ASRI KUMALA 0851010073 RUMAH TINGGAL SUKU OSING (BANYUWANGI) KATA PENGANTAR Pertama tama marilah saya panjatkan puja dan puji syukur kehadiarat tuhan yang maha esa, karena atas rahmat dan kurunianya sehingga saya diberi kesehatan dan umur panjang sampai hari ini, dan tak lupa saya ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing mata Struktur Perancangan Arsitektur Bpk. Heru Subiyantoro ST. MT karna atas motifasi beliau sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan, saya berharap tugas ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih kepada para pembaca, dan saya sebagai penulis meminta maaf yang sebesar-berasarnya apa bila dalam isi tugas ini ada kata-kata yang kurang berkenang dihati para pembaca. Penulis BAB I PEMBAHASAN Rumah merupakan suatu tempat untuk bermukim yang merupakan suatu kebutuhan tinggal yang dimana manusia berawal yang membentuk kehidupan sosial, hidup bersama dan membentuk suatu tradisi. Permukiman tersebut bisa disebut sebagai permukiman tradisional yang mana mengandung nilai-nilai lokal sebagai karakter identitas kawasan yang mana secara morfologis cenderung mengalami perubahan. Salah satu obyek yang masih cukup asli berada di Kabupaten Banyuwangi, terdapat permukiman Suku Osing yang masih satu akar budaya jawa. Awalnya penduduk mengisolir diri karena banyak diawali dengan sejarah yang kelam dan terimplementasi pada penggunaan ruang rumahnya, namun baru-baru ini penduduk mulai bisa menerima ‘perubahan ke arah lebih baik’ atau modernisasi dengan ciri keterbukaan. Pengaruh ini tidak serta merta positif, banyak nilai-nilai lokal yang mulai ditinggalkan apalagi sejak diresmikan sebagai desa wisata. Pengaruh agama-pun juga mampu mengubah pola pikir, yang mana nilai-nilai logis lebih ditonjolkan daripada sisi sinkretisme agama dan budaya. Pada kajian ini akan lebih difokuskan pada peran ruang rumah yang mengakomodasi kebutuhan sosial, budaya dan agama masyarakat Osing sebagai wujud nilai nilai lokal yang selayaknya dipertahankan. Tujuan dari studi ini adalah mengajak kembali untuk menelusuri nilai tradisi nusantara dalam konteks arsitektural, dengan metode deskriptif-eksploratif dengan berdasar pada penelitian sebelumnya. Hasilnya selain mengetahui penggunaan ruang pada rumah juga memberikan pelajaran bahwa bangunan lama seharusnya dilestarikan Suku Osing merupakan komunitas etnis yang berada di daerah Banyuwangi dan merupakan bagian dari sub-etnis jawa sabrang wetan sehingga memiliki kesamaan pada bagian-bagian tertentu dari rumah jawa. Sebagai komunitas, masyarakat Using juga memiliki identitas yang membedakannya dengan lain, di antaranya adalah dialektika, adat budaya, dan rumah adatnya. Desa Kemiren adalah satu-satunya desa yang mampu mempertahankan tradisi. BAB II ELEMEN ARSITEKTURAL DAN MAKNA TEKTONIKA Arsitektur pada rumah tradisional juga sangat mengutamakan proses pembentukan yang mana sasarannya lebih menekankan pada proses terbentuknya yang berdasarkan ritual agama dan kepercayaan. Wujud fisik berupa bentukan dalam skala sekunder. Hal ini yang membedakan dengan arsitektur barat yang sasaran perencanaanya lebih ditekankan pada produk berupa wujud fisik denga penalaran fungsi, konstruksi dan estetika (Rapoport, 1969). Bentukan rumah bukan hasil dari faktor fisik, tetapi merupakan faktor sosial budaya yang mana memiliki makna utama dan jauh dari sekedar pelindung. Konsep pembentukan rumah tradisional berkaitan dengan aspek kosmologis yang mana rumah adalah miniatur dari semesta. Nilai-nilai tradisional tidak selamanya mampu bertahan oleh gesekan jaman. Menurut Kartono (1999), proses akulturasi budaya modern-tradisional mampu mewujudkan tatanan budaya dan makna baru : A. Bentuk tetap dengan makna tetap Bentukan arsitekturalnya tetap mengadopsi bentukan lama meskipun dengan perubahan material dan makna lama. Ini dimungkinkan pada masyarakat yang masih homogen, kuat strukutr sosialnya dan masih berpegang pada nilai norma sehingga nilai-nilai lokal masih dominan B. Bentuk tetap dengan makna baru Bentukan arsitekturalnya tetap mengadopsi bentukan lama tetapi diberi makna baru sehingga