BAB 34 KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PENANGGULANGAN BENCANA BAB 34 KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PENANGGULANGAN BENCANA A. UMUM Dalam mencapai tujuan dan sasaran Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II), pembangunan bidang kesejahteraan rakyat harus senantiasa memperhatikan bahwa setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan yang layak serta berkewajiban ikut serta dalam upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Pembangunan bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan ditujukan pada terwujudnya kehidupan masyarakat yang makin sejahtera lahir batin secara adil dan merata. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesejahteraan sosial memegang peranan penting. G a r i s -ga r i s Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan bahwa untuk tetap memungkinkan berj alannya pembangunan nasional menuju tujuan yang harus dicapai, maka hambatan, ancaman, dan gangguan terhadap keberhasilan pembangunan nasional harus dapat dihindari atau diatasi dengan cara sebaik mungkin. 185 Rencana dan upaya-upaya pembangunan yang telah dilakukan perlu dilindungi dari gangguan kerusakan baik oleh perbuatan manusia maupun karena bencana. Mengingat besarnya korban dan kerugian ekonomi yang terjadi akibat bencana, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan bencana sehingga pelaksanaan pembangunan serta hasil-hasilnya dapat terpelihara. Dalam melindungi rencana dan upaya-upaya pembangunan nasional tersebut, maka penanggulangan bencana memegang peranan yang amat penting. Dalam bab ini akan dibahas rencana pembangunan kesejahteraan sosial yang mencakup pula upaya penanggulangan bencana. B. KESEJAHTERAAN SOSIAL I. PENDAHULUAN Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar (UUD) 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selanjutnya Pasal 27, Ayat (2), UUD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; sedangkan pada Pasal 34 dikatakan bahwa fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Kedua pasal tersebut merupakan amanat untuk mewujudkan keadilan sosial. 186 Sebagai salah satu sektor dari bidang kesejahteraan rakyat, sektor kesejahteraan sosial menjabarkan amanat UUD 1945 melalui pelayanan sosial yang dilaksanakan dengan usaha kesejahteraan sosial (UKS) yang meliputi penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan dan rehabilitasi sosial, pemberian bantuan dan santunan, serta pencegahan munculnya permasalahan sosial yang baru dan pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosial. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menggariskan bahwa upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) agar makin adil dan merata terus ditingkatkan, sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan harus dapat dirasakan masyarakat melalui upaya pemerataan yang nyata dalam bentuk perbaikan pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Keberhasilan pembangunan yang dirasakan sebagai perbaikan taraf hidup oleh segenap golongan masyarakat akan meningkatkan kesadaran rakyat tentang makna serta manfaat pembangunan sehingga motivasi rakyat makin tergugah untuk berperan aktif dalam pembangunan. Selanjutnya, GBHN 1993 menggariskan bahwa dalam Repelita VI basil pembangunan nasional harus dapat dirasakan oleh segenap rakyat secara makin adil dan merata. Pemberian pelayanan sosial kepada masyarakat rentan, sebagai tanggung jawab negara dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial, perlu ditingkatkan sehingga dapat dirasakan makin adil dan makin merata di seluruh tanah air. Di samping itu, GBHN 1993 juga mengamanatkan agar dalam Repelita VI peran aktif golongan masyarakat yang mampu dalam penyelenggaraan pelayanan sosial perlu digalakkan dan dibudayakan tidak hanya sebagai perwujudan kesetiakawanan sosial, tetapi juga sebagai upaya memperkecil kesenjangan sosial. 187 Pembangunan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan sebagai usaha bersama harus merata di semua lapisan masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air; setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan berperan dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikan kepada bangsa dan negara. Pembangunan kesejahteraan sosial dalam PJP II dan Repelita VI disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pada pengarahan-pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas. II. PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PJP I Hasil pembangunan kesejahteraan sosial tercermin, antara lain, dari meningkatnya perkembangan kesadaran, kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial di masyarakat dalam menghadapi masalah sosial pada umumnya dan masalah kesejahteraan sosial khususnya. Perkembangan ini selanjutnya menumbuhkan iklim yang mendorong peran serta masyarakat dalam pelayanan sosial, seperti sebagai pekerja sosial masyarakat, relawan sosial, anggota karang taruna, dan sebagai pendukung dana sosial. Makin meningkatnya mutu dan cakupan pelayanan sosial bagi fakir miskin, anak dan lanjut usia terlantar, penyandang cacat, korban penyalahgunaan obat, zat adiktif dan narkotika, korban bencana, masyarakat terasing dan masyarakat lain yang kurang beruntung telah dapat mengurangi kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. Di samping itu, makin banyaknya pelayanan sosial yang berkembang di masyarakat telah berhasil pula mengurangi gejolak sosial yang selanjutnya membantu terciptanya stabilitas nasional. Penyuluhan dan bimbingan sosial yang merupakan kegiatan pokok dalam pelayanan sosial dilaksanakan dengan maksud untuk menciptakan kondisi agar masyarakat makin dapat menerima dan mendukung nilai-nilai pembaruan yang diamanatkan oleh 188 pembangunan. Untuk meningkatkan efekti vit as kegiatan penyuluhan sosial, pekerja sosial masyarakat (PSM) terus dibina dan ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui berbagai pelatihan. Selama PJP I telah dilatih lebih dari 194 ribu orang PSM. Karena PSM ini berasal dari masyarakat dan akan kembali bekerja untuk masyarakat lingkungannya setelah menyelesaikan pelat ihan, peningkatan pelatihan PSM ini merupakan cerminan makin meningkatnya kesadaran dan par t i si pasi masyarakat dalam menangani permasalahan kesejahteraan sosial. Bantuan pengentasan fakir miskin bertujuan untuk membantu meningkatkan taraf kesejahteraan sosial kelompok masyarakat yang sangat miskin di daerah perdesaan melalui pemberian motivasi, pembentukan kelompok, dan pemberian paket usaha -usaha produktif yang diawali dengan pelatihan keterampilan sesuai dengan paket bantuan yang diterimakan. Paket usaha produktif dikelola secara berkelompok yang masing-masing terdiri atas 10 kepala keluarga (KK). Di setiap desa miskin yang terpilih rata rata disantuni antara 3 -- 5 kelompok usaha bersama (KUB). Dalam Repelita IV kegiatan ini masih merupakan uji coba yang dilaksanakan di 17 propinsi dengan jumlah warga yang dibantu berjumlah lebih dari 19,5 ribu KK. Dalam Repelita V kegiatan ini ditingkatkan dan dibesarkan sehingga sampai dengan akhir PJP I jumlah fakir miskin yang dibantu mencapai kurang lebih 74,8 ribu KK di 2.103 desa. Upaya ini sejak tahun 1991/92 telah dipadukan dengan program penanggulangan kemiskinan yang lain seperti program pembangunan kawasan t erpadu (PKT), pembinaan kredit kecil melalui koperasi unit desa (KUD) dan pengadaan air bersih. Hasil kegiatan pengentasan kelompok yang sangat miskin ini, meskipun tidak dalam jumlah yang besar, penting artinya sebagai bagian dari upaya penanggulangan kemiskinan pada umumnya. 189 Dalam Repelita I anak yang terlantar yang mendapat santunan berjumlah 12,7 ribu orang. Jumlah ini meningkat terus sehingga selama PJP I telah berhasil disantuni lebih dari 891 ribu anak yang terlantar. Sementara itu, dalam PJP I telah diberikan santunan kepada lebih dari 511 ribu orang lanjut usia yang tidak mampu. Penyantunan dan pengentasan para penyandang cacat telah dilaksanakan melalui pemberian motivasi, rehabilitasi fisik, bimbingan mental dan sosial, dan pelatihan keterampilan kerja. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan baik di dalam panti maupun di luar panti, dengan memanfaatkan unit rehabilitasi sosial keliling (URSK), pelatihan pada loka bina karya (LBK), dan praktek belajar kerja pada unit-unit usaha tertentu. Peningkatan yang sangat berarti terjadi sejak Repelita III dengan dikembangkannya upaya pelayanan ke desa-desa yang dilaksanakan melalui URSK. Melalui kegiatan tersebut selama PJP I telah diberikan santunan kepada lebih dari 384,6 ribu orang penyandang cacat. Penyantunan dan pengentasan gelandangan, pengemis, tunasusila, anak nakal dan korban narkotika dilaksanakan terutama melalui bimbingan sosial dan motivasi, pembinaan mental dan spiritual, dan pelatihan keterampilan untuk dapat memanfaatkan kesempatan kerja yang ada. Khusus untuk anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, penyantunan dan pengentasan ditekankan pada upaya pencegahan dalam bentuk penyuluhan tentang bahaya narkotika. Selama PJP I telah dilaksanakan rehabilitasi sosial untuk 54,5 ribu gelandangan dan pengemis, 13,5 ribu tunasusila, dan kurang lebih 17,9 ribu anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika. Pembinaan swadaya masyarakat bidang perumahan ditujukan terutama untuk masyarakat perdesaan agar memiliki kesadaran akan pentingnya rumah dan lingkungan yang bersih dan sehat sehingga mereka secara gotongroyong dan berantai mau memperbaiki atau memugar rumah mereka yang kurang memenuhi syarat. Sejak dimulainya program ini, dalam Repelita I sampai 190 dengan akhir PJP I telah dilaksanakan pemugaran perumahan desa di sekitar 26 ribu desa, dengan jumlah rumah yang dipugar kurang lebih 323 ribu rumah. Hasil pelaksanaan tersebut termasuk usaha masyarakat sendiri melalui kegiatan perantaian dan/atau peniruan. Pembinaan generasi muda di bidang kesejahteraan sosial dipusatkan pada peningkatan pembinaan karang taruna, sebagai satu-satunya organisasi sosial kepemudaan di tingkat desa. Agar dapat berfungsi sebagai wadah untuk menanggulangi dan mencegah masalah kenakalan remaja serta mampu mengemban tugas mengatasi masalah sosial di lingkungannya, anggota karang taruna dibina agar mampu menciptakan lapangan kerja serta memiliki keterampilan kerja yang andal. Selama PJP I telah dilakukan berbagai upaya dan dorongan melalui pemberian peralatan olahraga dan kesenian sehingga di semua desa telah tumbuh dan berkembang organisasi karang taruna. Selanjutnya, pembinaan karang taruna dititikberatkan pada peningkatan mutu organisasi melalui pengkaderan, pelatihan dalam berbagai keterampilan seperti dalam bidang industri dan pertanian, serta pemberian bantuan paket sarana usaha karang taruna kepada 10 ribu karang taruna. Pada awal PJP I pembinaan masyarakat terasing dirintis dengan kegiatan sederhana yang berupa pendekatan dan bimbingan sosial, pembentukan pusat operasi sementara, perintisan perkampungan yang menetap, dan penyediaan sarana sosial. Tujuannya adalah untuk membantu "membuka jalan" bagi masyarakat terasing ke arah cara hidup bermasyarakat yang lebih maju seperti yang telah dinikmati oleh masyarakat di desa-desa sekitarnya. Dengan menunjukkan cara-cara bermasyarakat yang lebih maju tersebut, mereka akan mengenal cara-cara bertani dan berladang tetap dan tidak lagi berpindah-pindah seperti sebelum menerima pembinaan. Selain itu, mereka juga akan mengenal cara-cara memelihara kesehatan dan mengobati penyakit secara benar, perlunya pendidikan anak-anak di sekolah dan 191 sebagainya. Dengan bertambahnya kemampuan pemerintah untuk membina masyarakat terasing dari tahun ke tahun secara kumulatif selama PJP I jumlah masyarakat terasing yang telah mendapatkan pembinaan adalah sekitar 40 ribu KK. Pembinaan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan bertujuan untuk pelestarian, pewarisan, dan penyebarluasan nilainilai kepahlawanan dan keperintisan para pahlawan pejuang dan perintis kemerdekaan agar tetap dihargai dan makin lebih dihayati oleh generasi muda dan generasi yang akan datang. Dalam rangka pembinaan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan kemerdekaan, antara lain dilakukan pemugaran dan pembangunan taman makam pahlawan (TMP), makam pahlawan nasional (MPN), dan makam perintis kemerdekaan (MPK) yang terdapat di hampir semua daerah. Untuk itu, selama PJP I jumlah kumulatif taman makam pahlawan yang dibangun dan dipugar adalah sebanyak 152 TMP, 31 MPN, dan 275 MPK. Selain kegiatan tersebut, dilaksanakan pula pemberian bantuan sosial kepada keluarga para pahlawan nasional dan perintis kemerdekaan sebagai penghargaan atas perjuangan, pengorbanan, dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Dalam lima tahun terakhir ini telah dicetak buku otobiografi dan sejarah perjuangan para pahlawan pejuang kemerdekaan sebanyak sekitar 150 ribu eksemplar yang disebarluaskan ke SLTP dan SLTA seluruh Indonesia. Pembinaan organisasi sosial masyarakat dirintis sejak pertengahan PJP I dengan tujuan untuk membimbing dan memantapkan organisasi sosial masyarakat yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial agar makin meningkat kemampuan manajerial dan profesionalnya dalam melaksanakan pelayanan social mereka. Pembinaannya dilakukan melalui pelatihan manajemen dan profesi pekerjaan sosial didukung dengan pemberian bantuan perlengkapan. Sejak dimulainya kegiatan ini sampai dengan akhir PJP I telah berhasil dibina 25,9 