Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal

advertisement
Judul
: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal
Nama/Npm
: Intan Cahyasari/10503095
Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si
ABSTRAK
Kehilangan seseorang yang kita cintai akibat kematian merupakan hal yang tidak
diinginkan oleh setiap orang. Setiap peristiwa kematian yang terjadi akan timbul rasa kesedihan
dan kesedihan tersebut akan berakibat timbulnya grief. Grief merupakan rasa duka yang dialami
bagi seseorang yang ditinggal oleh orang yang dicintainya karena kematian. Grief muncul saat
seseorang terpisah dari seseorang atau sesuatu yang penting bagi dirinya, grief merupakan
reaksi yang wajar terhadap kehilangan seseorang karena kematian. Umumnya grief terdiri dari
penderitaan, kekosongan, kemuraman dan depresi.
Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui gejala-gejala
pada grief, terutama grief yang yang dialami oleh remaja. Masa remaja merupakan masa
transisi ke arah dewasa, masa peralihan dari imaturasi masa kanak-kanak kepada maturasi
masa dewasa, serta persiapan untuk masa depan, sehingga remaja membutuhkan bimbingan
serta perhatian yang lebih untuk mengarahkan dirinya menjadi lebih baik. Jika seorang remaja,
khususnya remaja putra dihadapkan oleh peristiwa kehilangan seseorang ataupun sesuatu yang
berharga dalam hidupnya karena kematian, dapat membuat jiwanya semakin menjadi labil.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana reaksi grief yang muncul pada remaja
putra, proses perkembangan grief dan faktor yang menyebabkan grief pada remaja putra.
Dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian studi kasus. Menurut Creswell, Denzin & Lincoln (dalam Heru Basuki, 2006)
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian
permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan
positivismenya. Penelitian ini meneliti tentang grief pada remaja putra karena kedua orang
tuanya meninggal. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja putra yang usianya
diantara 11-24 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian, grief yang muncul pada subjek dapat dilihat dari ekspresi
yang muncul yaitu ekspresi fisik, ekspresi kognitif, ekspresi afektif, dan ekspresi dalam bentuk
tingkah laku. Selain dari ekspresi juga dapat dilihat dari proses perkembangan grief yang telah
dilalui oleh subjek yaitu denial, realization, feeling of abandonment, despair crying, restlessness,
anger, guilt, feeling of loss, longing, voluntary return to society. Subjek melewati proses
perkembangan grief, namun pada proses perkembangan yang terakhir yaitu the deminishment of
grief and the beginning of full recovery subjek belum mampu melewatinya. Adapun faktor yang
menyebabkan grief yang dialami subjek yaitu hubungan individu dengan almarhum, proses
kematian, jenis kelamin orang yang ditnggalkan, latar belakang keluarga, support system.
Kata kunci: grief, remaja, kematian orang tua, kesedihan, kehilangan,
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kematian merupakan bagian yang tidak
terlepas dari kehidupan manusia. Kematian
merupakan fakta hidup, setiap manusia di
dunia ini pasti akan mati. Kematian tidak
hanya dialami oleh kaum usia lanjut, tapi
juga oleh orang-orang yang masih muda,
anak-anak bahkan bayi. Seseorang dapat
meningal karena sakit, usia lanjut,
kecelakaan, dan sebagainya. Jika seseorang
meninggal dunia, peristiwa kematian
tersebut tidak hanya melibatkan dirinya
sendiri namun juga melibatkan orang lain,
yaitu orang-orang yang ditinggalkannya,
kematian dapat menimbulkan penderitaan
bagi orang-orang yang mencintai orang yang
meninggal tersebut (Turner & Helms, 1995).
Kehilangan seseorang yang dekat dan
dicintai karena kematian merupakan suatu
peristiwa yang tidak dapat dibandingkan
dengan peristiwa-peristiwa lain bagi
seseorang yang ditinggalkan, karena hal
tersebut tidak hanya berdampak pada orang
itu saja, tetapi juga berdampak pada orangorang disekitarnya. Setiap orang yang
meninggal akan disertai dengan adanya
orang lain yang ditinggalkan, untuk setiap
orang tua yang meninggal akan ada anakanak yang ditinggalkan. Kematian dari
seseorang yang kita kenal terlebih yang
sangat kita cintai, akan sangat berpengaruh
terhadap kehidupan kita selanjutnya.
Apalagi jika orang tersebut dekat dengan
kita, orang yang dikasihi, maka akan ada
masa dimana kita akan meratapi kepergian
mereka dan merasa kesedihan yang
mendalam. Kita juga merasa sangat
kehilangan, tidak bahagia, dan kurang dapat
menjalani kehidupan dengan baik (Stroebe,
Stroebe & Hansson, 1993).
Orang tua merupakan orang yang paling
dekat dengan anak, hangatnya sebuah
keluarga akan membuat kedekatan yang
terjalin antara anak dan orang tua, dan
kedekatan itu akan membuat anak menjadi
merasa aman dan nyaman, ketika seorang
remaja dihadapkan pada suatu peristiwa
yang tidak diinginkan dalam hidupnya pasti
akan merasa berat untuk menerimanya,
seperti peristiwa kematian yang dapat
memisahkan hubungan antara orang tua dan
anak, peristiwa tersebut sulit untuk diterima
oleh siapapun karena tidak ada satu orang
pun yang akan benar-benar siap ketika harus
kehilangan
orang
yang
dicintainya.
Peristiwa itu akan membuat seorang remaja
yang mengalaminya menjadi syock dan
terpukul, juga merasa kehilangan seseorang
yang sangat berarti dalam hidupnya, saat
mengalami kehilangan orang yang dicintai
setiap orang akan memberikan reaksi
terhadap kehilangan tersebut dengan
berbagai cara. Salah satu cara yaitu dengan
reaksi psikologis seperti merasa kesepian,
putus asa dan takut, dan hal tersebut
merupakan hal yang normal bagi seseorang
yang
mengalami
kehilangan
karena
kematian (Atwater, 1999).
Rice (1993), mengemukakan bahwa
kehilangan orang yang dicintai diidentifikasi
sebagai suatu kehilangan yang sangat
mendalam. Bagi seorang remaja baik putra
maupun putri pasti memiliki perasaan
kehilangan, tetapi dalam meluapkan dan
mengekspresikan perasaannya berbeda,
untuk remaja putra biasanya memiliki
perasaan kehilangan yang cenderung sulit
untuk diungkapkan, lebih pada menahan dan
memendam perasaannya tersebut sedangkan
untuk remaja putri cenderung lebih memiliki
perasaan yang sensitif dan lebih peka, lebih
menunjukkan
kesedihan
dan
rasa
kehilangannya. Remaja putri biasanya akan
merasa kurang percaya diri untuk
bersosialisasi dilingkungannya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan empat tahun lalu
(Fivush & Buckner dalam Martin & Doka,
2000), bahwa wanita memiliki tingkat
kepekaan emosional yang lebih tinggi
terhadap dirinya serta lebih sering
mengungkapkan perasaannya secara verbal,
sedangkan pria cenderung menekan ekpresi
perasaannya. Berbeda dengan Kubler-Ross
(dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa
untuk proses adaptasi pria yang mengalami
grief akan lebih lama dibanding dengan
wanita, dikarenakan wanita secara umum
sudah terbiasa tinggal dan hidup sendiri.
