Materi 3 Kardiovaskular III A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Tujuan a. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara palpasi b. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara auskultasi Dasar Teori Yang dimaksud dengan tekanan darah adalah tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah. Tekanan darah ini bervariasi mengikuti sistole dan diastole jantung dan dipengaruhi juga oleh tahanan pembuluhpembuluh darah terhadap aliran darah. Pada saat sistole darah menekan ke segala arah sepanjang pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah yang elastis mengembang. Pada saat diastole pembuluh ini akan menyempit kembali, menyebabkan darah terdorong maju. Dengan demikian aliran darah tetap ada, baik selama jantung sistole (berkontraksi) maupun selama jantung berelaksasi (diastole). Hal ini menjelaskan juga ada tekanan sistole dan diastole. Tekanan darah dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Pada cara langsung sebuah kanula dimasukkan ke dalam pembuluh darah dan tekanan darah diukur dengan transduser atau manometer air raksa. Pengukuran secara langsung melalui kanulasi arteri tidak dilaksanakan pada pemeriksaan rutin klinis, karena menyakitkan dan tidak praktis (memerlukan cukup banyak peralatan dan keahlian). Pada cara tidak langsung, tekanan pada pembuluh darah diberikan dari luar (menggunakan manset spigmomanometer) dan tekanan darah ditentukan: Dengan mendengar suara aliran turbulensi darah (suara Korotkoff) menggunakan stetoskop(cara auskultasi), di bawah titik tempat memberikan tekanan tadi setelah tekanan dikurangi pelan-pelan. Pada PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 1 cara palpasi tekanan darah ditentukan dengan meraba kembalinya aliran darah (denyut/pulsus) di bagian bawah titik tempat pemberian tekanan (pergelangan tangan), setelah tekanan yang diberikan pada pembuluh darah di kurangi sedikit demi sedikit. Biasanya pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung dilakukan pada arteri brachialis dari lengan atas. Posisi yang tepat untuk mengukur adalah menempatkan alat (manset spigmomanometer) setinggi jantung sehingga tekanan darah yang diperoleh mendekati tekanan di dalam aorta yang meninggalkan jantung dan memungkinkan kita untuk menghubungkan tekanan darah dengan aktivitas jantung. Bahan dan alat 1. Spigmomanometer 2. Stetoskop 3. Orang percobaan Tata kerja A. Pengukuran Tekanan Darah Arteri Dengan Cara Palpasi 1. Suruhlah orang percobaan (op) duduk dengan lengan diletakkan di atas meja. Lilitkan manset tekanan dengan pas (tidak longgar) sekeliling bagian bawah lengan atas. Yakinkan bahwa kantong karet di dalam manset ditempatkan pada bagian medial lengan sehingga dapat menekan a. brakhialis. Tutup katup pompa karet dengan memutarnya searah jarum jam. 2. Rabalah denyut a. radialis di pergelangan tangan. 3. Pompakan udara ke manset tekanan dan perhatikan pada tekanan berapa denyut a. radialis menghilang. Kemudian pompakan lagi udara sampai tekanan naik sekitar 20 mmHg. 4. Secara perlahan turunkan tekanan dalam manset dengan memutar katup karet pompa berlawanan arah jarum jam. tekanan berapa denyut a. radialis teraba kembali. PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB Perhatikan pada Tekanan yang 2 terbaca adalah tekanan sistole yaitu tekanan tertinggi di dalam arteri sistemik. 5. Keluarkan semua udara dari dalam manset, biarkan op istirahat setelah itu lakukan pengukuran kedua. Jangan membiarkan manset tetap mengembang lebih dari 2 menit, selain menimbulkan ketidak nyamanan op juga bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. 