BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Defenisi Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu
kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.
Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan
suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. (dikutip dari
Notoatmodjo, 2003).
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya organisme. Dan kemudian organisme tersebut merespon, maka
teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon.
2.1.2. Klasifikasi perilaku
Menurut Skinner (1938), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka
perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a). Perilaku tertutup
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon
atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum
dapat diamati secara jelas.
Universitas Sumatera Utara
b). Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang
dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari.
Menurut
Notoatmodjo
(1993)
bentuk
operasional
dari
perilaku
dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk
perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari,
lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan
mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam tersebut.
Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat
non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku
manusia.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan atau
action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behaviour)
menurut Becker (1979, dikutip dari Notoatmodjo, 2003) sebagai berikut:
1. Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk merasakan
dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga pengetahuan individu untuk
mengidentifikasi penyakit, serta usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan.
2.1.3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku
Menurut Notoatmodjo (1993) faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan
perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
1. Faktor internal
Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa kecerdasan,
persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari
luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara kedua konstruksi ini
cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
a.
Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula
perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
b.
Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
c.
Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu perilaku tertentu
cenderung untuk diulang kembali.
d.
Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak
menyenangkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor eksternal
Faktor-faktor yang berada diluar individu yang bersangkutan yang meliputi objek,
orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang disajikan sasaran dalam mewujudkan
bentuk perilakunya.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari
Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2003) menurut Lawrence Green perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni :
1. Faktor predisposisi (predisposing faktor).
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dfan
sebagainya.
2. Faktor pemungkin (enabling faktor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing faktor)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama
dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, suami dalam memberikan
dukungannya kepada ibu primipara dalam merawat bayi baru lahir.
2.1.4. Domain Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas. Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku dalam tiga
domain yaitu terdiri dari domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Dalam
Universitas Sumatera Utara
perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk pengukuran hasil maka
ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan (Dikutip dari
Notoatmodjo, 1993). Tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti domain kognitif
dan domain psikomotor.
a). Pengetahuan (Kognitif)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yaitu penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan suatu domain yang
sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang. Suatu penelitian
mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan mampu bertahan lama
dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan ( Notoatmodjo, 1993).
Sebelum orang berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan yang dimulai dari kesadaran adanya stimulus kemudian ada rasa tertarik.
Setelah itu terjadi pertimbangan dalam batin bagaimana dampak negatif positif dari
stimulus. Hasil pemikiran yang positif akan membawa subyek untuk memulai mencoba
dan akhirnya dalam dirinya sudah terbentuk suatu perilaku baru. Adopsi perilaku yang
didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif terhadap stimulus akan
membentuk perilaku baru yang mampu bertahan lama (Notoatmodjo, 1993).
Menurut Notoatmodjo (1993) domain kognitif pengetahuan dibagi menjadi enam
tingkatan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.Tahu (Know)
Yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkat tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2.Memahami ( Comprehension)
Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Kata kerja yang
biasa dipakai menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap suatu objek
dan sebagainya.
3.Aplikasi (Aplication)
Yaitu sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah.
4.Analisis (Analysis)
Yaitu suatu kemampuan untuk untuk menjabarkan materi atau objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lain. Misalnya dapat menggambarkan
atau membuat bagan, membedakan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5.Sintetis (Syntetis)
Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian informasi sebagai suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat
Universitas Sumatera Utara
menyusun, dapat merencanakan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.
6.Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.
b). Tindakan (Practice)
Tindakan atau praktek adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap
stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan
aspek psikomotor atau seseorang telah mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi (
Notoatmodjo, 1993).
Tindakan atau perilaku kesehatan terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus
kesehatan, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui dan
memberikan respon batin dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya diharapkan subjek akan
melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo, 2003).
