2 2 Sejarah Tradisional Cina Sistem politik tradisional yang muncul sebelum Revolusi 1911 adalah sistem yang berlandaskan ajaran Konfusian, berbasis pada masyarakat agraris, diselenggarakan oleh para intelektual-pejabat, dikendalikan oleh kaisar yang otoriter serta umumnya berpatokan pada aajaran Konfusian. Konfusianisme merupakan landasan yang konservatif dan berorientasi kemapanan. Konsep pokoknya menekankan kebutuhan akan harmoni masyarakat melalui tingkah laku moral dalam segala hubungan manusia. Konfusianisme berkembang menjadi doktrin ortodoks dan diabadikan sebagai pendidikan dasar generasi muda. Di bawah sistem kekaisaran, hampir scmua pejabat pemerintah (mandarin) yang mendominasi kehidupan politik dan ekonomi Cina berasal dari kelas atas. Pada tingkat terendah sekalipun, semua keputusan penting dibuat oleh para elit. Kaisar Cina memerintah tanpa Batas karena terdapat kepercayaan bahwa kaisar adalah "Keturunan Lange. Kaisar bertugas memelihara harmoni dalam masyarakat dan antara masyarakat dengan clam. Rakyat bcrhak memberontak apabila kaisar gagal menjaga harmoni. pembcrontakan dalam sejarah Cina tradisional mengambil dua bentuk, yaitu pemberontakan kaum tani dan pemberontakan militer. Setiap dinasti baru berdiri melalui perebutan kekuasaan oleh militer yang memanfaatkan ketidakpuasan petani serta mendapat dukungan para intelektual dan invasi asing (kecuali dinasti Ming yang didirikan oleh kaum buruh). Menarik untuk dicatat bahwa meskipun pemberontakan hampir selalu melahirkan dinasti baru, namun setiap perubahan dinasti ternyata tidak mempengaruhi isi dan bentuk pokok pemerintahan. Sistem pemerintahan Cina masa ini adalah sentralistis, dengan pengeculian adanya sejumlah besar otonomi lokal dan regional. Penyampaian pendapat dari kelompok kepentingan sering dibawa oleh para pejabat birokrasi. Terdapat persaingan tajam dan manuver antarpejabat untuk memperoleh keputusan yang baik bagi mereka. Meski sistem mengadopsi adanya otonomi lokal, namun hal itu tidak menghambat wewenang mutlak kaisar. Universitas Gadjah Mada 1. Selayang Pandang Sejarah Kedinastian Cina Sejarah politik Cina, seperti didokumentasikan dalam tulisan-tulisan kuno, dapat ditelusuri sampai dcngan masa sekitar empat ribu tahun yang 191u. Migrasi, penggabungan daerah, dan perkembangan yang telah berlangsung sekian abad lamanya membuat sistem tulisan, filsafat, seni, dan organisasi politik tersendiri, yang kemudian dikenal sebagai peradaban Cina. Yang membuat peradaban ini menjadi unik dalam sejarah dunia adalah keberlangsungannya selama lebih dari empat ribu tahun sampai dengan masa kini. Salah sate jejak sejarah yang menonjol hasil penemuan para ahli sejarah independcn adalah kemampuan masyarakat Cina untuk memasukkan penduduk di daerah sekeliling Cina ke dalam peradaban mereka. Sukses bangsa Cina ini ditentukan oleh keunggulan bahasa tulis, teknologi, dan lembaga politik; kemurnian kreativitas seni dan intelektual; dan jumlah penduduk yang demikian besar. Proses asimilasi terns berlangsung selama berabad-abad melalui penaklukan dan kolonisasi sampai dengan apa yang kita kenal sebagai Cina Ind (China Proper) terbentuk di bawah pemerintahan yang tunggal. Tema sejarah lain yang berulang adalah perjuangan tanpa henti bangsa Cina terhadap ancaman yang ditujukan kepada keamanan dan cara hidup mereka dan orang-orang non-Cina di perbatasan utara, barat laut, dan timur laut. Selama berabad-abad, semua orang asing yang dikenal pcnguasa Cina datang dari masyarakat sepanjang perbatasan Cina yang peradabannya kurang berkembang. Keadaan ini membentuk pandangan bangsa Cina terhadap dunia luar. Bangsa Cina melihat negara mereka sebagai pusat alam semesta. Muncullah kesan yang darinya turun nama tradisional Cina untuk negara mereka Zbonsguo, yang berarti Kerajaan Tengah atau Bangsa Pusat. Cina melihat dirinya dikelilingi oleh orangorang barbar yang kebudayaannya dianggap lebih lemah. Pandangan berpusatCina (sinosentris) ini tetap terjaga sampai dengan abad ke-19, pada saat terjadi konfrontasi serius yang pertama dengan Barat. Cina menegaskan bahwa hubungannya dengan bangsa Eropa akan dilaksanakan menurut sistem pembayaran upeti yang telah berkembang lama antara kaisar dan perwakilan negara-negara rendahan di perbatasan. Namun demikian, pada pertengahan abad ke-19 saat dihina secara militer oleh persenjataan dan teknologi Barat yang unggul serta dihadapkan pada munculnya usaha-usaha disintegrasi, Cina mulai menekankan kembali posisinya dalam hubungannya dengan peradaban Barat. Sayangnya upaya ini tidak berhasil sehingga pada tahun 1911 sistem pemerintahan Universitas Gadjah Mada dinasti imperial yang telah berlangsung selama dua abad runtuh karena ketidakmampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman. Dinasti Awal dan Konfusianisme Dalam perkembangannya, sistem dinasti yang memerintah Cina memunculkan dinamika yang menarik. Setelah dinasti prasejarah pertama yang diyakini bernama Xia (dari sekitar abad ke-21 hingga ke-16 SM), para ahli bersepakat bahwa permulaan sejarah Cina diawali oleh dinasti Shang (diperkirakan berkuasa antara tahun 1700 hingga 1027 SM). Dinasti Shang, yang disebut pula dinasti Yin dalam perkembangan berikutnya, mewariskan sistcm awal penulisan dan penggunaan perunggu. Pcnguasa terakhir dinasti Shang ditundukkan oleh seorang kepala suku perbatasan bernama Zhou. Dengan mewarisi bahasa dan kebudayaan Shang, penguasa-penguasa awal Zhou secara bertahap melakukan cinaisasi melalui penaklukan dan kolonisasi. Dinasti Zhou berkuasa lebih lama dari yang lainnya, yaitu dari tahun 1027 hingga 221 SM. Adalah para filsuf masa ini yang memperkenalkan doktrin "mandat dari surga" (framing), sebuah doktrin yang mengatakan bahwa penguasa ("putra surga") memerintah dcngan hak suci. Apabila ia turun tahta, berarti ia kehilangan mandat. Bersamaan dengan itu, istilah "feodal" seringkali disematkan pada periode Zhou mengingat dinasti ini dengan pemerintahan sentralisnya mengundang pembandingan dengan kerajaan-kerajaan abad pertengahan di Eropa. Pada tahun 771 SM dinasti Zhou jatuh ketika rajanya dibunuh oleh kaum barbar yang bersekutu dengan para pemimpin pemberontak. Karena pengambilalihan kekuasaan ini, para ahli sejarah mcmbagi era Zhou menjadi Zhou Barat (1027-771 SM) dan Zhou Timur (771-221 SM). Dengan terbaginya garis kerajaan, kekuasaan istana Zhou semakin berkurang secara bertahap dan terpecahnya kerajaan semakin hebat. Zhou Timur kemudian dibagi menjadi dua periode. Yang pertama, dari 