6. Tekanan darah sistole yang dibaca dengan cara palpasi biasanya 5 mm Hg lebih rendah dari hasil pengukuran dengan cara auskultasi. Dengan cara palpasi ini tidak dapat ditentukan tekanan diastole. B. Pengukuran Tekanan Darah Arteri Dengan Cara Auskultasi 1. Suruhlah orang percobaan (op) duduk dengan lengan diletakkan di atas meja. Lilitkan manset tekanan dengan pas (tidak longgar) sekeliling bagian bawah lengan atas. Yakinkan bahwa kantong karet di dalam manset ditempatkan pada bagian medial lengan sehingga dapat menekan a. brakhialis. Tutup katup pompa karet dengan memutarnya searah jarum jam dan tempatkan kepala/corong stetoskop di bawah manset dan di atas a brakhialis pada percabangannya menjadi a. radialis dan a. ulnaris. Tanpa adanya udara dalam manset tidak ada suara yang dapat didengar. 2. Rabalah denyut a. radialis di pergelangan tangan. 3. Pompakan udara ke manset tekanan dan perhatikan pada tekanan berapa denyut a. radialis menghilang. Kemudian pompakan lagi udara sampai tekanan naik sekitar 20 mmHg di atas titik tidak terasanya denyut a radialis tadi. 4. Secara perlahan turunkan tekanan dalam manset dengan memutar katup karet pompa berlawanan arah jarum jam. Dengan berkurangnya tekanan udara dalam manset pada suatu tekanan tertentu akan terdengar 4 fase perubahan suara yang pertama kali ditemukan oleh Korotkoff pada tahun 1905 dan disebut sebagai suara Korotkoff. PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 3 a. Fase I: Terdengar suara gedebuk yang tajam dengan intensitas meningkat selama penurunan tekanan 10 mmHg berikutnya. Tekanan saat terdengar suara pertama kali adalah tekanan sistole. b. Fase II: Terdengar suara yang berubah menjadi desiran halus selama pengurangan tekanan 10 mmHg. c. Fase III: Suara terdengar lebih keras dan kualitas bunyi gedebuk lebih tajam pada penurunan tekanan 10 – 15 mmHg berikutnya. d. Fase IV: Suara mendadak mulai menghilang dan terdengar berkurang intensitasnya. Tekanan pada titik ini disebut tekanan diastole. Suara yang mulai menghilang ini berlanjut 5 mmHg lagi dengan berkurangnya tekanan di dalam manset, kemudian hilang sama sekali. Titik saat suara menghilang sama sekali disebut tekanan diastole akhir. Biasanya tekanan sistole dan diastole dicatat dengan cara: 120/80/75 mmHg. 5. Keluarkan semua udara dari dalam manset, biarkan op istirahat setelah itu lakukan pengukuran kedua. Jangan membiarkan manset tetap mengembang lebih dari 2 menit, selain menimbulkan ketidak nyamanan op juga bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Gambar 10. Tempat pemasangan alat pada pengukuran tekanan darah PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 4 B. Elektrokardiografi (EKG) Tujuan 1. Mempersiapkan orang percobaan untuk pemeriksaan EKG 2. Memasang elektroda pada op untuk pencacatan 12 hantaran rutin EKG 3. Menganalisa hasil rekaman EKG. Dasar teori Setiap sel jantung yang hidup mengalami urutan perubahan kelistrikan yang teratur dan mengawali aktivitas kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole) dari jantung. Jadi, kontraksi jantung berhubungan berhubungan dengan gabungan potensial aksi yang dimulai pada sinus SA dan menyebar melalui jaras penghantar jantung, mendahului kontraksi otot jantung. Selama depolarisasi dan repolarisasi dari miokardium terdapat suatu beda potensial di berbagai bagian permukaan jantung. Perbedaan potensial tersebut disebut dipole. Potensial listrik dari dipole dihantarkan melalui (utamanya) cairan tubuh (cairan intertisial dan plasma darah) dan mencapai permukaan kulit. Dengan menempatkan elektrode pada permukaan kulit dapat ditangkap dan dicatat aktivitas listrik seluruh permukaan jantung sebelum kontraksi dimulai. Dengan mengukur perubahan potensial di berbagai arah melintasi jantung, memungkinkan dideteksinya berbagai kelainan jantung. Elektrokardiogram merupakan hasil perekaman aktivitas listrik jantung. Alat untuk merekamnya disebut Elektrokardiograf dan ilmu yang mempelajarinya disebut Elektrokardiografi. Bahan dan Alat 1. Alat elektrokardiograf dengan perlengkapannya yaitu: Elektroda untuk pergelangan kaki dan tangan yaitu lempeng logam yang cekung Elektroda isap yaitu sungkup dengan pompa karet Karet-karet pengikat PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 5 Kawat penghubung pasie dan kawat penghubung tanah (grounding) 2. Kapas, alkohol dan larutan elektrolit. 