BAB 18 LINGKUNGAN HIDUP BAB 18 LINGKUNGAN HIDUP I. PENDAHULUAN Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) lingkungan hidup menempati kedudukan yang penting dan strategis. Hampir di semua bidang dan sektor di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 ada petunjuk mengenai lingkungan hidup. Nilai-nilai lingkungan hidup mewarnai segala kegiatan pembangunan yang ingin dilakukan dalam PJP II. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian ini secara umum mencakup lingkungan hidup alami, lingkungan hidup buatan, dan lingkungan hidup sosial. Lingkungan hidup alami merupakan lingkungan bentukan alam yang terdiri atas berbagai sumber alam dan ekosistem dengan komponen-komponennya baik fisik, biologis maupun berbagai proses alamiah yang menentukan kemampuan dan fungsi ekosistem dalam mendukung 493 perikehidupan; lingkungan hidup buatan mencakup lingkungan buatan manusia yang dibangun dengan masukan teknologi; sedangkan lingkungan hidup sosial meliputi lingkungan yang merupakan bentukan interaksi sosial masyarakat. Pembangunan lingkungan hidup mencakup berbagai aspek pembangunan, baik ekonomi, teknologi, sosial maupun budaya, dan amat erat kaitannya dengan pembangunan berbagai sektor seperti industri, pertanian, kehutanan, pertambangan dan energi, perhubungan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perdagangan dan hubungan luar negeri, teknologi, dunia usaha, dan pembangunan daerah. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 mengenai ketentuanketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup menetapkan bahwa setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya, serta mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Dengan demikian, pembangunan lingkungan hidup berarti peningkatan mutu dan fungsi lingkungan hidup agar setiap orang dan setiap generasi bangsa Indonesia memperoleh dukungan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Lingkungan hidup mempunyai peran yang besar dalam kehidupan setiap orang, sebaliknya kegiatan setiap orang atau sekelompok orang dapat mempengaruhi mutu dan fungsi lingkungan hidup. Yang penting dalam pembangunan adalah agar lingkungan hidup memberi manfaat yang besar bagi kehidupan setiap orang, dan kegiatan setiap orang tidak menimbulkan kerusakan pada fungsi dan kemampuan lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup dalam hal ini berarti lingkungan hidup fisik, biologis ataupun sosial. 494 GBHN 1993 menetapkan bahwa pembangunan nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, dan antara manusia dengan ling kungan alam sekitarnya. Arahan GBHN 1993 tersebut memberikan tekanan yang besar kepada peranan manusia dalam memelihara kemampuan dan fungsi lingkungan hidup melalui pengembangan akal dan budinya. GBHN 1993 juga memberikan arahan bahwa dalam PJP II pelaksanaan pembangunan tetap bertumpu kepada Trilogi Pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidangbidang lain sekaligus sebagai kekuatan utama pembangunan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dengan lebih memberi peran kepada rakyat untuk berperan serta aktif dalam pembangunan, dijiwai semangat kekeluargaan, didukung oleh stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, melalui pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. GBHN 1993 antara lain memberi petunjuk bahwa pendayagunaan sumber daya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besar kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan. Tata ruang nasional yang berwawasan nusantara dijadikan pedoman bagi perencanaan pembangunan agar penataan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara aman, tertib, efisien, dan efektif. Selanjutnya GBHN 1993 menegaskan bahwa pembangunan ekonomi yang mengelola kekayaan bumi Indonesia harus senantiasa memperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya alam, di samping untuk memberi kemanfaatan masa kini, juga harus 495 menjamin kehidupan masa depan. Sumber daya alam yang terbarukan harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumber daya alam harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbaharui diri selalu terpelihara. Sumber daya alam yang tidak terbarukan harus digunakan sehemat mungkin dan diusahakan habisnya selama mungkin. Kegiatan di sektor yang mengelola sumber daya alam dari bumi memiliki potensi untuk merusak lingkungan, baik air, tanah maupun udara. Oleh karena itu, harus selalu dijaga agar kegiatan pembangunan di sektor-sektor ini memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Kebijaksanaan pembangunan nasional yang juga melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem disebut sebagai pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang memberi kemungkinan kepada kelangsungan hidup dengan jalan meningkatkan dan melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung; memanfaatkan sumber alam sebanyak alam atau teknologi pengelolaan mampu menghasilkannya secara lestari; memberi kesempatan kepada berbagai sektor dan kegiatan untuk berkembang bersama-sama baik di daerah dan kurun waktu yang sama maupun di daerah dan kurun waktu yang berbeda secara sambung menyambung; memperoleh dukungan masyarakat luas yang berperan serta secara aktif; dan menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan yang beranekaragam, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan lingkungan hidup harus selalu berpegang teguh kepada asas-asas pembangunan nasional, terutama asas manfaat; asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; serta asas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). GBHN 1993 lebih lanjut mengamanatkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh 496 negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ini berarti bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebagai modal dasar pembangunan, kekayaan alam tersebut tidak boleh berkurang bahkan terus bertambah baik mutu maupun jumlahnya. Sebagai modal dasar, kekayaan alam harus mampu membangun modal buatan manusia yang lebih besar lagi untuk pembangunan yang berkelanjutan yang akan memberikan kemakmuran bagi setiap orang dan semua generasi bangsa Indonesia. Dengan demikian, pembangunan lingkungan hidup berkaitan erat dengan pencapaian berbagai sasaran besar pembangunan seperti pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat (pengurangan kesenjangan antarsektor, antardaerah, dan antargolongan masyarakat) serta pemberantasan kemiskinan. Pembangunan Lingkungan Hidup dalam PJP II dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pada pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas. II. PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PJP I Pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan nasional telah dilakukan sejak Repelita I. Pada awal Repelita II kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup telah tertuang lebih tegas lagi, dan kebijaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan menjadi pedoman penting dalam pembangunan nasional. Pada awal Repelita III, mulai dikembangkan program pembangunan lingkungan hidup yang lebih nyata. Arahan kebijaksanaan dan program pembangunan yang berkelanjutan terus dikembangkan sampai sekarang. Pembangunan yang berwawasan lingkungan telah dikembangkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan pembangunan nasional. 497 Pembangunan lingkungan hidup pada dasarnya bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan sumber alam dan menurunnya kualitas lingkungan serta meningkatkan daya dukung lingkungan sehingga pembangunan nasional yang berkelanjutan dapat dilaksanakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, selama PJP I telah dikembangkan berbagai kebijaksanaan yang meliputi pembinaan keserasian antara kependudukan dan lingkungan hidup; pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup; pengendalian pencemaran dan dampak negatif pembangunan pada lingkungan hidup; dan pengembangan sistem tata laksana pembangunan yang berkelanjutan. Kebijaksanaan tersebut kemudian dituangkan dalam program inventarisasi serta evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup, penyelamatan hutan, tanah dan air, pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup, pengembangan meteorologi dan geofisika, pembinaan daerah pantai, pengendalian pencemaran lingkungan hidup, serta rehabilitasi hutan dan tanah kritis. Melalui program inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup telah diselesaikan kegiatan pemetaan dasar mencakup 60 persen wilayah Indonesia pada berbagai skala (1 : 25.000, 1 : 50.000, dan 1 : 100.000). Di samping itu, telah diselesaikan kegiatan pemetaan sumber daya lahan pada skala 1 : 250.000 untuk seluruh Indonesia serta peta geologi bersistem untuk wilayah Jawa dan Madura. Selain itu, juga telah dilakukan kegiatan penataan batas luar dan batas fungsi kawasan hutan tetap sepanjang 