LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN (NYERI) Disusun dalam rangka memenuhi tugas Stase Keperawatan Dasar Disusun Oleh : PUSPITA INDAH CAHYANI 14420202096 PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2021 I. KONSEP TEORITIS A. Definisi 1. Pengertian Rasa aman dan nyaman a. Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter & Perry, 2006). b. Nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan seharihari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri) 2. Pengertian Nyeri a. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2014). b. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari adanya kerusakan pada jaringan yang actual dan potensial. Nyeri merupakan salah satu alasan orang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. (Mayasari, 2016) c. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Wartonah, 2012). B. Fisiologi Nyeri Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (Potter dan Pery, 2009). Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamine, prostaglandin dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik dan mekanik. C. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri: 1. Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan. 2. Jenis kelamin Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri). 3. Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. 4. Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya. 5. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri. 6. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. 7. Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. 8. Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. 9. Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan (Aziz Alimul, 2014) D. Klasifikasi Nyeri 1. Berdasarkan sumbernya a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar), nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi ex: terkena ujung pisau atau gunting b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri akibat stimulasi organ-organ internal, nyeri dapat mnyebar ke beberapa arah. Nyeri dapat terasa lebih tajam, tumpul. Sensai pukul (angina pectoris), sensasi terbakar ( ulkus lambung). c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri. d. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan 2. Berdasarkan penyebab a. Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur) b. Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya) 3. Berdasarkan lama/durasinya a. Nyeri akut Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri. b. Nyeri kronik Nyeri kronik berlangsung lebih dari 6 bulan. sumber nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri lebih dalam sehingga penderita sulit menunjukkan lokasinya. Dampak nyeri penderita mudah tersingguung dan insomnia. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri (sakit kepala migrant). Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik (Carpenito, 2012). E. Etiologi Nyeri 1. Faktor Resiko a. Nyeri Akut 1) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal 2) Menunjukkan kerusakan 3) Posisi untuk mengurangi nyeri 4) Muka dengan ekspresi nyeri 5) Gangguan tidur 6) Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi) 7) Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh) b. Nyeri Kronis 1) Perubahan berat badan 2) Melaporkan secara verbal dan non verbal 3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri 4) Kelelahan 5) Perubahan pola tidur 6) Takut cidera 7) Interaksi dengan orang lain menurun 2. Faktor Predisposisi a. Trauma b. Peradangan c. Trauma psikologis 3. Faktor Presipitasi a. Lingkungan b. Suhu ekstrim c. Kegiatan d. Emosi F. Manifestasi Klinik 1. Nyeri Akut (Carpenito, 2012) a. Mayor : Individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan tentang kualitas nyeri dan intensitasnya b. Minor : 1) Tekanan darah meningkat 2) Nadi meningkat 3) Pernafasan meningkat 4) Diaphoresis 5) Pupil dilatasi 6) Posisi berhati-hati 7) Raut wajah kesakitan 8) Menangis, merintih 2. Nyeri Kronis (Carpenito, 2012) a. Mayor : Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan. b. Minor : 1) Gangguan hubungan social dan keluarga. 2) Peka rangsangan 3) Ketidakaktifan fisik dan imobilitas 4) Depresi 5) Menggosok kebagian yang nyeri. 6) Ansietas 7) Tampak lunglai 8) Berfokus pada diri sendiri 9) Tegangan otot rangka 10) Preokupasi somatic 11) Agitasi 12) Keletihan 13) Penurunan libido 14) Gelisah G. Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri 1. Tanda dan gejala fisik Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan ftekuensi pernapasan meningkat. 2. Efek perilaku Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah,imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghinndari percakapan, menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri. 3. Pengaruh Pada Aktivitas Sehari – hari Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat menganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual (Carpenito, 2012). H. Cara Mengukur Intensitas Nyeri 1. Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adala menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut : Keterangan : 0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul, nyeri sudah tidak bisa dikontrol 2. Faces pain scale – wong Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui skala angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi. I. Hal-Hal Yang Perlu Dikaji Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan Kebutuhan Kenyamanan Dan Nyeri Riwayat nyeri: 1. Lokasi. Meminta klien untuk menunjukkan area nyeri 2. Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri, yang sering dilakuakan adala rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menunjukkan tidak nyeri, sedangkan 10 merupakan nyeri terhebat. 3. Kualitas nyeri. 4. Pola. Meliputi awitan, durasi, kekambuhan atau interval nyeri (kapan nyeri dimulai, berapa lama berlangsung, apakah nyeri berulang, kapn nyeri terkahir muncul). 5. Faktor presipitasi. Aktifitas fisik berat dapat menimbulkan munculnya nyeri, stressor fisik dan emosional juga memunclkan nyeri. 6. Gejala yang menyertai. Mual, muntah, pusing, diare 7. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Sejauh mana nyeri dapat mempengaruhi aktivitas klien, kaji tidur, nafsu makan, konsentrasi, pkerjaan, hubungan interpersonal, aktivitas di rumah, status emosional 8. Sumber koping. Tiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri 9. Respon afektif. Kaji perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal ada diri klien 10. Ekspresi klien terhadap nyeri Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian. 11. Klasifikasi pengalaman nyeri Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas. 12. Karakteristik nyeri Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri, keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST: P: provoking/pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri Q: quality dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat R: region, yaitu daerah perjalanan nyeri S: severity adalah keparahan atau intensitas nyeri T: time adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri (Carpenito, 2012). J. Pemerikasaan Diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium klinik 2. Sinar – X (Rontgen) 3. CT-Scan 4. MRI K. Penanganan Nyeri 1. Farmakologi a. Analgesik Narkotik Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat (Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernafasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2009). b. Analgesik Non Narkotik Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2009). Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster. 2. Non Farmakologi a. Relaksasi progresif Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2009). b. Stimulasi Kutaneus Plasebo Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa (Potter & Perry, 2007). c. Teknik Distraksi Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami ( Potter & Perry, 2009 ). II. PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perlu dikaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian dapat dilakukan dengan PQRST : P (provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri, Q (quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau tersayat R (region) atau daerah, yaitu daerah perjalanan nyeri, S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri, T (time) atau waktu adalah lama/waktu serangan atau frekunsi nyeri. 1. Riwayat Nyeri a. Lokasi Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien untuk menunjukan area nyerinya. b. Intensitas nyeri Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri klien. c. Skala nyeri menurut Hayward (1975) 0 : tidak nyeri 1 – 3 : nyeri ringan 4 – 6 : nyeri sedang 7 – 9 : sangat nyeri, tapi masih bisa dikontrol 10 sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol d. Kualitas nyeri Minta pasien untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan, apakah seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk, dan sebagainya e. Pola nyeri Pola nyeri meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. f. Faktor presipitasi Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya nyeri. Seperti aktivitas fisik yang berat dapat memicu timbulnya nyeri dada. Selain itu, lingkungan, stresor fisik, dan emosional juga dapat memicu timbulnya nyeri. g. Gejala yang menyertai Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut dapat disebabkan oleh awitan nyeri atau nyeri itu sendiri. h. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas klien akan membantu memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas di waktu senggang, serta status emosional. i. Sumber koping Setiap individu memiliki strstegi koping yang berbeda-beda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya. j. Respons afektif Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak faktor lainnya. Perlu dikaji adanya ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri klien (Herdman, 2012). 2. Observasi respons prilaku dan fisiologis Banyak respon nonverbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah satu yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah respons nyeri dapat berupa vokalisasi (mengerang, menangis, berteriak), mobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan (menendang-nendang, membolak-balikan tubuh di kasur), dll. Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal nyeri akut, respons fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan, diaphoresis serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaprasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau mungkin tidak ada (Herdman, 2012). B. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut b/d fisiologis C. Intervensi keperawatan DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut berbubungan dengan fisiologis TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Tingkat nyeri Setelah dilakukan keperawatan selama INTERVENSI KEPERAWATAN Manajemen nyeri Tindakan Tindakan 3x8 1. Observasi jam diharapkan tingkat nyeri berkurang a. Indentifikasi lokasi, dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, 1. Keluhan nyeri menurun kualitas,intesitas nyeri 2. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri 3. Gelisa menurun c. Identifikasi respon nyeri non 4. Kecemasan menurun 5. TTV verbal d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan i. Monitor efek samping penggunaan analgetik 2. Terapeutik a. Berikan teknik nonfarmakolgis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedband, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres air hangat/dingin, terapi bermain) b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) c. Fasilitasi istrahat dan tidur d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri 3. Edukasi a. Jelasan makna, fungsi marah, frustasi, dan respon marah b. Anjurkan meminta bantuan perawat atau keluarga selama ketegangan meningkat c. Ajarkan mencegah strategi untuk expresi marah metode untuk maladaftif d. Ajarkarkan memodulasi pengalaman emosi yang kuat ( mis.latihan asertif, teknik relaksasi, jurnal, aktivitas, penyaluran energi) 4. Kalaborasi a. Kalaborasi perlu DAFTAR PUSTAKA pemberian obat, Priharjo, R (2011). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87. Shone, N. (2009). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80 Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan. Syaifuddin. (2007). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136. Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63 Potter & Perry, ( 2009 ). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533 Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC. Herlman, T. Heather, dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. Aziz. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC). Solo: Mosby An Affiliate Of Elsefer. Wartonah. 2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Muhammad,Wahit Iqbal dkk. 2010.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC http://www.asuhankeperawatansari.blogspot.com/2012/24-Maret/etc.