kesejahteraan Sosial dan Penanggulangan Bencana

advertisement
BAB 34
KESEJAHTERAAN SOSIAL
DAN PENANGGULANGAN BENCANA
BAB 34
KESEJAHTERAAN SOSIAL
DAN PENANGGULANGAN BENCANA
A. UMUM
Dalam mencapai tujuan dan sasaran Pembangunan Jangka
Panjang Kedua (PJP II), pembangunan bidang kesejahteraan
rakyat harus senantiasa memperhatikan bahwa setiap warga negara
berhak atas taraf kesejahteraan yang layak serta berkewajiban ikut
serta dalam upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Pembangunan
bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan ditujukan
pada terwujudnya kehidupan masyarakat yang makin sejahtera lahir
batin secara adil dan merata. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesejahteraan sosial memegang peranan penting.
G a r i s -ga r i s
Besar Haluan Negara (GBHN) 1993
mengamanatkan bahwa untuk tetap memungkinkan berj alannya
pembangunan nasional menuju tujuan yang harus dicapai, maka
hambatan, ancaman, dan gangguan terhadap keberhasilan
pembangunan nasional harus dapat dihindari atau diatasi dengan
cara sebaik mungkin.
185
Rencana dan upaya-upaya pembangunan yang telah dilakukan
perlu dilindungi dari gangguan kerusakan baik oleh perbuatan
manusia maupun karena bencana. Mengingat besarnya korban dan
kerugian ekonomi yang terjadi akibat bencana, maka perlu
dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan bencana sehingga
pelaksanaan pembangunan serta hasil-hasilnya dapat terpelihara.
Dalam melindungi rencana dan upaya-upaya pembangunan nasional
tersebut, maka penanggulangan bencana memegang peranan yang
amat penting.
Dalam bab ini akan dibahas rencana pembangunan kesejahteraan sosial yang mencakup pula upaya penanggulangan
bencana.
B. KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk mewujudkan
tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar (UUD) 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Selanjutnya Pasal 27, Ayat (2), UUD 1945 menyatakan bahwa
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan; sedangkan pada Pasal 34 dikatakan
bahwa fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh
negara. Kedua pasal tersebut merupakan amanat untuk
mewujudkan keadilan sosial.
186
Sebagai salah satu sektor dari bidang kesejahteraan rakyat,
sektor kesejahteraan sosial menjabarkan amanat UUD 1945 melalui
pelayanan sosial yang dilaksanakan dengan usaha kesejahteraan
sosial (UKS) yang meliputi penyuluhan dan bimbingan sosial,
pembinaan dan rehabilitasi sosial, pemberian bantuan dan
santunan, serta pencegahan munculnya permasalahan sosial yang
baru dan pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial
dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosial.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 menggariskan
bahwa upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) agar makin adil
dan merata terus ditingkatkan, sehingga menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil
pembangunan harus dapat dirasakan masyarakat melalui upaya
pemerataan yang nyata dalam bentuk perbaikan pendapatan dan
peningkatan daya beli masyarakat. Keberhasilan pembangunan
yang dirasakan sebagai perbaikan taraf hidup oleh segenap
golongan masyarakat akan meningkatkan kesadaran rakyat tentang
makna serta manfaat pembangunan sehingga motivasi rakyat makin
tergugah untuk berperan aktif dalam pembangunan.
Selanjutnya, GBHN 1993 menggariskan bahwa dalam
Repelita VI basil pembangunan nasional harus dapat dirasakan oleh
segenap rakyat secara makin adil dan merata. Pemberian pelayanan
sosial kepada masyarakat rentan, sebagai tanggung jawab negara
dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial, perlu
ditingkatkan sehingga dapat dirasakan makin adil dan makin
merata di seluruh tanah air. Di samping itu, GBHN 1993 juga
mengamanatkan agar dalam Repelita VI peran aktif golongan
masyarakat yang mampu dalam penyelenggaraan pelayanan sosial
perlu digalakkan dan dibudayakan tidak hanya sebagai
perwujudan kesetiakawanan sosial, tetapi juga sebagai upaya
memperkecil kesenjangan sosial.
187
Pembangunan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan
sebagai usaha bersama harus merata di semua lapisan masyarakat
dan di seluruh wilayah tanah air; setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan berperan dan menikmati hasil-hasilnya
secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma
baktinya yang diberikan kepada bangsa dan negara.
Pembangunan kesejahteraan sosial dalam PJP II dan Repelita
VI disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pada
pengarahan-pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas.
II. PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
DALAM PJP I
Hasil pembangunan kesejahteraan sosial tercermin, antara lain,
dari meningkatnya perkembangan kesadaran, kesetiakawanan
dan tanggung jawab sosial di masyarakat dalam menghadapi
masalah sosial pada umumnya dan masalah kesejahteraan sosial
khususnya. Perkembangan ini selanjutnya menumbuhkan iklim
yang mendorong peran serta masyarakat dalam pelayanan sosial,
seperti sebagai pekerja sosial masyarakat, relawan sosial, anggota
karang taruna, dan sebagai pendukung dana sosial. Makin
meningkatnya mutu dan cakupan pelayanan sosial bagi fakir
miskin, anak dan lanjut usia terlantar, penyandang cacat, korban
penyalahgunaan obat, zat adiktif dan narkotika, korban bencana,
masyarakat terasing dan masyarakat lain yang kurang beruntung
telah dapat mengurangi kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. Di samping itu, makin banyaknya pelayanan sosial yang
berkembang di masyarakat telah berhasil pula mengurangi gejolak
sosial yang selanjutnya membantu terciptanya stabilitas nasional.
Penyuluhan dan bimbingan sosial yang merupakan kegiatan
pokok dalam pelayanan sosial dilaksanakan dengan maksud untuk
menciptakan kondisi agar masyarakat makin dapat menerima dan
mendukung nilai-nilai pembaruan yang diamanatkan oleh
188
pembangunan. Untuk meningkatkan efekti vit as kegiatan
penyuluhan sosial, pekerja sosial masyarakat (PSM) terus dibina
dan ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui
berbagai pelatihan. Selama PJP I telah dilatih lebih dari 194 ribu
orang PSM. Karena PSM ini berasal dari masyarakat dan akan
kembali bekerja untuk masyarakat lingkungannya setelah
menyelesaikan pelat ihan, peningkatan pelatihan PSM ini
merupakan cerminan makin meningkatnya kesadaran dan
par t i si pasi masyarakat dalam menangani permasalahan
kesejahteraan sosial.
Bantuan pengentasan fakir miskin bertujuan untuk membantu
meningkatkan taraf kesejahteraan sosial kelompok masyarakat yang
sangat miskin di daerah perdesaan melalui pemberian motivasi,
pembentukan kelompok, dan pemberian paket usaha -usaha
produktif yang diawali dengan pelatihan keterampilan sesuai
dengan paket bantuan yang diterimakan. Paket usaha produktif
dikelola secara berkelompok yang masing-masing terdiri atas 10
kepala keluarga (KK). Di setiap desa miskin yang terpilih rata rata disantuni antara 3 -- 5 kelompok usaha bersama (KUB).
Dalam Repelita IV kegiatan ini masih merupakan uji coba
yang dilaksanakan di 17 propinsi dengan jumlah warga yang
dibantu berjumlah lebih dari 19,5 ribu KK. Dalam Repelita V
kegiatan ini ditingkatkan dan dibesarkan sehingga sampai dengan
akhir PJP I jumlah fakir miskin yang dibantu mencapai kurang
lebih 74,8 ribu KK di 2.103 desa. Upaya ini sejak tahun 1991/92
telah dipadukan dengan program penanggulangan kemiskinan
yang lain seperti program pembangunan kawasan t erpadu (PKT),
pembinaan kredit kecil melalui koperasi unit desa (KUD) dan
pengadaan air bersih. Hasil kegiatan pengentasan kelompok
yang sangat miskin ini, meskipun tidak dalam jumlah yang
besar, penting artinya sebagai bagian dari upaya penanggulangan
kemiskinan pada umumnya.
189
Dalam Repelita I anak yang terlantar yang mendapat santunan
berjumlah 12,7 ribu orang. Jumlah ini meningkat terus sehingga
selama PJP I telah berhasil disantuni lebih dari 891 ribu anak yang
terlantar. Sementara itu, dalam PJP I telah diberikan santunan
kepada lebih dari 511 ribu orang lanjut usia yang tidak mampu.
Penyantunan dan pengentasan para penyandang cacat telah
dilaksanakan melalui pemberian motivasi, rehabilitasi fisik,
bimbingan mental dan sosial, dan pelatihan keterampilan kerja.
Seluruh kegiatan tersebut dilakukan baik di dalam panti maupun di
luar panti, dengan memanfaatkan unit rehabilitasi sosial keliling
(URSK), pelatihan pada loka bina karya (LBK), dan praktek
belajar kerja pada unit-unit usaha tertentu. Peningkatan yang
sangat berarti terjadi sejak Repelita III dengan dikembangkannya
upaya pelayanan ke desa-desa yang dilaksanakan melalui URSK.
Melalui kegiatan tersebut selama PJP I telah diberikan santunan
kepada lebih dari 384,6 ribu orang penyandang cacat.
Penyantunan dan pengentasan gelandangan, pengemis,
tunasusila, anak nakal dan korban narkotika dilaksanakan terutama
melalui bimbingan sosial dan motivasi, pembinaan mental dan
spiritual, dan pelatihan keterampilan untuk dapat memanfaatkan
kesempatan kerja yang ada. Khusus untuk anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika, penyantunan dan pengentasan
ditekankan pada upaya pencegahan dalam bentuk penyuluhan
tentang bahaya narkotika. Selama PJP I telah dilaksanakan
rehabilitasi sosial untuk 54,5 ribu gelandangan dan pengemis, 13,5
ribu tunasusila, dan kurang lebih 17,9 ribu anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika.
Pembinaan swadaya masyarakat bidang perumahan ditujukan
terutama untuk masyarakat perdesaan agar memiliki kesadaran
akan pentingnya rumah dan lingkungan yang bersih dan sehat
sehingga mereka secara gotongroyong dan berantai mau
memperbaiki atau memugar rumah mereka yang kurang memenuhi
syarat. Sejak dimulainya program ini, dalam Repelita I sampai
190
dengan akhir PJP I telah dilaksanakan pemugaran perumahan
desa di sekitar 26 ribu desa, dengan jumlah rumah yang dipugar
kurang lebih 323 ribu rumah. Hasil pelaksanaan tersebut termasuk
usaha masyarakat sendiri melalui kegiatan perantaian dan/atau
peniruan.
Pembinaan generasi muda di bidang kesejahteraan sosial
dipusatkan pada peningkatan pembinaan karang taruna, sebagai
satu-satunya organisasi sosial kepemudaan di tingkat desa. Agar
dapat berfungsi sebagai wadah untuk menanggulangi dan mencegah
masalah kenakalan remaja serta mampu mengemban tugas
mengatasi masalah sosial di lingkungannya, anggota karang taruna
dibina agar mampu menciptakan lapangan kerja serta memiliki
keterampilan kerja yang andal. Selama PJP I telah dilakukan
berbagai upaya dan dorongan melalui pemberian peralatan olahraga
dan kesenian sehingga di semua desa telah tumbuh dan
berkembang organisasi karang taruna. Selanjutnya, pembinaan
karang taruna dititikberatkan pada peningkatan mutu organisasi
melalui pengkaderan, pelatihan dalam berbagai keterampilan
seperti dalam bidang industri dan pertanian, serta pemberian
bantuan paket sarana usaha karang taruna kepada 10 ribu karang
taruna.
Pada awal PJP I pembinaan masyarakat terasing dirintis
dengan kegiatan sederhana yang berupa pendekatan dan bimbingan
sosial, pembentukan pusat operasi sementara, perintisan
perkampungan yang menetap, dan penyediaan sarana sosial.
Tujuannya adalah untuk membantu "membuka jalan" bagi
masyarakat terasing ke arah cara hidup bermasyarakat yang lebih
maju seperti yang telah dinikmati oleh masyarakat di desa-desa
sekitarnya. Dengan menunjukkan cara-cara bermasyarakat yang
lebih maju tersebut, mereka akan mengenal cara-cara bertani dan
berladang tetap dan tidak lagi berpindah-pindah seperti sebelum
menerima pembinaan. Selain itu, mereka juga akan mengenal
cara-cara memelihara kesehatan dan mengobati penyakit secara
benar, perlunya pendidikan anak-anak di sekolah dan
191
sebagainya. Dengan bertambahnya kemampuan pemerintah untuk
membina masyarakat terasing dari tahun ke tahun secara kumulatif
selama PJP I jumlah masyarakat terasing yang telah mendapatkan
pembinaan adalah sekitar 40 ribu KK.
Pembinaan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan
bertujuan untuk pelestarian, pewarisan, dan penyebarluasan nilainilai kepahlawanan dan keperintisan para pahlawan pejuang dan
perintis kemerdekaan agar tetap dihargai dan makin lebih dihayati
oleh generasi muda dan generasi yang akan datang. Dalam rangka
pembinaan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan kemerdekaan,
antara lain dilakukan pemugaran dan pembangunan taman makam
pahlawan (TMP), makam pahlawan nasional (MPN), dan makam
perintis kemerdekaan (MPK) yang terdapat di hampir semua
daerah. Untuk itu, selama PJP I jumlah kumulatif taman makam
pahlawan yang dibangun dan dipugar adalah sebanyak 152 TMP,
31 MPN, dan 275 MPK. Selain kegiatan tersebut, dilaksanakan
pula pemberian bantuan sosial kepada keluarga para pahlawan
nasional dan perintis kemerdekaan sebagai penghargaan atas
perjuangan, pengorbanan, dan pengabdiannya kepada bangsa dan
negara. Dalam lima tahun terakhir ini telah dicetak buku
otobiografi dan sejarah perjuangan para pahlawan pejuang
kemerdekaan sebanyak sekitar 150 ribu eksemplar yang
disebarluaskan ke SLTP dan SLTA seluruh Indonesia.