Keberhasilan seseorang untuk dapat
mengatasi grief yang dialaminya dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
faktor subjektif (jenis kelamin dan coping
style), faktor diadik (karakteristik dan
kualitas dari ikatan emosional), faktor sosial
(dukungan sosial), hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Fivush & Bucker, dkk
dalam Stroebe, 1987) terhadap ketiga faktor
itu mengimplikasikan adanya perbedaan
gender pada proses grief yang dilakukan
oleh remaja setelah suatu proses kehilangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
diketahui bahwa peristiwa kematian dapat
menyebabkan grief, grief dapat dialami oleh
siapa saja termasuk remaja. Grief yang
dialami oleh remaja putra berbeda dengan
grief yang dialami oleh remaja putri, karena
remaja putra cenderung sulit untuk
mengungkapkan rasa grief yang dialaminya,
oleh karena itu pembahasan tentang grief
pada remaja menarik untuk diteliti, karena
dimasa remajanya, seorang remaja sangat
membutuhkan kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari orang tua, mereka akan
bangga dengan adanya seseorang yang
mereka kagumi dalam hidupnya seperti
sosok orang tua, tetapi disaat itulah dimasa
remajanya mereka kehilangan sosok yang
mereka kagumi karena peristiwa kematian.
2.Pertanyaan Penelitian
Bagaimana ekspresi grief pada remaja
putra yang kedua orang tuanya meninggal,
faktor apa yang menyebabkan grief pada
remaja
putra,
bagaimana
proses
perkembangan grief yang dialami oleh
remaja putra.
3.Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini untuk
melihat bagaimana hasil dari gambaran grief
yang dialami remaja, dan dari hasil
gambaran tersebut kita dapat melihat
ekspresi yang muncul dari grief, melihat
faktor yang menyebabkan grief, dan untuk
melihat proses perkembangan grief yang
dialami oleh remaja putra.
4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis, Hasil dari penelitian
diharapkan bisa menambah wacana peneliti
dalam ilmu-ilmu psikologi terutama pada
psikologi perkembangan dan psikologi klinis
mengenai grief, terutama grief yang dialami
oleh remaja karena kehilangan kedua orang
tuanya. Dari hasil penelitian seperti faktor
yang menyebabkan grief yaitu komunikasi
pada keluarga yang ditinggalkan setelah
kematian membuat hubungan antara anggota
keluarga semakin erat dan terjalin lebih
baik. Lalu dari hasil proses perkembangan
grief, yaitu realization dimana seseorang
yang ditinggalkan mulai menyadari bahwa
kematian tersebut telah terjadi.
2. Manfaat Praktis, Dari segi praktis ini,
peneliti berharap dapat memberikan wacana
pengetahuan pada masyarakat luas mengenai
grief, pemahaman tentang grief dan semua
hal yang berhubungan dengan grief. Dari
hasil penelitian yang menyebabkan grief,
yaitu support system bahwa dukungan yang
diberikan oleh orang disekitarnya bisa
memberikan kekuatan dan membangun
kembali rasa kepercayaan diri. Lalu dari
proses perkembangan grief yaitu guilt,
bahwa seseorang yang ditinggalkan merasa
bersalah atas kematian yang terjadi namun
dapat membuat orang yang ditinggalkan
tersebut menjadi lebih terpacu untuk
memperbaiki
kesalahan
yang
telah
dilakukan.
B. Tinjauan Pustaka
1. Grief
a. Pengertian Grief
Menurut Kail dkk (2000), grief adalah
suatu reaksi yang diakibatkan oleh
bereavement (suatu kondisi emosional yang
penuh dengan kesedihan dan tekanan karena
kematian). Hal tersebut serupa dengan yang
dikemukakan oleh Parkes & Stroebe, dkk
(1988) bahwa grief sebagai respon
emosional yang disebabkan oleh kehilangan,
karena hal tersebut merupakan pengalaman
emosional yang pribadi pada setiap individu
yang mengalami kehilangan orang yang
dicintai.
b. Ekspresi dan Reaksi Yang Muncul
Pada Grief
Kematian seseorang dapat menimbulkan
grief pada orang yang ditinggalkan.
Menerima kenyataan bahwa orang yang
dicintai telah meninggal dunia merupakan
hal yang menyakitkan. Dacey & Travers
(2002), membagi ekspresi duka kedalam
empat macam, yaitu:
a. Ekspresi Fisik, contohnya adalah
kehilangan selera makan, sulit tidur, sakit
pada tenggorokan, dada, terlalu sensitif pada
suara, depersonalization, mulut kering,
susah untuk bernafas, otot lemah dan
kehilangan energi.
b. Ekspresi Kognitif, contohnya adalah
kebingungan,
ketidakpercayaan,
ketergantungan pada kenangan tentang
almarhum
namun
pada
remaja
ketergantungan
ini
biasanya
hanya
berlangsung sementara.
c. Ekspresi Afektif, contohnya lelah, takut,
cemas, menderita, bersalah, marah, depresi,
penyangkalan
dan
dorongan
untuk
melakukan bunuh diri.
d. Ekspresi dalam bentuk tingkah laku, yaitu
perubahan perilaku sebagai keluaran dari
perubahan afektif, kognitif dan fisik.
Misalnya perubahan perilaku keseharian dari
seseorang, dari aktif secara sosial menjadi
menutup diri terhadap orang lain.
c. Faktor Yang Menyebabkan Grief
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
grief, faktor tersebut dikemukakan oleh
(Aiken, 1994), yaitu:
a. Hubungan individu dengan almarhum,
yaitu reaksi-reaksi dan rentang waktu masa
berduka yang dialami setiap individu akan
berbeda tergantung dari hubungan individu
dengan almarhum, dari beberapa kasus dapat
dilihat hubungan yang sangat baik dengan
orang yang telah meninggal diasosiasikan
dengan proses grief yang sangat sulit.
b. Kepribadian, usia dan jenis kelamin orang
yang ditinggalkan, merupakan perbedaan
yang mencolok ialah jenis kelamin dan usia
orang yang ditinggalkan. Secara umum grief
lebih menimbulkan stress pada orang yang
usianya lebih muda.
c. Proses Kematian, cara dari seseorang
meninggal juga dapat menimbulkan
perbedaan reaksi yang dialami orang yang
ditinggalkannya. Pada kematian yang
mendadak
kemampuan
orang
yang
ditinggalkan akan lebih sulit untuk
menghadapi
kenyataan.
Kurangnya
dukungan dari orang-orang terdekat dan
lingkungan sekitar akan menimbulkan
perasaan tidak berdaya dan tidak
mempunyai kekuatan, hal tersebut dapat
mempengaruhi
kemampuan
seseorang
dalam mengatasi grief.
d. Proses Perkembangan Grief
Turner & Helms (1987), menyebutkan
bahwa ada beberapa tahapan dari grief yang
dijelaskan secara lebih rinci, yaitu:
a. Denial Of Loss, pada fase ini orang yang
ditinggalkan tidak percaya dan menyangkal
kenyataan bahwa orang yang dicintai telah
tiada. Reaksi yang biasanya muncul pada
fase ini adalah “Tidak mungkin dia sudah
meninggal.”
b. Realization Of Loss, pada fase ini orang
yang ditinggalkan secara emosional mulai
menyadari bahwa orang yang dicintainya
memang sudah meninggal. Umumnya reaksi
yang muncul adalah “Ya Tuhan, hal ini
memang terjadi, dia sudah pergi untuk
selamanya.”
c. Feeling of abandonment, alarm, and
anxiety, pada fase ini orang yang
ditinggalkan merasa khawatir dan gelisah.
