(S2): EPIDEMIOLOGI KUANTITATIF (S3) Proses Daur Infeksi Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 4. REFERENSI 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 5. PROPAGASI 3. KEGIATAN BELAJAR 6. PENDALAMAN MODUL 1. PENDAHULUAN terjadi epidemi penyakit di lapangan, patogen akan melakukan infeksi kejaringan melalui berbagai cara infeksi, ada yang tak langsung yakni melalui bagian tanaman yang terbuka seperti: luka, lubang alami (stomata, lenti sel, dan hidatoda), atau secara langsung dengan melalui jaringan penembus (penetration peg). Kecepatan patogen tersebut melakukan penetrasi menjadi bagian penting dalam perhitungan epidemi karena di dalamnya dapat dihitung mengenai pereode inkubasi dan pereode latennya. Setelah patogen mampu masuk ke dalam jaringan, kemudian akan dihitung pula mengenai kemampuan menghasilkan inokulum produktif untuk melakukan infeksi kembali pada jaringan sehat, lamanya kemampuan produktivitas tersebut juga menjadi pemacu semakin seriusnya penyakit atau akan berhenti ditengah jalan. Terdapat penyakit yang hanya membutuhkan satu daur untuk kemudian terhenti karena kemampuan infeksi dan produktivitasnya menurun, tapi ada pula yang justru terjadi berulang-ulang karena kemampuan produktivitas dan ketersediaannya inang yang peka serta lingkungan yang sesuai. Terdapat pola perkembangan yang sangat cepat pada epidemi penyakit yang dalam contoh ini adalah penyakit tepung pada tanaman apel. Patogen menginfeksi tunas daun atau bungan yang baru mekar dari mata kuncup dan, daur yang diperlukan sekitar 4 hari sehingga dalam masa pertumbuhan daun dan bunga menjadi masalah serius karena dapat terjadi infeksi berulang-ulang. Hal ini akan terus berlanjut sampai bagian tanaman yang peka tersebut sudah tak tersedia di kebun (mati atau telah menjadi tua) dan kondisi cuaca kering dan suhu udara sesuai. SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) Sebelum 3 Mata Kuliah / MateriKuliah 2. TUJUAN PEMBELAJARAN Brawijaya University 2013 1. Mengenalkan pengertian yang mendasar mengenai daur infeksi dan daur penyakit dengan melakukan pengamatan langsung pada proses yang sedang terjadi dari penayakit tertenti, misal penyakit tepung. Menghitung berapa lama suatu daur tersebut terjadi serta berapa kali kejadian dalam satu daur pertanaman. 2. Mengenalkan proses infeksi dan perkembangannya pada jaringan tanaman baik yang langsung maupun tidak langsung, dengan cara ini mahasiswa akan mudah memahami mengenai faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pemacu suatu proses tersebut. 3. KEGIATAN BELAJAR 3.1. Pengertian daur infeksi Secara alamiah terjadinya penyakit pada tanaman selalu mengikuti daur atau siklus infeksi dengan pola yang sama dari tahun ke tahun atau dari musim kemusim. Apabila diamati dengan saksama maka daur tersebut pada hakekatnya terdiri atas tiga kejadian utama yakni: kemampuan patogen tersebut memperbanyak diri (sporulasi) untuk menghasilkan inokulum (misalnya spora); kemampuan atau keberhasilan dalam penyebaran inokulum tersebut (diseminasi); dan kemampuan patogen untuk melakukan infeksi kembali pada inang yang rentan (penetrasi). Pada setiap tahapan tadi tentu saja masih dapat dibagi lagi dalam berbagai tahapan yang lebih detail sebagaimana digambarkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tahapan dalam daur infeksi patogen tanaman Fase Sporulasi Penyebaran Infeksi Sub-fase - Pembentukan sporofor - Pembentukan spora - Pematangan spora - Pelepasan spora - Pemindahan spora - Pendaratan spora - Perkecambahan awal - Pertumbuhantabung kecambah - Pembentukan apresorium - Penetrasi - Pembentukan haustorium - Kolonisasi Kecepatan suatu daur infeksi berpengaruh terhadap laju infeksi suatu epidemi penyakit tersebut, yang kecepatannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, keganasan patogen dan kepekaan inangnya. Dalam tanaman, patogen akan berkembang dengan mengkonsumsi nutrisi inangnya dan hal ini akan digunakan untuk menghasilkan sejumlah alat reproduksi baru (propagul), seperti spora, klamidospora, miselium, sporangium, zoospora, dan sebagainya. Bentuk propagul Page 2 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 tersebut sangat tergantung jenis patogennya dan cara pembentukannya juga sangat bervariasi. Propagul inilah yang kemudian menjadi inokulum setelah disebarkan dari sumbernya melalui berbagai cara penyebaran dan mediumnya. Inokulum yang mampu melakukan penetrasi baik secara langsung atau tidak langsung akan sangat menentukan bagi terjadinya daur yang baru. Dalam epidemiologi proses infeksi sangat berhubungan dengan percepatan perbanyak inokulum. Infeksi dari suatu spora jamur misalnya melalui tahapan seperti proses berkecambah, yang juga dipengaruhi faktor lingkungan jamur. Misalnya Alternaria porri sangat ditentukan oleh kehadiran film air pada saat proses tersebut terjadi, apabila hal itu tidak terjadi maka ia akan gagal berkecambah. Sebaliknya spora jamur tepung (Oidium spp.) akan gagal bila adanya film air (collaps). Kemampuan penetrasinya juga berbeda-beda, misalnya pada patogen bakteri hampir dipastikan memerlukan adanya lubang masuk seperti lubang alami atau luka, misal penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). Proses infeksi demikian secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 1. Sebaliknya pada patogen karat kedelai Phakopsora pachyrhizi dapat melakukan penetrasi langsung ke daun dengan membuat tabung penembus (penetration peg), secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 2, sementara perkembangan infeksinya dapat dipelajari pada Gambar 3. dan Gambar 4. Gambar 1. Proses infeksi patogen tanaman secara tak langsung (Anonim, 2012a) Gambar 2. Diagram proses infeksi pada jamur patogen secara langsung (Schumann, 1991). Page 3 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Gambar 3. Proses infeksi Phakopsora pachyrhizi pada daun kedelai dengan menggunakan SEM. Keterangan: I, kumpulan spora (U = uredospora) pada permukaan daun (P); II, spora berkecambah (T) dan tak masuk stomata (S); III, spora membentuk apresorium di ujung tabung kecambah (A); IV, apresorium melekat ke permukaan daun dan membentuk tabung penembus (tak nampak) (Sastrahidayat, 1989). Gambar 4. Pustul Phakopsora pachyrhizi.berupa uredospora dalam uredium dan gejala karat berupa pustul (Anonim, 2012b). Sehubungan dengan model perkembangan tersebut Arneson (2006) memberikan istilah sebagaimana di uraikan berikut. Patogen yang menghasilkan hanya satu daur perkembangan (satu siklus infeksi) dalam satu siklus panen tanaman disebut monosiklik, sementara patogen yang menghasilkan lebih dari satu siklus infeksi per siklus panen dinamakan polisiklik. Sebagaimana diketahui bahwa umumnya di daerah beriklim dingin (subtropis) hanya terdapat satu siklus panen per tahun, dengan demikian istilah “polisiklik” dan “monosiklik” pun hanya didasarkan pada satu siklus panen tunggal tersebut. Istilah serupa yang sering digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan epideminya adalah apa yang disebut dengan “epidemi monosiklik” atau “epidemi polisiklik.” Untuk beberapa jenis patogen adalah penting untuk dipertimbangkan dinamika populasi dan perkembangan