BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara

advertisement
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Kepribadian
Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen,
dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi
perilaku seseorang (Feist & Feist, 2006).
Menurut Allport kepribadian bersifat fisik sekaligus psikologis, yang mencakup
perilaku tampak dan pikiran yang terungkap. Kepribadian bukan hanya sesuatu, tetapi
juga melakukan sesuatu. Kepribadian merupakan substansi sekaligus perubahan, produk
sekaligus proses, dan struktur sekaligus pertumbuhan (Feist & Feist, 2006).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu
pola watak yang relatif permanen, sebuah karakter unik yang membuat perilaku
seseorang menjadi khas.
2.2 Trait
Allport membedakan trait menjadi dua bagian, yaitu sifat dan personal
disposition. Sifat di definisikan sebagai struktur neuropsikis yang memiliki kapasitas
untuk menjadikan banyak stimulus ekuivalen secara fungsional, dan memulai serta
membimbing bentuk-bentuk tingkah laku adaptif dan ekspresif yang ekuivalen (yang
konsisten dari segi maknanya). Sedangkan personal disposition didefinisikan sebagai
struktur neuropsikis umum (yang khas bagi individu) yang sanggup mengubah banyak
stimulus ekuivalen secara fungsional, sekaligus menginisiatifkan dan menuntun bentukbentuk (ekuivalen) perilaku adaptif dan gaya pribadi secara konsisten (Hall & Lindzey,
1993).
Menurut Cattel, sifat (trait) adalah suatu “struktur mental”, suatu penyimpulan
yang didasarkan pada tingkah laku yang dapat diobservasi untuk menjelaskan
keteraturan atau regularitas dan ketetapan atau konsistensi dalam tingkah laku (Hall &
Lindzey, 1993).
Dari pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa trait (sifat)
merupakan struktur neuropsikis yang membimbing orang untuk bertingkah laku yang
konsisten. Berupa sruktur mental, diambil dari tingkah laku yang dapat diamati untuk
menunjukkan keajegan dan ketetapan dalam tingkah laku tersebut.
2.3 Definisi Ekstrovert dan Introvert
Carl Jung mendeskripsikan dua sikap utama sebagai tambahan dari empat fungsi
pikiran (sensing, thinking, feeling, dan intuiting) yaitu ekstrovert dan introvert.
Menurutnya, orang ekstrovert mengarahkan libidonya (energi psikis) pada hal-hal
diluar dirinya, sedangkan orang introvert lebih berfokus pada diri. Seorang ekstrovert
terkait dengan orientasi terhadap hal di luar diri seseorang, lain dengan seorang
introvert yang cenderung berfokus pada pikiran dan eksplorasi perasaan dan
pengalaman diri sendiri. Jung berpendapat bahwa keduanya memiliki kecenderungan,
baik ekstrovert atau introvert, tetapi salah satunya lebih dominan (Friedman &
Schustack, 2008).
Jung berpendapat bahwa introvert adalah membalikkan energi psikis kedalam
sebuah
orientasi
terhadap
subjektivitas.
Orang-orang
yang
introvert
selalu
mendengarkan perasaan batinnya, dan mempunyai persepsi sendiri. Mereka tetap
bersentuhan dengan dunia luar, namun mereka lebih selektif untuk memilih dunia
mana yang tepat dan di dasarkan pada pandangan subjektif mereka. Sedangkan
ekstrovert adalah sikap yang mengarahkan energi psikis keluar sehingga seseorang
diorientasikan menuju sesuatu yang objektif, dan menjauh dari yang subjektif. Orangorang yang ekstrovert lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka
daripada dunia batin mereka sendiri. Mereka cenderung fokus kepada sikap objektif
dan merepresi sikap subjektifnya (Feist & Feist, 2006).
Menurut Jung (dalam Suryabrata, 2002) yang pertama kali mengembangkan
konsep ekstrovert dan introvert, Jung melihat kedua hal ini sebagai perbedaan aspek
sikap yang dimiliki oleh setiap manusia dalam kepribadiannya. Menurut Jung
ekstrovert merupakan individu yang dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu segala
sesuatu yang berasal dari luar dirinya. Sedangkan introvert merupakan individu yang
dipengaruhi oleh dunia subjektif, yaitu segala sesuatu yang berasal dari dalam dirinya.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa seorang
ekstrovert adalah seorang lebih memandang ke dunia luar daripada batinnya. Sedangkan
seorang yang introvert lebih berfokus pada diri cenderung selalu mendengarkan perasaan
batinnya.
2.3.1 Karakteristik Ekstrovert dan Introvert
Menurut Hedges (1993) yang mengembangkan teori Jung menyatakan
bahwa terdapat perbedaan karakteristik yang kompleks antara seorang dengan
tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, antara lain:
Karakteristik tipe kepribadian ekstrovert:
1. Perhatiannya tertuju pada dunia diluar dirinya
2. Mendapatkan energi melalui orang lain
3. Menyaring isi pikiran, perasaan dan ide dari orang lain
4. Cenderung berkomunikasi secara lisan
5. Berbicara terlebih dahulu baru berpikir
6. Ekspresif dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru
7. Terbuka dan suka berteman
8. Tidak canggung dan ramah
9. Suka bekerja sama dengan orang lain
Karakteristik tipe kepribadian introvert:
1.
