Sejarah Tradisional Cina

advertisement
2
2
Sejarah Tradisional Cina
Sistem politik tradisional yang muncul sebelum Revolusi 1911 adalah sistem yang
berlandaskan ajaran Konfusian, berbasis pada masyarakat agraris, diselenggarakan
oleh para intelektual-pejabat, dikendalikan oleh kaisar yang otoriter serta umumnya
berpatokan pada aajaran Konfusian. Konfusianisme merupakan landasan yang
konservatif dan berorientasi kemapanan. Konsep pokoknya menekankan kebutuhan
akan harmoni masyarakat melalui tingkah laku moral dalam segala hubungan
manusia. Konfusianisme berkembang menjadi doktrin ortodoks dan diabadikan
sebagai pendidikan dasar generasi muda. Di bawah sistem kekaisaran, hampir
scmua pejabat pemerintah (mandarin) yang mendominasi kehidupan politik dan
ekonomi Cina berasal dari kelas atas. Pada tingkat terendah sekalipun, semua
keputusan penting dibuat oleh para elit.
Kaisar Cina memerintah tanpa Batas karena terdapat kepercayaan bahwa
kaisar adalah "Keturunan Lange. Kaisar bertugas memelihara harmoni dalam
masyarakat dan antara masyarakat dengan clam. Rakyat bcrhak memberontak
apabila kaisar gagal menjaga harmoni. pembcrontakan dalam sejarah Cina
tradisional
mengambil
dua
bentuk,
yaitu
pemberontakan
kaum
tani
dan
pemberontakan militer. Setiap dinasti baru berdiri melalui perebutan kekuasaan oleh
militer yang memanfaatkan ketidakpuasan petani serta mendapat dukungan para
intelektual dan invasi asing (kecuali dinasti Ming yang didirikan oleh kaum buruh).
Menarik untuk dicatat bahwa meskipun pemberontakan hampir selalu melahirkan
dinasti baru, namun setiap perubahan dinasti ternyata tidak mempengaruhi isi dan
bentuk pokok pemerintahan.
Sistem pemerintahan Cina masa ini adalah sentralistis, dengan pengeculian
adanya sejumlah besar otonomi lokal dan regional. Penyampaian pendapat dari
kelompok kepentingan sering dibawa oleh para pejabat birokrasi. Terdapat
persaingan tajam dan manuver antarpejabat untuk memperoleh keputusan yang baik
bagi mereka. Meski sistem mengadopsi adanya otonomi lokal, namun hal itu tidak
menghambat wewenang mutlak kaisar.
Universitas Gadjah Mada
1. Selayang Pandang Sejarah Kedinastian Cina
Sejarah politik Cina, seperti didokumentasikan dalam tulisan-tulisan kuno,
dapat ditelusuri sampai dcngan masa sekitar empat ribu tahun yang 191u. Migrasi,
penggabungan daerah, dan perkembangan yang telah berlangsung sekian abad
lamanya membuat sistem tulisan, filsafat, seni, dan organisasi politik tersendiri,
yang kemudian dikenal sebagai peradaban Cina. Yang membuat peradaban ini
menjadi unik dalam sejarah dunia adalah keberlangsungannya selama lebih dari
empat ribu tahun sampai dengan masa kini.
Salah sate jejak sejarah yang menonjol hasil penemuan para ahli sejarah
independcn adalah kemampuan masyarakat Cina untuk memasukkan penduduk di
daerah sekeliling Cina ke dalam peradaban mereka. Sukses bangsa Cina ini
ditentukan oleh keunggulan bahasa tulis, teknologi, dan lembaga politik; kemurnian
kreativitas seni dan intelektual; dan jumlah penduduk yang demikian besar. Proses
asimilasi terns berlangsung selama berabad-abad melalui penaklukan dan
kolonisasi sampai dengan apa yang kita kenal sebagai Cina Ind (China Proper)
terbentuk di bawah pemerintahan yang tunggal.
Tema sejarah lain yang berulang adalah perjuangan tanpa henti bangsa Cina
terhadap ancaman yang ditujukan kepada keamanan dan cara hidup mereka dan
orang-orang non-Cina di perbatasan utara, barat laut, dan timur laut. Selama
berabad-abad, semua orang asing yang dikenal pcnguasa Cina datang dari
masyarakat sepanjang perbatasan Cina yang peradabannya kurang berkembang.
Keadaan ini membentuk pandangan bangsa Cina terhadap dunia luar. Bangsa Cina
melihat negara mereka sebagai pusat alam semesta. Muncullah kesan yang
darinya turun nama tradisional Cina untuk negara mereka Zbonsguo, yang berarti
Kerajaan Tengah atau Bangsa Pusat. Cina melihat dirinya dikelilingi oleh orangorang barbar yang kebudayaannya dianggap lebih lemah. Pandangan berpusatCina (sinosentris) ini tetap terjaga sampai dengan abad ke-19, pada saat terjadi
konfrontasi serius yang pertama dengan Barat. Cina menegaskan bahwa
hubungannya
dengan
bangsa
Eropa
akan
dilaksanakan
menurut
sistem
pembayaran upeti yang telah berkembang lama antara kaisar dan perwakilan
negara-negara rendahan di perbatasan. Namun demikian, pada pertengahan abad
ke-19 saat dihina secara militer oleh persenjataan dan teknologi Barat yang unggul
serta
dihadapkan
pada
munculnya
usaha-usaha
disintegrasi,
Cina
mulai
menekankan kembali posisinya dalam hubungannya dengan peradaban Barat.
Sayangnya upaya ini tidak berhasil sehingga pada tahun 1911 sistem pemerintahan
Universitas Gadjah Mada
dinasti imperial yang telah berlangsung selama dua abad runtuh karena
ketidakmampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman.
Dinasti Awal dan Konfusianisme
Dalam
perkembangannya,
sistem
dinasti
yang
memerintah
Cina
memunculkan dinamika yang menarik. Setelah dinasti prasejarah pertama yang
diyakini bernama Xia (dari sekitar abad ke-21 hingga ke-16 SM), para ahli
bersepakat bahwa permulaan sejarah Cina diawali oleh dinasti Shang (diperkirakan
berkuasa antara tahun 1700 hingga 1027 SM). Dinasti Shang, yang disebut pula
dinasti Yin dalam perkembangan berikutnya, mewariskan sistcm awal penulisan
dan penggunaan perunggu.
Pcnguasa terakhir dinasti Shang ditundukkan oleh seorang kepala suku
perbatasan bernama Zhou. Dengan mewarisi bahasa dan kebudayaan Shang,
penguasa-penguasa awal Zhou secara bertahap melakukan cinaisasi melalui
penaklukan dan kolonisasi. Dinasti Zhou berkuasa lebih lama dari yang lainnya,
yaitu dari tahun 1027 hingga 221 SM. Adalah para filsuf masa ini yang
memperkenalkan doktrin "mandat dari surga" (framing), sebuah doktrin yang
mengatakan bahwa penguasa ("putra surga") memerintah dcngan hak suci. Apabila
ia turun tahta, berarti ia kehilangan mandat. Bersamaan dengan itu, istilah "feodal"
seringkali
disematkan
pada
periode
Zhou
mengingat
dinasti
ini
dengan
pemerintahan sentralisnya mengundang pembandingan dengan kerajaan-kerajaan
abad pertengahan di Eropa.
Pada tahun 771 SM dinasti Zhou jatuh ketika rajanya dibunuh oleh kaum
barbar
yang
bersekutu
dengan
para
pemimpin
pemberontak.
Karena
pengambilalihan kekuasaan ini, para ahli sejarah mcmbagi era Zhou menjadi Zhou
Barat (1027-771 SM) dan Zhou Timur (771-221 SM). Dengan terbaginya garis
kerajaan, kekuasaan istana Zhou semakin berkurang secara bertahap dan
terpecahnya kerajaan semakin hebat. Zhou Timur kemudian dibagi menjadi dua periode. Yang pertama, dari 770 sampai 476 SM disebut Periode Musim Semi dan
Musim Gugur, dan yang kedua dikenal sebagai periode Negara-negara yang
Berperang (475-221 SM).
