Nama : Wilbert Jonathan NIM : E1111201037 Mata Kuliah : Politik Luar Negeri Dosen Pengampu : Hardi Alunaza SD, S.IP, M.H.I Prodi : Ilmu Hubungan Internasional Soal : 1. Jelaskan kondisi domestik dari negara yang kalian wakili (Tiongkok) meliputi ekonomi, militer, politik, dan sosial budaya! 2. Tuliskan kebijakan negara yang kalian wakili dalam menanggulangi permasalahan pandemi! 3. Jelaskan dinamika kerja sama internasional negara yang kalian wakili untuk menyelesaikan permasalahan di tingkat domestik! Jawaban : 1. Kondisi domestik Tiongkok : • Ekonomi Tiongkok, sebagai negara dengan populasi terbesar dan negara pengekspor terbesar, merupakan kekuatan baru yang bangkit dalam waktu 30 tahun di mana dulunya Tiongkok adalah negara yang miskin. Tiongkok secara geografi dibagi 4 yaitu Tiongkok Utara, Tiongkok Tengah, Tiongkok Selatan, dan Tiongkok Interior (pedalaman di daerah Barat). Ekonomi Tiongkok pada awalnya bergantung pada daerah Tiongkok Tengah yang mempunyai pelabuhan yang menunjang perdagangan internasional dan kaya akan modal. Berbeda dengan daerah Tiongkok Tengah, daerah Tiongkok Interior menjadi beban dalam hal ekonomi yang diakibatkan kondisi tanah yang tidak subur sehingga sangat bergantung pada pupuk dari daerah lain untuk menjaga produksi makanan di daerah tersebut, namun kondisi daerah ini sudah lebih baik dibandingkan pada saat dulu, walaupun sampai sekarang masih menjadi daerah yang miskin di Tiongkok. Ekonomi Tiongkok juga pada awalnya dipengaruhi oleh 2 sungai besar, yaitu Sungai Yangtze dan Sungai Kuning. Kedua sungai ini menyediakan jalur perdagangan dan lahan pertanian yang subur. Sungai Kuning yang membelah Tiongkok menjadi Utara dan Selatan serta kondisi geografis wilayah Utara yang lebih luas membuat wilayah Utara menyatu dalam hal budaya dan bahasa namun terpecah dalam politik. Sepeninggal Mao Zedong, penggantinya yaitu Deng Xiaoping melakukan reformasi perekonomian Tiongkok pada tahun 1978 melalui program “Reformasi dan Keterbukaan” yang membawa Tiongkok ke sistem perekonomian baru ala Tiongkok yaitu sistem pasar-sosialis, yang merupakan penggabungan dua sistem berbeda yaitu kapitalisme dan sosialisme, dan reformasi ini mengubah perjuangan kelas menjadi modernisasi masyarakat sosialis. Manuver strategi perang dingin Amerika membuat Tiongkok masuk ke dalam sistem yang dibuat Amerika pada tahun 1970-an di mana Tiongkok mendapat akses terhadap pasar global, yang ditambah dengan banyaknya pekerja dengan upah rendah membuat Tiongkok menciptakan produk ekspornya sendiri. Masuknya investasi asing membuat tumbuhnya industri-industri di wilayah perkotaan yang terus menambah kemajuan ekonomi, yang juga merupakan dampak positif dari bergabungnya Tiongkok ke dalam WTO. Pada tahun 2020, PDB negara Tiongkok mencapai 15,66 triliun dolar Amerika, mengalahkan berbagai negara maju di Eropa serta Jepang, dan sekarang berada tepat di bawah Amerika Serikat. Namun, untuk PDB per kapita negara Tiongkok masih di bawah rata-rata internasional, yaitu 10,261 dolar Amerika pada tahun 2019, angka yang menunjukkan besarnya ketimpangan ekonomi masyarakat Tiongkok. Ekonomi Tiongkok yang sebagian besar ditopang oleh sektor ekspor dan industri manufaktur yang merupakan industri manufaktur terbesar di dunia dengan gaji buruh yang rendah. Selain itu, Tiongkok menerapkan kebijakan di mana tabungan rakyatnya digunakan untuk subsidi, pembangunan, serta pinjaman yang mirip dengan kebijakan negara Jerman. Empat bank terbesar di Tiongkok yaitu Agliculture Bank of China, the Bank of China, the Construction Bank of China, dan the Industrial and Commercial Bank of China memiliki mandat untuk menggunakan deposit rakyat Tiongkok untuk memaksimalkan pinjaman untuk penyerapan tenaga kerja semaksimal mungkin, sehingga pinjaman modal menjadi tersedia dalam jumlah besar di Tiongkok yang ternyata berdampak buruk di mana perusahaan semakin tidak efisien yang ditambah dengan jumlah pekerja dengan upah rendah serta kredit murah yang tidak berdasar. Akibat biaya tenaga kerja yang murah, Tiongkok bisa menyubsidi komoditas ekspornya yang membuat komoditas ekspor Tiongkok menjadi murah dan memenangkan persaingan pasar global. Kuatnya ekspor Tiongkok juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Tiongkok mendevaluasi mata uang Yuan. Hal ini berdampak pada komoditas ekspor Tiongkok serta biaya pekerja menjadi murah yang membuat komoditas Tiongkok lebih laku di pasar global yang merugikan Amerika sebagai kompetitor Tiongkok. Manipulasi Yuan ini membantu Tiongkok untuk mengekspor lebih banyak produk-produk ke luar negeri dan berjasa dalam membuat PDB Tiongkok meroket sebesar 2000% dari tahun 1994 sampai tahun 2019, hanya dalam kurun waktu 25 tahun. Bahkan pemerintah Tiongkok berusaha agar nilai Yuan ini tidak semakin menguat terhadap dolar Amerika, terlebih penanganan Covid-19 di Tiongkok yang lumayan baik membuat mata uang Yuan terapresiasi yang dapat menaikkan harga komoditas ekspor Tiongkok. Pemerintah Tiongkok juga berulang kali mendevaluasi mata uangnya terhadap dolar Amerika pada akhir 2015 dan pada saat perang dagang. Kebijakan ini tentunya membuat negara-negara yang mayoritas penduduknya kaum menengah ke bawah seperti negaranegara Afrika lebih menaruh minat terhadap produk-produk Tiongkok yang lebih terjangkau daripada produk Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Tidak hanya menyubsidi komoditas ekspor, namun Tiongkok juga menyubsidi konsumsi komoditas impor yang di mana semua dibayarkan oleh uang yang tidak perlu masyarakat kembalikan yang akhirnya membuat permintaan komoditas menjadi sangat besar, bahkan membuat harga komoditas dari minyak, tembaga, timah, hingga beton naik secara drastis selama 15 tahun terakhir, baik secara global maupun di Tiongkok sendiri. Sekarang, Tiongkok merupakan negara pengimpor terbesar dalam beberapa komoditas seperti besi, bijih besi, aluminium, alumina, belerang, tembaga, konsentrat tembaga, nikel, plastik, kayu, bubur kayu, timah, kaca, kapas, wol, kacang kedelai hingga karet baik sintetis maupun alami. Permasalahan ekonomi dalam ekonomi Tiongkok seperti produk ekspor yang berkualitas rendah, murah, banyaknya polusi di kota-kota besarnya akibat banyaknya industri, banyaknya hutang negara, dan gaji pekerja yang dulunya murah membuat Tiongkok memperkuat ekspornya ke berbagai negara yang seolaholah menutupi permasalahan Tiongkok tadi. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah mencapai angka 9% per tahun selama 30 tahun terakhir yang membuatnya menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua. Namun hutang yang tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi tersebut telah membuat ekonomi Tiongkok menjadi rapuh. Pada tahun 2007, total pinjaman Tiongkok mencapai 3,6 triliun RMB atau sekitar $600 miliar yang bahkan melampaui Amerika ketika terjadi krisis inflasi di Amerika yang di mana pada saat itu, perekonomian Tiongkok masih di bawah dari sepertiga perekonomian Amerika. Krisis ekonomi tahun 2007-2009 telah membuat permintaan barangbarang global turun secara drastis tak terkecuali komoditas ekspor Tiongkok. Banyaknya sektor industri dalam negeri yang permintaannya telah menghabiskan beberapa komoditas industri dunia pada umumnya membuat perusahaan milik negara Tiongkok berinvestasi di luar negeri dalam proyek proyek yang “tidak seksi” seperti gas alam cair di Australia, tembaga di Zambia, kedelai di Brazil dan sebagainya. Seksi di sini memiliki artian sebagai sektor yang dapat memberikan keuntungan sangat besar serta strategis sehingga investasi luar negeri yang dilakukan perusahaan negara Tiongkok dapat dikatakan “aneh” secara ekonomis. Selain itu, berlimpahnya modal di Tiongkok ternyata tidak tersedia untuk semua orang. Besarnya pengaruh PKT di Tiongkok membuat terjadinya praktek KKN di mana corong kolusi mengalirkan modal kepada perusahaan yang memiliki koneksi dengan elit pemerintah daerah, yang membuat sistem ekonomi Tiongkok dapat disebut sebagai “kapitalisme kroni” di mana orang-orang yang dekat dengan pemerintah yang akan mendapat “privilege”. Hal ini juga sejalan di mana orang-orang yang setia dengan partai, atau bahkan anggota partai itu sendiri yang akan lebih sukses karirnya. Melimpahnya ketersediaan kredit bank di Tiongkok membuat bank-bank di Tiongkok menetapkan kuota / batas pinjaman bank setiap bulan yang memberikan dua hasil. Pertama, bank sentral harus terus menerus memasok kredit darurat sehari setelah pinjaman bank telah mencapai batas karena jika tidak, dapat berakibat seperti krisis moneter yang terjadi di Amerika pada tahun 2007. Kedua, kebijakan ini membuat bisnis rentenir yang sumber pendanaannya tidak berasal dari bank pemerintah tumbuh subur untuk memberikan pinjaman saat batas pinjaman bank sudah tercapai. Hal ini membuat pada tahun 2013, pembiayaan total untuk pinjaman bank mencapai 5 triliun dolar untuk sebuah ekonomi yang hanya bernilai sekitar $8 triliun dolar, yang menunjukkan betapa rapuh dan tidak efektifnya perekonomian Tiongkok. Bank-bank besar Tiongkok yang menerbitkan obligasi satu sama lain dan menggunakan uang yang terkumpul untuk mendukung perusahaan-perusahaan pelanggan mereka sendiri, yang membuat sistem ekonomi Tiongkok dibangun untuk jangka pendek. Pada tahun 2020, pemerintah lokal negara Tiongkok diam-diam memiliki utang tersembunyi sebesar 14,8 triliun Yuan (US$ 2,3 triliun). Menurut National Institution for finance and Development, angka tersebut dapat meningkat lebih besar pada tahun ini. Liu Lei, seorang peneliti senior di lembaga tersebut mengatakan pemerintah daerah “dikejar” untuk meningkatkan investasi infrastruktur dan mendorong angka pertumbuhan melalui pandemi yang menyebabkan pinjaman off-budget naik sebesar 6% dari level terendah sebesar 13,9 miliar Yuan pada kuartal ketiga tahun 2019. Utang tersembunyi tersebut terdiri dari dana yang dikumpulkan pemerintah untuk membangun proyek infrastruktur dan proyek publik. Obligasi yang dijual oleh fasilitas pembiayaan pemerintah atau LGFV adalah salah satu contoh dari otoritas provinsi yang mengumpulkan uang untuk meningkatkan pengeluaran tanpa dimasukkan ke neraca resmi mereka. Liu Lei menjelaskan bahwa dalam upaya pemulihan ekonomi, Tiongkok masih memiliki banyak hambatan termasuk lingkungan eksternal yang tidak pasti, serta Tiongkok juga tidak memiliki catatan resmi atas utang tersembunyi dari pemerintah lokal tersebut karena secara teknik melanggar hukum yang berlaku. Liu Lei juga menegaskan bahwa utang itu bisa menghasilkan lebih dari 700 miliar Yuan per tahun pembayaran bunga tambahan, karena pinjaman tersebut lebih mahal untuk dilayani daripada obligasi pemerintah. Hal tersebut juga beresiko pada stabilitas sistem keuangan Tiongkok karena utang telah dibeli oleh semua jenis lembaga keuangan, termasuk bank, pialang, dan dana perwalian. Ketergantungan Tiongkok dalam sektor ekspor menghadapi masalah baru di mana biaya pekerja yang semakin mahal akibat keberhasilan “one child policy” Tiongkok yang mengakibatkan penambahan jumlah angkatan kerja menjadi stagnan, demografi penduduk yang didominasi oleh kaum lansia, serta besarnya tanggungan kaum pekerja yang akan dibahas lebih lanjut di bagian sosial budaya membuat pertumbuhan ekonomi Tiongkok di masa depan dapat semakin menurun, yang dapat semakin parah apabila investor asing mencari atau bahkan memindahkan industrinya ke negara lain yang upah pekerjanya lebih murah, misalnya Indonesia. Kombinasi berbagai permasalahan, kebijakan, serta sistem ekonomi yang diterapkan Tiongkok membuat ekonomi Tiongkok yang tampak sangat besar, ternyata rapuh di dalamnya, yang membuat Tiongkok sebaiknya mencari jalan lain terutama dalam ketergantungannya dengan sektor ekspor serta kebijakan “one child policy” yang berdampak pada terbatasnya pertumbuhan jumlah angkatan kerja di Tiongkok untuk menjaga fondasi, kesehatan, serta pertumbuhan ekonominya di masa yang akan datang. • Politik Republik Rakyat Tiongkok (RRT) merupakan negara sosialis komunis berbentuk kesatuan yang dipimpin oleh Partai Komunis Tiongkok dengan sistem pemerintahan presidensial dan bentuk pemerintahan autokrasi. Alasan mengapa Tiongkok menggunakan politik mencengkeram adalah karena sejak zaman dinasti pertama sampai Perang Saudara Tiongkok membuktikan bahwa Tiongkok adalah negara yang persatuannya sangat rapuh. Sehingga, manajemen negaranya harus sangat teratur dan kuat untuk mencegah perpecahan lagi. Partai