199 Tahun, Garut Masih Andalkan Kekuatan Ekonomi Pertanian Tahun 2011 telah berlalu, meninggalkan ragam kenyataan setidaknya bagi Kabupaten Garut. Harapan dan kenyataan senantiasa selalu beriringan. Meski harapan itu dibalut dengan kenyataan yang membawa daerah agraris ini tidak luput dari berbagai permasalahan yang senantiasa menggelayuti waktu demi waktu, mulai dari masalah sosial, politik, hingga bencana alam. Tengok saja, selama 2011 (periode Januari hingga Oktober 2011) tidak kurang dari 231 kejadian bencana, mengakibatkan 24 orang meninggal dunia (6 meninggal dunia akibat kebakaran, 13 orang akibat banjir, dan 5 orang terkena longsor), dengan kerugian ditaksir Rp 17.923.020.000. Kejadian bencana lebih banyak terjadi pada kebakaran (171 kali), puting beliung (17 kali), banjir (13 kali), dan longsor (28 kali). Banjir bandang yang terjadi pada Jum’at sore (6/5) di beberapa kecamatan di Garut Selatan yakni Kecamatan Cikelet, Kecamatan Pameungpeuk, Mekarmukti dan Kecamatan Cisompet, merupakan kejadian memilukan bagi Kabupaten Garut. Selain menyebabkan korban tewas, banjir ini menyebabkan kerusakan sejumlah bangunan, termasuk perumahan warga. Bupati Garut H. Aceng H.M. Fikri, S.Ag, saat meninjau lokasi bencana bersama Gubernur Jawa Barat, menyatakan bencana banjir bandang yang terjadi pada Jumat malam itu menimpa 2.700 kepala keluarga di Kecamatan Cisompet, Pameungpeuk, Cibalong, Cikelet, dan Mekarmukti. Berdasarkan data sementara, akibat banjir bandang ini sebanyak 59 rumah hancur, 342 rusak berat, dan 1.532 rumah rusak ringan. Ironisnya, kebanyakan korban banjir bandang kali ini merupakan korban gempa bumi yang juga sempat melanda kawasan selatan Jabar pada 2009. "Gempa belum selesai, sudah kena lagi bencana banjir. Sehingga, mereka benar-benar butuh bantuan," katanya. Dengan lokasi bencana yang dianggap menyulitkan penyaluran logistik bagi korban bencana dibutuhkan sebuah koordinasi dan komunikasi yang baik. Bahkan Gubernur Ahmad Heryawan menegaskan, dalam penanganan bencana, komunikasi merupakan salah satu hal yang paling penting. Karena itu, komunikasi harus ditingkatkan sehingga pendistribusian logistik tidak menemui kendala di lapangan. Tidak berlebihan, bila Kabupaten Garut sebagai salah satu dari 26 Kabupaten/ Kota di Jawa Barat yang memiliki tingkat potensi rawan bencana yang cukup tinggi, sehingga orang lebih mengenal daerah ini layaknya sebagai “mini marketnya” bencana di Jawa Barat termasuk di Indonesia. Sejarah mencatat pula, di Kabupaten Garut pernah terjadi dua letusan gunung berapi yang sampai sekarang gunung tersebut masih berpotensi untuk meletus kembali, yaitu Gunung Guntur dan Gunung Papandayan. Gunung Papandayan terakhir kali meletus pada tahun 2002, menimbulkan dampak fisik/infrastruktur maupun dampak psikis/psikologis bagi masyarakat. Potensi rawan bencana lain di antaranya gerakan tanah, longsor serta tsunami. Secara geografis Kabupaten Garut terletak di bagian selatan pada posisi 107º25'8" - 107º6' Bujur Timur dan 6º56'49"- 7º45'00" Lintang Selatan, dengan luas wilayah ± 3.066,88 Km2, dengan jumlah penduduk ± 2.513.680 Jiwa. Kondisi Kabupaten Garut sebagai berikut : 1. Curah hujan cukup tinggi 2. Banyaknya aliran sungai yang bermuara ke pantai selatan maupun ke pantai utara jawa, dan hal inilah yang menyebabkan sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan pertanian. 3. Sebelah utara, timur dan barat secara umum merupakan dataran tinggi dengan kondisi alam yang berbukit-bukit dan pegunungan. 4. Sebelah selatan sebagian besar permukaan tanahnya memiliki kemiringan yang relatif cukup curam. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan klimatologi dikategorikan cukup rentan bencana, khusus yakni bencana : a. Tanah longsor, b. Gempa bumi, c. Letusan gunung [Papandayan], d. Puting beliung e. Kebakaran pemukiman/hutan. f. Tsunami. Kondisi potensi rawan bencana di Kabupaten Garut tidak hanya di sebagian wilayah, akan tetapi di seluruh wilayah kecamatan pun hampir sama, seperti potensi gerakan tanah. Secara umum, Kabupaten Garut merupakan wilayah yang dinamis, berbagai dinamika pembangunan terus berlangsung baik bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya, sehingga berbagai perkembangan hampir terjadi pada semua sektor. Secara administratif, sampai saat ini Kabupaten Garut mempunyai jumlah kecamatan sebanyak 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 421 desa, 4.303 RW dan 14.206 RT, dengan luas wilayah 306.519 Ha. Kecamatan Cibalong merupakan kecamatan yang mempunyai wilayah terluas mencapai 6,97% dari wilayah Kabupaten Garut atau seluas 21.359 Ha, sedangkan Kecamatan Kersamanah merupakan wilayah terkecil dengan luas 1.650 Ha atau 0,54%. Sebagai Kabupaten yang mempunyai wilayah cukup luas, tentu saja Kabupaten Garut tidak terlepas dari permasalahan intern maupun ekstern dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Dengan segala kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada, Pemerintah Kabupaten Garut berusaha untuk menerapkan arah kebijakan pembangunan dan strategi yang tepat, bertekad untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kabupaten Garut, berjuluk Swis Van Java, beriklim tropis basah (humid tropical climate), di mana menurut hasil studi data sekunder, iklim dan cuaca itu dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattem), topografi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat, dan elevasi topografi dengan curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan berturut-turut dan bulan kering berkisar 3 bulan berturut-turut, sedangkan di sekelilingnya terdapat daerah pengunungan dengan ketinggian mencapai 3.500-4.000 meter di atas permukaan laut dengan variasi temperatur bulanan berkisar antara 24ºC - 27ºC. Garut memiliki ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah, yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian 1.000 - 1.500 mdpl terdapat di Kecamatan Cikajang, Pakenjeng, Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu, wilayah yang berada pada ketinggian 500 1.000 mdpl terdapat di Kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100 - 500 mdpl terdapat di Kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di daratan rendah pada ketinggian kurang dari 100 mdpl terdapat di Kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk. Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi antara 0 – 2% sebesar 10,51% atau 32.229 Ha, kemiringan lahan antara 2 – 15% adalah seluas 38.097 ha atau seluas 12,43%, kemiringan lahan antara 15 – 40% adalah seluas 110.326 ha atau sebesar 35,99%. Lahan dengan kemiringan di atas 40% adalah seluas 125.867 ha atau sebesar 41,06%. Akibat pengaruh adanya daerah pegunungan, daerah aliran sungai dan daerah dataran rendah pantai, maka tingkat kesuburan tanah di Kabupaten Garut bervariasi. Secara umum jenis tanahnya terdiri dari tanah sedimen hasil letusan Gunung Berapi Papandayan dan Gunung Guntur, dengan bahan induk batuan turf dan batuan kuarsa. Pada daerah sepanjang aliran sungai, terbentuk jenis tanah aluvial yang merupakan hasil sedimentasi tanah akibat erosi di bagian hulu. Jenis tanah podsolik merah kekuningkuningan, podsolik