BAB II LANDASAN TEORI Cina adalah Negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh kebudayaan, sejarah dan geografis. Negara Cina memiliki banyak kebudayaan, namun salah satu kebudayaan yang paling terkenal yaitu kebudayaan seni rupa. Salah satu kebudayaan seni rupa yang dimiliki oleh bangsa Cina yaitu tembikar atau keramik atau porselen yang sudah sangat terkenal dan memiliki nama baik di dunia. Tembikar atau keramik atau porselen Cina ini juga sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen Cina yang berada di Indonesia merupakan bagian dari pertukaran budaya antara kedua Negara yang berlangsung dalam waktu yang panjang. Salah satu contoh tembikar atau porselen yang ada di Indonesia yaitu piring. Piring porselen Cina yang berada di Indonesia itu sangatlah banyak dan ada berbagai macam jenis-jenis piring tersebut. Piring-piring porselen Cina tersebut dapat dilihat dari bentuknya, ukurannya dan juga yang paling khas yaitu ukiran-ukiran yang terdapat dalam piring tersebut. Hal inilah yang membuat piring porselen tersebut meiliki nilai jual yang sangat tinggi, naman dapat dilihat juga dari nilai historisnya. Berikut ini penulis mencoba menelaah fungsi piring porselen dalam budaya bangsa Cina. Selain bangsa Cina, ternyata ada juga bangsa-bangsa lain yang sudah mengenal adanya tembikar, keramik atau porselen sejak dahulu. Di masing-masing Negara tersebut, mereka memiliki tempat pembuatan tembikar, keramik dan porselen itu sendiri. Namun dari data yang didapat pembuatan tembikar, keramik atau porselen tersebut diduga kuat memiliki kesamaan dan kemiripan dengan tembikar, keramik atau porselen dari Cina. Hal ini dapat 1 dilihat dari bentuk dan juga ukiran-ukiran yang terdapat dalam tembikar-tembikar tersebut. Semua ukirannya bernuansa Cina. Hal ini membuktikan bahwa bangsa Cina memiliki pengaruh penting dalam pembuatan tembikar, keramik atau porselen yang di buat oleh bangsa-bangsa lain. Salah satu bangsa yang membuat tembikar tersebut dan memiliki kemiripan dengan bangsa Cina adalah bangsa Jepang.1 Pada abad 17 seorang jepang pembuat barang tembikar bernama Kizaemon Zakaida bertemu dengan seorang pedagang barang tembikar bernama Takuemon Higashijima yang merupakan seorang pembuat tembikar dengan suatu reputasi. Pada saat mereka bertemu Higashijima sedang melakukan perjalanan ke Nagasaki. Di Nagasaki mereka bertemu dengan seorang Cina pembuat tembikar dan meminta kepada orang tersebut untuk mengajari cara membuat dekorasi berlapis pada porselen. Kemudian Hagashijima dan Kizaemon bergabung, dan melakukan penelitian terhadap dekorasi berlapis tersebut. Darp penelitian yang dilakukan kemudian Kizaemon secara popular dikenal sebagai orang pertama di Jepang yang menemukan rahasia dari dekorasi pada porselen karena keberhasilan akan penelitian dan eksperimen yang dilakukannya, yang dikenal sebagai “Akae”. Dari abad pertengahan abad ke 17 barang Kikaemon diproduksi di pabrik-pabrik di Arita, perfektur Saga, Jepang, dengan banyak kemiripan dengan gaya “Famille Verte” milik Cina. Dapat dilihat bahwa bangsa Cina memang memiliki peran yang cukup penting dalam pembuatan porselen tersebut. Ukiran-ukiran yang terdapat dalam tembikar-tembikar tersebut adalah pembuktian bahwa bangsa Cina memiliki pengaruh penting dalam pembuatan porselen. 