komunis didirikan sebagai sebuah partai politik dan juga gerakan revolusioner oleh Mau Zedong, Chen Duxiu, Zhou Enlai, dan Li Dazhao pada tahun 1921. Awalnya PKT mengadopsi model komunisme Uni Soviet dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Uni Soviet, tetapi pada akhirnya, PKT dan PKUS (Partai Komunis Uni Soviet) semakin berbeda dalam politik luar negeri dan juga ideologi hingga berujung pada pemutusan hubungan kedua partai tersebut pada tahun 1960. PKT menjadi satu-satunya partai yang berkuasa di Tiongkok melalui sistem satu partai setelah berhasil mengalahkan kaum Nasionalis yang dipimpin Chiang Kai Shek dan mundur ke Pulau Formosa (Taiwan). PKT memiliki beberapa sub-partai yang diawasi langsung oleh PKT. Dalam sistem politik RRT, satu-satunya institusi pemerintahan yang memiliki peran besar dalam pengambilan keputusan serta perumusan kebijakan adalah Kongres Rakyat Nasional (National People’s Congress atau NPC). Kekuasaan legislatif NPC yang sangat kuat ini membuat setiap keputusan NPC menjadi suatu ketetapan yang harus dilakukan lembaga eksekutif yang dalam hal ini adalah Dewan Negara. Sistem politik komunisme yang dianut RRT merupakan komunisme yang dikenal dengan gaya ala Tiongkok merupakan penyesuaian dari berbagai pengaruh seperti paham Marxisme-Leninisme, sistem politik komunis Soviet, tradisi politik Tiongkok, lingkungan revolusioner serta sejarah dari PKT sendiri. Menurut Encyclopaedia Britannica dan Council on Foreign Relations, PKT menyelenggarakan Kongres Nasional Partai setiap 5 tahun sekali dengan dihadiri hingga 2000-an delegasi yang berfungsi untuk menetapkan kebijakan utama partai serta memilih struktur Komite Sentral yang berjumlah sekitar 380 anggota yang melakukan pertemuan paling tidak setahun sekali. Komite Sentral memilih anggota Politbiro yang berjumlah 20-25 anggota yang memimpin kekuasaan partai. Beberapa anggota Politbiro akan dipilih untuk menjadi Komite Tetap yang di mana sekarang berjumlah 7 orang, dan di antara mereka akan ada yang menjadi Sekretaris Jenderal yang dijabat oleh Xi Jinping sejak 2012. PKT sendiri memiliki pemanjangan tangan hingga ke tingkat kota, desa, kampung, perusahaan besar, sekolah dan sebagainya. Secara politik, Tiongkok dari dulu menganut sistem tripartit walau sudah tidak terlalu terlihat pada era modern, di mana Tiongkok Utara merupakan wilayah paling stabil dan menjadi pusat politik, kemudian daerah Tiongkok Tengah merupakan daerah pusat perekonomian dan tidak memiliki peran besar dalam perpolitikan Tiongkok, serta daerah Tiongkok Selatan yang dianggap sebagai wilayah yang berpotensi memisahkan diri, dan daerah Tiongkok Interior yang seperti ditelantarkan. Dampak dari sistem ini adalah di mana militer serta pusat pemerintahan yang penting ditempatkan di daerah utara, pertukaran perdana menteri / kepala pemerintahan antara wilayah utara dan tengah untuk menjaga kestabilan keamanan serta kepentingan perdagangan, dan wilayah selatan yang kurang mendapat jatah dalam kursi parlemen, bahkan tidak memiliki perwakilan untuk menjadi politbiro dalam pemerintahan Tiongkok. Dilansir dari South China Morning Post, terlihat bahwa struktur kepemimpinan PKT dipilih dari bawah ke atas, namun pada prakteknya terjadi hal sebaliknya. Pemilihan Politbiro dan Komite Tetap sebenarnya ditentukan melalui negosiasi yang tertutup dan bahkan terkadang terjadi perebutan kekuasaan balik layar. Para petinggi partai memiliki peran yang besar dalam menentukan siapa yang akan mendapatkan kursi dalam pemerintahan / partai, sehingga pemilihan yang dilakukan sebenarnya hanya sebuah formalitas. PKT sendiri memiliki total 2/3 kursi dari NPC dan sisanya diisi oleh non-anggota partai yaitu ahli-ahli teknis dan anggota dari 8 partai kecil lainnya yang tidak memposisikan diri sebagai oposisi, namun mereka dapat menawarkan pendapat yang lebih beragam, dan keberadaan partaipartai kecil ini didasarkan pada kondisi di mana mereka mengakui kepemimpinan PKT. Dewan Negara yang bertugas untuk membuat kebijakan nasional dan mengawasi semua lembaga pemerintah dipimpin oleh Perdana Menteri Tiongkok yang juga merupakan anggota Komite Tetap Politbiro. Kemudian, Komisi Militer Pusat dipimpin oleh Sekretaris Jenderal PKT yang memberikan kekuasaan langsung PKT terhadap militer Tiongkok. Pengadilan Tiongkok juga disahkan oleh NPC namun dengan kondisi di mana pengadilan tersebut diawasi oleh Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat PKT yang dipimpin oleh anggota Politbiro. PKT bekerja dengan prinsip “sentralisme demokratis” di mana kebijakan-kebijakan akan dibahas, diperdebatkan, serta diputuskan dengan cara demokratis, namun semua pihak harus menerima dan mengikuti dari keputusan yang sudah dibuat, dan yang membuatnya tidak transparan adalah bagaimana demokratisnya proses pembuatan kebijakan tersebut karena pembahasan dan perdebatan akan kebijakan yang akan dibuat dilakukan secara tertutup. Menurut PKT, kesetiaan dan kestabilan politik merupakan hal yang esensial terhadap kepemimpinan partai yang memungkinkan terjadinya pembangunan. Hal ini membuat PKT melakukan berbagai cara untuk mengendalikan opini publik seperti menggunakan media massa untuk mempromosikan kebijakan partai, melakukan sensor besarbesaran terhadap internet dan media sosial, dan bahkan memblokir media sosial buatan luar negeri seperti Facebook dan Twitter dan menggantikannya dengan media sosial buatan Tiongkok seperti Weibo. Selain itu, banyak juga aktivis yang dibungkam, ditangkap, dan bahkan menghilang. Namun semua hal ini sejalan dengan hukum Tiongkok. • Militer Sejak akhir dekade 1990-an, Tiongkok telah menginvestasikan sumber daya dalam skala besar untuk mengembangkan tentara nasionalnya yaitu People’s Liberation Army (PLA) menjadi pasukan yang modern yang dapat melindungi kepentingan nasional Tiongkok baik dalam negeri maupun luar negeri. Kemenangan Amerika Serikat dalam operasi Desert Storm di Irak pada tahun 1991, keterlibatan Amerika dalam krisis Selat Taiwan pada tahun 19951996, intervensi pasukan Amerika di Kosovo pada tahun 1999 di mana Amerika Serikat secara tidak sengaja mengebom Kedutaan Tiongkok di Belgrade, telah membuat pemimpin Tiongkok mentransformasikan PLA menjadi