J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 J. Hort. 19(3):294-300, 2009 Respons Tanaman Mentimun terhadap Penggunaan Tanaman Penutup Tanah Kacang-kacangan dan Mulsa Jerami Sumarni, N., E. Sumiati, dan R. Rosliani Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391 Naskah diterima tanggal 8 Mei 2008 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 31 Oktober 2008 ABSTRAK. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, dari bulan JuliOktober 2004. Tujuan penelitian untuk mendapatkan jenis dan kerapatan tanaman penutup tanah dan mulsa organik paling baik untuk meningkatkan hasil mentimun dan kesuburan lahan Andisol, Lembang. Rancangan percobaan yang digunakan adalah strip plot design dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 2 faktor, yaitu mulsa organik (tanpa dan dengan mulsa jerami sebanyak 5 t/ha), serta jenis dan kerapatan tanaman penutup tanah (tanpa tanaman penutup tanah, kacang tanah dengan jarak tanam 50x30 cm, kacang tanah dengan jarak tanam 50x15 cm, kacang jogo dengan jarak tanam 50x30 cm, dan kacang jogo dengan jarak tanam 50x15 cm). Tanaman mentimun ditanam di antara 2 baris tanaman penutup tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tanaman penutup tanah dan mulsa jerami terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun. Mulsa jerami tidak nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun, sedangkan jenis dan kerapatan tanaman penutup tanah nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun. Kacang tanah tumbuh menutupi permukaan tanah lebih lambat daripada kacang jogo. Namun kacang tanah dengan kerapatan 50x30 cm merupakan tanaman penutup tanah yang paling baik karena menghasilkan sisa tanaman (bahan organik) lebih banyak dan tidak menurunkan pertumbuhan dan hasil mentimun. Pembenaman sisa tanaman penutup tanah dan mulsa organik 1 bulan setelah panen mentimun, banyak berpengaruh terhadap kesuburan kimia tanah Andisol. Katakunci: Cucumis sativus; Tanaman penutup tanah; Mulsa organik; Kesuburan tanah; Andisol; Hasil. ABSTRACT. Sumarni, N., E. Sumiati, and R. Rosliani. 2009. Responses of Cucumber to Application of Leguminosae Cover Crops and Rice Straw Mulch. The experiment was laid in a strip plot design with 3 replications. The research was aimed to find out kind and density of Leguminosae cover crops and rice straw mulch to improve soil fertility of Andisol soil Lembang and increase the yield of cucumber. The treatments consisted of 2 factors. The first factor was organic mulch viz: without mulch and with rice straw mulch (5 t/ha). The second factor was the combination of kinds and densities of cover crops, viz: without cover crop, peanut cover crop (50x30 cm), peanut cover crop (50x15 cm), red bean cover crop (50x30 cm), and red bean cover crop (50x15 cm). Cucumber were planted between 2 rows of cover crops. The results revealed that there were no interaction effect between cover crops and organic mulch on soil fertility and cucumber yield. Independently, plant growth and yield of cucumber were not affected by rice straw mulch. Whereas, kinds and densities of cover crops affected plant growth and yield of cucumber. Peanut grew slower than red bean in covering soil surface. However, peanut