113.852 kilometer atau 32 persen dari total 352.000 kilometer yang harus diselesaikan, serta inventarisasi hutan melalui penafsiran citra satelit yang hampir mendekati penyelesaian. Untuk kegiatan-kegiatan penyelamatan hutan, tanah dan air telah ditetapkan kawasan hutan lindung seluas 18,7 juta hektare atau sekitar 61 persen dari 30,0 juta hektare kawasan hutan lindung yang telah ditunjuk. Kegiatan ini juga diperkuat dengan pembentukan satuan pengawas hutan atau jagawana sebanyak 7.334 orang 498 atau sekitar 60 persen dari yang dibutuhkan. Dalam pembinaan dan peningkatan kualitas kawasan konservasi sumber daya alam, telah dikembangkan 354 unit kawasan konservasi seluas 18,7 juta hektare atau 75 persen dari kawasan konservasi sumber daya alam yang menjadi sasaran, serta 31 unit taman nasional dengan luas keseluruhan 7,9 juta hektare. Selain itu, juga telah dilakukan kegiatan penyelamatan plasma nutfah dari berbagai spesies flora dan fauna yang harus dilindungi. Dalam pembinaan daerah pantai, telah dikembangkan kegiatan perlindungan dan pengamanan pantai di beberapa wilayah yang selalu mendapat ancaman kerusakan terberat, di antaranya di Padang, Bali, Teluk Jakarta, dan pantai utara Jawa. Kegiatan rehabilitasi pantai melalui penanaman hutan bakau rakyat dalam Repelita V telah dikembangkan di daerahdaerah pantai yang telah rusak, seperti di Jawa, Bali, Lombok, pantai selatan Sulawesi dan pantai timur Lampung yang mencakup areal seluas 21.000 hektare lebih. Selain itu, juga telah dilakukan pengembangan Cagar Alam Laut, yang sampai saat ini telah ditetapkan sebanyak 8 unit yang secara keseluruhan meliputi kawasan seluas 253.780 hektare dan pengembangan taman nasional laut di Pulau Seribu, Karimunjawa, Takabonerate, Bunaken, Pulau Pombo, dan Teluk Cendrawasih seluas 2.285.000 hektare. Guna mendukung pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup, telah dilakukan pendidikan dan pelatihan bagi 9.200 orang dalam kursus pengenalan dasar-dasar AMDAL, 2.198 orang dalam kursus penyusunan AMDAL dan 1.130 orang untuk kursus penilai AMDAL yang tersebar di semua propinsi. Demikian pula, telah dikembangkan pusat studi lingkungan hidup (PSL) sebanyak 34 unit yang tersebar di 19 propinsi. Di samping itu, dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat telah dilakukan pembimbingan dan penyuluhan serta pemberian penghargaan Kalpataru, sedangkan untuk memberikan dorongan dan motivasi kepada masyarakat dan pengelola kota-kota, telah diberikan penghargaan Adipura. Untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup, telah pula dimasukkan AMDAL dalam setiap proses perencanaan pembangunan. 499 Kelembagaan lingkungan hidup dikembangkan pula secara bertahap. Pada tahun 1972 dibentuk Panitia Nasional Perumus dan Pengembangan Rencana Kerja di bidang lingkungan hidup. Panitia Nasional ini bekerja sama dengan berbagai pihak dan telah melakukan berbagai studi, penelitian dan uji coba dalam berbagai kegiatan kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan, ketenagaan serta ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peran serta masyarakat untuk meletakkan dasar-dasar pengelolaan lingkungan hidup untuk masa yang akan datang. Kemudian, pada tahun 1978 dibentuk Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dan sekarang berbentuk Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Di tingkat daerah diikuti pula dengan pembentukan Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup (BKLH) untuk menangani masalah lingkungan hidup di daerah. Selanjutnya, untuk menangani masalah pengendalian dampak lingkungan, pada tahun 1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), sebagai suatu lembaga pemerintah yang operasional. Bersamaan dengan itu, berkembang pula berbagai lembaga lingkungan hidup, baik di kalangan cendekiawan dalam bentuk pusat studi lingkungan hidup dan organisasi profesi, di kalangan masyarakat dalam bentuk lembaga swadaya masyarakat, dan di kalangan dunia usaha dalam bentuk unit lingkungan dalam organisasi seperti Kamar Dagang dan Industri Nasional (KADIN). Perkembangan lembaga tersebut menunjukkan makin meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup. Selama PJP I telah dikeluarkan dan ditetapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut masalah lingkungan hidup clan pelestarian alam serta peraturan perundang-undangan di berbagai sektor yang mengupayakan keserasian dengan lingkungan hidup. Khususnya di bidang lingkungan hidup telah ditetapkan UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU No. 24 500 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UU No. 4 Tahun 1982, telah ditetapkan berbagai peraturan pemerintah, antara lain mengenai AMDAL yang bertujuan untuk memasukkan pertimbangan lingkungan hidup di dalam penentuan kelayakan suatu proyek pembangunan. Peraturan ini kemudian diikuti dengan pembentukan komisi AMDAL di berbagai departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen, serta di setiap daerah tingkat I. Di samping itu, untuk memberikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menetapkan baku mutu lingkungan telah ditetapkan pula berbagai peraturan seperti Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan dan Baku Mutu Limbah Cair. Ketentuan tentang AMDAL terus disempurnakan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat dan dunia usaha berperan serta aktif menyerasikan kegiatannya dengan kemampuan dan fungsi lingkungan hidup. Lingkungan alam yang paling kaya dan luas adalah hutan tropika dan perairan lautan. Berbagai peraturan perundangundangan telah ditetapkan untuk melindungi lingkungan tersebut dari kerusakan. Sistem tebang pilih Indonesia (TPI) dikembangkan di sektor, kehutanan untuk rnempertahankan kelestarian sumber daya hutan alam. Pembatasan pemakaian pukat harimau di laut dilakukan untuk melestarikan sumber daya perikanan laut dan habitatnya seperti terumbu karang dan padang rumput laut (lanum). Penetapan kawasan lindung dilakukan untuk membatasi pembangunan agar tidak merusak fungsi lindung dari ekosistem. Penetapan kawasan konservasi alam dilakukan untuk melestarikan ekosistem asli dan keanekaragaman hayati. Untuk mengurangi kemerosotan mutu lingkungan, terutama lingkungan perairan dan udara akibat dampak negatif berbagai kegiatan pembangunan, dilakukan melalui program pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Kegiatan yang telah dilakukan, antara lain, adalah penanggulangan pencemaran sungai melalui program kali bersih (PROKASIH). Melalui program ini telah berhasil dikurangi kadar pencemaran air sungai yang ditunjukkan 501 oleh penurunan beban biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) di beberapa sungai yang sangat berat kadar pencemarannya, yaitu Sungai Mookervaart dan Sungai Cipinang (DKI Jakarta), Sungai Bengawan Solo (Jawa Tengah), Sungai Pangubuan dan Sungai Seputih (Lampung), dan Sungai Mahakam (Kalimantan Timur). Untuk meningkatkan kemampuan hutan dan tanah yang rusak, telah dikembangkan program rehabilitasi hutan dan tanah kritis. Kegiatan reboisasi di hutan lindung, suaka alam dan kawasan lindung lainnya sampai saat ini telah mencapai areal seluas 1,8 juta hektare, sedangkan melalui kegiatan rehabilitasi lahan kritis di areal pertanian tanah kering telah direhabilitasi sekitar 4,05 juta hektare. Upaya ini selain dapat mengurangi laju pertumbuhan lahan kritis juga telah menurunkan tingkat erosi dan sedimentasi di beberapa sungai, serta telah pula menciptakan lapangan kerja bagi para petani miskin di daerah kritis sehingga dapat meningkatkan pendapatannya. Dalam rangka mendukung kegiatan reboisasi dan penghijauan di atas telah dipekerjakan lebih dari 7.500 orang tenaga penyuluh. Selain itu, dilakukan pula kegiatan rehabilitasi areal bekas tebangan seluas 1,8 juta hektare lebih dan permukiman kembali peladang berpindah sekitar 500 ribu kepala keluarga di 21 propinsi. Selanjutnya, untuk mendukung upaya pemantauan dan pengembangan sistem informasi tentang lingkungan udara dan lautan, telah dibangun 114 buah stasiun meteorologi, 6.394 buah stasiun klimatologi, dan 28 buah stasiun geofisika. Data dan informasi yang dihasilkan rata-rata setiap tahunnya adalah sekitar 1,2 juta unit. Selama PJP I dalam rangka penyelamatan hutan, tanah dan air, juga telah dilakukan rehabilitasi lahan kritis di berbagai daerah aliran sungai (DAS). Pada tahun 1976 mulai dilaksanakan kegiatan rehabilitasi lahan kritis yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Upaya ini dituangkan dalam program Inpres 502 Penghijauan dan Reboisasi, yang memberikan peluang kepada masyarakat dan pemerintah daerah untuk berperan serta secara aktif dalam upaya tersebut. Selanjutnya, untuk lebih menetapkan pelestarian hutan produksi, sistem TPI pada tahun 1989 disempurnakan menjadi tebang pilih tanam Indonesia (TPTI), yang dalam hal ini rehabilitasi di areal hak pengusahaan hutan (HPH) menjadi salah satu kegiatan utamanya. Untuk menunjang penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup, telah dikembangkan berbagai macam pendidikan dan peningkatan keterampilan serta pengembangan teknologi pengelolaan lingkungan hidup. Untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan dan pengendalian kerusakan lingkungan, telah dilakukan, baik dengan cara penyebaran informasi dan penyuluhan maupun dengan pemberian insentif. Di samping berbagai upaya nasional itu, telah dikembangkan pula kerja sama ASEAN di bidang lingkungan hidup, terutama dalam penyerasian kebijaksanaan lingkungan hidup, penanggulangan pencemaran minyak di laut, dan pencemaran lintas batas. Berbagai upaya yang telah dilakukan, seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa kepedulian akan pelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup telah menjadi bagian dari pembangunan sejak awal PJP I. III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN Masalah lingkungan hidup mendapat perhatian yang sangat besar dalam PJP I. Keberhasilan pembangunan lingkungan hidup ditandai antara lain dengan makin meningkatnya kegiatan penanggulangan pencemaran lingkungan dan pelestarian lingkungan, di samping meningkatnya peran serta masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat dalam pembangunan masalah lingkungan. Dalam PJP II mendatang pembangunan lingkungan hidup menjadi 503 sangat penting dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu perlu dikenali berbagai tantangan dan kendala yang akan dihadapi, di samping memanfaatkan peluangpeluang yang ada. 1. Tantangan Dalam PJP II pertumbuhan ekonomi diupayakan untuk mencapai tingkat yang cukup tinggi. Untuk itu, sektor industri harus menjadi penggerak utama perekonomian, sedangkan pertanian harus menjadi makin produktif dan efisien dalam mendukung proses industrialisasi. Tingginya sasaran pertumbuhan ekonomi dan upaya untuk mencapainya dapat menimbulkan berbagai masalah dalam pemanfaatan sumber daya alam dan keseimbangan lingkungan hidup, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi penyediaan dan pemanfaatan sumber daya alam itu sendiri. Oleh karena itu, tantangan penting pembangunan lingkungan hidup dalam Repelita VI adalah mengembangkan keserasian pembangunan dan daya dukung sumber daya alam dan lingkungan hidup agar mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Tidak meratanya kegiatan pembangunan telah mengakibatkan penyebaran penduduk secara tidak merata pula. Sampai dengan akhir Repelita V penduduk di perkotaan telah mencapai 34,0 persen dari total penduduk Indonesia. Secara proporsional jumlah penduduk perkotaan akan bertambah menjadi sebesar 39,3 persen pada akhir Repelita VI. Meningkatnya penduduk kota akan meningkatkan kompleksitas pengelolaan kota, termasuk penyediaan air bersih dan pengelolaan tinja serta limbah cair rumah tangga. Sampai dengan akhir masa PJP II, jumlah limbah cair domestik dan tinja rumah tangga diperkirakan akan meningkat sekitar dua kali bila dibandingkan dengan kondisi tahun 1990. Limbah cair domestik akan meningkat sekitar 5 juta meter kubik per tahun, BOD sekitar 3 juta ton per tahun dan COD sekitar 6 juta ton per tahun. Sejalan dengan itu, produk sampah rumah tangga per kapita per tahun di berbagai kota di Indonesia akan berkisar 2 meter 504 kubik dan bila digabung dengan sampah pusat perdagangan, industri dan sebagainya, produksi sampah per kapita per tahun naik menjadi sekitar 3 meter kubik. Pada PJP II diperkirakan sampah rumah tangga akan meningkat sebesar 5 persen sampai dengan 6 persen per tahun. Dalam PJP II diperkirakan akan terjadi pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri. Khusus untuk pulau Jawa, 70 persen lokasi industri diperkirakan akan terkonsentrasi di sekitar perkotaan yang mengakibatkan beban pencemaran makin meningkat. Tanpa langkah-langkah untuk mengatasinya sampai akhir PJP II, beban pencemaran air dari BOD diperkirakan akan terus meningkat dari sekitar 250.000 ton per tahun pada tahun 1990 menjadi lebih dari 1.200 juta ton per tahun pada tahun 2010. Demikian pula dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang diperkirakan akan meningkat dari di bawah 200.000 ton pada tahun 1990 menjadi sekitar 1 juta ton pada tahun 2010. Pencemaran udara yang dicirikan oleh peningkatan kadar debu, timah hitam (Pb), SO2, dan NO. selama PJP II akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sektor industri dan sektor transportasi. Tanpa upaya yang nyata, beban pencemaran udara dari limbah industri berupa SO2 diperkirakan akan meningkat dari sekitar 200.000 ton per tahun pada tahun 1994 menjadi sekitar 2,4 juta ton pada akhir PJP II. NOx juga diperkirakan akan meningkat dari sekitar 600.000 ton pada tahun 1994 menjadi sekitar 1,5 juta ton per tahun pada akhir PJP II. Sementara itu, dengan pertumbuhan sektor transportasi yang diperkirakan sekitar 6 persen - 8 persen per tahun, pencemaran udara akibat kendaraan bermotor diperkirakan akan meningkat 2 kali kondisi tahun 1990 pada tahun 2000 dan 10 kalinya pada tahun 2020. Oleh karena itu, tantangan bagi pembangunan lingkungan hidup ialah mengurangi produksi limbah, memanfaatkan kembali limbah, dan sekaligus mengembangkan strategi pencapaian baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah yang tepat. 505 Dengan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah penduduk dalam Repelita VI, maka potensi meluasnya lahan kritis juga makin besar. Meluasnya lahan kritis ini akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dicirikan oleh menurunnya produktivitas tanah, erosi dan sedimentasi yang tinggi, serta terjadinya banjir dan kekeringan yang makin meluas. Diperkirakan luas lahan kritis akibat eksploitasi sumber daya alam di areal pertanian tanah kering, hutan lindung, suaka alam, dan kawasan lindung lainnya pada saat ini sudah mencapai kurang lebih 11,0 juta hektare yang tersebar di 39 DAS prioritas dalam 26 propinsi. Kegiatan ekonomi dan jumlah penduduk yang makin berkembang dapat meningkatkan erosi tanah yang pada akhirnya dapat mengakibatkan makin luasnya permukaan tanah yang kedap air. Selain itu, erosi pantai juga akan makin meningkat. Pengambilan sedimen dari pantai dan dasar perairan dekat pantai akan mempercepat proses erosi pantai ini. Selama PJP I beberapa jenis flora dan fauna telah terancam punah. Plasma nutfah yang merupakan bahan baku penting untuk pembangunan di masa yang akan datang harus senantiasa dilindungi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan, dan industri. Oleh karena itu, tantangan selanjutnya dalam pembangunan lingkungan hidup adalah meningkatkan rehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang telah rusak, serta memelihara dan mempertahankan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang masih utuh, termasuk keanekaragaman sumber daya alam hayati yang ada dan meningkatkan daya dukungnya. Dengan makin meningkatnya masalah lingkungan dan tuntutan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, penguasaan pengelolaan lingkungan yang baik perlu ditingkatkan. Pengelolaan lingkungan yang meliputi penguasaan teknologi baik untuk kegiatan inventarisasi sumber daya alam, peningkatan efisiensi produksi, rehabilitasi sumber daya alam, pengolahan maupun pengendalian limbah merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. Teknologi pengelolaan lingkungan tersebut harus yang murah dan sesuai dengan kondisi di Indonesia sehingga 506 keberlanjutan penggunaannya terpenuhi. Oleh karena itu, tantangan lain di bidang lingkungan hidup ialah mendapatkan dan memanfaatkan teknologi pengelolaan lingkungan yang murah dan mudah diterapkan sesuai dengan kondisi di Indonesia yang sekaligus meningkatkan kesempatan melakukan pembangunan di bidang lingkungan hidup. Tingginya pertumbuhan sektor industri dan arus urbanisasi ke daerah perkotaan akan menimbulkan masalah lingkungan yang makin kompleks. Hal itu sangat dirasakan, terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Makin besarnya beban pencemaran, makin rumitnya pengelolaan, dan tidak meratanya kondisi sosial ekonomi perkotaan dapat menjadi penyebab tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan serta kerawanan dan kecemburuan sosial sehingga keamanan lingkungan dapat terganggu. Di daerah perdesaan keadaan ini pada umumnya terjadi di daerah yang sumber daya alamnya telah rusak, baik yang berada di hulu-hulu sungai maupun daerah pantai. Dengan kondisi alam yang sudah rusak dan tercemar, makin sulit bagi penduduk miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di pihak lain berbagai upaya perbaikan mutu lingkungan hidup dapat memberikan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat. Oleh karena itu, tantangan selanjutnya adalah mengembangkan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat terutama penduduk miskin. 