lebih modern, profesional, serta menjadi kekuatan tempur yang mumpuni. Sejak tahun 1980-an hingga 1990-an, PLA tidak hanya dibebankan pada permasalahan perlengkapan yang sudah ketinggalan zaman, namun juga kualitas personel, pelatihan yang buruk, serta korupsi besar-besaran yang terlibat dengan berbagai aktivitas yang bersifat komersial. Hal ini membuat pengembangan PLA menjadi prioritas utama yang membuat pengeluaran dalam sektor pertahanan meningkat secara berkelanjutan serta dengan pencapaian persentase kemajuan PLA sebesar dua digit telah menunjang kemajuan pesat dari PLA sendiri sejak pertengahan tahun 1990-an. Bersamaan dengan sumber daya yang dialokasikan Tiongkok untuk pertahanan dalam jumlah besar, PLA telah bertransformasi menjadi pasukan yang profesional serta memiliki kapasitas yang mumpuni. Di balik kemajuan yang berhasil dicapai oleh PLA, masih terdapat beberapa kelemahan dari PLA yang cukup serius. Kelemahan ini dapat menghambat kemampuan PLA dalam mencapai keberhasilan operasi Tiongkok yang berpusat pada informasi dan operasi gabungan yang terintegrasi yang di mana dilihat oleh para ahli strategi militer sebagai kunci kemenangan dalam perang di masa depan. Baik penulis militer dari Tiongkok maupun dari luar negeri sepakat bahwa kelemahan-kelemahan ini terbagi dalam dua kategori besar. Pertama adalah institusional di mana PLA menghadapi masalah berupa struktur komando yang sudah ketinggalan zaman, kualitas personel, profesionalisme, serta korupsi. Yang kedua adalah kapasitas pertempuran di mana hal ini meliputi lemahnya logistik, kapabilitas angkutan udara strategis yang kurang memadai, jumlah pesawat misi khusus yang terbatas, serta kurangnya pertahanan armada udara dan perang anti kapal selam. Walaupun kapabilitas PLA telah meningkat secara drastis, namun kelemahan-kelemahan yang ada dapat memperbesar resiko kegagalan dalam sebuah operasi yang ditugaskan oleh PKT, misalnya dalam berbagai kemungkinan di Taiwan, misi klaim maritim, jalur laut perlindungan komunikasi, dan beberapa skenario operasi militer selain skenario perang. PLA sendiri semakin meningkat kapabilitasnya yang mengancam negara-negara tetangga Tiongkok dan menahan basis / pangkalan Amerika serta aset bernilai tinggi Amerika lainnya. PLA di era sekarang sudah sangat berbeda dengan yang dulu yang masih bersifat infanteri sentris, yang berusaha melawan penjajah jauh ke dalam wilayah Tiongkok untuk melakukan perang gerilya, PLA pada masa kini sudah meningkatkan jumlah misi yang meliputi berbagai macam konflik serta operasi militer selain perang baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang semakin meningkat secara regional dan global. Walaupun PLA sudah melakukan peningkatan drastis untuk melaksanakan misi yang ditugaskan, termasuk menghadapi intervensi militer Amerika, tetapi masih ada sejumlah tantangan serius. PLA sendiri tampaknya sangat menyadari kekurangannya ini, dan memang saja, PLA mempublikasi penuh dengan referensi masalah dalam banyak bidang, dan diskusi mengenai masalah-masalah ini sering menyoroti apa yang disebut oleh penulis Tiongkok sebagai “two incompatibles” atau “dua ketidakcocokan” yang mencerminkan penilaian mereka bahwa kapabilitas PLA masih belum mengatasi tuntutan kemenangan suatu perang lokal dalam kondisi yang diinformasikan, serta belum berhasil menjalankan misi PLA lainnya. Struktur organisasi PLA seringkali digambarkan sebagai sebuah penghalang terhadap kesatuan yang lebih besar serta terhadap kemampuan PLA untuk melaksanakan operasi militer yang telah terinformatisasi secara modern. Kelemahan dalam hal sumber daya manusia, prestasi dan tingkat yang tidak memadai, dan level kemahiran teknis antara prajurit dan perwira, kekurangan dalam kesehatan fisik dan kesehatan mental, masalah korupsi, moral, dan profesionalisme meliputi kesulitan dalam penerapan disiplin militer serta mempertahankan keamanan operasional. PLA juga kekurangan dalam hal kapabilitas pertempuran. Banyak ahli strategi Tiongkok mengidentifikasi ketidakmampuan PLA untuk melakukan operasi gabungan yang terintegrasi pada tingkat level yang dibutuhkan sebagai masalah utama yang dihadapi Tiongkok saat bercita-cita untuk memproyeksikan kekuatan tempur di luar negeri, di mana saat ini terdapat gap besar antara militer Tiongkok dengan militer negara-negara maju lainnya, terutama Amerika Serikat. Berbagai kemajuan yang sudah dicapai PLA masih menyisakan kekurangan dalam angkatan udara dan angkatan lautnya. Meskipun pasukan permukaan dan kapal selam angkatan laut PLA (PLAN) memiliki kemampuan yang mengesankan yang sebanding dengan kelas angkatan laut dunia modern, PLAN masih menghadapi berbagai masalah seperti area integrasi persenjataan kompleks dan perlengkapan yang semakin modern, pelatihan personel PLAN yang sekarang ini masih belum siap sepenuhnya untuk mengoperasikan atau merawat alutsista angkatan laut, dan penguasaan akan beberapa kapabilitas seperti pertempuran anti kapal selam serta operasi amfibi. Angkatan udara PLA juga telah melakukan kemajuan besar, namun masih harus menghadapi tantangan seperti jumlah pesawat tempur yang terdiri dari beberapa generasi dalam jumlah besar, kurangnya pesawat misi khusus, pelatihan yang tidak realistis, dan kemampuan transportasi strategis yang tidak memadai. PLA juga menghadapi kekurangan dalam melindungi kepentingan Tiongkok di ruang angkasa dan spektrum elektromagnetik serta keberhasilan operasi dalam area tersebut untuk mendukung kampanye militer Tiongkok yang membutuhkan dominasi dalam informasi. Karena Tiongkok yang meluncurkan semakin banyak satelit ke orbit, PLA semakin bergantung pada kapabilitas di ruang angkasa untuk fungsi-fungsi penting seperti intelijen, pengawasan, pengintaian, navigasi, dan komunikasi. Tiongkok dalam hal ini juga khawatir akan kelemahannya dalam cybersecurity. Publikasi militer Tiongkok juga mengatakan bahwa PLA masih melihat dirinya tidak terlalu bergantung pada ruang angkasa dibandingkan dengan militer Amerika, namun publikasi ini juga mengakui bahwa meskipun sebagian besar secara implisit, ketergantungan akan ruang angkasa yang besar juga memberikan kerentanan yang lebih besar. Walaupun industri pertahanan Tiongkok telah melakukan