Sarang Semut Asli Dari Papua Bikin Sel Kanker dan Tumor Cabut / Lenyap. Natural Healing Tue, 02 Sep 2008 15:00:00 WIB Secara turun-temurun sarang semut dimanfaatkan sebagai bahan baku ramuan oleh masyarakat pedalaman di bagian barat Wamena, Papua, seperti suku Bogondini dan Tolikara. Mereka menggunakannya untuk meredakan rematik dan asam urat, jika ternak babi mereka sakit, juga diberi air rebusan sarang semut. Papua memang gudang sarang semut. Sarang semut yang dimaksud ini adalah nama sekelompok tumbuhan epifit yang menempel di pohon. Kelompok tumbuhan itu terdiri atas dua genus, yakni Myrmecodia dan Hydnophytum, dengan belasan spesies. Umbi kedua jenis tumbuhan itu menggelembung dipenuhi duri tajam. Di dalam umbi itu terdapat labirin-labirin yang dihuni semut dan cendawan. Daging umbi tanaman itulah yang diiris tipis-tipis kemudian dijemur, untuk dijadikan ramuan. Secara empiris, sarang semut tak hanya cespleng menyembuhkan tumor atau kanker tertentu. Penyakit2 lain yang terbukti bisa diatasi oleh kerabat kacapiring itu antara lain Bronkitis, Gangguan tekanan darah, Jantung, Stroke, Diabetes, Kolesterol, Tumor payudara, TBC, Prostat, Asam Urat, Rematik, dll. Tak heran, kini banyak orang mulai menyandarkan harapan kesembuhan pada sarang semut. Kaya flavonoid Kenyataan itu cukup beralasan, apalagi banyak peneliti dari Jepang telah membuktikannya melalui berbagai uji maupun kajian ilmiah. Dalam uji in vitro, anggota famili Rubiaceae itu memiliki peluang untuk menekan pertumbuhan sel kanker. Adalah Qui Kim Tran dari University National of Ho Chi Minh City dan koleganya, yakni Yasuhiro Tezuka, Yuko Harimaya, dan Arjun Hari Banskota yang meneliti keampuhan sarang semut. Qui mengambil by ki nam (sebutan di Vietnam) dari Tinh Bien di Provinsi Angiang dan Lamdong. Di negeri lumbung beras itu sarang semut secara tradisional dimanfaatkan untuk mengatasi beragam penyakit seperti diare, hepatitis, keputihan, malaria, dan rematik. Oleh para ahli itu, tumbuhan berbobot 2-3 kg tersebut diekstrak dengan berbagai pelarut, seperti air, metanol, dan campuran metanol-air. Mereka lantas menumbuhkan tiga sel kanker yang amat metastasis alias mudah menyebar ke bagian tubuh lain seperti kanker serviks, paru, dan usus. Masing-masing hasil ekstraksi itu diberikan kepada setiap sel kanker. Hasilnya menakjubkan, sarang semut mempunyai aktivitas antiproliferasi. Dalam dunia kedokteran, proliferasi berarti pertumbuhan sel yang amat cepat dan abnormal. Kanker memang berarti pertumbuhan sel yang cepat dan tak terkendali. Lantas, apa sebenarnya senyawa aktif yang dikandung sarang semut? Hasil uji yang dilakukan Dr. Muhammad Ahkam Subroto dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi, sarang semut mengandung flavonoid dan tanin. Bagi tubuh, flavonoid berfungsi sebagai antioksidan yang ampuh mencegah sekaligus mengatasi serangan kanker. Mekanisme kerja flavonoid dalam mengatasi kanker dengan menginaktifasi karsinogen, menghambat siklus sel, dan menginduksi apoptosis. Manfaat lain flavonoid adalah meningkatkan air susu ibu (ASI). Flavonoid diyakini mengandung hormon penting untuk merangsang dan melancarkan ASI. Selain itu, nongon (sebutan sarang semut di Lembah Baliem, Papua) juga mengandung tokoferol, zat mirip vitamin E yang berefek antioksidan efektif. Tokoferol mampu menangkal radikal bebas dan antikanker. Terbukti aman Riset ilmiah lain untuk menguji tingkat keamanan konsumsi sarang semut juga dilakukan Dr. Muhammad Ahkam Subroto. Ia memberikan ekstrak air tumbuhan obat itu kepada tiga kelompok mencit. Dua kelompok diberi sarang semut dengan dosis berlainan, sedang satu kelompok kontrol tidak diberi ekstrak. Setiap kelompok mencit terdiri atas 10 ekor, 5 jantan dan 5 betina berumur 3 bulan, berbobot 16 gram. Hasilnya, hingga hari kelima pemberian ekstrak sarang semut belum memengaruhi kinerja ginjal, hati, jantung, limpa, organ reproduksi, dan paru. Artinya, keenam organ itu masih berfungsi normal. Pada hari ke-12 organ mencit kelompok I dan II tak ada perubahan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, pada ginjal kelompok III terjadi degenerasi dan lisis pada sel epitel tubuli. Sementara itu, ginjal kelompok I dan II baru mengalami degenerasi pada hari ke19. Pada hari yang sama, hati semua kelompok melemak. Hanya dua organ itulah yang mengalami gangguan, sementara empat organ lain tetap berfungsi dengan baik. Yang menggembirakan, kerusakan ginjal dan hati bersifat reversibel alias pulih kembali pada hari ke-23. Itu berarti daya tahan sel sudah beradaptasi. Penelitian itu sekaligus membuktikan bahwa konsumsi 3 kali 1 sendok makan sarang semut per hari masih sangat aman. Saat ini di pasaran banyak dijual produk ramuan berbahan dasar sarang semut, biasanya dalam bentuk serbuk maupun kapsul. Sayang, harganya bagi sebagian besar orang, tidaklah murah. Serbuk sarang semut seberat 100 gram harganya berkisar 100 ribu rupiah. Dengan semakin banyaknya budi daya sarang semut, semoga harganya bisa makin terjangkau. Jangan Terlalu Lama Merebusnya Selain di Papua, rumah semut (sebutan di Semenanjung Malaysia) dapat dijumpai terutama di hutan-hutan dataran rendah, seperti di Pulau Siberut, Kalimantan, hingga Maluku. Berikut cara mengosumsi dan menyajikan sarang semut yang telah diolah menjadi serbuk: • Tuangkan satu sendok makan penuh bubuk sarang semut ke dalam panci stainless steel berisi air bersih kurang lebih setengah liter (2 gelas), lalu direbus. • Jangan terlalu lama merebus sarang semut, agar flavonoidnya tidak rusak. Perebusan pada suhu 90 derajat Celsius hanya boleh selama 15 menit. • Setelah mendidih, kecilkan api sambil diaduk sesekali selama kurang lebih 15 menit (2 gelas menjadi 1 gelas). • Biarkan hingga hangat atau dingin, kemudian saring dan minum (buang ampasnya). • Untuk pengobatan, minumlah secara teratur 2-3 gelas sehari. • Untuk pencegahan dan meningkatkan stamina, minumlah 1-2 gelas sehari. • Dosis untuk anak-anak usia dibawah 10 tahun, setengah dari takaran orang dewasa. • Pastikan setiap takaran hanya untuk satu kali pemakaian. Sebaiknya gunakan panci yang benar-benar bersih dan berbahan baku stainless steel bukan dari aluminium. Sumber: Senior