Pembinaan organisasi sosial masyarakat dirintis sejak
pertengahan PJP I dengan tujuan untuk membimbing dan
memantapkan organisasi sosial masyarakat yang bergerak di bidang
usaha kesejahteraan sosial agar makin meningkat kemampuan
manajerial dan profesionalnya dalam melaksanakan pelayanan
social mereka. Pembinaannya dilakukan melalui pelatihan
manajemen dan profesi pekerjaan sosial didukung dengan
pemberian bantuan perlengkapan. Sejak dimulainya kegiatan ini
sampai dengan akhir PJP I telah berhasil dibina 25,9 ribu
organisasi sosial masyarakat, termasuk lembaga sosial desa,
melalui pelatihan manajemen dan profesi pekerjaan sosial bagi
192
pengurus dan anggota organisasi sosial tersebut. Sementara itu,
telah pula diberikan bantuan perlengkapan dan sarana panti
kepada hampir 5.000 organisasi sosial yang memiliki panti.
Peningkatan peranan wanita bertujuan untuk membina dan
meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan, khususnya
wanita di perdesaan yang tergolong miskin dan para wanita kepala
rumah tangga melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan
keterampilan mereka. Usaha pembinaan dan peningkatan peranan
tersebut diwujudkan dalam bentuk bimbingan usaha swadaya
wanita desa (USWD) dan usaha pencegahan urbanisasi wanita usia
muda ke kota. Usaha itu ditunjang dengan penyediaan buku-buku
keterampilan usaha industri rumah tangga dan keterampilan praktis
lainnya. Selain itu, dilaksanakan pula pelatihan kepemimpinan
wanita bagi kader pimpinan penggerak wanita tingkat kabupaten.
Selama PJP I telah berhasil dilatih 10 ribu orang kader pimpinan
wanita di tingkat kabupaten dan disediakan bantuan bagi 52,7 ribu
wanita rawan sosial ekonomi di 3.520 desa.
III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG
PEMBANGUNAN
Pembangunan nasional di bidang kesejahteraan rakyat selama
PJP I telah berhasil antara lain menurunkan jumlah penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan, menurunkan laju pertumbuhan
penduduk, meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan angka
kematian anak balita. Sementara itu, peran serta masyarakat dalam
upaya peningkatan kesejahteraan sosial juga makin meningkat.
Namun disadari bahwa dalam PJP II, masalah yang akan dihadapi
masih berat. Untuk itu perlu dikenali berbagai tantangan, kendala,
dan peluang yang ada.
193
1. Tantangan
Bangsa Indonesia telah berhasil menurunkan jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan secara cepat
dalam jangka waktu yang cukup singkat. Bila pada tahun 1970
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah 70 juta
atau 60 persen dari jumlah penduduk, pada tahun 1990 jumlah ini
menurun menjadi 27 juta atau 15 persen dari jumlah penduduk.
Meskipun demikian, 27 juta penduduk miskin yang masih tersisa
ini merupakan jumlah yang cukup besar. Upaya lebih lanjut
untuk mengurangi jumlah penduduk miskin akan makin sulit,
karena penduduk miskin yang tersisa adalah yang paling rendah
kemampuannya untuk dapat menolong dirinya sendiri, makin
terpusat di kantung-kantung kemiskinan, dan makin sulit
menjangkaunya. Di samping itu, penyebab dari kemiskinan itu
sendiri bersifat multidimensional seperti karena kondisi yang
bersifat struktural, yang pada dasarnya juga merupakan bagian
dari masalah-masalah besar dalam rangka pemerataan
pembangunan atau karena kondisi lingkungan fisik seperti
keterbatasan potensi-potensi untuk mengembangkan ekonomi.
Dengan memperhatikan jumlah penduduk miskin, kesulitan
penanganan kemiskinan, dan sebab-sebab terjadinya kemiskinan
itu sendiri, maka tantangan yang akan dihadapi adalah
meningkatkan harkat dan martabat masyarakat miskin dan
membantu mereka mengentaskan diri dari kemiskinan.
Kemajuan dan penerapan teknologi maju, baik untuk
produksi, transportasi dan komunikasi maupun keperluan rumah
tangga tidak disangsikan lagi telah membawa kemajuan dan
kemudahan-kemudahan hidup bagi anggota masyarakat. Akan
tetapi, kemajuan dan penerapan teknologi maju tersebut, juga
mempunyai risiko akan timbulnya kecelakaan yang dapat
mengakibatkan kecacatan. Kecacatan karena kecelakaan ini akan
menambah jumlah penyandang cacat yang saat ini masih cukup
banyak, khususnya penyandang cacat yang miskin, yaitu sekitar
194
2,1 juta jiwa yang belum seluruhnya dapat ditangani dalam
PJP I. Tantangan dalam pembangunan kesejahteraan sosial dalam
PJP II adalah menyelenggarakan penanganan para penyandang
cacat agar mereka sebagai sumber daya manusia dapat hidup secara
produktif dan mandiri.
Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri atas ribuan pulau
dan ratusan suku bangsa yang mempunyai adat kebiasaan, bahasa,
dan agama yang berbeda-beda. Kondisi transportasi dan
komunikasi antarpulau dan bahkan antarlokasi di dalam satu
pulau masih belum sepenuhnya memadai sehingga banyak daerah
yang belum dapat terjangkau. Dengan kondisi geografis,
transportasi, dan komunikasi yang demikian, diperkirakan masih
banyak suku bangsa terpencil dan terasing yang belum terjamah
oleh upaya pembangunan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas,
menjadi tantangan untuk memberikan pembinaan bagi masyarakat
terasing agar harkat dan martabat serta taraf kehidupannya
meningkat baik secara fisik, ekonomi maupun sosial budaya.
Dalam Repelita VI diperkirakan bahwa jumlah lanjut usia,
yakni mereka yang berusia 60 tahun ke atas akan meningkat dari
11,6 juta jiwa pada akhir 1993 menjadi 14,2 juta jiwa pada tahun
1998. Sebagian dari penduduk lanjut usia tersebut terlantar dalam
arti memerlukan bantuan. Dengan demikian, tantangan yang
dihadapi adalah memberikan pelayanan sosial bagi para lanjut
usia agar hidup bahagia dengan rasa aman dan bagi lanjut usia
potensial agar tetap produktif.
Penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),
yang biasanya terjadi lebih cepat di daerah perkotaan daripada di
daerah perdesaan, cenderung mengakibatkan makin besarnya
perbedaan gaya, cara, dan pola hidup masyarakat antara yang
tinggal di daerah perkotaan dan yang tinggal di daerah perdesaan.
Di samping itu, gemerlapnya kehidupan di daerah perkotaan juga
merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk yang tinggal di
daerah perdesaan untuk pindah ke kota. Oleh karena itu,
195
diperkirakan bahwa dalam PJP II, jumlah penduduk yang tinggal di
daerah perkotaan akan terus meningkat. Bila pada akhir Repelita
V, jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan masih
sekitar 34 persen, maka pada akhir Repelita VI jumlah itu akan
meningkat menjadi sekitar 39 persen. Bertambahnya jumlah
penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dan derasnya arus
perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke kota-kota besar, di
samping bisa membawa hal-hal yang positif bagi kehidupan di
kota, juga dapat membawa permasalahan sosial di daerah
perkotaan seperti makin banyaknya masalah gelandangan,
pengemis, dan tunasosial lainnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di
atas, menjadi tantangan pula usaha mengendalikan arus
perpindahan penduduk dari desa ke kota, serta menangani secara
tepat berbagai permasalahan sosial sebagai akibat arus urbanisasi.
Makin banyaknya tenaga kerja wanita, khususnya ibu rumah
tangga yang masuk ke dalam lapangan kerja dalam era industri,
merupakan suatu kemajuan yang akan membawa peningkatan
kesejahteraan keluarga khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Namun, pada saat yang bersamaan kecenderungan ini diperkirakan
akan membawa masalah baru, yaitu kemungkinan munculnya
masalah sosial dalam keluarga seperti makin berkurangnya
waktu dan perhatian ibu terhadap tumbuh kembangnya anak-anak
mereka, terutama anak berumur di bawah lima tahun (balita).
Dengan demikian, tantangan yang akan dihadapi adalah
menyediakan dan meningkatkan pelayanan bagi anak balita
khususnya mereka yang ibunya bekerja, agar mereka dapat
tumbuh kembang secara wajar.
Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat,
pemerintah telah berusaha melibatkan masyarakat dan pihak swasta
untuk ikut ambil bagian dalam upaya pelayanan sosial. Meskipun
demikian, sampai kini baru sebagian saja golongan masyarakat
dan perusahaan-perusahaan yang dapat dilibatkan dalam upaya
pelayanan sosial. Di samping itu, peningkatan peran serta
masyarakat melalui organisasi sosial (orsos) dan karang taruna
196
sampai kini juga belum sepenuhnya berhasil karena dari 4.180
orsos baru 310 yang dapat dikatakan mandiri dalam arti dapat
melaksanakan kegiatannya secara swadana dan profesional.
Sementara itu, dari 65,4 ribu karang taruna baru 6.500 yang dapat
dikategorikan sebagai karang taruna maju dan percontohan.
Dengan demikian, meningkatkan peran serta masyarakat dalam
upaya pelayanan sosial serta menggali dan memanfaatkan sumber
dan potensi masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial
merupakan tantangan pula dalam PJP II.
2.
Kendala
Dengan berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi dan
berdasarkan pengalaman penanganan masalah kesejahteraan sosial
dalam PJP I, diperkirakan masih dijumpai berbagai kendala dalam
pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial dalam PJP II.
Jumlah dan kualitas tenaga kesejahteraan sosial tidak seimbang
dibandingkan dengan permasalahan kesejahteraan sosial yang harus
ditangani. Lagi pula, tingkat profesionalitas tenaga, termasuk orsos
dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang kesejahteraan
sosial, umumnya masih kurang memadai untuk menghadapi
permasalahan kesejahteraan sosial yang makin kompleks.
Kendala lainnya adalah pengetahuan tentang berbagai
masalah kesejahteraan sosial masih rendah, baik dilihat dari segi
ketersediaan data, kelengkapan, kualitas data maupun tingkat
kepercayaannya. Termasuk dalam hal ini adalah kurang
lengkapnya data tentang masyarakat terasing dengan segala latar
belakang sosial ekonomi, dan budayanya.
3.
Peluang
Kemampuan jangkauan
meningkat selama PJP I
meningkatkan pembangunan
dari makin meningkatnya
pelayanan kesejahteraan sosial yang
merupakan peluang untuk lebih
dalam PJP II. Hal tersebut tercermin
sarana dan prasarana pelayanan
197
kesejahteraan sosial baik untuk pelayanan yang dilaksanakan di
dalam panti maupun di luar panti.
Peluang lainnya adalah makin meningkat, melembaga, dan
terorganisasikannya peran serta masyarakat dan partisipasi lembaga
keagamaan dalam mencegah dan menanggulangi timbulnya
masalah kesejahteraan sosial serta dalam pelayanan kepada para
penyandang masalah kesejahteraan sosial. Makin meningkatnya
kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban agama
masing-masing
mendukung
upaya
meringankan
beban
permasalahan kesejahteraan sosial dari masyarakat yang kurang
beruntung yang antara lain dalam agama Islam diwujudkan dengan
zakat, infak, dan sedekah.
IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN
PEMBANGUNAN
1. Arahan GBHN 1993
Kesejahteraan rakyat mengandung makna kesejahteraan lahir
dan kebahagiaan batin seluruh rakyat yang berisikan unsur kualitas
kehidupan beragama, tingkat pendidikan, kesehatan jasmani dan
rohani serta pelayanan sosial dan pemenuhan kebutuhan materiil
masyarakat pada umumnya.
Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan oleh
pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan keadilan sosial
yang lebih merata bagi seluruh rakyat Indonesia serta ditujukan
pada peningkatan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan
peningkatan kemampuan serta kesempatan setiap warga negara
untuk turut serta dalam pembangunan dan menempuh kehidupan
sesuai dengan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab.
198
Pelayanan sosial perlu dikembangkan melalui keterpaduan
upaya, antara lain bimbingan, pembinaan dan pemberian bantuan,
santunan, dan rehabilitasi sosial, peningkatan taraf kesejahteraan
sosial, serta pengembangan dan penyuluhan sosial untuk
meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan serta
kegotongroyongan. Pelayanan sosial terutama diberikan kepada
fakir miskin, anak, dan penduduk usia lanjut yang terlantar,
penyandang
cacat
termasuk
cacat
veteran,
korban
penyalahgunaan obat, zat adiktif, dan narkotika, korban bencana
alam dan musibah lainnya, kelompok masyarakat yang hidupnya
masih terasing dan terpencil, serta anggota masyarakat lain yang
kurang beruntung agar memperoleh kesempatan berusaha dan
bekerja serta menempuh kehidupan sesuai dengan kemampuan dan
martabat kemanusiaan.
Kemampuan profesional lembaga sosial, asuransi sosial,
organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya
serta panti sosial, baik pemerintah maupun masyarakat perlu
ditingkatkan, antara lain melalui pembinaan dan pengawasan agar
lebih mampu memberikan pelayanan sosial yang layak dan turut
mengatasi dampak kesenjangan sosial masyarakat.
Kesadaran, kesetiakawanan, dan tanggung jawab sosial
masyarakat serta iklim yang mendukung perlu dikembangkan
untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan bagi
kesejahteraan sosial dan untuk menjadi pekerja sosial dalam
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan yang didorong oleh
rasa kemanusiaan yang tinggi.
Nilai kepeloporan, keperintisan, dan kepahlawanan terus
dijunjung tinggi dan dikembangkan melalui pemberian
penghargaan negara kepada mereka yang telah berjasa. Secara
khusus kepada warga negara yang berjasa luar biasa terhadap
bangsa dan negara diberikan penghargaan dalam bentuk berbagai
kemudahan kepada keluarganya atau dalam bentuk lain yang
sesuai. Penghargaan yang sepadan kepada veteran perang
199
kemerdekaan dan pejuang kemerdekaan lainnya serta cacat
veteran harus diberikan dengan tetap dapat memelihara harga
dirinya dan mampu menumbuhkan dan mengembangkan
kemandirian sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya.
2. Sasaran
a.
Sasaran PJP II
Pada akhir PJP II diharapkan kesejahteraan masyarakat
semakin merata, sebagian besar penyandang masalah kesejahteraan
sosial telah terbina dan terangkat harkat dan martabatnya, serta
potensi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial semakin tergali.
b.