Meskipun ditandai oleh perpecahan dan perang saudara, periode Musim
Semi
dan
Musim
Gugur
serta
Pcriode
Negara-negara
yang
Berperang
menampakkan juga masa kejayaan budaya sekaligus masa keemasan Cina kala
itu. Suasana reformasi dan ide-ide bare muncul dan persaingan di antara penguasa
Universitas Gadjah Mada
regional yang berperang dalam dua hal: pembentukan tentara yang kuat dan setia
serta peningkatan produksi ekonomi untuk menjamin pengumpulan pajak yang
lebih besar. Perdagangan didorong melalui pengenalan pembuatan mata uang dan
kemajuan teknologi. Besi mulai digunakan secara luas: tidak hanya dalam membuat
senjata, namun juga dalam pengadaan alat-alat pertanian.
Begitu banyak aliran filsafat muncul dan berkembang selama masa akhir
Musim Semi dan Musim Gugur serta awal Negara-negara yang Berperang
sehingga era ini dikenal pula dengan sebutan Masa Seratus Aliran Pemikiran. Dari
Era Seratus Aliran pemikiran inilah didapatkan banyak tulisan klasik terkemuka
yang menjadi dasar dan kebudayaan Cina selama dua setengah abad berikutnya.
Aliran pemikiran yang membcrikan pengaruh terbesar dan abadi dalam
kehidupan bangsa Cina hingga kini adalah Aliran Literati, yang lebih dikenal di
Barat dengan sebutanKonfu sianisme. Warisan tertulis aliran ini diwujudkan dalam
buku-buku Konfusius Klasik, yang kemudian menjadi dasar tatanan kehidupan
tradisional. Konfusius (551-479 SM), yang juga disebut Kong Zi (Guru Kong)
berupaya mefihat ke masa-masa awal kekuasaan Zhou bagi sebuah tatanan sosial
dan politik yang ideal. Ia percaya bahwa satu-satunya cara yang bisa menjamin
sistem ideal itu berjalan dengan baik adalah bahwa setiap orang hams bertindak
sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. "Seorang penguasa tetaplah
penguasa dan rakyat tetaplah rakyat," katanya. Namun, is menambahkan bahwa
agar dapat mcmerintah dengan baik, maka seorang raja haruslah berbudi luhur.
Bagi Konfusius, fungsi pemerintahan dan stratifikasi sosial adalah kenyataan hidup
yang hams dijaga dengan nilai-nilai etika. Dalam waktu yang sangat lama,
kumpulan tulisan pemikir Konfusian senantiasa dikembangkan, baik di dalam
maupun di luar aliran itu sendiri. Interpretasi yang dibuat untuk mencocokkan atau
mempengaruhi
masyarakat
kontemporer
telah
membuat
aliran
Konfusius
senantiasa dinamis dengan memberikan sistem dasar model tingkah laku yang
didasarkan pada teks-teks kuno.
Mencius (372-289 SM), atau Meng Zi, adalah seorang murid Konfusius yang
memberikan sumbangan utama bagi humanisme dalam pemikiran Konfusian.
Mencius mcnyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik. Ia merumuskan
ide bahwa hukuman akhir bagi seorang penguasa despot adalah hilangnya
tianming. Pengaruh dan gabungan karya-karya Konfusius — penyusun dan peletak
dasar sistem hubungan manusia berdasarkan pada kelakuan etis — dan karya
Mencius, yang mengembangkan lebih jauh pemikiran Konfusius dalam penerapan,
Universitas Gadjah Mada
memberikan kepada masyarakat tradisional Cina sebuah kerangka menyeluruh
untuk menata hampir setiap aspek kehidupan mereka.
Berseberangan diametris dengan Mencius, misalnya, adalah interpretasi Xun
Zi (sekitar 300-237 SM) yang juga murid Konfusius. Xun Zi mengatakan bahwa sifat
dasar manusia adalah mau menang sendiri dan jahat, serta bahwa kebaikan hanya
dapat diperoleh melalui pendidikan dan tingkah laku sesuai dengan status
seseorang. Ia juga berargumen bahwa pemerintahan yang terbaik adalah yang
didasarkan pada kontrol otoriter, bukan pada landasan etika atau moral.
Kecenderungan otoriter Xun Zi kemudian dikembangkan dalam doktrin Aliran
Hukum atau Legalisme (fa). Doktrin ini dirumuskan oleh Han Fei Zi (meninggal 233
SM) dan Li Si (meninggal 208 SM), yang menegaskan bahwa sifat manusia yang
mau menang sendiri itu tidak dapat diperbaiki. Oleh karena itu, satu-satunya jalan
untuk menjamin tatanan sosial adalah menekankan disiplin dan atas dan
menegakkan hukum dengan ketat. Kaum Legalis sangat mengagungkan negara
serta menomorsatukan keberanian dan kejayaan ketimbang kesejahtcraan rakyat.
Legalisme segera menjadi dasar filosofis pemerintahan imperial. Aspekaspek
Konfusianisme dan Legalisme yang paling praktis dan banyak digunakan kemudian
diselaraskan pada masa Han (206-220 SM), dan terbentuklah sebuah sistem
pemerintahan yang baru dan tetap bertahan sampai akhir abad ke-19.
Daoisme,
aliran pemikiran terpenting kedua masyarakat
Cina, juga
berkembang selama masa Zhou. Yang merumuskan aliran ini adalah si bijak
legendaris Lao Zi (Guru Tua), yang diyakini hidup lebih dulu daripada Konfusius,
dan Zhuang Zi. Fokus Daoisme adalah individu itu sendiri dan bukan individu dalam
masyarakat. Aliran ini meyakini bahwa tujuan hidup setiap individu adalah
menemukan penyesuaian diri terhadap irama dunia natural dan supranatural serta
mengikuti Jalan Alam (dao). Berlawanan dengan moralisme kaku Konfusian di
banyak hal, Daoismc (dalam buku klasik Dao De Jing) memberikan pelengkap
tuntunan hidup keseharian bagi Para pengikutnya. Seorang sarjana yang tengah
menjalankan kewajibannya sebagai pejabat, misalnya, akan mengikuti Konfusius;
tetapi dalam waktu-waktu luangnya atau pada masa pensiunnya mungkin raja is
ingin mencari keselarasan dengan alam dengan menjadi seorang pertapa Daois.
Aliran pemikiran lain yang juga berasal dan masa ini adalahyinyang dan Jima
unsur. Teori aliran ini berusaha menjelaskan alam semesta dalam terma kekuatankekuatan dasar alam: yin (gelap, dingin, wanita, negatif) dan yang (terang, panas,
lelaki, positif) serta lima unsur (air, api, kayu, logam, dan tanah). Dalam periode-
Universitas Gadjah Mada
periode berikutnya teori-teori ini menjadi penting baik dalam filosofisnya maupun
penggunaannya secara umum.
Era Imperial
Sebagian besar daerah yang kelak membentuk Cina Inti dipersatukan untuk
yang pertarna kalinya pada tahun 221 SM. Pada tahun itu negara Qin, yang paling
agresif di antara negara-negara yang berperang, menundukkan lawan-lawan
terakhirnya (Qin dalam romanisasi Wade-Giles adalah Ch'in, kata yang mungkin
darinya
berasal
kata
China
dalam
bahasa
Inggris).
Begitu
raja
Qin
mengkonsolidasikan kekuasaannya, dia mengambil gelar Shi Huangdi (Kaisar
Pertama), sebuah gelar yang dirumuskan dari mitos `kedewaan' dan `kaisar
bijaksana'. Shi Huangdi kemudian melaksanakan sistem birokrasi yang terpusat
dan tidak berdasar garis keturunan. Sentralisasi dipusatkan pada' upaya
membakukan sistem hukum dan prosedur birokratik, bentuk tulisan dan upaya
pembuatan mats uang, serta pola pemikiran dan ilmu pengetahuan. Untuk
mcmbungkam kritik terhadap kekuasaannya, Shi Huangdi membuang atau membunuh banyak sarjana Konfusian pembangkang, serta menyita dan membakar
buku-buku mereka.