770 sampai 476 SM disebut Periode Musim Semi dan Musim Gugur, dan yang kedua dikenal sebagai periode Negara-negara yang Berperang (475-221 SM). Meskipun ditandai oleh perpecahan dan perang saudara, periode Musim Semi dan Musim Gugur serta Pcriode Negara-negara yang Berperang menampakkan juga masa kejayaan budaya sekaligus masa keemasan Cina kala itu. Suasana reformasi dan ide-ide bare muncul dan persaingan di antara penguasa Universitas Gadjah Mada regional yang berperang dalam dua hal: pembentukan tentara yang kuat dan setia serta peningkatan produksi ekonomi untuk menjamin pengumpulan pajak yang lebih besar. Perdagangan didorong melalui pengenalan pembuatan mata uang dan kemajuan teknologi. Besi mulai digunakan secara luas: tidak hanya dalam membuat senjata, namun juga dalam pengadaan alat-alat pertanian. Begitu banyak aliran filsafat muncul dan berkembang selama masa akhir Musim Semi dan Musim Gugur serta awal Negara-negara yang Berperang sehingga era ini dikenal pula dengan sebutan Masa Seratus Aliran Pemikiran. Dari Era Seratus Aliran pemikiran inilah didapatkan banyak tulisan klasik terkemuka yang menjadi dasar dan kebudayaan Cina selama dua setengah abad berikutnya. Aliran pemikiran yang membcrikan pengaruh terbesar dan abadi dalam kehidupan bangsa Cina hingga kini adalah Aliran Literati, yang lebih dikenal di Barat dengan sebutanKonfu sianisme. Warisan tertulis aliran ini diwujudkan dalam buku-buku Konfusius Klasik, yang kemudian menjadi dasar tatanan kehidupan tradisional. Konfusius (551-479 SM), yang juga disebut Kong Zi (Guru Kong) berupaya mefihat ke masa-masa awal kekuasaan Zhou bagi sebuah tatanan sosial dan politik yang ideal. Ia percaya bahwa satu-satunya cara yang bisa menjamin sistem ideal itu berjalan dengan baik adalah bahwa setiap orang hams bertindak sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. "Seorang penguasa tetaplah penguasa dan rakyat tetaplah rakyat," katanya. Namun, is menambahkan bahwa agar dapat mcmerintah dengan baik, maka seorang raja haruslah berbudi luhur. Bagi Konfusius, fungsi pemerintahan dan stratifikasi sosial adalah kenyataan hidup yang hams dijaga dengan nilai-nilai etika. Dalam waktu yang sangat lama, kumpulan tulisan pemikir Konfusian senantiasa dikembangkan, baik di dalam maupun di luar aliran itu sendiri. Interpretasi yang dibuat untuk mencocokkan atau mempengaruhi masyarakat kontemporer telah membuat aliran Konfusius senantiasa dinamis dengan memberikan sistem dasar model tingkah laku yang didasarkan pada teks-teks kuno. Mencius (372-289 SM), atau Meng Zi, adalah seorang murid Konfusius yang memberikan sumbangan utama bagi humanisme dalam pemikiran Konfusian. Mencius mcnyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik. Ia merumuskan ide bahwa hukuman akhir bagi seorang penguasa despot adalah hilangnya tianming. Pengaruh dan gabungan karya-karya Konfusius — penyusun dan peletak dasar sistem hubungan manusia berdasarkan pada kelakuan etis — dan karya Mencius, yang mengembangkan lebih jauh pemikiran Konfusius dalam penerapan, Universitas Gadjah Mada memberikan kepada masyarakat tradisional Cina sebuah kerangka menyeluruh untuk menata hampir setiap aspek kehidupan mereka. Berseberangan diametris dengan Mencius, misalnya, adalah interpretasi Xun Zi (sekitar 300-237 SM) yang juga murid Konfusius. Xun Zi mengatakan bahwa sifat dasar manusia adalah mau menang sendiri dan jahat, serta bahwa kebaikan hanya dapat diperoleh melalui pendidikan dan tingkah laku sesuai dengan status seseorang. Ia juga berargumen bahwa pemerintahan yang terbaik adalah yang didasarkan pada kontrol otoriter, bukan pada landasan etika atau moral. Kecenderungan otoriter Xun Zi kemudian dikembangkan dalam doktrin Aliran Hukum atau Legalisme (fa). Doktrin ini dirumuskan oleh Han Fei Zi (meninggal 233 SM) dan Li Si (meninggal 208 SM), yang menegaskan bahwa sifat manusia yang mau menang sendiri itu tidak dapat diperbaiki. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk menjamin tatanan sosial adalah menekankan disiplin dan atas dan menegakkan hukum dengan ketat. Kaum Legalis sangat mengagungkan negara serta menomorsatukan keberanian dan kejayaan ketimbang kesejahtcraan rakyat. Legalisme segera menjadi dasar filosofis pemerintahan imperial. Aspekaspek Konfusianisme dan Legalisme yang paling praktis dan banyak digunakan kemudian diselaraskan pada masa Han (206-220 SM), dan terbentuklah sebuah sistem pemerintahan yang baru dan tetap bertahan sampai akhir abad ke-19. Daoisme, aliran pemikiran terpenting kedua masyarakat Cina, juga berkembang selama masa Zhou. Yang merumuskan aliran ini adalah si bijak legendaris Lao Zi (Guru Tua), yang diyakini hidup lebih dulu daripada Konfusius, dan Zhuang Zi. Fokus Daoisme adalah individu itu sendiri dan bukan individu dalam masyarakat. Aliran ini meyakini bahwa tujuan hidup setiap individu adalah menemukan penyesuaian diri terhadap irama dunia natural dan supranatural serta mengikuti Jalan Alam (dao). Berlawanan dengan moralisme kaku Konfusian di banyak hal, Daoismc (dalam buku klasik Dao De Jing) memberikan pelengkap tuntunan hidup keseharian bagi Para pengikutnya. Seorang sarjana yang tengah menjalankan kewajibannya sebagai pejabat, misalnya, akan mengikuti Konfusius; tetapi dalam waktu-waktu luangnya atau pada masa pensiunnya mungkin raja is ingin mencari keselarasan dengan alam dengan menjadi seorang pertapa Daois. Aliran pemikiran lain yang juga berasal dan masa ini adalahyinyang dan Jima unsur. Teori aliran ini berusaha menjelaskan alam semesta dalam terma kekuatankekuatan dasar alam: yin (gelap, dingin, wanita, negatif) dan yang (terang, panas, lelaki, positif) serta lima unsur (air, api, kayu, logam, dan tanah). Dalam periode- Universitas Gadjah Mada periode berikutnya teori-teori ini menjadi penting baik dalam filosofisnya maupun penggunaannya secara umum. Era Imperial Sebagian besar daerah yang kelak membentuk Cina Inti dipersatukan untuk yang pertarna kalinya pada tahun 221 SM. Pada tahun itu negara Qin, yang paling agresif di antara negara-negara yang berperang, menundukkan lawan-lawan terakhirnya (Qin dalam romanisasi Wade-Giles adalah Ch'in, kata yang mungkin darinya berasal kata China dalam bahasa Inggris). Begitu raja Qin mengkonsolidasikan kekuasaannya, dia mengambil gelar Shi Huangdi (Kaisar Pertama), sebuah gelar yang dirumuskan dari mitos `kedewaan' dan `kaisar bijaksana'. Shi Huangdi kemudian melaksanakan sistem birokrasi yang terpusat dan tidak berdasar garis keturunan. Sentralisasi