BAB II GEOLOGI REGIONAL

advertisement
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng besar, yaitu Lempeng
Eurasia, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng
Hindia relatif bergerak ke arah Utara (Hamilton, 1979). Hasil interaksi ini
memberikan pengaruh yang besar terhadap tatanan tektonik Indonesia.
Jalur subduksi di selatan Jawa mulai terbentuk sejak Eosen Tengah
(Clements dan Hall, 2007). Busur volkanik pada kala itu berada di selatan Pulau
Jawa, sehingga bagian selatan Banten merupakan cekungan belakang busur
dengan tinggian di utara. Bagian selatan Banten merupakan cekungan laut dan
sebagian daratan pada kala itu (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Aktivitas volkanik
Tersier di daerah Banten Selatan antara lain ditunjukan oleh endapan piroklastik
dan batuan-batuan terobosan yang ditemukan (Sutanto dkk., 1994). Pada Plio Pleistosen terjadi perubahan posisi busur magmatik (Martodjojo, 1984) yang
awalnya terletak di sebelah selatan Jawa, sekarang berpindah ke bagian tengah
dari Pulau Jawa.
2.1
Fisiografi Jawa Barat
Secara fisiografi, van Bemmelen (1949) telah membagi daerah Jawa
bagian barat menjadi lima zona fisiografi (Gambar 2.1). Zona fisiografi daerah
Jawa bagian barat tersebut yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona
Bandung, Zona Pegunungan Bayah, Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat.
5
•
Zona Dataran Pantai Jakarta
Zona Dataran Pantai Jakarta terdiri dari dataran rendah Pantai Utara Jawa yang
membentang dari barat ke timur mulai dari Serang hingga Cirebon dengan lebar
sekitar 40 km. Litologi pada zona ini yaitu endapan sungai dan gunung api muda
dengan ketebalan hingga ± 800 m (Padmosoekismo dan Yahya, 1974 op. cit.
Martodjojo, 1984).
•
Zona Bogor
Zona Bogor terdapat di bagian selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, dan
membentang dari barat ke timur, yaitu mulai dari Rangkasbitung, Bogor, Subang,
Sumedang, dan berakhir di Bumiayu dengan panjang kurang lebih 40 km. Zona
Bogor ini merupakan daerah antiklinorium dengan arah sumbu lipatan barattimur. Inti antiklinorium ini terdiri dari lapisan-lapisan batuan berumur Miosen
dan sayapnya ditempati batuan yang lebih muda yaitu berumur Pliosen –
Pleistosen. Batuannya terdiri atas batupasir, batulempung dan breksi yang
merupakan endapan turbidit, disertai beberapa intrusi hypabisal, konglomerat dan
hasil endapan gunungapi. Disamping itu juga terdapat lensa-lensa batugamping.
•
Zona Bandung
Zona Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar antara
20 km hingga 40 km, membentang mulai dari Pelabuhanratu, menerus ke timur
melalui Cianjur, Bandung hingga Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung
bermorfologi perbukitan curam yang dipisahkan oleh beberapa lembah yang
cukup luas. Van Bemmelen (1949) menamakan lembah tersebut sebagai depresi
diantara gunung yang prosesnya diakibatkan oleh aktivitas tektonik.
Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas batuan sedimen berumur Neogen
yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat
tektonik yang kuat, batuan tersebut membentuk struktur lipatan besar yang
disertai oleh pensesaran. Zona Bandung merupakan puncak dari Geantiklin Jawa
Barat yang kemudian runtuh setelah proses pengangkatan berakhir (van
Bemmelen, 1949).
6
•
Zona Pegunungan Selatan
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung, memanjang
dari Teluk Ciletuh hingga Nusakambangan dengan lebar sekitar 50 Km.
Litologinya terdiri dari batuan hasil gunungapi berumur Oligosen-Miosen dan
batuan sedimen berumur Tersier. Menurut van Bemmelen (1949), Zona
Pegunungan Selatan mengalami tiga kali gangguan tektonik. Gangguan tektonik
tersebut terjadi pada Paleogen Akhir, Miosen Tengah dan Plio-Plistosen.
•
Zona Pegunungan Bayah
Zona ini terletak di bagian barat daya Jawa Barat. Morfologi yang dapat dijumpai
pada Zona Pegunungan Bayah berupa kubah dan punggungan yang berada pada
zona depresi tengah.
Berdasarkan letaknya, secara fisiografis, daerah penelitian termasuk ke
alam Zona Pegunungan Bayah (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo,
1984) yang menunjukkan bahwa daerah penelitian terletak di Zona Pegunungan
Bayah bagian selatan
7
2.2
Struktur Geologi Regional
Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan citra satelit (citra landsat)
daerah Jawa Barat, diketahui adanya banyak kelurusan bentang alam yang diduga
merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barattimur, utara-selatan, dan timurlaut-baratdaya.