Perluasan daerah Qin dilakukan melalui seringnya ekspedisi militer ke arah
perbatasan utara dan selatan. Untuk menangkis serangan kaum barbar, kubu-kubu
pertahanan yang tadinya dibangun oleh negara-negara yang berperang lalu saling
dihubungkan membuat ternbok tinggi sepanjang 5000 km. Apa yang sekarang kits
kenal sebagai Tembok Besar sebenarnya adalah rangkaian empat tembok bcsar
yang dibangun dan diperluas selama masa Han Barat, Sui, Jin, dan Ming; bukan
sebuah tembok tunggal. Ujung-ujung Tembok Besar mencapai timur laut Provinsi
Heilongjiang sampai dengan Gansu di barat laut. Sejumlah proyek infrastruktur
lainnya juga dikerjakan untuk mengkonsolidasikan dan memperkuat kekuasaan
imperial. Aktivitas ini membutuhkan tenaga manusia dan sumber daya lain yang
sangat besar, belum lagi tindakan-tindakan pemaksaan. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika revolusi pecah begitu Shi Huangdi meninggal pada tahun 210
SM. Dinastinya kcmudian jatuh dalam waktu kurang dari dua puluh tahun scjak
kejayaannya. Meski demikian, sistem imperial yang diperkenalkan semasa dinasti
Qin membentuk sebuah pola yang terns berkembang selama dua milenia
berikutnya.
Universitas Gadjah Mada
Setelah perang saudara yang singkat, sebuah dinasti baru yang bernama
Han (206 SM 220 M) muncul. Kekaisaran baru ini mewarisi banyak struktur
administratif Qin, namun sedikit mengadakan perubahan dengan mcndirikan
`kepangeranan' di sejumlah daerah tertentu demi menjamin kepuasan politik.
Penguasa-penguasa Han memodifikasi beberapa aspek yang dianggap kaku dan
keras dan dinasti sebelumnya. Misalnya, ide Konfusian tentang pemerintahan, yang
tidak digunakan pada masa Qin, diadopsi sebagai keyakinan kekaisaran Han. Para
pemuka Konfusian memperoleh status terhormat dalam masyarakat. Ujian untuk
dims sipil juga mulai diperkcnalkan. Karya-karya intelektual, kesusasteraan, dan
seni dikembangkan secara lugs. Di periode Han inilah hidup ahli sejarah Cina yang
paling tekenal, Sima Qian (145-87
SM?), yang hasil karyanya(Catatan Sejarah) menceritakan kronik-kronik rind sejak kaisar
legendaris Xia sampai dengan kaisar Han Wu Di (141-87 SM). Periode ini juga
ditandai dengan kemajuan di biding teknologi. Dua dari penemuan-penemuan besar
bangsa Cina, yaitu kertas dan porselen, berasal dari masa Han.
Dinasti Han, yang kemudian menjadi nama bagi etnis mayoritas Cina 'I Ian',
juga dipuji karena kcbcranian militernya. Kekaisaran Han berhasil meluaskan
pengaruhnya ke arah barat sampai pinggiran lembah Sungai Tarim (saat ini
termasuk ke dalam Daerah Otonom Khusus Xinjiang-Uyghur), yang memungkinkan
berlalunya karavan-karavan secara aman menyeberangi Asia Tengah menuju
Antioch, Baghdad, dan Aleksandria. Jejak-jejak perjalanan karavan ini seringkali
disebut `Jalan Sutera' karena rutenya memang dipergunakan untuk mengekspor
sutera Cina ke kekaisaran Romawi. Tentara-tentara Han juga menginvasi dan
menduduki sejumlah bagian utara Vietnam dan Korea menjelang akhir abad ke-2
SM. Meskipun demikian, kontrol Han terhadap dacrah-daerah pinggiran tersebut
secara umum tidaklah terjaga dengan baik. Untuk mcnjamin perdamaian dengan
kekuatan non-Cina itu, istana Han membuat dan mengembangkan sistem upeti
yang saling menguntungkan. Negara-negara non-Cina diperbolehkan untuk tetap
otonom sebagai balasan bagi penerimaan simbolis kekaisaran Han. Ikatan `bayarupeti' ini semakin dikembangkan dan diperkuat melalui perkawinan di tingkat elit
serta pertukaran hadiah dan barang secara berkala.
Setelah dua ratus tahun, kekuasaan Han diselingi secara singkat (antara
tahun 9 hingga 24) oleh seorang pembaharu bernama Wang Mang. Setelah itu,
Han kembali berkuasa untuk masa dua ratus tahun berikutnya. Namun demikian,
para penguasa Han tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang
Universitas Gadjah Mada
ditimbulkan oleh kebijakan sentralisasi, yaitu populasi yang terus meningkat,
kesulitan keuangan, permusuhan, dan pelembagaan politik yang semakin rumit.
Scmua masalah tersebut, diperburuk oleh tingkat korupsi yang sangat parch,
membuat dinasti Han akhirnya jatuh pada tahun 220.
Era Perpecahan dan Pembangunan Kembali Kekaisaaran
Dinasti Han kemudian digantikan oleh para panglima perang yang berkuasa
hampir em-pat abad lamanva. Masa-masa perang saudara dan perpecahan diawali
oleh era Tiga Kerajaan (Wei, Shu, dan Wu) dengan pemerintahan yang saling
tumpang tindih selama tahun 220-280. Kesatuan bangsa Cina kembali dibangun
secara singkat pada masa awal dinasti Jin (265-420), yang kemudian tidak dapat
bertahan dan invasi kaum nomaden. Berakhirnya kekuasaan Jin seiring dengan
perpecahan politik Cina yang dicirikan oleh pergiliran antardinasti antara tahun 304
sampai dengan 589. Selama masa ini proses cinaisasi meningkat di antara kaum
non-Cina yang datang dari utara dan suku-suku asli di selatan. Proses ini juga
dibarengi dengan meningkatnya popularitas agama Budha (diperkenalkan di Cina
pada abad pertama Masehi) baik di utara maupun selatan Cina. Meskipun ada
perpecahan politik, namun masa ini juga menghasilkan sejumlah kemajuan
teknologi. Penemuan bubuk mesiu (hanya digunakan untuk kembang api pada
masa itu) dan gerobak beroda satu diyakini berasal dari abad ke-6 atau ke-7. Para
ahli sejarah juga mencatat kemajuan di bidang obat-obatan, astronomi, dan
kartografi.
Cina kembali disatukan pada tahun 589 oleh dinasti Sui yang berumur
pendek (581617), yang acap dibandingkan dengan dinasti Qin dalam hal masa
pemerintahan dan pencapaian-pencapaian mereka melalui cara-cara yang kejam.
Tanda-tanda awal runtuhnya dinasti Sui adalah tindakan tirani yang menetapkan
pajak dan pekerjaan wajib dengan ketat. Penduduk diharuskan mengerjakan
sejumlah proyek besar, termasuk di dalamnya penyelesaian Kanal Besar (yang
dianggap prestasi teknologi monumental pada masa itu) dan rekonstruksi Tembok
Besar. Diperlemah oleh petualangan militer yang mahal dan mendatangkan
malapetaka melawan Korea di awal abad ke-7, dinasti Sui akhirnya runtuh melalui
serangkaian revolusi rakyat, pengkhianatan, dan pembunuhan.