1 Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok-Indonesia, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2005), 428 2 A. Fungsi Piring dalam Masyarakat Cina Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, dalam budaya bangsa Cina tempat makan mereka adalah mangkuk. Orang-orang di Cina menggunakan piring bukan sebagai tempat makan. Bagi mereka tempat untuk menaruh makanan adalah mangkuk. Piring bagi bangsa Cina merupakan salah satu benda untuk menghias rumah mereka dan juga merupakan benda berseni yang memiliki nilai gaib. Namun dalam budaya Cina, piring ada berbagai macam jenis dan bentuk, dimulai dari yang paling terkecil sampai dengan yang terbesar. Semua piring-piring tersebut memiliki fungsi dan perannya masing-masing. Piring keramik atau porselen adalah benda yang digunakan untuk sembayang oleh bangsa Cina. Piring tersebut berfungsi untuk menaruh buah-buahan dan makanan-makanan yang lain untuk dipersembahkan kepada para dewa-dewa. Selain digunakan untuk sembayang, yaitu tempat menaruh buah-buahan untuk para dewa-dewi piring-piring tersebut juga memiliki fungsi sebagai hiasan dinding dan juga ukiran-ukiran yang terdapat dalam piring tersebut dipercaya dapat mengusir segala macam marabahaya.2 Selain piring ada juga guji tembikar atau keramik yang fungsinya sebagai tempat menaruh tulang jenasah, buatan Dinasti Han Tiongkok.3 Pada ukiran-ukiran tersebut terdapat masing-masing arti, dan yang paling banyak di jumpai yaitu piring dengan ukiran naga-naga, yang memberi arti bahwa air hujan yang turun dari langit disemburkan oleh naga, ada juga yang menganggap bahwa naga tersebut adalah dewa yang dapat melindungi mereka dari bala dan bencana, serta bisa meramalkan masa depan. Dalam piring-piring tersebut juga terdapat tulisan-tulisan Arab yang artinya: 2 3 Ibid., 430 Ibid., 431 3 Percayalah kepada Allah yang Mahakuasa, kita akan aman dan bebas dari gangguan setan atau iblis.4 Dalam masyarakat Cina, makan menggunakan mangkuk mempunyai alasannya sendiri. Alasan mereka makan menggunakan mangkuk karena makanan pada mangkuk (awalnya digunakan di daratan Cina) memiliki permukaan sentuh yang jauh lebih kecil dibandingkan piring. Hal ini menyebabkan proses pendinginan makanan pada mangkuk akan lebih lambat dari pada piring. Karena kecepatan pendinginan sebanding dengan luas permukaan sentuh (selain faktor perbedaan suhu, angin). Oleh karena itu sesuai dengan penjelasan di atas mengapa orang Cina makan menggunakan mangkuk yaitu agar makanan yang mereka makan tersebut tidak cepat dingin. Hal ini dikerenakan daerah tempat tinggal mereka yang sangat dingin sehingga penggunaan mangkuk pada makanan dapat membantu mereka untuk menghangatkan tubuh mereka. Mangkuk lebih bagus dalam mempertahankan suhu makanan dibanding piring. Hal ini jugalah yang membedakan penggunaan piring dan mangkuk dalam masyarakat Cina. 5 B. Pengaruhnya Bagi Budaya Indonesia Tembikar dan keramik Cina mempunyai sejarah yang lama dan nama baik di dunia., dan sudah sejak dahulu kala tersebar keluar negeri, termasuk ke Indonesia. Arkeolog Belanda, de Flins, telah menemukan alat-alat tembikar Dinasti Han, Tiongkok, (206 SM-220 M) di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi dan Irian Jaya. Berdasarkan temuan itu ia beranggapan bahwa kubur, dimana alat itu ditemukan, tentu milik orang Tionghoa yang meninggal di tempat itu. Ia memastikan bahwa 2.000 tahun yang lalu orang Tionghoa sudah 4 Ibid., 438 Anton, “Perbedaan Mangkuk dan Piring” dalam http://anton83.blogspot.com/2009/02/beda-mangkukdan-piring.html, diunduh pada tanggal 12 Juli 2012, pukul 13.01 WIB 5 4 mengarungi samudera dan menapakkan kaki di wilayah Indonesia.6 Sejarawan Indonesia, Moh, Yamin menunjukkan dari benda-benda tembikar yang Dinasti Han, Tiongkok, yang tergali di Indonesia, terdapat alat-alat untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti kuali, lapik, alas lampu, kotak, dan piring. Selain itu, terdapat pula alat pembakar dupa untuk sembayang, serta tempat arak dan sendok.7 Tergalinya alat-alat tembikar Dinasti Han, Tiongkok, di Indonesia membuktikan bahwa jauh 2.000 tahun yang silam, bangsa Tiongkok dan Indonesia sudah mengadakan