penyakitnya pada beberapa musim tanam. Hal ini terjadi pada tanaman perennial Page 4 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 (padang rumput, pohon buah-buahan, tanaman hutan, dan sebagainya) atau untuk tanaman tahunan yang ditumbuhkan dalam sistem monokultur selama bertahun-tahun. Dalam situasi ini maka inokulum yang dihasilkan dalam satu musim tanam dapat terbawa ke musim berikutnya dan bisa jadi terdapat timbunan inokulum selama kurun waktu bertahun-tahun. Di wilayah tropis mungkin tidak terdapat masa senggang yang jelas antara musim tanam sehingga epidemi seperti yang terdapat di daerah beriklim dingin, bisa terus berlanjut selama periode beberapa tahun dalam tanaman budidaya seperti pisang, kopi dan pohon karet. Patogen seperti ini disebut sebagai epidemi polyetic, tanpa melihat apakah patogen yang terlibat termasuk monosiklik ataupun polisiklik di dalam tiap musimnya. Penyakit dutch-elm adalah contoh dari patogen monosiklik yang menimbulkan terjadinya epidemi polyetic, yang gejala dan penyebabnya dapat dilihat pada Gambar 5. Diketahui bahwa hanya terdapat satu siklus infeksi tiap tahun dan perkembangan penyakit tiap tahunnya hampir linier, kejadian tanaman yang terinfeksi meningkat pada tingkat yang terus naik tiap tahun (Gambar 6). Gambar 5. Gejala penyakit duch-elm pada daun elm (Kinney, 2011) dan patogennya, Ophiostoma ulmi (Watt, 2008). Gambar 6. Pola patogen monosiklik yang menyebabkan epidemic polisiklik pada penyakit duch-elm (Arneson, 2006). Penyakit tepung pada tanaman apel (powdery mildew) adalah contoh epidemi polyetic yang disebabkan oleh patogen polisiklik, gejalanya dapat dilihat pada Gambar 7. Patogen penyebabnya Podosphaera leucotricha mempunyai dua daur hidup di daerah subtropics, yakni melalui perkawinan (generatif) yang menghasilkan askuspora dan tanpa kawin (vegetatif) hanya menghasilkan spora yang disebut konidia dan hal ini terjadi di daerah tropis (Gambar 8). Page 5 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Gambar 7. Gejala penyakit tepung pada bunga dan daun (Hickey, 2011; Yoder, et. al., 2009). Gambar 8. Daur penyakit tepung pada apel (Sastrahidayat, 2011). Dalam perkembangannya penyakit ini mempunyai kecenderungan kejadian infeksi awalnya setiap tahun mengalami peningkatan secara eksponensial (Gambar 9). Gambar 9. Serangan patogen polisiklik (Podospaera lecotricha) yang menghasilkan pola epidemic polyetik penyakit tepung pada apel (Arneson, 2006). Bercak daun sigatoka (sigatoka leaf spot) pada tanaman pisang (Gambar 10) mengalami penurunan selama musim kering/kemarau namun tetap menghasilkan siklus infeksi yang kurang kontinyu (naik turun). Akan tetapi inang dalam kasus ini, selalu tersedia meskipun terdiri atas populasi tanaman dari usia yang berbeda dan berkembang secara kontinyu selama periode waktu yang lama, maka akan menyebabkan patogen dapat bertahan dari tahun ke tahun dan menyebabkan pola epidemi polysiklik (Gambar 11). Page 6 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Gambar 10. Gejala penyakit sigatoka pada daun pisang, serangan awal dan lanjut. Gambar 11. Pola epidemi polisiklik penyakit sigatoka pada tanaman pisang (Arneson, 2006). 3.2. Hubungan perkembangan penyakit dengan daur penyakit Terdapat bentuk berbagai hubungan dalam perkembangan epidemi penyakit tanaman dari yang berpola sederhana (monosiklus), berpola berulang (polisiklus), bahkan gabungan dari keduanya dalam suatu musim tanam pertanaman tertentu. Pola tersebut perlu dipelajari dengan saksama agar supaya tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasinya tepat sasaran. 