Dinasti Tang (618-907) yang beribukota di Chang'an diyakini para ahli sejarah
sebagai salah satu titik utama dalam peradaban Cina — sejajar, atau mungkin lebih
besar daripada dinasti Han. Didorong oleh kontak dengan India dan Timur Tengah,
Universitas Gadjah Mada
kekaisaran Tang menghasilkan pertumbuhan kreativitas di banyak bidang. Agama
Budha berkembang pesat pada zaman Tang dan diberi ciri kecinaan untuk
kemudian menjadi salah satu bagian tetap dari kebudayaan tradisional Cina. Di
masa ini juga ditemukan tulisan cetak sehingga membuat kata-kata tertulis lebih
muclah dipahami oleh banyak orang. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
periode Tang adalah masa keemasan bagi kesusasteraan dan kesenian Cina.
Pada pertengahan abad ke-8, kekuatan Tang mulai berkurang. Instabilitas
ekonomi domestik dan kekalahan militer dan orang-orang Arab di Talas, Asia
Tengah (751) mcnandai permulaan lima abad turunnya kekuatan militer Cina yang
kokoh. Pemerintahan yang gagal, intrik-intrik istana, eksploitasi ekonomi, dan
pemberontakan semakin melemahkan kekaisaran dan menungkinkan invasi dari
utara untuk menundukkan dinasti Tang pada tahun 907. Waktu setengah abad
berikutnya menunjukkan terpecahnya Cina menjadi lima dinasti utara dan sepuluh
kerajaan selatan.
Namun demikian, pada tahun 960 sebuah kekuatan baru Song (960-1279)
kembali berhasil menyatukan sebagian besar Cina Inti. Periode Song terbagi dalam
dua masa: Song Utara (960-1127) dan Song Selatan (1127-1279). Pembagian ini
disebabkan oleh kehendak istana Song membebaskan Cina utara pada tahun 1127
yang ternyata tidak dapat memukul balik para penginvasi nomaden. Para pendiri
dinasti Song kemudian membangun sebuah sistem birokrasi terpusat yang efcktif
dengan dilengkapi oleh para sarjana-pejabat sipil. Sistem pemerintahan sipil ini
kemudian mengarah kepada pemusatan kekuasaan yang lebih besar di tangan
kaisar dan birokrasi istananya. Dinasti Song juga dicatat karena pembangunan
kota-kotanya yang tidak hanya diperuntukkan bagi tujuan dan maksud administratif,
namun juga sebagai pusat perdagangan, industri, dan maritim. Sebuah kelompok
masyarakat yang baru, yaitu kelas pedagang, tumbuh bcrsamaan dengan
menyebarnya pendidikan dan percetakan serta berkembang pesatnya perdagangan
swasta. Di sisi lain, pemilikan tanah dan menjadi pegawai pemerintah tidak lagi
menjadi satu-satunya cara untuk mendapatkan kemakmuran dan penghormatan.
Selingan Kekuasaan Mongol
Pada pertengahan abad ke-13, bangsa Mongol telah menaklukan Cina utara,
Korea, dan kerajaan-kerajaan Muslim di Asia Tengah serta dua kali menyerang
Eropa. Didukung oleh sumber Jaya yang begitu banyak dari wilayahnya yang
sangat luas, Kubilai Khan (1215-1294), cucu dari Genghis Khan (1167?-1227) dan
Universitas Gadjah Mada
pemimpin tertinggi bangsa Mongol, memulai upayanya menguasai Song Selatan.
Bahkan sebelum punahnya dinasti Song, Kubilai telah mendirikan dinasti asing
pertama yang memerintah seluruh Cina, yaitu dinasti Yuan (1279-1368).
Meskipun bangsa Mongol berusaha memerintah Cina melalui lembagalembaga tradisional dan menggunakan birokrasi Han, namun hal itu tidak
sepenuhnya dijalankan. Bangsa Han memperoleh perlakuan yang diskriminatif baik
secara sosial maupun politis. Semua posisi kepemimpinan yang penting baik di
pusat maupun regional dimonopoli oleh bangsa Mongol, yang juga lebih suka
mempekerjakan orang-orang non-Cina dan bagian lain kekuasaan mereka (Asia
Tengah, Timur Tengah, dan bahkan Eropa) pada jabatan-jabatan di mana tidak ada
orang Mongol yang dianggap cocok. Orang-orang Cina justru lebih banyak
dipekerjakan di daerah- daerah non- E Ian.
Yang menarik, dinasti Yuan ternyata mengembangkan keanekaragaman
budaya yang kaya. pencapaian budaya yang utama adalah perkembangan
drama dan novel serta penggunaan Bahasa tertulis setempat yang kian luas.
Kontak yang ekstensif antara bangsa Mongol dengan Asia Barat mulai
diperkenalkan untuk memperkaya seni pertunjukan Cina. Pada periode ini juga
dicatat masuknya orang-orang Cina ke dalam agama Islam dalam jumlah yang
kian besar sebagai hasil kontak mereka dengan orang-orang Muslim dan Asia
Tengah. Toleransi juga diberikan kepada aliran-aliran Kristen Nestorian dan
Katolik Roma. Sementara mereka yang menganut ajaran Daoisme mendapatkan
penyiksaan dan orang Mongol, muncul aliran Baru Lamaisme (Budha bercirikan
Tibet). Praktek pemerintahan dan sistem ujian berdasar Konfusian Klasik, yang
ndak dipakai di Cina utara selama masa perpecahan, kembali dibangkitkan oleh
bangsa Mongol untuk menjaga ketertiban masyarakat Han.
Pada masa dinasti Yuan ini sejumlah kemajuan penting dicapai dalam bidang
catatan perjalanan, kartografi, geografi, dan pendidikan ilmiah. Beberapa
penemuan kunci bangsa Cina — seperti teknik percetakan, pembuatan porselen,
permainan kartu, dan literatur kedokteran — diperkenalkan di Eropa, sementara
pada scat yang sama produksi kaca tipis dan barang-barang berlapiskan email
menjadi populer di Cina. Catatan perjalanan yang pertama dari bangsa Eropa
berasal dari masa ini. Pelancong paling terkenal kala itu adalah Marco Polo dari
Venesia, yang cerita tentang kunjungannya ke Cambaluc (ibukota Khan Agung,
sekarang Beijing) dan kehidupannya di sana mempesonakan orang-orang Eropa.
Selama periode Yuan ini, Cambaluc menjadi ujung penghabisan Kanal Besar yang
Universitas Gadjah Mada
telah
direnovasi
dengan
lengkap.
Kemajuankemajuan
yang
berorientasi
perdagangan ini mendorong berkembangnya perdagangan daratan dan maritim di
Asia serta memfasilitasi kontak langsung Cina yang pertama dengan Eropa. Para
pelancong Cina dan Mongol ke Barat memberikan bantuan dalam hal teknik
hidrolik, dan kembali ke Kerajaan Tengah membawa penemuan ilmiah dan inovasi
arsitektur baru. Kontakkontak dengan Barat juga membuat bangsa Cina mengenal
satu tanaman palawija utama, yaitu sorgum, bersama dengan produk makanan
asing lainnya serta metode penanaman dan pengolahannya.
Bangsa Cina Kembali Berkuasa
perseteruan antara para ahli waris imperial Mongol, bencana alam, dan
sejumlah pemberontakan kaum petani mengarah pada runtuhnya dinasti Yuan.
Yang menggantikannya adalah dinasti Ming (1368-1644), yang didirikan oleh
seorang petani Han dan mantan biksu Budha yang kemudian menjadi pemimpin
pemberontak. Dengan ibukota pertama di Nanjing (Ibukota Selatan) dan
kemudian Beijing (Ibukota Utara), dinasti Ming mencapai puncak kejayaannya
selama dua puluh lima tahun pertama abad ke-15. Tentara Cina menaldukkan
kernbali Annam, yang lalu dikenal sebagai Vietnam Utara, dan mengusir orangorang Mongol. Kapal-kapal Cina berlayar hingga Samudera Hindia dan pantai
timur Afrika. Bangsa-bangsa maritim Asia mengirim utusan dengan upeti kepada
kaisar Cina. Di dalam negeri, Kanal Besar diperluas sampai dengan batas
terjauhnya sehingga perdagangan domestik semakin maju.