kontak, dan dari satu sisi juga membuktikan ketepatan tentang perhubungan laut antara Tiongkok dengan Negara-negara Asia Tenggra dan India . Benda-benda keramik Tiongkok yang masuk ke Indonesia, pertama-tama digunakan untuk keperluan hidup kehidupan sehari-hari. Ma Huan dari Dinasti Ming dalam bukunya menyebutkan bahwa di negeri Jawa, “warga paling suka keramik biru putih Tiongkok”. Penduduk pribumi di Kalimantan menggunakan pula guci keramik Tiongkok untuk membuat arak. Mereka bahkan menganggap guci keramik Tiongkok sebagai sesuatu yang sakral untuk wadah jenazah yang dikubur. Piring-piring serta guci telah memainkan peran penting dan memperoleh kedudukan serta fungsi yang amat penting dalam adat perkawinan suku BiakNumfor. Ukiran-ukiran gambar yang paling banyak terdapat dalam piring-piring tersebut adalah gambar atau motif ular naga.8 Benda-benda keramik Tiongkok yang berada di Indonesia di pandang sebagai suatu benda budaya yang berharga. Benda-benda tersebut sekarang telah memiliki kedudukan dan fungsi yang penting dalam kegiatan kebudyaan setiap-tiap daerah di Indonesia. Dalam upacara kematian dan perkawinan benda-benda tersebut selalu di tempatkan dalam posisi yang penting. Penghargaan mereka kepada benda-benda tersebut terpengaruh dengan budaya 6 Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok, 429-430 Ibid. 8 Ibid., 435 7 5 bangsa Cina. Dapat di lihat dari kepercayaan mereka tentang ular naga yang memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.9 C. Piring Sebagai Simbol Menurut Geertz, Simbol adalah ajang atau tempat atau wahana yang memuat sesuatu nilai yang bermakna.10 Manusia sebagai makhluk yang mengenal simbol, menggunakan simbol-simbol untuk mengungkapkan siapa dirinya. Andai kata simbol-simbol itu pun tidak memadai dalam mengungkapkan makna yang ingin disampaikannya, hal itu karena mereka merupakan bagian dari “yang dnamis, ciri yang berubah dan hidup dari kesadaran manusia”. Simbol-simbol tersebut bukan hanya bentuk luar yang menyembunyikan realitas religius yang lebih “nyata”, melainkan sungguh-sungguh merupakan kekuatan nyata, lewat mana manusia menjumpai yang suci. Simbol-simbol mitos maupun pelbagai ritus menghadirkan kembali evaluasi balik dari kesadaran manusia dalam hal kenyataan yang transenden dan mutlak; suatu evaluasi tentang dirinya yang berbeda dari evaluasi yang diungkapkan berkaitan dengan situasi historis dan sehari-harinya.11 Piring dalam bangsa Cina juga merupakan simbol yang memiliki makna. Dalam piring tersebut terdapat ukiran-ukiran yang menunjukkan karya seni seseorang yang sangat bernilai, namun disamping itu juga ukiran-ukiran tersebut memiliki makna yang memberikan kesan religius kepada mereka. Kesan religius yang terkandung dalam piring-piring tersebut merupakan mitos-mitos yang dipercaya hingga saat ini. Magna gambar naga dalam piring tersebut memberikan kepercayaan kepada mereka bahwa naga adalah pelindung dan pemberi 9 Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok, 439 F. W. Dillistone, Daya kekuatan Simbol - The Power Of Symbols (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002), 10 115 11 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995), 165 6 hidup kepada mereka. Begitu juga dengan piring yang digunakan untuk sembayang, hal ini dilakukan agar mereka dapat mengingat para leluhur mereka melalui upacara-upacara keagamaan. Dari yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan seperti berikut, yaitu simbol, didalam suatu masyarakat merupakan pedoman penunjuk arah, kompas, bagi bertingkah laku secara mantap dan pasti. Lampau kini dan akan datang merupakan garis yang menghubungkan anggota-anggota masyarakat.12 12 Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 88 7