Sasaran Repelita VI
Dalam Repelita VI sasaran pembangunan kesejahteraan sosial
adalah terlayaninya 225 ribu orang lanjut usia, serta terlayani
dan terehabilitasinya 230 ribu orang penyandang cacat. Sasaran
selanjutnya ialah terbinanya 450 ribu orang anak yang terlantar, 23
ribu karang taruna, 4.100 organisasi sosial, 62 ribu tenaga
kesejahteraan sosial, 48,3 ribu KK masyarakat terasing, dan 202,3
ribu KK fakir miskin. Selain itu, diupayakan terlayani dan
terehabilitasinya 15 ribu orang anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika serta 31 ribu orang tunasosial (Tabel 341). Meningkatnya jumlah dan kualitas tempat-tempat penitipan
anak dan balita bagi para ibu yang bekerja juga merupakan sasaran
yang akan diupayakan. Sasaran lainnya adalah meningkatnya nilainilai kepeloporan, kepemimpinan, dan kepahlawanan.
3. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan pokok pembangunan kesejahteraan sosial dalam
Repelita VI adalah pertama, meningkatkan kualitas dan efektivitas
pelayanan sosial sehingga mampu mendukung tumbuhnya sikap
dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam
200
TABEL 34-1
SASARAN PEMBANGUNAN _KESEJAHTERAAN SOSIAL
1994/95-1998/99
Jenis Sasaran
Satuan
Akhir
Repelita V * ) 1 9 9 4 / 9 5
1995/96
Repelita VI
1996/97 1997/98
1998/99
Jumlah
1. Pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia
orang
133.813
28.000
41.000
46.000
51.600
58.400
225.000
2. Pelayanan dan rehabilitasi penyandang cacat
orang
131.909
42.000
44.000
46.000
48.000
50.000
230.000
3. Pembinaan kesejahteraan sosial anak yang
terlantar
orang
345.721
50.000
72.410
88.050
107.560
131.980
450.000
3.000
5.810
5.150
4. Pembinaan karang taruna
kt
14.500
5. Pembinaan organisasi sosial
organisasi
2.922
6. Tenaga kesejahteraan sosial
orang
59.690
12.000
12.200
12.500
12.700
12.600
62.000
7. Pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat
terasing
kk
15.825
6.300
7.870
9.840
11.320
13.020
48.350
8. Pembinaan kesejahteraan sosial fakir
miskin
kk
74.780
21.600
33.000
39.750
48.180
59.740
202.270
Pelayanan dan rehabilitasi anak nakal
dan korban narkotika
orang
7.405
2.500
2.800
3.000
3.300
3.400
15.000
10. Pelayanan dan rehabilitasi tuna sosial
orang
6.694
3.770
4.730
5.910
7.380
9.210
31.000
9.
Catatan:*) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)
600
790
850
4.590
900
4.450
960
23.000
4.100
peningkatan SDM; kedua, memperluas jangkauan dan pelayanan
sosial yang makin adil dan merata; ketiga, meningkatkan
profesionalitas pelayanan sosial, baik yang diselenggarakan oleh
Pemerintah maupun masyarakat; dan keempat, meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pelayanan sosial secara terarah, terencana,
terorganisasi, dan melembaga atas dasar solidaritas sosial,
kegotongroyongan, dan swadaya. Untuk mewujudkan amanat
GBHN 1993 serta mencapai berbagai sasaran di atas, maka
kebijaksanaan pokok kesejahteraan sosial dijabarkan melalui
pembinaan kesejahteraan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial,
pembinaan partisipasi sosial masyarakat, dan peningkatan
manajemen pelayanan sosial.
a. Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Pembinaan kesejahteraan sosial . fakir miskin ditingkatkan
dengan mengembangkan sikap hidup yang penuh harap akan
kemajuan di kemudian hari serta menciptakan kondisi sosial yang
tanggap terhadap masalah kemiskinan termasuk upaya
menghilangkan/mengurangi kendala-kendala sosial dalam
pengentasan kemiskinan. Di samping itu, juga dikembangkan
kemauan dan kemampuan para fakir miskin untuk memperbaiki
dan meningkatkan taraf kehidupan dan penghidupan serta
kemandiriannya dalam rangka pengembangan sumber daya
manusia. Sementara itu, kebijaksanaan untuk meningkatkan
efektivitas pengentasan penduduk dari kemiskinan dilaksanakan
melalui pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin dengan
memantapkan pola dan mekanisme keterpaduan antarsektor
terutama dengan sektor-sektor di bidang ekonomi dan mendorong
peran serta masyarakat serta meningkatkan kemampuan profesional
tenaga pelaksana pelayanan sosial.
Kesejahteraan anak yang terlantar ditingkatkan sebagai
perwujudan tanggung jawab negara dan tanggung jawab sosial
masyarakat sehingga mereka mempunyai peluang yang sama
dengan anak Indonesia lainnya untuk menopang kelangsungan
202
hidupnya serta memperoleh perlindungan dan kesempatan tumbuh
kembang menjadi sumber daya manusia yang bermutu.
Kesejahteraan sosial lanjut usia ditingkatkan pula dengan
pengembangan kemampuan dan kemandirian la njut usia yang
masih potensial dan pelayanan sosial kepada lanjut usia jompo serta
pemeliharaan dan pengembangan nilai dan sikap hormat
masyarakat terhadap para lanjut usia sebagai cerminan kepribadian
bangsa. Untuk itu, dikembangkan peran serta golongan masyarakat
mampu untuk ikut serta dalam upaya penyediaan fasilitas
pelayanan umum bagi para lanjut usia. Efektivitas pelaksanaan
pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia ditingkatkan melalui
peningkatan kemampuan profesional tenaganya.
Kesejahteraan sosial masyarakat terasing dan terpencil
ditingkatkan sehingga harkat dan martabat serta taraf hidup
masyarakat terasing terangkat dengan jalan meningkatkan usaha
pemahaman tentang kondisi dan karakteristik etnografiknya disertai
dengan penyesuaian penanganan dengan memperhatikan kondisi
fisik, geografik, dan sosial budaya kelompok masyarakat tersebut.
Selain itu, ditingkatkan pula kemampuan pembinaan dan
keterpaduan ant ar se kt o r ter kait , pemerintah daerah, dan
masyarakat.
Kebijaksanaan lain adalah meningkatkan pembinaan nilai-nilai
kepeloporan, keperintisan, dan kepahlawanan, melalui usaha
penanaman dan pelestarian serta pengamalan nilai -nilai tersebut
kepada-seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda sebagai
penerus bangsa dengan memberikan penyuluhan da n bimbingan
sosial serta keteladanan.
Bimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera diprioritaskan
pada peningkatan kemampuan keluarga untuk mencegah dan
mengatasi masalah sosialnya dan untuk menciptakan kondisi
sosial yang mendukung terwujudnya keluarga sejahtera antara lain,
melalui pembinaan dan bimbingan terhadap keluarga yang
bermasalah serta menyiapkan calon pasangan suami -istri untuk
203
dapat mewujudkan keluarga yang harmonis. Sementara itu,
pengembangan berbagai kegiatan jaminan kesejahteraan sosial
ditingkatkan sehingga terwujud suatu sistem jaminan kesejahteraan
sosial yang digali dari potensi masyarakat, oleh dan untuk
masyarakat, melalui upaya bimbingan dan pembinaan pemerintah.
Pembinaan karang taruna diutamakan pada peningkatan
kemampuan dan kemandirian karang taruna sebagai wadah
pengembangan potensi dan peran serta generasi muda dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan masalah kesejahteraan sosial di
tingkat desa/kelurahan melalui antara lain pelatihan manajemen
organisasi dan keterampilan untuk wiraswasta. Sementara itu,
pembinaan anak dan remaja ditingkatkan sehingga tercipta kondisi
lingkungan sosial yang mendukung terwujudnya kelangsungan
hidup serta tumbuh kembangnya anak dan remaja melalui
pengembangan tempat penitipan anak dan pembinaan kelompok
bermain.
b. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat diutamakan
pada pemulihan fungsi sosial dan pengembangan kemampuan
penyandang cacat, terutama bagi mereka yang masih potensial
untuk hidup mandiri sebagai sumber daya manusia yang
berkualitas. Selanjutnya, ditingkatkan kemudahan penggunaan
fasilitas umum bagi para penyandang cacat dan didorong peran
aktif masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang
cacat. Di samping itu, ditingkatkan pula koordinasi dan
keterpaduan dalam penanganan masalah kecacatan, dengan
dukungan perangkat peraturan perundang-undangan tentang cacat.
Pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika ditingkatkan sehingga tercipta kondisi
masyarakat yang memiliki ketahanan dan daya tangkal terhadap
masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika. Selain
itu, diupayakan agar anak tercegah dari perbuatan kenakalan dan
204
penyalahgunaan narkotika sehingga mereka menjadi sumber daya
manusia yang produktif dan berkualitas; sedangkan kepada para
penyandang masalah dilakukan rehabilitasi sehingga fungsi sosial
mereka pulih kembali. Di samping itu, peran aktif masyarakat
dalam tindak pencegahan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan
korban penyalahgunaan narkotika terus ditingkatkan. Selanjutnya,
perlindungan kesejahteraan sosial anak, wanita serta lanjut usia
ditingkatkan sehingga terwujud rasa aman dan rasa terlindungi dari
perlakuan salah dan/atau tindak kekerasan, serta pemberian
pelayanan sosial bagi para korbannya.
Kebijaksanaan selanjutnya adalah meningkatkan pelayanan
dan rehabilitasi sosial tunasosial sehingga tercapai perubahan
sikap, perilaku dan mentalitas para penyandang masalah sesuai
dengan norma-norma sosial yang berlaku. Kemauan serta
kemampuan mereka untuk memperbaiki kehidupan dan
penghidupannya ke arah kemandirian juga ditingkatkan dengan
ditopang oleh peran aktif keluarga dan masyarakat dalam upayaupaya pencegahan dan rehabilitasi sosial para tunasosial.
c. Pembinaan Partisipasi Sosial Masyarakat
Penyuluhan dan bimbingan sosial ditujukan pada
peningkatan kesadaran, kesetiakawanan, dan tanggung jawab sosial
masyarakat dalam iklim yang mendukung pelaksanaan
pembangunan kesejahteraan sosial. Di samping itu, penyuluhan
dan bimbingan sosial juga ditingkatkan sehingga mampu
mendukung pemasyarakatan program dan pelayanan sosial,
penggalian dan mobilisasi sumber dan potensi kesejahteraan sosial
masyarakat, serta percepatan penanganan permasalahan
kesejahteraan sosial termasuk pengentasan masyarakat dari
kemiskinan.
Dalam pembinaan organisasi sosial, prioritas tinggi diberikan
kepada peningkatan peranan orsos sebagai mitra pemerintah dalam
pelaksanaan pelayanan sosial. Hal ini dicapai melalui peningkatan
205
kemampuan berorganisasi, peningkatan kemampuan manajerial dan
kemampuan profesional orsos, serta kemitraan antar orsos dan
antara orsos dengan pemerintah di berbagai tingkatan.
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan peran serta
masyarakat, maka pembinaan tenaga kesejahteraan sosial
masyarakat (TKSM) ditingkatkan sehingga terpenuhi kebutuhan
tenaga secara kuantitatif dan kualitatif, terutama untuk PSM.
Upaya-upaya yang dilakukan diutamakan pada penataan,
peningkatan kemampuan dan profesionalitas PSM melalui
pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan efektivitas pelaksanaan
pelayanan sosial.
Asuransi sosial dikembangkan melalui pengkajian, uji coba,
dan evaluasi sistem, serta mekanisme kerja kelembagaan asuransi
yang sudah ada sebagai landasan bagi penyusunan sistem dan
mekanisme asuransi sosial yang lebih baik terutama bagi
masyarakat yang kurang beruntung.
d. Peningkatan Manajemen Pelayanan Sosial
Penelitian dan pengembangan sosial ditingkatkan sehingga
menghasilkan pengembangan pola, dan perangkat lunak untuk
menunjang peningkatan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
pembangunan kesejahteraan sosial. Sementara itu, pendidikan dan
pelatihan tenaga sosial diprioritaskan kepada peningkatan kualitas
profesionalitas tenaga kesejahteraan sosial, baik pemerintah
maupun masyarakat, sehingga dapat memenuhi jumlah dan mutu
tenaga sosial yang dibutuhkan.
Percepatan proses desentralisasi atas dasar prinsip yang nyata,
dinamis, serasi dan bertanggung jawab didorong melalui
pelimpahan pelaksanaan pelayanan sosial, baik di dalam panti
maupun di luar panti, secara bertahap sesuai dengan kemampuan
pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah makin
bertanggungjawab dan bermotivasi untuk secara bertahap
206
mengupayakan biaya operasional dan pemeliharaan pelayanan
sosial di daerahnya.
V. PROGRAM PEMBANGUNAN
Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan untuk mencapai
berbagai sasaran di atas, disusun program pembangunan
kesejahteraan sosial yang terdiri atas program pokok dan program
penunjang yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Program pokok meliputi program pembinaan kesejahteraan sosial,
program pelayanan dan rehabilitasi sosial, dan program
peningkatan partisipasi sosial masyarakat. Adapun program
penunjang meliputi program pelayanan dan rehabilitasi sosial
korban bencana, program pembinaan anak dan remaja, program
pembinaan pemuda, program peranan wanita, program penelitian
dan pengembangan sosial, dan program pendidikan dan pelatihan
sosial.
1. Program Pokok
a. Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Program ini bertujuan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan sosial masyarakat, khususnya penyandang masalah
sosial, dan mewujudkan kondisi sosial masyarakat yang dinamis
untuk mendukung berkembangnya kesetiakawanan dan tanggung
jawab sosial masyarakat. Untuk itu, sasaran program diarahkan
kepada golongan masyarakat rentan atau yang kurang beruntung
agar dapat menjadi tenaga yang produktif dengan memanfaatkan
potensi dan sumber kesejahteraan sosial dalam masyarakat dan
dengan meningkatkan peran serta masyarakat sehingga taraf
kesejahteraan mereka meningkat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan meliputi pembinaan
kesejahteraan sosial masyarakat terasing, pembinaan kesejahteraan
207
sosial fakir miskin, pembinaan nilai-nilai kepeloporan,
keperintisan, kepahlawanan, pembinaan kesejahteraan sosial para
lanjut usia, pembinaan kesejahteraan sosial anak yang terlantar,
bimbingan, dan pembinaan keluarga sejahtera serta pengembangan
jaminan kesejahteraan sosial gotong royong.
1) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan harkat dan
martabat serta taraf kehidupan dan penghidupan masyarakat
terasing yang mencakup aspek fisik, ekonomi, dan sosial budaya.
Pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing ditujukan pada
kelompok masyarakat yang hidupnya terasing, terpencil dan
terbelakang, yang taraf kehidupannya masih rendah dan/atau belum
sepenuhnya terjangkau oleh kegiatan pembangunan. Termasuk
dalam kelompok ini adalah masyarakat terasing yang tinggal di
daerah perbatasan.
Kegiatan pokoknya meliputi usaha pemahaman kondisi, ciriciri dan masalah sosial budaya masyarakat terasing melalui studi
etnografi, bimbingan sosial/pemberian motivasi; pembentukan pos
operasi sosial di lokasi kegiatan, penataan dan pembangunan
permukiman, pembinaan dan pengembangan kehidupan sosial
ekonomi mereka serta pengalihan pembinaan kepada pemerintah
daerah. Di samping itu, untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan program, dilaksanakan pula peningkatan kemampuan
tenaga dan pemantapan pola pembinaan kesejahteraan sosial
masyarakat terasing.
Pembinaan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multidisiplin dan terpadu dengan kegiatan berbagai sektor
pembangunan lainnya seperti transmigrasi, pertanian, pendidikan,
kesehatan, kehutanan, terutama dengan pemerintah daerah. Dalam
pada itu, organisasi sosial, LSM, dan organisasi keagamaan juga
ditingkatkan peran sertanya dalam pembinaan kesejahteraan sosial
masyarakat terasing.
208
Dalam Repelita VI dilaksanakan pembinaan, baik bagi
masyarakat terasing yang baru dibina maupun pembinaan lanjut
dari tahun sebelumnya. Prioritas pembinaan diberikan kepada
propinsi/daerah perbatasan, yaitu Irian Jaya, Kalimantan Timur,
Kalimantan Barat, dan Riau dengan tetap memperhatikan daerah
lain yang masih mempunyai permasalahan masyarakat terasing.
2) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin
Pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin bertujuan untuk
meningkatkan kehidupan dan penghidupan serta meningkatkan
harkat dan martabat kemanusiaan fakir miskin. Untuk mencapai
tujuan ini, antara lain dikembangkan kesetiakawanan sosial dan
tanggung jawab sosial masyarakat untuk berperan serta dalam
pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin. Sejalan dengan peran
serta masyarakat, upaya pembinaan fakir miskin ini dilaksanakan
untuk mengubah cara-cara hidup masyarakat miskin dengan
membantu menciptakan kondisi mental, sosial, dan ekonomi yang
dapat menumbuhkan percaya diri, harga diri, dan meningkatkan
kemampuannya. Oleh karena itu, mereka diikutsertakan untuk
menelaah dan menganalisis sebab-sebab kemiskinan mereka serta
cara-cara penanggulangannya agar mereka memahami tujuan dan
manfaat kegiatan pembinaan ini bagi peningkatan kesejahteraan
mereka yang selanjutnya dapat menumbuhkan rasa turut memiliki
terhadap kegiatan tersebut.
Sasaran pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin adalah
keluarga yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau
yang mempunyai mata pencaharian, tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan pokoknya. Mereka umumnya bermukim di lokasi rawan
sosial dan ekonomi, baik di daerah perdesaan maupun di lokasilokasi kumuh di perkotaan.
Kegiatan pokok pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin
dilaksanakan melalui penyuluhan sosial, bimbingan motivasi,
209
pembinaan yang terus-menerus dan berkesinambungan disertai
dengan pelatihan keterampilan sesuai dengan jenis bantuan usaha
ekonomis produktif yang diberikan. Usaha ekonomis produktif ini
dilaksanakan secara kelompok dengan memperhitungkan pemasaran hasil-hasilnya. Untuk meningkatkan pembinaan fakir miskin,
kemampuan tenaga lapangan, yaitu PSM dan petugas sosial
kecamatan (PSK) sebagai pembina kelompok fakir miskin yang
berada di lokasi kegiatan ditingkatkan dan dimantapkan. Seluruh
kegiatan ini dilaksanakan bersama-sama sektor lain yang terkait
terutama dengan sektor di bidang 'ekonomi.
3) Pembinaan Nilai-Nilai Kepeloporan, Keperintisan,
dan Kepahlawanan
Tujuan kegiatan ini adalah terpelihara dan tertanamnya nilainilai kepeloporan, keperintisan, dan kepahlawanan pada seluruh
lapisan masyarakat, terutama generasi muda sebagai penerus
bangsa agar dihayati dan diamalkan dalam bentuk kepedulian,
tanggung jawab, disiplin dan sikap tanggap serta pengabdian,
kerelaan berkorban dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, sasaran kegiatan pembinaan nilai-nilai
kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan adalah seluruh bangsa
Indonesia, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa,
keluarga pahlawan dan perintis kemerdekaan.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pembangunan museum
kepahlawanan yang mengakomodasikan diorama perjuangan
kepahlawanan dan perpustakaan tentang kepahlawanan di Taman
Makam Pahlawan Nasional Kalibata, pemugaran makam pahlawan
nasional, taman makam pahlawan, makam perintis kemerdekaan,
penerbitan buku kepahlawanan dan penyebarannya; pembuatan
film kepahlawanan; dan perlombaan mengarang tentang
kepahlawanan. Kegiatan pelestarian, pemeliharaan dan
pengembangan nilai-nilai kepeloporan, kepahlawanan dan
keperintisan, dilaksanakan melalui kerja sama dengan sektor
pendidikan dan kebudayaan, penerangan, dengan dukungan
210
peran serta masyarakat. Sejalan dengan kegiatan tersebut,
diberikan bantuan sosial kepada keluarga para pahlawan nasional
dan pejuang keperintisan yang kurang mampu sebagai penghargaan
dan terima kasih atas jasa, pengorbanan dan perjuangan yang telah
diberikan kepada nusa, bangsa dan negara.
4) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
Tujuan kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia
(PKSLU) adalah meningkatnya taraf kesejahteraan sosial para
lanjut usia sehingga dapat menikmati hari tuanya dalam suasana
aman, tenteram dan sejahtera lahir batin serta meningkatnya
kemampuan dan kemandirian bagi para lanjut usia yang potensial.
Sejalan dengan tujuan tersebut, sasaran PKSLU adalah para lanjut
usia pada umumnya dan para lanjut usia terlantar pada khususnya,
yaitu lanjut usia yang sudah tidak diketahui lagi keluarganya, atau
keluarganya sendiri tidak mampu lagi memelihara mereka.
Pelayanan sosial bagi mereka dilaksanakan dengan
memberikan bimbingan mental dan sosial, pelayanan kesehatan,
kegiatan keagamaan, rekreasi, bimbingan keterampilan kerja, dan
bantuan usaha ekonomis produktif bagi yang masih
memungkinkan untuk berusaha dan berkarya. Kegiatan tersebut
dilaksanakan baik di dalam maupun di luar panti. Pelayanan bagi
lanjut usia di dalam panti, terutama panti pemerintah diberikan
bagi para lanjut usia terlantar yang sudah tidak dapat diurus oleh
keluarga atau masyarakat, sedangkan pelayanan bagi lanjut usia di
luar panti ditujukan kepada lanjut usia terlantar yang masih
potensial untuk mengurus dirinya sendiri. Di samping kedua hal
tadi, peran serta masyarakat terus didorong dan ditingkatkan untuk
memberikan pelayanan dan fasilitas kesejahteraan sosial,
terutama bagi lanjut usia yang tidak terlantar, tetapi oleh keluarga
atau masyarakat dianggap sebagai beban. Untuk mencegah
terjadinya keterlantaran lanjut usia dan untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial mereka, sebagai cerminan tanggung jawab dan
rasa hormat pada orang tua, dilaksanakan pula bimbingan bagi
211
keluarga-keluarganya mengenai masalah yang dihadapi orang tua
dan perawatan mereka. Untuk mendukung pencapaian sasaran
dalam Repelita VI, direhabilitasi dan dilengkapi 72 panti milik
pemerintah dan masyarakat.
5) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak yang Terlantar
Tujuan kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial anak yang
terlantar adalah tumbuh kembangnya anak dengan wajar, baik
secara rohani, jasmani maupun sosial dan terhindarnya anak dari
kondisi keterlantaran. Sasaran kegiatannya adalah anak yang
terlantar, baik yatim piatu maupun anak yang orang tuanya tidak
mampu untuk memeliharanya karena miskin atau karena masalah
keluarga serta anak yang mengalami hambatan untuk tumbuh
kembang secara wajar.
Pembinaan kesejahteraan sosial anak yang terlantar dilakukan,
baik di dalam panti maupun di luar panti. Pembinaan dalam panti
dilaksanakan dengan memenuhi kebutuhan anak, termasuk
pendidikan, kesehatan, bimbingan mental sosial dan kebutuhan
lainnya. Selain itu, kepada anak yang terlantar putus sekolah
diberikan
pelayanan
yang
berupa
penyuluhan
dan
bimbingan sosial, mental, keterampilan, dan bantuan usaha
ekonomis produktif sesuai jenis keterampilan yang dipelajari.
Pelatihan bagi mereka dilaksanakan bekerja sama dengan antara
lain, balai latihan kerja (BLK), balai latihan pertanian yang ada di
sekitar panti. Selanjutnya, mereka juga diberi kesempatan untuk
memperoleh praktek kerja di perusahaan, sesuai dengan jenis
keterampilan yang dipelajarinya. Di samping itu, dilaksanakan pula
bimbingan sosial bagi orang tua mereka. Bagi anak-anak yang
dibina melalui keluarga asuh diberikan bantuan sarana belajar
dengan pembinaan dan pengawasan dari pemerintah. Untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan program dilaksanakan pula
pengembangan pola penanganan dan peningkatan pelaksanaan
keterpaduan dengan sektor-sektor lain seperti kesehatan, tenaga
kerja, serta pendidikan dan kebudayaan. Dalam hubungan ini,
212
dalam Repelita VI dilaksanakan rehabilitasi dan peningkatan
kelengkapan panti baik milik pemerintah maupun masyarakat
sebanyak 212 panti.
6)
Bimbingan dan Pembinaan Keluarga Sejahtera
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang
peranan utama dalam proses sosialisasi anak. Gangguan yang
menyebabkan keluarga tidak dapat melaksanakan fungsinya
menimbulkan berbagai masalah sosial. Sejalan dengan hal
tersebut, kegiatan bimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera
bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang harmonis lahir dan
batin sehingga mampu berfungsi sebagai wahana sosialisasi nilainilai budaya bangsa dan agama bagi anggota keluarganya. Sasaran
kegiatan ini adalah keluarga yang mengalami permasalahan sosial
dan calon suami/istri yang akan segera menikah.
Kegiatan yang dilaksanakan adalah pemberian pelayanan
konsultasi masalah keluarga yang dilaksanakan dengan berbagai
profesi dan melibatkan berbagai instansi terkait serta pelayanan
bimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera yang dilaksanakan
secara kelompok dan secara individual dengan tetap
memperhatikan kasus permasalahan keluarga yang dihadapi.
7)
Pengkajian, Uji Coba, dan Evaluasi Pengembangan
Jaminan Kesejahteraan Sosial Gotong Royong
Tujuan kegiatan ini adalah mempersiapkan upaya terwujud dan
terlembaganya sistem jaminan kesejahteraan sosial masyarakat
perdesaan berlandaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Sasaran kegiatan ini adalah warga masyarakat perdesaan yang
kurang beruntung dengan memanfaatkan sumber kesejahteraan
sosial setempat. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi : pertama,
identifikasi keberadaan dan mekanisme kerja lembaga
kesejahteraan sosial yang ada di daerah perdesaan; kedua,
penyusunan rancangan dan perintisan pelaksanaan jaminan
213
kesejahteraan sosial gotong royong di beberapa lokasi; ketiga,
pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan pelaksanaan sistem
jaminan kesejahteraan sosial gotong royong.
b. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Tujuan program pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah
mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga
masyarakat, baik perseorangan, keluarga maupun kelompok
penyandang masalah kesejahteraan sosial sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan dapat menempuh
kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Sasaran program ini meliputi para penyandang cacat, anak nakal
dan korban penyalahgunaan narkotika, tunasosial, anak, wanita dan
lanjut usia yang terancam atau korban dari tindak kekerasan dan
atau perlakuan salah. Penanganan permasalahan dilaksanakan
berdasarkan pendekatan yang berbasis masyarakat dan
diprioritaskan untuk para penyandang masalah yang kurang
mampu.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat
Tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat
adalah pulihnya fungsi sosial para penyandang cacat dan
meningkatnya kesejahteraan sosial mereka agar dapat berperan
aktif di dalam masyarakat. Adapun sasaran kegiatan ini adalah
para penyandang cacat termasuk cacat veteran, yang meliputi
penyandang cacat tubuh, cacat netra, cacat rungu wicara, cacat
mental dan bekas penyandang penyakit kronis.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi bimbingan dan
penyuluhan, rehabilitasi fisik, mental, dan sosial, serta pelatihan
keterampilan kerja yang diikuti dengan pemberian bantuan usaha
ekonomis produktif. Di samping itu, dilaksanakan pemberian
214
praktek belajar kerja pada perusahaan, penyaluran para
penyandang cacat yang sudah memiliki keterampilan dan siap
untuk bekerja, resosialisasi, pembinaan lanjut, pemantauan, dan
evaluasi, serta terminasi. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui
sistem di dalam dan di luar panti dengan mengikutsertakan
peran aktif keluarga dan masyarakat. Selanjutnya, diupayakan
pula penyelenggaraan asrama bagi murid-murid sekolah luar biasa.
Untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan
dilaksanakan, antara lain, pelatihan bagi tenaga pelaksana, dan
upaya untuk melengkapi panti disertai dengan penyempurnaan
peralatan pelatihan keterampilan. Sejalan dengan hal itu,
dilaksanakan pembangunan panti, LBK dan pengadaan URSK,
termasuk pengadaan peralatan dan kelengkapannya. Untuk dapat
mencapai sasaran Repelita VI, dibangun dan direhabilitasi 52 panti
milik pemerintah dan masyarakat, dibangun 120 dan direhabilitasi
150 LBK serta diadakan 54 URSK.
2) Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Nakal dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika
Tujuan pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan
korban penyalahgunaan narkotika adalah tercegah dan terhindarnya
anak dari perbuatan kenakalan dan penyalahgunaan narkotika serta
terbebasnya mereka dari kondisi kenakalan dan penyalahgunaan
narkotika sehingga dapat memiliki kembali kemauan dan
kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Di samping itu, bagi masyarakat umum program ini ditujukan
sebagai upaya untuk terwujudnya ketentraman dan keamanan
sosial sehingga masyarakat memiliki ketahanan dan daya tangkal
terhadap permasalahan tersebut. Adapun sasaran kegiatan ini
adalah anak nakal yang belum sampai pada tindak pidana dan
korban penyalahgunaan obat, penyalahgunaan narkotika, dan bahan
adiktif lainnya, termasuk minuman keras.