Ekspedisi maritim Ming terhenti sejenak setelah tahun 1433, tahun perjalanan
terakhir mereka. Para ahli sejarah memberikan salah satu alasan, yaitu
pengeluaran yang kian besar, sementara pada saat yang sama bangsa Mongol
kembali mencoba memasuki Cina dan utara. perlawanan kepada istana juga bisa
menjadi salah satu faktor pada saat para pejabat konservatif mcnemukan bahwa
konsep ekspansi perdagangan adalah hal yang asing dalam ide pemerintahan
bangsa Cina. Stabilitas dinasti Ming yang relatif tidak terganggu baik secara
ekonomis maupun sosial politis oleh jumlah populasi yang saat itu sekitar seratus
juta orang menghasilkan sebuah kepercayaan orang-orang Cina bahwa mereka
telah mencapai peradaban tertinggi di dunia dan tidak membutuhkan sesuatu yang
asing.
Perang yang panjang melawan bangsa Mongol, serangan Jepang ke
Korea, dan gangguan Jepang terhadap kota-kota pantai Cina pada abad ke-16
Universitas Gadjah Mada
telah memperlemah kekuasaan Ming. Keadaan ini membuat dinasti Ming,
sebagaimana
halnya
dinasti-dinasti
Cina
sebelumnya,
rcntan
bagi
pcngambilalihan kekuasaan oleh bangsa asing. Pada tahun 1644 bangsa Manchu masuk dari utara dan menduduki Beijing. Manchu kemudian menguasai
Cina utara dan mendirikan dinasti imperial yang terakhir, dinasti Qing (16441911).
Meskipun orang-orang Manchu bukanlah bangsa Han dan mendapatkan
penentangan yang kuat, khususnya di utara, mereka telah mengasimilasikan
sejumlah besar kebudayaan Cina sebelum menguasai Cina Inti. Menyadari bahwa
untuk mendominasi kekaisaran mereka hams menjalankan cara Cina, bangsa
Manchu tetap menjaga banyak lembaga warisan Ming dan kebudayaan tradisional
bangsa Cina. Mereka pun tetap mempertahankan praktek-praktek Konfusian dan
ritual keagamaan tradisional yang digunakan oleh para kaisar sebelumnya.
Bangsa Manchu juga tetap melangsungkan sistem dings sipil ala Konfusian.
Meskipun orang-orang Cina dihambat untuk menduduki pos-pos tertinggi, jumlah
para pejabat Cina mengalahkan pejabat Manchu di luar ibukota, kecuali pada
posisi-posisi militer. Filosofi NeoKonfusian, dengan menekankan kepatuhan rakyat
kepada penguasanya, diperkuat sebagai keyakinan negara. Kaisar-kaisar Manchu
juga mendukung kesusasteraan Cina dan proyek-proyek bersejarah dalam
berbagai lingkupnya. Kelestarian banyak literatur kuno Cina hingga masa modern
dipercaya merupakan basil dari proyek-proyek Manchu ini.
Kecurigaan yang besar terhadap bangsa Han mcmbuat para penguasa Qing
memberlakukan aturan-aturan yang ditujukan untuk mencegah penyerapan
orang-orang Manchu kc dalam masyarakat Han yang dominan. Sebaliknya,
masyarakat Han juga dilarang untuk pindah ke daerah asal Manchu. Orang-orang
Manchu juga tidak diperkenankan untuk terlibat dalam perdagangan atau
perburuhan. perkawinan antara dua bangsa tidak diperbolehkan. Di banyak posisi
pemerintah sebuah sistem penunjukkan Banda digunakan: orang Cina yang
diangkat diminta mengerjakan tugas berbarengan dengan pejabat Manchu untuk
menjamin kesetiaan Han kepada kekuasaan Qing.
Rezim
Qing
diharuskan
untuk
melindungi
dirinya
tidak
saja
dan
pemberontakan internal, namun juga invasi acing. Setelah Cina Inti berhasil
ditundukkan, orang-orang Manchu menaklukkan Mongolia Luar (sekarang
Republik Rakyat Mongolia) di akhir abad ke-17. Pada abad ke-18 mereka
menguasai Asia Tengah sampai dengan Pegunungan Pamir dan mendirikan
Universitas Gadjah Mada
sebuah protektorat di daerah yang disebut oleh orang Cina sebagai Xizang
(dikenal di Barat sebagai Tibet). Qing kemudian menjadi dinasti pertama yang
berhasil menyingkirkan semua ancaman dan bahaya terhadap Cina Inti dari
sepanjang daerah-daerah perbatasannya. Taiwan, pos terakhir perlawanan antiManchu, juga berhasil digabungkan dengan Cina untuk pertama kalinya. Kaisarkaisar Qing juga masih menerima upeti dari banyak negara di perbatasan.
Ancaman utama bagi integritas Cina tidak datang dati daratan
sebagaimana yang sering terjadi pada masa lalu, tapi kini dari Taut. Ancaman
dari Taut ini mulai menyerang daerah pantai selatan. Para pedagang,
misionaris, dan tentara Barat mulai berdatangan dalam jumlah besar pada abad
ke-16. Ketidakmampuan dinasti Qing untuk mensikapi tantangan baru ini dan
menanggapinya secara fleksibel berakibat pada runtuhnya kekaisaran kelak
pada awal abad ke20.
2. Lahirnya Cina Modern
Pada permulaan abad ke-19, Cina mengalami tekanan ekonomi yang
semakin berat. Sebagai misal, jumlah penduduk tercatat lebih dari tiga ratus juta,
tetapi tidak ada industri atau perdagangan yang mampu menyerap surplus tenaga
kerja. Lagipula, kurangnya kepemilikan tanah mengakibatkan ketidakpuasan
daerah pedesaan yang kian meluas serta kemerosotan tatanan hukum dan
ketertiban. Gangguan ini diperburuk oleh korupsi hebat di kalangan birokrasi dan
militer serta bertambahnya jumlah orang miskin di perkotaan. Muncullah revolusirevolusi lokal di scjumlah daerah pada awal abad ke-19 ini. Tantangan
pemerintahan Qing kemudian diperberat dengan datangnya kekuatan armada laut
Barat.
Datangnya Kekuatan Barat
Keberhasilan dinasti Qing dalam memelihara tatanan masyarakat mulai
dipertanyakan efektifitasnya ketika is harus berhadapan dengan tantangan besar
kekuatan-kekuatan armada laut Barat. Sebagaimana di tempat-tempat lainnya di
Asia,
di
Cina
bangsa
Portugis
adalah
pionir
yang
mendirikan
sebuah
perkampungan awal di Makau (atau Aomen dalam pinyin) tempat mereka
mengendalikan dan memonopoli perdagangan asing di pelabuhan Guangzhou
(Kan-ton). Tidak lama sesudah itu orang-orang Spanyol tiba, diikuti oleh orangorang Inggris dan perancis.
Universitas Gadjah Mada
Perdagangan antara Cina dan Barat dilaksanakan dalam semacam `upeti
samaran': orang-orang asing harus tunduk pula pada aturan pembayaran upeti
sebagaimana dikenakan kepada wakil negara-negara kecil yang berada di bawah
kekuasaan kaisar Cina. Tidak ada pengistimewaan dari istana bahwa orangorang Eropa pantas memperoleh hak atau diperlakukan sama secara hudaya
maupun politik. Satu-satunya pengecualian adalah Rusia, tetangga daratan yang
paling kuat.