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terbentuknya
sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Adapun tingkatan-tingkatan dalam tindakan atau praktek adalah:
1. Persepsi (Percepion)
Yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2 .Respon terpimpin (Guided respon)
Universitas Sumatera Utara
Yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Yaitu apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat
tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.Artinya
tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2. Adaptasi Kehidupan Ekstra Uteri
Neonatus adalah bayi baru lahir, khususnya bayi yang berusia dibawah 1 bulan.
Periode neonatal adalah periode 28 hari pertama setelah bayi dilahirkan, selama periode
ini bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan ekstra uteri. Periode neonatal
merupakan saat yang paling berbahaya bagi bayi (Hinchliff, 1999). Bayi harus berupaya
agar fungsi-fungsi tubuhnya menjadi efektif sebagai individu yang unik. Respirasi,
pencernaan dan kebutuhan untuk regulasi harus bisa dilakukan sendiri (Gorrie et al,
dikutip dari majalah Rufaidah, 2004).
Masa transisi dari periode fetus ke kehidupan baru lahir merupakan periode kritis
karena mereka harus beradaptasi terhadap lingkungan baru. Mekanisme hemodinamik
dan thermoregulasi mendukung keberhasilan beradaptasi dengan lingkungan ekstra uteri
(Simpson & Creehan, dikutip dari majalah Rufaidah, 2004).
2.2.1. Permulaan respirasi
Universitas Sumatera Utara
Pernafasan awal memungkinkan terjadi karena adanya perangsangan pada pusat nafas
di medula oblongata oleh faktor kimia, thermal/ sensori dan mekanis. Saat lahir infant
berpindah dari lingkungan yang hangat, dari dalam cairan amnion uterus ke lingkungan
yang suhunya sekitar 20 0F lebih dingin. Serabut saraf sensori yang ada dikulit berespon
terhadap perubahan suhu yang mendadak ini dengan mengirimkan impuls ke otak untuk
menstimuli pernafasan. Respirasi selanjutnya ( setelah RR awal) dipertahankan dengan
adanya surfaktan, cairan sisa yang masih ada di dalam paru (alveoli), berpindah kedalam
rongga interstitial ( paru), dan akan diabsorbsi kedalam sistem sirkulasi & limfatik.
Absorbsi terjadi dalam beberapa jam sampai paling lama 24 jam. Pada BBL yang lahir
dengan SC jumlah cairan sisa mungkin lebih banyak terutama pada 6 jam pertama
kelahiran dibanding BBL yang lahir pervaginam.
2.2.2. Perubahan sirkulasi
Aliran darah dari plasenta berhenti pada saat tali pusat diklem. Tindakan ini
meniadakan suplai oksigen plasenta dan menyebabkan terjadinya serangkaian reaksi
selanjutnya. Efek yang segera terjadi setelah tali pusat diklem adalah peningkatan
tahanan pembuluh darah sistemik. Oksigen dari nafas pertama tersebut menyebabkan
sistem pembuluh darah paru terbuka. Kombinasi tekanan yang meningkat dalam sirkulasi
sistemik, tetapi menurun dalam sirkulasi paru menyebabkan perubahan tekanan aliran
darah dalam jantung. Tekanan akibat peningkatan aliran darah di sisi kiri jantung
menyebabkan foramen ovale menutup. Duktus arteriosus yang mengalirkan darah
plasenta teroksigenasi ke otak dalam kehidupan janin sekarang tidak lagi diperlukan.
Dalam 48 jam duktus itu mengecil dan secara fungsional menutup akibat penurunan
kadar prostaglandin E2 yang sebelumnya disuplai oleh plasenta.
Universitas Sumatera Utara
Bayi baru lahir dilahirkan dengan nilai konsentrasi hematokrit/hemoglobin yang
tinggi. Konsentrasi hemoglobin normal memiliki rentang dari 13,7-20gr/dl.