2. Kendala Terbatasnya kemampuan kelembagaan dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup dicirikan oleh masih terbatasnya kemampuan koordinasi, baik koordinasi antarsektor maupun antardaerah dan antarkelompok masyarakat dalam menyelesaikan berbagai masalah lingkungan hidup yang muncul di lapangan. Pemanfaatan sumber daya alam dan ruang dalam kegiatan pembangunan yang berkelanjutan memerlukan adanya lembaga yang kuat dan tersebar merata di seluruh pelosok tanah 507 air. Saat ini sebagian besar lembaga yang menangani masalah lingkungan hidup masih berada di tingkat pusat, sedangkan di tingkat daerah masih sangat terbatas kemampuan, keberadaan, dan kewenangannya. Hal-hal demikian menjadi kendala dalam pembangunan lingkungan hidup. Di samping itu, dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup diperlukan perangkat hukum yang mampu menunjang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Akan tetapi, sampai saat ini perangkat hukum yang ada untuk menangani masalah lingkungan hidup masih belum memadai. Hal ini juga merupakan suatu kendala di dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kendala lain ialah masih terbatasnya kemampuan sumber daya manusia dalam mendayagunakan sumber daya alam dan lingkungan hidup agar tetap menjamin kelestarian fungsinya bagi pembangunan berkelanjutan. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh aparat pemerintah dan masyarakat masih sangat terbatas. Tenaga ahli yang dibutuhkan untuk menangani masalah lingkungan hidup masih terbatas jumlahnya. Kurangnya kemampuan sumber daya manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup ini akan menjadi kendala dalam Repelita VI. Kurangnya peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup juga menjadi kendala dalam pembangunan lingkungan hidup. Peran serta untuk memelihara kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup masih belum tersebar luas dan membudaya. Sementara itu, gerakan swadaya masyarakat dalam penanganan masalah lingkungan hidup masih belum cukup kuat karena belum didukung sepenuhnya oleh kekuatan organisasi, pranata sosial, pengetahuan, dan teknologi yang memadai. 3. Peluang Sumber daya alam yang beraneka ragam yang terdapat di darat, laut, dan udara, termasuk di dalamnya flora dan faunanya, 508 merupakan ciri khas yang terdapat di wilayah Indonesia. Keanekaragaman tersebut merupakan peluang yang penting sebagai modal pembangunan dan dalam ekosistem alam sebagai pelindung sumber daya air, tanah dan pembersih udara dalam menjaga kestabilan lingkungan. Keanekaragaman sumber daya alam yang dimiliki mempunyai peranan penting sebagai sumber genetik, penyedia bahan makanan, obat-obatan, dan berbagai komoditas penghasil pendapatan negara. Hasil pembangunan lingkungan hidup dalam PJP I, baik dalam bentuk berbagai kelembagaan, hukum dan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup maupun hasil kegiatan nyata di lapangan, merupakan modal bagi pembangunan pada tahap selanjutnya. Kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia dan dunia akan pentingnya lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan sudah mulai berkembang. Sejalan dengan hal tersebut, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup juga telah tumbuh. Berbagai kegiatan penting internasional menunjukkan peningkatan kepedulian masyarakat internasional terhadap pemeliharaan lingkungan hidup dan masalah lingkungan hidup di negara sedang berkembang, memberikan dorongan pula bagi pembangunan lingkungan hidup di Indonesia. Semuanya ini merupakan modal bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia di masa yang akan datang, yang dapat meningkatkan pula citra bangsa Indonesia di lingkungan dunia. IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN 1. Arahan GBHN 1993 Pembangunan lingkungan hidup yang merupakan bagia n penting dari ekosistem yang berfungsi sebagai penyangga 509 kehidupan seluruh makhluk hidup di muka bumi diarahkan pada terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian yang dinamis dengan perkembangan kependudukan agar dapat menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pembangunan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan mutu, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan lingkungan, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kualitas lingkungan. Sumber daya alam di darat, di laut maupun di udara dikelola dan dimanfaatkan dengan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup agar dapat mengembangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang memadai untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi masa kini maupun bagi generasi masa depan. Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan manusia terus ditumbuhkembangkan melalui penerangan dan pendidikan dalam dan luar sekolah, pemberian rangsangan, penegakan hukum, dan disertai dengan dorongan peran aktif masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam setiap k e giatan ekonomi dan sosial. Konservasi kawasan hutan nasional, termasuk flora dan faunanya serta keunikan alam, terus ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman plasma nutfah, jenis spesies, dan ekosistem. Penelitian dan pengembangan potensi manfaat hutan bagi kepentingan kesejahteraan bangsa, terutama bagi pengembangan pertanian, industri, dan kesehatan terus ditingkatkan. Inventarisasi, pemantauan, dan perhitungan nilai sumber daya alam dan lingkungan hidup terus dikembangkan untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatannya. Lingkungan hidup yang rusak atau terganggu keseimbangannya perlu direhabilitasi agar kembali berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pembinaan dan pene gakan hukum untuk mengurangi 510 terjadinya pencemaran lingkungan ditingkatkan. Dalam mengendalikan pencemaran dapat digunakan berbagai perangkat ekonomi dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai agar kualitas lingkungan hidup dapat dipertahankan. Sarana dan prasarana dalam pengelolaan limbah, termasuk limbah rumah tangga, limbah industri, dan limbah berbahaya serta beracun perlu ditingkatkan agar kualitas lingkungan hidup yang lestari dapat terjamin keberlanjutannya. Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Tata ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tata guna lahan dikembangkan dengan memberikan perhatian khusus pada pencegahan penggunaan lahan pertanian produktif yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam mengembangkan tata guna air perhatian khusus perlu diberikan pada penyediaan air yang cukup dan bersih serta berkesinambungan, pencegahan banjir dan kekeringan, pencegahan kemerosotan mutu dan kelestarian air, serta penyelamatan DAS. Setiap perubahan keadaan dan fungsi lingkungan berikut segenap unsurnya perlu terus dinilai dan dikendalikan secara saksama agar pengamanan dan perlindungannya dapat dilaksanakan setepat mungkin. Kerja sama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan peran serta pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan perlu terus ditingkatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan. 511 2. Sasaran a. Sasaran PJP II Sesuai dengan sasaran bidang ekonomi dalam GBHN 1993, sasaran pembangunan lingkungan hidup dalam PJP II adalah terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan meningkatnya dukungan fungsi lingkungan hidup dalam membangun perekonomian yang mandiri dan andal. Sasaran ini dicapai sejalan dengan tercapainya sasaran-sasaran bidang ekonomi seiring dengan kualitas sumber daya manusia sebagai titik berat pembangunan dalam PJP II. b. Sasaran Repelita VI Dalam Repelita VI pertumbuhan ekonomi masih sangat bergantung pada penyediaan sumber daya alam dan jasa lingkungan hidup seperti bahan galian, hasil lautan, hutan, lahan subur, keindahan alam, dan sumber daya air. Potensi sumber alam dan lingkungan tersebut masih amat sedikit yang sudah dikenali. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi masih memerlukan lebih banyak sumber alam dan jasa lingkungan hidup. Oleh karena itu, sasaran penting dalam pembangunan lingkungan hidup adalah meningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumber alam serta jasa lingkungan yang tersedia di alam, pengenalan tingkat kerusakan, penggunaan, dan kemungkinan pengembangannya. Sasaran ini erat kaitannya dengan pengembangan sistem tata guna sumber alam yang lebih adil dan lebih merata. Pengenalan daya dukung lingkungan yang tepat akan membantu pencapaian sasaran penataan ruang yang lebih efisien, efektif, dan berwawasan lingkungan. Alokasi kegiatan pembangunan ke dalam ruang yang tepat berdasarkan daya dukung lingkungan akan lebih mudah dilakukan. Berbagai sumber alam telah digunakan dalam pembangunan selama ini. Karena kurang hati-hati dalam pemanfaatannya, banyak sumber daya alam dan lingkungan hidup yang makin 512 menurun jumlah dan mutunya sehingga manfaatnya makin berkurang. Sementara itu, di masa depan pembangunan akan makin beraneka ragam dan memerlukan dukungan sumber alam dan lingkungan yang lebih beraneka ragam. Oleh karena itu, diperlukan pemeliharaan sumber alam dan lingkungan hidup yang masih utuh agar kesempatan bagi pembangunan yang lebih beraneka ragam di masa depan tidak berkurang. Dalam hubungan itu, perlu disisihkan sebagian dari ekosistem alam yang masih utuh untuk dijadikan kawasan konservasi alam, yang diperlukan sebagai sediaan plasma nutfah untuk pembudidayaannya di masa depan, misalnya dengan rekayasa genetik. Dalam Repelita VI kurang lebih 10 persen dari ekosistem alam perlu disisihkan untuk keperluan tersebut, dalam bentuk suaka alam, suaka margasatwa, taman nasional, hutan lindung, dan sebagainya. Di samping itu, dipelihara pula keanekaragaman hayati yang terdapat di luar kawasan konservasi, di daerah perdesaan, dan lain-lain. Terpeliharanya kawasan konservasi, hutan lindung, keanekaragaman hayati, dan fungsi ekosistem khusus, seperti wilayah DAS, terumbu karang, dan hutan bakau tersebut merupakan sasaran yang penting bagi pembangunan dan perlindungan lingkungan. Kemampuan sistem pengelolaan lingkungan hidup menentukan keberhasilan upaya pelestarian fungsi lingkungan. Sistem pengelolaan ini terdiri dari organisasi dan tata cara, mulai dari pusat sampai ke daerah. Dalam bentukan ini, juga termasuk institusi dan organisasi Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pada waktu ini kerusakan lingkungan hidup sering kali disebabkan oleh sistem pengelolaan belum efektif dan efisien. Oleh karena itu, sasaran pengelolaan lingkungan hidup lainnya adalah terbentuknya sistem kelembagaan yang lebih efisien dan efektif, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, baik dalam lingkungan pemerintah, dunia usaha maupun organisasi masyarakat. Sasaran ini mencakup pula terbentuknya kelembagaan dalam sistem pembiayaan lingkungan hidup, organisasi pelaksanaan dan pengawasan, dan sistem informasi serta komunikasi sosialnya. Dengan sistem pengelolaan yang efektif, peran serta masyarakat dalam pembangunan lingkungan hidup akan meningkat. 513 Kerusakan sumber alam dan pencemaran lingkungan hidup pada umumnya disebabkan oleh kegiatan pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan hidup. Limbah industri dan rumah tangga yang langsung dibuang ke dalam sungai dan sistem perairan alamiah atau ke udara menimbulkan biaya sosial yang makin besar bagi masyarakat, baik dalam bentuk biaya untuk kesehatan, menurunnya produktivitas dan pendapatan karena sakit, tidak berfungsinya sungai untuk mendukung kegiatan perikanan dan penyediaan air minum, dan sebagainya. Limbah berbahaya dan beracun yang dibuang sembarangan ke dalam lingkungan akan mematikan kemampuan dan fungsi lingkungan hidup dalam mendukung perikehidupan. Oleh karena itu, sasaran yang penting pula adalah terkendalinya pencemaran perairan dan udara yang disebabkan oleh kegiatan pembangunan atau cara hidup masyarakat. Di antara berbagai sektor yang menimbulkan pencemaran lingkungan, sasaran pengendalian pencemaran yang terpenting di antaranya adalah sektor perhubungan, energi, pertanian, pertambangan, dan industri. Dari segi lokasi, sasaran pengendalian pencemaran lingkungan hidup yang terpenting adalah daerah yang padat penduduk dan padat pembangunan, seperti daerah Gresik Bangkalan - Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo - Lamongan, pantai utara Jawa, Jakarta - Bogor - Tangerang - Bekasi, Bandung Raya, Bagian Timur Kalimantan Timur, Lhok Seumawe, MedanBelawan, Ujungpandang, dan Bali. Sasaran lain adalah pengendalian pencemaran di 101 sungai terpenting di seluruh Indonesia yang sudah mengalami pencemaran berat. Meskipun pantai Indonesia terhitung pantai yang terpanjang di dunia, karena kepadatan penduduk dan pemanfaatannya tidak merata, beberapa bagian pantai telah mengalami kerusakan. Sebagian besar terumbu karang dan hutan bakau di sepanjang pantai Pulau Jawa, Selat Malaka, dan Bali telah rusak. Daerah pantai ini juga merupakan daerah yang padat pembangunan, baik berupa pembangunan permukiman maupun industri dan perhubungan. Dengan demikian, mutu perairan pantai juga mengalami penurunan sehingga manfaatnya bagi kegiatan budi daya laut, pariwisata dan 514 lain-lain menjadi berkurang. Oleh karena itu, sasaran pembangunan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan daerah pantai ini adalah terkendalinya kerusakan pantai dan terpeliharanya mutu dan fungsi kawasan pantai untuk berbagai keperluan pembangunan, terutama bagi keperluan peningkatan kesejahteraan penduduk miskin yang banyak terdapat di daerah pantai. Sebagai akibat penggunaan yang berlebihan tanpa upaya pelestarian fungsinya, banyak lahan subur yang telah berubah menjadi tanah kritis. Di daerah seperti ini lahan tidak dapat memberikan basil yang memadai bagi penduduknya sehingga penduduk menjadi lebih miskin. Tanah kritis tersebut dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan teknologi yang memadai. Rehabilitasi tanah kritis akan memberikan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi penduduk yang miskin di daerah tersebut. Pulihnya potensi produksi lahan kritis ini menjadi sasaran yang penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan fungsi lingkungan hidup. Sasaran tersebut dikaitkan dengan rehabilitasi wilayah DAS. Sekurang-kurangnya 39 DAS telah mengalami penurunan mutu dan harus dipulihkan fungsinya. 3. Kebijaksanaan Kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup pada Repelita VI meliputi (a) pemilihan lokasi pembangunan; (b) pengurangan produksi limbah; (c) pengelolaan limbah; (d) penetapan baku mutu lingkungan; (e) pelestarian alam dan rehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan (f) pengembangan kelembagaan, peran serta masyarakat, dan kemampuan sumber daya manusia. a. Pemilihan Lokasi Pembangunan Bertambah lajunya pertumbuhan dan kegiatan pembangunan pada Repelita VI menuntut peningkatan efisiensi penggunaan s u m b e r d a ya a l a m d a n l i n gk u n ga n . U n t u k m e n gh i n d a r i 515 pemborosan penggunaan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan, pemilihan lokasi yang tepat untuk setiap kegiatan merupakan pertimbangan utama dan pertama dalam pembangunan. Pemilihan lokasi pembangunan didasarkan pada kemampuan atau daya dukung lingkungannya, yang meliputi kemampuan menyediakan bahan baku, menerima dampak yang terjadi dan daya dukung lingkungan sosialnya. Untuk mengetahui kemampuan atau daya dukung lingkungan tersebut, kegiatan inventarisasi sumber daya alam dan lingkungan merupakan kegiatan utama yang akan dilakukan. Kegiatan ini erat kaitannya dengan penetapan kawasan lindung dan pemanfaatan kawasan budi daya serta penempatan lokasi pembangunan yang tepat dalam pola tata ruang nasional dan daerah. b. Pengurangan Produksi Limbah Peningkatan efisiensi produksi dalam bidang industri, pertambangan, transportasi, energi, perumahan dan lain-lain akan terus ditingkatkan. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi produksi limbah yang berupa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah cair, limbah padat, dan limbah gas yang langsung dibuang ke lingkungan alam. Efisiensi produksi tersebut dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku, pengembangan teknologi, pemanfaatan ulang dan lain-lain sehingga limbah yang dihasilkan makin berkurang. Di samping itu, dikembangkan pula pengaturan kualitas dan kuantitas limbah yang dapat dibuang ke media lingkungan hidup. c. Pengelolaan Limbah Penyediaan fasilitas penampungan dan pengolahan limbah secara terpusat dan memadai akan terus ditingkatkan untuk memberi kesempatan bagi para investor untuk mengolah limbahnya. Bagi kegiatan usaha skala kecil penyediaan fasilitas penampungan dan pengolahan limbah serta pembinaannya yang lebih efektif juga diupayakan peningkatannya. 