3.2.1. Epidemi monosiklus Jika dianalisis siklus epidemi penyakit yang telah diketahui perkembangan penyakitnya, maka dapat dilihat bahwa yang perkembangannya hampir linier atau linier diawal infeksi, maka cenderung merupakan epidemi monosiklus. Disisi lain, penyakit yang mengalami peningkatan dengan tingkatan yang terus naik di awal epidemi, maka cenderung merupakan epidemi polisiklus. Pada umumnya, terdapat tiga jenis penyakit tanaman yang cenderung menghasilkan hanya satu siklus (monosiklus) infeksi per siklus inang, yakni: (1) penyakit-penyakit pasca panen, (2) penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah (soil-borne) dan (3) penyakit karat (rust) yang tidak melalui tahapan urediospora. 3.2.1.1. Monosiklus pada penyakit pasca panen Tidak semua penyakit pasca panen menghasilkan epidemi monosiklik, tapi dalam kebanyakan kasus, infeksi yang mengakibatkan pembusukan dalam penyimpanan sebenarnya telah terjadi sebelum Page 7 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 panen atau selama penanganan panen dan pasca panen sebelum produk dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan. Kebusukan terjadi selama masa penyimpanan, dan inokulum baru dapat dihasilkan secara kontinyu, kecuali produk yang disimpan ditangani dengan baik untuk tidak menyebarkan inokulum dan menciptakan lokasi infeksi baru, maka tidak akan terdapat siklus infeksi yang baru. Akan tetapi perlu diketahui bahwa patogen tidak selalu monosiklus karena tergantung pada faktor lingkungan untuk menghasilkan hanya satu siklus infeksi tunggal saja atau menghasilkan epidemi polisiklus. Pada Gambar 12 dapat dipelajari gejala penyakit busuk buah oleh Fusarium sp. pada pisang. Gambar 12. Gejala penyakit busuk buah pada pisang pasca panen yang disebabkan oleh Fusarium sp., serangan awal dan lanjut (tanda panah). 3.2.1.2. Monosiklus pada penyakit tular tanah (soil-borne) Banyak penyakit busuk akar, layu pembuluh dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh patogen tular tanah juga menghasilkan hanya satu siklus infeksi per siklus panen. Inokulum pada umumnya adalah semacam struktur survival yang tahan terhadap desikasi atau pembekuan (freezing), seperti misalnya sclerotia, klamidospora ataupun oospora dalam tanah atau miselium dalam residu panen. Inokulum ini tersebar di dalam tanah ketika terjadi pengolahan tanah dan berada di bawah residu panen. Ketika akar-akar dari tanaman budidaya yang baru ditanam tumbuh dari dalam tanah, tanaman menghadapi propagules patogen yang terdapat di dalam matriks tanah dan menjadi terinfeksi. Epidemi berkembang ketika infeksi baru terjadi, tapi karena inokulum baru maupun yang dihasilkan masih terbatas, maka tidak akan tersebar hingga tanah diolah lagi, hanya terdapat satu siklus infeksi per siklus panen. Contoh penyakit ini adalah Sclerotium rolfsii pada kedelai yang daurnya dikemukakan oleh Sastrahidayat (2010), seperti terlihat pada Gambar 13. Gambar 13. Daur infeksi penyakit rebah semai pada kedelai oleh Sclerotium rolfsii. Keterangan: kiri tanaman sehat, atas tanaman terinfeksi, kanan tanaman mati, dan bawah batang terinfeksi miselium dan perbesaran sclerotium (Sastrahidayat, 2010). Page 8 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Penelitian Sastrahidayat (2010) juga memperlihatkan hasil bahwa setelah umur tanaman 4 minggu penyakit akan menurun. Terlihat bahwa baik pada yang diperlakukan dengan pengendalian maupun tidak (kontrol), maka perkembangan endemi penyakit rebah semai pada kedelai hanya mengikuti pola satu siklus yakni pada awal tanam saja, mencapai serangan tertinggi 4 minggu