dipusatkan pada' upaya membakukan sistem hukum dan prosedur birokratik, bentuk tulisan dan upaya pembuatan mats uang, serta pola pemikiran dan ilmu pengetahuan. Untuk mcmbungkam kritik terhadap kekuasaannya, Shi Huangdi membuang atau membunuh banyak sarjana Konfusian pembangkang, serta menyita dan membakar buku-buku mereka. Perluasan daerah Qin dilakukan melalui seringnya ekspedisi militer ke arah perbatasan utara dan selatan. Untuk menangkis serangan kaum barbar, kubu-kubu pertahanan yang tadinya dibangun oleh negara-negara yang berperang lalu saling dihubungkan membuat ternbok tinggi sepanjang 5000 km. Apa yang sekarang kits kenal sebagai Tembok Besar sebenarnya adalah rangkaian empat tembok bcsar yang dibangun dan diperluas selama masa Han Barat, Sui, Jin, dan Ming; bukan sebuah tembok tunggal. Ujung-ujung Tembok Besar mencapai timur laut Provinsi Heilongjiang sampai dengan Gansu di barat laut. Sejumlah proyek infrastruktur lainnya juga dikerjakan untuk mengkonsolidasikan dan memperkuat kekuasaan imperial. Aktivitas ini membutuhkan tenaga manusia dan sumber daya lain yang sangat besar, belum lagi tindakan-tindakan pemaksaan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika revolusi pecah begitu Shi Huangdi meninggal pada tahun 210 SM. Dinastinya kcmudian jatuh dalam waktu kurang dari dua puluh tahun scjak kejayaannya. Meski demikian, sistem imperial yang diperkenalkan semasa dinasti Qin membentuk sebuah pola yang terns berkembang selama dua milenia berikutnya. Universitas Gadjah Mada Setelah perang saudara yang singkat, sebuah dinasti baru yang bernama Han (206 SM 220 M) muncul. Kekaisaran baru ini mewarisi banyak struktur administratif Qin, namun sedikit mengadakan perubahan dengan mcndirikan `kepangeranan' di sejumlah daerah tertentu demi menjamin kepuasan politik. Penguasa-penguasa Han memodifikasi beberapa aspek yang dianggap kaku dan keras dan dinasti sebelumnya. Misalnya, ide Konfusian tentang pemerintahan, yang tidak digunakan pada masa Qin, diadopsi sebagai keyakinan kekaisaran Han. Para pemuka Konfusian memperoleh status terhormat dalam masyarakat. Ujian untuk dims sipil juga mulai diperkcnalkan. Karya-karya intelektual, kesusasteraan, dan seni dikembangkan secara lugs. Di periode Han inilah hidup ahli sejarah Cina yang paling tekenal, Sima Qian (145-87 SM?), yang hasil karyanya(Catatan Sejarah) menceritakan kronik-kronik rind sejak kaisar legendaris Xia sampai dengan kaisar Han Wu Di (141-87 SM). Periode ini juga ditandai dengan kemajuan di biding teknologi. Dua dari penemuan-penemuan besar bangsa Cina, yaitu kertas dan porselen, berasal dari masa Han. Dinasti Han, yang kemudian menjadi nama bagi etnis mayoritas Cina 'I Ian', juga dipuji karena kcbcranian militernya. Kekaisaran Han berhasil meluaskan pengaruhnya ke arah barat sampai pinggiran lembah Sungai Tarim (saat ini termasuk ke dalam Daerah Otonom Khusus Xinjiang-Uyghur), yang memungkinkan berlalunya karavan-karavan secara aman menyeberangi Asia Tengah menuju Antioch, Baghdad, dan Aleksandria. Jejak-jejak perjalanan karavan ini seringkali disebut `Jalan Sutera' karena rutenya memang dipergunakan untuk mengekspor sutera Cina ke kekaisaran Romawi. Tentara-tentara Han juga menginvasi dan menduduki sejumlah bagian utara Vietnam dan Korea menjelang akhir abad ke-2 SM. Meskipun demikian, kontrol Han terhadap dacrah-daerah pinggiran tersebut secara umum tidaklah terjaga dengan baik. Untuk mcnjamin perdamaian dengan kekuatan non-Cina itu, istana Han membuat dan mengembangkan sistem upeti yang saling menguntungkan. Negara-negara non-Cina diperbolehkan untuk tetap otonom sebagai balasan bagi penerimaan simbolis kekaisaran Han. Ikatan `bayarupeti' ini semakin dikembangkan dan diperkuat melalui perkawinan di tingkat elit serta pertukaran hadiah dan barang secara berkala. Setelah dua ratus tahun, kekuasaan Han diselingi secara singkat (antara tahun 9 hingga 24) oleh seorang pembaharu bernama Wang Mang. Setelah itu, Han kembali berkuasa untuk masa dua ratus tahun berikutnya. Namun demikian, para penguasa Han tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang Universitas Gadjah Mada ditimbulkan oleh kebijakan sentralisasi, yaitu populasi yang terus meningkat, kesulitan keuangan, permusuhan, dan pelembagaan politik yang semakin rumit. Scmua masalah tersebut, diperburuk oleh tingkat korupsi yang sangat parch, membuat dinasti Han akhirnya jatuh pada tahun 220. Era Perpecahan dan Pembangunan Kembali Kekaisaaran Dinasti Han kemudian digantikan oleh para panglima perang yang berkuasa hampir em-pat abad lamanva. Masa-masa perang saudara dan perpecahan diawali oleh era Tiga Kerajaan (Wei, Shu, dan Wu) dengan pemerintahan yang saling tumpang tindih selama tahun 220-280. Kesatuan bangsa Cina kembali dibangun secara singkat pada masa awal dinasti Jin (265-420), yang kemudian tidak dapat bertahan dan invasi kaum nomaden. Berakhirnya kekuasaan Jin seiring dengan perpecahan politik Cina yang dicirikan oleh pergiliran antardinasti antara tahun 304 sampai dengan 589. Selama masa ini proses cinaisasi meningkat di antara kaum non-Cina yang datang dari utara dan suku-suku asli di selatan. Proses ini juga dibarengi dengan meningkatnya popularitas agama Budha (diperkenalkan di Cina pada abad pertama Masehi) baik di utara maupun selatan Cina. Meskipun ada perpecahan politik, namun masa ini juga menghasilkan sejumlah kemajuan teknologi. Penemuan bubuk mesiu (hanya digunakan untuk kembang api pada masa itu) dan gerobak beroda satu diyakini berasal dari abad ke-6 atau ke-7. Para ahli sejarah juga mencatat kemajuan di bidang obat-obatan, astronomi, dan kartografi. Cina kembali disatukan pada tahun 589 oleh dinasti Sui yang berumur pendek (581617), yang acap dibandingkan dengan dinasti Qin dalam hal masa pemerintahan dan pencapaian-pencapaian mereka melalui cara-cara yang kejam. Tanda-tanda awal runtuhnya dinasti Sui adalah tindakan tirani yang menetapkan pajak dan pekerjaan wajib dengan ketat. Penduduk diharuskan mengerjakan sejumlah proyek besar, termasuk di dalamnya penyelesaian Kanal Besar (yang dianggap prestasi teknologi monumental pada masa itu) dan rekonstruksi Tembok Besar. Diperlemah oleh petualangan militer yang mahal dan mendatangkan malapetaka melawan Korea di awal abad ke-7, dinasti Sui akhirnya runtuh melalui serangkaian revolusi rakyat, pengkhianatan, dan pembunuhan. Dinasti Tang (618-907) yang beribukota di Chang'an diyakini para ahli sejarah sebagai salah satu titik utama dalam peradaban Cina — sejajar, atau mungkin lebih besar daripada dinasti Han. Didorong oleh kontak dengan India dan Timur Tengah, Universitas Gadjah Mada kekaisaran Tang menghasilkan pertumbuhan kreativitas di banyak bidang. Agama Budha berkembang pesat pada zaman Tang dan diberi ciri kecinaan untuk kemudian menjadi salah satu bagian tetap dari kebudayaan tradisional Cina. Di masa ini juga ditemukan tulisan cetak sehingga membuat kata-kata tertulis lebih muclah dipahami oleh banyak orang. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa periode Tang adalah masa keemasan bagi kesusasteraan dan kesenian Cina. Pada pertengahan abad ke-8, kekuatan Tang mulai berkurang. Instabilitas ekonomi domestik dan kekalahan militer dan orang-orang Arab di Talas, Asia Tengah (751) mcnandai permulaan lima abad turunnya kekuatan militer Cina yang kokoh. Pemerintahan yang gagal, intrik-intrik istana, eksploitasi ekonomi, dan pemberontakan semakin melemahkan kekaisaran dan menungkinkan invasi dari utara untuk menundukkan dinasti Tang pada tahun 907. Waktu setengah abad berikutnya menunjukkan terpecahnya Cina menjadi lima dinasti utara dan sepuluh kerajaan selatan. Namun demikian, pada tahun 960 sebuah kekuatan baru Song (960-1279) kembali berhasil menyatukan sebagian besar Cina Inti. Periode Song terbagi dalam dua masa: Song Utara (960-1127) dan Song Selatan (1127-1279). Pembagian ini disebabkan oleh kehendak istana Song membebaskan Cina utara pada tahun 1127 yang ternyata tidak dapat memukul balik para penginvasi nomaden. Para pendiri dinasti Song kemudian membangun sebuah sistem birokrasi terpusat yang efcktif dengan dilengkapi oleh para sarjana-pejabat sipil. Sistem pemerintahan sipil ini kemudian mengarah kepada pemusatan kekuasaan yang lebih besar di tangan kaisar dan birokrasi istananya. Dinasti Song juga dicatat karena pembangunan kota-kotanya yang tidak hanya diperuntukkan bagi tujuan dan maksud administratif, namun juga sebagai pusat perdagangan, industri, dan maritim. Sebuah kelompok masyarakat yang baru, yaitu kelas pedagang, tumbuh bcrsamaan dengan menyebarnya pendidikan dan percetakan serta berkembang pesatnya perdagangan swasta. Di sisi lain, pemilikan tanah dan menjadi pegawai pemerintah tidak lagi menjadi satu-satunya cara untuk mendapatkan kemakmuran dan penghormatan. Selingan Kekuasaan Mongol Pada pertengahan abad ke-13, bangsa Mongol telah menaklukan Cina utara, Korea, dan kerajaan-kerajaan Muslim di Asia Tengah serta dua kali menyerang Eropa. Didukung oleh sumber Jaya yang begitu banyak dari wilayahnya yang sangat luas, Kubilai Khan (1215-1294), cucu dari Genghis Khan (1167?-1227) dan Universitas Gadjah Mada pemimpin tertinggi bangsa Mongol, memulai upayanya menguasai Song Selatan. Bahkan sebelum punahnya dinasti Song, Kubilai telah mendirikan dinasti asing pertama yang memerintah seluruh Cina, yaitu dinasti Yuan (1279-1368). Meskipun bangsa Mongol berusaha memerintah Cina melalui lembagalembaga tradisional dan menggunakan birokrasi Han, namun hal itu tidak sepenuhnya dijalankan. Bangsa Han memperoleh perlakuan yang diskriminatif baik secara sosial maupun politis. Semua posisi kepemimpinan yang penting baik di pusat maupun regional dimonopoli oleh bangsa Mongol, yang juga lebih suka mempekerjakan orang-orang non-Cina dan bagian lain kekuasaan mereka (Asia Tengah, Timur Tengah, dan bahkan Eropa) pada jabatan-jabatan di mana tidak ada orang Mongol yang dianggap cocok. Orang-orang Cina justru lebih banyak dipekerjakan di daerah- daerah non- E Ian. Yang menarik, dinasti Yuan ternyata mengembangkan keanekaragaman budaya yang kaya. pencapaian budaya yang utama adalah perkembangan drama dan novel serta penggunaan Bahasa tertulis setempat yang kian luas. Kontak yang ekstensif antara bangsa Mongol dengan Asia Barat mulai diperkenalkan untuk memperkaya seni pertunjukan Cina. Pada periode ini juga dicatat masuknya orang-orang Cina ke dalam agama Islam dalam jumlah yang kian besar sebagai hasil kontak mereka dengan orang-orang Muslim dan Asia Tengah. Toleransi juga diberikan kepada aliran-aliran Kristen Nestorian dan Katolik Roma. Sementara mereka yang menganut ajaran Daoisme mendapatkan penyiksaan dan orang Mongol, muncul aliran Baru Lamaisme (Budha bercirikan Tibet). Praktek pemerintahan dan sistem ujian berdasar Konfusian Klasik, yang ndak dipakai di Cina utara selama masa perpecahan, kembali dibangkitkan oleh bangsa Mongol untuk menjaga ketertiban masyarakat Han. Pada masa dinasti Yuan ini sejumlah kemajuan penting dicapai dalam bidang catatan perjalanan, kartografi, geografi, dan pendidikan ilmiah. Beberapa penemuan kunci bangsa Cina — seperti teknik percetakan, pembuatan porselen, permainan kartu, dan literatur kedokteran — diperkenalkan di Eropa, sementara pada scat yang sama produksi kaca tipis dan barang-barang berlapiskan email menjadi populer di Cina. Catatan perjalanan yang pertama dari bangsa Eropa berasal dari masa ini. Pelancong paling terkenal kala itu adalah Marco Polo dari Venesia, yang cerita tentang kunjungannya ke Cambaluc (ibukota Khan Agung, sekarang Beijing) dan kehidupannya di sana mempesonakan orang-orang Eropa. Selama periode Yuan ini, Cambaluc menjadi ujung penghabisan Kanal Besar yang Universitas Gadjah Mada telah direnovasi dengan lengkap. Kemajuankemajuan yang berorientasi perdagangan ini mendorong berkembangnya perdagangan daratan dan maritim di Asia serta memfasilitasi kontak langsung Cina yang pertama dengan Eropa. Para pelancong Cina dan Mongol ke Barat memberikan bantuan dalam hal teknik hidrolik, dan kembali ke Kerajaan Tengah membawa penemuan ilmiah dan inovasi arsitektur baru. Kontakkontak dengan Barat juga membuat bangsa Cina mengenal satu tanaman palawija utama, yaitu sorgum, bersama dengan produk makanan asing lainnya serta metode penanaman dan pengolahannya. Bangsa Cina Kembali Berkuasa perseteruan antara para ahli waris imperial Mongol, bencana alam, dan sejumlah pemberontakan kaum petani mengarah pada runtuhnya dinasti Yuan. Yang menggantikannya adalah dinasti Ming (1368-1644), yang didirikan oleh seorang petani Han dan mantan biksu Budha yang kemudian menjadi pemimpin pemberontak. Dengan ibukota pertama di Nanjing (Ibukota Selatan) dan kemudian Beijing (Ibukota Utara), dinasti Ming mencapai puncak kejayaannya selama dua puluh lima tahun pertama abad ke-15. Tentara Cina menaldukkan kernbali Annam, yang lalu dikenal sebagai Vietnam Utara, dan mengusir orangorang Mongol. Kapal-kapal Cina berlayar hingga Samudera Hindia dan pantai timur Afrika. Bangsa-bangsa