516 Pengendalian pencemaran air akan dilaksanakan dengan memusatkan perhatian pada sungai dan danau yang mempunyai fungsi strategis dan atau yang telah mengalami degradasi fungsi. Selain itu, akan ditingkatkan pula pencegahan intrusi air laut ke dalam air bawah tanah, terutama pada kawasan padat pembangunan. Hal itu dilakukan melalui penataan ruang, pengembangan teknologi, penetapan baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah, penerapan kebijaksanaan insentif dan disinsentif, serta peran serta masyarakat. Sementara itu, pengendalian pencemaran udara di perkotaan dan kawasan industri dikembangkan melalui penurunan emisi polutan udara dari setiap sumber, pemilihan teknologi yang tepat, pembangunan ruang tcrbuka hijau, dan taman kota. Di samping itu, juga dilakukan pengembangan pengelolaan lalu lintas kota yang dapat memperlancar arus kendaraan bermotor dan pengembangan sistem angkutan kota yang efisien dan efektif. Demikian pula pemakaian sumber energi yang lebih bersih terus dikembangkan. Pencegahan pencemaran laut dilakukan melalui pembinaan serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum. Khusus dalam penanggulangan pencemaran oleh minyak di laut akan diusahakan agar perusahaan di bidang perminyakan, pengangkutan, dan pelabuhan mampu menanggulangi dan mencegah terjadinya pencemaran oleh minyak. Pengendalian pencemaran laut ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas perairan, terutama pada wilayah strategis, yaitu wilayah tujuan wisata, kawasan pelabuhan dan jalur padat pelayaran, wilayah penambangan lepas pantai, serta wilayah yang secara ekologis peka terhadap kerusakan lingkungan. Dalam upaya pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup akan terus dikembangkan dan ditingkatkan kerja sama regional dan internasional. Kerja sama ini, terutama berkaitan dengan masalah lingkungan global, meliputi masalah meningkatnya suhu bumi karena pemakaian bahan bakar fosil yang berlebihan dan kebakaran hutan, perubahan iklim, menipisnya lapisan ozon, serta pencemaran di laut lepas. 517 d. Penetapan Baku Mutu Lingkungan Tingkat pencemaran lingkungan suatu daerah dapat ditetapkan berdasarkan kemampuan lingkungan tersebut dalam menerima beban pencemaran. Kemampuan lingkungan untuk menerima beban pencemaran tanpa hams menimbulkan dampak negatif yang berarti dinyatakan dalam baku mutu lingkungan. Baku mutu ini selanjutnya dijadikan acuan untuk mengevaluasi dampak dari setiap kegiatan pembangunan terhadap lingkungan. Sesuai dengan sifat dan potensi wilayah yang berbeda-beda, baku mutu lingkungan dari setiap wilayah akan berbeda. Baku mutu lingkungan yang baik merupakan sasaran dalam pembangunan lingkungan yang ingin dicapai. Sementara itu, pencapaian baku mutu limbah merupakan strategi bertahap untuk mencapai tujuan baku mutu lingkungan melalui pengaturan sektoral dan regional. Penetapan baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah akan dilanjutkan dan dituntaskan dalam Repelita VI, baik pada tingkat nasional maupun tingkat propinsi yang belum ada ketetapannya. Penyusunan baku mutu pada tingkat nasional dan baku mutu pada tingkat wilayah atau propinsi dilakukan sedemikian rupa sehingga baku mutu pada tingkat wilayah atau propinsi tidak lebih longgar dari pada baku mutu pada tingkat nasional. e. Rehabilitasi dan Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Dalam rangka melaksanakan pembangunan yang pada hakikatnya merupakan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, masalah terganggunya fungsi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup tersebut tidak dapat terhindarkan. Untuk menjaga agar sumber daya alam dan lingkungan hidup tetap berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan memberi manfaat sebesarbesarnya bagi kesejahteraan masyarakat, pelestarian dan rehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup akan ditingkatkan. 518 Rehabilitasi lahan kritis dengan pendekatan pengelolaan DAS akan ditingkatkan dan dilakukan secara lebih terpadu demikian pula halnya dengan penanganan lahan pasca tambang. Plasma nutfah yang merupakan bahan baku penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri, dikembangkan dan dilestarikan bersama dengan mempertahankan keanekaragaman biologinya. Pelestarian ekosistem alamiah tersebut menduduki prioritas utama dalam penyelamatan plasma nutfah dan fungsi ekosistem lainnya dalam berbagai bentuk seperti kawasan konservasi, hutan lindung, dan pelestarian keanekaragaman hayati. Pengamanan sumber daya laut dan pesisir yang berupa terumbu karang, rumput laut dan hutan bakau dari perusakan dan pemanfaatan yang berlebihan akan ditingkatkan untuk mencegah kerusakan sumber daya alam tersebut dan memelihara kelestariannya. f. Pengembangan Kelembagaan, Peran Serta Masyarakat, dan Kemampuan Sumber Daya Manusia Kemampuan kelembagaan yang menangani masalah lingkungan hidup akan ditingkatkan. Pengembangan kelembagaan tersebut mencakup peningkatan kemampuan manajemen aparatur, penyediaan prasarana yang memadai dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, dan pembentukan kelembagaan pengendalian dampak lingkungan di daerah yang pesat pembangunannya agar masalah pengendalian dampak lingkungan dapat ditangani dengan lebih baik. Pengembangan kelembagaan juga meliputi pengembangan dan penyempurnaan perangkat hukum, peraturan perundang-undangan, prosedur, dan koordinasi antarsektor dan antardaerah dalam upaya pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup. Sejalan dengan pengembangan kelembagaan, akan ditingkatkan keterpaduan 519 penanganan masalah lingkungan ke dalam setiap kegiatan pembangunan baik sektoral maupun daerah, dan ke dalam proses pengambilan keputusan. Sektor prioritas yang perlu memasukkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan perlindungan fungsi lingkungan, antara lain adalah keuangan (fiskal dan moneter); industri dan pertambangan; pertanian dan kehutanan; transmigrasi; perhubungan dan pariwisata; pembangunan daerah; permukiman dan perumahan; perkotaan dan perdesaan; energi; pengembangan dunia usaha; kelautan dan kedirgantaraan; kependudukan; serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran serta masyarakat merupakan salah sate syarat utama bagi keberhasilan usaha pengendalian dan pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, akses masyarakat kepada sumber daya alam dan kemudahan memperoleh modal usaha akan ditingkatkan agar dapat memberi peluang yang lebih besar kepada masyarakat dalam pengendalian dan pelestarian lingkungan. Akses dan kemudahan ini terutama ditujukan kepada penduduk miskin baik di daerah perkotaan dan di daerah perdesaan. Di samping itu, didorong pula kerja sama antara Pemerintah dan masyarakat, Pemerintah dan dunia usaha, serta antara masyarakat dan dunia usaha di dalam pembangunan lingkungan. Tingkat peran aktif masyarakat berkaitan erat dengan keberadaan, kemampuan dan kualitas organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan yang berkecimpung dalam bidang lingkungan hidup serta tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang lingkungan. Sehubungan dengan itu, akan diupayakan untuk meningkatkan keterlibatan organisasi kemasyarakatan seperti organisasi keagamaan, adat, profesi, pemuda, wanita, pramuka dan pelajar, baik formal maupun informal yang berada di daerah perdesaan dan perkotaan, dalam pengelolaan lingkungan hidup dan membina pengetahuan serta kemampuannya, sehingga peran serta lembaga masyarakat akan lebih efektif. 520 Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup diarahkan agar menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, ketersediaan informasi yang berkenaan dengan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup akan dikembangkan dan diperluas sehingga pengetahuan dan kesadaran masyarakat dapat lebih meningkat. Hal ini dilakukan, baik melalui pelatihan, penerangan, pendidikan dalam dan luar sekolah serta pemberian penghargaan, rangsangan dan dorongan kepada masyarakat. Secara keseluruhan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia, baik aparatur pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha yang berkecimpung di dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, terus ditingkatkan. V. PROGRAM PEMBANGUNAN 1. Program Pokok Untuk mencapai sasaran serta melaksanakan kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup sesuai dengan arahan GBHN 1993 seperti diuraikan di atas dikembangkan 6 program pokok dan 9 program penunjang. Program pokok meliputi (a) inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; (b) penyelamatan hutan, tanah, dan air; (c) pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup; (d) pengendalian pencemaran lingkungan hidup; (e) pembinaan daerah pantai; dan (f) rehabilitasi lahan kritis. a. Program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan mutu informasi sumber daya alam serta mengembangkan neraca dan tata guna sumber alam dan lingkungan hidup untuk mengetahui daya dukung dan menjamin sediaan sumber alam yang berkelanjutan. 