BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi tumbuhan Sarang semut merupakan tumbuhan yang berasal dari Papua. Walaupun sarang semut ini tidak hanya terdapat di Papua, namun keragaman sarang semut di pulau tersebut paling tinggi, sampai 10 varietas. Sebaran Myrmecodia tuberosa, juga terdapat juga di Ambon, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan Kalimantan. Sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon - pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2.400 m. Sarang semut paling banyak ditemukan di padang rumput, di hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m dan jarang ditemukan di hutan tropis dataran rendah. Sarang semut banyak ditemukan menempel pada beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, tetapi jarang pada pohon - pohon dengan batang halus dan rapuh. Adapun secara morfologi, sarang semut mempunyai ciri - ciri sebagai berikut: a. Umbi Umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat saat muda, kemudian menjadi lonjong memendek atau memanjang setelah tua. Umbinya hampir selalu berduri. Dalam umbi sarang semut terdapat labirin yang dihuni oleh semut atau cendawan. Keunikan tumbuhan ini terletak pada koloni semut yang bersarang pada umbi sehingga terbentuk lubang lubang atau labirin. Di habitat aslinya, sarang semut dihuni oleh ratusan 7 Universitas Sumatera Utara semut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Zoologi mengidentifikasi semut di dalam labirin adalah jenis Ochetellus sp. Simbiosis mutualisme terjadi diantara semut dan Myrmecodia. Semut akan melindungi Myrmecodia dari herbivora dan predator lain dan Myrmecodia menjadi rumah yang nyaman sekaligus menyediakan sumber pakan untuk kelangsungan hidup koloni semut (Muhammad, 2011). b. Batang Tumbuhan sarang semut memiliki satu cabang, jarang bercabang. Batangnya tebal dan ruasnya pendek, berwarna coklat muda hingga abu abu. c. Daun Daun sarang semut tunggal, bertangkai, tersusun menyebar namun lebih banyak terkumpul diujung batang, dan berwarna hijau. Berbentuk jorong, panjang 20 - 40 cm, lebar 5 - 7 cm. Helaian agak tebal, lunak dengan ujung tumpul dan pangkal meruncing. Bagian tepi rata, permukaan halus, dan tulang daun berwarna merah (Florentinus, 2013). d. Bunga Pembungaan dimulai sejak terbentuknya beberapa ruas (internodal) pada batangnya dan ada pada tiap nodus (buku), bunga berwarna putih. Sarang semut adalah tumbuhan yang melakukan penyerbukan sendiri (Muhammad, 2011). 8 Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Sistematika tumbuhan Menurut Tjitrosoepomo (2005) sistematika tumbuhan sarang semut adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rubiales Family : Rubiaceae Genus : Myrmecodia Species : Myrmecodia tuberosa Jack. 2.1.3 Nama daerah Di Indonesia, namanya berbeda - beda. Di Papua, sarang semut disebut sebagai nongon. Di Jawa dikenal sebagai urek - urek polo. Sedangkan di Sumatera disebut kepala beruk dan rumah semut. 2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan Kandungan kimia dari sarang semut antara lain flavonoid, tanin, polifenol, tokoferol, mineral - mineral lainnya seperti kalsium, besi, fosfor, natrium, kalium, seng, magnesium (Muhammad, 2011). 2.1.5 Manfaat tumbuhan Sarang semut selain mampu mencegah dan mengobati kanker juga efektif membantu penyembuhan penyakit gangguan jantung, ambien (wasir), rematik, stroke, maag, gangguan fungsi, prostat, pegal linu, melancarkan ASI, migren, melancarkan pembuluh darah, lever, memulihkan gairah seksual, 9 Universitas Sumatera Utara mampu menghambat enzim xantin oksidan yang memicu asam urat dan radikal bebas (florentinus, 2013). 2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Ditjen POM, 2000). 2.2.2 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Ditjen POM, 2000). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain - lain. Diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000). 10 Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Metode - metode ekstraksi Menurut Ditjen POM (2000) metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara yaitu: a. Cara dingin, yaitu: 1. Maserasi, adalah proses pengektraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus - menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. 2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak) terus - menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan. b. Cara panas 1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 - 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 11 Universitas Sumatera Utara 2. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50°C. 4. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 - 98°C) selama waktu tertentu (15 - 20 menit). 5. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 (menit) dan temperatur sampai titik didih air. 2.3 Uraian Farmakologi Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan dipersiapkan untuk diserap oleh tubuh melalui proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair mulai dari mulut (oris) sampai anus (Syaifuddin, 2006). Saluran pencernaan terdiri dari: 2.3.1 Mulut Mulut merupakan jalan masuk yang dilalui makanan pertama kali pada sistem pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan (Tarwoto dkk., 2009). 12 Universitas Sumatera Utara 2.3.2 Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit yang merupakan pertahanan tubuh terhadap infeksi (Tarwoto dkk., 2009). 2.3.3 Esofagus Esofagus merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang ± 25 cm dan berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk seperti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung. Fungsi esofagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esofagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung (Tarwoto dkk., 2009). 2.3.4 Lambung Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Fungsi lambung adalah menerima makanan dari esofagus dan bekerja sebagai penimbun sementara, sedangkan kontraksi otot mencampur makanan dengan getah lambung (Handoyo, 2008). 2.3.5 Usus halus Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya sekitar 3 m dengan lebar 2,5 cm, walaupun tiap orang memiliki ukuran yang berbeda beda, dan merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan (Syaifuddin, 2006). 