cover crops with 50 x 30 cm planting distance, was better than other treatments. It did not affect plant growth and cucumber yield, and it provided more plant residue (organic matter) on soil surface. Burrying the residues of cover crops and rice straw mulch 1 month after harvesting cucumber could improve chemical characteristics of Andisol soils. Keywords: Cucumis sativus; Cover crops; Organic mulch; Soil fertility; Andisol; Yield. Dalam usahatani sayuran yang berwawasan lingkungan dan berkesinambungan, lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang perlu dilestarikan. Setelah lahan diusahakan dalam jangka waktu beberapa tahun, produktivitasnya dapat menurun. Penyebab menurunnya produktivitas lahan, antara lain pengikisan lapisan atas tanah oleh aliran permukaan, pencucian hara, penurunan kandungan bahan organik tanah, pemadatan tanah, dan akumulasi senyawa toksik pada lapisan olah tanah, yang sebagian besar 294 disebabkan oleh pengolahan lahan yang intensif (Lal 1989). Tanaman penutup tanah dapat digunakan untuk memelihara atau memperbaiki produktivitas lahan. Tanaman penutup tanah dapat berfungsi sebagai mulsa hidup yang dapat mengurangi aliran permukaan dan pencucian hara, memelihara struktur tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan menambah kandungan bahan organik tanah. Melihat keuntungan dari penggunaan tanaman penutup tanah, tampaknya penggunaan tanaman Sumarni, N. et al.: Respons Tanaman Mentimun thd. Penggunaan Tanaman Penutup Tanah ... penutup tanah cocok diterapkan pada budidaya sayuran di dataran tinggi (tanah Andisol). Hal ini karena ada beberapa alasan, antara lain kebiasaan petani sayuran yang mengolah tanahnya sampai gembur dan bersih dari rerumputan (gulma) dapat memacu erosi tanah dan rusaknya struktur tanah (Wolf et al. 1995). Tanaman sayuran mengembalikan sedikit bahan organik dan meninggalkan sedikit sisa tanaman di permukaan untuk melindungi tanah dari erosi. Pada umumnya, tanaman sayuran termasuk pengguna unsur hara yang tidak efisien, sedangkan dosis pupuk yang diberikan seringkali melebihi kebutuhan tanaman. Bila tanaman tidak mampu menyerap semua pupuk yang diberikan (terutama N), biasanya terjadi pencucian nitrat dan menimbulkan pencemaran air bawah tanah oleh nitrat (Staver dan Brienfield 1990). Kelebihan unsur hara juga dapat hilang melalui denitrifikasi dan volatilisasi (Jackson et al. 1993, Shennan 1992). Dengan penanaman tanaman pupuk hijau atau leguminosa sebagai tanaman penutup tanah, dapat mengawetkan N (Ebelhart et al. 1994). Di Indonesia, penggunaan tanaman penutup tanah untuk penanaman sayuran belum banyak dilakukan petani. Salah satu sebabnya adalah jenis tanaman penutup tanah yang cocok untuk penanaman sayuran belum diketahui. Persyaratan penting yang harus dimiliki tanaman penutup tanah adalah mudah diperbanyak, mempunyai sistem perakaran yang tidak mengganggu tanaman pokok, pertumbuhannya cepat, tahan pangkas, dan dapat memfiksasi N bebas. Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan bahwa penggunaan tanaman ubi jalar sebagai tanaman penutup tanah dapat menekan laju erosi tetapi menurunkan hasil cabai dan mentimun, sedangkan penggunaan tanaman penutup tanah kacang jogo dan kacang tanah cukup baik untuk menekan erosi dan tidak menurunkan hasil cabai dan mentimun (Sumarni et al. 2000, Rosliani et al. 2002). Agar tanaman sayuran dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal serta tidak ada pengaruh antagonisme dari tanaman penutup tanah, maka perlu diketahui kerapatan tanaman penutup tanah yang tepat. Penggunaan mulsa organik, seperti jerami dan sisa-sisa tanaman, juga dapat menekan erosi, mengurangi pencucian hara, dan menambah kandungan bahan organik tanah. Penggunaan mulsa organik tersebut dapat meningkatkan hasil mentimun (Rosliani et al. 2002), hasil tomat (Sumarna dan Suwandi 1990), dan hasil kubis (Subhan dan Sumarna 1994). Atas dasar hal-hal tersebut, diharapkan kombinasi penggunaan tanaman penutup tanah kacang-kacangan (leguminosa) dan mulsa organik dapat memelihara kesuburan tanah dan meningkatkan hasil sayuran. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kerapatan tanaman penutup tanah dan mulsa organik yang paling baik untuk meningkatkan kesuburan tanah dan hasil sayuran mentimun. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang (1.250 m dpl) dengan jenis tanah Andisol, dari bulan Juli sampai Oktober 2004. Rancangan percobaan yang digunakan adalah strip plot design dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari: M=mulsa organik (m0=tanpa mulsa, dan m 1=mulsa jerami), dan P=tanaman penutup tanah (p0=tanpa penutup tanah, p1=kacang tanah dengan jarak tanam 50x30 cm, p2=kacang tanah dengan jarak tanam 50x15 cm, p3=kacang jogo dengan jarak tanam 50x30 cm, dan p4=kacang jogo dengan jarak tanam 50x15 cm). Luas petak-petak percobaan 3,6x3 m=10,8 m2, terdiri dari 3 bedengan dengan lebar tiap bedengan 1,2 m. Tiap bedengan ditanami 3 baris tanaman penutup tanah dan 2 baris tanaman mentimun varietas Venus. Tanaman mentimun ditanam dengan jarak tanam 50x50 cm di antara 2 baris tanaman penutup tanah. Waktu penanaman mentimun bersamaan dengan penanaman tanaman penutup tanah. Mulsa jerami diberikan pada waktu tanam sebanyak 5 t/ha. Untuk tanaman mentimun diberikan pemupukan sebanyak 20 t pupuk kandang/ha, 100 kg N/ha, 120 kg P2O5/ha, dan 100 kg K2O/ha. Pupuk kandang dan pupuk P diberikan sekaligus pada waktu tanam, sedangkan pupuk N dan K diberikan 2 kali pada umur 1 dan 4 minggu setelah tanam (MST). Peubah yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman mentimun, hasil buah mentimun, bobot segar tanaman penutup tanah, dan serapan hara NPK tanaman penutup tanah, serta sifat kimia 295 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 tanah. Data-data dianalisis dengan uji F dan uji Duncan pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman Penutup Tanah Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman penutup tanah menunjukkan bahwa kacang tanah tumbuh dan berkembang lebih lambat dibandingkan kacang jogo. Enam hari setelah tanam (HST), kacang tanah belum tumbuh, sedangkan kacang jogo sudah muncul di permukaan tanah. Pada Tabel 1, tampak pada umur 45 HST, kacang tanah mempunyai tinggi tanaman dan tajuk/kanopi tanaman yang lebih rendah daripada kacang jogo. Pada umur 90 HST, kacang tanah baru membentuk polong dan daun-daunnya masih tampak hijau, sementara itu kacang jogo sudah dapat dipanen polongnya dan daun-daunnya sudah menguning. Kerapatan tanaman penutup tanah dan mulsa jerami nampak tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kedua tanaman penutup tanah tersebut. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kacang tanah sebagai tanaman penutup tanah, lebih lambat dalam menutupi permukaan tanah, namun dapat lebih lama menutupi permukaan tanah dibandingkan kacang jogo. Baik kacang tanah maupun kacang jogo dibenamkan ke dalam tanah pada umur 90 HST bersamaan dengan waktu panen terakhir mentimun (tanaman utama). Kacang tanah meninggalkan sisa tanaman (batang + daun) di atas permukaan tanah lebih banyak daripada kacang jogo. Hal itu terlihat dari hasil bobot segar sisa tanaman dan bobot kering sisa tanaman kacang tanah yang lebih tinggi daripada kacang jogo (Tabel 1). Banyaknya sisa tanaman yang dihasilkan kedua tanaman penutup tanah tersebut, bergantung pada jarak tanam. Pada jarak tanam yang lebih rapat, sisa tanaman yang ditinggalkan di atas permukaan tanah lebih banyak (Tabel 1). Sisa tanaman penutup tanah yang diberikan di atas permukaan tanah mempunyai peranan penting dalam memelihara kesuburan tanah, karena dapat menambah kandungan bahan organik tanah dan Tabel 1. Pertumbuhan dan hasil polong tanaman penutup tanah (Growth and pod yield of cover crops) Perlakuan (Treatments) Tanpa mulsa (Without mulch) Kacang tanah (Peanut) 50x30 cm Kacang tanah (Peanut) 50x15 cm Kacang jogo (Red bean) 50x30 cm Kacang jogo (Red bean) 50x15 cm Mulsa jerami (Rice straw mulch) Kacang tanah (Peanut) 50x30 cm Kacang tanah (Peanut)50x15 cm Kacang jogo (Red bean) 50x30 cm Kacang jogo (Red bean) 50x15 cm 296 Tanaman (Plant) Bobot sisa tanaman (Weight of plant residues) Segar Kering (Fresh) (Dry) kg/10,8 m2 kg/10,8 m2 Bobot polong segar (Fresh weight of pod) kg/10,8 m2 Tinggi (Height) cm Kanopi (Canopy) cm 9,63 17,60 7,54 1,11 - 9,26 17,30 14,96 2,32 - 29,80 29,53 3,80 0,52 3,60 28,50 28,70 4,57 1,07 4,08 7,33 18,20 7,40 1,10 - 6,93 16,10 15,24 2,12 - 26,76 28,20 3,90 0,54 3,98 27,20 27,00 5,40 1,00 5,14 Sumarni, N. et al.: Respons Tanaman Mentimun thd. Penggunaan Tanaman Penutup Tanah ... memelihara struktur tanah (Sainyu dan Singh 1997), meningkatkan aktivitas biologi tanah (Wyland et al. 1994), menekan pertumbuhan gulma (Young 1998), dan mengurangi erosi tanah (Nelson et al. 1991). Unsur hara (N, P, dan K) yang terakumulasi atau diserap oleh tanaman penutup tanah kacang tanah juga lebih tinggi daripada kacang jogo (Tabel 2). Hal ini berhubungan erat dengan lebih tingginya hasil bobot kering sisa tanaman kacang tanah daripada sisa tanaman kacang jogo (Tabel 1). Bobot segar dan bobot kering tanaman kacang tanah lebih tinggi karena kacang tanah membentuk cabang dan daun lebih banyak, sedangkan kacang jogo membentuk sedikit cabang yang keras dan sedikit daun, sehingga bobot segar dan bobot kering tanaman rendah. Biasanya kelebihan pupuk (unsur hara) yang diberikan dapat hilang karena pencucian, denitrifikasi, dan volatilisasi. Dengan adanya tanaman leguminosae sebagai tanaman penutup tanah, dapat mengawetkan unsur hara, mendaur ulang unsur hara (Jackson et al. 1993), dan dapat memfiksasi N secara biologis (Hoyt dan Hargrove 1986). Griffen dan Hesteranan (1991) mendapatkan