33 KERANGKA PEMIKIRAN Stunting yang terjadi pada usia kurang dari dua tahun menyebabkan penurunan kemampuan kognitif di masa selanjutnya dan berpeluang lebih besar untuk severe stunting pada umur-umur berikutnya. Beberapa penelitian kohort menemukan bahwa pertumbuhan pada 2 tahun pertama berhubungan dengan pola menyusui dan pemberian MP-ASI (asupan gizi). Pola menyusui secara lebih terinci dapat dilihat dari inisiasi menyusui, perolehan kolostrum, pemberian makanan pre-lakteal, kapan MP-ASI pertama kali diberikan. ASI mengandung Insulin-like growth factor I yang berperan sebagai hormon pertumbuhan utama pada masa neonatal. Menyusui dini setelah melahirkan meningkatkan peluang kesuksesan menyusui nantinya, seperti periode menyusui. Dalam beberapa hari setelah bayi dilahirkan, kelenjar payudara mensekresi kolostrum. Volumenya bervariasi antara 2 dan 10 ml per pemberian ASI/feeding per hari dalam tiga hari pertama, tergantung paritas ibu. Ibu yang sebelumnya telah melahirkan, khususnya pernah merawat bayi yang dilahirkan sebelumnya, biasanya kolostrumnya lebih cepat keluar dan volumenya lebih besar. Zat antibodi yang ditemukan dalam kolostrum dapat membantu memproteksi saluran perncernaan dari infeksi. Makanan pre-lakteal yang diberikan kepada bayi baru lahir berisiko menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran cerna bayi dan berisiko menyebabkan pemberian MP-ASI yang terlalu dini selanjutnya. Pemberian MPASI kurang dari usia 6 bulan dapat meningkatkan kejadian morbiditas pada bayi. Ada efek sinergis antara infeksi dan ketidakcukupan asupan gizi terhadap stunting. Infeksi menyebabkan lebih tingginya kebutuhan gizi dibandingkan kondisi normal dan menyebabkan anoreksia. Anoreksia sendiri menyebabkan berkurangnya asupan gizi anak. Dalam penelitian ini, infeksi tidak diteliti karena tidak tersedianya data infeksi yang umum terjadi pada anak 0-23 bulan dalam data Riskesdas 2010. Selain pola menyusui, pemberian MP-ASI khusunya kelompok pangan hewani. Pangan hewani merupakan sumber yang kaya akan protein yang mudah dicerna dan berkualitas tinggi (karena mengandung asam amino-asam amino esensial yang lengkap) serta kaya energi, sekaligus merupakan sumber mikronutrien yang efisien. Zat gizi mikro utama yang jumlahnya banyak dan bioavailabilitasnya tinggi pada pangan hewani adalah kalsium, vitamin B12, zat besi, zink dan vitamin A. Imunisasi, meliputi BCG, polio, hepatitis B, DPT dan campak, diprogramkan oleh pemerintah sebagai upaya pelayanan kesehatan dasar dalam rangka memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Morbiditas pada anak menghambat pertumbuhan. Sanitasi lingkungan dimana anak tinggal mempengaruhi terjadinya morbiditas pada anak. Baik tidaknya sanitasi lingkungan dapat dilihat diantaranya dari ketersediaan jumlah, kualitas, dan akses air, fasilitas jamban, tempat penampungan air limbah, penanganan sampah, jenis bahan bakar utama. Merokok, baik secara langsung ataupun tidak langsung, menghambat pertumbuhan anak. kejadian infeksi banyak disebabkan oleh perilaku merokok. 34 Secara langsung dengan cara nikotin bereaksi dengan kondrosit (sel tulang rawan) dan paparan dengan benzene menyebabkan terhambatnya perkembangan tulang. Secara tidak langsung melalui kejadian infeksi saluran pernapasan bawah, dimana kejadian infeksi sinergis dengan ketidakcukupan asupan gizi anak. Tinggi badan ibu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi durasi kehamilan, pertumbuhan janin saat dalam kandungan hingga berat anak saat lahir. Berat badan saat lahir merupakan indikator sangat rendahnya pertumbuhan anak saat masa janin atau kehamilan dan merupakan faktor penting yang mempengaruhi status gizi anak di tahun-tahun selanjutnya. Merujuk pada Pedoman Pelayanan Antenatal, kunjungan pelayanan antenatal sebaiknya dilakukan minimal sebanyak 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada trimester pertama (K1), satu kali pada trimester kedua (K2) dan dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) serta dilakukan sesuai standar, harus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium, serta intervensi sesuai dengan risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan. Intervensi yang diberikan saat antenatal dapat mencegah faktor penghambat pertumbuhan anak secara dini. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah frekuensi kunjungan antenatal karena sedikitnya sampel yang memiliki kelengkapan data terkait jenis pelayanan antenatal yang diterima. Umur ibu saat melahirkan, paritas dan jarak kelahiran mempengaruhi pertumbuhan janin hingga berat badan lahir anak. Organ reproduksi wanita kurang dari 20 tahun belum siap untuk menerima kehamilan dan melahirkan, kondisi fisik rahim dan panggul belum berkembang optimal, selain itu keadaan psikologis juga masih labil. Selama hamil, kebanyakan wanita mengalami perubahan psikologis dan emosional yang dapat menimbulkan stress. Stres dapat mempengaruhi bayi lewat perubahan fisik yang terjadi akibat stress seperti peningkatan detak jantung dan peningkatan hormon adrenalin. Ibu hamil yang mengalami stress tinggi dapat meningkatkan risiko melahirkan prematur. Sedangkan wanita usia lebih dari 35 tahun tergolong berisiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan karena pada usia ini berbagai penyakit dan komplikasi kehamilan serta komplikasi persalinan meningkat dengan jelas. Otot, syaraf dan endokrin serta reprosuksi mulai menurun. Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit lain yang dapat melemahkan kondisi ibu dan mengganggu sirkulasi darah ke janin dan dapat meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan. Kehamilan dengan penyakit dan komplikasi kehamilan sering menyebabkan hambatan pertumbuhan. Ibu dengan paritas tinggi berisiko melahirkan anak BBLR. Kondisi endometrium pada daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran dan berkurangnya vaskularisasi. Setiap proses kehamilan dan persalinan akan menyebabkan trauma fisik dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan menyebabkan penyulit kehamilan dan persalinan selanjutnya. Jarak antara kelahiran dapat pula menjadi faktor risiko berat badan lahir rendah karena proses pengembalian kondisi setelah persalinan tidak hanya selesai setelah masa nifas berakhir tetapi membutuhkan waktu yang lebih panjang agar endometrium be-regenerasi dan sel epitel kelenjar endometrium berkembang optimal kembali, sehingga endometrium siap menerima dan memberikan nutrisi bagi pertumbuhan sel telur dan siap untuk dibebani dengan proses kehamilan dan persalinan kembali Sosial ekonomi keluarga merupakan faktor non kesehatan namun efeknya sensitif terhadap faktor-faktor kesehatan dan gizi yang berpengaruh langsung 35 dengan pertumbuhan anak. Berdasarkan Riskesdas 2010, kelompok perempuan yang tidak sekolah dan status ekonomi terendah cenderung tergolong paritas tinggi. Umur pertama menikah pada usia muda cenderung lebih tinggi pada kelompok perempuan yang tidak sekolah dan status ekonomi terendah/kuintil 1. Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin tinggi cakupan tiap jenis imunisasi. Beberapa penelitian menunjukkan konsumsi pangan hewani meningkat dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga. Disamping itu, umumnya pada kelompok sosial ekonomi lebih tinggi, kesadaran akan sanitasi yang lebih baik semakin tinggi pula. Pengaruh sosial ekonomi terhadap perilaku menyusui cenderung beragam. Berdasarkan Riskesdas 2010, semakin tinggi status ekonomi terdapat kecenderungan semakin rendah persentase proses mulai menyusui <1 jam. Ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin tinggi persentase ibu balita yang memberikan semua kolostrum kepada bayi. Terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, cenderung semakin tinggi persentase pemberian makanan prelakteal berupa susu. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin tinggi persentase pemberian makanan prelakteal non-susu. Ringkasan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 4. 36