Perhatiannya tertuju pada dunia dalam dirinya
2. Mendapatkan energi dari dalam dirinya
3. Menyaring ide dan isi pikiran dari dalam diri
4. Cenderung berkomunikasi secara tulisan
5. Berpikir terlebih dahulu baru berbicara
6. Mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain
7. Mempunyai sifat tertutup
8. Sulit beradaptasi dengan lingkungan baru
9. Lebih senang bekerja sendiri.
2.4 Definisi Perilaku Asertif
Asertivitas merupakan sikap dimana seseorang mengungkapkan pikiran perasaan
dan keyakinan dengan cara yang langsung, jujur, dan tepat tanpa melupakan penghormatan
terhadap hak-hak orang lain. Ada beberapa kunci dari asertif. Pertama, seorang yang asertif
dapat mengungkapkan bahwa mereka memiliki hak-hak yang harus di hormati oleh orang
lain, dengan cara mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya. Kedua, komunikasi yang
langsung, jujur, dan terbuka, di mana ada rasa saling menghormati antara hak pribadi dan
hak orang lain (Hartley, 1991).
Menurut Rathus dan Nevid (1983) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan
keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiranpikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaanpermintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada
suatu kelompok.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa asertivitas merupakan sikap
dimana seseorang mengungkapkan pikiran perasaan dan keyakinan dengan cara yang
langsung, jujur, dan tepat tanpa mengganggu hak orang lain. Seorang yang asertif
mempunyai keberanian dalam menyatakan pendapat, dan dilandasi oleh self-confidance
(percaya diri) yang tinggi.
2.4.1 Aspek Perilaku Asertif
Menurut Eisler, Miller, Hersen, Johnson, & Pinkton (dalam Martin &
Poland, 1980) terdapat aspek-aspek perilaku asertif, diantaranya:
1. Compliance
Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak
sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah
keberanian seseorang untuk mengatakan “tidak” pada orang lain jika
memang itu tidak sesuai dengan keinginannya.
2. Duration of Reply
Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa
yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk
(dalam Martin & Poland, 1980) menemukan bahwa orang yang tingkat
asertifnya tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti lamanya
waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada orang yang tingkat
asertifnya rendah.
3. Loudness
Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama
seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan
cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain
4. Request for New Behavior
Meminta munculnya perilaku
yang baru pada orang lain,
mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran
pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang kita
inginkan.
5. Affect
Afek berarti emosi, ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi
maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih
asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak
berupa respon yang monoton ataupun respon yang emosional.
6. Latency of Response
Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita
untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat
sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat
jeda.
7. Non Verbal Behavior
Komponen-komponen non verbal dari asertivitas antara lain:
a. Kontak Mata
Secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak
bicara maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga
akan meningkatkan efektifitas pesan. Akan tetapi jangan pula
sampai terlalu membelalak ataupun juga menundukkan kepala.
b. Ekspresi Muka
Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah
yang sesuai dengan pesan yang disampaikan. Misalnya, pesan
kemarahan akan disampaikan secara langsung tanpa senyuman,
ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah senang.
c. Jarak Fisik
Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak yang
sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapat mengganggu orang lain
dan terlihat seperti menantang, sementara terlalu jauh akan
membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari
perkataan kita.
d. Sikap Badan
Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang
lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan
yang tidak tegak dan terlihat malas-malasan akan membuat orang
lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri dari masalah.
e. Isyarat Tubuh
Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang
sesuai dapat menambah keterbukaan, rasa percaya diri dan
memberikan penekanan pada apa yang kita katakan, misalnya
dengan mengarahkan tangan ke luar. Sementara yang lain dapat
mengurangi, seperti menggaruk leher, dan menggosok-gosok
mata.
2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Menurut Rathus dan Nevid (1983), terdapat 6 faktor yang
mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu:
a) Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif
seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan
dengan laki-laki.
b) Self esteem
Keyakinan
seseorang
turut
mempengaruhi
kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan
lingkungan. Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi
memiliki kekhawatiran sosial yang rendah sehingga mampu
mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan
orang lain dan diri sendiri.
c) Kebudayaan
Tuntutan
lingkungan
menentukan
batas-batas
perilaku, dimana batas-batas perilaku itu sesuai dengan usia,
jenis kelamin, dan status sosial seseorang
d) Tingkat Pendidikan
Semakin
semakin
luas
tinggi
wawasan
tingkat
pendidikan
berpikir
sehingga
seseorang,
memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih
terbuka.
e) Tipe Kepribadian
Dalam situasi yang sama tidak semua individu
memberikan respon yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh tipe
kepribadian seseorang. Dengan tipe kepribadian tertentu
seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu
dengan tipe kepribadian lain.
f) Situasi tertentu Lingkungan sekitarnya
Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi
dan situasi dalam arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan
dan bawahan. Situasi dalam kehidupan tertentu akan
dikhawatirkan menggangu.
Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku asertif
adalah jenis kelamin, harga diri (self esteem), kebudayaan, tingkat
pendidikan, tipe kepribadian dan situasi lingkungan.
2.5 Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Ekstrovert dan introvert
Siswa – siswi Pesantren X Bogor
a. Muhadharah
b. Jurnalistik
Perilaku
asertif
Menurut Erikson (Feist & Feist, 2006) remaja berada pada fase identity versus
identity confusion. Mereka akan mengeksplorasi diri untuk menentukan identitas dirinya.
Ketika remaja tidak mampu untuk konsisten terhadap suatu peran, ia akan mengalami
kebingungan peran. Kebingungan peran ini berpotensi membuat remaja melakukan hal-hal
negatif misalnya kenakalan remaja. Menurut Nunally dan hawari (dalam Marini &
Andriani, 2005) kepribadian yang lemah merupakan penyebab remaja terjerumus ke hal-hal
negatif. Dimana kepribadian yang lemah itu erat kaitannya dengan asertivitas (Marini &
Andriani, 2005).
Sehingga diperlukan suatu pengembangan kepribadian pada remaja. Seperti
perilaku asertif, menjadi perhatian bagi sekolah khususnya Pesantren. Menurut Feisal
(1995) sekolah yang bersifat keagamaan seperti pesantren mempunyai tujuan untuk
pengembangan kepribadian. Salah satu pesantren yang memperhatikan pengembangan diri
siswanya adalah Pesantren X di Bogor, dengan menerapkan kegiatan Muhadharah dan
Jurnalistik (Widiarti, 2013).
Menurut Eisler, Miller, Hersen, Johnson, & Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980)
perilaku asertif memiliki aspek-aspek antara lain adalah compliance yaitu usaha untuk
menolak atau tidak sependapat dengan orang lain, bagaimana lamanya waktu untuk
mengatakan apa yang ingin dibicarakan (duration of reply), memiliki suara yang jelas dan
tepat saat berbicara (loudness), meminta mengungkapkan fakta atau pendapat pada orang
lain demi tercapainya suatu tujuan (request for new behavior), mempunyai nada berbicara
yang sesuai dan tidak emosional (affect), memberikan waktu atau jeda pada suatu
pembicaraan (latency of renponse), dan memiliki komponen-komponen non verbal
behavior seperti kontak mata, ekspresi muka, jarak fisik, sikap badan, dan isyarat tubuh.
Asertivitas dapat berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana salah
satunya adalah tipe kepribadian (Rathus & Nevid, 1983). Menurut Jung terdapat berbagai
tipe kepribadian, yang terbentuk dalam dua sikap, yaitu introvert dan ekstrovert (Feist &
Feist, 2006). Kepribadian ekstrovert sering diasosiasikan dengan perilaku asertif. Didukung
dengan hasil penelitian yang dilakukan Arfaniyah (2012) bahwa remaja dengan tipe
kepribadian ekstrovert lebih asertif dibanding remaja dengan tipe kepribadian introvert.
Salah satu ciri dari kepribadian ekstrovert tersebut sejalan dengan karakteristik asertif.
Menurut Eysenck (dalam Feist & Feist 2006) seorang dengan kepribadian ekstrovert adalah
seorang yang terbuka, sedangkan menurut Jay (2007) asertif dikarakteristikkan sebagai
seorang yang dapat mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jujur. Ketika seorang
dengan kepribadian ekstrovert yang terbuka, maka akan mudah baginya untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jujur.
Terdapat pula beberapa ciri kepribadian introvert yang sejalan dengan perilaku
asertif. Menurut Eysenck (dalam Feist & Feist 2006) seorang dengan kepribadian introvert
adalah seorang yang hati-hati dan mempunyai kontrol diri. Sedangkan menurut Jay (2007)
asertif di karakteristikan sebagai seorang yang mampu berbicara dengan tidak menyakiti
hati orang lain. Ketika seorang dengan kepribadian introvert yang berhati-hati dan
mempunyai kontrol diri, maka mereka akan mampu berbicara tanpa menyakiti hati orang
lain.
2.6 Hipotesis
Ha1 : Ada hubungan tipe kepribadian ekstrovert dengan perilaku asertif pada siswasiswi Pesantren X di Bogor.
Ha2 : Ada hubungan tipe kepribadian introvert dengan perilaku asertif pada siswasiswi Pesantren X di Bogor.
H01 : Tidak ada hubungan tipe kepribadian ekstrovert dengan perilaku asertif pada
siswa-siswi Pesantren X di Bogor.
H02 : Tidak ada hubungan tipe kepribadian introvert dengan perilaku asertif pada
siswa-siswi Pesantren X di Bogor.
Download