maritim Asia mengirim utusan dengan upeti kepada kaisar Cina. Di dalam negeri, Kanal Besar diperluas sampai dengan batas terjauhnya sehingga perdagangan domestik semakin maju. Ekspedisi maritim Ming terhenti sejenak setelah tahun 1433, tahun perjalanan terakhir mereka. Para ahli sejarah memberikan salah satu alasan, yaitu pengeluaran yang kian besar, sementara pada saat yang sama bangsa Mongol kembali mencoba memasuki Cina dan utara. perlawanan kepada istana juga bisa menjadi salah satu faktor pada saat para pejabat konservatif mcnemukan bahwa konsep ekspansi perdagangan adalah hal yang asing dalam ide pemerintahan bangsa Cina. Stabilitas dinasti Ming yang relatif tidak terganggu baik secara ekonomis maupun sosial politis oleh jumlah populasi yang saat itu sekitar seratus juta orang menghasilkan sebuah kepercayaan orang-orang Cina bahwa mereka telah mencapai peradaban tertinggi di dunia dan tidak membutuhkan sesuatu yang asing. Perang yang panjang melawan bangsa Mongol, serangan Jepang ke Korea, dan gangguan Jepang terhadap kota-kota pantai Cina pada abad ke-16 Universitas Gadjah Mada telah memperlemah kekuasaan Ming. Keadaan ini membuat dinasti Ming, sebagaimana halnya dinasti-dinasti Cina sebelumnya, rcntan bagi pcngambilalihan kekuasaan oleh bangsa asing. Pada tahun 1644 bangsa Manchu masuk dari utara dan menduduki Beijing. Manchu kemudian menguasai Cina utara dan mendirikan dinasti imperial yang terakhir, dinasti Qing (16441911). Meskipun orang-orang Manchu bukanlah bangsa Han dan mendapatkan penentangan yang kuat, khususnya di utara, mereka telah mengasimilasikan sejumlah besar kebudayaan Cina sebelum menguasai Cina Inti. Menyadari bahwa untuk mendominasi kekaisaran mereka hams menjalankan cara Cina, bangsa Manchu tetap menjaga banyak lembaga warisan Ming dan kebudayaan tradisional bangsa Cina. Mereka pun tetap mempertahankan praktek-praktek Konfusian dan ritual keagamaan tradisional yang digunakan oleh para kaisar sebelumnya. Bangsa Manchu juga tetap melangsungkan sistem dings sipil ala Konfusian. Meskipun orang-orang Cina dihambat untuk menduduki pos-pos tertinggi, jumlah para pejabat Cina mengalahkan pejabat Manchu di luar ibukota, kecuali pada posisi-posisi militer. Filosofi NeoKonfusian, dengan menekankan kepatuhan rakyat kepada penguasanya, diperkuat sebagai keyakinan negara. Kaisar-kaisar Manchu juga mendukung kesusasteraan Cina dan proyek-proyek bersejarah dalam berbagai lingkupnya. Kelestarian banyak literatur kuno Cina hingga masa modern dipercaya merupakan basil dari proyek-proyek Manchu ini. Kecurigaan yang besar terhadap bangsa Han mcmbuat para penguasa Qing memberlakukan aturan-aturan yang ditujukan untuk mencegah penyerapan orang-orang Manchu kc dalam masyarakat Han yang dominan. Sebaliknya, masyarakat Han juga dilarang untuk pindah ke daerah asal Manchu. Orang-orang Manchu juga tidak diperkenankan untuk terlibat dalam perdagangan atau perburuhan. perkawinan antara dua bangsa tidak diperbolehkan. Di banyak posisi pemerintah sebuah sistem penunjukkan Banda digunakan: orang Cina yang diangkat diminta mengerjakan tugas berbarengan dengan pejabat Manchu untuk menjamin kesetiaan Han kepada kekuasaan Qing. Rezim Qing diharuskan untuk melindungi dirinya tidak saja dan pemberontakan internal, namun juga invasi acing. Setelah Cina Inti berhasil ditundukkan, orang-orang Manchu menaklukkan Mongolia Luar (sekarang Republik Rakyat Mongolia) di akhir abad ke-17. Pada abad ke-18 mereka menguasai Asia Tengah sampai dengan Pegunungan Pamir dan mendirikan Universitas Gadjah Mada sebuah protektorat di daerah yang disebut oleh orang Cina sebagai Xizang (dikenal di Barat sebagai Tibet). Qing kemudian menjadi dinasti pertama yang berhasil menyingkirkan semua ancaman dan bahaya terhadap Cina Inti dari sepanjang daerah-daerah perbatasannya. Taiwan, pos terakhir perlawanan antiManchu, juga berhasil digabungkan dengan Cina untuk pertama kalinya. Kaisarkaisar Qing juga masih menerima upeti dari banyak negara di perbatasan. Ancaman utama bagi integritas Cina tidak datang dati daratan sebagaimana yang sering terjadi pada masa lalu, tapi kini dari Taut. Ancaman dari Taut ini mulai menyerang daerah pantai selatan. Para pedagang, misionaris, dan tentara Barat mulai berdatangan dalam jumlah besar pada abad ke-16. Ketidakmampuan dinasti Qing untuk mensikapi tantangan baru ini dan menanggapinya secara fleksibel berakibat pada runtuhnya kekaisaran kelak pada awal abad ke20. 2. Lahirnya Cina Modern Pada permulaan abad ke-19, Cina mengalami tekanan ekonomi yang semakin berat. Sebagai misal, jumlah penduduk tercatat lebih dari tiga ratus juta, tetapi tidak ada industri atau perdagangan yang mampu menyerap surplus tenaga kerja. Lagipula, kurangnya kepemilikan tanah mengakibatkan ketidakpuasan daerah pedesaan yang kian meluas serta kemerosotan tatanan hukum dan ketertiban. Gangguan ini diperburuk oleh korupsi hebat di kalangan birokrasi dan militer serta bertambahnya jumlah orang miskin di perkotaan. Muncullah revolusirevolusi lokal di scjumlah daerah pada awal abad ke-19 ini. Tantangan pemerintahan Qing kemudian diperberat dengan datangnya kekuatan armada laut Barat. Datangnya Kekuatan Barat Keberhasilan dinasti Qing dalam memelihara tatanan masyarakat mulai dipertanyakan efektifitasnya ketika is harus berhadapan dengan tantangan besar kekuatan-kekuatan armada laut Barat. Sebagaimana di tempat-tempat lainnya di Asia, di Cina bangsa Portugis adalah pionir yang mendirikan sebuah perkampungan awal di Makau (atau Aomen dalam pinyin) tempat mereka mengendalikan dan memonopoli perdagangan asing di pelabuhan Guangzhou (Kan-ton). Tidak lama sesudah itu orang-orang Spanyol tiba, diikuti oleh orangorang Inggris dan perancis. Universitas Gadjah Mada Perdagangan antara Cina dan Barat dilaksanakan dalam semacam `upeti samaran': orang-orang asing harus tunduk pula pada aturan pembayaran upeti sebagaimana dikenakan kepada wakil negara-negara kecil yang berada di bawah kekuasaan kaisar Cina. Tidak ada pengistimewaan dari istana bahwa orangorang Eropa pantas memperoleh hak atau diperlakukan sama secara hudaya maupun politik. Satu-satunya pengecualian adalah Rusia, tetangga daratan yang paling kuat. Orang-orang Manchu sangat peka terhadap masalah keamanan sepanjang perbatasan darat di utara dan oleh karenanya harus bersikap realistis dalam berhubungan dengan Rusia. Perjanjian Nerchinsk (1689) dengan Rusia, yang ditujukan untuk mengakhiri serangkaian perselisihan perbatasan dan menegaskan garis batas