ribu organisasi sosial masyarakat, termasuk lembaga sosial desa, melalui pelatihan manajemen dan profesi pekerjaan sosial bagi 192 pengurus dan anggota organisasi sosial tersebut. Sementara itu, telah pula diberikan bantuan perlengkapan dan sarana panti kepada hampir 5.000 organisasi sosial yang memiliki panti. Peningkatan peranan wanita bertujuan untuk membina dan meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan, khususnya wanita di perdesaan yang tergolong miskin dan para wanita kepala rumah tangga melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Usaha pembinaan dan peningkatan peranan tersebut diwujudkan dalam bentuk bimbingan usaha swadaya wanita desa (USWD) dan usaha pencegahan urbanisasi wanita usia muda ke kota. Usaha itu ditunjang dengan penyediaan buku-buku keterampilan usaha industri rumah tangga dan keterampilan praktis lainnya. Selain itu, dilaksanakan pula pelatihan kepemimpinan wanita bagi kader pimpinan penggerak wanita tingkat kabupaten. Selama PJP I telah berhasil dilatih 10 ribu orang kader pimpinan wanita di tingkat kabupaten dan disediakan bantuan bagi 52,7 ribu wanita rawan sosial ekonomi di 3.520 desa. III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN Pembangunan nasional di bidang kesejahteraan rakyat selama PJP I telah berhasil antara lain menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, menurunkan laju pertumbuhan penduduk, meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan angka kematian anak balita. Sementara itu, peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial juga makin meningkat. Namun disadari bahwa dalam PJP II, masalah yang akan dihadapi masih berat. Untuk itu perlu dikenali berbagai tantangan, kendala, dan peluang yang ada. 193 1. Tantangan Bangsa Indonesia telah berhasil menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan secara cepat dalam jangka waktu yang cukup singkat. Bila pada tahun 1970 penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah 70 juta atau 60 persen dari jumlah penduduk, pada tahun 1990 jumlah ini menurun menjadi 27 juta atau 15 persen dari jumlah penduduk. Meskipun demikian, 27 juta penduduk miskin yang masih tersisa ini merupakan jumlah yang cukup besar. Upaya lebih lanjut untuk mengurangi jumlah penduduk miskin akan makin sulit, karena penduduk miskin yang tersisa adalah yang paling rendah kemampuannya untuk dapat menolong dirinya sendiri, makin terpusat di kantung-kantung kemiskinan, dan makin sulit menjangkaunya. Di samping itu, penyebab dari kemiskinan itu sendiri bersifat multidimensional seperti karena kondisi yang bersifat struktural, yang pada dasarnya juga merupakan bagian dari masalah-masalah besar dalam rangka pemerataan pembangunan atau karena kondisi lingkungan fisik seperti keterbatasan potensi-potensi untuk mengembangkan ekonomi. Dengan memperhatikan jumlah penduduk miskin, kesulitan penanganan kemiskinan, dan sebab-sebab terjadinya kemiskinan itu sendiri, maka tantangan yang akan dihadapi adalah meningkatkan harkat dan martabat masyarakat miskin dan membantu mereka mengentaskan diri dari kemiskinan. Kemajuan dan penerapan teknologi maju, baik untuk produksi, transportasi dan komunikasi maupun keperluan rumah tangga tidak disangsikan lagi telah membawa kemajuan dan kemudahan-kemudahan hidup bagi anggota masyarakat. Akan tetapi, kemajuan dan penerapan teknologi maju tersebut, juga mempunyai risiko akan timbulnya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kecacatan. Kecacatan karena kecelakaan ini akan menambah jumlah penyandang cacat yang saat ini masih cukup banyak, khususnya penyandang cacat yang miskin, yaitu sekitar 194 2,1 juta jiwa yang belum seluruhnya dapat ditangani dalam PJP I. Tantangan dalam pembangunan kesejahteraan sosial dalam PJP II adalah menyelenggarakan penanganan para penyandang cacat agar mereka sebagai sumber daya manusia dapat hidup secara produktif dan mandiri. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri atas ribuan pulau dan ratusan suku bangsa yang mempunyai adat kebiasaan, bahasa, dan agama yang berbeda-beda. Kondisi transportasi dan komunikasi antarpulau dan bahkan antarlokasi di dalam satu pulau masih belum sepenuhnya memadai sehingga banyak daerah yang belum dapat terjangkau. Dengan kondisi geografis, transportasi, dan komunikasi yang demikian, diperkirakan masih banyak suku bangsa terpencil dan terasing yang belum terjamah oleh upaya pembangunan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menjadi tantangan untuk memberikan pembinaan bagi masyarakat terasing agar harkat dan martabat serta taraf kehidupannya meningkat baik secara fisik, ekonomi maupun sosial budaya. Dalam Repelita VI diperkirakan bahwa jumlah lanjut usia, yakni mereka yang berusia 60 tahun ke atas akan meningkat dari 11,6 juta jiwa pada akhir 1993 menjadi 14,2 juta jiwa pada tahun 1998. Sebagian dari penduduk lanjut usia tersebut terlantar dalam arti memerlukan bantuan. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi adalah memberikan pelayanan sosial bagi para lanjut usia agar hidup bahagia dengan rasa aman dan bagi lanjut usia potensial agar tetap produktif. Penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), yang biasanya terjadi lebih cepat di daerah perkotaan daripada di daerah perdesaan, cenderung mengakibatkan makin besarnya perbedaan gaya, cara, dan pola hidup masyarakat antara yang tinggal di daerah perkotaan dan yang tinggal di daerah perdesaan. Di samping itu, gemerlapnya kehidupan di daerah perkotaan juga merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk yang tinggal di daerah perdesaan untuk pindah ke kota. Oleh karena itu, 195 diperkirakan bahwa dalam PJP II, jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan akan terus meningkat. Bila pada akhir Repelita V, jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan masih sekitar 34 persen, maka pada akhir Repelita VI jumlah itu akan meningkat menjadi sekitar 39 persen. Bertambahnya jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dan derasnya arus perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke kota-kota besar, di samping bisa membawa hal-hal yang positif bagi kehidupan di kota, juga dapat membawa permasalahan sosial di daerah perkotaan seperti makin banyaknya masalah gelandangan, pengemis, dan tunasosial lainnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menjadi tantangan pula usaha mengendalikan arus perpindahan penduduk dari desa ke kota, serta menangani secara tepat berbagai permasalahan sosial sebagai akibat arus urbanisasi. Makin banyaknya tenaga kerja wanita, khususnya ibu rumah tangga yang masuk ke dalam lapangan kerja dalam era industri, merupakan suatu kemajuan yang akan membawa peningkatan kesejahteraan keluarga khususnya dan masyarakat pada umumnya. Namun, pada saat yang bersamaan kecenderungan ini diperkirakan akan membawa masalah baru, yaitu kemungkinan munculnya masalah sosial dalam keluarga seperti makin berkurangnya waktu dan perhatian ibu terhadap tumbuh kembangnya anak-anak mereka, terutama anak berumur di bawah lima tahun (balita). Dengan demikian, tantangan yang akan dihadapi adalah menyediakan dan meningkatkan pelayanan bagi anak balita khususnya mereka yang ibunya bekerja, agar mereka dapat tumbuh kembang secara wajar. Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerintah telah berusaha melibatkan masyarakat dan pihak swasta untuk ikut ambil bagian dalam upaya pelayanan sosial. Meskipun demikian, sampai kini baru sebagian saja golongan masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang dapat dilibatkan dalam upaya pelayanan sosial. Di samping itu, peningkatan peran serta masyarakat melalui organisasi sosial (orsos) dan karang taruna 196 sampai kini juga belum sepenuhnya berhasil karena dari 4.180 orsos baru 310 yang dapat dikatakan mandiri dalam arti dapat melaksanakan kegiatannya secara swadana dan profesional. Sementara itu, dari 65,4 ribu karang taruna baru 6.500 yang dapat dikategorikan sebagai karang taruna maju dan percontohan. Dengan demikian, meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pelayanan sosial serta menggali dan memanfaatkan sumber dan potensi masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial merupakan tantangan pula dalam PJP II. 2. Kendala Dengan berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi dan berdasarkan pengalaman penanganan masalah kesejahteraan sosial dalam PJP I, diperkirakan masih dijumpai berbagai kendala dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial dalam PJP II. Jumlah dan kualitas tenaga kesejahteraan sosial tidak seimbang dibandingkan dengan permasalahan kesejahteraan sosial yang harus ditangani. Lagi pula, tingkat profesionalitas tenaga, termasuk orsos dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang kesejahteraan sosial, umumnya masih kurang memadai untuk menghadapi permasalahan kesejahteraan sosial yang makin kompleks. Kendala lainnya adalah pengetahuan tentang berbagai masalah kesejahteraan sosial masih rendah, baik dilihat dari segi ketersediaan data, kelengkapan, kualitas data maupun tingkat kepercayaannya. Termasuk dalam hal ini adalah kurang lengkapnya data tentang masyarakat terasing dengan segala latar belakang sosial ekonomi, dan budayanya. 3. Peluang Kemampuan jangkauan meningkat selama PJP I meningkatkan pembangunan dari makin meningkatnya pelayanan kesejahteraan sosial yang merupakan peluang untuk lebih dalam PJP II. Hal tersebut tercermin sarana dan prasarana pelayanan 197 kesejahteraan sosial baik untuk pelayanan yang dilaksanakan di dalam panti maupun di luar panti. Peluang lainnya adalah makin meningkat, melembaga, dan terorganisasikannya peran serta masyarakat dan partisipasi lembaga keagamaan dalam mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesejahteraan sosial serta dalam pelayanan kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial. Makin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban agama masing-masing mendukung upaya meringankan beban permasalahan kesejahteraan sosial dari masyarakat yang kurang beruntung yang antara lain dalam agama Islam diwujudkan dengan zakat, infak, dan sedekah. IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN 1. Arahan GBHN 1993 Kesejahteraan rakyat mengandung makna kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin seluruh rakyat yang berisikan unsur kualitas kehidupan beragama, tingkat pendidikan, kesehatan jasmani dan rohani serta pelayanan sosial dan pemenuhan kebutuhan materiil masyarakat pada umumnya. Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan keadilan sosial yang lebih merata bagi seluruh rakyat Indonesia serta ditujukan pada peningkatan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemampuan serta kesempatan setiap warga negara untuk turut serta dalam pembangunan dan menempuh kehidupan sesuai dengan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. 198 Pelayanan sosial perlu dikembangkan melalui keterpaduan upaya, antara lain bimbingan, pembinaan dan pemberian bantuan, santunan, dan rehabilitasi sosial, peningkatan taraf kesejahteraan sosial, serta pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan serta kegotongroyongan. Pelayanan sosial terutama diberikan kepada fakir miskin, anak, dan penduduk usia lanjut yang terlantar, penyandang cacat termasuk cacat veteran, korban penyalahgunaan obat, zat adiktif, dan narkotika, korban bencana alam dan musibah lainnya, kelompok masyarakat yang hidupnya masih terasing dan terpencil, serta anggota masyarakat lain yang kurang beruntung agar memperoleh kesempatan berusaha dan bekerja serta menempuh kehidupan sesuai dengan kemampuan dan martabat kemanusiaan. Kemampuan profesional lembaga sosial, asuransi sosial, organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta panti sosial, baik pemerintah maupun masyarakat perlu ditingkatkan, antara lain melalui pembinaan dan pengawasan agar lebih mampu memberikan pelayanan sosial yang layak dan turut mengatasi dampak kesenjangan sosial masyarakat. Kesadaran, kesetiakawanan, dan tanggung jawab sosial masyarakat serta iklim yang mendukung perlu dikembangkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan bagi kesejahteraan sosial dan untuk menjadi pekerja sosial dalam suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan yang didorong oleh rasa kemanusiaan yang tinggi. Nilai kepeloporan, keperintisan, dan kepahlawanan terus dijunjung tinggi dan dikembangkan melalui pemberian penghargaan negara kepada mereka yang telah berjasa. Secara khusus kepada warga negara yang berjasa luar biasa terhadap bangsa dan negara diberikan penghargaan dalam bentuk berbagai kemudahan kepada keluarganya atau dalam bentuk lain yang sesuai. Penghargaan yang sepadan kepada veteran perang 199 kemerdekaan dan pejuang kemerdekaan lainnya serta cacat veteran harus diberikan dengan tetap dapat memelihara harga dirinya dan mampu menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya. 2. Sasaran a. Sasaran PJP II Pada akhir PJP II diharapkan kesejahteraan masyarakat semakin merata, sebagian besar penyandang masalah kesejahteraan sosial telah terbina dan terangkat harkat dan martabatnya, serta potensi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial semakin tergali. b. Sasaran Repelita VI Dalam Repelita VI sasaran pembangunan kesejahteraan sosial adalah terlayaninya 225 ribu orang lanjut usia, serta terlayani dan terehabilitasinya 230 ribu orang penyandang cacat. Sasaran selanjutnya ialah terbinanya 450 ribu orang anak yang terlantar, 23 ribu karang taruna, 4.100 organisasi sosial, 62 ribu tenaga kesejahteraan sosial, 48,3 ribu KK masyarakat terasing, dan 202,3 ribu KK fakir miskin. Selain itu, diupayakan terlayani dan terehabilitasinya 15 ribu orang anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika serta 31 ribu orang tunasosial (Tabel 341). Meningkatnya jumlah dan kualitas tempat-tempat penitipan anak dan balita bagi para ibu yang bekerja juga merupakan sasaran yang akan diupayakan. Sasaran lainnya adalah meningkatnya nilainilai kepeloporan, kepemimpinan, dan kepahlawanan. 