Struktur geologi regional Pulau Jawa merupakan manifestasi dari subduksi
antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pulunggono dan
Martodjojo (1994) menyatakan bahwa pola struktur dominan yang berkembang di
Pulau Jawa dari tua ke muda yaitu:
• Pola Meratus
Pola Meratus berarah timurlaut-baratdaya dan merupakan pola tertua yang
terbentuk pada 80-53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Paleosen). Pola Meratus
yang dihasilkan oleh tektonik kompresi diduga merupakan arah awal penunjaman
lempeng Samudera Indo-Australia kebawah Paparan Sunda. Di Jawa Barat
kenampakan pola ini diwakili oleh Sesar Cimandiri. Arah ini berkembang dalam
rentang waktu Kapur-Paleosen.
•
Pola Sunda
Pola Sunda berarah utara-selatan terbentuk pada 53-32 juta tahun yang lalu
(Eosen-Oligosen Akhir). Gerak sesar pada pola ini umumnya bersifat regangan.
Sesar-sesar yang berarah utara-selatan ini umumnya terdapat di Jawa bagian
Barat, di kawasan sebelah barat dari Pola Meratus (Sesar Cimandiri). Data seismik
menunjukkan bahwa sesar-sesar dengan pola ini mengaktifkan kembali sesarsesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir-Oligosen Akhir.
•
Pola Jawa
Pola Jawa berarah barat-timur yang terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu
(Oligosen Akhir-Miosen Awal) merupakan pola termuda yang mengaktifkan pola
sebelumnya. Pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah
8
barat-timur yang dihasilkan oleh tektonik kompresi dengan tegasan berarah utaraselatan.
Tegasan ini dihasilkan oleh penunjaman Lempeng Indo-Australia di
Selatan Jawa. Data seismik menunjukkan bahwa sesar-sesar naik Pola Jawa masih
aktif hingga saat ini.
Gambar 2.2 Pola Struktur yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan
Martodjojo, 1994).
Pola struktur yang berkembang di daerah penelitian berdasarkan Peta Pola
Struktur Pulau Jawa oleh Pulunggono dan Martodjojo, 1994 yaitu Pola Sunda
yang berarah utara-selatan dan pola Jawa yang berarah barat-timur. (Gambar 2.2).
2.3
Stratigrafi Regional
Koolhoven (1933) op. cit. Katili dan Koesoemadinata (1962) membagi
tiga jenis tektonik jalur pengendapan Banten Selatan, yaitu:
9
• Jalur Sedimentasi Selatan
Jalur ini terdiri dari Formasi Bayah, Formasi Cijengkol dan Formasi
Citarate yang berumur Eosen sampai Miosen. Perlipatan yang kuat serta diikuti
oleh sesar, baik sesar naik maupun sesar mendatar terjadi di daerah ini.
• Jalur Erupsi Tengah
Sesar naik dan sesar mendatar memisahkan antara Jalur Erupsi Tengah
dengan Jalur Sedimentasi Selatan. Jalur erupsi ini didominasi oleh Formasi
Cikotok yang bersisipan dengan Formasi Bayah, Formasi Cijengkol dan Formasi
Citarate.
• Jalur Sedimentasi Utara
Jalur ini terdiri dari Formasi Cimapag, Formasi Sareweh dan Formasi
Badui yang berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Pada jalur ini terdapat
perlipatan lemah sampai sedang berarah barat-baratlaut dan intrusi diorit kuarsa
Gunung Malang dan Gunung Lukut. Tidak ditemukan sesar naik dan hanya
ditemukan sesar normal.
Pada daerah Banten Selatan, menurut Sujatmiko dan Santosa (1992)
tersingkap batuan berumur Eosen hingga Resen (Gambar 2.3). Pada Kala Eosen
diendapkan Formasi Bayah yang dibagi menjadi tiga anggota yaitu Anggota
Konglomerat (Teb) yang diendapkan pada lingkungan paralik, terdiri dari batuan
sedimen klastika kasar yang berasal dari rombakan batuan granit dan batuan
metamorf dari Formasi Ciletuh yang berumur Pra Tersier, dengan sisipan
batubara; Anggota Batulempung (Tebm) yang diendapkan pada lingkungan
Neritik, terdiri dari batulempung dan napal; dan Anggota Batugamping (Tebl)
yang menjemari dengan Anggota Batulempung Formasi Bayah.
Pada Eosen Akhir terendapkan Formasi Cicarucup (Tet) pada lingkungan
paralik hingga litoral, terdiri dari batuan sedimen klastika kasar yang kaya
feldspar dengan sisipan batugamping dan tuf. Formasi ini diendapkan menjemari
10
dengan Formasi Cikotok (Temv), dan bersama Formasi Bayah tertindih tak
selaras oleh Formasi Cijengkol.
Formasi Cikotok berumur Eosen Akhir-Miosen Awal, terdiri dari batuan
gunungapi andesit-basal dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga
darat.