antara Siberia dan Manchuria (Cina utara) sepanjang Heilong Jiang (Sungai Amur), adalah persetujuan bilateral pertama Cina dengan scbuah kekuatan Fropa. Di tahun 1727, perjanjian Kiakhta membatasi pembagian wilayah di timur perbatasan Cina-Rusia. Di luar itu, upaya-upaya diplomatik Barat untuk mengembangkan perdagangan yang sejajar ditampik dengan kasar dengan alasan resmi bahwa kekaisaran tidak membutuhkan produk asing yang mutunya dianggap lebih rendah. Meskipun demikian, perdagangan tetap berlangsung — bahkan setelah tahun 1760 ketika semua perdagangan dengan orang asing dibatasi hanya di Guangzhou, tempat para pedagang asing hanya boleh berurusan dengan dua belas firma dagang resmi Cina. Namun, perdagangan bukanlah satu-satunya basis hubungan Cina dengan Barat. Sejak abad ke-13, misionaris Katolik Roma telah mencoba untuk mendirikan gereja mereka di Cina. Mcskipun pada tahun 1800 hanya beberapa ratus orang Cina yang menjadi pemeluk Kristen, namun kaum misionaris — khususnya Jesuit — berperan besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Cina, seperti pembuatan meriam, penyusunan kalender, geografi, matematika, kartografi, musik, seni, dan arsitektur. Kaum Jesuit ini sangat pandai mencocokkan ajaran Kristen ke dalam kerangka budaya Cina. Namun, akibat itu pula kaum Jesuit dituduh bersalah oleh sebuah keputusan Paus pada tahun 1704 akibat telah mentoleransi terus berlangsungnya ritual-ritual Konfusian di antara orang-orang Cina penganut Kristen. Universitas Gadjah Mada Perang Candu (1839-1842) Selama abad ke-18, pasar Eropa dan Amerika untuk teh, sebuah minuman baru di Barat, berkembang dengan pesatnya. Tambahan lagi, ada permintaan yang semakin besar terhadap sutera dan porselen di Cina. Tetapi Cina, yang masih dalam tahap praindustri, mengharuskan orang-orang Eropa untuk memesan kedua produk itu terlebih dahulu; hal yang kemudian menyebabkan orang-orang Eropa, terutama Inggris, merasa dilecehkan. Untuk memperbaiki situasi ini, orang-orang asing membentuk perdagangan dengan pihak ketiga, menukar barang dagangan mereka di India dan Asia Tenggara dengan bahan-bahan mentah dan setengah jadi, dan kemudian membawanya ke Guangzhou. Pada awal abad ke-19, kapas dan candu dan India menjadi impor utama Inggris ke Cina — terlepas dan kenyataan bahwa candu dilarang masuk oleh dekrit kekaisaran. Lalu lintas perdagangan candu ini dimungkinkan oleh adanya kerja sama diam-diam antara pedagang dan birokrat yang korup. Pada tahun 1839, setelah menjalankan kampanye anticandu selama sepuluh tahun tanpa basil, pemerintahan Qing mengeluarkan undang-undang yang melarang perdagangan candu. Kaisar mengutus scorang komisioner bernama Lin Zexu ke Guangzhou untuk memberangus perdagangan gelap candu. Lin menyita persediaan candu ilegal yang dimiliki para pedagang Cina, mcnahan semua masyarakat asing yang terlibat dan membakar sekitar 20 ribu peti candu yang dimiliki orang-orang Inggris. Inggris membalasnya dengan ekspedisi perang yang kemudian menjadi perang pertama antara Inggris dan Cina — lebih dikenal sebagai perang Candu. Ketidaksiapan berperang dan sikap meremehkan kemampuan musuh yang sangat nyata membuat bangsa Cina dengan mudah dapat dikalahkan. Itulah kali pertama kcbanggaan mereka atas kekuatan besar "Kerajaan Tengah" menjadi runtuh berantakan. Perang Candu diakhiri dengan perjanjian Nanjing (1842) yang ditandatangani di atas sebuah kapal perang lnggris oleh dua orang Komisioner Manchu dan seorang duta Inggris yang berkuasa penuh. Di bawah Perjanjian Nanjing, Cina diharuskan melakukan hal-hal berikut: 1. Menyerahkan pulau Hong Kong (Xianggang dalam pinyin) kepada Inggris; 2. Menghapuskan sistem perdagangan monopoli; 3. Membuka lima pelabuhan untuk pemukiman dan perdagangan dengan Inggris; 4. Membatasi tarif masuk komoditi sampai dengan 5% saja; Universitas Gadjah Mada 5. Memberikan hak ekstrateritorial istimewa (dikecualikan dari hukum Cina) kepada orang lnggris; dan 6. Membayar ganti rugi yang besar. Sebagai tambahan, Inggris akan mendapatkan status most favoured nation, yaitu akan menerima juga konsesi dagang apa pun yang diberikan oleh Cina kepada bangsa lain pada saat itu maupun saat yang akan datang. perjanjian ini menjadi yang pertama dari serangkaian perjanjian dagang dengan bangsa Barat, yang kelak disebut oleh orang-orang Cina sebagai "perjanjianperjanjian yang tidak seimbang". Perjanjian Nanjing juga menjadi awal dari ciri hubungan yang tidak seimbang (dengan banyaknya konsesi baru dan hak-hak istimewa yang diberikan kepada orang Barat) di tahun-tahun berikutnya, masa yang kemudian disebut oleh orang Cina sebagai "penghinaan nasional". Pemberontakan Taiping (1851-1864) Selama pertengahan abad ke-19, masalah bangsa Cina diperparah lagi dengan terjadinya berbagai bencana slam yang sebagian besar tidak diprediksikan sebelumnya, termasuk kekeringan, kelaparan, dan banjir. Keengganan pemerintahan Qing untuk membangun sejumlah infrastruktur yang dibutuhkan menjadi salah satu faktor penyebab rangkaian kesulitan alamiah yang ternyata tidak dapat ditanggulangi dengan baik. Kesulitan ekonomi, kekalahan militer dari pihak Barat, dan sentimen anti-Manchu, semuanya berperan menimbulkan ketidakpuasan yang kian meluas di kalangan rakyat, khususnya di selatan. Cina selatan adalah daerah terakhir yang menyerah kepada penaklukan Qing dan yang pertama mendapatkan pengaruh Barat. Situasi inilah yang kemudian mengarah kepada terjadinya kerusuhan terbesar dalam sejarah Cina modern, yaitu Pemberontakan Taiping. Para pemberontak Taiping dipimpin oleh Hong Xiuquan, seorang guru desa yang pernah gagal dalam ujian dings sipil. Hong merumuskan dari berbagai sumber suatu ideologi yang menggabungkan ide-ide utopianisme pra-Konfusian dengan kepercayaan Protestan. Ia segera mendapatkan ribuan pengikut yang sangat antiManchu dan antikemapanan. Mereka kemudian membentuk suatu organisasi militer untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Tentara di-reknit tidak saja dari kalangan pengikut Hong, namun juga dan kelompok petani bersenjata lainnya dan kelompok-kelompok bawah tanah. Pada tahun 1851 Hong Xiuquan dan pengikutnya melancarkan pemberontakan di provinsi Guizhou. Hong memproklamasikan Universitas Gadjah Mada berdirinya Kerajaan Surga Perdamaian Agung (Taiping Tianguo) dengan dirinya sebagai raja. Tujuan kerajaan ini adalah membangun kembali sebuah negara seperti masa lalu dimana kaum petani memiliki dan mengerjakan tanah mereka sendiri serta menghapuskan perbudakan, pergundikan, perkawinan