3. Kertas perekam 4. Spidol 5. Orang percobaan. Tata Kerja A. Persiapan orang percobaan 1. Op disuruh berbaring dengan tenang dan telanjang dada. 2. Op dibebaskan dari benda yang dapat menghantarkan listrik. 3. Bersihkan dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol 70 % kulit di kedua pergelangan tangan dan kaki serta pada bagian dada sebelah kiri, tempat menempelka elektroda. 4. Basahilah permukaan elektroda dengan pasata/larutan elektrolit dan pasanglah elektroda tersebut. 5. Hubungkan kawat penghubung pasien dengan elektroda sebagai berikut: Kawat RA (warna merah) dihubungkan dengan elektroda yang dipasang di pergelangan tangan kanan. Kawat LA (warna kuning) dihubungkan dengan elektroda yang dipasang di pergelangan tangan kiri. Kawat LL (warna hijau) dihubungkan dengan elektroda yang dipasang di pergelangan kaki kiri. Kawat RL (warna hitam) dihubungkan dengan elektroda yang dipasang pada pergelangan kaki kanan. Kawat C (warna putih) dihubungkan dengan elektroda pada dinding sebelah kiri rongga dada (saat akan melaukan perekaman hantaran prekordial. B. Pencatatan EKG PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 6 1. Oleh dosen pembimbing praktikum akan didemonstrasikan cara pencatatan EKG. Perhatikanlah dengan seksama. 2. Sebelum dilakukan pencatatan, ditetapkan terlebih dahulu kecepatan perekaman alat dan peneraan kepekaan alat. Kecepatan kertas rekam diatur 25 mm/detik (1mm = 0.04detik). Sedangkan kepekaan alat adalah 10 mm/mv (1mv = 10 mm). 3. Alat EKG dihidupkan akan tetapi kertas belum dijalankan. Periksa apakah jarum perekam sudah berada ditengah kertas rekam, kalau belum putar tombol pengatur jarum perekam sampai jarum perekam berada di tengah kertas. 4. Dengan dengan menekan tombol yang sesuai direkam secara berturutturut: Rekaman dari kepekaan rekam, yaitu dengan menempatkan tombol pengatur pada posisi netral. Kertas dijalankan dan dibuat pencatatan 3 kali rekamam. Hentikan kembali kertas perekam. Hantaran standard Einthoven: I, II dan III, yaitu dengan memindahkan tombol pengatur ke arah I, menjalankan kertas rekam untuk merekam 5 siklus jantung. Hentikan kembali kertas perekam. Cara yang sama dilakukan untuk hantaran II dan III. Hantaran augmented extremity: aVR, aVL dan aVF, yaitu dengan memindahkan tombol pengatur pada hantaran yang diinginkan dan rekam seperti perekaman Einthoven. Hubungkan kawat C (warna putih) dengan elektroda isap dan tempelkan pada tempat-tempat yang sesuai untuk V1 – V6 di dada bagian kiri. Dengan memindahkan tombol pengatur ke V1 – V6, dicatat hantaran prekordial V1 – V6 sama dengan pencatatan Einthoven. PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 7 Gambar 11. Tempat pemasangan elektroda EKG Gambar 12. Eletrokardiogram PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 8 Laporan Praktikum Materi: Kardiovaskular III Kelompok: Dosen: Asisten: Tanggal: Hasil Percobaan: Tekanan Darah: PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 9 Elektrokardiografi Rekaman: Nama: Usia: Jenis Kelamin: Parameter Pengamatan Normal Kesimpulan Frekuensi jantung Irama Gel P Tinggi Durasi Komplek Tinggi QRS Durasi Interval PR Interval QT Segmen PR Segmen ST Gelombang T PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 10 Pembahasan: PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 11 PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 12 Kesimpulan: Daftar Pustaka: PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI VETERINER II FKH IPB 13