2.2.3. Thermoregulasi
Suatu tugas penting lain infant adalah berhubungan dengan thermoregulasi,
mempertahankan suhu tubuh. Neonati harus memproduksi dan mempertahankan panas
yang cukup untuk mencegah stres dingin, dimana hal ini dapat merupakan efek serius dan
fatal. Proses kehilangan panas dapat terjadi dengan cara evaporasi, konduksi, konveksi
dan radiasi. Pada BBL thermoregulasi dengan menggigil tidak efektif sehingga untuk
memproduksi panas ada oksidasi lemak coklat (brown fat) yaitu jaringan coklat adiposa
yang digunakan pada minggu-minggu pertama kehidupan dan tidak ada lagi pada infant
yang lebih tua.
Suhu normal lingkungan pada untuk perawatan bayi baru lahir adalah 32-340C.
2.2.4. Adaptasi sistem gastrointestinal
Bayi baru lahir (BBL/newborns) harus memulai untuk memasukkan, mencerna dan
mengabsorbsi makanan setelah lahir, sebagaimana plasenta telah melakukan fungsi ini
(Gorrie,et al, dikutip dari majalah Rufaidah, 2004).
a. Lambung
Kapasitas lambung BBL sekitar 6 ml/kg BB saat lahir, atau rata-rata sekitar 50-60
cc, tetapi segera bertambah
sampai sekitar 90 ml selama beberapa hari pertama
kehidupan. Lambung akan kosong dalam 3 jam untuk pemasukan makanan dan kosong
sempurna dalam 2 sampai 4 jam. Bising usus dalam keadaan normal dapat di dengar pada
4 kuadran abdomen dalam jam pertama setelah lahir akibat bayi menelan udara saat
menangis dan sistem saraf simpatis merangsang peristaltik.
Universitas Sumatera Utara
Saat lahir saluran cerna steril, sekali bayi terpapar dengan lingkungan luar dan
cairan mulai masuk, bakteri masuk ke dalam saluran cerna. Flora normal usus akan
terbentuk dalam beberapa hari pertama kehidupan, sehingga meskipun saluran cerna
steril saat lahir, pada kebanyakan bayi bakteri dapat dikultur dalam 5 jam setelah lahir.
Bakteri ini penting untuk pencernaan dan untuk sintesa vitamin K (Olds,et al., dikutip
dari majalah Rufaidah, 2004).
b. Enzim-enzim pencernaan
Enzim-enzim penting untuk mencerna karbohidrat, protein, lemak sederhana ada
pada minggu ke 36-38 usia gestasi. Lemak yang ada dalam Asi lebih bisa dicerna dan
lebih sesuai untuk bayi dari pada lemak yang terdapat pada susu formula, meskipun
protein dan laktosa yang terdapat dalam susu bayi, keduanya dapat dicerna dengan baik
(Gorrie et al., dikutip dari majalah Rufaidah, 2004).
c. Feses (Stools)
Feses pertama yang diekskresi oleh bayi disebut mekonium, berwarna gelap,
hitam kehijauan, kental, konsistensinya seperti aspal, lembut, tidak berbau setelah lahir,
jika tidak keluar dalam 36-48 jam bayi harus diperiksa patensi anus, bising usus dan
distensi abdomen dan kemungkinan dicurigai obstruksi (Gorrie et al., dikutip dari
majalah Rufaidah, 2004).
2.3. Perawatan Bayi Baru Lahir
Lingkup perawatan bayi baru lahir yang digunakan acuan dalam penelitian ini
diperoleh dari berbagai literatur. Menurut Mc.Kinney., et al (2000) lingkup perawatan
lanjut bayi baru lahir yang perlu diketahui oleh ibu dan dapat dilakukannya secara
Universitas Sumatera Utara
mandiri dikelompokkan dalam 6 kategori yaitu: perawatan kulit, memandikan, perawatan
tali pusat, mengganti popok, menyusui, dan imunisasi.
