal. 2.2.8. Model Fuzzy Tsukamoto Pemodelan fuzzy Tsukamoto didasarkan pada konsep penalaran monoton. Pada metode penalaran secara monoton, nilai crisp pada daerah konsekuen dapat diperoleh secara langsung berdasarkan fire strength pada antesedennya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi pada metode penalaran ini adalah himpunan fuzzy pada konsekuennya harus bersifat monoton (baik monoton naik maupun monoton turun). Pada dasarnya, metode Tsukamoto mengaplikasikan penalaran monoton pada setiap aturannya. Kalau pada penalaran monoton, sistem hanya memiliki satu aturan, pada metode Tsukamoto, sistem terdiri atas beberapa aturan. Karena menggunakan konsep dasar penalaran monoton, pada metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk If-Then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire strength). Proses agregasi antaraturan dilakukan, dan akhirnya diperoleh dengan menggunakan defuzzy dengan konsep rata-rata terbobot. Misalkan ada 2 variabel masukan, yaitu x dan y, serta satu variabel output yaitu z. variabel x terdiri atas 2 himpunan yaitu A1 dan A2; variabel y terbagi atas 2 himpunan juga, yaitu B1 dan B2; sedangkan variabel output z terbagi atas 2 29 himpunan yaitu C1 dan C2. Tentu saja himpunan C1 dan C2 harus merupakan himpunan yang bersifat monoton. Diberikan 2 aturan sebagai berikut: [R1] IF x is A1 and y is B2 THEN z is C1 {R2] IF x is A2 and y is B1 THEN z is C2 α-predikat untuk aturan pertama dan kedua, masing-masing adalah α1 dan α2. Dengan menggunakan penalaran monoton, diperoleh nilai z1 pada aturan pertama dan z2 pada aturan kedua. Terakhir dengan menggunakan aturan terbobot, diperoleh hasil akhir dengan formula sebagai berikut (Sri Kusumadewi, 2010:45); 𝑧= 𝛼1 𝑧1 +𝛼2 𝑧2 (2.5) 𝛼1 +𝛼2 Diagram blok proses inferensi dengan metode Tsukamoto (Sri Kusumadewi, 2010:46) dapat dilihat pada gambar 2.12. Gambar 2.8. Inferensi dengan menggunakan Metode Tsukamoto (Sri Kusumadewi, 2010:46) Karena pada metode Tsukamoto operasi himpunan yang digunakan adalah konjungsi (AND), maka nilai keanggotaan anteseden dari aturan fuzzy [R1] adalah irisan dari nilai keanggotaan A1 dari Var-1 dengan nilai keanggotaan B1 dari Var30 2. Maka nilai keanggotaan anteseden dari operasi konjungsi (And) dari aturan fuzzy [R1] adalah nilai minimum antara nilai keanggotaan A1 dari Var-1 dan nilai keanggotaan B2 dari Var-2. Demikian pula nilai keanggotaan anteseden dari aturan fuzzy [R2] adalah nilai minimum antara nilai keanggotaan A2 dari Var-1 dengan nilai keanggotaan B1 dari Var-2. Selanjutnya, nilai keanggotaan anteseden dari aturan fuzzy [R1] dan [R2] masing-masing disebut dengan α1 dan α2. Nilai α1 dan α2 kemudian disubstitusikan pada fungsi keanggotaan himpunan C1 dan C2 sesuai aturan fuzzy [R1] dan [R2] untuk memperoleh nilai z1 dan z2, yaitu nilai z (nilai perkiraan produksi) untuk aturan fuzzy [R1] dan [R2]. Untuk memperoleh nilai output crisp/nilai tegas Z, dicari dengan cara mengubah masukan (berupa himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy) menjadi suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Cara ini disebut dengan metode defuzifikasi (penegasan). Metode defuzifikasi yang digunakan dalam metode Tsukamoto adalah metode defuzifikasi rata-rata terpusat (Center Average Defuzzyfier) yang dirumuskan seperti dibawah ini: z= ∑n i=1 αizi (2.6) ∑n i=1 αi 31