Karena telah ditinggalkan oleh orang yang
dicintainya, reaksi yang biasanya muncul
pada fase ini adalah “Tuhan, bagaimana
saya menjalani semua ini sendirian?”
d. Despair, crying, physical numbness,
mental confusion, indecisiveness pada fase
ini orang yang ditinggalkan akan merasa
putus asa, menangis, mati rasa, bingung dan
bimbang akibat kematian orang yang
dicintai.
e. Restlessness (a product of anxiety),
insomnia, loss of appetite, irritability, loss of
self control, wondering mind. Pada fase ini
orang yang ditinggalkan akan mengalami
keresahan (hasil dari kecemasan), insomnia,
nafsu makan hilang, cepat marah, kontrol
diri menurun, serta pikiran kacau.
f. Pining (the physical pain and agony of
grieving) and search for some token
remembrance of the lost love abject. Pada
fase ini orang yang ditinggalkan akan
merasa merana, timbulnya sakit fisik dan
penderitaan atas grief. Selain itu orang yang
ditinggalkan akan mencari benda-benda
sebagai
kenang-kenangan
yang
mengingatkan pada orang yang telah
meninggal.
g. Anger, pada fase ini orang yang
ditinggalkan merasa marah atas kematian
yang menimpa orang yang dicintainya.
Kemarahan yang biasanya muncul biasanya
diungkapkan dengan kata-kata seperti
“mengapa dia harus mati?”
h.
Guilt, pada fase ini orang yang
ditinggalkan akan merasa bersalah atas
kematian orang yang dicintainya. Umumnya
reaksi yang muncul adalah “Seharusnya
saya menjaga dia lebih baik, salah saya
sehingga dia sakit!”
i. Feeling of loss of self or total emptiness,
pada fase ini orang yang ditinggalkan akan
merasa kehilangan atas dirinya sendiri atau
merasa kekosongan secara menyeluruh.
Reaksi yang muncul umumnya adalah
“Sebagian diri saya telah pergi untuk
selamanya.”
j. Longing (the dull ache that won`t go
away event with other). Pada fase ini orang
yang ditinggalkan merasakan kerinduan
yang sangat mendalam dan merasa sakit atas
kesepian atau kehampaan, dan perasaan
rindu tersebut tidak hilang, bahkan saat
bersama dengan orang lain
k. Identification with one`s lost partner by
assuming some of her traits, attitudes, or
mannerism. Pada fase ini orang yang
ditinggalkan akan melakukan identifikasi
terhadap orang yang telah meninggal
tersebut, dengan meniru beberapa sifat,
perilaku atau gaya dari orang yang telah
meninggal.
l.
Profound depression, pada fase ini
seseorang merasa sangat depresi akibat
kehilangan orang yang dicintai memalui
kematian.
Umumnya
orang
yang
ditinggalkan berfikir untuk menyusul orang
yang dicintainya, yaitu keinginan untuk
mati.
m. Pathological aspects, such as minor
acehs and ailments and marked tendency
toward hypochondria. Pada fase ini muncul
aspek patologis pada orang yang
ditinggalkan, seperti penyakit minor dan
penyakit ringan dan ditandai kecenderungan
terhadap hypochondria. Reaksi yang
umunya muncul adalah “siapa yang akan
menjaga
dan
memperhatikan
saya
sekarang.”
n. Voluntary return to society, pada fase ini
orang yang ditinggalkan mulai kembali ke
masyarakat atas keinginannya sendiri,
setelah sebelumnya sempat menarik diri dari
lingkungan.
o. The diminishment of grief symptoms and
the beginning of full recovery. Pada fase ini
simptom-simptom grief yang dialami oleh
orang yang ditinggalkan mulai berkurang,
mulai mengarah pada kepulihan yang
menyeluruh.
2. Pengertian Remaja
Remaja, dalam bahasa latinnya adalah
adolescence, yang artinya "tumbuh atau
tumbuh mencapai kematangan". Istilah
adolescence memiliki arti yang luas,
mencakup kematangan mental, emosional,
sosial dan fisik (Hurlock,1991). Pandangan
ini
didukung
oleh
Piaget
(dalam
Hurlock,1991) yang menyatakan bahwa
secara psikologis, remaja adalah suatu usia
di mana individu menjadi terintegrasi
kedalam masyarakat dewasa, suatu usia di
mana anak-anak tidak merasa bahwa dirinya
barada di bawah tingkat orang tua yang
lebih tua melainkan merasa sama, atau
sejajar
3. Grief Pada Remaja Putra Karena
Kedua Orang Tuanya Meninggal
Peristiwa kematian akan membawa
pengaruh yang kuat dan mendalam bagi
siapa saja yang ditinggalkan. Kesedihan
yang muncul akibat rasa kehilangan yang
begitu besar membuat seseorang tidak
mampu untuk menerima kenyataan dalam
hidupnya, tetapi disamping itu juga harus
berusaha untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan tanpa orang yang telah meninggal,
setiap orang yang mengalami grief harus
mampu untuk melakukannya. Terlebih jika
seorang remaja yang mengalami peristiwa
seperti ini (Sarafino,1994).
Kehilangan orang tua diusia remaja
menimbulkan perasaan yang mendalam, dan
dapat dikatakan sebagai sesuatu yang
mungkin akan mengubah hidup mereka,
karena orang tua memegang peranan yang
sangat penting didalam kehidupan seorang
remaja. Selama masa remaja orang tua atau
keluarga berubah fungsi dari pengasuhan,
perlindungan dan sosialisasi menjadi
pemberi dukungan, bimbingan serta
pengarahan (Steinberg, 2002). Apabila
seseorang kehilangan keluarganya semasa
remaja, dirinya akan merasa kesepian,
merasa tidak ada yang membimbingnya dan
juga pengarahan yang sangat diperlukannya
oleh remaja tersebut, dan situasi itu bisa
mengakibatkan perilaku remaja menjadi
negatif,
berdampak
buruk
dalam
kehidupannya, seperti penggunaan obat-obat
terlarang, pecandu alkohol dan pergaulan
bebas, itu semua sebagai perwujudan dari
grief yang dialami. Karena diusia yang
rentan, remaja membutuhkan kasih sayang
yang lebih dan bimbingan yang terarah
untuk menuju kehidupannya yang lebih baik
(Papalia & Olds, 1995).
Dengan bantuan dan dukungan dari
orang-orang terdekat, dapat mencegah
perwujudan dari perilaku-perilaku yang
negatif, dengan memberikan perhatian dan
pemahaman yang baik kepada remaja bahwa
di usianya yang muda diharapkan untuk bisa
memberikan perilaku yang baik sebagai
contoh dimasyarakat dan tidak boleh
terjerumus dengan melakukan perbuatanperbuatan yang negatif, melainkan hal-hal
yang positif. Umumnya seseorang yang
mengalami grief mampu untuk mengatasi
perasaan kehilangan yang dialaminya dan
mereka dapat kembali hidup dengan normal
dan menjalani kehidupan selanjutnya dengan
adanya rasa saling membantu dan adanya
support
yang
dapat
memberikan
kepercayaan diri bahwa dirinya bisa
mengatasi grief yang dialami (Papalia &
Olds, 1998).
C. Metode Penelitian
1. Pendekatan Kualitatif
Dalam penelitian ini menggunakan
format studi kasus tipe pendekatan
penelitian yang penelaahannya kepada satu
kasus yang dilakukan secara intensif,
mendalam, mendetail dan komprehensif.
Dalam penelitian studi kasus ini lebih
menekankan mengkaji variabel yang cukup
banyak pada jumlah yang kecil, tujuan dari
penelitian
studi
kasus
ini
adalah
memberikan gambaran secara mendetail
tentang latar belakang, sifat-sifat serta
karakter-karakter yang khas dari kasus
(Nazir, 1999).
2. Subjek penelitian
Karakteristik subjek dalam penelitian ini
adalah remaja putra, yang rentang usianya
antara 11-24 tahun yang kedua orang tuanya
telah meninggal. Sementara itu subjek
penelitian dalam penelitian ini terdiri dari
satu orang subjek dengan 1 orang significant
others.