521 Untuk itu, dilaksanakan berbagai kegiatan yang meliputi (1) penyelesaian peta dasar rupabumi nasional; (2) inventarisasi jumlah dan mutu sumber daya alam hutan, tanah, air permukaan, air bawah tanah, laut, pantai, mineral, energi, dan keanekaragaman hayati secara terpadu; (3) pemetaan sumber daya alam hutan, tanah, air permukaan, air bawah tanah, laut, pantai, mineral, energi, geologi dan keanekaragaman hayati secara terpadu; (4) penetapan tata batas luar kawasan hutan tetap sepanjang 46 ribu kilometer; (5) pemantapan dan pengukuhan kawasan hutan tetap seluas 113 juta hektare; (6) pengembangan tata guna sumber alam hutan, tanah, air, laut, dan pantai; (7) inventarisasi lahan pertanian produktif untuk mengetahui daya dukungnya menurut propinsi dan kabupaten; (8) peningkatan kemampuan bagi tenaga teknik dan manajemen di bidang inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup; dan (9) pengembangan sistem informasi neraca sumber alam dan lingkungan hidup. b. Program Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air Tujuan program ini adalah untuk melestarikan fungsi dan kemampuan sumber alam hayati dan nonhayati serta lingkungan hidup. Kegiatan dalam program ini meliputi (1) peningkatan sistem pengelolaan hutan alam yang berkelanjutan untuk 64 juta hektare kawasan hutan produksi, dan peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha; (2) pengelolaan kawasan hutan lindung seluas 30 juta hektare dan hutan suaka alam seluas 19 juta hektare; (3) pengembangan dan pembangunan taman nasional di 31 unit taman nasional, yaitu Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan, Siberut, Way Kambas, Pulau Seribu, Ujung Kulon, Gede Pangrango dan Halimun, Karimunjawa, Baluran, Bromo - Tengger - Semeru, Alas Purwo, Meru Betiri, Bali Barat, Bukit Baka-Bukit Raya, Gunung Palung, Tanjung Puting, Kutai, Rinjani, Komodo, Pulau Pombo, Bunaken, Bogani Nani Wartabone, Lore Lindu, Rawa Aopa, Manusella, Wasur, Teluk Cendrawasih, dan Pegunungan Jayawijaya, dan penunjukan 9 522 taman nasional baru; (4) pemeliharaan kelestarian cagar alam dan suaka margasatwa serta pengembangan taman hutan raya dan hutan kota; (5) pelestarian plasma nutfah di suaka alam, suaka margasatwa, taman hutan raya, hutan kota, kebun koleksi, dan bank plasma; (6) perlindungan dan pemanfaatan gua dan wilayah kars serta hutan belantara; (7) penangkaran flora dan fauna yang terancam kepunahan; (8) pengembangan teknologi pengelolaan DAS terpadu di 22 satuan wilayah pengelolaan DAS; (9) pengembangan sistem tata guna dan alokasi air bagi berbagai keperluan sektor pembangunan dalam DAS; (10) pengembangan instrumen pasar untuk meningkatkan efisiensi alokasi penggunaan air di sektor formal; (11) perlindungan dan rehabilitasi lahan basah, yaitu daerah rawa, danau dan gambut; (12) perlindungan berbagai permukiman dan masyarakat tradisional; (13) perbaikan, pemeliharaan, pengamanan dan pengembangan wilayah sungai di 39 satuan wilayah pengelolaan DAS; (14) peningkatan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan ekosistem DAS; (15) peningkatan penelitian ekosistem hutan alam tropis, wilayah DAS, dan pemanfaatan flora dan fauna untuk pengembangan budi daya tanaman, hewan, obat-obatan dan bahan baku industri; (16) penanggulangan kebakaran hutan terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi; (17) pengamanan hutan dari gangguan manusia, satwa, hama penyakit, dan gangguan lainnya melalui pengembangan pendidikan dan penyuluhan bagi aparat pemerintah, masyarakat dan dunia usaha; dan (18) pemasyarakatan upaya pelestarian flora dan fauna untuk meningkatkan kesadaran dan pengertian masyarakat. c. Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Program ini mempunyai tujuan meningkatkan sumber daya manusia dan kemampuan aparatur pemerintah serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga dapat meningkatkan fungsi dan kemampuan ekosistem dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. 523 Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini meliputi (1) pengembangan kelembagaan lingkungan hidup dengan prioritas pada daerah yang padat pembangunan seperti daerah pantai utara Jawa, Bali, daerah pantai timur Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara; (2) pengembangan pusat studi lingkungan hidup di berbagai perguruan tinggi antara lain di Medan, Padang, Pakanbaru, Palembang, Lampung, Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya, Semarang, Surabaya, Malang, Banjarbaru, Pontianak, Samarinda, Ujung Pandang, Denpasar, Kupang, Ambon, dan Jayapura; (3) pengembangan program pasca sarjana ilmu lingkungan antara lain di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya, Surabaya, Medan, Palembang, Ujung Pandang, dan Menado; (4) pengembangan dan penyempurnaan prosedur pelaksanaan AMDAL, untuk berbagai daerah dan jenis pembangunan; (5) pengembangan peraturan-peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut daerah prioritas, terutama yang berkaitan dengan mekanisme pengendalian pencemaran lingkungan hidup perairan, udara, pesisir, dan limbah beracun dan berbahaya dan peraturan yang berkaitan dengan pengintegrasian segi lingkungan hidup dalam setiap kegiatan pembangunan; (6) pembinaan dan pengembangan laboratorium milik instansi sektoral yang sudah ada sebanyak 60 unit di 27 propinsi untuk dibina menjadi laboratorium lingkungan yang andal; (7) peningkatan kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup yang menjangkau ke berbagai kelompok masyarakat baik di perkotaan maupun di perdesaan, dengan pemberian penghargaan seperti Kalpataru dan Adipura; (8) peningkatan kemampuan dan peran serta lembaga swadaya masyarakat dalam melakukan kontrol sosial dan pembangunan di bidang lingkungan; (9) pengembangan sistem komunikasi yang efektif antara aparat Pemerintah di bidang lingkungan dengan masyarakat dan dunia usaha; (10) pengembangan pendidikan dan pelatihan di bidang lingkungan hidup, antara lain meliputi AMDAL bagi aparat pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat sebanyak 20.000 orang dan pendidikan teknik penegakan 524 hukum yang terpadu bagi aparat penegak hukum, swasta, dan masyarakat; (11) penambahan materi lingkungan dalam kurikulum pendidikan yang telah ada dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi; (12) pengembangan sistem informasi lingkungan nasional yang diserasikan dengan sistem informasi lingkungan global dan sistem penyebarluasannya melalui berbagai media massa; (13) penetapan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu limbah baik untuk tingkat nasional, wilayah atau propinsi yang akan tuntas pada Repelita VI; (14) penggantian substansi perusakan lapisan ozon dengan teknologi atau substansi lain dalam industri yang akan selesai dilaksanakan pada Repelita VI; dan (15) peningkatan kerja sama di bidang lingkungan hidup baik dalam wilayah ASEAN maupun internasional antara lain dalam bidang pendidikan, penelitian, teknologi dan dalam forum ilmiah. d. Program Hidup Pengendalian Pencemaran Lingkungan Program ini bertujuan untuk mengurangi kemerosotan mutu dan fungsi lingkungan hidup perairan tawar dan laut, tanah dan udara yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas pembangunan. Dalam program ini akan dilaksanakan kegiatan yang meliputi (1) peningkatan mutu dan fungsi sungai di 35 sungai dalam 17 propinsi, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara; (2) pengendalian pencemaran udara, baik dari sumber bergerak maupun dari sumber tidak bergerak, pencemaran air permukaan dan air tanah, serta perusakan lingkungan di kotakota dan kawasan padat pembangunan; (3) pembangunan pusat pengolah limbah industri besar yang mengandung B3 di Jabotabek, Surabaya, Kalimantan Timur, dan Lhok Seumawe, serta pengembangannya di beberapa lokasi seperti Medan, Palembang, 525 Batam, Bandung, Cilegon dan Semarang, dan pusat pengolah limbah industri kecil di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali; (4) pengembangan fasilitas pembuangan dan pengolahan limbah bersama bagi rumah tangga dan kota dengan limbah industri skala kecil yang terencana, terutama di kota-kota besar; (5) penguasaan teknologi bersih lingkungan dan pengembangan sistem serta teknologi daur ulang limbah; (6) pengembangan sistem perangsang ekonomi bagi dunia usaha dan masyarakat, terutama bagi golongan pengusaha lemah dan industri rakyat, untuk membangun dan menjaga kualitas lingkungan sekitarnya; (7) penerapan baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah yang mengacu kepada kemampuan institusi dan teknologi untuk memantaunya; (8) pengembangan jaringan pemantauan pencemaran/ perusakan lingkungan dengan melimpahkannya kepada daerah; (9) penetapan ketentuan penghijauan kota, penghijauan kiri kanan jalan raya, penghijauan kiri kanan sungai, dan penghijauan perempatan jalan dalam rangka pengendalian pencemaran udara dan suara; dan (10) pengendalian dan penanggulangan pencemaran laut akibat tumpahan minyak di jalur pelayaran tanker, pengendalian pencemaran pelabuhan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujungpandang, Medan, dan Batam serta pengendalian pencemaran di pantai wisata seperti Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan NTB, serta pengendalian, penanggulangan, dan pencegahan terhadap kemungkinan masuknya pembuangan limbah dari luar negeri. e. Program Pembinaan Daerah Pantai Program ini ditujukan untuk meningkatkan pelestarian fungsi ekosistem pantai dan lautan, mengendalikan kerusakan lingkungan pantai dan lautan dan meningkatkan kemampuan masyarakat pantai dalam pengelolaan pantai dan lautan. 