Uploaded by User149661

lp-rasa-aman-dan-nyaman-nyeri compress

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN (NYERI)
Disusun dalam rangka memenuhi tugas
Stase Keperawatan Dasar
Disusun Oleh :
PUSPITA INDAH CAHYANI
14420202096
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
I. KONSEP TEORITIS
A. Definisi
1. Pengertian Rasa aman dan nyaman
a. Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan
aman dan tentram (Potter & Perry, 2006).
b. Nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan seharihari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri)
2. Pengertian Nyeri
a. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2014).
b. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari adanya kerusakan pada jaringan yang actual dan potensial. Nyeri merupakan salah
satu alasan orang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak
proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau
pengobatan. (Mayasari, 2016)
c. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Wartonah, 2012).
B. Fisiologi Nyeri
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti
Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan
merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga
individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan
stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga
menyebabkan atau mengalami nyeri (Potter dan Pery, 2009).
Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri
yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki
sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya
pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat
memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa
zat kimiawi seperti bradikinin, histamine, prostaglandin dan macam-macam asam yang
dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi
yang lain dapat berupa termal, listrik dan mekanik.
C. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri:
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri
pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri
misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan
bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang
sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang
mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola
koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan (Aziz Alimul, 2014)
D. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya
bersifat burning (seperti terbakar), nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi ex:
terkena ujung pisau atau gunting
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri akibat stimulasi organ-organ internal, nyeri
dapat mnyebar ke beberapa arah. Nyeri dapat terasa lebih tajam, tumpul. Sensai pukul
(angina pectoris), sensasi terbakar ( ulkus lambung).
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan
penyebab nyeri.
d. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium
dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan penyebab
a. Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber
dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba
merasa nyeri pada dadanya)
3. Berdasarkan lama/durasinya
a. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. awitan gejalanya
mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik berlangsung lebih dari 6 bulan. sumber nyeri bisa diketahui atau
tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.
Penginderaan nyeri lebih dalam sehingga penderita sulit menunjukkan lokasinya.
Dampak nyeri penderita mudah tersingguung dan insomnia. Nyeri kronis biasanya
hilang timbul dalam periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa
nyeri (sakit kepala migrant). Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
(Carpenito, 2012).
E. Etiologi Nyeri
1. Faktor Resiko
a.
Nyeri Akut
1) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
2) Menunjukkan kerusakan
3) Posisi untuk mengurangi nyeri
4) Muka dengan ekspresi nyeri
5) Gangguan tidur
6) Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
7) Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
b. Nyeri Kronis
1) Perubahan berat badan
2) Melaporkan secara verbal dan non verbal
3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
4) Kelelahan
5) Perubahan pola tidur
6) Takut cidera
7) Interaksi dengan orang lain menurun
2. Faktor Predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
3. Faktor Presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. Emosi
F. Manifestasi Klinik
1. Nyeri Akut (Carpenito, 2012)
a. Mayor :
Individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan tentang kualitas nyeri dan
intensitasnya
b. Minor :
1) Tekanan darah meningkat
2) Nadi meningkat
3) Pernafasan meningkat
4) Diaphoresis
5) Pupil dilatasi
6) Posisi berhati-hati
7) Raut wajah kesakitan
8) Menangis, merintih
2. Nyeri Kronis (Carpenito, 2012)
a. Mayor :
Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan.
b. Minor :
1) Gangguan hubungan social dan keluarga.
2) Peka rangsangan
3) Ketidakaktifan fisik dan imobilitas
4) Depresi
5) Menggosok kebagian yang nyeri.
6) Ansietas
7) Tampak lunglai
8) Berfokus pada diri sendiri
9) Tegangan otot rangka
10) Preokupasi somatic
11) Agitasi
12) Keletihan
13) Penurunan libido
14) Gelisah
G. Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri
1. Tanda dan gejala fisik
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak
mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda
vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat
awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan ftekuensi pernapasan meningkat.
2. Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas
dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien
seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah,imobilisasi, mengalami
ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan
menghinndari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas
menghilangkan nyeri.
3. Pengaruh Pada Aktivitas Sehari – hari
Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas
rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat
menganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual (Carpenito, 2012).
H. Cara Mengukur Intensitas Nyeri
1. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adala menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Menurut smeltzer,
S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul, nyeri
sudah tidak bisa dikontrol
2. Faces pain scale – wong
Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui skala angka.
Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
I. Hal-Hal Yang Perlu Dikaji Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan Kebutuhan
Kenyamanan Dan Nyeri
Riwayat nyeri:
1. Lokasi. Meminta klien untuk menunjukkan area nyeri
2. Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri, yang sering dilakuakan adala
rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menunjukkan tidak nyeri, sedangkan 10 merupakan nyeri
terhebat.
3. Kualitas nyeri.
4. Pola. Meliputi awitan, durasi, kekambuhan atau interval nyeri (kapan nyeri dimulai,
berapa lama berlangsung, apakah nyeri berulang, kapn nyeri terkahir muncul).
5. Faktor presipitasi. Aktifitas fisik berat dapat menimbulkan munculnya nyeri, stressor
fisik dan emosional juga memunclkan nyeri.
6. Gejala yang menyertai. Mual, muntah, pusing, diare
7. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Sejauh mana nyeri dapat mempengaruhi aktivitas
klien, kaji tidur, nafsu makan, konsentrasi, pkerjaan, hubungan interpersonal, aktivitas di
rumah, status emosional
8. Sumber koping. Tiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri
9. Respon afektif. Kaji perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal ada diri
klien
10. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah
perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan
rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali
membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
11. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut,
maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri
bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten,
persisten atau terbatas.