3. Tahap-tahap Persiapan
a.
Tahap Persiapan Penelitian, dalam
membuat pedoman wawancara yang akan
dibuat sesuai dengan tujuan penelitian dan
berdasarkan teori yang relevan dengan
permasalahan pedoman wawancara ini berisi
pertanyaan-pertanyaan
mendasar
yang
nantinya
dapat
berkembang
dalam
wawancara dengan topik penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian, peneliti
terjun langsung ke lapangan untuk
melakukan observasi dan wawancara secara
terpisah. Setelah itu, peneliti memindahkan
hasil rekaman berdasarkan wawancara dan
hasil observasi ke dalam bentuk verbatim
tertulis, kemudian peneliti melakukan
analisis data dan interpretasi data sesuai
dengan langkah-langkah yang dijabarkan
pada bagian teknik analisis data. Terakhir
peneliti membuat diskusi dan kesimpulan
dari seluruh hasil penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitan ini tipe pengumpulan
data yang akan dipergunakan adalah metode
wawancara
dan
metode
observasi.
Wawancara dengan pedoman umum, yaitu
proses
wawancara
dimana
peneliti
dilengkapi dengan pedoman mengenai
aspek-aspek yang dibahas dan pertanyaanpertanyaan dijabarkan tergantung pada
konteks saat wawancara berlangsung.
Sedangkan dalam jenis observasi yang
dilakukan adalah observasi sistemik, dimana
pada jenis observasi ini peneliti melakukan
wawancara (Poerwandari, 1998) adapun
sistemik pencatatan yang dilakukan meliputi
materi, cara-cara mencatat hasil observasi
dan wawancara, hubungan observer dan
observee dilingkungan tempat wawancara
dilakukan dan lain sebagainya.
5. Alat Bantu Penelitian
Menurut Poerwandari (2001), penulis
sangat berperan dalam seluruh penelitian
mulai dari memilih topik, mendekati topik,
mengumpulkan data, analisis, interpretasi
dan menyimpulkan data, dalam pengambilan
data dalam metode wawancara dan
observasi diperlukan alat bantu, untuk
mempermudah
peneliti
untuk
mengumpulkan data yaitu: pedoman
wawancara, pedoman observasi, alat
perekam.
6. Keakuratan Penelitian
Untuk mencapai keakuratan dalam suatu
penelitian dengan metode kualitatif, ada
beberapa teknik yang digunakan dan salah
satu teknik tersebut adalah triangulasi.
Triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan
keakuratan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Triangulasi dapat
dibedakan menjadi emapat macam yaitu
triangulasi data, pengamat, teori, dan
metodologis.
Setelah maksud dan tujuan telah di ketahui
oleh calon subjek maka peneliti menjelaskan
lebih rinci mengenai penelitian yang
dilakukan peneliti agar subjek lebih
mengerti dan merasa nyaman dengan
peneliti sehingga penelitian dapat berjalan
dengan baik. Sebelum proses pengambilan
data, peneliti mempersiapkan pedoman
wawancara, pedoman observasi, dan
memepersiapkan alat-alat penelitian berupa
tape recorder, kertas dan alat tulis. Hal ini
dilakukan agar proses pengumpulan data
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
2. Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan observasi dalam penelitian ini
dilakukan pada tanggal 3 Maret 2008,
dikediaman rumah subjek. Sedangkan
kegiatan observasi dengan significant
others, yaitu sepupu subjek pada tanggal 17
Maret 2008.
Kegiatan wawancara dalam penelitian
ini dilakuakan pada tanggal 30 Maret 2008
dikediaman rumah subjek. Sedangkan
wawancara pada significant others juga
dilakukan pada tanggal 30 Maret 2008
dirumah sepupu subjek.
7. Teknik Anlisis Data
Data yang diperoleh akan di analisa
dengan menggunakan teknik analisa data
kualitatif. Adapun tahapan tersebut adalah
mengorganisasikan data, mengelompokkan
data, analisis kasus, dan menguji asumsi.
3. Hasil Observasi dan Wawancara
a. Gambaran Umum Subjek
Subjek adalah seorang remaja putra
yang berusia 21 tahun, bertubuh besar
dengan tinggi sekitar 170 cm dengan berat
badan 72 kg, berkulit hitam, berambut
hitam. Kegiatan sehari-hari subjek adalah
bermain musik dan subjek sedang di training
untuk menjadi satpam. Subjek mempunyai
satu orang kakak perempuan dan satu orang
adik perempuan. Subjek mengatakan bahwa
hubungan kedua orang tua subjek sangat
baik serta hubungan subjek dengan kedua
orang tuanya juga baik, tidak ada masalah
yang berarti.
D. Hasil Dan Analisis
1. Persiapan Penelitian
Pertama kali yang dilakukan oleh
peneliti sebelum proses pengambilan data
dilakukan, peneliti terlebih dahulu datang
menemui subjek di rumahnya untuk
menjelaskan kedatangan dan tujuan peneliti.
b. Pembahasan
1) Ekspresi Grief Pada Remaja Putra
Karena Kedua Orang Tuanya
Meninggal
a) Ekspresi Fisik
Ekspresi fisik yang dialami oleh
seseorang yang mengalami grief umumnya
bisa terlihat seperti kehilangan selera makan,
sulit tidur, sakit pada tenggorokan, lemah
dan kehilangan energi yang dapat
mengakibatkan adanya perubahan kondisi
yang menurun, Dacey & Traves (2002).
Pada subjek diketahui bahwa dirinya
mengalami beberapa reaksi fisik yang
serupa dan sejalan dengan teori yang
diungkapkan oleh Dacey & Travers (2002),
bahwa setelah kedua orang tuanya
meninggal subjek tidak mempunyai nafsu
makan, sehingga kondisi badan subjek terasa
lemah dan kurang bertenaga sehingga
menyebabkan kondisi subjek menurun dan
sempat jatuh sakit. Subjek juga sulit tidur
karena subjek selalu teringat dan terbayang
dengan kedua orang tuanya.
b) Ekspresi Kognitif
Turner & Helms, (1995) mengatakan
bahwa pada ekspresi kognitif dapat
diketahui bahwa umumnya reaksi yang
ditimbulkan
pada
seseorang
yang
mengalami grief, adanya rasa kebingungan,
ketidakpercayaan, dan sibuk dengan
pemikiran mengenai kematian dan mencoba
mencari penjelasan yang masuk akal
mengenai kematian yang dialami, serta
pikiran pun menjadi terganggu.
Pada subjek terlihat, bahwa setelah
kematian kedua orang tuanya pikiran subjek
menjadi sedikit terganggu, sehingga
konsentrasinya menurun, rasa bingung dan
tidak percaya pun muncul sehingga
membuat pikiran subjek menjadi kacau dan
berpengaruh terhadap emosi subjek yang
menjadi labil. Reaksi kognitif yang muncul
pada subjek terbukti dan sejalan dengan
pendapat yang diungkapkan oleh tokoh
diatas mengenai ekspresi grief.
c) Ekspresi Afektif
Ekspresi afektif adalah perasaan yang
biasanya muncul pada seseorang yang
mengalami grief seperti rasa duka cita,
cemas, kesedihan, perasaan bersalah, marah,
penyangkalan, dan bahkan depresi (Aiken,
1994).