bahwa kandungan N tanaman leguminosae yang ditanam sebagai pupuk hijau, berkisar antara 33-238 kg/ha, dengan nilai penggantian pupuk rerata sebesar 100 kg/ha. Dalam percobaan ini, unsur hara yang terakumulasi pada tanaman kacang tanah sebagai tanaman penutup tanah, berkisar antara 26,0754,98 g N/10,8 m2 (setara 24,14-50,91 kg N/ha), 2,64-5,57 g P/10,8 m2 (setara 2,44-5,16 kg P/ha), dan 25,96-54,75 g K/10,8 m2 (setara 24,04-50,69 kg K/ha) (Tabel 2). Tanaman Mentimun Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun sebagai akibat penggunaan tanaman penutup tanah dan mulsa organik, disajikan dalam Tabel 3 dan 4. Tidak ada interaksi antara tanaman penutup tanah dan mulsa organik terhadap luas daun, bobot kering tanaman, serapan hara NPK, dan hasil mentimun. Artinya tanaman penutup tanah dan mulsa organik tidak saling memengaruhi terhadap pertumbuhan, serapan hara, dan hasil mentimun. Mulsa jerami tidak berpengaruh terhadap luas daun pada umur 45 HST, tetapi meningkatkan luas daun pada umur 75 HST (Tabel 3). Mulsa jerami juga tidak berpengaruh terhadap bobot kering tanaman (Tabel 3), serapan hara NPK, dan hasil mentimun (Tabel 2). Keuntungan mulsa jerami antara lain dapat menurunkan temperatur dan evaporasi (Vos 1994), sehingga kelembaban tanah terpelihara untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dengan terpeliharanya kelembaban tanah, tanaman dapat menyerap unsur hara dan berproduksi dengan baik. Akan tetapi mulsa jerami tidak selalu menyebabkan meningkatnya hasil tanaman (Tukey dan Schoff 1991, Midmore et al. 1986). Jenis dan kerapatan tanaman penutup tanah tidak berpengaruh terhadap luas daun mentimun pada umur 45 HST, tetapi berpengaruh pada umur 75 HST (Tabel 3). Tanaman penutup tanah kacang tanah dengan jarak tanam 50x30 cm ataupun 50x15 cm dan kacang jogo dengan jarak tanam 50x30 cm, tidak menyebabkan penurunan luas daun mentimun yang nyata, sedangkan tanaman penutup tanah dengan jarak tanam 50x15 cm (rapat) nyata menurunkan luas daun Tabel 2. Kandungan hara sisa tanaman penutup tanah (Nutrient content of plant residues) Perlakuan (Treatments) Tanpa mulsa (Without mulch) Kacang tanah (Peanut) 50x30 cm Kacang tanah (Peanut) 50x15 cm Kacang jogo (Red bean) 50x30 cm Kacang jogo (Red bean) 50x15 cm Mulsa jerami (Rice straw mulch) Kacang tanah (Peanut) 50x30 cm Kacang tanah (Peanut) 50x15 cm Kacang jogo (Red bean) 50x30 cm Kacang jogo (Red bean) 50x15 cm N P g/10,8 m2 K 26,31 54,98 14,20 29,21 2,66 5,57 4,94 1,82 26,20 54,75 12,27 25,25 26,07 50,24 14,74 27,70 2,64 5,09 0,94 1,80 25,96 50,03 12,74 23,60 297 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 Tabel 3. Pengaruh tanaman penutup tanah dan mulsa organik terhadap pertumbuhan tanaman mentimun (Effect of cover crops and organic mulch on plant growth of cucumber) Perlakuan (Treatments) Mulsa organik (Organic mulch) Tanpa mulsa (Without mulch) Mulsa jerami (Rice straw mulch) Tanaman penutup tanah (Cover crops) Kontrol (Control) Kacang tanah (Peanut) 50x30 cm Kacang tanah (Peanut) 50x15 cm Kacang jogo (Red bean) 50x30 cm Kacang jogo (Red bean) 50x15 cm KK (CV), % Luas daun per tanaman (Leaf area per plant) (cm2) 45 HST (DAP) 75 HST (DAP) 83,71 a 84,75 a 442,85 b 489,30 a Bobot kering tanaman (Dry weight of plant) g/tanaman (g/plant) 45 HST (DAP) 75 HST (DAP) 0,52 a 0,55 a 3,24 a 3,44 a 83,14 a 585,74 a 0,62 a 3,79 a 95,04 a 491,13 ab 0,54 ab 3,74 a 91,20 a 473,06 ab 0,58 ab 3,35 ab 87,83 a 432,64 ab 0,49 b 3,28 ab 64,16 a 347,12 b 0,42 b 2,5 b 22,94 20,58 31,89 31,12 Mtn(ns), Ptn(ns), Mtn(ns), Ptn(ns), Mtn(ns), Ptn(ns), Mtn(ns), Ptn(ns), MPtn(ns) MPtn(ns) MPtn(ns) MPtn(ns) HST (DAP) = Hari setelah tanam (Days after planting) M = Mulsa (Mulch) tn (ns) = Tidak nyata (Non significant) P = Pengolahan tanah (Soil cultivation) n (s) = Nyata (Significant) MP = Mulsa + pengolahan tanah (Mulch + soil cultivation) Tabel 4. Pengaruh tanaman penutup tanah dan mulsa organik terhadap serapan hara NPK dan hasil mentimun (Effect of cover crops and organic mulch on NPK uptake and yield of cucumber) Perlakuan (Treatments) Mulsa organik (Organic mulch) Tanpa mulsa (Without mulch) Mulsa jerami (Rice straw mulch) Tanaman penutup tanah (Cover crops) Kontrol (Control) Kacang tanah (Peanut) 50x30 cm Kacang tanah (Peanut) 50x15 cm Kacang jogo (Red bean) 50x30 cm Kacang jogo (Red bean) 50x15 cm KK (CV), % Serapan hara (Nutrient uptake) g/10,8 m2 N P K 4,59 a 5,04 a 0,45 a 0,48 a 4,74 a 5,25 a 3,66 a 3,72 a 5,76 a 5,19 ab 4,56 ab 4,95 ab 3,57 b 30,45 Mtn, Pn, MPtn 0,54 a 0,57 a 0,45 ab 0,48 ab 0,33 b 34,18 Mn, Pn, MPtn 6,66 a 5,74 ab 4,74 b 4,68 b 3,66 b 28,24 Mtn, Pn, MPtn 4,42 a 4,41 a 3,35 ab 3,06 b 2,93 b 30,66 Mtn, Pn, MPtn mentimun (Tabel 3). Hal ini karena pada jarak tanam yang rapat terjadi persaingan antartanaman penutup tanah dan mentimun, terutama dalam mendapatkan sinar matahari. Jenis dan kerapatan tanaman penutup tanah berpengaruh terhadap bobot kering tanaman (Tabel 3), serapan hara NPK, dan hasil mentimun (Tabel 4). Pada umumnya tanaman penutup tanah kacang tanah dengan jarak tanam 50x30 cm dan 50x15 cm, tidak menurunkan bobot kering tanaman, serapan hara NPK, dan hasil mentimun secara nyata. Ini berarti pertumbuhan dan perkembangan 298 Hasil (Yield) kg/10,8 m2 tanaman kacang tanah sebagai tanaman penutup tanah tidak menimbulkan persaingan yang berat dalam pengambilan cahaya, unsur hara, dan ruang dengan tanaman mentimun. Sebaliknya, tanaman penutup tanah kacang jogo terutama dengan jarak tanam rapat (50x15 cm), dapat menurunkan luas daun dan bobot kering tanaman (Tabel 3) serta serapan hara NPK dan hasil buah mentimun (Tabel 4). Hal ini karena kacang jogo tumbuh dan berkembang lebih cepat dari tanaman mentimun, sehingga menyaingi tanaman mentimun dalam pengambilan cahaya, Sumarni, N. et al.: Respons Tanaman Mentimun thd. Penggunaan Tanaman Penutup Tanah ... Tabel 5. Sifat kimia tanah sebelum dan sesudah percobaan (Soil chemical characteristics before and after experiment) Awal percobaan (Before experiment) Sesudah percobaan (After experiment) * m0p0 p1 p2 p3 p4 m1p0 p1 p2 p3 p4 pH (H2O) C-org % N-total % C/ N P-Bray ppm Ca 4,9 5,98 0,62 10 7,3 4,7 5,0 4,9 4,8 5,0 5,2 5,1 5,0 5,0 5,0 6,83 7,04 8,30 6,70 6,77 8,00 7,38 7,31 7,33 6,98 0,56 0,54 0,58 0,58 0,60 0,64 0,62 0,65 0,60 0,56 12 13 14 12 11 13 12 11 12 12 4,1 3,9 3,1 3,0 3,1 2,5 3,1 4,3 4,5 4,0 Mg KTK KB % 1,56 K Na Me/100 g 0,28 0,18 0,15 26,49 8 1,43 1,34 1,25 1,31 1,53 1,69 1,73 1,69 1,62 1,91 0,33 0,31 0,31 0,29 0,35 0,37 0,34 0,31 0,37 0,35 19,57 18,84 23,28 25,04 20,67 22,82 21,29 22,30 20,09 9,36 11 12 9 10 12 13 13 11 14 15 0,37 0,41 0,37 0,59 0,33 0,55 0,47 0,35 0,51 0,48 0,12 0,18 0,13 0,25 0,19 0,27 0,23 0,19 0,28 0,23 * Sesudah tanaman penutup tanah dibenamkan ke dalam tanah (After cover crops burried in the soil) air, unsur hara, dan ruang. Akibatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman mentimun menjadi terhambat. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya di dataran medium Samarang, Garut, (Rosliani et al. 2002) di mana pertumbuhan tanaman kacang jogo (jarak tanam 70x40 cm) sebagai tanaman penutup tanah tidak terlalu subur, sehingga tidak menghambat pertumbuhan tanaman dan mengurangi hasil mentimun. Sifat Kimia Tanah Hasil analisis tanah awal (sebelum percobaan) menunjukkan bahwa tanah Andisol Lembang mempunyai derajat kemasaman sangat rendah, kandungan bahan organik sangat tinggi, namun miskin unsur hara P, K, Ca, dan Mg. Kapasitas tukar kation (KTK) tinggi dan kejenuhan basa (KB) sangat rendah (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kompleks pertukaran didominasi oleh Al atau Fe yang merupakan ciri khas tanah-tanah masam. Setelah 1 bulan pembenaman sisa mulsa jerami dan tanaman penutup tanah (akhir percobaan), pH tanah tidak banyak mengalami perubahan, kandungan bahan organik meningkat, namun KTK menurun. Ini berarti sisa mulsa jerami dan tanaman penutup tanah dalam waktu 1 bulan belum melapuk sempurna menjadi humus. Kejenuhan basa meningkat namun masih tergolong sangat rendah (Tabel 5). Menurut Bohn et al. (1979) pupuk hijau yang telah melapuk menjadi humus akan meningkatkan KTK, karena humus mempunyai gugus-gugus fungsional yang sangat efektif. Dari hasil analisis tanah, ternyata penggunaan tanaman penutup tanah dan mulsa organik, walaupun meningkatkan kandungan bahan organik tanah, namun tidak banyak mengubah sifat-sifat kimia tanah lainnya. Hal ini mungkin karena proses dekomposisi bahan organik di dataran tinggi Lembang berjalan lambat. KESIMPULAN 1. Tidak ada interaksi antara tanaman penutup tanah dan mulsa organik terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun. 2. Mulsa organik (jerami) tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun, sedangkan jenis dan kerapatan tanaman penutup tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun. 3. Kacang tanah sebagai tanaman penutup tanah tumbuh dan berkembang lebih lambat daripada kacang jogo. Namun kacang tanah dengan kerapatan tanaman 50x30 cm merupakan tanaman penutup tanah yang lebih baik karena menghasilkan sisa tanaman (bahan organik) yang lebih banyak dan tidak menurunkan pertumbuhan dan hasil mentimun. 4. Pembenaman sisa-sisa tanaman penutup tanah dan mulsa jerami tidak berpengaruh terhadap kesuburan kimia tanah Andisol, karena proses 299 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 dekomposisi bahan organik di dataran tinggi berjalan lambat. 5. Kacang tanah lebih baik dari kacang jogo untuk digunakan sebagai tanaman penutup tanah, karena kacang tanah tidak menurunkan hasil mentimun, sedangkan kacang jogo menurunkan hasil mentimun. SARAN Tanaman kacang jogo disarankan untuk tidak digunakan sebagai tanaman penutup tanah. PUSTAKA 1. Bohn, H.L., B.L. Mc. Neal, and B.A. O’ Connor’s. 1979. Soil Chemistry. A. Willey - Interscience. Publ. John Willey & Sons. New York. Chichester, Brisbone. Toronto. 