12. Karakteristik nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri,
keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan
dengan cara PQRST:
P: provoking/pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q: quality dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat
R: region, yaitu daerah perjalanan nyeri
S: severity adalah keparahan atau intensitas nyeri
T: time adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri (Carpenito, 2012).
J. Pemerikasaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium klinik
2. Sinar – X (Rontgen)
3. CT-Scan
4. MRI
K. Penanganan Nyeri
1. Farmakologi
a. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan kodein.
Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini
mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen
pada susunan saraf pusat (Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan
efek menekan pusat pernafasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian
secara teratur terhadap perubahan dalam status pernafasan jika menggunakan
analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2009).
b. Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki
efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini
menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari
jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2009). Efek
samping yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus
gaster dan perdarahan gaster.
2. Non Farmakologi
a. Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2009).
b. Stimulasi Kutaneus Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh
klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo umumnya
terdiri dari larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa (Potter & Perry, 2007).
c. Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri
yang dialami ( Potter & Perry, 2009 ).
II. PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang efektif.
Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perlu dikaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti
faktor fisiologis, psikologis, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian dapat dilakukan
dengan PQRST :
P (provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri,
Q (quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) atau daerah, yaitu daerah perjalanan nyeri,
S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri,
T (time) atau waktu adalah lama/waktu serangan atau frekunsi nyeri.
1. Riwayat Nyeri
a. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien untuk menunjukan area
nyerinya.
b. Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode mudah dan terpercaya untuk
menentukan intensitas nyeri klien.
c. Skala nyeri menurut Hayward (1975)
0 : tidak nyeri
1 – 3 : nyeri ringan
4 – 6 : nyeri sedang
7 – 9 : sangat nyeri, tapi masih bisa dikontrol
10 sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
d. Kualitas nyeri
Minta pasien untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan, apakah seperti dipukul-pukul
atau ditusuk-tusuk, dan sebagainya
e. Pola nyeri
Pola nyeri meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
f. Faktor presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya nyeri. Seperti aktivitas fisik
yang berat dapat memicu timbulnya nyeri dada. Selain itu, lingkungan, stresor fisik,
dan emosional juga dapat memicu timbulnya nyeri.
g. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut dapat disebabkan
oleh awitan nyeri atau nyeri itu sendiri.
h. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas klien akan membantu
memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang dikaji
terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan
interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas di waktu senggang,
serta status emosional.
i. Sumber koping
Setiap individu memiliki strstegi koping yang berbeda-beda dalam menghadapi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh
agama atau budaya.
j. Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat dan
durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak faktor lainnya. Perlu dikaji adanya
ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri klien (Herdman, 2012).
2. Observasi respons prilaku dan fisiologis
Banyak respon nonverbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah satu yang paling
utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau
membukanya
lebar-lebar,
menggigit
bibir
bawah,
dan
seringai
wajah
dapat
mengindikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah respons nyeri dapat berupa vokalisasi
(mengerang, menangis, berteriak), mobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri,
gerakan tubuh tanpa tujuan (menendang-nendang, membolak-balikan tubuh di kasur), dll.
Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan durasi
nyeri. Pada awal nyeri akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah,
nadi dan pernafasan, diaphoresis serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf
simpatis. Jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaprasi, respon
fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau mungkin tidak ada (Herdman, 2012).
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d fisiologis
C.
Intervensi keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Nyeri
akut
berbubungan
dengan fisiologis
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
Tingkat nyeri
Setelah
dilakukan
keperawatan
selama
INTERVENSI KEPERAWATAN
 Manajemen nyeri
Tindakan
Tindakan
3x8
1. Observasi
jam
diharapkan tingkat nyeri berkurang
a. Indentifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil:
karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun
kualitas,intesitas nyeri
2. Meringis menurun
b. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisa menurun
c. Identifikasi respon nyeri non
4. Kecemasan menurun
5. TTV
verbal
d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
i. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakolgis
untuk mengurangi rasa nyeri
(
mis.
TENS,
hypnosis,
akupresur,
terapi
music,
biofeedband,
terapi
pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
air
hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol
lingkungan
yang
memperberat rasa nyeri ( mis.
Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi istrahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
a. Jelasan makna, fungsi marah,
frustasi, dan respon marah
b. Anjurkan
meminta
bantuan
perawat atau keluarga selama
ketegangan meningkat
c. Ajarkan
mencegah
strategi
untuk
expresi
marah
metode
untuk
maladaftif
d. Ajarkarkan
memodulasi pengalaman emosi
yang kuat ( mis.latihan asertif,
teknik
relaksasi,
jurnal,
aktivitas, penyaluran energi)
4. Kalaborasi
a. Kalaborasi
perlu
DAFTAR PUSTAKA
pemberian
obat,
Priharjo, R (2011). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal :
87.
Shone, N. (2009). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80
Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta :
Djambatan.
Syaifuddin. (2007). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm :
123-136.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63
Potter & Perry, ( 2009 ). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Herlman, T. Heather, dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Aziz. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC). Solo: Mosby An Affiliate Of
Elsefer.
Wartonah. 2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Muhammad,Wahit Iqbal dkk. 2010.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC
http://www.asuhankeperawatansari.blogspot.com/2012/24-Maret/etc.
Download