I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang tidak mampu bersaing. Pasca perang dunia ke dua, banyak negara yang menjalin kerjasama regional dan mengarah pada terciptanya globalisasi. Menurut WTO dalam Santoso dkk (2008), sejak Perang Dunia II hingga akhir tahun 2006, lebih dari 200 perjanjian regional dan beberapa perjanjian yang masih dalam proses. Total perjanjian perdagangan antar negara regional mencapai 50 persen dari total perdangan internasional. Kerjasama ekonomi yang banyak mendapat sorotan saat ini adalah North American Free Trade Area (NAFTA) dan European union (Santoso dkk, 2008). Kerjasama ekonomi secara regional antar negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas perekonomian suatu negara. Seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara di Eropa dengan membentuk European union. European union yang menerapkan single currency sebagai salah satu kebijakannya telah membentuk kesatuan regional yang efisien untuk anggotanya. European union yang cenderung menunjukkan performa yang meningkat, mendorong integrasi ekonomi di negara berkembang seperti ASEAN. ASEAN ingin membentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan konsep yang sedikit berbeda. ASEAN akan membentuk ASEAN Community. ASEAN Community pada awalnya akan direlisasikan pada tahun 2020. Namun, Deklarasi ASEAN pada 20 November 2007 mengakibatkan pelaksanaan MEA 2 dipercepat menjadi tahun 2015. ASEAN Community memiliki tiga pilar utama, yaitu: ASEAN Economic Community (AEC)-MEA, ASEAN Security Community, ASEAN Socio-Cultural Community. ASEAN Community, akan menyebabkan terjadinya pergerakan secara bebas dalam hal barang dan jasa, tenaga terampil, modal, serta akan memengaruhi segala aspek bidang kehidupan (Santoso dkk, 2008). Menurut Achsani (2008) integrasi ekonomi ASEAN mampu menciptakan pasar yang sangat besar dengan jumlah perdangangan dan jumlah produk domestik bruto lebih dari 720 milyar dollar dan 737 milyar dollar per tahun. Apabila melihat kembali sejarah, krisis yang melanda Asia pada tahun 1997, ASEAN tidak mampu meredakan kemelut yang terjadi pada anggotanya. Setelah krisis di akhir tahun 1990-an tersebut, ASEAN meningkatkan hubungan ekonomi eksternal dengan beberapa negara Asia Timur, seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan. Kerjasama ini dikenal dengan nama ASEAN+3. Kerjasama ASEAN+3 mampu membentuk pasar yang lebih besar dari pada ASEAN. Bergabungnya ASEAN dengan negara-negara maju di Asia seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan akan membawa dampak yang sangat signifikan dalam perekonomian regional kawasan ASEAN+3. Hubungan saling ketergantungan ekonomi antara ASEAN dengan ketiga negara sangat erat. Melalui integrasi moneter dan perdagangan bebas dapat memberikan manfaat bagi para anggota ASEAN+3 (Krapohl dan Obermeier, 2010). Berdasarkan hasil pertemuan di Cebu pada tanggal 15 Januari 2007, para pemimpin ASEAN dan enam negara lain menghasilkan kesepakatan adanya Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) yang lebih dikenal dengan nama ASEAN+6. Enam negara lain tersebut adalah Cina, Jepang, Korea, 3 Australia, India dan New Zealand. Tujuan dari dibentuknya CEPEA adalah menciptakan integrasi ekonomi yang lebih intensif di kawasan ASEAN+6 serta mengurangi divergensi pembangunan antar negara tersebut. Pembentukan CEPEA diharapkan akan menciptakan pasar yang lebih besar dan berpotensi menjadi pasar tunggal. Menurut CEPEA report 2008 dalam Faradila (2010) populasi kawasan ASEAN+6 mencapai 49,6persen dari populasi dunia. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia sangat mengesankan selama tiga dasa warsa terakhir. Pertumbuhan diperlihatkan dari tingkat PDB riil dalam Purcasing Power Parity di tahun 1980 yang mencapai $3,3 trilyun dan beranjak menjadi $24,5 trilyun pada tahun 2009. Pendapatan rata-rata negara berkembang di Asia pada tahun 1980 hanya seperempat dari rata-rata pendapatan dunia. Namun pada tahun 2009, rata-rata pendapatan negara berkembang di Asia mencapai tiga perempat dari pendapatan rata-rata dunia. Sumber : World Development Indicator, diolah Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Global 4 Pada gambar 1.1 menggambarkan potensi pertumbuhan ekonomi Asia yang tetap berada dalam tingkat yang lebih besar. Pengaruh krisis global telah menrunkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 dan 2009. Di Asia, negara yang paling terkena dampak dari krisis global adalah Jepang. Namun rata-rata di setiap negara dapat memulihkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia mampu meningkatkan jumlah negara maju di Asia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan keterkaitan dengan perekonomian global. Terdapat estimasi yang menjelaskan bahwa di masa depan pertumbuhan ekonomi Asia dapat memengaruhi ekonomi global berdasarkan penelitian dari Lee dan Hong (2010). Pada tahun 2007 hingga 2008, pertumbuhan ekonomi Asia juga mampu menutupi kemunduran perekonomian Amerika Serikat akibat krisis kredit perumahan (suprime mortage), serta untuk pertama kalinya negara China dan India sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar bagi perekonomian dunia (Santoso dkk, 2008). Menurut Lee dan Hong (2010), khususnya di Asia Timur memiliki potensi pertumbuhan antara lain disebabkan oleh potensi ekonomi, geografi yang baik, pembangunan karakteristik, demografi serta kebijakan ekonomi yang menunjang pertumbuhan. 