215
Kegiatan yang dilaksanakan dititikberatkan pada upaya
pengembalian rasa percaya diri dan kemandirian para
penyandang masalah melalui bimbingan sosial, pelatihan
keterampilan, bantuan usaha ekonomis produktif, pembinaan
lanjut, pemantauan dan evaluasi serta terminasi. Kegiatan tersebut
dilaksanakan melalui koordinasi dan keterpaduan lintas sektor serta
mengajak peran aktif keluarga dan masyarakat, baik dalam
kegiatan pencegahan maupun kegiatan rehabilitasi sosialnya. Di
samping itu, untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan
dilaksanakan rehabilitasi panti dan pembangunan panti baru yang
disertai dengan peralatan dan kelengkapannya serta peningkatan
kualitas kemampuan tenaga pelaksana. Khusus untuk mencegah
penyebarluasan penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS) pada para korban penyalahgunaan narkotika,
dilaksanakan penyuluhan dan bimbingan tentang bahaya penyakit
AIDS dan upaya pencegahan dan penanggulangannya. Kegiatan
tersebut dilaksanakan bersama dengan sektor lain yang terkait.
Dalam pada itu, untuk dapat mencapai sasaran Repelita VI
dibangun dan direhabilitasi 10 panti pemerintah.
3) Pelayanan dan Rehabilitasi Tunasosial
Tujuan pelayanan dan rehabilitasi tunasosial adalah
terbebasnya para tunasosial dari kondisi ketunaan agar mereka
dapat memiliki kembali kemauan dan kemampuan untuk
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sebagai warga
masyarakat yang berguna, berkualitas dan produktif. Adapun
sasaran kegiatan ini mencakup para gelandangan dan pengemis,
tunasusila, dan bekas narapidana.
Kegiatan penanganan pelayanan dan rehabilitasi tunasosial
dilaksanakan melalui kegiatan bimbingan sosial, rehabilitasi
sosial, pelatihan keterampilan berusaha yang disertai dengan
bantuan modal usaha, resosialisasi, pembinaan lanjut, pemantauan
dan evaluasi, serta penyuluhan dan bimbingan tentang bahaya
penyakit AIDS dan
upaya-upaya
pencegahan
dan
216
penanggulangannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan
mengikutsertakan sektor terkait, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kegiatan pencegahan maupun dalam rehabilitasi sosial.
Untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan bagi
mereka dilaksanakan rehabilitasi panti dan lingkungan pondok
sosial (liposos) serta peningkatan kualitas kemampuan tenaga
pelaksana. Dalam hubungan ini, dalam Repelita VI direhabilitasi
36 panti pemerintah, termasuk liposos.
4) Pengkajian, Uji Coba, dan Evaluasi Perlindungan
Kesejahteraan Sosial
Tujuan kegiatan ini adalah terlindunginya anak, wanita dan
lanjut usia dari tindak kekerasan dan/atau perlakuan salah serta
terselenggaranya pelayanan konsultasi bagi mereka. Sasaran
kegiatan ini adalah anak, wanita, dan para lanjut usia yang
terancam dan/atau yang telah menjadi korban tindak kekerasan
dan/atau perlakuan salah dari keluarganya atau pihak lain.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi perumusan sistem
perlindungan sosial, pelatihan peningkatan kemampuan profesional
dan kemampuan penyusunan laporan sosial untuk para pekerja
sosial, pelaksanaan kegiatan perlindungan kesejahteraan sosial dan
pelayanan konsultasi. Kegiatan tersebut merupakan rintisan bagi
terciptanya perlindungan sosial masyarakat.
c. Program Peningkatan Partisipasi Sosial Masyarakat
Tujuan program ini adalah meningkatkan dan mengembangkan
peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan umumnya
dan pembangunan kesejahteraan sosial pada khususnya secara
melembaga dan terorganisasi dalam rangka meningkatkan taraf
kesejahteraan sosial masyarakat secara adil dan merata. Untuk
mencapai tujuan tersebut, kegiatan program ini diarahkan pada
upaya meningkatkan kepedulian dan kepekaan masyarakat terhadap
permasalahan sosial dan lingkungannya, meningkatkan mutu
217
pelayanan sosial secara profesional, dan mendorong golongan
mampu untuk ikut berperan dalam pembangunan kesejahteraan
sosial sebagai perwujudan kesadaran, kesetiakawanan dan
tanggung jawab sosial serta terjaminnya tingkat kesejahteraan
sosial warga masyarakat yang tergolong rawan sosial ekonomi.
Kegiatan pokok program ini meliputi penyuluhan dan bimbingan,
pembinaan organisasi sosial, pembinaan tenaga kesejahteraan sosial
masyarakat, pembinaan sumbangan masyarakat dan asuransi sosial.
1) Penyuluhan dan Bimbingan Sosial
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran,
kesetiakawanan, dan tanggung jawab sosial masyarakat agar
tercipta iklim dan suasana yang mendukung bagi peningkatan peran
serta masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
Kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial diarahkan kepada
terciptanya kondisi sosial yang mendukung bagi pelaksanaan
pembangunan sektor lainnya sehingga dapat dilaksanakan dengan
lebih baik dan efektif.
Sasaran kegiatan penyuluhan dan bimbingan adalah seluruh
warga masyarakat termasuk golongan masyarakat mampu terutama
di wilayah yang rawan permasalahan sosial. Kegiatan pokoknya
meliputi pengembangan pola penyuluhan dan bimbingan sosial,
pemantapan pola pembinaan tenaga penyuluh, dan peningkatan
perlengkapan penyuluhan dan bimbingan sosial. Penyampaian
materi penyuluhan dilaksanakan dengan memanfaatkan semaksimal
mungkin media tradisional yang ada dan dengan melibatkan
organisasi sosial serta LSM, tokoh masyarakat, pemuda dan wanita, pemimpin formal dan informal serta memanfaatkan berbagai
media massa.
2) Pembinaan Organisasi Sosial
Tujuan pembinaan organisasi sosial adalah meningkatnya
jumlah dan mutu orsos yang mencakup peningkatan kemampuan
218
manajemen dan profesional pelayanan kesejahteraan sosial, di
samping meningkatnya koordinasi antara Dewan Nasional
Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Badan
Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S), Koordinator
Kegiatan Kesejahteraan Sosial (KKKS), dan meningkatnya meka nisme dan koordinasi kemitraan di berbagai tingkatan.
Sasaran kegiatan ini adalah orsos, yayasan dan lembaga
sosial, termasuk LSM dan organisasi keagamaan serta kelompok
masyarakat yang bergerak dalam usaha kesejahteraan sosial dan
mempunyai
potensi
untuk
menangani
permasalahan
kesejahteraan sosial. Kegiatan pokok pembinaan organisasi sosial
meliputi peningkatan kemampuan profesional pel ayanan dan
manajerial o r s o s , bantuan pengembangan organisasi dan
peningkatan pelayanan orsos, forum komunikasi bapak angkat, dan
forum konsultasi warga mampu. Di samping itu, dilaksanakan
pula pemetaan profil orsos, sistem koordinasi dan informasinya,
pengembangan modul pelatihan, pengembangan modul pembinaan
dan pelayanan termasuk arahan pelayanan yang s p esi f i k,
peningkatan koordinasi dan rujukan pada berbagai tingkatan
administrasi, serta peningkatan kerja sama dengan orsos di luar
negeri.
3) Pembinaan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Masyarakat
Tujuan kegiatan ini adalah terbina dan meningkatnya jumlah
serta mutu tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM)
sehingga mereka dapat berperan serta aktif sebagai penggerak
masyarakat dam mampu mendayagunakan sumbe r-sumber
kesejahteraan sosial yang ada. Selain itu, TKSM dapat
mengorganisasikan dan melembagakan peran serta masyarakat,
mencegah dan menanggulangi permasalahan kesejahteraan
sosi al . Sasaran pembinaan TKSM adalah PSM di setiap
desa/kelurahan dan para relawan sosial termasuk golongan
masyarakat yang mampu.
219
Kegiatan pokok yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pembinaan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, meliputi
penyuluhan, bimbingan sosial, pelatihan keterampilan, termasuk
pelatihan manajemen usaha kesejahteraan sosial. Selain itu,
dilaksanakan pula peningkatan kerja sama antar-TKSM melalui
forum komunikasi dan konsultasi TKSM. Untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan seperti
pemetaan profil PSM, pemantapan pola pembinaan PSM, dan
pemilihan PSM teladan serta penyediaan dukungan peralatan
kerja.
4) Pembinaan Sumbangan Sosial Masyarakat
Tujuan kegiatan ini adalah terbina dan meningkatnya peran
serta masyarakat dalam memberikan sumbangan sosial berupa dana
maupun barang yang didayagunakan untuk usaha kesejahteraan
sosial. Untuk itu, sasaran kegiatan diutamakan pada golongan
masyarakat yang mampu, baik perseorangan, keluarga maupun
kelompok sosial/organisasi sosial. Kegiatan yang dilaksanakan
mencakup penyuluhan dan bimbingan sosial, pertemuan dan
konsultasi dengan golongan masyarakat mampu, pengumpulan,
pengelolaan dan pendayagunaan sumbangan sosial baik berupa
dana maupun barang. Selain itu, dilaksanakan pemantauan,
evaluasi, pengawasan dan pemberian penghargaan bagi mereka
yang memberikan sumbangan sosial.
5) Pengkajian, Uji Coba, dan Evaluasi Asuransi
Sosial
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengkaji model asuransi
sosial yang dapat dikembangkan dalam masyarakat dengan maksud
membantu masyarakat yang kurang beruntung. Kegiatan pokok
pengkajian, uji coba dan evaluasi asuransi sosial meliputi
pertama, identifikasi kelembagaan dan sistem serta mekanisme
kerja asuransi sosial yang telah ada; kedua, penyusunan rancangan
220
dan perintisan pelaksanaan asuransi sosial di beberapa lokasi;
ketiga, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan
pelaksanaan asuransi sosial pada beberapa kelompok prioritas.
2. Program Penunjang
a.
Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban
Bencana
Tujuan program ini adalah meningkatkan kewaspadaan
masyarakat menghadapi bencana dan kemampuan masyarakat
dalam menanggulangi akibat bencana sehingga mengurangi jumlah
korban dan kerugian materi, serta memulihkan kembali fungsi
sosial perseorangan, keluarga dan masyarakat korban bencana
untuk hidup secara normal.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain, adalah menyiapkan
petugas dan tenaga masyarakat dalam menghadapi bencana alam
dan musibah lainnya; memberi bantuan darurat, bantuan
rehabilitasi rumah, serta bimbingan dan penyuluhan untuk
mempercepat pemulihan kehidupan sehari-hari; dan menggerakkan
peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana.
b. Program Pembinaan Anak dan Remaja
Tujuan program ini adalah terjaminnya kelangsungan proses
tumbuh kembang anak balita secara wajar dalam rangka
menumbuhkan daya cipta dan menyiapkan mereka untuk hidup
bermasyarakat. Sasaran program ini terutama adalah anak balita
yang ibunya bekerja di luar rumah. Selain itu, pembinaan anak dan
remaja terlantar dilaksanakan melalui program pokok
pembinaan kesejahteraan sosial. Khusus untuk anak balita,
kegiatannya berupa pengembangan tempat penitipan anak (TPA)
dan pembinaan kelompok bermain.
221
1) Pengembangan Tempat Penitipan Anak
Kegiatan ini pada dasarnya merupakan upaya pemberian
perlindungan terhadap gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak karena ditinggalkan oleh ibunya selama mereka bekerja. Oleh
karena itu, tujuan kegiatan ini adalah terjaminnya tumbuh kembang
anak melalui pengasuhan dan penitipan anak sehingga
memungkinkan para orang tua dapat melaksanakan pekerjaan
dengan tenang. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pengadaan
tempat penitipan anak dan kelengkapannya, pelatihan petugas
pelayanan penitipan anak dan pelayanan kesejahteraan sosial
bagi balita di TPA. Seluruh kegiatan tersebut dimaksudkan
sebagai percontohan untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dan sektor swasta untuk ikut serta menyelenggarakan pelayanan
penitipan anak.
2) Pembinaan Kelompok Bermain
Kegiatan ini bertujuan untuk dapat menjamin berlangsungnya
proses tumbuh kembang dan sosialisasi anak balita secara wajar
yang dilakukan melalui pembinaan kelompok bermain. Untuk itu,
kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan kelompok bermain
meliputi pengadaan sarana dan prasarana pelayanan, pelatihan
petugas pelayanan, dan pelayanan kesejahteraan sosial anak dalam
kelompok bermain, baik di lingkungan industri maupun di daerah
permukiman di perkotaan. Seluruh kegiatan tersebut dimaksudkan
sebagai percontohan untuk lebih meningkatkan peran serta
masyarakat.
c. Program Pembinaan Pemuda
Tujuan program pembinaan pemuda adalah meningkatnya
kualitas dan melembaganya karang taruna sebagai organisasi
kepemudaan di tingkat desa/kelurahan yang berperan aktif dalam
usaha kesejahteraan sosial sehingga dapat mencegah dan
mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial di kalangan generasi
222
muda seperti masalah kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika
atau obat adiktif lainnya. Di samping itu, diharapkan bahwa
karang taruna dapat membantu dalam pemasyarakatan P4,
pembauran bangsa, peningkatan keterampilan di bidang sosial
ekonomi serta perluasan kesempatan kerja terutama dengan cara
wiraswasta. Dengan demikian, sasaran program ini adalah karang
taruna sebagai organisasi sosial kepemudaan di bidang
kesejahteraan sosial di tingkat desa/kelurahan.
Kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan program
meliputi pelatihan dan pembinaan pengurus dan anggota karang
taruna di bidang manajemen dan pelayanan sosial, studi karya
bhakti karang taruna, pemilihan karang taruna teladan, pembinaan
forum komunikasi karang taruna (FKKT), dan pemberian bantuan
sarana, serta bantuan usaha ekonomis produktif agar karang taruna
mampu pula menciptakan lapangan kerja dan usaha.
d. Program Peranan Wanita
Tujuan program ini adalah meningkatkan kedudukan dan
peranan wanita sebagai mitra sejajar pria dalam pembangunan,
dan meningkatkan kesejahteraan sosial wanita melalui penguasaan
keterampilan, termasuk usaha ekonomis produktif. Peningkatan
peranan wanita diarahkan kepada upaya menghilangkan pandangan
yang kurang menguntungkan dari masyarakat terhadap status dan
peranan wanita sehingga menunjang terwujudnya peningkatan
status dan peranan wanita sebagai mitra sejajar pria dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat. Selain itu, juga diarahkan
untuk memperluas jangkauan program peningkatan peranan wanita
dan untuk meningkatkan pelaksanaan keterpaduan antarprogram
dan antarsektor. Sasaran pokok program adalah para wanita
miskin pada umumnya, terutama yang mempunyai potensi sebagai
pemimpin dan/atau wanita yang rentan sosial ekonominya.
Kegiatan peningkatan peranan wanita ini dilaksanakan secara
terintegrasi melalui kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga
223
(PKK) dan program pembinaan wanita menuju keluarga sehat dan
sejahtera (P2WKSS). Adapun kegiatan pokoknya meliputi
pembinaan kepemimpinan sosial wanita dalam bidang
kesejahteraan sosial dan pengembangan kesejahteraan sosial wanita
miskin.
1)
Pembinaan Kepemimpinan Wanita Bidang
Kesejahteraan Sosial
Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan kepemimpinan wanita dalam usaha kesejahteraan
sosial yang diupayakan terutama melalui peningkatan
kemampuan pemimpin sosial wanita di perdesaan dengan
menempatkan wanita sebagai sasaran kegiatan. Sasaran kegiatan
ini adalah wanita pada umumnya, baik yang telah menikah maupun
belum, yang mempunyai potensi sebagai pemimpin sosial wanita di
daerah perdesaan. Adapun kegiatan pokok pembinaan
kepemimpinan wanita bidang kesejahteraan sosial adalah
pemberian pelatihan dan bimbingan kepada para calon
pemimpin wanita yang potensial.
2)
Pengembangan Kesejahteraan Sosial Wanita
Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan kondisi
kesejahteraan sosial wanita dalam kesatuan keluarga yang dicapai
melalui upaya peningkatan kemauan, kemampuan dan
keterampilan dalam melaksanakan usaha ekonomis produktif oleh
wanita miskin. Sasaran kegiatannya adalah para wanita miskin dan
atau wanita yang termasuk dalam kategori rentan sosial ekonomi.
Kegiatan pokok pengembangan kesejahteraan sosial wanita
meliputi identifikasi populasi sasaran dan pemberian pelatihan
keterampilan serta pembinaan yang sesuai dengan bantuan usaha
ekonomis produktif bagi mereka. Selain itu, dilaksanakan juga
bimbingan sosial bagi mereka sebagai upaya pencegahan urbanisasi
wanita muda ke kota.
224
e.
Program Penelitian dan Pengembangan Sosial
Tujuan program penelitian dan pengembangan sosial adalah
untuk menunjang perumusan kebijaksanaan dan meningkatkan
kualitas perencanaan program pembangunan kesejahteraan sosial
serta pengembangan pola penanganan permasalahan kesejahteraan
sosial sehingga pelaksanaan program dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien. Sasaran program adalah terselenggaranya
berbagai penelitian yang berkaitan dengan penanganan
permasalahan kesejahteraan sosial yang mencakup kecenderungan
perkembangan permasalahan, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
program, serta pengembangan pola penanganan permasalahan
kesejahteraan sosial.
Kegiatan program ini meliputi perumusan permasalahan,
perencanaan, dan pelaksanaan penelitian terapan, baik yang
bersifat eksperimentasi, evaluatif, studi kasus, dan pengkajian pola
penanganan permasalahan kesejahteraan sosial. Dalam
melaksanakan penelitian, kerja sama dengan perguruan tinggi,
lembaga penelitian, dan instansi penelitian lainnya terus
ditingkatkan. Dalam mendukung pelaksanaan penelitian,
dilaksanakan pula upaya untuk menyempurnakan dan melengkapi
sarana dan prasarana pusat penelitian yang dibutuhkan.
f.
Program Pendidikan dan Pelatihan Sosial
Tujuan program ini adalah meningkatkan jumlah dan mutu
tenaga kesejahteraan sosial baik pemerintah maupun masyarakat,
dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial. Kegiatan
yang dilaksanakan meliputi analisis kebutuhan pendidikan dan
latihan, pemberian kesempatan belajar untuk pendidikan program
D-IV, S-1, S-2, S-3 dan pendidikan nongelar dan pelatihan bagi
pegawai terutama di bidang kesejahteraan sosial. Untuk
meningkatkan mutu tenaga kesejahteraan sosial masyarakat
dilaksanakan pula pelatihan manajerial dan profesional bagi
mereka.
225
Guna menunjang pendidikan dan pelatihan sosial diupayakan
untuk mengembangkan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
(STKS) di Bandung dan pusat-pusat pelatihan tenaga sosial melalui
pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga pengajar,
meningkatkan fasilitas pendidikan termasuk perpustakaan dan
penyediaan alat bantu pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan.
C. PENANGGULANGAN BENCANA
I. PENDAHULUAN
Hakikat pembangunan nasional adalah membangun manusia
Indonesia seutuhnya dan membangun masyarakat Indonesia
seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman
pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan secara
berencana, menyeluruh, terarah, bertahap, dan berlanjut untuk
memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa
lain yang telah maju.
Berdasarkan pokok pikiran di atas, pembangunan nasional
dapat dicapai secara maksimal bila rencana dan upaya-upaya yang
telah dibangun dapat terlindungi dari gangguan kerusakan, baik
oleh perbuatan manusia maupun karena bencana alam. Dengan
demikian, upaya menghadapi dan menanggulangi suatu bencana
menjadi bagian terpadu dari pembangunan nasional yang harus
diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Penanggulangan bencana pada hakikatnya merupakan upaya
kemanusiaan untuk melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangunan dari ancaman bencana. Di samping
itu, penanggulangan bencana juga merupakan upaya kegiatan
ekonomi yang bertujuan memulihkan dan mengembalikan kerugian
226
harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, serta memulihkan
kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Indonesia, memiliki wilayah yang luas dan berkedudukan di
khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera,
diberkati oleh berbagai keunggulan komparatif termasuk
diantaranya alam tropik, sumber daya alam yang beraneka ragam,
serta penduduk yang besar jumlahnya. Ibarat dua sisi dari satu
mata uang, berbagai keunggulan ini dihadapkan pula kepada
ancaman bencana yang membawa korban bagi kehidupan manusia
dan perekonomian.
Wilayah Indonesia yang bercirikan kepulauan dan kelautan
dengan lingkungan dan alam tropiknya, hanya mengenal dua
musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Jumlah curah
hujan di beberapa daerah, terutama di wilayah bagian barat yang
terlalu tinggi, menyebabkan wilayah tersebut menjadi rawan
banjir dan menimbulkan tanah longsor. Sebaliknya, di sebagian
wilayah Indonesia, terutama di bagian tenggara, curah hujan
sangat sedikit dan menyebabkan rawan akan bencana kekeringan
pada musim kemarau.
Sementara itu, proses geologi yang terjadi di Indonesia yang
di sate pihak memberikan kekayaan alam yang beraneka ragam dan
dapat didayagunakan bagi kemakmuran rakyat, di pihak lain
menyebabkan bagian wilayah Indonesia terus menerus bergerak
sehingga sangat labil dan rentan terhadap gempa bumi tektonik dan
letusan gunung api.
Sementara itu, kurangnya pengertian dan pengetahuan
penduduk tentang perlunya kelestarian lingkungan, menyebabkan
kerawanan pula terhadap lingkungan alamnya yang pada gilirannya
akan mengakibatkan berbagai bencana alam. Di samping itu,
penduduk berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan pada
umumnya hanya mampu bertempat tinggal di daerah kumuh yang
tidak layak huni dengan kepadatan yang tinggi. Daerah kumuh dan
227
padat penduduk itu sangat rawan terhadap wabah penyakit dan
bencana kebakaran permukiman.
Dengan makin meningkatnya kegiatan pembangunan di masa
mendatang, yang disertai dengan perubahan tuntutan dan
kebutuhan manusia, maka diperkirakan kecenderungan bencana
akibat perbuatan manusia juga makin meningkat. Mengingat
besarnya korban dan kerugian akibat terjadinya bencana, dan
apabila tidak dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan
bencana secara tepat dan efektif, maka pelaksanaan pembangunan
serta hasil-hasil pembangunan nasional dapat terganggu, bahkan
dapat terhambat. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, perlu
diambil langkah-langkah penanggulangannya secara dini,
khususnya dalam kegiatan pencegahan, kewaspadaan, dan
kesiapsiagaan disertai upaya penyelamatan, pertolongan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Mengingat penanggulangan bencana secara paripurna
merupakan kegiatan lintas bidang dan lintas sektor yang
keberhasilannya akan mendukung pembangunan nasional, maka
antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya bencana yang dapat
mengancam kelangsungan pembangunan nasional, baik yang
berupa kerugian jiwa maupun secara material, perlu makin
dikembangkan melalui berbagai program dan kegiatan.
Salah satu bagian dari amanat Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN) 1993 tentang ketahanan nasional adalah ketahanan
ekonomi yang merupakan kondisi kehidupan perekonomian bangsa
yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila,
yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang
sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian
ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan mewujudkan
kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Sehubungan dengan itu,
bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri sejak dini menghadapi
segala sesuatu untuk masa depan, baik yang negatif maupun positif
yang merupakan ciri dari suatu masyarakat industri yang mandiri.
228
Penanggulangan bencana, dengan demikian, merupakan suatu
perwujudan kemandirian masyarakat, yaitu mampu bersatu dengan
alam sekitarnya yang harus dijaga kelestariannya, mandiri sebagai
insan ekonomi yang produktif, mandiri karena kemampuan
sumber daya manusianya yang tidak tergantung dan
menyerahkan nasibnya pada alam, dan mandiri karena percaya
akan kemampuan dan kekuatan sendiri.
Penanggulangan bencana dalam Pembangunan J angka
Panjang Kedua (PJP II) dan Pembangunan Lima Tahun Keenam
(Repelita VI) dilaksanakan dalam berbagai bidang dan sektor
ekonomi serta kesejahteraan rakyat. Dalam subbab ini diuraikan
masalah dan berbagai kebijaksanaan ' dalam penanggulangan
bencana dalam satu kesatuan dan pola pikir sehingga dapat
menjamin keterpaduan dan efektivitas pelaksanaannya.
II. PENANGGULANGAN BENCANA DALAM PJP I
Selama PJP I telah berhasil ditingkatkan kemampuan
masyarakat dalam penanggulangan bencana yang mencakup
kemampuan ke s i ap si aga an , pencarian dan penyelamatan,
rehabilitasi dan rekonstruksi, serta pemantapan kelembagaan.
Dalam kaitan dengan mitigasi tanah longsor telah dilaksanakan
penyelidikan geologi teknik dan pemetaan kerentanan gerakan
tanah sebanyak 50 lembar. Selanj utnya, telah dihasilkan
identifikasi 25 lokasi daerah rawan gempa di seluruh Indonesia.
Selain itu, telah diselesaikan pula sejumlah peta seismotektonik,
peta geologi kuarter dan peta geomorpologi dari daerah rawan
gempa. Dari 129 gunung api aktif di Indon esia telah berhasil
dilaksanakan pemantauan secara terus-menerus terhadap 56 gunung
api dari pos-pos pengamatan. Untuk penanggulangan bencana
erupsi (letusan) gunung api telah diselesaikan 91 buah pemetaan
daerah bahaya gunung api.
229
Peningkatan kemampuan dan penyediaan peralatan bagi
kegiatan mitigasi bencana alam geologi selama PJP I telah berhasil
menekan kerugian akibat bencana, terutama penyelamatan jiwa
manusia. Keberhasilan pemantauan dalam rangka penanggulangan
bencana alam geologi tersebut tidak terlepas dari Peningkatan
kegiatan penyebarluasan informasi hasil mitigasi, dan penyuluhan
bencana geologi terutama bagi masyarakat yang bermukim di
sekitar daerah rawan bencana.
Kegiatan lainnya adalah pengamanan terhadap areal
permukiman dan jiwa manusia dari ancaman bencana lahar primer
dan lahar sekunder berupa pembangunan check dam, serta
pembuatan terowongan di Gunung Galunggung, Gunung Merapi,
dan Gunung Kelud.
Dalam penanggulangan bencana kecelakaan, ditingkatkan
kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap keselamatan
pelayaran, dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk
memenuhi
berbagai
persyaratan
keselamatan.
Untuk
meningkatkan keselamatan penerbangan telah dipasang peralatan
navigasi penunjuk arah pada pendaratan di 6 lokasi, peralatan
pembantu pengukur jarak di 7 lokasi,. peralatan pembantu
pendaratan di 2 lokasi, dan pemasangan lampu-lampu landasan
untuk membantu pendaratan pesawat sebanyak 14 unit. Di
samping itu, telah ditingkatkan pula jumlah dan kemampuan
personil untuk mencegah dan menanggulangi kecelakaan di laut
dan di darat.
Dalam kegiatan pencarian dan penyelamatan, Badan Search
and Rescue Nasional (Basarnas) telah dapat meningkatkan
kemampuan deteksi dini akibat kecelakaan pelayaran dan
penerbangan karena telah memiliki stasiun bumi kecil dengan
memanfaatkan Search and Rescue Satellite Aided Tracking.
Untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi kecelakaan
transportasi secara cepat telah diadakan 2 unit Local User
Terminal, yang masing-masing ditempatkan di Jakarta dan Ambon.
230
Selain itu, telah diadakan 5.000 buah Emergency Locator
Transmitter yang dibagikan pada berbagai instansi pemilik kapal
dan pesawat terbang.
Dalam rangka penanggulangan bencana banjir dilaksanakan
pengamanan daerah-daerah produksi, permukiman, serta bangunan
umum lainnya, yang meliputi areal 1,9 juta hektare, dengan cara
melakukan pengamanan dan perbaikan sungai-sungai seperti Sungai
Citanduy, Sungai Cimanuk, Sungai Bengawan Solo, Sungai
Brantas, Sungai Barito, dan Sungai Ular.