progres yang besar dalam hal kemampuannya mengantarkan persenjataan dan perlengkapan yang canggih untuk PLA selama 2 dekade terakhir, industri pertahanan Tiongkok juga menghadapi beberapa masalah yang belum terselesaikan. Industri pertahanan Tiongkok masih dalam transisi dari sistem perencanaan terpusat ke sistem yang lebih berorientasi pada pasar. Beberapa masalah utama yang dihadapi industri pertahanan Tiongkok antar lain korupsi; kurangnya persaingan; monopoli yang sudah mengakar; penundaan dan pembengkakan biaya; masalah kontrol kualitas; fragmentasi birokrasi; sistem akuisisi yang sudah ketinggalan zaman; dan akses yang terbatas terhadap sumber teknologi dan keahlian eksternal. Menurut Defense News, anggaran militer Tiongkok di tahun 2020 mencapai US $178.2 miliar atau sekitar 1,14% dari total PDB Tiongkok. Menurut Global Fire Power, di tahun 2021 kekuatan militer Tiongkok menduduki peringkat 3 dari 140 negara di dunia. Kekuatan tersebut meliputi berbagai segi. Pertama dari segi jumlah tentara. Tiongkok memiliki populasi sebesar 1,4 miliar jiwa di mana perkiraan 0,2% darinya merupakan personel militer yaitu sebesar 3 juta 355 ribu personel, dengan 2 juta 185 ribu personel aktif dan 510 ribu personel cadangan, sisanya merupakan paramiliter. Dari segi kekuatan darat, Tiongkok memiliki 3,205 unit tank, 35 unit ribu kendaraan lapis baja, 1970 unit self-propelled artillery (jenis artileri yang dipasangkan ke kendaraan dan dapat bergerak mandiri), 1234 unit towed artillery (artileri yang harus ditarik oleh truk), dan 2,250 proyektor roket. Dari segi kekuatan udara, Tiongkok memiliki 1200 unit pesawat tempur, 264 pesawat pengangkut, 405 unit pesawat latihan, 115 unit pesawat misi khusus, 902 unit helikopter, dan 327 unit helikopter serang. Dari segi kekuatan laut, Tiongkok memiliki 2 unit kapal induk, 50 unit kapal Destroyer / perusak, 46 unit kapal Fregat, 72 kapal Corvette / korvet, 79 unit kapal selam, 123 unit kapal patroli, dan 36 unit kapal ranjau. Selain segi-segi di atas, terdapat segi lain yaitu anggaran, logistik, sumber daya (minyak), dan geografi. Terlepas dari kekuatan militer yang dimiliki Tiongkok, walaupun Tiongkok memiliki “blue-water navy” yang merupakan pasukan maritim yang dapat beroperasi secara global, Tiongkok tidak bebas untuk menggunakan mereka. Tentu saja Taiwan membelah garis pantai Tiongkok, dan tantangan terbesar yang diberikan Taiwan kepada Tiongkok daratan bukanlah kemampuannya “mengolok” konsep “united China” dengan keberadaannya saja. Namun faktanya bahwa penggunaan militer berbasis darat jauh lebih murah untuk memberikan ancaman terhadap jalur laut Tiongkok daripada menggunakan militer berbasis laut. Misil penjelajah dan pesawat tempur Taiwan dapat memberikan semacam blokade terhadap akses pengiriman Tiongkok serta kapal-kapal militer Tiongkok ke wilayah yang lebih luas. Satu hal lagi bahwa Taiwan tidak sendirian, di mana Jepang, Filipina, Indonesia, dan Singapura membentuk garis pulau-pulau di lepas pantai Tiongkok yang memblokade setiap akses Tiongkok terhadap samudera luas. Semua negara ini secara luas memusuhi Tiongkok dan semua negara ini memiliki angkatan udara serta misil penjelajah yang dapat mengancam, dan dalam beberapa kasus menghancurkan aset maritim Tiongkok yang bergerak terlalu dekat. Kemudian hampir dari semua negara ini juga sepertinya akan tetap bersekutu dengan Amerika Serikat di masa depan. Terlebih lagi dengan supremasi dan semakin agresifnya Tiongkok di Laut Cina Selatan. • Sosial Budaya Secara demografi, penduduk Tiongkok pada tahun 2020 berjumlah 1,439,323,776 jiwa menurut worldometers. Jumlah ini menjadikan Tiongkok sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan angka pertumbuhan penduduk yang semakin menurun tiap tahun, di mana pada tahun 2020 menyentuh angka 0,39%, turun sekitar 55% sejak tahun 2000. Kepadatan penduduk di Tiongkok sendiri berada di angka 153 per Km2, dengan wilayah pesisir Tiongkok sebagai wilayah yang paling padat seperti di Shanghai. Penduduk Tiongkok didominasi oleh etnis Han sebesar 91.51%, dan 8.49% sisanya merupakan etnis minoritas lainnya. Saat ini penduduk Tiongkok masih didominasi oleh usia angkatan kerja yang berusia di antara 15-64 tahun dengan persentase sebesar 72% pada tahun 2015, dan 10.8% penduduk berusia lansia. Rendahnya angka pertumbuhan penduduk dan tingginya angka harapan hidup membuat suatu permasalahan baru dalam demografi Tiongkok. Rendahnya angka pertumbuhan penduduk tidak terlepas dari kebijakan “one-child policy” yang diterapkan pemerintah Tiongkok pada akhir 1970-an dan awal 1980-an yang bertujuan untuk membatasi sebagian besar keluarga di Tiongkok untuk hanya memiliki satu anak sehingga dapat menekan angka pertumbuhan penduduk Tiongkok yang sangat besar, dan pada tahun 2015, pemerintah Tiongkok mengumumkan bahwa kebijakan ini diakhiri pada 2016. Dalam kurun waktu yang singkat, kebijakan ini berhasil menekan angka kelahiran sebesar 200-400 juta kelahiran yang berhasil mengatasi masalah overpopulasi yang ditakuti oleh pemerintah Tiongkok. Kebijakan ini juga membuat rasio jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan di Tiongkok mencapai 3-4% yang didominasi oleh laki-laki. Hal ini tidak terlepas dari budaya Tiongkok, terutama di daerah pedesaan yang lebih menginginkan anak laki-laki karena anak laki-laki akan mewariskan marga keluarganya serta akan menjadi tulang punggung ekonomi keluarganya, dibandingkan perempuan yang dianggap hanya memiliki fungsi reproduksi, yang ditambah dengan kebijakan “one-child policy” ini membuat masyarakat Tiongkok lebih mengutamakan anak laki-laki, sehingga anak perempuan yang lahir kebanyakan ditelantarkan, ditempatkan di panti asuhan, bahkan diaborsi sebelum lahir. Kebanyakan anak perempuan tersebut juga diadopsi oleh keluarga dari Amerika atau negara-negara lainnya. Selain itu, dampak negatif lainnya dari kebijakan “one-child policy” juga membuat pertumbuhan angkatan kerja semakin menurun yang dapat berdampak pada perekonomian Tiongkok di masa depan, terlebih dengan perekonomian Tiongkok yang sangat bergantung pada sektor manufaktur yang menjadi komoditas utama ekspor Tiongkok yang menopang PDB Tiongkok sebesar 18.4%, tertinggi