yang dipaksakan, penggunaan candu, penyiksaan, dan penyembahan berhala. Serangan Taiping yang tampak tidak mengenal kasihan kepada Konfusianisme, yang masih diterima secara luas sebagai pondasi moral tingkah laku bangsa Cina, akhirnya membawa kejatuhan mereka. Usul Taiping tentang reformasi sosial yang radikal akan menghapuskan kelas "sarjana-pegawai" Han, hal ini menimbulkan penentangan yang luas. Meskipun telah menduduki Nanjing dan terus ke selatan sampai Tianjin, tentara Taiping gagal mendirikan daerah-daerah basis yang stabil. Para pemimpin Taiping akhirnya saling bermusuhan satu sama lain, bahkan ada pula yang membelot. Belum lagi bila menyebut tingkat korupsi dan manipulasi yang sangat tinggi di kalangan mereka. Para wakil Inggris dan perancis yang lebih suka berurusan dengan pemerintah Qing yang lemah ketimbang rezim Taiping yang penuh dengan ketidakpastian akhirnya membantu tentara imperial. Untuk mengalahkan kaum pemberontak, di samping bantuan Barat pemerintahan Qing juga memerlukan sebuah angkatan bersenjata yang lebih kuat. Diperlukan waktu empat belas tahun sebelum akhirnya tentara kaisar berhasil menumpas kaum pemberontak Taiping. Selama kurun waktu itu dilaporkan sebanyak lebih dari tiga puluh juta orang tewas. Kerusuhan-kerusuhan baru setelah Taiping yang terus berlangsung di Cina utara (pernberontakan Nian) dan barat daya (pemberontakan Muslim) juga kian melemahkan kekaisaran Qing. Restorasi Tongzhi dan Gerakan Memperkuat Diri Sendiri Kenyataan pahit dari perang Candu, perjanjian-perjanjian yang tidak seimbang, dan kerusuhan massal di pertengahan abad ke-19 membuat penguasa dan pejabat Qing sadar akan perlunya gerakan memperkuat Cina. Untuk keperluan ini, Para sarjana-pejabat Cina telah mempelajari dan menerjemahkan "pengetahuan Barat" sejak tahun 1840-an. Di bawah arahan sarjana-pejabat Han yang berpikiran modern, ilmu pengetahuan dan bahasa Barat dipelajari sccara ekstcnsif. Sekolah-sekolah khusus dibuka di kota-kota besar; persenjataan, pabrik, dan perkapalan diusahakan dengan mencontoh model Barat. Di samping itu, praktek-praktek diplomatik Barat juga diadopsi oleh pemerintahan Qing. Para pelajar dildrim ke luar negeri atas nama pemerintah atau atas inisiatif individu dan Universitas Gadjah Mada kelompok dengan harapan bahwa regenerasi nasional dapat dicapai dengan menerapkan metode praktis Barat. Di tengah-tengah aktivitas ini muncullah upaya untuk memperbaiki kelemahan dinasti dengan membangun kembali tatanan tradisional. Usaha ini dikenal dengan nama Restorasi Tongzhi, sesuai dengan nama Kaisar Tongzhi (1862-1874), dan dikendalikan oleh ibu sang kaisar muda, Ibu Suri Ci Xi (1835-1908). Restorasi ini menerapkan "ilmu pengetahuan praktis" bersamaan dengan penekanan kembali mentalitas lama. Meski demikian, banyak pengamat sejarah Cina memandang restorasi ini bukanlah program modemisasi yang sesungguhnya. Di luar Restorasi Tongzhi, ada Pula upaya untuk mencangkokkan teknologi Barat pada lembaga-lembaga Cina, yang dikenal sebagai Gerakan MemperkuatDiri Sendiri. Gerakan ini dipimpin oleh para sarjana-pejabat seperti Li Hongzhang (1823-1901) dan Zhuo Zhongtang (1812-1885) — keduanya keduanya berperang di pihak pemerintah dalam perang melawan Taiping. Dari tahun 1861 sampai dengan 1894, para pemimpin yang kini lebih berfungsi sebagai administrator ini bertanggung jawab dalam membangun industri-industri pembentukan dasar, lembaga-lembaga komunikasi, dan yang modern; transportasi; serta memodernkan militer. Terlepas dari kemajuan-kemajuan yang dicapai, gerakan ini tidak mengikutsertakan pentingnya lembaga politik dan teori-teori sosial yang telah membantu perkembangan kemajuan bangsa Barat. Kelemahan ini mendorong ke arah kegagalan gerakan. Modernisasi selama masa ini menjadi sulit, terlebih lagi birokrasi masih sangat terpengaruh oleh ortodoksi Neo-Konfusian. Di satu sisi, rakyat Cina masih terhuyung-huyung akibat kerusakan akibat perang melawan Taiping dan pemberontak lainnya; sementara di sisi lain pelanggaran batas oleh orang asing semakin mengancam integritas Cina. Langkah pertarna kekuatan asing untuk memecah belah kekaisaran Qing dijalankan oleh Rusia yang telah melebarkan sayapnya sampai ke Asia Tengah. Pada tahun 1850-an, tentara Tsar juga telah men duduld batas Heilong Jiang di Manchuria, yang tadinya merupakan bagian yang tidak boleh dimasuki menurut Perjanjian Nerchinsk. Rusia memanfaatkan keunggulan pengetahuan para wakilnya tentang Cina (yang mereka dapatkan selama masa tinggal yang lama di Beijing) untuk memperluas penaklukan mereka. Di tahun 1860 diplomat-diplomat Rusia memulai usaha pemisahan semua daerah Manchuria sebelah utara Heilong Jiang dan timur Wusuli Jiang (Sungai Ussuri). Upaya pemecahbelahan ini terus meningkat setelah tahun 1860 dengan serangkaian perjanjian. Penguasaan pihak Universitas Gadjah Mada asing pada sektor-sektor vital ekonomi Cina diperkuat dengan daftar konsesi yang diperpanjang. Perkampungan-perkampungan asing di beberapa pelabuhan mendapatkan hak esktrateritorial dan mempunyai kedaulatan tersendiri. Pada waktu yang sama kekuatan asing juga berusaha mengambil alih negara-negara pinggiran yang tadinya mengakui keuasaan kaisar Cina dan membayar upeti kepadanya. perancis menduduki Cina Cochin, yang kemudian dikenal sebagai Vietnam Selatan, dan pada tahun 1864 mendirikan sebuah protektorat di Kamboja. Menyusul kemenangannya dalam perang melawan Cina pada tahun 1884-1885, perancis juga menguasai Annam. Inggris memperoleh hak atas Burma. Rusia menyerang Turkestan Cina, yang sekarang menjadi Daerah Otonom Khusus Xinjiang-Uyghur. Jepang, yang bangkit dari pengasingan satu setengah abadnya dan telah melakukan serangkaian modernisasi, mengalahkan Cina dalam perang 1894-1895. Perjanjian Shimonoseki memaksa Cina untuk menyerahkan Taiwan dan Kepulauan penghu kepada Jepang; membayar ganti rugi yang sangat besar; mengizinkan pendirian industri-industri Jepang di empat kota pelabuhan utama; dan mengakui hegemoni Jepang atas Korea. Di tahun 1898 Inggris mcmperoleh hak 99 tahun atas Daerah Baru Kowloon (atau Jiuliong dalampigin) yang sekaligus memperluas koloni Hong Kong mereka. Inggris, Jepang, Rusia, Jerman, Perancis, dan Belgia masing-masing mempunyai daerah pengaruh di Cina. Amerika Serikat, yang tidak mempunyai saw pun bagian daerah pengaruh, mengusulkan pada tahun 1899 agar diterapkan politik "pintu terbuka" di Cina. Dengan politik ini, maka semua negara asing akan mempunyai kewajiban dan hak istimewa yang