1.2. Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan ASEAN+6 menunjukkan hasil yang cukup mengesankan dan dapat memengaruhi perekonomian secara global. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia telah meningkat dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir. 5 Beberapa negara berkembang di Asia beberapa diantaranya tergabung dalam ASEAN+6. Krisis global pada tahun 2008, sempat mengguncang beberapa negara ASEAN+6 diantaranya negara Singapura dan Jepang. Namun dukungan domestik yang besar dalam permintaan produk, membuat beberapa negara ASEAN+6 tetap bertahan dan sedikit terkena dampak krisis global (Lee dan Hong, 2010). Integrasi ekonomi berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Berdasarkan beberapa studi empiris menyatakan bahwa faktor eksternal memberikan dampak yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara teori, integrasi ekonomi dapat meningkatkan daya saing regional terhadap perekonomian global, meningkatkan pangsa pasar, mendorong adanya efisiensi ekonomi, memperbesar tingkat mobilisasi tenaga kerja dan modal sehingga mempermudah perolehan modal serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja (Santoso dkk, 2008). Namun, tidak sedikit pula yang meragukan keberhasilan dari integrasi ekonomi. Globalisasi dapat memberikan pengaruh yang positif serta dapat memberikan pengaruh yang negatif bagi negara yang belum siap untuk menghadapi persaingan dengan dunia internasional. Integrasi ekonomi hanya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang telah siap menerima globalisasi (Santoso dkk, 2008). Negara yang belum mampu bersaing dengan negara yang berada dalam integrasi hanya akan menjadi negara konsumsi produk negara lain, sehingga konvergensi akan sulit dicapai. Selanjutnya, integrasi ekonomi hanya akan menciptakan negara-negara yang semakin divergen (Achsani, 2008). Selain itu, perlu disadari adanya perbedaan karakteristik antar negara anggota ASEAN+6. ASEAN+6 sebagai bentuk dari integrasi ekonomi masih 6 memiliki keragaman antar anggotanya. ASEAN+6 merupakan gabungan negara ASEAN dan beberapa negara Asia Timur yang terdiri dari negara maju dan negara berkembang. Keragaman antara negara maju dan negara berkembang cukup besar, sehingga akan berisiko apabila menyamaratakan kondisi dari negaranegara yang berbeda tersebut. Perbedaan antara negara maju dan negara berkembang dapat dilihat dari stuktur politik, srtuktur pendapatan, standart hidup, produktivitas, pertumbuhan penduduk, dan lain sebagainya. Dengan melihat adanya potensi pertumbuhan ekonomi ASEAN+6, adanya ancaman divergensi pertumbuhan ekonomi, perbedaan karakteristik antar negara anggota ASEAN+6, maka penting untuk dilakukan kajian mengenai pertumbuhan ekonomi di kawasan integrasi ekonomi ASEAN+6. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah perbedaan karakteristik antara pertumbuhan ekonomi negara maju dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6? 2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6? 3. Apa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan hasil pemaparan rumusan penelitian di atas, dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis perbedaan karakteristik antara pertumbuhan ekonomi negara maju dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6 7 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang di kawasan ASEAN+6. Serta mampu memahami beragam variabel faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai kalangan, baik dari sisi pemerintahan, kalangan akademisi maupun bagi penulis sendiri. Berdasarkan hasil analisis integrasi ekonomi ini, pemerintah diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam menghadapi integrasi ekonomi. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Kawasan ASEAN+6 yang akan dibahas adalah negara Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, India, New Zealand, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Adanya keterbatasan data, maka dalam penelitian ini tidak memasukkan negara Brunei Darusalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Periode data yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah tahun 2001 sampai 2008.