setelah tanam (Gambar 14). Gambar 14. Grafik pengaruh perlakuan Streptomyces dan AM terhadap penekanan kejadian tanaman mati akibat penyakit rebah semai (S.rolfsii) pada tanaman kedelai di lapangan (Sastrahidayat, 2010). Akan tetapi perlu pula diperhatikan bahwa, tidak semua patogen yang bersifat tular tanah selalu menghasilkan epidemi monosiklus, dan bisa saja menjadi polisiklus tergantung pada pengelolaan tanah dan teknik budidayanya. Dengan demikian seseorang harus sangat berhati-hati dalam memahami siklus hidup tiap-tiap patogen sebelum dapat menarik kesimpulan mengenai epideminya. 3.2.1.3. Monosiklus pada penyakit karat Beberapa penyakit karat (rust) tidak menghasilkan tahapan urediospora (tahapan pengulangan) pada satu inang tunggal, dan inokulum yang dihasilkan pada satu spesies inang biasanya harus menginfeksi spesies inang yang berbeda. Penggantian inang ini tampaknya telah berevolusi dalam adaptasi terhadap siklus pertumbuhan inang tahunan, sehingga dapat dilihat satu siklus infeksi pada tiap inang per tahun. Contohnya adalah karat pada cedar-apple (cedar-apple rust), dimana semua inokulum yang menginfeksi tanaman apel berasal dari blendok (galls) pohon cedar merah (juniper), dan semua inokulum yang menginfeksi cedar berasal dari daun dan buah apel (Gambar 15). Epidemi pada apel terjadi selama periode empat hingga enam minggu produksi basidiospora di musim semi. Epidemi monosiklus kedua pada pohon cedar merah (red cedar) terjadi selama periode singkat produksi aeciospora di akhir musim panas. Daur infeksinya dapat dipelajari pada Gambar 16. Page 9 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Gambar 15. Gejala karat pada buah apel, telia Gymnosporangium juniperi-virginianae pada cedar, dan teliosporanya (Babadoost, 2009; O'Brien, 2010 dan Payne, 2010). Gambar 16. Siklus penyakit karat apel (Jones dan Sutton, 2009). 3.3. Epidemi polisiklus Agar suatu epidemi dianggap polisiklus, harus terdapat pengulangan siklus infeksi yang komplit, yakni, infeksi yang diikuti dengan perkembangan patogen, produksi inokulum baru, penyebaran ke lokasi rentan baru dan infeksi baru, semuanya terjadi di dalam satu siklus panen tunggal. Sebuah contoh yang bagus adalah penyakit hawar daun kentang (potato late blight), dimana siklus infeksinya tunggal, perkembangan lesio, sporulasi, penyebaran spora dan infeksi baru dapat terjadi sekurangkurangnya dalam lima hari, dan banyak siklus-siklus yang tumpang tindih (overlapping) terjadi secara simultan selama periode cuaca yang mendukung (Gambar 17 dan Gambar 18). Gambar 17. Gejala serangan hawar pada kentang oleh Phytophthora infestans, dari kiri kekanan nampak gejala pada batang, daun dan pucuk tunas. Miselium dan masa spora berwarna putih menyelimuti jaringan sakit (Sastrahidayat, 2011). Page 10 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Gambar 18. Daur penyakit hawar daun oleh jamur patogen Phytophthora infestans pada tanaman kentang (Sastrahidayat, 2011). Large (1945) mengadakan observasi epidemi penyakit hawar daun pada kentang yang disebabkan oleh P. infestans dan melaporkan proporsi x dari jaringan yang sakit pada waktu yang berbeda, seperti tampak pada Gambar 19. Loge [x/(l-x)] diplot terhadap waktu dan kemiringan garis regresi (slope) menunjukan pendugaan nilai r. Garis putus-putus pada Gambar 19, melukiskan bagaimana garis regresi mengukur r. Gambar 19. Perkembangan epidemi hawar daun kentang (P. infestans) berdasarkan data Large (1945). Dalam waktu 10 hari antara tanggal 21 dan 31 Agustus, log e[x/(l-x)] meningkat dari -1.6 sampai 2.64; terjadi peningkatan sebesar 