kedua di dunia setelah Jerman. Berbagai permasalahan yang dihadapi Tiongkok akibat kebijakan ini antara lain pertama, penambahan usia masyarakat Tiongkok lebih cepat daripada kemampuan mereka untuk menjadi kaya. Sejak awal kebangkitan internasional Tiongkok di tahun 1990, usia rata-rata penduduknya 24.9 tahun, dan Tiongkok memiliki 350 juta penduduk yang berusia di antara 15-29 tahun. Hal ini membuat industri manufaktur Tiongkok tumbuh secara masif di tahun 1990-an dan 2000-an dan membuat Tiongkok sebagai satu-satunya negara berkembang yang menjadi sumber yang sangat besar akan pekerja yang murah. Di saat buku ini ditulis, rata-rata usia penduduk Tiongkok adalah 37.0 tahun berbeda tipis dari usia rata-rata penduduk Amerika yaitu 37.3 tahun, dan angka ini akan terus bertumbuh di mana diperkirakan pada tahun 2030, usia rata-rata penduduk Tiongkok akan mencapai angka 42.9 tahun, dengan Amerika 39.6 tahun. Tiongkok sendiri menyebut masalah ini sebagai “masalah 4:2:1” yaitu 4 kakek nenek, 2 orang tua, dan 1 anak. Tiongkok sendiri belum cukup kaya untuk menanggung sistem pensiun seperti yang diterapkan negara demokratis lainnya. Harga yang harus dibayarkan akibat sistem ini lebih besar dari dua kali lipat dibandingkan yang dihadapi oleh Amerika saat pensiunnya generasi “Boomer”, dan Amerika sendiri saat itu sudah memiliki sistem keamanan sosial yang menyerap sebagian harga tersebut. Hal ini tentunya akan membebani para pekerja muda dalam pengembangan keuangannya, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, makanan sehari-hari, dan sulitnya untuk menabung akibat harus membiayai kakek nenek serta orang tuanya tadi. Tiongkok sepertinya telah kehabisan jumlah pekerja yang melimpah, dan keberadaannya sebagai wilayah berbiaya rendah dalam manufaktur global. Dalam hal kebudayaan, salah satu perayaan terbesar masyarakat Tiongkok adalah hari raya Imlek. Perayaan penyambutan datangnya musim semi dan juga merupakan perayaan pergantian tahun kalender Tionghoa ini dirayakan dengan tradisi mudik yang disebut dengan Chunyun. Chunyun sendiri memiliki arti perpindahan saat festival musim semi, dan dimulai 15 hari sebelum imlek. Tradisi ini tidak hanya terjadi di Tiongkok, tetapi juga di Taiwan, Korea Selatan, dan Vietnam, serta diaspora Tionghoa dari negaranegara lain. Tradisi mudik ini sendiri merupakan aktivitas mudik terbesar di dunia yang membuat pemerintah Tiongkok benar-benar memfasilitasi tradisi ini. Perayaan imlek sendiri berlangsung selama 15 hari dengan hari terakhir yang disebut Cap Go Meh atau hari penutup perayaan tahun baru yang biasa kita kenal dengan banyaknya atraksi barongsai, naga, dan sebagainya. 2. Keberhasilan Tiongkok dalam mengatasi pandemi terlihat dari jumlah penambahan kasus Covid-19 di bulan Maret tahun 2020 hampir tidak ada. Langkah-langkah yang diambil Beijing sendiri menurut beberapa pakar akan sulit untuk diikuti oleh negara lain, terutama negara-negara Barat. Hal ini merujuk ke sistem yang terpusat di Beijing, pemerintahan satu partai yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, hingga mobilisasi sumber daya untuk suatu permasalahan. Strategi-strategi yang dilakukan Tiongkok dapat dirangkum dalam 3 macam strategi, antara lain : • Lockdown / Karantina Pada bulan Januari 2020, Tiongkok secara efektif menutup kota Wuhan, menempatkan 11 juta penduduknya dalam karantina yang ketat yang kemudian diikuti oleh kota-kota lain di provinsi Hubei. Sementara di daerah lain, pemerintah Tiongkok juga melarang warganya untuk keluar dari rumah. Ratusan juta penduduk Tiongkok hidup dalam lingkungan yang padat sehingga komite masyarakat setempat dapat berpatroli dan mengawasi mereka. Dua pekan setelah ditutup yang merupakan masa inkubasi virus Covid-19, jumlah infeksi Covid-19 menjadi berkurang. Langkah ini pun kemudian diikuti oleh negara-negara lain di Eropa termasuk beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Akan tetapi kebijakan ini dapat membawa dampak sosial serta ekonomi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. • Mobilisasi Massa Beijing dengan cepat mengirimkan 42.000 tenaga medis ke provinsi Hubei untuk membantu tenaga medis setempat yang kewalahan menangani wabah Covid-19 di awal pandemi. Pakar kesehatan dan palang merah juga dikirimkan ke Italia, negara dengan tingkat kematian akibat Covid-19 tertinggi saat itu. Pemerintah Tiongkok juga berhasil melakukan sesuatu yang luar biasa, di mana dalam waktu 2 minggu, mereka berhasil membangun rumah sakit untuk menampung ribuan pasien. Upaya otoritas pusat juga didukung dengan propaganda yang diumumkan berkali-kali di mana masyarakat diminta hidup higienis dan tetap tinggal di rumah. • Masker dan pelacakan Penduduk di seluruh kota di Tiongkok diminta untuk memakai masker, dan apabila mereka tidak memakainya, mereka tidak diizinkan untuk masuk ke kantor atau apartemen. Menurut agensi berita Xinhua, selama krisis, Tiongkok mampu memproduksi 1,6 juta unit masker N-95 tiap harinya. Dalam hal pelacakan, pos pemeriksaan suhu tubuh dipasang di tiap pintu masuk tempat publik, di mana jika seseorang memiliki suhu tubuh di atas 37,3 derajat celcius, maka orang tersebut akan langsung diisolasi. Kemudian setiap orang juga diharuskan untuk memindai kode QR di ponsel mereka untuk mengecek apakah status mereka hijau (tanpa risiko), kuning (sempat memasuki daerah berpotensi penyebaran virus), atau merah (berstatus positif Covid-19 dan beresiko penularan). Data lokasi telepon digunakan untuk mengawasi pergerakan setiap orang dan memberlakukan jam malam. Jika terdapat seorang pasien yang harus dikarantina, petunjuk lokasi geografis di ponsel mereka akan memberikan peringatan kepada pemerintah apabila orang tersebut keluar dari tempat karantinanya. Lokasi data telepon juga digunakan untuk memetakan secara persis tempat-tempat yang dikunjungi seseorang selama dua minggu terakhir sebelum didiagnosis. Gabungan dari analisa manusia dan komputer ini dapat menentukan siapa yang dapat berpotensi terinfeksi oleh mereka yang positif terinfeksi. Jika pasien menaiki kereta dan berpotensi menginfeksi orang, maka pesan teks akan dikirimkan melalui sebuah aplikasi yang banyak digunakan orang untuk memberikan peringatan