mengalami transisi akibat pengadopsian nilai-niai budaya asing. Mereka masih enggan meninggalkan budaya masa lalu, kalaupun terpaksa maka membutuhkan waktu yang cukup lama. C. Bentukan baru dengan makna tetap Penampilan bentuk arsitekturnya menghadirkan bentuk baru dalam arti unsur-unsur lama yang diperbarui jadi tidak lepas sama sekali karena interpretasi baru bentuk lama tetapi diberi makna lama untuk menghindari kejutan budaya. Ini terjadi pada masyarakat transisi yang mana proses akulturasi masih disadari D. Bentuk baru dengan makna baru Penampilan bentuknya menghadirkan bentuk baru dan makna baru karena terjadi perubahan paradigma arsitektur secara total dalam akulturasi, kebudayaan lama ditinggalkan, kalaupun dipakai hanya sebagai tempela BAB III KARAKTERISTIK BENTUK DAN RUANG ARSITEKTURAL 1. Konsep ruang Konsep tata ruang dalam seperti rumah di Jawa umumnya yang menganggap bagian dalam rumah adalah sesuatu yang privat, namun yang membedakannya dengan adanya sejarah yang kelam menjadikan rumah bersifat tertutup. Penerapannya adalah tidak ada jendela, sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan kurang. Hal ini secara kosmologis tidak serta merta ruang dalam rumah seperti ‘rahim ibu’ sebagai tempat mencari ketenangan (istirahat). Pola ruang dalam linear memasuki rumah, bagian depan rumah yaitu bale (bersifat publik, profan dan cahaya cukup terang). Pada bagian lebih dalam yaitu jrumah atau inti rumah, bagian ini hanya bisa diakses oleh penghuni dan kerabat karena sifatnya privat atau orang lain dengan seizin pemilik. Ruang ini gelap tanpa ada pencahayaan alami. Selanjutnya adalah pawon atau dapur dengan sifat ruang servis/semiprivat, cahaya bisa masuk pada pintu belakang sehingga cukup terang. Dapur juga sering dipakai untuk persiapan acara selamatan penduduk. Jika pemilik cukup kaya, ada ruang transisi antara jrumah dan pawon yaitu pendopo yang fungsinya seperti ruang keluarga. Ruang dalam juga menganut prinsip dualitas dan sentralitas. Disebut dualitas karena adanya keterpasangan yang saling berlawanan seperti yang diungkapkan oleh Levi-Strauss dalam Waterson (1997) yaitu zona laki-laki-perempuan, adanya zona sakralprofan, gelap-terang dan kesimetrisan (kanan-kiri) bangunan. Tidak adanya pintu di samping menyebabkan konsep linear (Closed Ended Plan) semakin kuat. Transisi pada setiap ruang diwujudkan dalam pembatas gebyok atau panel knock-down yang berukir di setiap dinding tengah. Selain inti rumah yang terdiri atas bale, jrumah dan pawon, bagian luar rumah terdiri atas halaman depan, amper, ampok dan halaman samping. Kebutuhan akan bagian luar rumah ini bersifat sekunder-tersier. Amper atau ampiran berfungsi ‘menerima’ tamu untuk mampir meskipun sebatas untuk tetangga, wujudnya adalah teras rumah. Ada sedikit hal yang berlawanan bahwa selain sifat tertutup, juga memiliki sifat terbuka yang dalam pembentukan ruang disebut exclusion process. Rapoport (1977) menyatakan bahwa proses ini menyebabkan adanya ‘batas’dan menekankan pada identitas sosial sehingga membagi ‘kota’ menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok masyarakat yang mempunyai kesamaan sifat (homogeneity) dan kelompok masyarakat yang mempunyai perbedaan sifat (diversity). Smith (1990:1) juga berpendapat bahwa keinginan untuk berkelompok, membuat terjadinya teritori yang dikontrol oleh kelompok tersebut. Jadi exclusion process ini adalah suatu proses yang berawal dari dalam individu yang memiliki kesamaan karakter dengan individu yang lain dan membatasi individu yang berbeda karakter untuk berinteraksi sehingga dalam kasus ini ada proses privatisasi. Ampok merupakan ruang tambahan yang terdapat di samping kanankiri/serambi rumah berfungsi sebagai ruang transisi dari luar dan dalam rumah. Ada hal yang menarik sebagai ciri rumah tradisional yaitu lumbung atau tempat untuk menanam padi. Meskipun dalam proses pembentukan permukiman, kebanyakan penduduk memiliki kesamaan dalam hal kesenian, juga ada sisi agraris sebagai petani. Lumbung diletakkan pada bagian depan rumah atau terpisah yang menyebabkan banyak tejadi pencurian padi, sehingga pada saat