2.3.1. Perawatan kulit
Pada kulit bayi baru lahir dapat terjadi ruam kecil / ruam popok yang
menyerupai seperti gigitan serangga. Ruam popok dikenal dengan sebutan diaper rash
karena gangguan kulit ini timbul di daerah yang tertutup popok yaitu sekitar alat kelamin,
bokong, serta pangkal paha bagian dalam. Tanda-tanda ruam popok adalah kulit di sekitar
daerah tersebut meradang, berwarna kemerahan kadang lecet. Biasanya, ruam kulit ini
membuat bayi merasa gatal dan tidak nyaman. Penyebab ruam popok biasanya karena
kulit bayi lembab dan terpapar cukup lama oleh urine atau kotoran atau kulit teriritasi
oleh detergen atau bahan kimia yang terdapat pada popok. Ruam kecil tersebut bisa
menghilang tanpa diberi pengobatan. Ruam tersebut sebaiknya tidak perlu diberikan
lotion atau cream karena dapat menimbulkan iritasi pada kulit ( Mc.Kinney, et al. 2000).
2.3.2. Memandikan bayi
Memandikan bayi adalah membersihkan tubuh bayi dari segala kotoran dengan
menggunakan air dan sabun. Memandikan bayi dapat dilakukan dengan mandi rendam
dan mandi dengan dilap. Adapun tujuannya adalah supaya kulit bayi bersih, bayi merasa
nyaman dan dapat mencegah terjadinya infeksi kulit.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memandikan bayi menurut Johnson (2005)
adalah :
a. Memandikan bayi bisa dilakukan setelah suhu tubuh bayi stabil yaitu sedikitnya 4
sampai 6 jam setelah kelahiran.
b. Pencucian rambut hanya perlu dilakukan hanya sekali sampai dua kali seminggu
Universitas Sumatera Utara
c. Penggunaan parfum, lotion, bedak dan bahan kimia lain harus dihindari karena dapat
menyebabkan ruam di kulit.
Berikut adalah langkah-langkah memandikan bayi yang bisa dijadikan pedoman bagi
ibu menurut Corol dan Theodora (2003) yaitu:
a. Isi ember mandi bayi dengan air hangat dengan suhu 36.5- 38 0C. Periksa kehangatan
air adalah dengan cara mencelupkan pergelangan tangan ibu ke dalam ember mandi
tersebut.
b. Buka pakaian bayi di atas kasur atau matras.
c. Tutup bayi dengan handuk dengan cara menyilangkan handuk diatas tubuh bayi
antara satu sisi dengan sisi lainnya.
d. Basuh muka bayi secara perlahan dengan lap muka, bersihkan matanya dengan lap
bersih.
e. Cucilah rambutnya perlahan-lahan dengan shampo bayi dan cuci bersih dengan
waslap.
f. Sabuni seluruh tubuh bayi, secara perlahan-lahan balikkan tubuh bayi hingga tangan
anda mengenai dagunya, lalu sabuni punggung bayi dan bilas perlahan-lahan.
g. Pastikan semua sabun telah terbilas bersih saat anda mengangkat bayi, dan perlahanlahan letakkan bayi diatas handuk bersih, keringkan dan senyaman mungkin pastikan
ibu sudah mengeringkan bagian-bagian lipatan tubuhnya.
2.3.3. Merawat Tali Pusat
Perawatan tali pusat diperlukan untuk mencegah tali pusat menjadi media
berkembangnya mikroorganisme patogen, seperti staphylococcus aureus atau clostridia.