akan adanya risiko penularan. Dengan cara ini pemerintah dapat langsung mengecek apakah seseorang pernah pergi ke zona merah. Pemerintah Tiongkok juga mengatakan bahwa pemindaian akan dipertahankan sampai wabah berakhir. Sistem pelacakan yang terbukti efektif saat pandemi ini telah dibangun Partai Komunis Tiongkok selama beberapa dekade yang dikritik oleh dunia. Namun semenjak pandemi Covid-19, beberapa negara seperti Korea Selatan, Singapura, Israel, Taiwan, Rusia, dan Iran juga mulai mengadopsi sistem ini. Tiongkok sendiri berhasil menurunkan tingkat infeksi baru dari ribuan kasus setiap hari ketika puncak wabah, menjadi nol kasus dalam waktu lima minggu. Namun beberapa negara di mana pengawasan digunakan untuk menangani virus Covid-19, banyak orang menjadi khawatir akan dampak jangka panjang. Adam Schwartz, pengacara senior di Electronic Frontier Foundation mengatakan di tengah pandemi ini, “ada kekhawatiran besar bahwa ketika pemerintah mendapatkan kekuasaan baru dalam situasi krisis, pemerintah tidak akan mengembalikan kekuasaan itu ketika krisis selesai." Contohnya semenjak serangan 11 September, Amerika Serikat membuat pengawasan luas terhadap warganya yang hingga 19 tahun kemudian kekuasaan tersebut masih berada di tangan pemerintah Amerika Serikat. Adam dan pihak lain juga mempertanyakan apakah data dari pengawasan massal ini dapat membawa hasil atau tidak. Ia mengatakan bahwa yang perlu dikatakan kepada pemerintah di seluruh dunia adalah “sebelum menjalankan kekuatan pengawasan massa, penting bagi pemerintah dan tenaga kesehatan untuk maju memperlihatkan bahwa teknologi ini dapat menambah krisis.” Menyeimbangkan privasi dan keamanan merupakan salah satu masalah yang sudah berlangsung sepanjang sejarah pemerintahan dan kepentingan publik, namun, mungkin baru kali ini dalam sejarah, betapa dilema tersebut semakin menekan dalam keadaan di mana banyak nyawa yang terancam. 3. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, sejauh ini Tiongkok lebih banyak mengatasi masalah domestiknya secara mandiri tanpa bekerja sama dengan organisasi multinasional ataupun negara lain. Dalam beberapa sektor yang akan dibahas lebih lanjut di bawah, Tiongkok menjalin kerja sama internasional dalam skala yang sedemikian rupa. • Sektor lingkungan Sejauh ini, Tiongkok telah diakui oleh lebih dari 50 konvensi internasional dalam hal perlindungan lingkungan dan juga telah aktif melaksanakan aturan yang telah ditetapkan oleh konvensi-konvensi ini, seperti United Nations Framework Convention on Climate Change dan Protokol Kyoto, Montreal Protocol on Substances That Deplete the Ozone Layer, Rotterdam Convention on the Prior Informed Consent Procedure for Certain Ha-zardous Chemicals and Pesticides in International Trade, dan lain-lain. Pemerintah Tiongkok telah mengumpulkan laporan nasional dari Republik Rakyat Tiongkok dalam Sustainable Development and the China Action Program for Sustainable Development in the 21st Century, yang telah menyetujui China State Plan on Gradually Eliminating Substances That Deplete the Ozone Layer, yang tersusun lebih dari 100 kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan lapisan ozon, menjalankan pengembangan produksi yang berbasis perlindungan lapisan ozon (produk ramah lingkungan), dan mencapai target yang telah ditetapkan Protokol Montreal. Menurut perkiraan World Bank, jumlah zat perusak lapisan ozon yang telah dieliminasi oleh Tiongkok mencapai 50% dari total jumlah zat yang telah dieliminasi oleh semua negara berkembang. Tiongkok juga telah mempromosikan kerja samanya dengan negara-negara tetangga dan terlibat aktif dalam pembangunan mekanisme kerja sama regional. Selain dalam hal perlindungan terhadap lingkungan, Tiongkok juga pernah melakukan kerja sama dalam hal penanganan gempa bumi. Pada tanggal 12 Mei 2008, gempa dengan skala 8.0 SR menghantam provinsi Sichuan di Tiongkok. Gempa tersebut memberikan dampak kepada 70 juta orang, dan sebesar 15 juta di antaranya dievakuasi dari rumah mereka. Pada Desember 2018, angka kematian akibat gempa tersebut mencapai lebih dari 100 ribu korban jiwa, dengan 374,643 orang terluka, dan 17,923 orang hilang. Sesuai permintaan pemerintah Tiongkok, organisasi UNEP (United Nations Environment Programme) dilibatkan dalam usaha pemulihan dampak gempa tersebut, dan UNEP menjadi aktor lingkungan internasional utama. UNEP diundang untuk melakukan survei di wilayah yang terdampak gempa tersebut. Misi ini memungkinkan UN Country Team di Tiongkok dapat lebih memahami besarnya bencana gempa tersebut dan bagaimana komunitas internasional dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan lingkungan yang sangat luas yang dihadapi Tiongkok dalam pemulihan dampak gempa tersebut. Kontribusi UNEP sendiri dalam pemulihan dampak gempa di Tiongkok antara lain : 1. Koordinasi dan dukungan teknis untuk merespon berbagai tantangan dalam menangani permasalahan lingkungan tersebut. UNEP memperkuat kantornya di Beijing dengan berbagai ahli teknis internasional dalam bidang domestik, dan pengelolaan limbah industri berbahaya. Hal ini membuat UNEP dapat menyediakan ahli kepada dua pihak baik UN Country Team maupun kepada otoritas Tiongkok. 2. Permohonan pemulihan “China Appeal for Recovery Support” sebesar US $33.5 juta diluncurkan oleh PBB pada bulan Juli 2008 mengakui akan pentingnya menangani masalah lingkungan seperti air, pencemaran tanah, dan pengelolaan limbah berbahaya, serta mengajukan dana bantuan yang mencapai 6 juta dolar dari komunitas donor dalam permasalahan lingkungan. 3. Pelatihan seperti yang diajukan oleh pemerintah Tiongkok, UNEP menyediakan fasilitas pelatihan pengelolaan lingkungan pasca bencana kepada para PNS Tiongkok, ahli lingkungan, perwakilan pemerintah, dan organisasi internasional yang berbasis di Beijing. 