Pada kasus subjek diketahui bahwa
setalah mengetahui kedua orang tuanya
meninggal subjek merasakan kesedihan
yang mendalam karena subjek dekat dengan
kedua orang tuanya, subjek tidak
mempercayai
kedua
orang
tuanya
meninggal, rasa cemas pada dirinya
dikarenakan subjek khawatir dengan
hidupnya setelah orang tuanya meninggal,
perasaan bersalah pun dialami oleh subjek
karena
subjek
belum
sempat
membahagiakan kedua orang tuanya
sehingga membuat perasaannya tersiksa dan
kemarahan yang terjadi pun karena subjek
tidak rela kehilangan kedua orang tuanya.
d) Ekspresi dalam bentuk tingkah laku
Ekspresi dalam bentuk tingkah laku
pada seseorang yang mengalami grief
karena kematian orang yang dicintai dapat
mengakibatkan adanya perubahan tingkah
laku keseharian dalam bersosialisasi di
masyarakat, serta kurangnya percaya diri
untuk bersosialisasi di masyarakat sehingga
dapat menutup diri di lingkungan.
Pada kasus yang dialami oleh subjek
dapat diketahui bahwa perubahan perilaku
keseharian
subjek
dimasyarakat
menunjukkan bahwa subjek belum mampu
untuk menyesuaikan dirinya dengan kondisi
yang sedang di hadapinya, kurangnya rasa
percaya diri yang dimilikinya menyebabkan
subjek
malu
untuk
bersosialisasi
dilingkungannya karena kedua orang tuanya
meninggal dan keluarganya sudah tidak
lengkap seperti dulu. Perubahan perilaku
yang dialami subjek dilingkungan bahwa
ternyata sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh tokoh (Dacey & Travers,
2002) mengenai ekspresi grief.
2) Faktor Yang Menyebabkan Grief
Pada Remaja Putra
a) Hubungan individu dengan almarhum
Rentang waktu masa berduka yang
dialami setiap individu akan berbeda
tergantung hubungan kedekatan antara
individu dengan almarhum, jika hubungan
yang terjalin sangat baik dengan orang yang
telah meninggal akan mempersulit proses
grief yang akan dilalui oleh orang yang
ditinggalkan.
Hubungan kedekatan subjek dengan
dengan kedua orang tuanya terjalin dengan
baik. Subjek merupakan anak yang manja
dan dimanja oleh kedua orang tuanya
sehingga hubungan subjek dengan ayah dan
ibunya terjalin cukup dekat dan hangat,
terutama dengan ibunya. Sehingga ketika
kedua orang tua subjek meninggal, subjek
sangat sulit untuk melupakan ayah serta
ibunya. Karena kedekatan yang terjalin
sangat baik antara subjek dengan kedua
orang tuanya, membuat subjek sulit untuk
kehilangan kedua orang tuanya. Proses yang
terjadi pada subjek ini terlihat bahwa adanya
kesesuaian dengan teori yang diungkapkan
oleh Aiken, (1994) mengenai faktor yang
menyebabkan grief, bahwa jika kedekatan
suatu hubungan yang terjalin dengan baik
akan memungkinkan bagi seseorang yang
ditinggalkan sulit untuk melupakan dan
melepaskan ikatan tersebut.
b) Proses Kematian
Aiken, (1994) mengemukakan bahwa
cara dari seseorang meninggal dapat
menimbulkan perbedaan reaksi yang dialami
oleh orang yang ditinggalkannya. Pada
kematian yang mendadak akan lebih sulit
untuk
menghadapi
kenyataan.
Jika
kurangnya dukungan dari orang-orang
sekitar akan membuat orang yang
ditinggalkan tidak berdaya dan tidak
mempunyai kekuatan untuk menghadapi
kondisi tersebut dan hal tersebut dapat
mempengaruhi seseorang dalam mengatasi
grief yang di alaminya.
Peristiwa kematian kedua orang tua
subjek membuat subjek terpukul, kematian
ayah subjek tidak bisa terhindarkan karena
ayah subjek sudah cukup lama menderita
sakit komplikasi, sedangkan kematian pada
ibu subjek begitu cepat dan mendadak. Hal
tersebut yang membuat subjek sangat
terkejut karena peristiwa yang terjadi begitu
cepat, setelah ayah subjek meninggal
terlebih dahulu, berselang beberapa bulan
ibu subjek langsung meninggal menyusul
ayah subjek, sehingga sulit bagi subjek
untuk menerima kematian kedua orang
tuanya.
c) Jenis kelamin orang yang ditinggalkan
Pada peristiwa kematian akan
membuat seseorang yang ditinggalkannya
merasa sangat sedih, banyak reaksi yang
akan
ditimbulkan.
Tergantung
dari
bagaimana seseorang menahan perasaan
yang di rasakan olehnya, dapat pula dilihat
dari perbedaan jenis kelamin antara pria dan
wanita yang berbeda dalam menunjukkan
perasaan sedih yang dialaminya bahwa pria
cenderung
lebih
menyebunyikan
perasaannya dibandingkan dengan wanita
yang
lebih
sering
mengungkapkan
perasaannya (Fivush & Buckner dalam
Martin & Doka, 2000).
Pada kasusnya subjek merupakan
seorang remaja pria yang dapat diketahui
bahwa
subjek
cenderung
lebih
menyembunyikan perasaan yang dirasakan
oleh dirinya. Subjek lebih banyak diam
untuk menyembunyikan perasaannya. Hal
ini terlihat berbeda dengan yang di rasakan
oleh adik perempuan subjek, adik
perempuan
subjek
cenderung
lebih
meluapkan dan menunjukkan perasaan yang
di rasakan olehnya. Dari hal tersebut dapat
diketahui bahwa teori yang diungkapkan
oleh tokoh diatas tersebut sejalan apa yang
dialami pada kasus subjek, bahwa perbedaan
jenis kelamin membuat reaksi yang
ditimbulkan antara pria dan wanita berbeda
dalam mencurahkan perasaannya.
d) Latar belakang keluarga yang
ditinggalkan
Harper (2001), kedekatan antara
anggota keluarga dan jalinan hubungan yang
baik membuat suasana keluarga menjadi
hangat dan harmonis. karena keluarga
merupakan tempat dimana kita merasa
nyaman dengan orang-orang terdekat untuk
saling berbagi. Ayah, ibu adik serta kakak
adalah orang-orang terdekat dalam keluarga.
Pada kasus yang terjadi pada subjek,
dapat diketahui bahwa hubungan dalam
keluarga subjek terjalinan dengan cukup
baik, hubungan subjek dengan ayah dan
ibunya sangat dekat, subjek juga merupakan
anak yang di manja oleh kedua orang
tuanya, hubungan diantara anggota keluarga
subjek cukup hangat. Tetapi setelah kedua
orang tua subjek meninggal subjek merasa
bahwa keluarganya tidak lengkap lagi
seperti dulu, setelah kedua orang tua subjek
meninggal
subjek
tidak
merasakan
kehangatan dalam sebuah keluarga sehingga
subjek merasa kehilangan.
e) Support system
Harper, (2001) mengatakan bahwa
dukungan yang datang dan yang diberikan
oleh seseorang yang sedang berduka akan
membuat seseorang tersebut merasa lebih
kuat dan tegar untuk menghadapi kondisi
yang sedang di alami, tanpa adanya
dukungan akan membuat seseorang yang
ditinggalkan oleh orang yang dicintainya
merasa sepi dan hampa di dunia ini.
Pada kasus yang terjadi pada subjek,
dengan adanya dukungan yang di berikan
dari keluarga, orang-orang terdekat dan
orang-orang
disekelilingnya,
terutama
dukungan dari pacar subjek membuat diri
subjek merasa kuat dan tergar untuk
melewati kondisi yang sedang di alaminya,
sehingga subjek mempunyai keberanian
untuk
bersosialisasi
kembali
dan
menyesuaikan diri dimasyarakat.