3. Kebijaksanaan Kebijaksanaan pokok pembangunan kesejahteraan sosial dalam Repelita VI adalah pertama, meningkatkan kualitas dan efektivitas pelayanan sosial sehingga mampu mendukung tumbuhnya sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam 200 TABEL 34-1 SASARAN PEMBANGUNAN _KESEJAHTERAAN SOSIAL 1994/95-1998/99 Jenis Sasaran Satuan Akhir Repelita V * ) 1 9 9 4 / 9 5 1995/96 Repelita VI 1996/97 1997/98 1998/99 Jumlah 1. Pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia orang 133.813 28.000 41.000 46.000 51.600 58.400 225.000 2. Pelayanan dan rehabilitasi penyandang cacat orang 131.909 42.000 44.000 46.000 48.000 50.000 230.000 3. Pembinaan kesejahteraan sosial anak yang terlantar orang 345.721 50.000 72.410 88.050 107.560 131.980 450.000 3.000 5.810 5.150 4. Pembinaan karang taruna kt 14.500 5. Pembinaan organisasi sosial organisasi 2.922 6. Tenaga kesejahteraan sosial orang 59.690 12.000 12.200 12.500 12.700 12.600 62.000 7. Pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing kk 15.825 6.300 7.870 9.840 11.320 13.020 48.350 8. Pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin kk 74.780 21.600 33.000 39.750 48.180 59.740 202.270 Pelayanan dan rehabilitasi anak nakal dan korban narkotika orang 7.405 2.500 2.800 3.000 3.300 3.400 15.000 10. Pelayanan dan rehabilitasi tuna sosial orang 6.694 3.770 4.730 5.910 7.380 9.210 31.000 9. Catatan:*) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V) 600 790 850 4.590 900 4.450 960 23.000 4.100 peningkatan SDM; kedua, memperluas jangkauan dan pelayanan sosial yang makin adil dan merata; ketiga, meningkatkan profesionalitas pelayanan sosial, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat; dan keempat, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan sosial secara terarah, terencana, terorganisasi, dan melembaga atas dasar solidaritas sosial, kegotongroyongan, dan swadaya. Untuk mewujudkan amanat GBHN 1993 serta mencapai berbagai sasaran di atas, maka kebijaksanaan pokok kesejahteraan sosial dijabarkan melalui pembinaan kesejahteraan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, dan peningkatan manajemen pelayanan sosial. a. Pembinaan Kesejahteraan Sosial Pembinaan kesejahteraan sosial . fakir miskin ditingkatkan dengan mengembangkan sikap hidup yang penuh harap akan kemajuan di kemudian hari serta menciptakan kondisi sosial yang tanggap terhadap masalah kemiskinan termasuk upaya menghilangkan/mengurangi kendala-kendala sosial dalam pengentasan kemiskinan. Di samping itu, juga dikembangkan kemauan dan kemampuan para fakir miskin untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf kehidupan dan penghidupan serta kemandiriannya dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Sementara itu, kebijaksanaan untuk meningkatkan efektivitas pengentasan penduduk dari kemiskinan dilaksanakan melalui pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin dengan memantapkan pola dan mekanisme keterpaduan antarsektor terutama dengan sektor-sektor di bidang ekonomi dan mendorong peran serta masyarakat serta meningkatkan kemampuan profesional tenaga pelaksana pelayanan sosial. Kesejahteraan anak yang terlantar ditingkatkan sebagai perwujudan tanggung jawab negara dan tanggung jawab sosial masyarakat sehingga mereka mempunyai peluang yang sama dengan anak Indonesia lainnya untuk menopang kelangsungan 202 hidupnya serta memperoleh perlindungan dan kesempatan tumbuh kembang menjadi sumber daya manusia yang bermutu. Kesejahteraan sosial lanjut usia ditingkatkan pula dengan pengembangan kemampuan dan kemandirian la njut usia yang masih potensial dan pelayanan sosial kepada lanjut usia jompo serta pemeliharaan dan pengembangan nilai dan sikap hormat masyarakat terhadap para lanjut usia sebagai cerminan kepribadian bangsa. Untuk itu, dikembangkan peran serta golongan masyarakat mampu untuk ikut serta dalam upaya penyediaan fasilitas pelayanan umum bagi para lanjut usia. Efektivitas pelaksanaan pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia ditingkatkan melalui peningkatan kemampuan profesional tenaganya. Kesejahteraan sosial masyarakat terasing dan terpencil ditingkatkan sehingga harkat dan martabat serta taraf hidup masyarakat terasing terangkat dengan jalan meningkatkan usaha pemahaman tentang kondisi dan karakteristik etnografiknya disertai dengan penyesuaian penanganan dengan memperhatikan kondisi fisik, geografik, dan sosial budaya kelompok masyarakat tersebut. Selain itu, ditingkatkan pula kemampuan pembinaan dan keterpaduan ant ar se kt o r ter kait , pemerintah daerah, dan masyarakat. Kebijaksanaan lain adalah meningkatkan pembinaan nilai-nilai kepeloporan, keperintisan, dan kepahlawanan, melalui usaha penanaman dan pelestarian serta pengamalan nilai -nilai tersebut kepada-seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda sebagai penerus bangsa dengan memberikan penyuluhan da n bimbingan sosial serta keteladanan. Bimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera diprioritaskan pada peningkatan kemampuan keluarga untuk mencegah dan mengatasi masalah sosialnya dan untuk menciptakan kondisi sosial yang mendukung terwujudnya keluarga sejahtera antara lain, melalui pembinaan dan bimbingan terhadap keluarga yang bermasalah serta menyiapkan calon pasangan suami -istri untuk 203 dapat mewujudkan keluarga yang harmonis. Sementara itu, pengembangan berbagai kegiatan jaminan kesejahteraan sosial ditingkatkan sehingga terwujud suatu sistem jaminan kesejahteraan sosial yang digali dari potensi masyarakat, oleh dan untuk masyarakat, melalui upaya bimbingan dan pembinaan pemerintah. Pembinaan karang taruna diutamakan pada peningkatan kemampuan dan kemandirian karang taruna sebagai wadah pengembangan potensi dan peran serta generasi muda dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kesejahteraan sosial di tingkat desa/kelurahan melalui antara lain pelatihan manajemen organisasi dan keterampilan untuk wiraswasta. Sementara itu, pembinaan anak dan remaja ditingkatkan sehingga tercipta kondisi lingkungan sosial yang mendukung terwujudnya kelangsungan hidup serta tumbuh kembangnya anak dan remaja melalui pengembangan tempat penitipan anak dan pembinaan kelompok bermain. b. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat diutamakan pada pemulihan fungsi sosial dan pengembangan kemampuan penyandang cacat, terutama bagi mereka yang masih potensial untuk hidup mandiri sebagai sumber daya manusia yang berkualitas. Selanjutnya, ditingkatkan kemudahan penggunaan fasilitas umum bagi para penyandang cacat dan didorong peran aktif masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat. Di samping itu, ditingkatkan pula koordinasi dan keterpaduan dalam penanganan masalah kecacatan, dengan dukungan perangkat peraturan perundang-undangan tentang cacat. Pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika ditingkatkan sehingga tercipta kondisi masyarakat yang memiliki ketahanan dan daya tangkal terhadap masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika. Selain itu, diupayakan agar anak tercegah dari perbuatan kenakalan dan 204 penyalahgunaan narkotika sehingga mereka menjadi sumber daya manusia yang produktif dan berkualitas; sedangkan kepada para penyandang masalah dilakukan rehabilitasi sehingga fungsi sosial mereka pulih kembali. Di samping itu, peran aktif masyarakat dalam tindak pencegahan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika terus ditingkatkan. Selanjutnya, perlindungan kesejahteraan sosial anak, wanita serta lanjut usia ditingkatkan sehingga terwujud rasa aman dan rasa terlindungi dari perlakuan salah dan/atau tindak kekerasan, serta pemberian pelayanan sosial bagi para korbannya. Kebijaksanaan selanjutnya adalah meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial tunasosial sehingga tercapai perubahan sikap, perilaku dan mentalitas para penyandang masalah sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku. Kemauan serta kemampuan mereka untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya ke arah kemandirian juga ditingkatkan dengan ditopang oleh peran aktif keluarga dan masyarakat dalam upayaupaya pencegahan dan rehabilitasi sosial para tunasosial. c. Pembinaan Partisipasi Sosial Masyarakat Penyuluhan dan bimbingan sosial ditujukan pada peningkatan kesadaran, kesetiakawanan, dan tanggung jawab sosial masyarakat dalam iklim yang mendukung pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Di samping itu, penyuluhan dan bimbingan sosial juga ditingkatkan sehingga mampu mendukung pemasyarakatan program dan pelayanan sosial, penggalian dan mobilisasi sumber dan potensi kesejahteraan sosial masyarakat, serta percepatan penanganan permasalahan kesejahteraan sosial termasuk pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam pembinaan organisasi sosial, prioritas tinggi diberikan kepada peningkatan peranan orsos sebagai mitra pemerintah dalam pelaksanaan pelayanan sosial. Hal ini dicapai melalui peningkatan 205 kemampuan berorganisasi, peningkatan kemampuan manajerial dan kemampuan profesional orsos, serta kemitraan antar orsos dan antara orsos dengan pemerintah di berbagai tingkatan. Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan peran serta masyarakat, maka pembinaan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM) ditingkatkan sehingga terpenuhi kebutuhan tenaga secara kuantitatif dan kualitatif, terutama untuk PSM. Upaya-upaya yang dilakukan diutamakan pada penataan, peningkatan kemampuan dan profesionalitas PSM melalui pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan efektivitas pelaksanaan pelayanan sosial. Asuransi sosial dikembangkan melalui pengkajian, uji coba, dan evaluasi sistem, serta mekanisme kerja kelembagaan asuransi yang sudah ada sebagai landasan bagi penyusunan sistem dan mekanisme asuransi sosial yang lebih baik terutama bagi masyarakat yang kurang beruntung. d. Peningkatan Manajemen Pelayanan Sosial Penelitian dan pengembangan sosial ditingkatkan sehingga menghasilkan pengembangan pola, dan perangkat lunak untuk menunjang peningkatan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Sementara itu, pendidikan dan pelatihan tenaga sosial diprioritaskan kepada peningkatan kualitas profesionalitas tenaga kesejahteraan sosial, baik pemerintah maupun masyarakat, sehingga dapat memenuhi jumlah dan mutu tenaga sosial yang dibutuhkan. Percepatan proses desentralisasi atas dasar prinsip yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab didorong melalui pelimpahan pelaksanaan pelayanan sosial, baik di dalam panti maupun di luar panti, secara bertahap sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah makin bertanggungjawab dan bermotivasi untuk secara bertahap 206 mengupayakan biaya operasional dan pemeliharaan pelayanan sosial di daerahnya. V. PROGRAM PEMBANGUNAN Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan untuk mencapai berbagai sasaran di atas, disusun program pembangunan kesejahteraan sosial yang terdiri atas program pokok dan program penunjang yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Program pokok meliputi program pembinaan kesejahteraan sosial, program pelayanan dan rehabilitasi sosial, dan program peningkatan partisipasi sosial masyarakat. Adapun program penunjang meliputi program pelayanan dan rehabilitasi sosial korban bencana, program pembinaan anak dan remaja, program pembinaan pemuda, program peranan wanita, program penelitian dan pengembangan sosial, dan program pendidikan dan pelatihan sosial. 1. Program Pokok a. Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Program ini bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat, khususnya penyandang masalah sosial, dan mewujudkan kondisi sosial masyarakat yang dinamis untuk mendukung berkembangnya kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial masyarakat. Untuk itu, sasaran program diarahkan kepada golongan masyarakat rentan atau yang kurang beruntung agar dapat menjadi tenaga yang produktif dengan memanfaatkan potensi dan sumber kesejahteraan sosial dalam masyarakat dan dengan meningkatkan peran serta masyarakat sehingga taraf kesejahteraan mereka meningkat. Kegiatan pokok yang dilaksanakan meliputi pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing, pembinaan kesejahteraan 207 sosial fakir miskin, pembinaan nilai-nilai kepeloporan, keperintisan, kepahlawanan, pembinaan kesejahteraan sosial para lanjut usia, pembinaan kesejahteraan sosial anak yang terlantar, bimbingan, dan pembinaan keluarga sejahtera serta pengembangan jaminan kesejahteraan sosial gotong royong. 1) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat serta taraf kehidupan dan penghidupan masyarakat terasing yang mencakup aspek fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing ditujukan pada kelompok masyarakat yang hidupnya terasing, terpencil dan terbelakang, yang taraf kehidupannya masih rendah dan/atau belum sepenuhnya terjangkau oleh kegiatan pembangunan. Termasuk dalam kelompok ini adalah masyarakat terasing yang tinggal di daerah perbatasan. Kegiatan pokoknya meliputi usaha pemahaman kondisi, ciriciri dan masalah sosial budaya masyarakat terasing melalui studi etnografi, bimbingan sosial/pemberian motivasi; pembentukan pos operasi sosial di lokasi kegiatan, penataan dan pembangunan permukiman, pembinaan dan pengembangan kehidupan sosial ekonomi mereka serta pengalihan pembinaan kepada pemerintah daerah. Di samping itu, untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program, dilaksanakan pula peningkatan kemampuan tenaga dan pemantapan pola pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing. Pembinaan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multidisiplin dan terpadu dengan kegiatan berbagai sektor pembangunan lainnya seperti transmigrasi, pertanian, pendidikan, kesehatan, kehutanan, terutama dengan pemerintah daerah. Dalam pada itu, organisasi sosial, LSM, dan organisasi keagamaan juga ditingkatkan peran sertanya dalam pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing. 208 Dalam Repelita VI dilaksanakan pembinaan, baik bagi masyarakat terasing yang baru dibina maupun pembinaan lanjut dari tahun sebelumnya. Prioritas pembinaan diberikan kepada propinsi/daerah perbatasan, yaitu Irian Jaya, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Riau dengan tetap memperhatikan daerah lain yang masih mempunyai permasalahan masyarakat terasing. 2) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin Pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin bertujuan untuk meningkatkan kehidupan dan penghidupan serta meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan fakir miskin. Untuk mencapai tujuan ini, antara lain dikembangkan kesetiakawanan sosial dan tanggung jawab sosial masyarakat untuk berperan serta dalam pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin. Sejalan dengan peran serta masyarakat, upaya pembinaan fakir miskin ini dilaksanakan untuk mengubah cara-cara hidup masyarakat miskin dengan membantu menciptakan kondisi mental, sosial, dan ekonomi yang dapat menumbuhkan percaya diri, harga diri, dan meningkatkan kemampuannya. Oleh karena itu, mereka diikutsertakan untuk menelaah dan menganalisis sebab-sebab kemiskinan mereka serta cara-cara penanggulangannya agar mereka memahami tujuan dan manfaat kegiatan pembinaan ini bagi peningkatan kesejahteraan mereka yang selanjutnya dapat menumbuhkan rasa turut memiliki terhadap kegiatan tersebut. Sasaran pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin adalah keluarga yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau yang mempunyai mata pencaharian, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya. Mereka umumnya bermukim di lokasi rawan sosial dan ekonomi, baik di daerah perdesaan maupun di lokasilokasi kumuh di perkotaan. Kegiatan pokok pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin dilaksanakan melalui penyuluhan sosial, bimbingan motivasi, 209 pembinaan yang terus-menerus dan berkesinambungan disertai dengan pelatihan keterampilan sesuai dengan jenis bantuan usaha ekonomis produktif yang diberikan. Usaha ekonomis produktif ini dilaksanakan secara kelompok dengan memperhitungkan pemasaran hasil-hasilnya. Untuk meningkatkan pembinaan fakir miskin, kemampuan tenaga lapangan, yaitu PSM dan petugas sosial kecamatan (PSK) sebagai pembina kelompok fakir miskin yang berada di lokasi kegiatan ditingkatkan dan dimantapkan. Seluruh kegiatan ini dilaksanakan bersama-sama sektor lain yang terkait terutama dengan sektor di bidang 'ekonomi. 3) Pembinaan Nilai-Nilai Kepeloporan, Keperintisan, dan Kepahlawanan Tujuan kegiatan ini adalah terpelihara dan tertanamnya nilainilai kepeloporan, keperintisan, dan kepahlawanan pada seluruh lapisan masyarakat, terutama generasi muda sebagai penerus bangsa agar dihayati dan diamalkan dalam bentuk kepedulian, tanggung jawab, disiplin dan sikap tanggap serta pengabdian, kerelaan berkorban dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sasaran kegiatan pembinaan nilai-nilai kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan adalah seluruh bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa, keluarga pahlawan dan perintis kemerdekaan. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pembangunan museum kepahlawanan yang mengakomodasikan diorama perjuangan kepahlawanan dan perpustakaan tentang kepahlawanan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, pemugaran makam pahlawan nasional, taman makam pahlawan, makam perintis kemerdekaan, penerbitan buku kepahlawanan dan penyebarannya; pembuatan film kepahlawanan; dan perlombaan mengarang tentang kepahlawanan. Kegiatan pelestarian, pemeliharaan dan pengembangan nilai-nilai kepeloporan, kepahlawanan dan keperintisan, dilaksanakan melalui kerja sama dengan sektor pendidikan dan kebudayaan, penerangan, dengan dukungan 210 peran serta masyarakat. Sejalan dengan kegiatan tersebut, diberikan bantuan sosial kepada keluarga para pahlawan nasional dan pejuang keperintisan yang kurang mampu sebagai penghargaan dan terima kasih atas jasa, pengorbanan dan perjuangan yang telah diberikan kepada nusa, bangsa dan negara. 4) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Tujuan kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia (PKSLU) adalah meningkatnya taraf kesejahteraan sosial para lanjut usia sehingga dapat menikmati hari tuanya dalam suasana aman, tenteram dan sejahtera lahir batin serta meningkatnya kemampuan dan kemandirian bagi para lanjut usia yang potensial. Sejalan dengan tujuan tersebut, sasaran PKSLU adalah para lanjut usia pada umumnya dan para lanjut usia terlantar pada khususnya, yaitu lanjut usia yang sudah tidak diketahui lagi keluarganya, atau keluarganya sendiri tidak mampu lagi memelihara mereka. Pelayanan sosial bagi mereka dilaksanakan dengan memberikan bimbingan mental dan sosial, pelayanan kesehatan, kegiatan keagamaan, rekreasi, bimbingan keterampilan kerja, dan bantuan usaha ekonomis produktif bagi yang masih memungkinkan untuk berusaha dan berkarya. Kegiatan tersebut dilaksanakan baik di dalam maupun di luar panti. Pelayanan bagi lanjut usia di dalam panti, terutama panti pemerintah diberikan bagi para lanjut usia terlantar yang sudah tidak dapat diurus oleh keluarga atau masyarakat, sedangkan pelayanan bagi lanjut usia di luar panti ditujukan kepada lanjut usia terlantar yang masih potensial untuk mengurus dirinya sendiri. Di samping kedua hal tadi, peran serta masyarakat terus didorong dan ditingkatkan untuk memberikan pelayanan dan fasilitas kesejahteraan sosial, terutama bagi lanjut usia yang tidak terlantar, tetapi oleh keluarga atau masyarakat dianggap sebagai beban. Untuk mencegah terjadinya keterlantaran lanjut usia dan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mereka, sebagai cerminan tanggung jawab dan rasa hormat pada orang tua, dilaksanakan pula bimbingan bagi 211 keluarga-keluarganya mengenai masalah yang dihadapi orang tua dan perawatan mereka. Untuk mendukung pencapaian sasaran dalam Repelita VI, direhabilitasi dan dilengkapi 72 panti milik pemerintah dan masyarakat. 5) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak yang Terlantar Tujuan kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial anak yang terlantar adalah tumbuh kembangnya anak dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial dan terhindarnya anak dari kondisi keterlantaran. Sasaran kegiatannya adalah anak yang terlantar, baik yatim piatu maupun anak yang orang tuanya tidak mampu untuk memeliharanya karena miskin atau karena masalah keluarga serta anak yang mengalami hambatan untuk tumbuh kembang secara wajar. Pembinaan kesejahteraan sosial anak yang terlantar dilakukan, baik di dalam panti maupun di luar panti. Pembinaan dalam panti dilaksanakan dengan memenuhi kebutuhan anak, termasuk pendidikan, kesehatan, bimbingan mental sosial dan kebutuhan lainnya. Selain itu, kepada anak yang terlantar putus sekolah diberikan pelayanan yang berupa penyuluhan dan bimbingan sosial, mental, keterampilan, dan bantuan usaha ekonomis produktif sesuai jenis keterampilan yang dipelajari. Pelatihan bagi mereka dilaksanakan bekerja sama dengan antara lain, balai latihan kerja (BLK), balai latihan pertanian yang ada di sekitar panti. Selanjutnya, mereka juga diberi kesempatan untuk memperoleh praktek kerja di perusahaan, sesuai dengan jenis keterampilan yang dipelajarinya. Di samping itu, dilaksanakan pula bimbingan sosial bagi orang tua mereka. Bagi anak-anak yang dibina melalui keluarga asuh diberikan bantuan sarana belajar dengan pembinaan dan pengawasan dari pemerintah. Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program dilaksanakan pula pengembangan pola penanganan dan peningkatan pelaksanaan keterpaduan dengan sektor-sektor lain seperti kesehatan, tenaga kerja, serta pendidikan dan kebudayaan. Dalam hubungan ini, 212 dalam Repelita VI dilaksanakan rehabilitasi dan peningkatan kelengkapan panti baik milik pemerintah maupun masyarakat sebanyak 212 panti. 6) Bimbingan dan Pembinaan Keluarga Sejahtera Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang peranan utama dalam proses sosialisasi anak. Gangguan yang menyebabkan keluarga tidak dapat melaksanakan fungsinya menimbulkan berbagai masalah sosial. Sejalan dengan hal tersebut, kegiatan bimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang harmonis lahir dan batin sehingga mampu berfungsi sebagai wahana sosialisasi nilainilai budaya bangsa dan agama bagi anggota keluarganya. Sasaran kegiatan ini adalah keluarga yang mengalami permasalahan sosial dan calon suami/istri yang akan segera menikah. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pemberian pelayanan konsultasi masalah keluarga yang dilaksanakan dengan berbagai profesi dan melibatkan berbagai instansi terkait serta pelayanan bimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera yang dilaksanakan secara kelompok dan secara individual dengan tetap memperhatikan kasus permasalahan keluarga yang dihadapi. 7) Pengkajian, Uji Coba, dan Evaluasi Pengembangan Jaminan Kesejahteraan Sosial Gotong Royong Tujuan kegiatan ini adalah mempersiapkan upaya terwujud dan terlembaganya sistem jaminan kesejahteraan sosial masyarakat perdesaan berlandaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan. Sasaran kegiatan ini adalah warga masyarakat perdesaan yang kurang beruntung dengan memanfaatkan sumber kesejahteraan sosial setempat. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi : pertama, identifikasi keberadaan dan mekanisme kerja lembaga kesejahteraan sosial yang ada di daerah perdesaan; kedua, penyusunan rancangan dan perintisan pelaksanaan jaminan 213 kesejahteraan sosial gotong royong di beberapa lokasi; ketiga, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan pelaksanaan sistem jaminan kesejahteraan sosial gotong royong. b. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tujuan program pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga masyarakat, baik perseorangan, keluarga maupun kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan dapat menempuh kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya. Sasaran program ini meliputi para penyandang cacat, anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, tunasosial, anak, wanita dan lanjut usia yang terancam atau korban dari tindak kekerasan dan atau perlakuan salah. Penanganan permasalahan dilaksanakan berdasarkan pendekatan yang berbasis masyarakat dan diprioritaskan untuk para penyandang masalah yang kurang mampu. Kegiatan pokok yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat adalah pulihnya fungsi sosial para penyandang cacat dan meningkatnya kesejahteraan sosial mereka agar dapat berperan aktif di dalam masyarakat. Adapun sasaran kegiatan ini adalah para penyandang cacat termasuk cacat veteran, yang meliputi penyandang cacat tubuh, cacat netra, cacat rungu wicara, cacat mental dan bekas penyandang penyakit kronis. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi bimbingan dan penyuluhan, rehabilitasi fisik, mental, dan sosial, serta pelatihan keterampilan kerja yang diikuti dengan pemberian bantuan usaha ekonomis produktif. Di samping itu, dilaksanakan pemberian 214 praktek belajar kerja pada perusahaan, penyaluran para penyandang cacat yang sudah memiliki keterampilan dan siap untuk bekerja, resosialisasi, pembinaan lanjut, pemantauan, dan evaluasi, serta terminasi. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui sistem di dalam dan di luar panti dengan mengikutsertakan peran aktif keluarga dan masyarakat. Selanjutnya, diupayakan pula penyelenggaraan asrama bagi murid-murid sekolah luar biasa. Untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan dilaksanakan, antara lain, pelatihan bagi tenaga pelaksana, dan upaya untuk melengkapi panti disertai dengan penyempurnaan peralatan pelatihan keterampilan. Sejalan dengan hal itu, dilaksanakan pembangunan panti, LBK dan pengadaan URSK, termasuk pengadaan peralatan dan kelengkapannya. Untuk dapat mencapai sasaran Repelita VI, dibangun dan direhabilitasi 52 panti milik pemerintah dan masyarakat, dibangun 120 dan direhabilitasi 150 LBK serta diadakan 54 URSK. 2) Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika adalah tercegah dan terhindarnya anak dari perbuatan kenakalan dan penyalahgunaan narkotika serta terbebasnya mereka dari kondisi kenakalan dan penyalahgunaan narkotika sehingga dapat memiliki kembali kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Di samping itu, bagi masyarakat umum program ini ditujukan sebagai upaya untuk terwujudnya ketentraman dan keamanan sosial sehingga masyarakat memiliki ketahanan dan daya tangkal terhadap permasalahan tersebut. Adapun sasaran kegiatan ini adalah anak nakal yang belum sampai pada tindak pidana dan korban penyalahgunaan obat, penyalahgunaan narkotika, dan bahan adiktif lainnya, termasuk minuman keras. 