bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan Millenium Development Goal’s (MDG’s) di bidang infrastruktur
khususnya sanitasi, diharapkan perhatian pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur fisik/nonfisik terkait sanitasi di daerah
masing-masing. Pada kondisi saat ini realitas yang terlihat adalah belum optimalnya layanan dan
buruknya kondisi sanitasi di daerah melingkupi sampah rumah tangga, air limbah domestik, serta
drainase lingkungan, telah menurunkan kualitas lingkungan hidup, tercemarnya sumber air bersih
yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga jumlah
penderita penyakit terutama pada balita semakin meningkat. Menanggapi realita tersebut,
Pemerintah telah menetapkan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP)
menjadi salah satu program prioritas pembangunan nasional yang akan dilakukan secara
bertahap mulai pada tahun 2010 hingga tahun 2016.
Pengelolaan sanitasi saat ini harus menjadi prioritas karena permasalahan yang
ditimbulkan akibat dari pengelolaan yang kurang baik akan berdampak langsung kepada derajat
kesehatan masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tual, namun masih
belum sepenuhnya memenuhi harapan dalam mengatasi persoalan pengelolaan sanitasi. Dari
data yang ada terkait permasalahan sanitasi Kota Tual, diketahui masih kurangnya penanganan
sanitasi perkotaan yang meliputi sektor Drainase, Persampahan dan Air Limbah.
Memorandum Program merupakan suatu komitmen bersama terhadap program‐program
kegiatan dan anggaran antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dan para pemangku kepentingan lainnya yang berkaitan dengan pembangunan
sanitasi, untuk mempercepat implementasi pembangunan sanitasi. Secara konsep, dokumen
MPS merupakan saringan terakhir iden�fikasi dari program‐program dan kegiatan yang telah
mendapatkan komitmen dari sumber pendanaan yang ada. MPS merupakan penjabaran dari
program/kegiatan yang sudah ditetapkan dalam SSK dan MPS mempertegas program/kegiatan
apa yang nantinya akan dilaksanakan selama 1-5 tahun kedepan baik tentang lokasi, pelaksana
kegiatan, waktu pelaksanaan, biaya yang dibutuhkan dan yang paling penting sumber biayanya.
Dalam rangka menentukan prioritas pembangunan terkait Percepatan Sanitasi, maka
Pemerintah Kota Tual telah mengidentifikasi permasalahan-permasalahan terkait sector Sanitasi
yang telah dibahas dalam Buku Putih Sanitasi (BPS) serta Strategi Sanitasi (SSK). Melalui
penyusunan buku Memorandum Program Sanitasi Pemerintah Kota Tual berusaha untuk
merencanakan pengaanggaran guna mengimplemenasikan rencana teknis Program Sanitasi.
serta diharapkan program dan kegiatan yang telah diidentifikasi dalam dokumen Strategi Sanitasi
1
Kota (SSK) dapat diimplementasikan dengan tepat, sesuai dengan prioritas, dan dengan
mempertimbangkan kendala dan kemampuan yang ada.
1.2
Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan Buku Memorandum Program Sanitasi Kota Tual untuk
merangkum semua aspek perencanaan dalam buku Putih dan SSK serta membahas tentang
strategi penanganan permasalahan Sanitasi Kota Tual termasuk aspek pendanaan oleh
pemerintah dan pihak-pihak terkait.
Tujuan dari penyusunan buku Memorandum Program Sanitasi adalah :
1.
Menjadi acuan dalam menganggarkan pelaksanaan dan implementasi program kegiatan
terkait sanitasi.
2.
Menjadi acuan dalam penentu kebijakan sanitasi Kota Tual.
3.
menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan (lembaga donor, perusahaan swasta, dan
masyarakat) yang ingin terlibat dan ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan sanitasi,
serta sebagai acuan bagi Pemerintah Kota Tual dalam penganggaran formal tahunan terkait
sanitasi.
1.3
Wilayah Perencanaan
1.3.1 Gambaran Umum
Kota Tual adalah salah satu bagian dari Propinsi Maluku yang berdiri melalui undangundang nomor 31 tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku. Secara
astronomis Kota Tual terletak pada sekitar 5º - 6,5º Lintang Selatan, 131º - 133,5º Bujur Timur,
dengan batas geografis sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Banda;
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tenggara di Selat Nerong;
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pulau-Pulau Kei Kecil Kabupaten
Maluku Tenggara dan Laut Arafura; dan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda.
Adapun wilayah administratif Kota Tual terdiri dari 5 kecamatan, 27 desa dan 3 kelurahan
yang tersebar dalam wilayah kepulauan dengan luasan keseluruhan mencapai ± 19.008,92 km2;
luas daratan mencapai 352,29 km2 dan luas lautan mencapai 18.736 km2.
1.3.2 Arah Pengembangan Kota
Kondisi fisik Kota Tual Sebagian besar terdiri dari wilayah laut yang mencapai sekitar 98,12
% dari total luas wilayah; hal ini menuntut perencanaan ruang yang mengakomodir keadaan
eksisting Kota Tual. Penataan Ruang Kota Tual bertujuan untuk mewujudkan Kota sebagai kota
pusat pelayanan kelautan dan perikanan, pariwisata, serta perdagangan dan jasa yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan dalam mendukung Kota sebagai Pusat Kegiatan Wilayah
2
(PKW). Merujuk pada tujuan penataan ruang Kota Tual, kondisi fisik, peraturan terkait dan aspekaspek sektoral penting lainnya, maka Pemerintah Kota Tual menyusun kebijakan Penataan
Ruang dengan rumusan sebagai berikut:
a.
Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah
yang merata dan berhirarki; dengan strategi:

Menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di
sekitarnya;

Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani
oleh pusat pertumbuhan;

Mendorong pusat-pusat pelayanan kota agar lebih efektif dalam mendukung
pengembangan wilayah di sekitarnya; dan

Meningkatkan aksesibilitas antara pusat pelayanan kota, sub pelayanan kota,
dan pusat lingkungan.
b.
Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
telekomunikasi, energi, dan sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan yang
terpadu dan merata di seluruh wilayah; dengan strategi:

Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan
pelayanan transportasi darat dan laut;

Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan
terisolasi;

Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak
terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan
tenaga listrik;

Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan
sistem jaringan sumber daya air;

Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi yang
optimal; dan

c.
Meningkatkan kualitas jaringan infastruktur perkotaan yang handal.
pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dengan strategi:

Menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi;

Mewujudkan kawasan hutan dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
dari luas daerah aliran sungai sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan

Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun
akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan
memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.
3
d.
Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup; dengan strategi:

menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;

melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau

komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung

menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan
hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk

menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya

secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai serta keanekaragamannya; dan
mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana

di kawasan rawan bencana.
e.
Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya;
dengan strategi:

Menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kota untuk
pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan
keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah;

Mengembangkan kegiatan budidaya unggulan, yaitu kelautan dan perikanan,
pariwisata, serta perdagangan dan jasa, beserta prasarana secara sinergis
dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kota dan
wilayah sekitarnya;

Mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik,
pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi;

Mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan
untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional;

Mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk
meningkatkan daya saing dan mewujudkan skala ekonomi; dan

Mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi untuk meningkatkan perekonomian kota.
4
f.
Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung
dan daya tampung lingkungan; dengan strategi:

Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan
bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian
akibat bencana;

Mengembangkan kawasan agropolitan dan/atau minapolitan, dengan
mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan kompak;

Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;

Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perumahan
berkepadatan tinggi untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan
sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan
perumahan berkepadatan rendah di sekitarnya; dan

Mengembangkan
kegiatan
budidaya
yang
dapat
mempertahankan
keberadaan pulau-pulau kecil.
g.
Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan
kawasan, dan melestarikan keunikan bentang alam; dengan strategi:

Menetapkan kawasan strategis berfungsi lindung;

Mencegah pemanfaatan ruang di kawasan berfungsi lindung yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung kawasan;

Membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan berfungsi lindung yang
berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

Membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan
berfungsi lindung yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;

Mengembangkan kegiatan budidaya di sekitar kawasan berfungsi lindung yang
berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan
kawasan budidaya terbangun; dan

Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan
ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan berfungsi lindung.
h.
Pengembangan
dan
peningkatan
fungsi
kawasan
dalam
pengembangan
perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian internasional; dengan strategi:

Mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan
kegiatan budidaya unggulan, yaitu kelautan dan perikanan, pariwisata, serta
perdagangan dan jasa sebagai penggerak utama pengembangan kota; dan
5
Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi.

i.
Pengembangan Kawasan Tertinggal Atau Gugus Pulau Untuk Mengurangi
Kesenjangan Tingkat Perkembangan antar kawasan atau gugus pulau; dengan
strategi:

Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan;

Membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara gugus pulau dan
pusat-pusat pelayanan kota; dan
Mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi

masyarakat.
j.
Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara;
dengan
strategi:

Mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan negara;

Mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan
negara;

Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga
yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya
tidak terbangun; dan

Turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan
negara.
Mengenai kawasan rawan bencana, ancaman bencana yang mungkin terjadi di Kota Tual
adalah bencana gempa, bencana tsunami dan bencana banjir akibat gelombang besar.
Mengingat kondisi Kota Tual yang merupakan kepulauan dengan luas rata-rata tiap pulau relatif
kecil, maka kawasan rawan bencana ini diperkirakan terdapat pada hampir seluruh wilayah Kota
Tual khususnya pada daerah-daerah sempadan pantai.
Adapun peraturan zonasi yang berlaku pada kawasan rawan bencana antara lain sebagai
berikut:
a.
Kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan yang mempertimbangkan
karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;
b.
Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi pembatasan pendirian
bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan
kepentingan umum;
c.
Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan permukiman dan fasilitas
umum
lainnya.
6
Gambar 1.1 Peta Administrasi Wilayah
7
Gambar 1.2 Peta Rencana tata Rung Wilayah
8
1.4
Metodologi
1.4.1 Methodologi Penyusunan Dokumen
Proses penyusunan MPS terdiri dari beberapa tahapan yang tidak dapat terlepas antara satu
dengan lainnya, antara lain sebagai berikut:
1. Persiapan
Pada tahap ini dilakukan pertemuan perdana penyusunan MPS oleh Pokja Sanitasi dengan
tujuan penyamaan persepsi antar anggota Pokja Sanitasi dan kesamaan pemahaman atas
proses penyusunan dan produk MPS, kontribusi dan tugas dari masing-masing anggota
Pokja, serta jadwal pelaksanaan pekerjaan.
2. Review SSK dan penetapan program prioritas
Pada tahap ini Pokja Sanitasi melakukan penelitian dan penelaahan kembali dokumen
Buku Putih Sanitasi dan SSK yang telah disusun serta melakukan perbaikan atau
penyesuaian seperlunya sebagai dasar untuk menyusun MPS. Review yang dilakukan
meliputi:
a. Review Kerangka Kerja Logis (KKL) ;
b. Review Program dan Kegiatan ; dan
c. Menetapkan prioritas.
3. Konsolidasi program dan anggaran
Pada tahap ini Pokja Sanitasi akan melakukan internalisasi program/kegiatan serta
penganggaran, dan eksternalisasi program/kegiatan serta penganggaran. Internalisasi
yang dimaksud adalah Pokja Sanitasi melakukan koordinasi dan konsultasi kepada SKPD
terkait di Kota Tual untuk memastikan bahwa program dan kegiatan yang telah disusun
termasuk lokasi dan volume kegiatan dapat menjawab permasalahan dan sasaran yang
telah ditetapkan di dalam SSK.
Sedangkan eksternalisasi yang dimaksud adalah Pokja Sanitasi melakukan koordinasi dan
konsultasi terkait rencana implementasi program dan kegiatan kepada Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Pusat, dan non-pemerintah sehingga dapat mengakses sumbersumber pendanaan di luar pendanaan oleh APBD Kota Tual.
4. Rencana implementasi
Setelah disepakati bersama terkait program dan kegiatan pembangunan sanitasi serta
sumber pendanaannya, langkah selanjutnya adalah :
9
a. Memeriksa kesiapan dalam mekanisme penganggaran ;
b. Memeriksa kesiapan pelaksanaan sesuai dengan kriteria (readiness criteria) yang telah
ditetapkan.
5. Finalisasi dokumen MPS
Pada tahap ini dilakukan rapat Konsultasi Teknis untuk mendapatkan masukan, saran dan
koreksi guna penyempurnaan MPS sebelum disahkan oleh Kepala Daerah, terutama
terkait dengan hal berikut:
a. Prioritas Pembangunan Sanitasi ;
b. Rencana Kegiatan Sanitasi ;
c. Rencana Anggaran Sanitasi ; dan
d. Rencana Implementasi.
Gambar 1.3. Gambar Alur Proses Penyusunan MPS
1.4.2 Sistimatika Penyajian
Dokumen Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kota Madiun terdiri dari 5 bab, yaitu
sebagai berikut:
Bab Pertama, berisi pendahuluan yang menggambarkan tentang latar belakang, maksud dan
tujuan penyusunan dokumen MPS, metode penyusunan dan sistematika dokumen.
Bab Kedua, menyajikan hasil review SSK terkait kondisi eksisting sanitasi, Prioritas Program,
dan Kerangka Logis.
Bab Ketiga, berisi tentang rencana implementasi program dan kegiatan, perhitungan volume
kebutuhan infrastruktur dan non insfrastruktur.
Bab Keempat, berisi tentang rencana kebutuhan biaya untuk implementasi dan sumber
pendanaan bagi masing-masing kegiatan. Disamping itu dalam bab ini juga menguraikan rencana
antisipasi bilamana terjadi “funding gap”.
10
Bab Kelima, berisi inventarisasi status kesiapan dari masing-masing kegiatan, langkah-langkah
dan tindak lanjut yang harus dilakukan bagi kegiatan yang belum memenuhi kriteria kesiapan dan
rencana Monev.
11
Download