3) Proses perkembangan grief pada
remaja putra karena kedua orang tuanya
meninggal
a) Denial of loss
Pada tahap denial dapat dilihat adanya
beberapa reaksi yang ditimbulkan pada
seseorang yang ditinggalkan karena
kematian, seperti rasa tidak percaya dengan
kematian orang yang dicintai serta
penyangkalan bahwa orang yang dicintainya
telah meninggal. Penyangkalan merupakan
hal yang wajar yang dialami oleh seseorang
sebagai luapan emosi yang dialami oleh
seseorang karena kematian, Kubler Ross
(dalam Santrock, 2002).
Pada kasus subjek pada tahapan denial
ini subjek menunjukkan bahwa dirinya tidak
dapat menerima kematian kedua orang
tuanya, subjek menyangkal serta tidak
mempercayai bahwa kedua orang tuanya
telah meninggal, subjek bersikap demikian
dikarenakan bahwa subjek tidak rela dan
tidak siap kehilangan kedua orang tuanya,
terlebih ketika ibu subjek meninggal
menyusul ayahnya, terlihat bahwa subjek
begitu syock dan terpukul dengan peristiwa
ini.
b) Realization of loss
Tahap realization ini seseorang yang
kehilangan orang yang dicintai, dirinya
mulai berusaha menyadari kehilangan
tersebut, dimana seseorang yang kehilangan
tersebut mulai merasa bahwa orang yang
dicintainya telah tiada dan tidak ada lagi di
dunia ini, mulai menerima keadaan ini
bahwa ini semua adalah nyata.
Turner & Hemls, (1987) mengatakan
bahwa tidak mudah bagi seseorang yang
telah
ditinggalkan
untuk
menyadari
seutuhnya
bahwa dirinya
menerima
kematian orang yang dicintainya. Pada
tahapan ini subjek mulai berusaha untuk
menyadari bahwa kematian kedua orang
tuanya adalah nyata, subjek berusaha untuk
menerima kematian kedua orang tuanya
walau sebenarnya subjek tidak bisa
menerimanya dan sulit bagi subjek
menerima ini semua.
c) Feeling of abandonment, alarm, and
anxiety
Setiap orang pernah mengalami rasa
cemas, gelisah dan khawatir dalam peristiwa
yang berbeda, tetapi rasa cemas, gelisah dan
khawatir pada seseorang yang kehilangan
orang yang dicintai akan berbeda, karena
kehilangan seseorang yang cintai dalam
hidup akan berbeda dengan peristiwaperistiwa lainnya. Kubler Ross (dalam
Santrock, 2002), mengatakan bahwa pada
tahapan ini rasa gelisah, cemas dan khawatir
itu muncul tidak lama setelah kematian.
Pada kasus yang dialami oleh subjek,
bahwa subjek memang mempunyai rasa
khawatir yang begitu besar karena subjek
takut kehilangan kedua orang tuanya,
sehingga dirinya cemas dan gelisah untuk
dapat melanjutkan hidupnya. Karena semasa
hidup subjek, dirinya merasa bahwa kedua
orang tuanya begitu berarti untuk dirinya,
namun setelah kedua orang tua subjek
meninggal tidak ada lagi seseorang yang
mampu membimbing dirinya seperti kedua
orang tuanya, sehingga subjek merasa
khawatir dan cemas.
d) Despair, crying, physical numbness,
mental confusion, indecisiveness
Keputusasaan
pada
tahap
ini
menunjukkan bahwa seseorang yang
kehilangan orang yang dicintainya akan
menimbulkan
rasa
gundah
dan,
kebimbangan dalam diri serta keraguan
dalam meneruskan hidup selanjutnya,
keputusasaan
dan
kesedihan
yang
mengandung perasaan putus harapan akan
menimbulkan rasa kesunyian dalam dirinya
dan dapat berdampak untuk psikologisnya,
hal tersebut diutarakan oleh Campbell dkk
(dalam Santrock, 2002).
Pada kasusnya, subjek di tahap ini
merasakan keputusasaan dalam dirinya
karena setelah kedua orang tuanya
meninggal subjek merasa kehilangan arah
tujuan hidupnya, rasa bimbang menyertai
dirinya segala keraguan membuat dirinya
takut untuk hidup tanpa orang tua, sehingga
kadang subjek merasa sendiri di dunia ini.
e) Restlessness (loss of self control,
wondering mind)
Pada tahapan ini keresahan akan
muncul pada seseorang yang sedang
melewati tahapan pada grief. Keresahan
akibat kecemasan akan menimbulkan
kontrol diri menjadi menurun, pikiran akan
menjadi kacau, kondisi badan yang menurun
bisa mempengaruhi psikologis seseorang
untuk melewati pemulihan dari grief
(Turners & Helms, 1987).
Subjek mengatakan bahwa setelah
kematian kedua orang tuanya pikirannya
sempat kacau karena subjek selalu
memikirkan dan teringat dengan peristiwa
kematian kedua orang tuanya, sehingga rasa
cemas dan resah itu muncul dan
mengganggu
pikirannya
serta
mempengaruhi kondisi kesehatan dan
psikologisnya.
f) Anger
Kemarahan bisa terjadi dan muncul
ketika peristiwa yang tidak di harapkan
menimpa seseorang yang dicintai. Peristiwa
kematian yang menimpa orang yang dicintai
bisa menimbulkan rasa kemarahan dan
penolakan, karena tidak dapat menerima
kepergian orang yang dicintai. Segala
bentuk kemarahan akan membuat emosi
seseorang berubah menjadi labil dan tidak
terkontrol (Dacey & Travers, 2002).
Pada kasus yang di alami oleh subjek,
menunjukkan bahwa subjek sempat marah
dengan kematian kedua orang tuanya, subjek
tidak bisa menerima peristiwa ini, karena
subjek tidak rela kehilangan kedua orang
tuanya. Kemarahan yang terjadi pada subjek
membuat emosi subjek berubah menjadi
labil dan sulit untuk dikontrol. Kemarahan
itu muncul beberapa minggu setelah
kematian kedua orang tua subjek.
g) Guilt.
Pada setiap peristiwa kematian, bagi
orang yang ditinggalkan akan merasa
bersalah atas kematian orang yang
dicintainya. Menurut Turners & Helms
(1995), mengatakan bahwa rasa bersalah
yang dialami oleh orang yang ditinggalkan
akan membuat dirinya merasa tertekan. Pada
kasus subjek, terlihat bahwa subjek merasa
sangat bersalah atas kematian kedua orang
tuanya, subjek merasa tersisksa dengan
perasaannya karena subjek belum sempat
membahagiakan kedua orang tuanya, hal itu
yang membuat subjek kadang membenci
dirinya sendiri karena dirinya merasa tidak
berguna untuk kedua orang tuanya.
h) Feeling of loss, of self or total emptiness
Pada peristiwa kematian, tidak ada
kehilangan yang lebih besar selain kematian
dari seseorang yang kita cintai dan kita
sayangi seperti orang tua. Rasa kehilangan
yang dialami oleh seseorang yang ditinggal
akibat kematian akan menimbulkan rasa
kehampaan, kesendirian dan kekosongan
dalam hidup (Santrock, 2002). Pada kasus
subjek terlihat bahwa setelah kedua orang
tuanya meninggal hidup subjek menjadi
hampa dan merasa hidup sendiri di dunia ini,
dirinya merasa begitu kehilangan orang
tuanya. Tetapi subjek berusaha untuk
mengatasi rasa hampa yang dirasakan
olehnya dengan mencurahkan isi hatinya,
bercerita dengan teman atau pun keluarga,
karena dengan cara seperti itu subjek merasa
bahwa bebannya berkurang dan dirinya
merasa tidak sendiri lagi.
i) Longing
Kerinduan akan begitu mendalam dan
menyelimuti orang yang ditinggalkan,
kerinduan akan sosok orang yang disayangi
akan muncul ketika sedang teringat dengan
kenangan yang telah terjadi, perasaan rindu
tersebut tidak akan hilang walaupun sedang
bersama orang lain. Pada kasus subjek rasa
rindu itu memang terjadi, subjek merasakan
kerinduan yang mendalam dengan kedua
orang tuanya. Subjek selalu teringat dan
membutuhkan sosok kedua orang tuanya
dalam hidupnya. Namun subjek juga
berusaha untuk menghibur diri dengan
melampiaskan rasa rindunya bermain musik
karena dengan bermusik subjek bisa
menghibur dirinya dan mengobati rasa
sedihnya.
j) Voluntary return to society
Pada
tahap
ini
orang
yang
ditinggalkan mulai memberanikan diri untuk
kembali bersosialisasi ke masyarakat atas
keinginannya sendiri dan berusaha untuk
melanjutkan hidup tanpa orang yang
meninggal
serta
berusaha
untuk
menyesuaikan diri di lingkungan sekitar
dengan
harapan
untuk
memulihkan
perasaannya yang masih diselimuti oleh rasa
duka (Papalia & olds, 1995).