215 Kegiatan yang dilaksanakan dititikberatkan pada upaya pengembalian rasa percaya diri dan kemandirian para penyandang masalah melalui bimbingan sosial, pelatihan keterampilan, bantuan usaha ekonomis produktif, pembinaan lanjut, pemantauan dan evaluasi serta terminasi. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui koordinasi dan keterpaduan lintas sektor serta mengajak peran aktif keluarga dan masyarakat, baik dalam kegiatan pencegahan maupun kegiatan rehabilitasi sosialnya. Di samping itu, untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan dilaksanakan rehabilitasi panti dan pembangunan panti baru yang disertai dengan peralatan dan kelengkapannya serta peningkatan kualitas kemampuan tenaga pelaksana. Khusus untuk mencegah penyebarluasan penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) pada para korban penyalahgunaan narkotika, dilaksanakan penyuluhan dan bimbingan tentang bahaya penyakit AIDS dan upaya pencegahan dan penanggulangannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan bersama dengan sektor lain yang terkait. Dalam pada itu, untuk dapat mencapai sasaran Repelita VI dibangun dan direhabilitasi 10 panti pemerintah. 3) Pelayanan dan Rehabilitasi Tunasosial Tujuan pelayanan dan rehabilitasi tunasosial adalah terbebasnya para tunasosial dari kondisi ketunaan agar mereka dapat memiliki kembali kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sebagai warga masyarakat yang berguna, berkualitas dan produktif. Adapun sasaran kegiatan ini mencakup para gelandangan dan pengemis, tunasusila, dan bekas narapidana. Kegiatan penanganan pelayanan dan rehabilitasi tunasosial dilaksanakan melalui kegiatan bimbingan sosial, rehabilitasi sosial, pelatihan keterampilan berusaha yang disertai dengan bantuan modal usaha, resosialisasi, pembinaan lanjut, pemantauan dan evaluasi, serta penyuluhan dan bimbingan tentang bahaya penyakit AIDS dan upaya-upaya pencegahan dan 216 penanggulangannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mengikutsertakan sektor terkait, keluarga dan masyarakat, baik dalam kegiatan pencegahan maupun dalam rehabilitasi sosial. Untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan bagi mereka dilaksanakan rehabilitasi panti dan lingkungan pondok sosial (liposos) serta peningkatan kualitas kemampuan tenaga pelaksana. Dalam hubungan ini, dalam Repelita VI direhabilitasi 36 panti pemerintah, termasuk liposos. 4) Pengkajian, Uji Coba, dan Evaluasi Perlindungan Kesejahteraan Sosial Tujuan kegiatan ini adalah terlindunginya anak, wanita dan lanjut usia dari tindak kekerasan dan/atau perlakuan salah serta terselenggaranya pelayanan konsultasi bagi mereka. Sasaran kegiatan ini adalah anak, wanita, dan para lanjut usia yang terancam dan/atau yang telah menjadi korban tindak kekerasan dan/atau perlakuan salah dari keluarganya atau pihak lain. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi perumusan sistem perlindungan sosial, pelatihan peningkatan kemampuan profesional dan kemampuan penyusunan laporan sosial untuk para pekerja sosial, pelaksanaan kegiatan perlindungan kesejahteraan sosial dan pelayanan konsultasi. Kegiatan tersebut merupakan rintisan bagi terciptanya perlindungan sosial masyarakat. c. Program Peningkatan Partisipasi Sosial Masyarakat Tujuan program ini adalah meningkatkan dan mengembangkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan umumnya dan pembangunan kesejahteraan sosial pada khususnya secara melembaga dan terorganisasi dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat secara adil dan merata. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan program ini diarahkan pada upaya meningkatkan kepedulian dan kepekaan masyarakat terhadap permasalahan sosial dan lingkungannya, meningkatkan mutu 217 pelayanan sosial secara profesional, dan mendorong golongan mampu untuk ikut berperan dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai perwujudan kesadaran, kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial serta terjaminnya tingkat kesejahteraan sosial warga masyarakat yang tergolong rawan sosial ekonomi. Kegiatan pokok program ini meliputi penyuluhan dan bimbingan, pembinaan organisasi sosial, pembinaan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, pembinaan sumbangan masyarakat dan asuransi sosial. 1) Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran, kesetiakawanan, dan tanggung jawab sosial masyarakat agar tercipta iklim dan suasana yang mendukung bagi peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial diarahkan kepada terciptanya kondisi sosial yang mendukung bagi pelaksanaan pembangunan sektor lainnya sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih baik dan efektif. Sasaran kegiatan penyuluhan dan bimbingan adalah seluruh warga masyarakat termasuk golongan masyarakat mampu terutama di wilayah yang rawan permasalahan sosial. Kegiatan pokoknya meliputi pengembangan pola penyuluhan dan bimbingan sosial, pemantapan pola pembinaan tenaga penyuluh, dan peningkatan perlengkapan penyuluhan dan bimbingan sosial. Penyampaian materi penyuluhan dilaksanakan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin media tradisional yang ada dan dengan melibatkan organisasi sosial serta LSM, tokoh masyarakat, pemuda dan wanita, pemimpin formal dan informal serta memanfaatkan berbagai media massa. 2) Pembinaan Organisasi Sosial Tujuan pembinaan organisasi sosial adalah meningkatnya jumlah dan mutu orsos yang mencakup peningkatan kemampuan 218 manajemen dan profesional pelayanan kesejahteraan sosial, di samping meningkatnya koordinasi antara Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S), Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (KKKS), dan meningkatnya meka nisme dan koordinasi kemitraan di berbagai tingkatan. Sasaran kegiatan ini adalah orsos, yayasan dan lembaga sosial, termasuk LSM dan organisasi keagamaan serta kelompok masyarakat yang bergerak dalam usaha kesejahteraan sosial dan mempunyai potensi untuk menangani permasalahan kesejahteraan sosial. Kegiatan pokok pembinaan organisasi sosial meliputi peningkatan kemampuan profesional pel ayanan dan manajerial o r s o s , bantuan pengembangan organisasi dan peningkatan pelayanan orsos, forum komunikasi bapak angkat, dan forum konsultasi warga mampu. Di samping itu, dilaksanakan pula pemetaan profil orsos, sistem koordinasi dan informasinya, pengembangan modul pelatihan, pengembangan modul pembinaan dan pelayanan termasuk arahan pelayanan yang s p esi f i k, peningkatan koordinasi dan rujukan pada berbagai tingkatan administrasi, serta peningkatan kerja sama dengan orsos di luar negeri. 3) Pembinaan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat Tujuan kegiatan ini adalah terbina dan meningkatnya jumlah serta mutu tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM) sehingga mereka dapat berperan serta aktif sebagai penggerak masyarakat dam mampu mendayagunakan sumbe r-sumber kesejahteraan sosial yang ada. Selain itu, TKSM dapat mengorganisasikan dan melembagakan peran serta masyarakat, mencegah dan menanggulangi permasalahan kesejahteraan sosi al . Sasaran pembinaan TKSM adalah PSM di setiap desa/kelurahan dan para relawan sosial termasuk golongan masyarakat yang mampu. 219 Kegiatan pokok yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembinaan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, meliputi penyuluhan, bimbingan sosial, pelatihan keterampilan, termasuk pelatihan manajemen usaha kesejahteraan sosial. Selain itu, dilaksanakan pula peningkatan kerja sama antar-TKSM melalui forum komunikasi dan konsultasi TKSM. Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan seperti pemetaan profil PSM, pemantapan pola pembinaan PSM, dan pemilihan PSM teladan serta penyediaan dukungan peralatan kerja. 4) Pembinaan Sumbangan Sosial Masyarakat Tujuan kegiatan ini adalah terbina dan meningkatnya peran serta masyarakat dalam memberikan sumbangan sosial berupa dana maupun barang yang didayagunakan untuk usaha kesejahteraan sosial. Untuk itu, sasaran kegiatan diutamakan pada golongan masyarakat yang mampu, baik perseorangan, keluarga maupun kelompok sosial/organisasi sosial. Kegiatan yang dilaksanakan mencakup penyuluhan dan bimbingan sosial, pertemuan dan konsultasi dengan golongan masyarakat mampu, pengumpulan, pengelolaan dan pendayagunaan sumbangan sosial baik berupa dana maupun barang. Selain itu, dilaksanakan pemantauan, evaluasi, pengawasan dan pemberian penghargaan bagi mereka yang memberikan sumbangan sosial. 5) Pengkajian, Uji Coba, dan Evaluasi Asuransi Sosial Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengkaji model asuransi sosial yang dapat dikembangkan dalam masyarakat dengan maksud membantu masyarakat yang kurang beruntung. Kegiatan pokok pengkajian, uji coba dan evaluasi asuransi sosial meliputi pertama, identifikasi kelembagaan dan sistem serta mekanisme kerja asuransi sosial yang telah ada; kedua, penyusunan rancangan 220 dan perintisan pelaksanaan asuransi sosial di beberapa lokasi; ketiga, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan pelaksanaan asuransi sosial pada beberapa kelompok prioritas. 2. Program Penunjang a. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Bencana Tujuan program ini adalah meningkatkan kewaspadaan masyarakat menghadapi bencana dan kemampuan masyarakat dalam menanggulangi akibat bencana sehingga mengurangi jumlah korban dan kerugian materi, serta memulihkan kembali fungsi sosial perseorangan, keluarga dan masyarakat korban bencana untuk hidup secara normal. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain, adalah menyiapkan petugas dan tenaga masyarakat dalam menghadapi bencana alam dan musibah lainnya; memberi bantuan darurat, bantuan rehabilitasi rumah, serta bimbingan dan penyuluhan untuk mempercepat pemulihan kehidupan sehari-hari; dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana. b. Program Pembinaan Anak dan Remaja Tujuan program ini adalah terjaminnya kelangsungan proses tumbuh kembang anak balita secara wajar dalam rangka menumbuhkan daya cipta dan menyiapkan mereka untuk hidup bermasyarakat. Sasaran program ini terutama adalah anak balita yang ibunya bekerja di luar rumah. Selain itu, pembinaan anak dan remaja terlantar dilaksanakan melalui program pokok pembinaan kesejahteraan sosial. Khusus untuk anak balita, kegiatannya berupa pengembangan tempat penitipan anak (TPA) dan pembinaan kelompok bermain. 221 1) Pengembangan Tempat Penitipan Anak Kegiatan ini pada dasarnya merupakan upaya pemberian perlindungan terhadap gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak karena ditinggalkan oleh ibunya selama mereka bekerja. Oleh karena itu, tujuan kegiatan ini adalah terjaminnya tumbuh kembang anak melalui pengasuhan dan penitipan anak sehingga memungkinkan para orang tua dapat melaksanakan pekerjaan dengan tenang. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pengadaan tempat penitipan anak dan kelengkapannya, pelatihan petugas pelayanan penitipan anak dan pelayanan kesejahteraan sosial bagi balita di TPA. Seluruh kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai percontohan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta untuk ikut serta menyelenggarakan pelayanan penitipan anak. 2) Pembinaan Kelompok Bermain Kegiatan ini bertujuan untuk dapat menjamin berlangsungnya proses tumbuh kembang dan sosialisasi anak balita secara wajar yang dilakukan melalui pembinaan kelompok bermain. Untuk itu, kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan kelompok bermain meliputi pengadaan sarana dan prasarana pelayanan, pelatihan petugas pelayanan, dan pelayanan kesejahteraan sosial anak dalam kelompok bermain, baik di lingkungan industri maupun di daerah permukiman di perkotaan. Seluruh kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai percontohan untuk lebih meningkatkan peran serta masyarakat. c. Program Pembinaan Pemuda Tujuan program pembinaan pemuda adalah meningkatnya kualitas dan melembaganya karang taruna sebagai organisasi kepemudaan di tingkat desa/kelurahan yang berperan aktif dalam usaha kesejahteraan sosial sehingga dapat mencegah dan mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial di kalangan generasi 222 muda seperti masalah kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika atau obat adiktif lainnya. Di samping itu, diharapkan bahwa karang taruna dapat membantu dalam pemasyarakatan P4, pembauran bangsa, peningkatan keterampilan di bidang sosial ekonomi serta perluasan kesempatan kerja terutama dengan cara wiraswasta. Dengan demikian, sasaran program ini adalah karang taruna sebagai organisasi sosial kepemudaan di bidang kesejahteraan sosial di tingkat desa/kelurahan. Kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan program meliputi pelatihan dan pembinaan pengurus dan anggota karang taruna di bidang manajemen dan pelayanan sosial, studi karya bhakti karang taruna, pemilihan karang taruna teladan, pembinaan forum komunikasi karang taruna (FKKT), dan pemberian bantuan sarana, serta bantuan usaha ekonomis produktif agar karang taruna mampu pula menciptakan lapangan kerja dan usaha. d. Program Peranan Wanita Tujuan program ini adalah meningkatkan kedudukan dan peranan wanita sebagai mitra sejajar pria dalam pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial wanita melalui penguasaan keterampilan, termasuk usaha ekonomis produktif. Peningkatan peranan wanita diarahkan kepada upaya menghilangkan pandangan yang kurang menguntungkan dari masyarakat terhadap status dan peranan wanita sehingga menunjang terwujudnya peningkatan status dan peranan wanita sebagai mitra sejajar pria dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Selain itu, juga diarahkan untuk memperluas jangkauan program peningkatan peranan wanita dan untuk meningkatkan pelaksanaan keterpaduan antarprogram dan antarsektor. Sasaran pokok program adalah para wanita miskin pada umumnya, terutama yang mempunyai potensi sebagai pemimpin dan/atau wanita yang rentan sosial ekonominya. Kegiatan peningkatan peranan wanita ini dilaksanakan secara terintegrasi melalui kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga 223 (PKK) dan program pembinaan wanita menuju keluarga sehat dan sejahtera (P2WKSS). Adapun kegiatan pokoknya meliputi pembinaan kepemimpinan sosial wanita dalam bidang kesejahteraan sosial dan pengembangan kesejahteraan sosial wanita miskin. 