Orang-orang Manchu sangat peka terhadap masalah keamanan sepanjang
perbatasan darat di utara dan oleh karenanya harus bersikap realistis dalam
berhubungan dengan Rusia. Perjanjian Nerchinsk (1689) dengan Rusia, yang
ditujukan
untuk
mengakhiri
serangkaian
perselisihan
perbatasan
dan
menegaskan garis batas antara Siberia dan Manchuria (Cina utara) sepanjang
Heilong Jiang (Sungai Amur), adalah persetujuan bilateral pertama Cina dengan
scbuah kekuatan Fropa. Di tahun 1727, perjanjian Kiakhta membatasi pembagian
wilayah di timur perbatasan Cina-Rusia. Di luar itu, upaya-upaya diplomatik Barat
untuk mengembangkan perdagangan yang sejajar ditampik dengan kasar
dengan alasan resmi bahwa kekaisaran tidak membutuhkan produk asing yang
mutunya dianggap lebih rendah. Meskipun demikian, perdagangan tetap
berlangsung — bahkan setelah tahun 1760 ketika semua perdagangan dengan
orang asing dibatasi hanya di Guangzhou, tempat para pedagang asing hanya
boleh berurusan dengan dua belas firma dagang resmi Cina.
Namun, perdagangan bukanlah satu-satunya basis hubungan Cina dengan
Barat. Sejak abad ke-13, misionaris Katolik Roma telah mencoba untuk mendirikan
gereja mereka di Cina. Mcskipun pada tahun 1800 hanya beberapa ratus orang
Cina yang menjadi pemeluk Kristen, namun kaum misionaris — khususnya Jesuit
— berperan besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Cina, seperti
pembuatan meriam, penyusunan kalender, geografi, matematika, kartografi, musik,
seni, dan arsitektur. Kaum Jesuit ini sangat pandai mencocokkan ajaran Kristen ke
dalam kerangka budaya Cina. Namun, akibat itu pula kaum Jesuit dituduh bersalah
oleh sebuah keputusan Paus pada tahun 1704 akibat telah mentoleransi terus
berlangsungnya ritual-ritual Konfusian di antara orang-orang Cina penganut
Kristen.
Universitas Gadjah Mada
Perang Candu (1839-1842)
Selama abad ke-18, pasar Eropa dan Amerika untuk teh, sebuah minuman
baru di Barat, berkembang dengan pesatnya. Tambahan lagi, ada permintaan yang
semakin besar terhadap sutera dan porselen di Cina. Tetapi Cina, yang masih
dalam tahap praindustri, mengharuskan orang-orang Eropa untuk memesan kedua
produk itu terlebih dahulu; hal yang kemudian menyebabkan orang-orang Eropa,
terutama Inggris, merasa dilecehkan. Untuk memperbaiki situasi ini, orang-orang
asing membentuk perdagangan dengan pihak ketiga, menukar barang dagangan
mereka di India dan Asia Tenggara dengan bahan-bahan mentah dan setengah
jadi, dan kemudian membawanya ke Guangzhou. Pada awal abad ke-19, kapas
dan candu dan India menjadi impor utama Inggris ke Cina — terlepas dan
kenyataan bahwa candu dilarang masuk oleh dekrit kekaisaran. Lalu lintas
perdagangan candu ini dimungkinkan oleh adanya kerja sama diam-diam antara
pedagang dan birokrat yang korup.
Pada tahun 1839, setelah menjalankan kampanye anticandu selama sepuluh
tahun tanpa basil, pemerintahan Qing mengeluarkan undang-undang yang
melarang perdagangan candu. Kaisar mengutus scorang komisioner bernama Lin
Zexu ke Guangzhou untuk memberangus perdagangan gelap candu. Lin menyita
persediaan candu ilegal yang dimiliki para pedagang Cina, mcnahan semua
masyarakat asing yang terlibat dan membakar sekitar 20 ribu peti candu yang
dimiliki orang-orang Inggris. Inggris membalasnya dengan ekspedisi perang yang
kemudian menjadi perang pertama antara Inggris dan Cina — lebih dikenal sebagai
perang Candu. Ketidaksiapan berperang dan sikap meremehkan kemampuan
musuh yang sangat nyata membuat bangsa Cina dengan mudah dapat dikalahkan.
Itulah kali pertama kcbanggaan mereka atas kekuatan besar "Kerajaan Tengah"
menjadi runtuh berantakan.
Perang Candu diakhiri dengan perjanjian Nanjing (1842) yang ditandatangani
di atas sebuah kapal perang lnggris oleh dua orang Komisioner Manchu dan
seorang duta Inggris yang berkuasa penuh. Di bawah Perjanjian Nanjing, Cina
diharuskan melakukan hal-hal berikut:
1. Menyerahkan pulau Hong Kong (Xianggang dalam pinyin) kepada Inggris;
2. Menghapuskan sistem perdagangan monopoli;
3. Membuka lima pelabuhan untuk pemukiman dan perdagangan dengan
Inggris;
4. Membatasi tarif masuk komoditi sampai dengan 5% saja;
Universitas Gadjah Mada
5. Memberikan hak ekstrateritorial istimewa (dikecualikan dari hukum Cina)
kepada orang lnggris; dan
6. Membayar ganti rugi yang besar.
Sebagai tambahan, Inggris akan mendapatkan status most favoured nation, yaitu
akan menerima juga konsesi dagang apa pun yang diberikan oleh Cina kepada
bangsa lain pada saat itu maupun saat yang akan datang. perjanjian ini menjadi
yang pertama dari serangkaian perjanjian dagang dengan bangsa Barat, yang kelak
disebut oleh orang-orang Cina sebagai "perjanjianperjanjian yang tidak seimbang".
Perjanjian Nanjing juga menjadi awal dari ciri hubungan yang tidak seimbang
(dengan banyaknya konsesi baru dan hak-hak istimewa yang diberikan kepada
orang Barat) di tahun-tahun berikutnya, masa yang kemudian disebut oleh orang
Cina sebagai "penghinaan nasional".
Pemberontakan Taiping (1851-1864)
Selama pertengahan abad ke-19, masalah bangsa Cina diperparah lagi
dengan terjadinya berbagai bencana slam yang sebagian besar tidak diprediksikan
sebelumnya,
termasuk
kekeringan,
kelaparan,
dan
banjir.
Keengganan
pemerintahan Qing untuk membangun sejumlah infrastruktur yang dibutuhkan
menjadi salah satu faktor penyebab rangkaian kesulitan alamiah yang ternyata tidak
dapat ditanggulangi dengan baik. Kesulitan ekonomi, kekalahan militer dari pihak
Barat, dan sentimen anti-Manchu, semuanya berperan menimbulkan ketidakpuasan
yang kian meluas di kalangan rakyat, khususnya di selatan. Cina selatan adalah
daerah terakhir yang menyerah kepada penaklukan Qing dan yang pertama
mendapatkan pengaruh Barat. Situasi inilah yang kemudian mengarah kepada
terjadinya kerusuhan terbesar dalam sejarah Cina modern, yaitu Pemberontakan
Taiping.
Para pemberontak Taiping dipimpin oleh Hong Xiuquan, seorang guru desa
yang pernah gagal dalam ujian dings sipil. Hong merumuskan dari berbagai sumber
suatu ideologi yang menggabungkan ide-ide utopianisme pra-Konfusian dengan
kepercayaan Protestan. Ia segera mendapatkan ribuan pengikut yang sangat antiManchu dan antikemapanan. Mereka kemudian membentuk suatu organisasi militer
untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Tentara di-reknit tidak saja dari
kalangan pengikut Hong, namun juga dan kelompok petani bersenjata lainnya dan
kelompok-kelompok bawah tanah. Pada tahun 1851 Hong Xiuquan dan pengikutnya melancarkan pemberontakan di provinsi Guizhou. Hong memproklamasikan
Universitas Gadjah Mada
berdirinya Kerajaan Surga Perdamaian Agung (Taiping Tianguo) dengan dirinya
sebagai raja. Tujuan kerajaan ini adalah membangun kembali sebuah negara
seperti masa lalu dimana kaum petani memiliki dan mengerjakan tanah mereka
sendiri
serta
menghapuskan
perbudakan,
pergundikan,
perkawinan
yang
dipaksakan, penggunaan candu, penyiksaan, dan penyembahan berhala.