2. Ebelhart, S.A., W.W. Fry, and R.L. Blevin. 1994. Nitrogen from Legum Cover Crops for No-tillage Corn. Agron. J. 76:51-55. 3. Griffen, T.S. and O.B. Hesterman. 1991. Potato Response to Legume and Fertilizer Nitrogen Sources. Agron. J. 83:1004-1012. 4. Hoyt, G.D. and W.L. Hargrove. 1986. Legume Cover Crops for Improving Crop and Soil Management in the Southern United States. HortSci. 21:397-402. 5. Jackson, L.E., L.I. Wyland, and L.J. Stivers. 1993. Winter Cover Crops to Minimize Nitrate Losses in Intensive Lettuce Production. Cambridge. J.Agr.Sci. 121:55-62. 6. Lal, R. 1989. Conservation Tillage for Sustainable Agriculture Tropics Versus Temperate Environment. Adv. in Agron. 42:85-197. 7. Midmore, D.J., D. Berrios, and J. Roca. 1986. Potato (Solanum spp.) in the Hot Tropics. Soil Temperature and Moisture Modification by Mulch in Controlling Environment. Field. Crop. Research. 15:97-108. 8. Nelson, W.A., B.A. Kahn, and B.W. Roberts. 1991. Screening Cover Crops for Use in Conservation Tillage System for Vegetables Following Spring Plowing. HortSci. 26:860-862. 300 9. Rosliani, R., N. Nurtika, dan Y. Hilman. 2002. Pengaruh Penutup Tanah dan Mulsa Limbah Organik terhadap Produksi Mentimun dan Erosi Tanah. J.Hort. 12(2) : 81-87. 10. Sainyu, U.M. and B.P. Singh. 1997. Winter Cover Crops for Sustainable Agricultural Systems. Influence on Soil Properties, Water Quality and Yield. HortSci. 32:21-28. 11. Shennan, C. 1992. Cover Crops, Nitrogen Cycling and Soil Properties in Semi-innigated Vegetable Production Systems. HortSci. 27:749-754. 12. Staver, K.W. and R.B. Brinsfield. 1990. Pattern of Soil Nitrate Availability in Corn Production Systems. Implications Reducing Ground Water Contamination. J.Soil and Water. Conserv. 45:318-332. 13. Subhan dan A. Sumarna. 1994. Pengaruh Dosis Fosfat dan Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kubis (Brassica oleracea var. Capitata L. cv. Gloria ocena). Bul.Penel. Hort. XXVII(1):1-11. 14. Sumarna, A. dan Suwandi. 1990. Penggunaan Turus dan Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat. Bul.Penel. Hort. 28(1):74-80. 15. Sumarni, N., A. Hidayat, dan Y. Hilman. 2000. Pengaruh Tanaman Penutup Tanah dan Mulsa Organik terhadap Hasil Cabai. Laporan Hasil Penelitian, Balitsa, Lembang. Hlm. 1-8. 16. Tukey, R.B. and E.L. Schoff. 1991. Influence of Different Mulching Materials Upon the Environment. J. Amer. Soc. HortSci. 82:68-76. 17. Vos, J.G.M. 1994. Integrated Crop Management of Hot Pepper (Capsicum annuum L.) in Tropical Lowland. 95109 pp. 18. Wyland, L.J., L.E. Jackson, and K.F. Schulbach. 1995. Soil-plant Dynamics Following Indorporation of a Milane Cereal Rye Cover Crop in a Lettuce Production Systems. J.Agr.Sci. 124:17-25. 19. Wolf, D.W., D.T. Topoleski, N.A. Gundershein, and B.A. Ingall. 1995. Growth and Yield Sensitivity of Four Vegetable Crop to Soil Compaction. J.Amer.Soc.Hort. Sci. 120:956-963. 20. Young, Lydia Stivers. 1998. Growth, Nitrogen Accumulation and Weed Supression by Fall Cover Crops Following Ecoly Harvest or Vegetables. HortSci. 33(1): 60-68.