Selanjutnya dilakukan juga rehabilitasi dan rekonstruksi
terhadap kawasan yang menderita akibat gemba bumi, dan
gelombang pasang (tsunami) seperti di Nusa Tenggara Timur
(Alor, Flores) dan Minahasa; bencana kebakaran di Kotabaru,
Pulau Laut, Kalimantan Selatan; bencana kekeringan di Gunung
Kidul, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur
dan Irian Jaya dengan membangun telaga-telaga, pengeboran air
tanah, pembangunan embung-embung; serta pengamanan pantai
dari bencana abrasi, di Pontianak-Singkawang (Kalimantan Barat),
Kuta (Bali), Pangandaran (Jawa Barat), dan lain-lain, sepanjang 15
kilometer.
Dalam bidang kesehatan dilakukan kegiatan untuk
meningkatkan pencegahan dan pemberantasan penyakit terutama
terhadap penyakit yang dapat menimbulkan wabah, meningkatkan
pelayanan kesehatan, penyehatan lingkungan permukiman, dan
penyuluhan kesehatan. Selain itu, dilaksanakan pula pelayanan
gawat darurat di lapangan maupun di rumah sakit, dan pelatihan
pertolongan pertama baik untuk petugas kesehatan maupun untuk
organisasi kemasyarakatan seperti pramuka, palang merah remaja,
kader sukarelawan, karang taruna dan sebagainya.
Dalam rangka mendukung upaya rehabilitasi sosial korban
bencana dalam bidang kesejahteraan sosial telah dilaksanakan
serangkaian kegiatan, yakni, pelatihan satuan tugas sosial
231
penanggulangan
bencana
(Satgasos
PB),
penambahan
perlengkapan peralatan penanggulangan bencana alam,
penyelamatan
korban-korbannya,
dan
penyelenggaraan
penyuluhan bimbingan sosial bagi masyarakat di daerah rawan
bencana alam, serta pemberian bantuan antara lain berupa bahan
bangunan untuk memperbaiki rumah-rumah yang rusak dan
pemindahan permukiman ke daerah yang lebih aman.
Untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen
penanggulangan bencana telah dilakukan berbagai bentuk
pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pelatihan-pelatihan tersebut diberikan kepada petugas dari berbagai
instansi yang meliputi berbagai aspek penanggulangan bencana.
Di dalam rangka kesiapsiagaan, pemerintah daerah telah
melaksanakan uji coba gladi posko dan gladi lapangan di Propinsi
Bali, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan DKI
Jakarta. Di samping itu, untuk meningkatkan keterampilan
masyarakat, secara berkala telah dilakukan pelatihan dasar serta
kursus kader pelaksana pertahanan sipil. Sektor pertambangan dan
energi telah pula menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan
dalam bidang bencana geologi, yaitu gempa bumi, erupsi gunung
api, tanah longsor, gelombang pasang/tsunami. Kegiatan tersebut
diselenggarakan bekerja sama dengan instansi teknis terkait.
Di bidang kelembagaan, pada tahun 1979 telah ditetapkan
Keputusan Presiden RI Nomor 28 tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana Alam di tingkat Pusat, di
daerah tingkat I, dan daerah tingkat II dengan membentuk satuan
koordinasi pelaksanaan penanggulangan bencana alam daerah
tingkat I dan daerah tingkat II. Mengingat makin meningkatnya
kejadian bencana yang tidak hanya diakibatkan oleh alam tetapi
juga oleh perbuatan manusia, pada tahun 1990 ditetapkan
Keputusan Presiden Nomor 43 tentang Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Sejak dibentuk, badan ini
telah berhasil mengkoordinasikan berbagai penanggulangan
232
bencana sehingga akibat yang ditimbulkan dapat ditekan secara
berarti.
III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG
PEMBANGUNAN
Pembangunan nasional selama PJP I telah berhasil
menyediakan prasarana dan sarana bidang sosial dan ekonomi yang
makin lengkap. Pemanfaatan prasarana dan sarana tersebut telah
berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sel ain itu,
kemampuan masyarakat untuk mencegah dan mengantisipasi
terjadinya bencana juga meningkat. Hal ini tercermin dari
kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, kecepatan
pemberian pertolongan dan penyelamatan, dan kemampuan
melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi sesudah terjadinya
bencana.
Di masa datang diperkirakan kecenderungan terjadinya
bencana, baik karena perbuatan manusia maupun karena bencana
alam akan terus meningkat. Mengingat kerugian yang dapat
ditimbulkan oleh bencana dan dampaknya terhadap kesejahteraan
sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, maka dalam PJP II
perlu dikenali berbagai tantangan dan kendala yang harus diatasi
serta peluang yang dapat dimanfaatkan.
1. Tantangan
Struktur geologis dan keadaan geografis Indonesia, yang
terletak diantara dua samudera dan dua benua, merupakan daerah
rawan terhadap bencana alam. Di samping itu, kepulauan
Indonesia, yang terletak di daerah tropis dan mempunyai curah
hujan yang relatif tinggi, sangat rawan terhadap terjadinya bahaya
banjir, tanah longsor, dan sebagainya. Keadaan ini diperberat lagi
oleh terbatasnya pemetaan terhadap daerah yang rawan bencana
tersebut. Sampai akhir PJP I baru sekitar 40 persen daerah yang
233
mempunyai potensi rawan bencana berhasil dipetakan. Pada
daerah-daerah yang sudah memiliki peta rawan bencana, hasilnya
belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam penyusunan rencana umum
tata ruang. Di samping itu, karena pemetaan ini dilakukan oleh
berbagai instansi, maka penyebaran informasi dari instansi
pelaksana kepada instansi pengguna belum optimal.
Selain itu karena pertumbuhan penduduk dan karena tekanan
ekonomi, daerah rawan bencanapun terpaksa dijadikan
permukiman. Oleh karena itu, merupakan tantangan dalam PJP II
untuk menyelesaikan pemetaan daerah rawan bencana sehingga
informasi tentang daerah rawan bencana dijadikan dasar bagi
penyusunan rencana umum tata ruang serta bagi pengaturan
permukiman penduduk.
Meluasnya lahan kritis akan mengakibatkan kerusakan
lingkungan yang dicirikan dengan terjadinya banjir dan
kekeringan yang makin meluas. Di samping itu, struktur
geologis kepulauan Indonesia terdiri atas sirkum Pasifik yang
merupakan daerah rawan gempa bumi. Indonesia juga memiliki
gunung api aktif yang terbanyak di dunia, sehingga tingkat
kerawanan terhadap bencana letusan gunung api cukup tinggi.
Pembangunan dalam PJP I telah menghasilkan banyak gedung
bertingkat, industri-industri/pabrik-pabrik. Kemajuan di bidang
teknologi telah menjadikan kehidupan masyarakat makin rawan
terhadap kemungkinan terjadinya musibah/bencana baik karena
perbuatan manusia maupun bencana alam. Bencana karena
perbuatan manusia dapat berupa kecelakaan transportasi baik di
darat, laut, udara, danau, sungai dan juga kecelakaan di tempat
kerja, bencana nuklir, pencemaran terhadap tanah, air dan udara,
kebakaran permukiman, dan kebakaran gedung-gedung besar dan
tinggi, hama tanaman dan bahaya banjir, sedangkan bencana
alam, terutama gempa bumi, dapat mengancam keamanan dan
keselamatan gedung-gedung tinggi di perkotaan dan instalasi
industri serta prasarananya. Oleh karena itu, merupakan tantangan
234
untuk menyiapkan masyarakat agar siap siaga dan mampu
menghadapi serta mengatasi terjadinya berbagai jenis bencana.
Untuk dapat mengurangi akibat dari bencana diperlukan
kemampuan dan penguasaan teknologi untuk mendeteksi
kemungkinan bencana secara dini dan kemampuan untuk
memberikan peringatan awal kepada masyarakat di daerah rawan
bencana. Kemampuan untuk deteksi dini masih rendah disebabkan
masih terbatasnya jumlah dan mutu peralatan deteksi yang ada.
Misalnya dari kebutuhan alat deteksi gempa yang diperlukan
untuk memantau lebih kurang 2,1 juta kilometer persegi daerah
rawan gempa, baru 50 buah yang dimiliki. Selain itu, teknologi
untuk mengetahui karakteristik dari gempa juga belum
berkembang. Akibatnya perencanaan pembangunan gedung
terutama gedung bertingkat tinggi belum didasarkan pada sifat dan
besaran dari gempa di daerah tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan kerawanan bangunan terhadap gempa atau dapat
menyebabkan pemborosan biaya karena penggunaan kualitas bahan
atau jenis bangunan yang sebetulnya tidak cocok. Oleh karena
itu, tantangan lainnya adalah meningkatkan penguasan teknologi
dalam bidang penanggulangan bencana sehingga dapat menekan
kerugian akibat bencana.
Kedudukan strategis Indonesia, yang terletak di jalur
penghubung antara dua benua dan dua samudera, menyebabkan
kegiatan penerbangan maupun pelayaran internasional melalui
Indonesia meningkat dengan pesat. Selain itu, jumlah armada
transportasi nasional baik darat, laut, maupun udara juga
meningkat. Peningkatan frekuensi perhubungan dan penggunaan
teknologi komunikasi dan transportasi yang makin canggih, bila
tidak diikuti dengan keterampilan dan disiplin manusia yang
mengoperasikannya dapat meningkatkan terjadinya berbagai
kecelakaan.
Pada waktu kecelakaan, pencarian dan penyelamatan
manusia korban kecelakaan merupakan tugas nasional yang harus
235
dilakukan secara cepat dan tepat. Namun, karena keterbatasan
tenaga terlatih, dan terbatasnya peralatan pencarian dan
penyelamatan, serta masih belum efektifnya koordinasi pencarian
dan penyelamatan, maka kemampuan pencarian dan penyelamatan
masih rendah. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi adalah
melaksanakan pencarian dan penyelamatan manusia korban
bencana atau musibah lainnya secara cepat dan tepat.
Sistem perundang-undangan yang menjadi acuan bagi
penanggulangan bencana masih belum lengkap. Selain itu,
prosedur
tetap
beserta
petunjuk
pelaksanaan
untuk
mengatasi/menghadapi berbagai bentuk bencana baru sebagian
kecil selesai disusun. Prosedur tetap yang sudah disusunpun belum
diuji cobakan sesuai dengan kondisi daerah dan sosial budaya
setempat. Di samping itu, metode penyuluhan, pelatihan, dan
pendidikan tentang penanggulangan bencana bagi petugas dan
masyarakat belum efektif. Faktor pendidikan masyarakat yang
masih rendah, kepercayaan, dan sikap sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa bencana itu tidak bisa dihindari
menyebabkan kesulitan untuk menyiapsiagakan masyarakat dalam
menghadapi bencana. Oleh karena itu, tantangan selanjutnya adalah
meningkatkan pengetahuan aparat dan masyarakat tentang
penyebab dan sifat-sifat bencana sehingga upaya pencegahan dan
penanggulangannya dapat efektif.
2. Kendala
Keadaan geografi Indonesia yang terdiri atas banyak pulau dan
tersebar serta mencakup daerah yang luas menyebabkan upaya
penanggulangan bencana menghadapi berbagai kendala seperti
terhambatnya penyampaian informasi bencana dan terlambatnya
upaya penyelamatan. Di samping itu, proses geologi yang terjadi
menyebabkan sebagian wilayah Indonesia terus menerus bergerak
sehingga sangat labil dan rentan terhadap gempa bumi tektonik.
Akibat lain dari proses geologi tersebut, Indonesia memiliki
236
banyak gunung api aktif yang rawan terhadap bencana letusan
gunung api.
Belum dikuasainya ilmu dan teknologi yang berkembang
dewasa ini serta terbatasnya kemampuan pendanaan menyebabkan
modernisasi peralatan yang sangat dibutuhkan, sebagai salah satu
upaya untuk mewujudkan kesiapsiagaan yang tinggi, masih belum
bisa terlaksana. Peralatan, sarana, dan prasarana penanggulangan
bencana yang ada sekarang belum memenuhi syarat sehingga
keterbatasan tersebut merupakan kendala dalam upaya mengatasi
tantangan yang muncul.
Kesadaran dan pemahaman serta peranserta masyarakat
terhadap upaya pencegahan penanggulangan bencana masih belum
memadai. Hal tersebut, antara lain terlihat dari perilaku
masyarakat dalam membangun dan menyiapkan permukiman
berkelompok di suatu tempat rawan belum memperhitungkan
ancaman sehingga merupakan kendala untuk mewujudkan tata
ruang yang aman. Keadaan ini terkait dengan belum lengkap dan
sempurnanya peta daerah rawan bencana dan belum memadainya
jumlah maupun mutu tenaga terlatih dalam penanggulangan
bencana.
Kendala lain yang dihadapi adalah tingginya curah hujan di
beberapa daerah serta kerusakan hutan sebagai akibat dari
pemanfaatan dan pengusahaan hutan yang tidak terkendali sehingga
mengakibatkan peningkatan frekuensi dan volume banjir yang
terjadi. Keadaan tersebut diperberat oleh kesadaran masyarakat
yang masih kurang akan fungsi sungai yang tercermin dari masih
seringnya terjadi pembuangan limbah padat ke badan sungai
sehingga mengakibatkan kapasitas pengaliran sungai makin
kecil. Selain itu, akibat banyaknya masyarakat yang memanfaatkan
bantaran sungai, yang merupakan areal pelimpahan banjir alamiah,
sebagai tempat tinggal menyebabkan timbulnya korban yang lebih
banyak pada waktu banjir.
237
Kesenjangan antara tuntutan kemampuan penanggulangan
bencana yang ingin diwujudkan dengan kemampuan penyediaan
sumber daya manusia yang berkualitas masih cukup besar.
Sementara itu, masih terdapat kesenjangan yang cukup besar antara
kebutuhan untuk menanggulangi bencana dengan kemampuan
sumber daya dan teknologi yang ada.
Kendala lain adalah belum mantapnya koordinasi, terbatasnya
perangkat lunak untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana
dan belum lengkapnya prosedur tetap untuk menanggulangi
bencana.