4. Pertimbangan lingkungan, di mana UNEP berhasil meningkatkan kesadaran akan pertimbangan terhadap lingkungan serta ekologi dalam seluruh proses perencanaan nasional untuk penanganan pasca gempa, rekonstruksi, dan untuk memastikan bahwa pertimbangan-pertimbangan ini sepatutnya dimasukkan dalam perencanaan nasional tersebut. Sebagai bagian dari pemulihan dan rekonstruksi jangka panjang 2009-2011, UNEP secara aktif mempromosikan untuk menerapkan pendekatan rendah karbon dalam periode restorasi dan rekonstruksi dengan pandangan untuk mencapai efisiensi energi dan perekonomian yang lebih ramah lingkungan di daerah yang terdampak gempa. • Terorisme Kepentingan utama Tiongkok dalam hal terorisme internasional adalah untuk memastikan kestabilan dalam negeri di wilayah yang memiliki permasalahan etnis yaitu daerah Xinjiang, mempromosikan stabilitas nasional dalam sebagai kunci utama dan sebagai pasar ekspor, dan melindungi bisnis warganya di luar negeri. Respon utama Beijing terhadap terorisme internasional adalah untuk memperkuat kapabilitas antiterorisme dalam negerinya dengan menyampaikan dan menerapkan keamanan nasional baru serta hukum anti-teroris, meningkatkan kepolisian dan kontrol sosial di Xinjiang, dan menarik usaha bilateral dan multilateral dalam menangani terorisme. Kendala utama dalam hal ini adalah perhatian akan terorisme dalam negeri, prinsip jangka panjang terhadap nonintervensi dan non-interferensi, keinginan untuk mencegah reaksi yang menargetkan warga Tiongkok di dalam dan di luar negeri, serta kapabilitas militer yang terbatas. Dengan semakin majunya ekonomi global Tiongkok serta jejak politiknya, Tiongkok mungkin semakin menjadi target dari aksi terorisme internasional. Dalam masa depan yang dapat diprediksi, Tiongkok sepertinya tidak akan menjadi aktor utama dalam melawan terorisme internasional dan kerja sama Tiongkok-Amerika dalam penanggulangan terorisme akan tetap terbatas. Commented [WJ1]: mul Daftar Pustaka Zeihan, P., 2014. The Accidental Superpower : The Next Generation of American Preeminence and The Coming Global Disorder. Hachete Book Group. Data.worldbank.org. 2021. GDP (current US$) - China | Data [online]. Available from: https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?locations=CN [Accessed 16 March 2021]. Lestari, R., 2021. Wah, China Punya Utang Terselubung US$2,3 Triliun dan Bakal Membengkak | Ekonomi - Bisnis.com [online]. Bisnis.com. Available from: https://ekonomi.bisnis.com/read/20210324/620/1371824/wah-china-punya-utangterselubung-us23-triliun-dan-bakal-membengkak [Accessed 16 March 2021]. BBC News Indonesia. 2015. Pertumbuhan pesat ekonomi Cina dalam angka - BBC News Indonesia [online]. Available from: https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/09/150910_majalah_ekonomi_cina [Accessed 16 March 2021]. BBC News. 2019. Yuan fall: Why is China's currency getting weaker? [online]. Available from: https://www.bbc.com/news/business-49245654 [Accessed 16 March 2021]. Investopedia. 2020. The Impact of China Devaluing the Yuan in 2015 [online]. Available from: https://www.investopedia.com/trading/chinese-devaluation-yuan/ [Accessed 16 March 2021]. Pettinger, T., 2020. Why is value of Yuan so important? - Economics Help [online]. Economics Help. Available from: https://www.economicshelp.org/blog/164485/economics/why-is-value-of-yuan-soimportant/#%3A~%3Atext%3DSummary%20%E2%80%93%20impact%20of%20deval uation%20in%2Cto%20higher%20growth%20in%20China. [Accessed 16 March 2021]. Encyclopedia Britannica. 2016. Chinese Communist Party | political party, China. [online] Available from: https://www.britannica.com/topic/Chinese-Communist-Party [Accessed 24 March 2021]. South China Morning Post. 2021. The Chinese Communist Party explained [online]. Available from: https://www.scmp.com/video/china/3123806/scmp-explains-howdoes-chinese-communist-party-operate [Accessed 24 March 2021]. Chase, M., 2015. China's Incomplete Military Transformation. Santa Monica: Rand Corporation. Yeo, M., 2020. China announces $178.2 billion military budget [online]. Defense News. Available from: https://www.defensenews.com/global/asia-pacific/2020/05/22/chinaannounces-1782-billion-military-budget/ [Accessed 24 March 2021]. Global Fire Power. 2021. 2021 China Military Strength [online]. Available from: https://www.globalfirepower.com/country-military-strengthdetail.php?country_id=china [Accessed 24 March 2021]. Yiwei, H. and Jing, Y., 2020. Graphics: China's changing demographics through the decennial census [online]. News.cgtn.com. Available from: https://news.cgtn.com/news/2020-11-01/Graphics-China-s-changing-demographicsthrough-the-decennial-census--V2MsMnYdz2/index.html [Accessed 24 March 2021]. Pletcher, K., 2020. One-child policy [online]. Encyclopedia Britannica. Available from: https://www.britannica.com/topic/one-child-policy [Accessed 24 March 2021]. Rahmawati, F., 2021. Chunyun, Tradisi Mudik dalam Imlek di Tiongkok - AyoSemarang.com [online]. AyoSemarang.com. Available from: https://ayosemarang.com/read/2021/02/12/71985/chunyun-tradisi-mudik-dalamimlek-di-tiongkok [Accessed 24 March 2021]. Utomo, A., 2020. Atasi Wabah Virus Corona, China Gunakan 3 Strategi Halaman all Kompas.com [online]. KOMPAS.com. Available from: https://www.kompas.com/global/read/2020/03/22/141423770/atasi-wabah-viruscorona-china-gunakan-3-strategi?page=all [Accessed 10 April 2021]. BBC News Indonesia. 2020. Cara China mengatasi wabah Covid-19 melalui teknologi tersembunyi dan pengawasan massal - BBC News Indonesia [online]. Available from: https://www-bbc-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.bbc.com/indonesia/dunia52141201.amp?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D%3 D#aoh=16187663238232&amp_ct=1618766328268&referrer=https%3A%2F%2Fwww.g oogle.com&amp_tf=From%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.bbc.co m%2Findonesia%2Fdunia-52141201 [Accessed 10 April 2021]. Sergeevna, N., 2015. China: International Cooperation in Environmental Protection. Journal of Geoscience and Environment Protection [online]. 03(02), pp.28-32. Available fom,: https://www.researchgate.net/publication/274739223_China_International_Cooperati on_in_Environmental_Protection [Accessed 10 April 2021]. UNEP - UN Environment Programme. 2010. China [online]. Available from: https://www.unep.org/explore-topics/disasters-conflicts/where-we-work/china [Accessed 10 April 2021]. Murphy, D., 2017. China’s Approach to International Terrorism [online].JSTOR. Available from: https://www.jstor.org/stable/resrep20167?seq=1#metadata_info_tab_contents [Accessed 10 April 2021].