ini letak lumbung padi dimasukkan ke dalam rumah yang pada umumnya diletakkan di dalam pawon. Perubahan pola ruang terjadi setelah kemerdekaan, pada masa sebelumnya adalah kebalikan dengan arah orientasi membelakangi jalan dan menghadap sawah dan ladang. Pawon berada di bagian depan dengan tujuan menyamarkan bale sebagai ruang pertemuan, dengan dinding depan dilengkapi dengan roji yang berguna untuk mengintip situasi di luar rumah. Perubahan pola ruang di dalam rumah tidak berpengaruh terhadap pola permukiman secara fisik tetapi berpengaruh terhadap pola pergerakan masyarakat di dalam permukiman masyarakat. Rumah Osing yang dibangun pada masa lalu memiliki orientasi kosmologis, yaitu Utara- Selatan. Yang dipengaruhi oleh kepercayaan terdahulu,dimana rumah tidak boleh menghadap gunung (orientasi terhadap kaidah agama) selain itu juga harus menghadap jalan. Dalam tradisi agama Hindu juga hampir sama yaitu gunung atau tempat lebih tinggi dipakai sebagai arah orientasi pembentukan permukiman berdasarkan arah Nawa Sanga. Hal ini cukup beralasan bahwa dahulunya warga memeluk animisme dan Hindu yang dapat diartikan bentukan baru tetapi makna tetap. 2. Karakteristik struktural dan formal Bentukan rumah tradisional banyak mengambil potensi lokal berupa penggunaan materialnya, selain itu juga tipologi bentuknya yang hampir sama dengan daerah lainnya. Atap terbagi menjadi tiga bentukan yaitu cerocogan yang hampir sama dengan rumah kampung pada umumnya (terdiri atas dua sisi atap/pelana), baresan terdiri atas tiga sisi yang biasanya terdapat pada desa tradisional seperti di baran, Malang, dan tikel balung terdiri atas empat sisi. Bentukan ini mirip dengan jenis atap rumah jawa yang juga terdiri atas berbagai macam jenis. Materialnya juga bermacam seperti daun kelapa yang dikeringkan, tanah liat dan ijuk. Permukiman Osing mudah dikenali dengan karakteristik atapnya, yang mana perbedaan ini tidak berhubungan dengan stratifikasi masyarakat. Untuk rumah rumah yang sudah berubah, jenis atap yang digunakan sebagian besar tidak mengikuti adat Using dan bentuknya seperti bangunan modern pada umumnya Dinding sebagai batas dengan luar memiliki peran penting dalam konsep permukiman yang tertutup, apalagi tidak adanya jendela. Dinding berupa gedheg berbahan dari anyaman bambu tipis sehingga udara dan cahaya dapat masuk namun kurang optimal. Sela-sela anyaman pada dinding, oleh warga dahulu dipakai sebagai sarana pengintaian terhadap kondisi di luar rumah. Dinding fasade berupa gebyog papan kayu. Lantai rumah banyak yang masih berupa tanah ditinggikan, sedangkan yang sudah berubah menggunakan lantai ubin. Pemaknaan atas identitas rumah tinggal ini dapat disebut sebagai labeling process. BAB IV KEUNIKAN DARI OBJEK ARSITEKTUR Arsitektur bukan hanya merupakan sebuah bangunan tunggal tetapi melingkupi tempat hubungan sosial, alam dan Tuhan yang sebagai pencipta alam semesta ini. Dalam menjalankan hubungan antara manusia dengan lingkungannya terdapat proses pencarian keseimbangan. yang mana antara adat dan keagamaan selalu dijadikan suatu keterpaduan yang tidak dapat dipisahkan oleh mereka karena keduanya dianggap sangat berpengaruh penting pada saat menjalankan kehidupan sehari-hari. Hal inilah dapat disebutkan bahwa rumah itu hidup (living) seperti disebutkan Waterson. Desa Kemiren yang kental terhadap budaya Using memiliki identitas tersendiri terhadap rumah. Rumah tradisional Osing memiliki keunikan yang sangat khas dan langka. Karena walaupun mirip dengan rumah Jawa dan begitu pula dengan banyaknya kesamaan, namun perbedaannya masih tetap bias ditemukan dan dapat diperbandingkan. Walaupun mengapa di tengah kemiripan itu tetap, rumah Using masih memiliki bentuk identitasnya dan filosofi yang berbeda dengan yang lain. Hal ini menjadi penting, mengingat perkembangan jaman, pengaruh modernisasi dan globalisasi yang sedemikian pesat akan segera menggeser sekaligus menggantikan batasbatas dan nilai-nilai yang pernah ada. Dengan adanya ornament maupun langgam yang begitu menarik dan uniknya sehingga masih dapat dibedakan dengan arsitektur tradisional Jawa yang lain.