3. Peluang
Kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan
semangat kekeluargaan, gotong royong dan kebersamaan dan
kepedulian sosial merupakan modal untuk penyelenggaraan
penanggulangan bencana secara makin efektif. Perkembangan
teknologi yang sangat pesat dewasa ini, termasuk teknologi dalam
mendeteksi tanda-tanda bencana, teknologi pemantauan bencana,
penyampaian peringatan dini dan teknologi menekan dampak
bencana, dan lain-lain memungkinkan umat manusia untuk
meningkatkan kewaspadaannya dan membuka peluang untuk
menghindari dan melunakkan akibat dari bencana tersebut. Makin
tersebarnya sarana telekomunikasi di berbagai daerah di Indonesia
serta makin pesatnya kemajuan teknologi komunikasi memberi
peluang untuk meningkatkan mutu kewaspadaan dan kesiapsiagaan
dalam penanggulangan bencana.
Hasil pembangunan selama PJP I yang berupa antara lain
tersedianya prasarana seperti pengendali banjir, pos-pos
pengontrolan gunung api, stasiun pengamat gempa, pengamat
cuaca, sarana penanggulangan kebakaran dan kemampuan
pengelolaan prasarana tersebut merupakan modal pembangunan
bagi tahap selanjutnya. Modal tersebut merupakan peluang
238
yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keandalan
pencegahan bencana. Adapun potensi masyarakat yang tergabung
dalam wadah perlindungan masyarakat (linmas) sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, yang
merupakan wadah organisasi penanggulangan bencana mencakup
antara lain, pemadam kebakaran, Palang Merah Indonesia, SAR,
organisasi radio amatir, pramuka, pertahanan sipil dan resimen
mahasiswa, rumah sakit, dan organisasi masyarakat lainnya,
merupakan peluang yang sangat berarti bagi penyelenggaraan
penanggulangan bencana di masa mendatang.
IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN
PEMBANGUNAN
1. Arahan GBHN 1993
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993
mengamanatkan bahwa untuk tetap memungkinkan berjalannya
pembangunan nasional yang selalu harus menuju ke tujuan yang
ingin dicapai dan agar dapat secara efektif dielakkan dari
hambatan, ancaman, dan gangguan yang timbul baik dari luar
maupun dari dalam, maka pembangunan nasional diselenggarakan
melalui pendekatan ketahanan nasional yang mencerminkan
keterpaduan antara segala aspek kehidupan bangsa secara utuh dan
menyeluruh.
Sehubungan dengan penanggulangan bencana, GBHN 1993
menggariskan agar pengetahuan geologi perlu ditingkatkan untuk
memperoleh manfaat maksimal dan kemampuan untuk
memperkirakan secara tepat bencana alam geologis sehingga dapat
memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Pembangunan perlindungan masyarakat ditujukan pada
terwujudnya kemampuan masyarakat dan ketahanan serta
kemampuan lingkungan untuk secara swadaya aktif menanggulangi
239
dan/atau memperkecil akibat malapetaka yang ditimbulkan oleh
perang, bencana alam, atau bencana lainnya.
Pencarian dan penyelamatan manusia sebagai akibat dari
musibah, bencana alam, dan bencana lainnya merupakan tugas
nasional, dan harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh
berbagai pihak yang perlu terus dimantapkan melalui peningkatan
kemampuan organisasi, kualitas sumber daya manusia,
manajemen, serta sarana dan prasarananya agar mampu
menyelenggarakan bantuan penyelamatan dengan cepat dan tepat.
Pelayanan sosial terutama diberikan kepada fakir miskin,
anak, dan penduduk usia lanjut yang terlantar, penyandang cacat
termasuk cacat veteran, korban penyalahgunaan obat, zat adiktif,
dan narkotika, korban bencana alam dan musibah lainnya,
kelompok masyarakat yang hidupnya masih terasing dan terpencil,
serta anggota masyarakat lain yang kurang beruntung agar
memperoleh kesempatan berusaha dan bekerja serta menempuh
kehidupan sesuai dengan kemampuan dan martabat kemanusiaan.
2. Sasaran
a. Sasaran PJP II
Pada akhir PJP II diharapkan telah terwujud kemampuan
masyarakat untuk secara swadaya dan aktif dapat menanggulangi
dan atau memperkecil malapetaka yang ditimbulkan oleh bencana
alam atau musibah lainnya. Pada akhir PJP II diharapkan telah
dapat terbentuk sistem dan satuan-satuan linmas dua regu di setiap
desa, terwujudnya unit operasional penanggulangan bencana di
setiap kecamatan, terwujudnya satuan linmas proyek vital dan
satuan tugas penanggulangan bencana di setiap daerah tingkat II
terutama di daerah rawan bencana.
240
b. Sasaran Repelita VI
Pada akhir Repelita VI, kesadaran dan kesiapsiagaan
masyarakat dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya
telah meningkat. Selain itu, penguasaan teknologi penanggulangan
bencana yang didukung oleh peralatan yang andal, serta jumlah
dan mute tenaga pelaksana akan meningkat pula. Di samping itu,
pemetaan daerah rawan bencana dilanjutkan dan informasi
mengenai kerawanan suatu daerah telah dimanfaatkan secara
optimal untuk penyusunan rencana umum tata ruang pada setiap
tingkat pemerintahan. Sasaran selanjutnya adalah terlaksananya
koordinasi yang makin meningkat dan mantap dalam
menanggulangi bencana melalui penyusunan sistem dan satuan
linmas serta mekanisme penanggulangan bencana secara nasional
yang menyeluruh dan terpadu. Pada Repelita VI dapat terwujud
satuan-satuan linmas di tingkat kecamatan dan ruang data pusat
pengendalian operasional penanggulangan bencana di tingkat pusat.
Undang-undang linmas diharapkan telah dapat diundangkan pada
akhir Repelita VI.
3. Kebijaksanaan
Dalam upaya penanggulangan bencana, prioritas tinggi
diberikan kepada peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
masyarakat serta jajaran pemerintah daerah setempat, khususnya di
daerah rawan bencana dalam menghadapi terjadinya bencana.
Untuk itu, pemetaan daerah rawan bencana akan ditingkatkan dan
informasi mengenai peta bencana disebarluaskan kepada para
pemakai sehingga dapat dimanfaatkan untuk perencanaan
pembangunan dan penyusunan rencana umum tata ruang.
Kemampuan dan penguasaan teknologi untuk mendeteksi
bencana ditingkatkan melalui penyediaan sarana, prasarana dan
peningkatan kualitas serta jumlah tenaga. Hal ini didukung dengan
pengembangan sistem informasi bencana sehingga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana.
241
Dalam rangka mencegah kerusakan dan menjaga
keseimbangan
lingkungan
hidup
sumber
daya
air,
diupayakan pengembangan usaha konservasi di daerah hulu sungai,
rehabilitasi lahan kritis, penataan pengaliran sungai, dan
penyerasian pola tata ruang dengan tata guna lahan serta sumber
daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang
harmonis. Kebijaksanaan lainnya adalah mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam konservasi tanah dan air, serta
mengembangkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
peranan sumber daya air dalam kehidupan sehingga masyarakat
terus memeliharanya.
Kemampuan petugas dan masyarakat untuk pencarian dan
penyelamatan dan pemberian pengobatan serta perawatan korban
ditingkatkan baik dalam kecepatan maupun ketepatan waktu
penyelamatan dengan dukungan peralatan yang memadai. Di
samping itu, kemampuan perlindungan masyarakat (linmas) dalam
menanggulangi akibat bencana juga ditingkatkan melalui pelatihan,
penyuluhan dan pendidikan yang terencana, sistematis dan
berkelanjutan. Selanjutnya, dikembangkan pula sistem
penanggulangan bencana dan mekanisme keterpaduan
penanggulangan bencana pada berbagai tingkatan serta pemberian
bantuan dan bimbingan untuk dapat memulihkan fungsi sosial para
korban bencana. Dalam keadaan darurat untuk penanggulangan
bencana satuan-satuan ABRI dengan peralatannya dapat dikerahkan
untuk menanggulangi bencana termasuk pencarian dan
pertolongan, pengamanan, dan rehabilitasi daerah yang terkena
bencana.
Prosedur tetap beserta petunjuk pelaksanaan untuk berbagai
jenis bencana akan dipercepat penyusunannya, baik untuk
pencegahan, penjinakan dan kesiapsiagaan, penyelamatan,
pencarian, pertolongan medis gawat darurat dan penyantunan
korban, serta untuk memulihkan penghidupan dan kehidupan
korban ataupun untuk mengembalikan fungsi sarana dan prasarana
242
penduduk sehingga kembali seperti atau bahkan menjadi lebih baik
dari keadaan sebelum bencana dengan azas kemandirian.
Peraturan perundang-undangan di bidang pencegahan
bencana dilengkapi dan penerapannya ditingkatkan. Selain itu,
kemampuan dalam membangun kembali/rekonstruksi sesudah
terjadinya bencana ditingkatkan melalui penyusunan pembakuan
prosedur, perbaikan sistem perencanaan, penggunaan teknologi
maju dan tepat guna, serta pengawasan sesuai dengan kondisi
setempat.
V. PROGRAM PEMBANGUNAN
Upaya penanggulangan bencana dilaksanakan melalui program
penanggulangan bencana yang merupakan program lintas bidang
dan lintas sektor yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
dalam penanggulangan bencana khususnya untuk mewujudkan
kemampuan masyarakat secara mandiri dalam menghadapi
bencana.
1. Program Penanggulangan Bencana
Tujuan
program
penanggulangan
bencana
adalah
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana serta meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam menanggulangi akibat bencana sehingga mengurangi jumlah
korban serta kerugian materi. Di samping itu, program ini juga
bertujuan menolong/menyelamatkan para korban bencana melalui
bantuan darurat dan memulihkan kembali fungsi sosial
perseorangan, keluarga dan masyarakat korban bencana untuk
hidup secara normal. Untuk itu, sasaran program ini adalah
masyarakat di daerah rawan bencana dan para korban bencana
serta tenaga-tenaga di bidang penanggulangan bencana.
243
Kegiatan pokok dalam penanggulangan bencana meliputi
kesiapsiagaan menghadapi bencana, tanggap darurat terhadap
kejadian bencana, serta rehabilitasi dan rekonstruksi akibat
bencana. Adapun rincian kegiatannya adalah sebagai berikut:
a.
Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan
dalam menghadapi bencana dilakukan melalui upaya penelitian
dan pemetaan daerah rawan bencana, dengan mengaplikasikan
ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Di samping itu,
dilaksanakan penyiapan perangkat lunak maupun perangkat keras,
serta pelatihan, penyuluhan dan pendidikan bagi petugas
maupun masyarakat secara terencana, sistematis dan
berkelanjutan dengan memanfaatkan berbagai prosedur tetap yang
disusun sesuai dengan jenis bencana. Untuk itu dikembangkan
sistem informasi penanggulangan bencana dan pemanfaatan
informasi mengenai kerawanan suatu daerah dalam perencanaan
pembangunan dan dalam penyusunan rencana umum tata ruang
pada setiap tingkat. Selain itu, ditingkatkan pula penyuluhan agar
masyarakat tidak tinggal di daerah rawan bencana. Selanjutnya,
peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana
akan disempurnakan.
b. Tanggap Darurat terhadap Kejadian Bencana
Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
penanggulangan ketika terjadi bencana yang dilakukan melalui
1) peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan pembinaan
fungsi satuan tugas pelaksana dalam pengelolaan dan mengkoordinasikan bantuan darurat, 2) penyediaan sarana dan prasarana
untuk melakukan pencarian, penyelamatan, dan pelayanan
kesehatan serta pelayanan sosial terhadap korban bencana, 3)
meningkatkan kemampuan masyarakat dan petugas dalam
mengkonsolidasi diri segera sesudah terjadi bencana melalui
244
penyediaan sarana dan prasarana darurat agar akibat bencana tidak
meluas dan berkepanjangan.
c.
Rehabilitasi Akibat Bencana
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap
sarana dan prasarana agar segera berfungsi kembali, dan
memulihkan tata kehidupan dan penghidupan serta kemampuan
masyarakat dalam menghadapi bencana berdasarkan asas
kemandirian. Kegiatannya meliputi peningkatan pelayanan sosial
terhadap korban bencana melalui pemberian bantuan dan
rehabilitasi permukiman serta sarana umum lainnya seperti tempat
ibadah, gedung, sekolah, pasar dan air bersih. Kepada para
korban
diberikan
bimbingan
dan
penyuluhan
untuk
mempercepat pemulihan kehidupan dan penghidupan mereka
didukung dengan pemberian sarana usaha ekonomis produktif.
Selain itu, dilakukan perbaikan sarana dan prasarana dasar dan,
dalam keadaan tertentu, dilakukan pemindahan permukiman ke
daerah yang lebih aman. Selanjutnya, ditingkatkan pelibatan
lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, serta
masyarakat pada umumnya dalam rehabilitasi bencana dan
keterpaduan pelaksanaannya.
d.
Rekonstruksi Akibat Bencana
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keadaan kehidupan
dan penghidupan masyarakat dalam menghadapi bencana dengan
membangun kembali sarana dan prasarana di lokasi bencana
sehingga menjadi lebih baik dari keadaan sebelum terjadinya
bencana. Kegiatannya meliputi penerapan rancang bangun yang
tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana,
pembangunan sarana dan prasarana yang lebih aman sehingga
ketahanan terhadap bencana di masa datang akan lebih meningkat.
Selain itu, dibangun juga prasarana dan sarana peredam bencana
diwaktu yang akan datang.
245
Pada keadaan tertentu dilakukan pemindahan penduduk secara
permanen ke tempat yang lebih aman, baik secara lokal maupun
melalui transmigrasi.
D. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN
DALAM REPELITA VI
Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan
baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang
kesejahteraan sosial, yang akan dibiayai dengan anggaran
pembangunan selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99) adalah
sebesar Rp518.760,0 juta. Rencana anggaran pembangunan
kesejahteraan sosial untuk tahun pertama dan selama Repelita VI
menurut sektor, sub sektor, dan program dalam sistem APBN
dapat dilihat dalam Tabel 34-2.
246
Tabel 34—2
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99)
(dalam Juta rupiah)
No.
Kode
Sektor/Sub Sektor/Program
13
SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL, KESEHATAN, PERANAN WANITA, ANAK DAN REMAJA
13.1
Sub Sektor Kesejahteraan Sosial
13.1.01
13.1.02
13.1.03
13.1.04
Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Program Pembinaan Partisipasi Sosial Masyarakat
Program Penanggulangan Bencana Alam
1994/95
34.895,0
23.570,0
11.970,0
5.770,0
1994/95 — 1998/99
238.450,0
155.810,0
84.440,0
40.060,0
Download