sama di semua kota pelabuhan, baik di dalam maupun di luar daerah pengaruh masing-masing. Semua kekuatan asing kecuali Rusia menyetujui usul Amerika Serikat ini. Reformasi Seratus Hari Dalam waktu 103 hari sejak 11 Juni hingga 21 September 1898 Kaisar Guangxu (187519U8) memerintahkan serangkaian upaya reformasi guna mengadakan perubahan sosial dan kelembagaan. Upaya ini mencerminkan pemikiran sebuah kelompok reformis progresif yang telah mempengaruhi istana dengan pentingnya membuat terobosan baru demi kelangsungan hidup bangsa. Terdorong oleh keberhasilan modernisasi Jepang, para reformis ini menegaskan bahwa Cina membutuhkan lebih dan sekedar "memperkuat-diri sendiri" dan bahwa Universitas Gadjah Mada terobosan baru harus dijalankan dalam bentuk perubahan sosial dan kelembagaan. Dekrit kaisar tentang reformasi mencakup lingkup permasalahan yang luas, termasuk di dalamnya mengenyahkan korupsi serta memperbaiki sistem ujian akademis dan divas sipil, sistem hukum, struktur pemerintahan, sistem pertahanan, dan jasa pos. Dekrit itu juga memerintahkan modernisasi di sektor pertanian, obat-obatan, dan pertambangan serta lebih memajukan ilmu-ilmu praktis ketimbang ortodoksi Neo-Konfusian. Istana juga berencana mengirimkan pelajar ke luar negeri untuk mengamati dan mempelajari teknologi secara langsung. Namun, reformasi yang kesekian kalinya ini tidak lepas dari penentangan. perlawanan muncul dari kalangan elite konservatif, khususnya orang-orang Manchu, yang menuduh reformasi itu sebagai terlalu radikal. Sebagai gantinya mereka mengajukan sebuah program perubahan yang lebih moderat dan bertahap. Dengan didukung oleh kelompok ultrakonservatif dan secara diam-diam oleh seorang oportunis politik bernama Yuan Shikai (1859-1916), Ibu Sufi Ci Xi melancarkan sebuah kudeta pada tanggal 21 September 1898 dan memaksa reformis muda Kaisar Guangxu turun tahta dan tinggal di pengasingan. Ci Xi kemudian mengambil alih tampuk pemerintahan sebagai wali. Reformasi Seratus Hari berakhir dengan pernyataan tidak berlakunya lagi dekrit Guangxu dan eksekusi enam penasehat utama kaum reformis. Dua pemimpin utama reformasi, Kang Youwei (1858-1927) dan Liang Qichao (1873-1929) kabur ke luar negeri untuk bekerja sama dengan kelompok Baohuang Hui (Lindungi Sang Kaisar) demi mengcmbalikan monarki konstitusional di Cina. Namun upaya ini tidak berhasil. Kaum ultrakonservatif kemudian memberikan dukungan sembunyi-sembunyi kepada gerakan bawah tanah Yihetuan (Masyarakat Kebenaran dan Harmoni) yang anti-asing dan anti-Kristen. Gerakan ini lebih dikenal oleh orang-orang Barat sebagai kelompok Boxer — dari nama sebelumnya, Yibequan alias petarung Kebenaran dan Harmoni. Di awal tahun 1900 kelompok Boxer mulai bergerak di daerah utara, membakar fasilitas-fasilitas misionaris dan membunuhi orang Cina Kristen. .Akhirnya, pada bulan Juni 1900 kaum Boxer berhasil mengepung konsesikonsesi asing di Beijing dan Tianjin, yang kemudian memancing tindakan balasan dari negara-negara pemilik konsesi tersebut. Pemerintahan Qing kemudian menyatakan perang kepada kekuatan invasi asing yang mulai memasuki Cina utara. Namun sayangnya, bangsa Cina kembali mengalami kekalahan. Universitas Gadjah Mada Revolusi Kaum Republikan 1911 Kegagalan reformasi dari atas dan juga Pemberontakan Boxer telah meyakinkan banyak orang Cina bahwa satu-satunya pemecahan yang nyata adalah revolusi segera yang menyingkirkan jauh-jauh tatanan lama dan membentuk yang baru seperti halnya model Jepang. pemimpin gerakan revolusioner in adalah Sun Yat-sen (atau Sun Yixian dalam pinyin, 1866-1925), seorang republikan dan aktivis anti-Qing yang sangat terkenal di antara orang Cina perantauan dan pelajar Cina di luar negeri, khususnya di Jepang. Di tahun 1905 Sun mendirikan Tongmeng Hui (Liga persatuan) di Tokyo dan mengangkat Huang Xing (1874-1916), seorang pemimpin revolusi Cina terkenal di Jepang, selaku wakilnya. Gerakan revolusi yang didukung oleh dana besar dari orang-orang Cina perantauan ini juga mendapatkan dukungan politik dari pejabat militer regional dan sejumlah reformis yang meninggalkan Cina setelah Reformasi Seratus Hari. Filsafat politik Sun dikonseptualisasikan pada tahun 1897, lalu diperkenalkan pertama kali di Tokyo pada tahun 1905, dan kelak dimodifikasi pada awal tahun 1920-an. Poin terpentingnya adalah Tiga Prinsip Kerakyatan (san min zhuyi), yaitu nasionalisme, demokrasi, dan penghidupan rakyat. Prinsip nasionalisme mengajak rakyat Cina menyingkirkan orang-orang Manchu dan mengakhiri hegemoni asing di Cina. Prinsip demokrasi digunakan untuk menggambarkan tujuan Sun bagi sebuah bentuk pemerintahan republik hasil pemilihan umum. Scmentara prinsip penghidupan rakyat, seringkali dirujuk sebagai sosialisme, dimaksudkan untuk membantu masyarakat luas melalui pengaturan pemilikan sarana produksi dan tanah. Revolusi republikan pecah pada tanggal 10 Oktober 1911 di Wuchang, ibukota provinsi Hubei, dijalankan oleh para tentara yang tidak puas dan antiManchu. Sebelum itu telah ada sejumlah pemberontakan dan protes kecil-kecilan yang tidak membawa hasil yang berarti bagi perubahan. Revolusi kemudian segera menyebar ke kota-kota sekitar, dan para anggota Tongmeng Hui di seluruh negeri segera memberikan dukungan penuh kepada kekuatan revolusioner Wuchang. Pada akhir November, lima belas dari dua puluh empat provinsi mengumumkan kemerdekaan mereka dari kekaisaran Qing. Sam bulan kemudian, Sun Yat-sen kembali ke Cina dari Amerika Serikat setelah mengumpulkan banyak sumbangan Jana dari Cina perantauan dan orang Amerika yang bersimpati pada gerakan revolusionernya. Pada tanggal 1 Januari 1912, Sun diangkat secara resmi di Nanjing sebagai presiden sementara republik baru Cina. Namun demikian, Universitas Gadjah Mada kekuasaan di Beijing telah berpindah kepada komandan militer imperial Yuan Shikai selaku pemimpin militer regional terkuat di waktu itu. Untuk mencegah perang saudara dan kemungkinan intervensi asing menyerang republik yang baru lahir itu, Sun setuju atas permintaan Yuan bahwa Cina hams dipersatukan di bawah pemerintahan Beijing yang dikepalai olehnya. Pada tanggal 12 Februari 1912, Kaisar terakhir Manchu yang masih bocah, Pu Yi, turun tahta. Pada tanggal 10 Maret tahun yang sama di Beijing, Yuan Shikai dinobatkan sebagai presiden sementara republik Cina. Dengan penobatan ini, berakhirlah sejarah berabadabad lamanya kekuasaan dinasti di Cina dan mulailah bangsa Cina menapaki hidup barunya sebagai sebuah negara modern. Universitas Gadjah Mada