526 Kegiatan program ini meliputi (1) pengembangan tata ruang pantai dan tata guna sumber alam laut dan pantai; (2) pengembangan kelembagaan pengelolaan wilayah pantai dan lautan, terutama di wilayah pantai yang padat pembangunan, yaitu di pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, Bali, Lombok, dan pantai selatan Sulawesi; (3) rehabilitasi pantai yang rusak melalui penanaman hutan bakau seluas 150.000 hektare, di Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh; (4) pencegahan, penanggulangan, dan pengamanan pantai dan terumbu karang yang rusak terutama di wilayah perlindungan kota dan kegiatan pariwisata, yaitu di Padang, kotakota di pantai utara Jawa, pantai selatan Bali, Ujungpandang, pantai utara Manado, dan Teluk Ambon; (5) pembangunan di desa pantai miskin dan peningkatan kemampuan masyarakat pantai melalui pendidikan dan latihan, baik dalam keterampilan maupun dalam bidang usahanya; (6) penciptaan peluang berusaha bagi masyarakat pantai baik oleh pemerintah maupun dunia usaha; dan (7) peningkatan penelitian ekosistem laut dan pantai. f. Program Rehabilitasi Lahan Kritis Program ini bertujuan (1) meningkatkan kemampuan hutan dan tanah yang sudah rusak agar berfungsi kembali dalam produksi dan kelestarian lingkungan hidup; (2) meningkatkan sumber mata pencaharian baru di daerah kritis; (3) menurunkan erosi dan sedimentasi, serta mengendalikan banjir dan kekeringan; (4) meningkatkan produktivitas lahan kritis dan pendapatan petani di daerah kritis; dan (5) mengembangkan kelembagaan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan kerusakan lingkungan. Program rehabilitasi lahan kritis ini dilakukan melalui pola rehabilitasi terpadu dalam satuan wilayah pengelolaan DAS. Kegiatan utama program rehabilitasi lahan kritis ini meliputi (1) rehabilitasi lahan kritis di areal pertanian tanah kering seluas 2,5 juta hektare dalam 39 satuan wilayah pengelolaan DAS di 26 527 propinsi, yang dilakukan melalui bantuan pemerintah, swadaya masyarakat, dan swasta; (2) rehabilitasi lahan kritis di hutan lindung, suaka alam, dan kawasan lindung lainnya seluas 1 juta hektare di 22 propinsi; (3) rehabilitasi lahan rusak bekas penambangan di Sawah Lunto (Sumatera Barat), Pulau Bintan (Riau), Tanjung Enim dan Pulau Singkep (Sumatera Selatan), Pomalaa (Sulawesi Selatan), Kolaka (Sulawesi Tenggara), dan Tembagapura (Irian Jaya), yang dilakukan oleh para pemegang hak penambangan serta rehabilitasi lahan rusak bekas penambangan Golongan C yang ditelantarkan di sekitar daerah padat pembangunan; (4) penyiapan calon transmigran dari peladang berpindah dan perambah hutan sebesar 90 ribu KK di 21 propinsi; (5) pemukiman kembali peladang berpindah dan perambah hutan, melalui kegiatan bina desa hutan dan penghijauan sebanyak 160 ribu KK; (6) pengaturan untuk menghindarkan konversi lahan pertanian yang produktif menjadi bentuk penggunaan lain; (7) pengembangan institusi pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup yang lebih terpadu untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan dan pencegahan kerusakan lingkungan, baik yang berkaitan dengan pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat di pusat dan di daerah; (8) pengembangan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan sumber alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan; (9) pemberian kemudahan memperoleh kredit usaha tani konservasi tanah; (10) pemberian kemudahan dan biaya yang murah dalam memperoleh hak atas tanah kepada para petani yang berhasil melakukan upaya penghijauan; dan (11) penetapan baku mutu kerusakan lingkungan yang mengacu pada daya dukung lingkungan dan kemampuan kelembagaan. 2. Program Penunjang Selain dari program-program pokok dalam Repelita VI ini juga dikembangkan sembilan program penunjang, yaitu: (a) Program Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup; (b) Program Pemukiman Perambah Hutan; (c) Program Penerapan dan P engem b an gan Huk um Li n gkun gan Hi d up; (d) P rogram 528 Pengembangan Informasi Lingkungan Hidup; (e) Program Pembinaan dan Pengembangan Pemuda; (f) Program Peranan Wanita; (g) Program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika; (h) Program Penataan Ruang; dan (i) Program Penataan Pertanahan. a. Program Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup Program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan efisiensi kemajuan ilmu pengetahuan terapan terutama yang sedang berkembang dengan pesat dan diperhitungkan mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan teknologi untuk memecahkan berbagai masalah pembangunan lingkungan hidup. Program ini terutama akan mendukung program inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, program penyelamatan hutan, tanah dan air, serta program pengendalian pencemaran lingkungan hidup. b. Program Pemukiman Perambah Hutan Program ini adalah untuk memukimkan perambah hutan yang berada di dalam kawasan hutan tetap (hutan lindung, hutan suaka, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap) dan membina masyarakat sekitar kawasan hutan. Program ini dilakukan dalam rangka alokasi penyediaan areal pemukiman transmigrasi dan inventarisasi serta penyiapan prakondisi peladang berpindah dan perambah hutan. c. Program Penerapan dan Pengembangan Hukum Lingkungan Hidup Program ini adalah untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum lingkungan dalam masyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan pengayoman dan perlindungan akan hak-haknya, serta dapat mengamankan keberlanjutan hasil-hasil pembangunan lingkungan hidup. Program ini akan mendukung program 529 pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan penyempurnaan, penataan, dan pembaharuan peraturan perundangundangan lingkungan hidup. d. Program Pengembangan Informasi Lingkungan Hidup Program ini adalah untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan efektivitas pembangunan serta manajemen nasional melalui penyelenggaraan sistem informasi yang berkualitas dan pemanfaatan informasi yang andal. Program ini akan mendukung penyediaan data yang cepat, tepat dan akurat bagi perencanaan pembangunan lingkungan hidup. e. Program Pembinaan dan Pengembangan Pemuda Program ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pemuda, meningkatkan peran serta pemuda, dan meningkatkan kepeloporan pemuda mengenai konservasi sumber daya alam serta lingkungan hidup. Kegiatan pokoknya adalah pembentukan dan pengembangan kader-kader konservasi. f. Program Peranan Wanita Program ini adalah untuk meningkatkan kualitas wanita, kedudukan wanita, membuka kesempatan tenaga kerja wanita, dan mengembangkan iklim sosial budaya yang mendukung peran serta wanita dalam pelaksanaan pembangunan lingkungan hidup. g. Program Pengembangan Meteorologi dan Geofisika Program ini adalah untuk meningkatkan informasi dan kemampuan dalam upaya pengendalian pencemaran udara dan pencemaran laut, serta penanggulangan bencana alam. Di samping itu juga informasi mengenai perubahan suhu bumi yang makin panas dan perubahan iklim. 530 h. Program Penataan Ruang Program ini adalah untuk menyusun dan mengembangkan pola tata ruang dan mekanisme pengelolaan yang dapat menyerasikan berbagai kegiatan pemanfaatan air, tanah, dan sumber daya alam lainnya serta untuk meningkatkan keterpaduan penyelenggaraan tata guna air, tata guna lahan dan kehutanan. Di samping itu, penataan ruang khususnya di kawasan-kawasan padat pembangunan juga akan sangat membantu kegiatan peningkatan kualitas lingkungan hidup. i. Program Penataan Pertanahan Program ini adalah untuk mengupayakan peningkatan dan pengembangan sistem pengelolaan pertanahan yang terpadu sehingga pemanfaatannya sesuai dengan pelaksanaan pembangunan lingkungan hidup. Program ini akan mendukung program inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh kepastian hak atas tanah dalam rangka kegiatan penghijauan dan konservasi tanah. VI. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM REPELITA VI Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang lingkungan hidup, yang akan dibiayai dengan anggaran pembangunan selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99) adalah sebesar Rp2.639.000,0 juta. Rencana anggaran pembangunan lingkungan hidup untuk tahun pertama dan selama Repelita VI menurut sektor, sub sektor dan program dalam sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 18-1. 531 Tabel 18—1 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99) (dalam juta rupiah) No. Sektor/Sub Sektor/Program 10 Kode SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP DAN TATA RUANG 10.1 Sub Sektor Lingkungan Hidup 10.1.01 Program Pembinaan Daerah Pantai 10.1.02 10.1.03 10.1.04 10.1.05 10.1.06 532 Program Pembinaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air Program Rehabilitasi Lahan Kritis Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya Darat 1994/95 1994/95 — 1998/99 531 15.000,0 119.900,0 5.225,0 55.320,0 169.440,0 66.325,0 45.570,0 39.320,0 387.440,0 1.263.110,0 509.040,0 320.190,0