Pada Oligosen terjadi pengendapan Formasi Cijengkol yang dibagi
menjadi tiga anggota yaitu Anggota Batupasir (Toj) yang diendapkan pada
lingkungan paralik, terdiri dari batuan sedimen klastika kasar dengan alas
konglomerat dan sisipan batubara; Anggota Napal (Tojm) yang diendapkan pada
lingkungan paralik-neritik, terdiri dari batuan sedimen klastika halus dengan
sisipan batubara; dan Anggota Batugamping (Tojl) yang diendapkan pada
lingkungan neritik, terdiri dari batugamping berseling dengan napal atau
batulempung.
Pada Kala Oligo-Miosen terjadi intrusi granodiorit Cihara berupa batuan
granitoid. Awal Miosen Awal terendapkan Formasi Citarate. Formasi Citarate
terbagi atas Anggota Batugamping (Tmtl) dan Anggota Tuf (Tmt). Anggota
Batugamping terendapkan pada lingkungan laut sedangkan Anggota Tuf
terendapkan pada lingkungan litoral-darat. Formasi ini tertindih takselaras oleh
Formasi Cimapag (Tmc) dan menjemari dengan Formasi Cikotok.
Pada akhir Miosen Awal terjadi pengangkatan dan mulai terendapkan
Formasi Cimapag yang merupakan sedimen gunungapi. Formasi ini terendapkan
pada lingkungan laut-darat. Anggota Batugamping (Tmcl) dicirikan oleh sisipan
batugamping terumbu yang terletak di bagian bawah formasi sedangkan Anggota
Batulempung (Tmck) dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastik halus di bagian
atas formasi.
Formasi Sareweh berumur awal Miosen Tengah yang terdiri dari Anggota
Batugamping (Tmsl) dan Anggota Batulempung (Tms). Formasi Badui berumur
akhir Miosen Tengah, terendapkan pada lingkungan laut-darat yang dicirikan oleh
sedimen klastik kasar.
11
Diorit kuarsa berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir bersusunan
dioritik kuarsa, berbentuk lakolit di Gunung Malang dan berupa stock di tempat
lain. Dasit berumur Miosen Akhir, bersusunan dasit atau liparit, berbentuk stock.
Andesit berumur Miosen Akhir, bersusunan andesit, berbentuk laccolith. Formasi
Bojongmanik (Tmb) berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir terendapkan pada
lingkungan laut-darat. Tuf Cikasungka (Tmkt) berumur Miosen Akhir bercirikan
endapan epiklastik tufan bersusunan andesit-basal dan sedikit kayu terkersikkan.
Pliosen Awal dicirikan oleh Formasi Genteng (Tpg) yang terdiri dari
sedimen epiklastik tufan dan terendapkan pada lingkungan darat. Tuf Malingping
(Tpmt) berumur Pliosen yang terdiri dari endapan epiklastik tufan. Formasi
Cimanceuri (Tpm) berumur Pliosen Awal terdiri dari sedimen klastik berisi fosil
moluska yang terendapkan pada lingkungan laut dangkal-litoral. Formasi ini
mungkin selaras di bawah Tuf Citorek (Tpv).
Tuf Citorek berumur Pliosen yang terdiri dari endapan epiklastik tufan
bersusunan dasit dan batuapung. Tuf ini diduga selaras di atas Formasi
Cimanceuri. Formasi Cipacar (Tpc) berumur Pliosen Akhir terendapkan pada
lingkungan laut dangkat-darat. Formasi ini tertindih selaras oleh Formasi Bojong
(Qob) dan takselaras dengan satuan yang lebih muda dan menindih tak selaras Tuf
Malingping dan Formasi Genteng. Batuan Gunungapi Endut (Qpv) berumur
Pleistosen berupa endapan gunungapi bersusunan andesit dan basal. Batuan ini
menindih takselaras satuan batuan yang lebih tua.
Batuan Gunungapi Kuarter (Qv) berupa breksi gunungapi, tuf, lava,
aglomerat dan menindih takselaras satuan batuan tua. Basalt (Qb) berumur
Kuarter bersusunan basaltik, berbentuk retas dan retas lempeng. Akhirnya selama
Holosen sampai Resen terjadi pengendapan endapan pantai (Qc) dan aluvium
(Qa) yang menindih takselaras semua satuan batuan tua.
Menurut Sujatmiko dan Santosa (1992), di daerah penelitian terdapat
beberapa formasi yang tersingkap, antara lain:
•
Anggota Konglomerat Formasi Bayah
•
Anggota Batugamping Formasi Bayah
•
Anggota Batupasir Formasi Cijengkol
12
•
Anggota Napal Formasi Cijengkol
•
Anggota Batugamping Formasi Cijengkol
•
Anggota Batugamping Formasi Citarate
•
Intrusi Dasit
•
Formasi Cimanceuri
Gambar 2.3 Kolom Stratigrafi daerah Banten Selatan (Sujatmiko dan Santosa,
1992). Kotak merah menunjukan formasi yang tersingkap di daerah penelitian
menurut Sujatmiko dan Santosa,1992.
13
Download