1) Pembinaan Kepemimpinan Wanita Bidang Kesejahteraan Sosial Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kepemimpinan wanita dalam usaha kesejahteraan sosial yang diupayakan terutama melalui peningkatan kemampuan pemimpin sosial wanita di perdesaan dengan menempatkan wanita sebagai sasaran kegiatan. Sasaran kegiatan ini adalah wanita pada umumnya, baik yang telah menikah maupun belum, yang mempunyai potensi sebagai pemimpin sosial wanita di daerah perdesaan. Adapun kegiatan pokok pembinaan kepemimpinan wanita bidang kesejahteraan sosial adalah pemberian pelatihan dan bimbingan kepada para calon pemimpin wanita yang potensial. 2) Pengembangan Kesejahteraan Sosial Wanita Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial wanita dalam kesatuan keluarga yang dicapai melalui upaya peningkatan kemauan, kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan usaha ekonomis produktif oleh wanita miskin. Sasaran kegiatannya adalah para wanita miskin dan atau wanita yang termasuk dalam kategori rentan sosial ekonomi. Kegiatan pokok pengembangan kesejahteraan sosial wanita meliputi identifikasi populasi sasaran dan pemberian pelatihan keterampilan serta pembinaan yang sesuai dengan bantuan usaha ekonomis produktif bagi mereka. Selain itu, dilaksanakan juga bimbingan sosial bagi mereka sebagai upaya pencegahan urbanisasi wanita muda ke kota. 224 e. Program Penelitian dan Pengembangan Sosial Tujuan program penelitian dan pengembangan sosial adalah untuk menunjang perumusan kebijaksanaan dan meningkatkan kualitas perencanaan program pembangunan kesejahteraan sosial serta pengembangan pola penanganan permasalahan kesejahteraan sosial sehingga pelaksanaan program dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Sasaran program adalah terselenggaranya berbagai penelitian yang berkaitan dengan penanganan permasalahan kesejahteraan sosial yang mencakup kecenderungan perkembangan permasalahan, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program, serta pengembangan pola penanganan permasalahan kesejahteraan sosial. Kegiatan program ini meliputi perumusan permasalahan, perencanaan, dan pelaksanaan penelitian terapan, baik yang bersifat eksperimentasi, evaluatif, studi kasus, dan pengkajian pola penanganan permasalahan kesejahteraan sosial. Dalam melaksanakan penelitian, kerja sama dengan perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan instansi penelitian lainnya terus ditingkatkan. Dalam mendukung pelaksanaan penelitian, dilaksanakan pula upaya untuk menyempurnakan dan melengkapi sarana dan prasarana pusat penelitian yang dibutuhkan. f. Program Pendidikan dan Pelatihan Sosial Tujuan program ini adalah meningkatkan jumlah dan mutu tenaga kesejahteraan sosial baik pemerintah maupun masyarakat, dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi analisis kebutuhan pendidikan dan latihan, pemberian kesempatan belajar untuk pendidikan program D-IV, S-1, S-2, S-3 dan pendidikan nongelar dan pelatihan bagi pegawai terutama di bidang kesejahteraan sosial. Untuk meningkatkan mutu tenaga kesejahteraan sosial masyarakat dilaksanakan pula pelatihan manajerial dan profesional bagi mereka. 225 Guna menunjang pendidikan dan pelatihan sosial diupayakan untuk mengembangkan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) di Bandung dan pusat-pusat pelatihan tenaga sosial melalui pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga pengajar, meningkatkan fasilitas pendidikan termasuk perpustakaan dan penyediaan alat bantu pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan. C. PENANGGULANGAN BENCANA I. PENDAHULUAN Hakikat pembangunan nasional adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya dan membangun masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terarah, bertahap, dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Berdasarkan pokok pikiran di atas, pembangunan nasional dapat dicapai secara maksimal bila rencana dan upaya-upaya yang telah dibangun dapat terlindungi dari gangguan kerusakan, baik oleh perbuatan manusia maupun karena bencana alam. Dengan demikian, upaya menghadapi dan menanggulangi suatu bencana menjadi bagian terpadu dari pembangunan nasional yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. Penanggulangan bencana pada hakikatnya merupakan upaya kemanusiaan untuk melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangunan dari ancaman bencana. Di samping itu, penanggulangan bencana juga merupakan upaya kegiatan ekonomi yang bertujuan memulihkan dan mengembalikan kerugian 226 harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, serta memulihkan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Indonesia, memiliki wilayah yang luas dan berkedudukan di khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, diberkati oleh berbagai keunggulan komparatif termasuk diantaranya alam tropik, sumber daya alam yang beraneka ragam, serta penduduk yang besar jumlahnya. Ibarat dua sisi dari satu mata uang, berbagai keunggulan ini dihadapkan pula kepada ancaman bencana yang membawa korban bagi kehidupan manusia dan perekonomian. Wilayah Indonesia yang bercirikan kepulauan dan kelautan dengan lingkungan dan alam tropiknya, hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Jumlah curah hujan di beberapa daerah, terutama di wilayah bagian barat yang terlalu tinggi, menyebabkan wilayah tersebut menjadi rawan banjir dan menimbulkan tanah longsor. Sebaliknya, di sebagian wilayah Indonesia, terutama di bagian tenggara, curah hujan sangat sedikit dan menyebabkan rawan akan bencana kekeringan pada musim kemarau. Sementara itu, proses geologi yang terjadi di Indonesia yang di sate pihak memberikan kekayaan alam yang beraneka ragam dan dapat didayagunakan bagi kemakmuran rakyat, di pihak lain menyebabkan bagian wilayah Indonesia terus menerus bergerak sehingga sangat labil dan rentan terhadap gempa bumi tektonik dan letusan gunung api. Sementara itu, kurangnya pengertian dan pengetahuan penduduk tentang perlunya kelestarian lingkungan, menyebabkan kerawanan pula terhadap lingkungan alamnya yang pada gilirannya akan mengakibatkan berbagai bencana alam. Di samping itu, penduduk berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan pada umumnya hanya mampu bertempat tinggal di daerah kumuh yang tidak layak huni dengan kepadatan yang tinggi. Daerah kumuh dan 227 padat penduduk itu sangat rawan terhadap wabah penyakit dan bencana kebakaran permukiman. Dengan makin meningkatnya kegiatan pembangunan di masa mendatang, yang disertai dengan perubahan tuntutan dan kebutuhan manusia, maka diperkirakan kecenderungan bencana akibat perbuatan manusia juga makin meningkat. Mengingat besarnya korban dan kerugian akibat terjadinya bencana, dan apabila tidak dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan bencana secara tepat dan efektif, maka pelaksanaan pembangunan serta hasil-hasil pembangunan nasional dapat terganggu, bahkan dapat terhambat. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, perlu diambil langkah-langkah penanggulangannya secara dini, khususnya dalam kegiatan pencegahan, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan disertai upaya penyelamatan, pertolongan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Mengingat penanggulangan bencana secara paripurna merupakan kegiatan lintas bidang dan lintas sektor yang keberhasilannya akan mendukung pembangunan nasional, maka antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya bencana yang dapat mengancam kelangsungan pembangunan nasional, baik yang berupa kerugian jiwa maupun secara material, perlu makin dikembangkan melalui berbagai program dan kegiatan. Salah satu bagian dari amanat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 tentang ketahanan nasional adalah ketahanan ekonomi yang merupakan kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Sehubungan dengan itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri sejak dini menghadapi segala sesuatu untuk masa depan, baik yang negatif maupun positif yang merupakan ciri dari suatu masyarakat industri yang mandiri. 228 Penanggulangan bencana, dengan demikian, merupakan suatu perwujudan kemandirian masyarakat, yaitu mampu bersatu dengan alam sekitarnya yang harus dijaga kelestariannya, mandiri sebagai insan ekonomi yang produktif, mandiri karena kemampuan sumber daya manusianya yang tidak tergantung dan menyerahkan nasibnya pada alam, dan mandiri karena percaya akan kemampuan dan kekuatan sendiri. Penanggulangan bencana dalam Pembangunan J angka Panjang Kedua (PJP II) dan Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) dilaksanakan dalam berbagai bidang dan sektor ekonomi serta kesejahteraan rakyat. Dalam subbab ini diuraikan masalah dan berbagai kebijaksanaan ' dalam penanggulangan bencana dalam satu kesatuan dan pola pikir sehingga dapat menjamin keterpaduan dan efektivitas pelaksanaannya. II. PENANGGULANGAN BENCANA DALAM PJP I Selama PJP I telah berhasil ditingkatkan kemampuan masyarakat dalam penanggulangan bencana yang mencakup kemampuan ke s i ap si aga an , pencarian dan penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta pemantapan kelembagaan. Dalam kaitan dengan mitigasi tanah longsor telah dilaksanakan penyelidikan geologi teknik dan pemetaan kerentanan gerakan tanah sebanyak 50 lembar. Selanj utnya, telah dihasilkan identifikasi 25 lokasi daerah rawan gempa di seluruh Indonesia. Selain itu, telah diselesaikan pula sejumlah peta seismotektonik, peta geologi kuarter dan peta geomorpologi dari daerah rawan gempa. Dari 129 gunung api aktif di Indon esia telah berhasil dilaksanakan pemantauan secara terus-menerus terhadap 56 gunung api dari pos-pos pengamatan. Untuk penanggulangan bencana erupsi (letusan) gunung api telah diselesaikan 91 buah pemetaan daerah bahaya gunung api. 229 Peningkatan kemampuan dan penyediaan peralatan bagi kegiatan mitigasi bencana alam geologi selama PJP I telah berhasil menekan kerugian akibat bencana, terutama penyelamatan jiwa manusia. Keberhasilan pemantauan dalam rangka penanggulangan bencana alam geologi tersebut tidak terlepas dari Peningkatan kegiatan penyebarluasan informasi hasil mitigasi, dan penyuluhan bencana geologi terutama bagi masyarakat yang bermukim di sekitar daerah rawan bencana. Kegiatan lainnya adalah pengamanan terhadap areal permukiman dan jiwa manusia dari ancaman bencana lahar primer dan lahar sekunder berupa pembangunan check dam, serta pembuatan terowongan di Gunung Galunggung, Gunung Merapi, dan Gunung Kelud. Dalam penanggulangan bencana kecelakaan, ditingkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap keselamatan pelayaran, dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk memenuhi berbagai persyaratan keselamatan. Untuk meningkatkan keselamatan penerbangan telah dipasang peralatan navigasi penunjuk arah pada pendaratan di 6 lokasi, peralatan pembantu pengukur jarak di 7 lokasi,. peralatan pembantu pendaratan di 2 lokasi, dan pemasangan lampu-lampu landasan untuk membantu pendaratan pesawat sebanyak 14 unit. Di samping itu, telah ditingkatkan pula jumlah dan kemampuan personil untuk mencegah dan menanggulangi kecelakaan di laut dan di darat. Dalam kegiatan pencarian dan penyelamatan, Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) telah dapat meningkatkan kemampuan deteksi dini akibat kecelakaan pelayaran dan penerbangan karena telah memiliki stasiun bumi kecil dengan memanfaatkan Search and Rescue Satellite Aided Tracking. Untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi kecelakaan transportasi secara cepat telah diadakan 2 unit Local User Terminal, yang masing-masing ditempatkan di Jakarta dan Ambon. 