Pada kasus yang dialami oleh subjek,
keinginan
subjek
untuk
kembali
bersosialisasi di masyarakat begitu kuat,
sehingga subjek mulai memberanikan diri
untuk menyesuaikan diri di lingkungan
dengan kondisinya dan bersosialisasi
kembali di masyarakat, karena subjek tidak
mau berlarut-larut dalam kesedihan, karena
subjek ingin kembali seperti dulu bisa
beraktivitas seperti biasa lagi.
E) Penutup
1. Kesimpulan
a. Ekspresi dan Reaksi Yang Muncul
Pada Grief
Ekspresi grief yang dialami oleh
subjek antara lain ekspresi fisik, dimana
pada kasus subjek terlihat bahwa adanya
perubahan dalam bentuk pola tidur yang
menyebabkan subjek sulit untuk tidur dan
berakibat menjadi insomnia, kurangnya
nafsu makan dan mengakibatkan kondisi
fisik subjek menurun dan jatuh sakit.
Ekspresi kognitif berupa menurunnya daya
pikir dan konsentrasi subjek dalam
melakukan aktivitas serta emosi subjek yang
menjadi labil. Ekspresi afektif, dimana
subjek menjadi merasa sangat sedih,
kecewa, marah, merasa bersalah dan cemas
atas kematian kedua orang tuanya. Ekspresi
dalam bentuk tingkah laku, dimana berupa
perubahan perilaku keseharian subjek
dilingkungan, perubahan sosialisasi subjek
dimasyarakat karena subjek merasa kurang
percaya diri karena kondisi yang di
alaminya, karena kedua orang tuanya yang
sudah meninggal dan subjek perlu
menyesuaikan dirinya dengan kondisi yang
dialami olehnya.
b. Faktor Yang Menyebabkan Grief
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
grief pada subjek diantaranya yaitu:
a. Hubungan individu dengan alrmarhum,
kedekatan antara subjek dengan kedua orang
tuanya cukup dekat dan terjalin dengan baik,
terutama dengan ibunya, subjek merupakan
anak yang dimanja oleh kedua orang tuanya,
sehingga setelah kedua orang tuanya
meninggal subjek merasakan kehilangan
yang sangat besar dan sulit menerima
kematian kedua orang tuanya karena
hubungan mereka terjalin dengan baik.
b. Proses kematian, pada proses kematian
kedua orang tua subjek dikarenakan ayah
subjek
menderita
sakit
komplikasi,
sedangkan ibu subjek sangat mendadak
karena terjatuh, subjek mengungkapkan
bahwa dirinya sangat syock dan terkejut
ketika mengetahui kedua orang tuanya
meninggal.
c. Jenis kelamin orang yang ditinggalkan,
bahwa antara seorang pria dan wanita dapat
diketahui adanya perbedaan reaksi yang
terjadi dalam mengekpresikan perasaannya.
Dapat dilihat bahwa subjek cenderung lebih
menyembunyikan
perasaan
sedihnya,
sedangkan
wanita
cenderung
lebih
menunjukkan dan meluapkan perasaan
sedihnya, hal tersebut terlihat dari adik
perempuan subjek.
d. Latar belakang keluarga orang yang
ditinggalkan, bahwa keluarga subjek
merupakan keluarga yang cukup harmonis
dan hubungan subjek dengan kedua orang
tuanya terjalin dengan baik, sehingga setelah
kematian kedua orang tuanya subjek merasa
sangat kehilangan karena subjek merasa
keluarganya sudah tidak utuh lagi.
e. Support system, bahwa begitu banyak
dukungan-dukungan yang telah diterima
subjek dari keluarga terdekat, orang-orang
disekeliling subjek dan pacar subjek, agar
subjek mampu melewati cobaan ini.
c. Proses Perkembangan Grief
Proses perkembangan grief yang telah
di lewati oleh subjek yaitu, denial of loss
pada tahap ini subjek merasa sangat syock
dan terpukul serta tidak mempercayai
kematian kedua orang tuanya dan
menyangkan kematian kedua orang tuanya,
hal tersebut dapat dilihat dari emosi subjek
yang sering marah-marah tanpa sebab.
Realization of loss yaitu subjek mulai
berusaha untuk menyadari bahwa kedua
orang tua nya sudah meninggal walaupun
subjek belum bisa menerimanya dan emosi
subjek juga masih sangat labil, tetapi subjek
mulai menyadari bahwa yang terjadi ini
adalah nyata. Feeling of abandonment alarm
and anxiety, bahwa setelah kedua orang tua
subjek meninggal perasaan subjek selalu
gelisah, cemas dan khawatir untuk
melanjutkan hidupnya karena kehilangan
orang yang dicintainya.
Despair crying physical numbness
mental confusion, yaitu subjek merasa
dirinya putus asa dan banyak keraguan,
sehingga subjek takut untuk melewati
kondisi yang sedang di alaminya sehingga
membuat mental subjek menjadi lemah.
Restlessness (loss of self control, wondering
mind), terlihat bahwa adanya penurunan
kontrol diri pada subjek, emosinya labil,
kondisi fisik subjek menurun karena subjek
tidak menjaga kesehatannya sehingga subjek
sempat
jatuh
sakit
karena
terlalu
memikirkan kematian kedua orang tuanya.
Anger, terlihat bahwa subjek sangat marah
ketika mengetahui kedua orang tuanya
meninggal, subjek tidak dapat menerima
kematian kedua orang tuanya, karena subjek
tidak rela kehilangan kedua orang tuanya.
Guilt, menunjukkan bahwa subjek sangat
merasa bersalah dan menyesal atas kematian
kedua orang tuanya, karena selama ini
subjek belum sempat membahagiakan kedua
orang tuanya, sehingga perasaan bersalah itu
selalu menyelimuti subjek. Feeling of loss of
self or total emptiness, bahwa hidup subjek
menjadi hampa dan kosong setelah kedua
orang tuanya meninggal, subjek merasa
kesepian dan hidup sendiri di dunia ini.
Longing, subjek mengungkapkan bahwa
dirinya merasa sangat rindu dengan kedua
orang tuanya setelah mereka meninggal,
subjek selalu teringat dengan kedua orang
tuanya, sehingga kerinduan itu selalu
muncul pada diri subjek. Voluntary return to
society,
subjek
berusaha
untuk
menyesuaikan diri dengan kondisinya, mulai
memberanikan diri untuk bersosialisasi lagi
dilingkungan dan masyarakat, karena subjek
mendapatkan banyak dukungan dari orangorang
terdekatnya
dan
orang-orang
disekelilingnya agar mampu melewati ini
semua.