Perawatan tali pusat yang paling baik dilakukan dengan mengeringkan tali pusat dengan
Universitas Sumatera Utara
kasa steril, lalu membersihkan bagian sekeliling pangkal tali pusat dengan menggunakan
kasa steril yang dibasahi alkohol 70%, setelah itu tali pusat dibungkus dengan kasa
steril yang kering (Suririnah, 2009). Tali
pusat sebaiknya tidak dibungkus dengan
balutan yang basah atau balutan yang kedap udara karena dapat menjadi media
pertumbuhan kuman (Rudolf, 2006)
2.3.4.Mengganti popok
Frekuensi berkemih dan buang air besar bayi baru lahir lebih sering. Oleh karena
itu popok harus diganti sesegera mungkin bila kotor, baik karena air kemih maupun
kotoran. Kulit yang terkena air kemih dan kotoran harus segera dibersihkan baik dengan
air, maupun lap (baby wipe). Sisa urine yang mengenai kulit dapat menimbulkan ruam
terutama bila ada organisme dari feses yang memecah urea menjadi amonia. Ruam pada
kulit biasanya timbul dalam bulan pertama.
Menurut Johnson (2005), alat-alat yang perlu dipersiapkan untuk mengganti
popok bayi adalah popok bersih, baskom kecil / kapas cebok / lap, tempat popok kotor /
keranjang, krim pelindung (jika ada). Setelah alat tersedia ibu mencuci tangan. Bila
menggunakan air, tuangkan air hangat ke dalam baskom kemudian baringkan bayi di
Universitas Sumatera Utara
tempat yang aman dan datar misalnya di atas kasur atau matras dan bila perlu letakkan
handuk di bawah bayi. Buka pakaian bayi seperlunya untuk dapat membuka popok,
setelah itu buka popok yang kotor dan letakkan di satu sisi. Dengan tangan nondominan,
pegang pergelangan kaki bayi secara hati-hati, angkat sampai kakinya lurus dan bokong
terangkat
agar dapat dilakukan pembersihan pada area genitalia. Dengan tangan
dominan, bersihkan genitalia dengan kapas cebok atau lap yang dibasahi dengan air dari
arah depan ke belakang sebelum daerah perineum untuk mengurangi resiko infeksi.
Buang kapas cebok atau lap, kemudian lakukan hal yang sama pada sisi lain, sampai
daerah genitalia benar-benar bersih. Bersihkan lipatan pangkal paha dan paha kemudian
bokong. Bila menggunakan air, tepuk-tepuk area tersebut dengan handuk sampai kering.
Bila memakai krim pelindung, oleskan di area genitalia dan bokong. Letakkan popok di
bawah bayi, kemudian pasang popok tersebut, kemudian pakaikan kembali pakaian bayi.
2.3.4. Menyusui Bayi
Secara alamiah menyusui bayi adalah cara yang terbaik dalam memenuhi
kebutuhan gizi bayi, hal ini menimbulkan hubungan yang sangat penting untuk
pertumbuhan psikologis bayi yang sehat. Keunggulan ASI perlu ditunjang oleh cara
pemberian yang benar, misalnya persiapan dan tehnik menyusui yang tepat, posisi
menyusui, lama dan frekuensi menyusui. Sehingga diperlukan usaha-usaha / pengelolaan
(manajemen laktasi) yang benar agar setiap ibu dapat menyusui sendiri bayinya
(Soetjiningsih, 1997).
a. Persiapan psikologis
Universitas Sumatera Utara
Cara terbaik dalam mempersiapkan pemberian ASI adalah keadaan kejiwaan ibu
yang sedapat mungkin tenang dan tidak menghadapi banyak permasalahan. Kecemasan,
ketakutan, perasaan tidak aman atau ketegangan dapat menghambat produksi ASI.
Faktor-faktor tersebut merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan epinefrin dan
norepinefrin yang selanjutnya akan menghambat transportasi oksitosin ke dalam
payudara akibatnya produksi ASI menurun (Farrer, 1999).
b. Tehnik menyusui
Tehnik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi
lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya bayi
enggan menyusui. Untukl itu diperlukan pengetahuan mengenai tehnik menyusui yang
benar (Hamilton, 1995).
Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting dan
di sekitar areola. Cara tersebut bermanfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban
puting susu (Soetjiningsih, 1997). Ibu duduk dengan santai dan nyaman pada kursi yang
mempunyai sandaran punggung, gunakan bantal untuk mengganjal bokong bayi. Mulai
menyusui dari payudara kanan dengan meletakkan kepala bayi pada siku kanan bagian
dalam dengan posisi badan bayi menghadap badan ibunya. Tangan kanan memegang
bokong dan paha bayi (Manuaba, 1999).
Sangga payudara kanan dengan tangan kiri, tetapi tidak di bagian areola. Sentuh
mulut bayi dengan puting susu untuk memberi rangsangan. Bila bayi membuka mulut
masukkan seluruh puting sebanyak mungkin sampai daerah areola tertutupi. Dekap bayi
hingga ujung hidung bayi menyentuh payudara, ibu menekan sedikit payudara sehingga
bayi dapat bernapas (Manuaba, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Setelah selesai menyusui kurang lebih 10-15 menit, lepaskan hisapan bayi dengan
menekan sedikit dagunya atau memasukkan jari kelingking yang bersih ke sudut mulut
bayi. Sebelum menyusui dengan payudara yang satu lagi, sendawakan bayi untuk
mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (Jumiarni, 1994).
Bayi disendawakan dengan cara menggendong bayi dalam keadaan tegak,
bersandar ke pundak ibu, lalu tepuk-tepuk punggung bayi perlahan-lahan atau
telungkupkan bayi diatas pangkuan ibu, lalu gosok-gosok punggung bayi (Bobak,
Lowdermilk, Jensen, 1994).
c. Posisi menyusui
Ada beberapa posisi yang digunakan dalam menyusui. Ibu harus menemukan
posisi yang paling sesuai baginya. Bayi harus berada dalam posisi yang nyaman untuk
mempermudah keadaan dan tidak harus memutar kepala tau meregangkan lehernya untuk
dapat menjangkau puting (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 1994).
Posisi menyusui yang biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau
berbaring. Pada ASI yang memancar (penuh), posisi ibu saat menyusui dengan berbaring,
bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, dan tangan sedikit menahan kepala bayi. Dengan
posisi tersebut, bayi harus menghisap ASI melawan gaya berat sehingga mengurangi
pancaran ASI yang deras dan bayi terhindar dari tersedak saat menyusui (Soetjiningsih,
1997).
d. Lama dan frekuensi menyususi
Bayi baru lahir harus diberi ASI setiap 2 sampai 3 jam dengan jumlah total 8
sampai 12 kali dalam 24 jam atau sesuai dengan permintaan bayi. Sebaiknya menyusui
bayi tanpa dijadwal (on demand ), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya.
Universitas Sumatera Utara
Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, dan
sebagainya). Lama menyusui biasanya kurang lebih 10-15 menit. Bayi yang sehat dapat
mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan Asi dalam lambung bayi akan kosong
dalam waktu 2 jam (Farrer, 1999).
2.3.5. Imunisasi
Setiap bayi yang lahir harus diimunisasi untuk meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap penyakit tertentu dan mencegah terjadinya penyakit infeksi.. Imunisasi adalah
suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Ada 2
jenis kekebalan yang bekerja dalam tubuh yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
Ada 5 jenis imunisasi dasar yang harus diberikan pada bayi yaitu BCG, DPT, Polio,
Campak dan Hepatitis B. Jadwal pemberian imunisasi pada bayi yaitu BCG diberikan 1
kali pada umur 0-11 bulan, DPT diberikan 3 kali pada umur 2-11 bulan dengan interval
minimal 4 minggu, Polio diberikan 4 kali pada umur 0-11 bulan dengan interval
minimal4 minggu, Campak diberikan 1 kali pada umur 9-11 bulan, Hepatitis B diberikan
3 kali pada umur 0-11 bulan. Imunisasi yang seharusnya diberikan kepada bayi baru lahir
yang terkait dengan penelitian ini adalah BCG, Polio dan Hepatitis B. (Suci, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Download