230 Selain itu, telah diadakan 5.000 buah Emergency Locator Transmitter yang dibagikan pada berbagai instansi pemilik kapal dan pesawat terbang. Dalam rangka penanggulangan bencana banjir dilaksanakan pengamanan daerah-daerah produksi, permukiman, serta bangunan umum lainnya, yang meliputi areal 1,9 juta hektare, dengan cara melakukan pengamanan dan perbaikan sungai-sungai seperti Sungai Citanduy, Sungai Cimanuk, Sungai Bengawan Solo, Sungai Brantas, Sungai Barito, dan Sungai Ular. Selanjutnya dilakukan juga rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap kawasan yang menderita akibat gemba bumi, dan gelombang pasang (tsunami) seperti di Nusa Tenggara Timur (Alor, Flores) dan Minahasa; bencana kebakaran di Kotabaru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan; bencana kekeringan di Gunung Kidul, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur dan Irian Jaya dengan membangun telaga-telaga, pengeboran air tanah, pembangunan embung-embung; serta pengamanan pantai dari bencana abrasi, di Pontianak-Singkawang (Kalimantan Barat), Kuta (Bali), Pangandaran (Jawa Barat), dan lain-lain, sepanjang 15 kilometer. Dalam bidang kesehatan dilakukan kegiatan untuk meningkatkan pencegahan dan pemberantasan penyakit terutama terhadap penyakit yang dapat menimbulkan wabah, meningkatkan pelayanan kesehatan, penyehatan lingkungan permukiman, dan penyuluhan kesehatan. Selain itu, dilaksanakan pula pelayanan gawat darurat di lapangan maupun di rumah sakit, dan pelatihan pertolongan pertama baik untuk petugas kesehatan maupun untuk organisasi kemasyarakatan seperti pramuka, palang merah remaja, kader sukarelawan, karang taruna dan sebagainya. Dalam rangka mendukung upaya rehabilitasi sosial korban bencana dalam bidang kesejahteraan sosial telah dilaksanakan serangkaian kegiatan, yakni, pelatihan satuan tugas sosial 231 penanggulangan bencana (Satgasos PB), penambahan perlengkapan peralatan penanggulangan bencana alam, penyelamatan korban-korbannya, dan penyelenggaraan penyuluhan bimbingan sosial bagi masyarakat di daerah rawan bencana alam, serta pemberian bantuan antara lain berupa bahan bangunan untuk memperbaiki rumah-rumah yang rusak dan pemindahan permukiman ke daerah yang lebih aman. Untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen penanggulangan bencana telah dilakukan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri. Pelatihan-pelatihan tersebut diberikan kepada petugas dari berbagai instansi yang meliputi berbagai aspek penanggulangan bencana. Di dalam rangka kesiapsiagaan, pemerintah daerah telah melaksanakan uji coba gladi posko dan gladi lapangan di Propinsi Bali, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta. Di samping itu, untuk meningkatkan keterampilan masyarakat, secara berkala telah dilakukan pelatihan dasar serta kursus kader pelaksana pertahanan sipil. Sektor pertambangan dan energi telah pula menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan dalam bidang bencana geologi, yaitu gempa bumi, erupsi gunung api, tanah longsor, gelombang pasang/tsunami. Kegiatan tersebut diselenggarakan bekerja sama dengan instansi teknis terkait. Di bidang kelembagaan, pada tahun 1979 telah ditetapkan Keputusan Presiden RI Nomor 28 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam di tingkat Pusat, di daerah tingkat I, dan daerah tingkat II dengan membentuk satuan koordinasi pelaksanaan penanggulangan bencana alam daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Mengingat makin meningkatnya kejadian bencana yang tidak hanya diakibatkan oleh alam tetapi juga oleh perbuatan manusia, pada tahun 1990 ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 43 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Sejak dibentuk, badan ini telah berhasil mengkoordinasikan berbagai penanggulangan 232 bencana sehingga akibat yang ditimbulkan dapat ditekan secara berarti. III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN Pembangunan nasional selama PJP I telah berhasil menyediakan prasarana dan sarana bidang sosial dan ekonomi yang makin lengkap. Pemanfaatan prasarana dan sarana tersebut telah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sel ain itu, kemampuan masyarakat untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya bencana juga meningkat. Hal ini tercermin dari kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, kecepatan pemberian pertolongan dan penyelamatan, dan kemampuan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi sesudah terjadinya bencana. Di masa datang diperkirakan kecenderungan terjadinya bencana, baik karena perbuatan manusia maupun karena bencana alam akan terus meningkat. Mengingat kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana dan dampaknya terhadap kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, maka dalam PJP II perlu dikenali berbagai tantangan dan kendala yang harus diatasi serta peluang yang dapat dimanfaatkan. 1. Tantangan Struktur geologis dan keadaan geografis Indonesia, yang terletak diantara dua samudera dan dua benua, merupakan daerah rawan terhadap bencana alam. Di samping itu, kepulauan Indonesia, yang terletak di daerah tropis dan mempunyai curah hujan yang relatif tinggi, sangat rawan terhadap terjadinya bahaya banjir, tanah longsor, dan sebagainya. Keadaan ini diperberat lagi oleh terbatasnya pemetaan terhadap daerah yang rawan bencana tersebut. Sampai akhir PJP I baru sekitar 40 persen daerah yang 233 mempunyai potensi rawan bencana berhasil dipetakan. Pada daerah-daerah yang sudah memiliki peta rawan bencana, hasilnya belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam penyusunan rencana umum tata ruang. Di samping itu, karena pemetaan ini dilakukan oleh berbagai instansi, maka penyebaran informasi dari instansi pelaksana kepada instansi pengguna belum optimal. Selain itu karena pertumbuhan penduduk dan karena tekanan ekonomi, daerah rawan bencanapun terpaksa dijadikan permukiman. Oleh karena itu, merupakan tantangan dalam PJP II untuk menyelesaikan pemetaan daerah rawan bencana sehingga informasi tentang daerah rawan bencana dijadikan dasar bagi penyusunan rencana umum tata ruang serta bagi pengaturan permukiman penduduk. Meluasnya lahan kritis akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dicirikan dengan terjadinya banjir dan kekeringan yang makin meluas. Di samping itu, struktur geologis kepulauan Indonesia terdiri atas sirkum Pasifik yang merupakan daerah rawan gempa bumi. Indonesia juga memiliki gunung api aktif yang terbanyak di dunia, sehingga tingkat kerawanan terhadap bencana letusan gunung api cukup tinggi. Pembangunan dalam PJP I telah menghasilkan banyak gedung bertingkat, industri-industri/pabrik-pabrik. Kemajuan di bidang teknologi telah menjadikan kehidupan masyarakat makin rawan terhadap kemungkinan terjadinya musibah/bencana baik karena perbuatan manusia maupun bencana alam. Bencana karena perbuatan manusia dapat berupa kecelakaan transportasi baik di darat, laut, udara, danau, sungai dan juga kecelakaan di tempat kerja, bencana nuklir, pencemaran terhadap tanah, air dan udara, kebakaran permukiman, dan kebakaran gedung-gedung besar dan tinggi, hama tanaman dan bahaya banjir, sedangkan bencana alam, terutama gempa bumi, dapat mengancam keamanan dan keselamatan gedung-gedung tinggi di perkotaan dan instalasi industri serta prasarananya. Oleh karena itu, merupakan tantangan 234 untuk menyiapkan masyarakat agar siap siaga dan mampu menghadapi serta mengatasi terjadinya berbagai jenis bencana. Untuk dapat mengurangi akibat dari bencana diperlukan kemampuan dan penguasaan teknologi untuk mendeteksi kemungkinan bencana secara dini dan kemampuan untuk memberikan peringatan awal kepada masyarakat di daerah rawan bencana. Kemampuan untuk deteksi dini masih rendah disebabkan masih terbatasnya jumlah dan mutu peralatan deteksi yang ada. Misalnya dari kebutuhan alat deteksi gempa yang diperlukan untuk memantau lebih kurang 2,1 juta kilometer persegi daerah rawan gempa, baru 50 buah yang dimiliki. Selain itu, teknologi untuk mengetahui karakteristik dari gempa juga belum berkembang. Akibatnya perencanaan pembangunan gedung terutama gedung bertingkat tinggi belum didasarkan pada sifat dan besaran dari gempa di daerah tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kerawanan bangunan terhadap gempa atau dapat menyebabkan pemborosan biaya karena penggunaan kualitas bahan atau jenis bangunan yang sebetulnya tidak cocok. Oleh karena itu, tantangan lainnya adalah meningkatkan penguasan teknologi dalam bidang penanggulangan bencana sehingga dapat menekan kerugian akibat bencana. Kedudukan strategis Indonesia, yang terletak di jalur penghubung antara dua benua dan dua samudera, menyebabkan kegiatan penerbangan maupun pelayaran internasional melalui Indonesia meningkat dengan pesat. Selain itu, jumlah armada transportasi nasional baik darat, laut, maupun udara juga meningkat. Peningkatan frekuensi perhubungan dan penggunaan teknologi komunikasi dan transportasi yang makin canggih, bila tidak diikuti dengan keterampilan dan disiplin manusia yang mengoperasikannya dapat meningkatkan terjadinya berbagai kecelakaan. Pada waktu kecelakaan, pencarian dan penyelamatan manusia korban kecelakaan merupakan tugas nasional yang harus 235 dilakukan secara cepat dan tepat. Namun, karena keterbatasan tenaga terlatih, dan terbatasnya peralatan pencarian dan penyelamatan, serta masih belum efektifnya koordinasi pencarian dan penyelamatan, maka kemampuan pencarian dan penyelamatan masih rendah. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi adalah melaksanakan pencarian dan penyelamatan manusia korban bencana atau musibah lainnya secara cepat dan tepat. Sistem perundang-undangan yang menjadi acuan bagi penanggulangan bencana masih belum lengkap. Selain itu, prosedur tetap beserta petunjuk pelaksanaan untuk mengatasi/menghadapi berbagai bentuk bencana baru sebagian kecil selesai disusun. Prosedur tetap yang sudah disusunpun belum diuji cobakan sesuai dengan kondisi daerah dan sosial budaya setempat. Di samping itu, metode penyuluhan, pelatihan, dan pendidikan tentang penanggulangan bencana bagi petugas dan masyarakat belum efektif. Faktor pendidikan masyarakat yang masih rendah, kepercayaan, dan sikap sebagian masyarakat yang menganggap bahwa bencana itu tidak bisa dihindari menyebabkan kesulitan untuk menyiapsiagakan masyarakat dalam menghadapi bencana. Oleh karena itu, tantangan selanjutnya adalah meningkatkan pengetahuan aparat dan masyarakat tentang penyebab dan sifat-sifat bencana sehingga upaya pencegahan dan penanggulangannya dapat efektif. 2. Kendala Keadaan geografi Indonesia yang terdiri atas banyak pulau dan tersebar serta mencakup daerah yang luas menyebabkan upaya penanggulangan bencana menghadapi berbagai kendala seperti terhambatnya penyampaian informasi bencana dan terlambatnya upaya penyelamatan. Di samping itu, proses geologi yang terjadi menyebabkan sebagian wilayah Indonesia terus menerus bergerak sehingga sangat labil dan rentan terhadap gempa bumi tektonik. Akibat lain dari proses geologi tersebut, Indonesia memiliki 236 banyak gunung api aktif yang rawan terhadap bencana letusan gunung api. Belum dikuasainya ilmu dan teknologi yang berkembang dewasa ini serta terbatasnya kemampuan pendanaan menyebabkan modernisasi peralatan yang sangat dibutuhkan, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan kesiapsiagaan yang tinggi, masih belum bisa terlaksana. Peralatan, sarana, dan prasarana penanggulangan bencana yang ada sekarang belum memenuhi syarat sehingga keterbatasan tersebut merupakan kendala dalam upaya mengatasi tantangan yang muncul. Kesadaran dan pemahaman serta peranserta masyarakat terhadap upaya pencegahan penanggulangan bencana masih belum memadai. Hal tersebut, antara lain terlihat dari perilaku masyarakat dalam membangun dan menyiapkan permukiman berkelompok di suatu tempat rawan belum memperhitungkan ancaman sehingga merupakan kendala untuk mewujudkan tata ruang yang aman. Keadaan ini terkait dengan belum lengkap dan sempurnanya peta daerah rawan bencana dan belum memadainya jumlah maupun mutu tenaga terlatih dalam penanggulangan bencana. Kendala lain yang dihadapi adalah tingginya curah hujan di beberapa daerah serta kerusakan hutan sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengusahaan hutan yang tidak terkendali sehingga mengakibatkan peningkatan frekuensi dan volume banjir yang terjadi. Keadaan tersebut diperberat oleh kesadaran masyarakat yang masih kurang akan fungsi sungai yang tercermin dari masih seringnya terjadi pembuangan limbah padat ke badan sungai sehingga mengakibatkan kapasitas pengaliran sungai makin kecil. Selain itu, akibat banyaknya masyarakat yang memanfaatkan bantaran sungai, yang merupakan areal pelimpahan banjir alamiah, sebagai tempat tinggal menyebabkan timbulnya korban yang lebih banyak pada waktu banjir. 237 Kesenjangan antara tuntutan kemampuan penanggulangan bencana yang ingin diwujudkan dengan kemampuan penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas masih cukup besar. Sementara itu, masih terdapat kesenjangan yang cukup besar antara kebutuhan untuk menanggulangi bencana dengan kemampuan sumber daya dan teknologi yang ada. Kendala lain adalah belum mantapnya koordinasi, terbatasnya perangkat lunak untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana dan belum lengkapnya prosedur tetap untuk menanggulangi bencana. 