2. Saran
a. Untuk Subjek
Dari hasil penelitian, bahwa subjek
telah melewati proses perkembangan grief
sampai dengan tahap voluntary return
society, namun ditahapan terakhir yaitu the
diminisment of grief sympotms and the
beginning of full recovery dimana tahap
untuk pemulihan yang menyeluruh, subjek
belum mampu melaluinya, sehingga peneliti
menyarankan kepada subjek agar subjek
berusaha untuk memulai kehidupan yang
lebih baik dengan mulai membuka pikiran
secara lebih terbuka dan ralistis. Serta mulai
menyibukkan diri dengan melakukan
kegiatan yang bersifat positif, sehingga
subjek dapat mengalihkan perasaannya
menjadi lebih baik. Lalu sebaiknya subjek
mulai kembali membuka kepercayaan
dirinya
agar
dapat
bersosialisasi
dimasyarakat seperti biasa. Karena dengan
menyibukkan diri dengan kegiatan yang
positif, serta membangun kepercayaan diri
dan berpikir secara terbuka dapat membuat
subjek menyadari semua peristiwa yang
dialaminya adalah nyata, sehingga secara
perlahan subjek dapat menuju proses
pemulihan yang menyeluruh.
b. Untuk Keluarga Subjek
Sebaiknya keluarga terdekat subjek
seperti kakak dan adik subjek untuk selalu
terus menghibur subjek, tidak berhenti untuk
memberikan nasihat kepada subjek agar
dirinya bisa tegar melewati cobaan ini dan
selalu memberikan pengertian agar subjek
dapat menerima kematian kedua orang
tuanya. Sebaiknya pula keluarga subjek
selalu mengawasi perilaku subjek agar tidak
kembali berperilaku nakal dan tidak salah
dalam pergaulan. Walaupun kedua orang tua
subjek sudah meninggal diharapkan agar
keluarga subjek yang lain bisa menjaga tali
persaudaraan dengan baik, sehingga terjalin
komunikasi yang baik di dalam keluarga.
c. Untuk Penelitian Selanjutnya
Diharapkan
pada
penelitian
selanjutnya, peneliti bisa mengambil kriteria
subjek dengan latar belakang yang lebih
beragam lagi seperti, subjek yang berasal
dari keluarga yang broken home, anak
tunggal, atau subjek yang kehilangan orang
tua akibat bencana alam agar dapat
memahami lebih dalam lagi mengenai grief.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, L. R. (1994) Dying, death and
bereavement (3ed). Massachusetts:
Allyn and Bacon.
Atwater, E. & Duffy. K.
Psychology for living:
growth, and behavior
editon). New Jersey:
Hall, Inc.
Dacey,
G. (1999)
Adjusment,
today (6th
Prentice –
J. S., & Travers, J. F. (2002).
Human development: Across the
Lifespan (5th ed). New York: Mc.
Graw Hill.
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (1994).
Handbook of qualitative research.
Calfornia: Sage Publication. Inc.
Fivush, R., & Buckner, J. P. (2000). Gender,
sadness, and depression: The
development of emotonal focus
through gendered discourse. In A.
H. Fischer (Ed), Gender and
Emotion:
Social
Psychologcal
Perspectives. New York: Cambridge
Unversty Press.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent
development (4th ed). Tokyo. Mc
Graw-Hill Kogakusha, Ltd.
Hurlock, E. B. (1991).
Psikologi
perkembangan suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan (edisi
kelima).
Alih
Bahasa:
Dra.
Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo,
Msc. Edtor: Drs Ridwan Max
Sijabat. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harper,J.M. (2001). Men and grief. Web:
Http://www.grief.net.org/library/gri
ef.html.
Heru Basuki. A. (2006). Penelitian kualitatif
untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan
budaya. Jakarta: Gunadarma.
Kail, V. R., & Cavanough, J. C. (2000).
Human development: A lifespan
view (2nd ed). USA: Wadsworth /
Thomson Learning.
Martin, T. L., & Doka, K. J. (2000). Men
don’t
cry….
women
do:
Transcending gender stereotypes of
grief. USA: Taylor & Francis.
Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja.
Malang: Usaha Nasional.
Marshall, C. & Rossman. (1995) Designing
qualitative research. London: Sage
Publication.
Michelle & Lyness, (2007). Grief of
adolescent.
Web:
Http://www.google.com
Moleong, L. J. (2002) Metodologi penelitian
kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Monks, F. J, Kinoers, A. M. P. & Haditono,
S.
R.
(2001).
Psikologi
perkembangan: Pengantar dalam
berbagai bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University.
Narbuko, C. & Achmadi, A. (2003) Metode
penelitian. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Papalia, D. E. & Olds, S. W. (1995). Human
development (6th ed). New York:
Mc Graw-Hill Companies.
Papalia, D. E., Olds, Sally Wendkos &
Feldman, Ruth Duskin. (1998).
Human development (7th ed). USA:
Mc Graw-Hill.
Papalia, D. E., S. W., & Feldman, R.D.
(2004). Human development. (9th
ed).
USA:
Mc
Graw-Hilll
Companies, Inc.
Santrock, J. W. (2005). Adolescence (10th
ed). Relationships and culture.
USA: Allyn & Bacon.
Sarafino, E. P. (1994). Health psychology
biopsychosocial interactions. (2th
ed). USA: John Wiley & Sons. Inc.
Sarwono, S. W. (2001). Psikologi remaja.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Patton, M. Q. (1990). Qualitative evaluation
& reseach methods. Newburry Park:
Sage Publication.
Sukmadinata, N. S. (2005). Metode
penelitian pendidikan. Bandung:
PT. Rosdakarya.
Parkes, C. M. (1997). Coping with death
and dying. Dalam Baum, S.
Newman, J. Weinman, R. West &
C. Mc Manus (eds) Cambridge
Handbook Of Psychology Health
and
Midicine.
Cambridge:
Cambridge University Press.
Supadi, (2005). Rasa duka. Http://www.epsikologi.com
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan
kualitatif
dalam
penelitian
psikologi.
Jakarta:
Lembaga
Pengembangan Sarana Penguruan
dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).
Universitas Indonesia.
Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan
kualitatif untuk perilaku manusia.
Depok: LPSP3 Faultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Rice,
F. P. (1993). The Adolescent:
Development, relationships, and
culture. USA: Allyn & Bacon.
Rutter, Michael. (1983). The adolescent
development: Some question and
some issues. Dalam Norman
Garmezy & Michael Rutter (ed).
Stress, Coping and Development In
children. USA: Mc Graw-Hill Book
Company.
Santrock, J. W. (2002). Life-span
development: Perkembangan masa
hidup. Jakarta: PT. Erlangga.
Steinberg, L. (2002). Adolescence (6th ed).
New
York:
Mc
Graw-Hill
Companies.
Stroebe, W., & Stroebe, M. S. (1987).
Bereavement and health: The
psychological
&
physical
consequences of partner loss.
Canada:
Cambridge
Unversity
Press.
Stroebe, M. S., Stroebe, W., & Hanson, R.
O.
(1993).
Handbook
of
bereavement: Theory, research, and
intervention. USA: Cambridge
University Press.
Taylor, S. J., & Bogdan, R. (1998).
Introducing to qualitative research
(3rd ed). New York: John Wiley &
Sons.
Turner, J. S. & Helms, D. B. (1987).
Lifespan development (3rd ed). USA:
Holt, Rinehart & Winston.
Turner, J. S. & Helms, D. B. (1995).
Lifespan development (5rd ed).
USA: Harcourt Brace College
Publisher.
Weiss, R. S. (1997). Loss and recovery.
Journal of social issues. 44 (3), 37-
52.
Download