Serangan
Taiping
yang
tampak
tidak
mengenal
kasihan
kepada
Konfusianisme, yang masih diterima secara luas sebagai pondasi moral tingkah
laku bangsa Cina, akhirnya membawa kejatuhan mereka. Usul Taiping tentang
reformasi sosial yang radikal akan menghapuskan kelas "sarjana-pegawai" Han, hal
ini menimbulkan penentangan yang luas. Meskipun telah menduduki Nanjing dan
terus ke selatan sampai Tianjin, tentara Taiping gagal mendirikan daerah-daerah
basis yang stabil. Para pemimpin Taiping akhirnya saling bermusuhan satu sama
lain, bahkan ada pula yang membelot. Belum lagi bila menyebut tingkat korupsi dan
manipulasi yang sangat tinggi di kalangan mereka. Para wakil Inggris dan perancis
yang lebih suka berurusan dengan pemerintah Qing yang lemah ketimbang rezim
Taiping yang penuh dengan ketidakpastian akhirnya membantu tentara imperial.
Untuk mengalahkan kaum pemberontak, di samping bantuan Barat pemerintahan
Qing juga memerlukan sebuah angkatan bersenjata yang lebih kuat. Diperlukan
waktu empat belas tahun sebelum akhirnya tentara kaisar berhasil menumpas
kaum pemberontak Taiping. Selama kurun waktu itu dilaporkan sebanyak lebih dari
tiga puluh juta orang tewas. Kerusuhan-kerusuhan baru setelah Taiping yang terus
berlangsung di Cina utara (pernberontakan Nian) dan barat daya (pemberontakan
Muslim) juga kian melemahkan kekaisaran Qing.
Restorasi Tongzhi dan Gerakan Memperkuat Diri Sendiri
Kenyataan pahit dari perang Candu, perjanjian-perjanjian yang tidak
seimbang, dan kerusuhan massal di pertengahan abad ke-19 membuat penguasa
dan pejabat Qing sadar akan perlunya gerakan memperkuat Cina. Untuk keperluan
ini,
Para
sarjana-pejabat
Cina
telah
mempelajari
dan
menerjemahkan
"pengetahuan Barat" sejak tahun 1840-an. Di bawah arahan sarjana-pejabat Han
yang berpikiran modern, ilmu pengetahuan dan bahasa Barat dipelajari sccara
ekstcnsif. Sekolah-sekolah khusus dibuka di kota-kota besar; persenjataan, pabrik,
dan perkapalan diusahakan dengan mencontoh model Barat. Di samping itu,
praktek-praktek diplomatik Barat juga diadopsi oleh pemerintahan Qing. Para
pelajar dildrim ke luar negeri atas nama pemerintah atau atas inisiatif individu dan
Universitas Gadjah Mada
kelompok dengan harapan bahwa regenerasi nasional dapat dicapai dengan
menerapkan metode praktis Barat.
Di tengah-tengah aktivitas ini muncullah upaya untuk memperbaiki kelemahan
dinasti dengan membangun kembali tatanan tradisional. Usaha ini dikenal dengan
nama Restorasi Tongzhi, sesuai dengan nama Kaisar Tongzhi (1862-1874), dan
dikendalikan oleh ibu sang kaisar muda, Ibu Suri Ci Xi (1835-1908). Restorasi ini
menerapkan "ilmu pengetahuan praktis" bersamaan dengan penekanan kembali
mentalitas lama. Meski demikian, banyak pengamat sejarah Cina memandang
restorasi ini bukanlah program modemisasi yang sesungguhnya.
Di luar Restorasi Tongzhi, ada Pula upaya untuk mencangkokkan teknologi
Barat pada lembaga-lembaga Cina, yang dikenal sebagai Gerakan MemperkuatDiri Sendiri. Gerakan ini dipimpin oleh para sarjana-pejabat seperti Li Hongzhang
(1823-1901) dan Zhuo Zhongtang (1812-1885) — keduanya keduanya berperang di
pihak pemerintah dalam perang melawan Taiping. Dari tahun 1861 sampai dengan
1894, para pemimpin yang kini lebih berfungsi sebagai administrator ini
bertanggung
jawab
dalam
membangun
industri-industri
pembentukan
dasar,
lembaga-lembaga
komunikasi,
dan
yang
modern;
transportasi;
serta
memodernkan militer. Terlepas dari kemajuan-kemajuan yang dicapai, gerakan ini
tidak mengikutsertakan pentingnya lembaga politik dan teori-teori sosial yang telah
membantu perkembangan kemajuan bangsa Barat. Kelemahan ini mendorong ke
arah kegagalan gerakan. Modernisasi selama masa ini menjadi sulit, terlebih lagi
birokrasi masih sangat terpengaruh oleh ortodoksi Neo-Konfusian. Di satu sisi,
rakyat Cina masih terhuyung-huyung akibat kerusakan akibat perang melawan
Taiping dan pemberontak lainnya; sementara di sisi lain pelanggaran batas oleh
orang asing semakin mengancam integritas Cina.
Langkah pertarna kekuatan asing untuk memecah belah kekaisaran Qing
dijalankan oleh Rusia yang telah melebarkan sayapnya sampai ke Asia Tengah.
Pada tahun 1850-an, tentara Tsar juga telah men duduld batas Heilong Jiang di
Manchuria, yang tadinya merupakan bagian yang tidak boleh dimasuki menurut
Perjanjian Nerchinsk. Rusia memanfaatkan keunggulan pengetahuan para wakilnya
tentang Cina (yang mereka dapatkan selama masa tinggal yang lama di Beijing)
untuk memperluas penaklukan mereka. Di tahun 1860 diplomat-diplomat Rusia
memulai usaha pemisahan semua daerah Manchuria sebelah utara Heilong Jiang
dan timur Wusuli Jiang (Sungai Ussuri). Upaya pemecahbelahan ini terus
meningkat setelah tahun 1860 dengan serangkaian perjanjian. Penguasaan pihak
Universitas Gadjah Mada
asing pada sektor-sektor vital ekonomi Cina diperkuat dengan daftar konsesi yang
diperpanjang.
Perkampungan-perkampungan
asing
di
beberapa
pelabuhan
mendapatkan hak esktrateritorial dan mempunyai kedaulatan tersendiri.
Pada waktu yang sama kekuatan asing juga berusaha mengambil alih
negara-negara pinggiran yang tadinya mengakui keuasaan kaisar Cina dan
membayar upeti kepadanya. perancis menduduki Cina Cochin, yang kemudian
dikenal sebagai Vietnam Selatan, dan pada tahun 1864 mendirikan sebuah
protektorat di Kamboja. Menyusul kemenangannya dalam perang melawan Cina
pada tahun 1884-1885, perancis juga menguasai Annam. Inggris memperoleh hak
atas Burma. Rusia menyerang Turkestan Cina, yang sekarang menjadi Daerah
Otonom Khusus Xinjiang-Uyghur. Jepang, yang bangkit dari pengasingan satu
setengah abadnya dan telah melakukan serangkaian modernisasi, mengalahkan
Cina dalam perang 1894-1895. Perjanjian Shimonoseki memaksa Cina untuk
menyerahkan Taiwan dan Kepulauan penghu kepada Jepang; membayar ganti
rugi yang sangat besar; mengizinkan pendirian industri-industri Jepang di empat
kota pelabuhan utama; dan mengakui hegemoni Jepang atas Korea. Di tahun 1898
Inggris mcmperoleh hak 99 tahun atas Daerah Baru Kowloon (atau Jiuliong
dalampigin) yang sekaligus memperluas koloni Hong Kong mereka. Inggris,
Jepang, Rusia, Jerman, Perancis, dan Belgia masing-masing mempunyai daerah
pengaruh di Cina. Amerika Serikat, yang tidak mempunyai saw pun bagian daerah
pengaruh, mengusulkan pada tahun 1899 agar diterapkan politik "pintu terbuka" di
Cina. Dengan politik ini, maka semua negara asing akan mempunyai kewajiban
dan hak istimewa yang sama di semua kota pelabuhan, baik di dalam maupun di
luar daerah pengaruh masing-masing. Semua kekuatan asing kecuali Rusia
menyetujui usul Amerika Serikat ini.