4.6. Dengan demikian dalam 1 hari meningkat sebesar 0.46, yang merupakan koefisien regresi dari log e [x/(l-x)] dan juga r. Tiap siklus dapat menghasilkan lebih dari sepuluh kali lipat jumlah sporangia yang mendarat di lokasi-lokasi yang rentan, dan sebuah ledakan epidemi akan dihasilkan. Contoh lain adalah penyakit karat pada serealia yang juga memiliki urutan yang sama; urediospora tunggal dapat menginfeksi untuk menghasilkan sebuah pustul (seperti tonjolan) dimana ratusan urediospora baru dapat dilepaskan untuk menginfeksi dan menghasilkan pustul-pustul baru secara berulang sepanjang musim. Kebanyakan penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri termasuk polisiklus, dan banyak virus-virus tanaman, dengan bantuan vektor serangga, juga dapat menghasilkan siklus infeksi berulang dalam satu musim. Page 11 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah 3.4. Kombinasi epidemi monosiklus dan polisiklus Brawijaya University 2013 Tidak setiap epidemi penyakit tanaman dengan jelas termasuk ke dalam tipe monosiklus ataupun polisiklus. Pada Gambar 20 diperlihatkan kurva perkembangan perbandingan antara kedua pola tersebut. Gambar 20. Peningkatan proporsi penyakit berdasarkan AUDPC (area under disease progress curve), Y menurut waktu dengan pola polisiklus (kurve A) dan monosiklus (kurve B), (dikembangkan dari Boothroyd, et.al, 2008). Epidemi yang dihasilkan oleh jamur dengan dua tahap spora dapat memiliki kedua elemen tersebut, kadang-kadang spora dilepas dalam fase tertentu, dan kadang-kadang terjadi secara bersamaan. Sebagai contoh, jamur Venturia inaequalis, agen penyebab terjadinya penyakit kudis apel (apple scab), menghasilkan askuspora pada daun yang terinfeksi dan mati setelah mengalami musim dingin di musim sebelumnya. Gejala penyakit dan daur infeksinya dapat dipelajari pada Gambar 21. Gambar 21. Gejala kudis pada buah dan daun apel (Vaillancourt dan Hartman. 2000). Pada Gambar 22 daur infeksinya dapat dipelajari yang terdiri dari dua daur yakni daur pendek yakni tak kawin (membentuk konidia) dan panjang yakni kawin yang membentuk askuspora. Askuspora ini dilepaskan dalam periode enam hingga delapan minggu di musim semi dan menginfeksi daun-daun tanaman apel yang baru berkembang. Karena tidak ada askuspora yang baru dihasilkan hingga musim semi berikutnya, komponen epidemi ini dapat dikategorikan sebagai monosiklus. Namun demikian, tiap luka pada daun dalam periode sekitar sepuluh hari akan menghasilkan tipe spora kedua, konidia, yang juga dapat menginfeksi daun-daun yang baru muncul. Oleh karenanya, untuk awal musim, epidemi polisiklik terjadi dari epidemi monosiklik. Karena luka yang diakibatkan oleh konidia tidak dapat dibedakan dari luka yang diakibatkan oleh askuspora, maka efek yang ada tampak sebagai epidemi polisiklik yang semakin berkembang. Page 12 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Gambar 22. Daur hidup Venturia inaequalis penyebab scab pada apel (Agrios, 2005). Contoh lain adalah epidemi penyakit bercak hitam pada gandum, disebabkan oleh Pyrenophora tritici-repentis (Synonyme: Helminthosporium tritici-repentis Died., Drechslera tritici-vulgaris (Y. Nisik.) S. Ito, Pleospora tritici-repentis Died., Pyrenophora sarcocystis (Berk. & M.A. Curtis) Ravenel, Pyrenophora trichostoma (Fr.) Sacc., Pyrenophora tritici-vulgaris J.G. Dick; lihat Gambar 23), juga terdiri atas elemen monosiklik dan polisiklik. Inokulum awal ini terjadi pada benih yang terinfeksi dan epidemi dimulai ketika benih-benih ini berkecambah untuk menghasilkan bibit yang membawa luka pada daun (Gambar 24). Gambar 