3. Peluang Kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan semangat kekeluargaan, gotong royong dan kebersamaan dan kepedulian sosial merupakan modal untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana secara makin efektif. Perkembangan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, termasuk teknologi dalam mendeteksi tanda-tanda bencana, teknologi pemantauan bencana, penyampaian peringatan dini dan teknologi menekan dampak bencana, dan lain-lain memungkinkan umat manusia untuk meningkatkan kewaspadaannya dan membuka peluang untuk menghindari dan melunakkan akibat dari bencana tersebut. Makin tersebarnya sarana telekomunikasi di berbagai daerah di Indonesia serta makin pesatnya kemajuan teknologi komunikasi memberi peluang untuk meningkatkan mutu kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana. Hasil pembangunan selama PJP I yang berupa antara lain tersedianya prasarana seperti pengendali banjir, pos-pos pengontrolan gunung api, stasiun pengamat gempa, pengamat cuaca, sarana penanggulangan kebakaran dan kemampuan pengelolaan prasarana tersebut merupakan modal pembangunan bagi tahap selanjutnya. Modal tersebut merupakan peluang 238 yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keandalan pencegahan bencana. Adapun potensi masyarakat yang tergabung dalam wadah perlindungan masyarakat (linmas) sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, yang merupakan wadah organisasi penanggulangan bencana mencakup antara lain, pemadam kebakaran, Palang Merah Indonesia, SAR, organisasi radio amatir, pramuka, pertahanan sipil dan resimen mahasiswa, rumah sakit, dan organisasi masyarakat lainnya, merupakan peluang yang sangat berarti bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana di masa mendatang. IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN 1. Arahan GBHN 1993 Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan bahwa untuk tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus menuju ke tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat secara efektif dielakkan dari hambatan, ancaman, dan gangguan yang timbul baik dari luar maupun dari dalam, maka pembangunan nasional diselenggarakan melalui pendekatan ketahanan nasional yang mencerminkan keterpaduan antara segala aspek kehidupan bangsa secara utuh dan menyeluruh. Sehubungan dengan penanggulangan bencana, GBHN 1993 menggariskan agar pengetahuan geologi perlu ditingkatkan untuk memperoleh manfaat maksimal dan kemampuan untuk memperkirakan secara tepat bencana alam geologis sehingga dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat. Pembangunan perlindungan masyarakat ditujukan pada terwujudnya kemampuan masyarakat dan ketahanan serta kemampuan lingkungan untuk secara swadaya aktif menanggulangi 239 dan/atau memperkecil akibat malapetaka yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya. Pencarian dan penyelamatan manusia sebagai akibat dari musibah, bencana alam, dan bencana lainnya merupakan tugas nasional, dan harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh berbagai pihak yang perlu terus dimantapkan melalui peningkatan kemampuan organisasi, kualitas sumber daya manusia, manajemen, serta sarana dan prasarananya agar mampu menyelenggarakan bantuan penyelamatan dengan cepat dan tepat. Pelayanan sosial terutama diberikan kepada fakir miskin, anak, dan penduduk usia lanjut yang terlantar, penyandang cacat termasuk cacat veteran, korban penyalahgunaan obat, zat adiktif, dan narkotika, korban bencana alam dan musibah lainnya, kelompok masyarakat yang hidupnya masih terasing dan terpencil, serta anggota masyarakat lain yang kurang beruntung agar memperoleh kesempatan berusaha dan bekerja serta menempuh kehidupan sesuai dengan kemampuan dan martabat kemanusiaan. 2. Sasaran a. Sasaran PJP II Pada akhir PJP II diharapkan telah terwujud kemampuan masyarakat untuk secara swadaya dan aktif dapat menanggulangi dan atau memperkecil malapetaka yang ditimbulkan oleh bencana alam atau musibah lainnya. Pada akhir PJP II diharapkan telah dapat terbentuk sistem dan satuan-satuan linmas dua regu di setiap desa, terwujudnya unit operasional penanggulangan bencana di setiap kecamatan, terwujudnya satuan linmas proyek vital dan satuan tugas penanggulangan bencana di setiap daerah tingkat II terutama di daerah rawan bencana. 240 b. Sasaran Repelita VI Pada akhir Repelita VI, kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya telah meningkat. Selain itu, penguasaan teknologi penanggulangan bencana yang didukung oleh peralatan yang andal, serta jumlah dan mute tenaga pelaksana akan meningkat pula. Di samping itu, pemetaan daerah rawan bencana dilanjutkan dan informasi mengenai kerawanan suatu daerah telah dimanfaatkan secara optimal untuk penyusunan rencana umum tata ruang pada setiap tingkat pemerintahan. Sasaran selanjutnya adalah terlaksananya koordinasi yang makin meningkat dan mantap dalam menanggulangi bencana melalui penyusunan sistem dan satuan linmas serta mekanisme penanggulangan bencana secara nasional yang menyeluruh dan terpadu. Pada Repelita VI dapat terwujud satuan-satuan linmas di tingkat kecamatan dan ruang data pusat pengendalian operasional penanggulangan bencana di tingkat pusat. Undang-undang linmas diharapkan telah dapat diundangkan pada akhir Repelita VI. 3. Kebijaksanaan Dalam upaya penanggulangan bencana, prioritas tinggi diberikan kepada peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat serta jajaran pemerintah daerah setempat, khususnya di daerah rawan bencana dalam menghadapi terjadinya bencana. Untuk itu, pemetaan daerah rawan bencana akan ditingkatkan dan informasi mengenai peta bencana disebarluaskan kepada para pemakai sehingga dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan dan penyusunan rencana umum tata ruang. Kemampuan dan penguasaan teknologi untuk mendeteksi bencana ditingkatkan melalui penyediaan sarana, prasarana dan peningkatan kualitas serta jumlah tenaga. Hal ini didukung dengan pengembangan sistem informasi bencana sehingga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana. 241 Dalam rangka mencegah kerusakan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup sumber daya air, diupayakan pengembangan usaha konservasi di daerah hulu sungai, rehabilitasi lahan kritis, penataan pengaliran sungai, dan penyerasian pola tata ruang dengan tata guna lahan serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis. Kebijaksanaan lainnya adalah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam konservasi tanah dan air, serta mengembangkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya peranan sumber daya air dalam kehidupan sehingga masyarakat terus memeliharanya. Kemampuan petugas dan masyarakat untuk pencarian dan penyelamatan dan pemberian pengobatan serta perawatan korban ditingkatkan baik dalam kecepatan maupun ketepatan waktu penyelamatan dengan dukungan peralatan yang memadai. Di samping itu, kemampuan perlindungan masyarakat (linmas) dalam menanggulangi akibat bencana juga ditingkatkan melalui pelatihan, penyuluhan dan pendidikan yang terencana, sistematis dan berkelanjutan. Selanjutnya, dikembangkan pula sistem penanggulangan bencana dan mekanisme keterpaduan penanggulangan bencana pada berbagai tingkatan serta pemberian bantuan dan bimbingan untuk dapat memulihkan fungsi sosial para korban bencana. Dalam keadaan darurat untuk penanggulangan bencana satuan-satuan ABRI dengan peralatannya dapat dikerahkan untuk menanggulangi bencana termasuk pencarian dan pertolongan, pengamanan, dan rehabilitasi daerah yang terkena bencana. Prosedur tetap beserta petunjuk pelaksanaan untuk berbagai jenis bencana akan dipercepat penyusunannya, baik untuk pencegahan, penjinakan dan kesiapsiagaan, penyelamatan, pencarian, pertolongan medis gawat darurat dan penyantunan korban, serta untuk memulihkan penghidupan dan kehidupan korban ataupun untuk mengembalikan fungsi sarana dan prasarana 242 penduduk sehingga kembali seperti atau bahkan menjadi lebih baik dari keadaan sebelum bencana dengan azas kemandirian. Peraturan perundang-undangan di bidang pencegahan bencana dilengkapi dan penerapannya ditingkatkan. Selain itu, kemampuan dalam membangun kembali/rekonstruksi sesudah terjadinya bencana ditingkatkan melalui penyusunan pembakuan prosedur, perbaikan sistem perencanaan, penggunaan teknologi maju dan tepat guna, serta pengawasan sesuai dengan kondisi setempat. V. PROGRAM PEMBANGUNAN Upaya penanggulangan bencana dilaksanakan melalui program penanggulangan bencana yang merupakan program lintas bidang dan lintas sektor yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam penanggulangan bencana khususnya untuk mewujudkan kemampuan masyarakat secara mandiri dalam menghadapi bencana. 1. Program Penanggulangan Bencana Tujuan program penanggulangan bencana adalah meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menanggulangi akibat bencana sehingga mengurangi jumlah korban serta kerugian materi. Di samping itu, program ini juga bertujuan menolong/menyelamatkan para korban bencana melalui bantuan darurat dan memulihkan kembali fungsi sosial perseorangan, keluarga dan masyarakat korban bencana untuk hidup secara normal. Untuk itu, sasaran program ini adalah masyarakat di daerah rawan bencana dan para korban bencana serta tenaga-tenaga di bidang penanggulangan bencana. 243 Kegiatan pokok dalam penanggulangan bencana meliputi kesiapsiagaan menghadapi bencana, tanggap darurat terhadap kejadian bencana, serta rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana. Adapun rincian kegiatannya adalah sebagai berikut: a. Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dilakukan melalui upaya penelitian dan pemetaan daerah rawan bencana, dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Di samping itu, dilaksanakan penyiapan perangkat lunak maupun perangkat keras, serta pelatihan, penyuluhan dan pendidikan bagi petugas maupun masyarakat secara terencana, sistematis dan berkelanjutan dengan memanfaatkan berbagai prosedur tetap yang disusun sesuai dengan jenis bencana. Untuk itu dikembangkan sistem informasi penanggulangan bencana dan pemanfaatan informasi mengenai kerawanan suatu daerah dalam perencanaan pembangunan dan dalam penyusunan rencana umum tata ruang pada setiap tingkat. Selain itu, ditingkatkan pula penyuluhan agar masyarakat tidak tinggal di daerah rawan bencana. Selanjutnya, peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana akan disempurnakan. b. Tanggap Darurat terhadap Kejadian Bencana Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan penanggulangan ketika terjadi bencana yang dilakukan melalui 1) peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan pembinaan fungsi satuan tugas pelaksana dalam pengelolaan dan mengkoordinasikan bantuan darurat, 2) penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pencarian, penyelamatan, dan pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial terhadap korban bencana, 3) meningkatkan kemampuan masyarakat dan petugas dalam mengkonsolidasi diri segera sesudah terjadi bencana melalui 244 penyediaan sarana dan prasarana darurat agar akibat bencana tidak meluas dan berkepanjangan. c. Rehabilitasi Akibat Bencana Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap sarana dan prasarana agar segera berfungsi kembali, dan memulihkan tata kehidupan dan penghidupan serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana berdasarkan asas kemandirian. Kegiatannya meliputi peningkatan pelayanan sosial terhadap korban bencana melalui pemberian bantuan dan rehabilitasi permukiman serta sarana umum lainnya seperti tempat ibadah, gedung, sekolah, pasar dan air bersih. Kepada para korban diberikan bimbingan dan penyuluhan untuk mempercepat pemulihan kehidupan dan penghidupan mereka didukung dengan pemberian sarana usaha ekonomis produktif. Selain itu, dilakukan perbaikan sarana dan prasarana dasar dan, dalam keadaan tertentu, dilakukan pemindahan permukiman ke daerah yang lebih aman. Selanjutnya, ditingkatkan pelibatan lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, serta masyarakat pada umumnya dalam rehabilitasi bencana dan keterpaduan pelaksanaannya. d. Rekonstruksi Akibat Bencana Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keadaan kehidupan dan penghidupan masyarakat dalam menghadapi bencana dengan membangun kembali sarana dan prasarana di lokasi bencana sehingga menjadi lebih baik dari keadaan sebelum terjadinya bencana. Kegiatannya meliputi penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, pembangunan sarana dan prasarana yang lebih aman sehingga ketahanan terhadap bencana di masa datang akan lebih meningkat. Selain itu, dibangun juga prasarana dan sarana peredam bencana diwaktu yang akan datang. 245 Pada keadaan tertentu dilakukan pemindahan penduduk secara permanen ke tempat yang lebih aman, baik secara lokal maupun melalui transmigrasi. D. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM REPELITA VI Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang kesejahteraan sosial, yang akan dibiayai dengan anggaran pembangunan selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99) adalah sebesar Rp518.760,0 juta. Rencana anggaran pembangunan kesejahteraan sosial untuk tahun pertama dan selama Repelita VI menurut sektor, sub sektor, dan program dalam sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 34-2. 246 Tabel 34—2 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99) (dalam Juta rupiah) No. Kode Sektor/Sub Sektor/Program 13 SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL, KESEHATAN, PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA 13.1 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial 13.1.01 13.1.02 13.1.03 13.1.04 Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Program Pembinaan Partisipasi Sosial Masyarakat Program Penanggulangan Bencana Alam 1994/95 34.895,0 23.570,0 11.970,0 5.770,0 1994/95 — 1998/99 238.450,0 155.810,0 84.440,0 40.060,0