Reformasi Seratus Hari
Dalam waktu 103 hari sejak 11 Juni hingga 21 September 1898 Kaisar
Guangxu
(187519U8)
memerintahkan serangkaian
upaya
reformasi
guna
mengadakan perubahan sosial dan kelembagaan. Upaya ini mencerminkan
pemikiran sebuah kelompok reformis progresif yang telah mempengaruhi istana
dengan pentingnya membuat terobosan baru demi kelangsungan hidup bangsa.
Terdorong oleh keberhasilan modernisasi Jepang, para reformis ini menegaskan
bahwa Cina membutuhkan lebih dan sekedar "memperkuat-diri sendiri" dan bahwa
Universitas Gadjah Mada
terobosan
baru
harus
dijalankan
dalam
bentuk
perubahan
sosial
dan
kelembagaan.
Dekrit kaisar tentang reformasi mencakup lingkup permasalahan yang luas,
termasuk di dalamnya mengenyahkan korupsi serta memperbaiki sistem ujian
akademis dan divas sipil, sistem hukum, struktur pemerintahan, sistem
pertahanan, dan jasa pos. Dekrit itu juga memerintahkan modernisasi di sektor
pertanian, obat-obatan, dan pertambangan serta lebih memajukan ilmu-ilmu praktis
ketimbang ortodoksi Neo-Konfusian. Istana juga berencana mengirimkan pelajar
ke luar negeri untuk mengamati dan mempelajari teknologi secara langsung.
Namun, reformasi yang kesekian kalinya ini tidak lepas dari penentangan.
perlawanan muncul dari kalangan elite konservatif, khususnya orang-orang
Manchu, yang menuduh reformasi itu sebagai terlalu radikal. Sebagai gantinya
mereka mengajukan sebuah program perubahan yang lebih moderat dan bertahap.
Dengan didukung oleh kelompok ultrakonservatif dan secara diam-diam oleh
seorang oportunis politik bernama Yuan Shikai (1859-1916), Ibu Sufi Ci Xi
melancarkan sebuah kudeta pada tanggal 21 September 1898 dan memaksa
reformis muda Kaisar Guangxu turun tahta dan tinggal di pengasingan. Ci Xi
kemudian mengambil alih tampuk pemerintahan sebagai wali. Reformasi Seratus
Hari berakhir dengan pernyataan tidak berlakunya lagi dekrit Guangxu dan eksekusi
enam penasehat utama kaum reformis. Dua pemimpin utama reformasi, Kang
Youwei (1858-1927) dan Liang Qichao (1873-1929) kabur ke luar negeri untuk
bekerja sama dengan kelompok Baohuang Hui (Lindungi Sang Kaisar) demi
mengcmbalikan monarki konstitusional di Cina. Namun upaya ini tidak berhasil.
Kaum ultrakonservatif kemudian memberikan dukungan sembunyi-sembunyi
kepada gerakan bawah tanah Yihetuan (Masyarakat Kebenaran dan Harmoni) yang
anti-asing dan anti-Kristen. Gerakan ini lebih dikenal oleh orang-orang Barat
sebagai kelompok Boxer — dari nama sebelumnya, Yibequan alias petarung
Kebenaran dan Harmoni. Di awal tahun 1900 kelompok Boxer mulai bergerak di
daerah utara, membakar fasilitas-fasilitas misionaris dan membunuhi orang Cina
Kristen. .Akhirnya, pada bulan Juni 1900 kaum Boxer berhasil mengepung konsesikonsesi asing di Beijing dan Tianjin, yang kemudian memancing tindakan balasan
dari negara-negara pemilik konsesi tersebut. Pemerintahan Qing kemudian
menyatakan perang kepada kekuatan invasi asing yang mulai memasuki Cina
utara. Namun sayangnya, bangsa Cina kembali mengalami kekalahan.
Universitas Gadjah Mada
Revolusi Kaum Republikan 1911
Kegagalan reformasi dari atas dan juga Pemberontakan Boxer telah
meyakinkan banyak orang Cina bahwa satu-satunya pemecahan yang nyata adalah
revolusi segera yang menyingkirkan jauh-jauh tatanan lama dan membentuk yang
baru seperti halnya model Jepang. pemimpin gerakan revolusioner in adalah Sun
Yat-sen (atau Sun Yixian dalam pinyin, 1866-1925), seorang republikan dan aktivis
anti-Qing yang sangat terkenal di antara orang Cina perantauan dan pelajar Cina di
luar negeri, khususnya di Jepang. Di tahun 1905 Sun mendirikan Tongmeng Hui
(Liga persatuan) di Tokyo dan mengangkat Huang Xing (1874-1916), seorang
pemimpin revolusi Cina terkenal di Jepang, selaku wakilnya. Gerakan revolusi yang
didukung oleh dana besar dari orang-orang Cina perantauan ini juga mendapatkan
dukungan politik dari pejabat militer regional dan sejumlah reformis yang
meninggalkan Cina setelah Reformasi Seratus Hari.
Filsafat
politik
Sun
dikonseptualisasikan pada tahun 1897, lalu diperkenalkan pertama kali di Tokyo
pada tahun 1905, dan kelak dimodifikasi pada awal tahun 1920-an. Poin terpentingnya adalah Tiga Prinsip Kerakyatan (san min zhuyi), yaitu nasionalisme,
demokrasi, dan penghidupan rakyat. Prinsip nasionalisme mengajak rakyat Cina
menyingkirkan orang-orang Manchu dan mengakhiri hegemoni asing di Cina.
Prinsip demokrasi digunakan untuk menggambarkan tujuan Sun bagi sebuah
bentuk
pemerintahan
republik
hasil
pemilihan
umum.
Scmentara
prinsip
penghidupan rakyat, seringkali dirujuk sebagai sosialisme, dimaksudkan untuk
membantu masyarakat luas melalui pengaturan pemilikan sarana produksi dan
tanah.
Revolusi republikan pecah pada tanggal 10 Oktober 1911 di Wuchang,
ibukota provinsi Hubei, dijalankan oleh para tentara yang tidak puas dan antiManchu. Sebelum itu telah ada sejumlah pemberontakan dan protes kecil-kecilan
yang tidak membawa hasil yang berarti bagi perubahan. Revolusi kemudian segera
menyebar ke kota-kota sekitar, dan para anggota Tongmeng Hui di seluruh negeri
segera memberikan dukungan penuh kepada kekuatan revolusioner Wuchang.
Pada akhir November, lima belas dari dua puluh empat provinsi mengumumkan
kemerdekaan mereka dari kekaisaran Qing. Sam bulan kemudian, Sun Yat-sen
kembali ke Cina dari Amerika Serikat setelah mengumpulkan banyak sumbangan
Jana dari Cina perantauan dan orang Amerika yang bersimpati pada gerakan
revolusionernya. Pada tanggal 1 Januari 1912, Sun diangkat secara resmi di
Nanjing sebagai presiden sementara republik baru Cina. Namun demikian,
Universitas Gadjah Mada
kekuasaan di Beijing telah berpindah kepada komandan militer imperial Yuan Shikai
selaku pemimpin militer regional terkuat di waktu itu. Untuk mencegah perang
saudara dan kemungkinan intervensi asing menyerang republik yang baru lahir itu,
Sun setuju atas permintaan Yuan bahwa Cina hams dipersatukan di bawah
pemerintahan Beijing yang dikepalai olehnya. Pada tanggal 12 Februari 1912,
Kaisar terakhir Manchu yang masih bocah, Pu Yi, turun tahta. Pada tanggal 10
Maret tahun yang sama di Beijing, Yuan Shikai dinobatkan sebagai presiden
sementara republik Cina. Dengan penobatan ini, berakhirlah sejarah berabadabad
lamanya kekuasaan dinasti di Cina dan mulailah bangsa Cina menapaki hidup
barunya sebagai sebuah negara modern.
Universitas Gadjah Mada
Download