23. Fase konidia dan miselium (kiri) dan askuspora (kanan) dari Pyrenophora tritici-repentis (Anonim, 2012c, Anonim, 2012d). Gambar 24. Gejala serangan penyakit bercak daun gandum (Anonim, 2011). Page 13 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2013 Konidia tersebar melalui angin dan rintik hujan dalam siklus infeksi daun yang berulang di sepanjang periode perkembangan tanaman (fase polisiklik). Pada saat masa mulai berbunga, inokulum untuk fase kedua epidemi ini terjadi di bagian atas daun tanaman, khususnya di daun bendera (flag leaf). Bunga dan bulir yang dihasilkan memiliki kerentanan untuk periode yang relatif singkat terhadap infeksi oleh inokulum di waktu berbunga, dan luka pada gabah dari bulir yang akan terbentuk tidak menghasilkan inokulum yang dapat menginfeksi lebih banyak bulir. Infeksi terhadap benih, oleh karenanya, merupakan sebuah fenomena monosiklus. Benih-benih yang terinfeksi inilah yang memberikan cara dalam membawa patogen ini dari satu masa panen ke masa panen berikutnya dan menjadi inokulum awal untuk tanaman berikutnya (Gambar 25). Gambar 25. Daur infeksi Pyrenophora tritici-repentis pada gandum (Platz, 1994). 4. REFERENSI Agrios, G.N. 2005. Plant pathology. Elsevier Acad. Press, Amsterdam, New York. 922 h. Anonim, 2011. Preventing early season http://www.nwroc.umn.edu/index.htm loss in wheat caused by disease. Anonim. 2012c Conidia and mycelia of Pyrenophora tritici-repentis. The Regents of the University of California. http://genomeportal.jgi-psf.org/Pyrtr1/Pyrtr1.home.html Anonim. 2012d. Pyrenophora tritici-repentis. CABI. http://www.plantwise.org/?dsid=46119&loadmodule=plantwisedatasheet&page=4270 &site=234# Arneson, P.A. 2006. Plant Disease Epidemiology: Temporal Aspects. The Plant Health Instructor. DOI: 10.1094/PHI-A-2001-0524-01. Cornell University. Platz, G. 1994. Wheat and barley disease management in 2011. Yellow spot and head diseases in wheat. Strategies and products for barley leaf rust. Agri-Science Queensland. http://grdc.com.au/ Sastrahidayat, I.R. 2011. Fitopatologi (ilmu penyakit tumbuhan). UB. Press. Page 14 of 15 Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 5. PROPAGASI 2013 1. Mahasiswa melakukan proses infeksi patogen penyebab penyakit tepung kemudian mengamati gejala yang muncul dan melakukan pengamatan pula secara mikroskopis terhadap proses yang terjadi. 2. Mahasiswa melakukan studi pustaka terhadap berbagai daur penyakit dan kemudian membuat suatu diagram secara berkelompok terhadap daur infeksi atau penyakit yang belum ada, sehingga mereka dapat membangun teori baru mengenai daur yang belum ada. 3. Coba amati proses perkembangan spora Phakospsora pachyrhizi dan Podosphaera leucotricha, yang diinokulasikan masing-masing pada daun kedelai dan apel. Gambar dan ukurlah persentase perkecambahan, panjang tabung kecambah, dan jumlah apresorium yang terbentuk. 6. PENDALAMAN 1. Perhatikan Gambar 8, disitu dikemukakan adanya pertumbuhan vegetatif dan generatif pada patogennya; apakah yang dimaksud dengan itu, dan untuk penyakit sejenis pada tanaman apel di Indonesia tidak dikenal adanya pertumbuhan generatif, mengapa demikian? 2. Pada kejadian penyakit rebah semai kedelai seperti diterangkan dalam modul, patogen Sclerotium rolfsii menyebabkan kerusakan serius bagi pertumbuhan awal kedelai. Bagaimana cara anda menggambarkan pola pertumbuhan penyakit tersebut. 3. Terangkanlah apakah dimaksud dengan infeksi secara langsung dan tak langsung, mengapa terjadi hal tersebut; dan apakah ada patogen yang dapat menempuh jalan keduanya berikan contohnya. Page 15 of 15