13 Universitas Sumatera Utara Usus halus sering disebut dengan usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika dibandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum disebut usus 12 jari panjangnya ± 25 cm, jejunum panjangnya ± 2,5 m, serta ileum panjangnya ± 3,6 m (Tarwoto dkk., 2009). Fungsi dari usus halus adalah menerima zat - zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler - kapiler darah dan saluran - saluran limfe, menyerap protein dalam bentuk asam amino, serta karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida (Syaifuddin, 2006). 2.3.6 Usus besar Panjang usus besar ± 180 cm dan terdiri atas sekum, apendiks, kolon, rektum, dan anus. Bahan makanan masuk dalam sekum masih setengah cair, kemudian dalam kolon menjadi setengah padat. Fungsi usus besar adalah absorpsi cairan, mensekresi mukus (lendir), dan berfungsi sebagai pelumas. Pelumasan ini penting karena cairan diabsorpsi dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak mukosa menjadi lebih besar (Tambayong, 2001). 2.4 Definisi Diare Diare adalah defekasi yang sering dalam sehari dengan feses yang lembek atau cair, terjadi karena chymus yang melewati usus kecil dengan cepat, kemudian feses melewati usus besar dengan cepat sehingga tidak cukup waktu untuk absorpsi, hal ini menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Pada orang yang sehat, makanan dicerna hingga menjadi bubur 14 Universitas Sumatera Utara (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim - enzim. Setelah terjadi proses resorpsi, sisa chymus yang terdiri atas 90% air dan sisa - sisa makanan yang sulit dicernakan didorong masuk ke usus besar. Dengan bantuan bakteri pengurai yang terdapat diusus besar sebagian besar sisa makanan masih dapat diserap dan air diresorpsi kembali. Dengan demikian, lambat laun isi usus menjadi suatu massa yang lebih padat (Endang dan Puspadewi, 2012). 2.4.1 Klasifikasi diare Berdasarkan lama waktu diare menurut Sudoyo, dkk (2009) diare dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Diare akut Adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat - obatan dan lain - lain. b. Diare kronis Adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare kronis terjadi pada tumor dan penyakit - penyakit usus beradang kronis. Berdasarkan penyebab terjadinya diare menurut Sundari, dkk (2001) diare dibagi menjadi dua kelompok yaitu: a. Diare tidak bersifat langsung Disebabkan karena higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang baik, lingkungan hidup yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini sangat ditentukan oleh sosial ekonomi masyarakat. 15 Universitas Sumatera Utara b. Diare yang bersifat langsung Dapat dibagi atas: 1. Infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit. 2. Rangsangan zat atau makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan seperti keracunan makanan, alergi makanan tertentu. 3. Melabsorpsi atau gangguan absorpsi makanan (Sundari, dkk., 2001). 2.4.2 Pengobatan diare Pengobatan diare secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu: a. Pengobatan simtomatik Dimana daya kerja obat mengurangi peristaltik usus atau memproteksi usus, menciutkan lapisan permukaan usus (adstringensia) dan zat - zat yang dapat menyerap racun yang dihasilkan oleh bakteri (adsorben) (Sundari, dkk., 2001). b. Pengobatan kausatif Dimana bakteri yang menjadi penyebab diare dimatikan dengan zat antibakteri. 2.4.3 Obat - obat diare Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah: a. Kemoterapeutika Untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon. b. Obstipansia Untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa 16 Universitas Sumatera Utara cara yakni: 1. Zat - zat penekan peristaltik sehingga memberikan banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidnya, derivat - derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergika (atropin, ekstrak belladona). 2. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin dan tanalbumin, garam - garam bismut dan aluminium). 3. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zat - zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang berasal dari makanan (udang, ikan). 4. Spasmolitika, yakni zat - zat yang dapat melepaskan kejang - kejang otot yang mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin, dan oksifenonium (Tan dan Rahadja, 2007). 2.5 Loperamid Hidrokloridum Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang 2 - 3 kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga tidak mengakibatkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi - sekresi dari sel - sel mukosa, yaitu memulihkan sel - sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tan dan Rahardja, 2007). Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna melalui efek pada otot sirkular dan longitudinal usus. Efek samping yang paling umum ditimbulkan adalah kram abdomen. Dosis lazim 4 - 8 mg per hari, dosis 17 Universitas Sumatera Utara hariannya tidak boleh melebihi 16 mg (Goodman dan Gilman’s, 2012). 2.6 Metode - Metode Pengujian Antidiare Aktivitas antidiare ditujukan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses. Ada dua metode uji yang bisa digunakan, yaitu metode intestinal transit dan metode proteksi terhadap diare yang disebabkan oleh oleum ricini. a. Metode intestinal transit Metode intestinal transit dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit dan tikus. Obat antidiare akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia dan obat antispasmodik akan memperbesar rasio ini dibandingkan rasio hewan tanpa perlakuan. Sampel, penginduksi diare dan norit diberikan pada hewan uji. Kemudian dalam rentang waktu tertentu hewan dikorbankan, diukur panjang usus keseluruhan. Hitung persen lintasan norit dengan cara membandingkan panjang lintasan norit dengan panjang usus. Jika persen yang didapat lebih kecil dari kontrol bahwa dapat disimpulkan sampel uji memiliki efek antidiare (KKIPM, 1993). b. Metode proteksi terhadap diare oleh oleum ricini Kandungan utama dari oleum ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas 18 Universitas Sumatera Utara menjadi gliserida dan asam risinoleat. Sehingga surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus, sehingga berkhasiat sebagai laksansia berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan melindungi hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan oleum ricini tersebut (KKIPM, 1993). 19 Universitas Sumatera Utara