kuning dan regosol merupakan bagian paling luas dijumpai di wilayah Kabupaten Garut, terutama di wilayah Garut Selatan, sedangkan Garut bagian utara didomiasi oleh jenis tanah andosol. Dari permasalahan politik, Kabupaten Garut kembali harus diuji. Melalui SK. Mendagri Nomor 132.32-829 Tahun 2011 Tertanggal 29 Nompember 2011, Bupati Garut H. Aceng H.M. Fikri, S.Ag, saat mengawali pidato Nota Pengantar Raperda Tentang RAPBD Kab. Garut, Raperda tentang penambahan penyertaan modal Pemerintah Daerah Kab. Garut, dalam Rapat Paripurna DPRD, di gedung DPRD Kabupaten Garut, Senin (5/12), menyatakan prihatin dengan mundurnya Diky candra sebagai wakil bupati Garut. “Saya merasa prihatin dan merasa kecewa yang mendalam atas mundurnya Wakil Bupati Garut. Pada dasarnya saya tidak menghendaki Wakil Bupati mundur karena saya memiliki keinginan supaya bisa bersama sampai akhir masa jabatan, tapi saya menghormati hak konstitusional dari Wakil Bupati untuk mengajukan pengunduran diri dalam jabatannya karena hal itu telah diatur dalam undang-undang”, tuturnya Dalam kesempatan itulah Bupati menyatakan permohonan maafnya kepada masyarakat Garut atas dinamika yang berlangsung dalam penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten Garut, terkait dengan pengunduran diri Wakil Bupati Garut Diky Candra. Kondisi tersebut, menurutnya, di luar kemampuannya selaku pasangan bupati dan wakilnya, yang secara manusiawi perlu dipandang sebagai dinamika hubungan antara dua individu. Tentunya hal tersebut tidak dimaksud untuk melakukan pengingkaran atas amanah yang diembannya, namun semata-mata karena situasi dan kondisi yang pada akhirnya membuat pasangan ini mengambil pilihan politik yang berbeda. Meski demikian daerah ini memang telah teruji dari segi politis, sehingga kondisi dengan mundurnya pendamping bupati tidak berdampak negatif terhadap pelayanan publik. Sekadar catatan, Pemerintah Kabupaten Garut pernah memiliki wakil bupati semasa Bupati H. Toharudin Gani, saat itu pendampingnya adalah Drs. H. Mamad Suryana yang kemudian di akhir karirnya ia dipercaya sebagai Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat. Begitu pula dengan masa pemerintahan H. Agus Supriadi, Wakil Bupati Memo Hermawan pun turut mencatat proses politik di Pemerintahan Kabupaten Garut, meski kemudian pasangan ini tidak berlanjut hingga akhir pemerintahannya karena H. Agus Supriadi tersandung hukum yang kemudian menjadikan Memo Hermawan ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Bupati hingga akhir jabatannya Januari 2009. Tuntutan pelayanan publik yang kerap dilontarkan sebagian masyarakat pasca mundurnya Diky Candra, tentu menjadi hal yang menarik, terlebih reformasi birokrasi yang menjadi fokus perhatian masyarakat memberi sinyalemen agar Bupati Aceng Fikri segera menunjuk penggantinya. Permasalahan pun datang, seiring dengan tidak diaturnya proses penggantian wakil bupati dari jalur independen. Namun demikian Pemkab Garut kini telah mempersiapkan proses penggantian itu melalui konsultasi-konsultasi dengan pihak Kementrian dalam Negeri, pengamat hukum, atau bahkan tokoh-tokoh masyarakat yang dapat dijadikan bekal berharga bagi proses estafeta kepemimpinan di Garut ini. Seiring dengan dinamika kehidupan sosial kemasyarakatan yang tinggi, Bupati Garut Aceng Fikri berharap tentunya menjadi sebuah tantangan bagi seluruh jajaran pemerintah daerah untuk tetap konsisten dalam menjalankan tupoksinya. Jajaran birokrasi pemerintah daerah tetap memegang teguh nilai-nilai sebagaimana terkandung dalam Panca Prasetya Korpri, tidak terpengaruh atas situasi yang berkembang akhir-akhir ini. “Kami berharap seluruh pihak senantiasa mengedepankan kepentingan bersama dan menghindarkan diri dari upaya untuk mempertajam setiap perbedaan pandangan. Kita harus fokus pada tujuan bersama dalam rangka meningkatkan kapasitas pembangunan di Kabupaten Garut demi mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat”, ungkapnya. Kini masyarakat pun semakin berharap kepada Pemerintah Kabupaten Garut pasca mundurnya Diky Candra. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-2013, Kabupaten Garut akan diarahkan sebagai kawasan konservasi dengan dukungan utama sektor agribisnis, pariwisata dan kelautan. Kabupaten Garut juga termasuk dalam Kawasan Andalan Nasional dan Kawasan Andalan Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Nasional dengan sektor unggulan bidang pertanian, industri, perkebunan, pariwisata, dan perikanan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008 tentang RTRWN, selain sebagai Kawasan Andalan Nasional (KAN), Kabupaten Garut juga termasuk ke dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan adanya kawasan fasilitas peluncuran roket dan stasiun pengamat dirgantara di Kecamatan Pemeungpeuk dan Kecamatan Cikelet. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22/2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Barat, dari luas wilayah Kabupaten Garut yang mencapai 307.407 hektar ditetapkan sebesar 81,39% merupakan kawasan lindung dan diarahkan menjadi daerah unggulan. Dalam hal tersebut yang diprioritaskan yakni sektor pertanian dan industri pengolahan pertanian, perikanan dan industri pengolahan perikanan, wisata alam dan minat khusus, serta kegiatan pertambangan mineral logam dan non logam. Menurut RTRW Provinsi Jawa Barat tersebut, Kabupaten Garut termasuk ke dalam Kawasan Strategis Provinsi dengan adanya potensi panas bumi Kamojang-DarajatPapandayan yang potensi pengembangannya bersifat lintas kabupaten/kota. Ditambah dengan potensi masalah lintas kabupaten yang ditimbulkan akibat dibukanya jalur Selatan Jabar Sebagai daerah agraris, Kabupaten Garut memiliki daya tarik mempesona, bagai putri yang tengah tidur, ia memiliki aura yang membuat orang luar tertarik. Tengok saja di sektor pertanian yang masih menjadi sektor andalan, hal tersebut tercermin dari mata pencaharian masyarakatnya 65% bertumpu kepada sektor pertanian. Dari produk domestik bruto sektor pertanian yang mencapai 47,62 % pada tahun 2009, hampir 42%nya merupakan kontribusi sub sektor tanaman pangan dan holtikultura. Nilai ini memperlihatkan bahwa sub sektor tanaman pangan dan holtikultura memberikan andil yang cukup besar terhadap perkembangan perekonomian Kabupaten Garut, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang lebih seksama. Komoditas unggulan sayuran di Kabupaten Garut antara lain kentang, tomat, kubis, dan cabai merah, berdasarkan data yang ada, khususnya untuk cabai luas tanam untuk tiap tahunnya tidak kurang dari 3.500 Ha, yang tersebar di bebepara kecamatan sentra pengembangan holtikultura di Kabupaten Garut. Oleh karenanya Kabupaten Garut sangat potensial untuk dijadikan pengembangan Cluster cabai merah di wilayah kerja KBI Bandung Jawa Barat. Menyikapi harga cabai di tingkat konsumen yang sangat fluktuatif pada beberapa tahun terakhir, Bupati Garut turut angkat bicara. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Garut berupaya mendorong terjalinnya kemitraan antara petani cabai dengan pihak swasta yang bergerak di bidang pengolahan berbahan baku cabai. Dengan harapan terjalinnya kemitraan, para petani mendapatkan jaminan pasar, jaminan harga serta bagi pihak yang menjadi mitranya mendapatkan jaminan pasokan bahan baku. Ia menilai salah satu kendala yang dihadapi para petani dalam melakukan agrobisnis cabai antara lain lemahnya dukungan kelembagaan, teknologi budi daya serta dukungan pembiayaan. Ia berharap tercipta kluster-kluster yang mampu bekerja sama saling melengkapi serta mengakomodir berbagai kebutuhan terkait berbagai hal dari mulai pembibitan, penanaman, pengadaan sarana produksi sampai kepada pemasaran hasil bisa berjalan dengan baik. Lebih jauhnya yang menjadi harapan terbesar para petani, ialah adanya dukungan dari pihak bank-bank untuk bisa memberikan layanan jasa bagi berlangsungnya pelaksanaan pengembangan cabai di Kabupaten Garut terutama dalam hal permodalan. Menurut Pimpinan Bank Indonesia Bandung Lucky Fathul Aziz Hadibrata, mengungkapkan perkembangan komoditas cabai merah di Jawa Barat, khususnya dari faktor harga. Berdasarkan pantauan KBI Bandung, bahwa perubahan harga bulanan komoditas Volatile Foods di Jawa Barat meningkat sebesar 6,24%, lebih tinggi dari peningkatan harga rata-rata nasional sebesar 5,15%. Di antara komoditas tersebut cabai merah merupakan komoditas yang mengalami peningkatan harga tertinggi atau meningkat sebesar 75,89%, lebih tinggi dari rata-rata peningkatan harga cabai merah Nasional sebesar 53,70%. Untuk menekan fluktuasi harga yang terjadi, diperlukan dukungan dan koordinasi dari semua pihak yang terkait. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk struktur rantai nilai usaha cabai merah yang efektif dari hulu sampai hilir, atau juga disebut dengan kluster. Dan Kabupaten Garut dipandang sebagai daerah yang sangat potensial untuk pengembangan kluster cabai merah, yang merupakan salah satu bagian dari sektor komoditas pertanian penyumbang terbesar 49 % PDRD Kabupaten Garut. Unggulan daerah ini di bidang agribisnis padi sawah, salah satunya adalah beras, sebagai komoditas strategis berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian kedepan. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras di Kabupaten Garut diproyeksikan masih terus akan meningkat, produksi padi tahun 2010 diproyeksikan sebesar 770.409 ton GKG. Realisasi produksi padi tahun 2010 mencapai 918.735 ton GKG atau naik sebesar 14,21 % bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009 (804.457 ton GKG). Pemerintah berkeinginan mempertahankan swasembada beras secara berkelanjutan. Peningkatan produktivitas padi 5,03 % per tahun dengan indeks panen 1,52 diperkirakan dapat mempertahankan swasembada beras hingga tahun 2014. Untuk mencapai sasaran tersebut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah dan akan menghasilkan varietas unggul padi hibrida dan padi tipe baru. Varietas-varietas unggul yang berdaya hasil tinggi ini diharapkan dapat diaktualisasikan potensi genetiknya melalui pengembangan teknologi budi daya dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT). Dalam penggunaan varitas unggul, varitas Sarinah merupakan varitas unggul lokal Garut, penggunaan varitas ini tidak kurang dari 80 % dari total luas pertanaman. Secara umum, Padi Sarinah dikembangkan di Kecamatan Cilawu, Samarang, Tarogong Kaler, Karangpawitan, Wanaraja, Sukawening, Leuwigoong, Kadungora, dan Bayongbong. Sayang keberhasilan itu tidak diiringi dengan perluasan lahan, bahkan terjadi penyempitan. Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir ini saja, luas lahan persawahan di Kabupaten Garut berkurang sekitar 5.000 hektar dari total lahan sawah sebelumnya seluas sekitar 50.273 hektar. Padahal Kabupaten Garut termasuk salah satu daerah pemasok beras nasional berkualitas bagus. "Penyempitan luas lahan sawah dalam beberapa tahun terakhir terutama akibat alih fungsi lahan menjadi perumahan. Ditambah dengan bertambahnya infrastruktur jalan seperti adanya jalan lintas Jabar Selatan, dan jalan by pass di Kubang Banyuresmi. Ke depan mungkin lahan sawah terus berkurang," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut Tatang Hidayat dalam suatu kesempatan. Diakui Tatang, pihaknya kesulitan mengatur penyempitan lahan sawah yang terjadi akibat alih fungsi lahan. Pasalnya, hingga kini belum ada aturan khusus yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengatasi persoalan tersebut. Data luasan sawah yang digunakan hingga saat ini pun merupakan data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2003. Tatang menuturkan, berdasarkan data BPS terkait alokasi rencana tanam dan target produksi padi pada 2003, luas lahan baku sawah di Kabupaten Garut tersebar di 42 kecamatan mencapai 50.273 hektar. Luas lahan sawah terluas berada di Kecamatan Bungbulang sekitar 3.526 hektar. Sedangkan luas lahan paling sempit terdapat di Kecamatan Cigedug yang hanya mencapai 220 hektar. Dalam kurun waktu 7-8 tahun, luas lahan sawah di Kabupaten Garut ternyata berkurang seiring banyaknya lahan beralih fungsi ke non sawah. Berdasarkan data yang dikeluarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) Kementrian Pertanian pada 2010, terjadi pengurangan lahan sawah di Kabupaten Garut seluas 5.435.12 hektar. Sehingga total luas lahan sawah di Kabupaten Garut tinggal seluas 44.837,88 hektar. Berkaitan dengan penyempitan lahan sawah tersebut, Institut Pertanian Bogor (IPB) pun melakukan penelitian pada 2011. Hasilnya, diketahui bila luas lahan di Kabupaten Garut berkurang seluas 4.752,42 hektar. "Ada selisih mengenai luas lahan sawah di Garut antara Pusdatin dengan IPB sekitar 682,70 hektar," kata Tatang. Di bidang kelautan, yang berada di bagian selatan Kabupaten Garut, hingga kini masih belum tergali secara maksimal. Padahal, potensi produksi ikan laut dari kawasan selatan Garut diperkirakan mencapai 10.000 ton MSY (Maximum Suistanable Year/ tingkat penyediaan ikan di laut secara lestari) per tahun, termasuk di dalamnya potensi rumput laut, dan potensi kelautan lainnya. Dengan kewenangan pengelolaan laut sejauh 4 mil dari garis pantai untuk Kabupaten Garut, potensi ikan yang bisa diproduksi sekitar 10.000 ton MSY per tahun, namun potensi itu baru dapat dikelola hanya 40%. Bentangan pantai selatan Kabupaten Garut sendiri mencapai 83 kilometer. Mencakup 23 desa dan 7 kecamatan, yakni Kecamatan Cibalong, Pameungpeuk, Cikelet, Mekarmukti, Pakenjeng, Bungbulang, dan Caringin. Dan total jumlah nelayan sebanyak 4.119 dengan sarana tangkap ikan terdiri dari 17 kapal (perahu berukuran 10 gross ton ke atas) dan 452 perahu. Sedangkan jenis ikan yang bisa diproduksi di antaranya tongkol, tuna, cakalang, layur, kakap, kerapu, lobster/udang karang, cumi-cumi, dan gurita. Pihak Pemkab Garut melalui Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Disnakanla), telah berupaya meningkatkan produksi ikan laut di perairan laut Selatan Garut telah dilakukan melalui program akselerasi Selatan Jabar mulai Sukabumi hingga Ciamis. Antara lain berupa pemberian GPS fish finder agar nelayan bisa melihat potensi ikan dari permukaan laut, dan rumponisasi. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) pun direncanakan ditambah di pantai Cicalobak Kecamatan Mekarmukti. Sedangkan PPI yang ada saat ini hanya lima buah, yakni di Cibalong, Pameungpeuk, Cikelet Cilauteureun, Cimari Muara Pakenjeng, dan Ranca Buaya Caringin. Selama ini pemanfaatan potensi laut yang dilakukan para nelayan di daerah ini masih sederhana dengan menggunakan alat tangkap ikan congkrang yang jangkauannya tak terlalu jauh. Di sektor energi dan pertambangan, Garut hingga kini sebagian besar masih belum termanfaatkan, padahal selain geothermal (panas bumi) juga terdapat energi angin, air laut, sinar matahari dan sungai. Dari sekitar 1.045 Mega Watt Elektrik (MWE) potensi geothermal Garut, baru termanfaatkan 110 MWE yang diekploitasi PT. Chevron Geothermal Energi Indonesia di lapangan panas bumi Kampung Darajat, Kecamatan Pasirwangi. Pemkab Garut saat ini pun tak memiliki kesiapan dana Rp12 milyar, untuk memenuhi biaya studi pendahuluan geothermal oleh konsultan. Meski studi pendahuluan tersebut semestinya dilaksanakan tahun 2011, sebagai persyaratan pelaksanaan tender kegiatan ekplorasi dan eksploitasi potensi geothermal 40-70 MWE di Kampung Arinem, Kecamatan Pakenjeng, pada 2012 ini. Sehingga studi pendahuluan termasuk tender serta realisasi eksplorasi dan eksploitasi sumber energi terbarukan itu, terpaksa mengalami penundaan, menunggu alokasi bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar. Sedangkan potensi geothermal lainnya, yang hingga kini masih dibiarkan telantar di Kabupaten Garut antara lain di Kampung Cilayu, Kecamatan Cisewu serta yang berlokasi di antara Gunung Guntur dan Masigit, masing-masing berkapasitas energi terpasang berkisar 40-70 MWE. Sementara itu, potensi pengembangan energi sumber daya air sungainya, antara lain terdapat di Cibatarua Kecamatan Pamulihan, Cirompang Kecamatan Bungbulang dan Cimerak Kecamatan Cibalong dengan kapasitas berkisar 19,57 KW hingga 277,5 KW, sehingga masih banyak diperlukan sentuhan investor. Satu lagi Potensi Sumber Ekonomi Kabupaten Garut, yaitu Domba Garut. Sebagai salah satu ternak alternatif, ternak domba garut sangat berpotensi untuk di kembangkan, selain harganya mahal domba garut sangat langka. Domba Garut, Ovies Aries, adalah hasil persilangan dari 3 rumpun bangsa domba : Merino – Australia, Kaapstad dari Afrika dan Jawa Ekor Gemuk di Indonesia. Domba Jawa Ekor Gemuk sudah ada sebelumnya sejak lama sebagai jenis domba lokal, Domba Merino dibawa oleh pedagang Belanda ke Indonesia sedangkan Domba Kaapstad didatangkan para pedagang Arab ke tanah Jawa sekitar abad ke-19. Domba Garut sendiri adalah jenis domba tropis bersifat proliflic yaitu dapat beranak lebih dari dua ekor dalam 1 siklus kelahiran. Dalam periode 1 tahun, Domba Garut dapat mengalami 2 siklus kelahiran. Domba ini memiliki berat badan rata-rata di atas domba lokal Indonesia lainnya. Domba jantan dapat memiliki berat sekitar 60 hingga 80 kg bahkan ada yang dapat mencapai lebih dari 100 kg. Sedangkan domba betina memiliki berat antara 30 – 50 kg. Ciri fisik Domba Garut jantan yaitu bertanduk, berleher besar dan kuat, dengan corak warna putih, hitam, cokelat atau campuran ketiganya. Ciri domba betina adalah dominan tidak bertanduk, kalaupun bertanduk namun kecil dengan corak warna yang serupa domba jantan. Domba Garut merupakan plasma nutfah terlangka di dunia karena postur hewan ternak ini nyaris menyerupai bison di USA. Populasi Domba Garut terbesar di Indonesia tentunya ada di wilayah provinsi Jawa Barat dengan lokasi daerah penyebaran antara lain : Garut, Majalengka, Kuningan, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta. Satu hal penting dalam mendukung kehidupan perekonomian di Kabupaten Garut adalah sarana transportasi terutama infrastruktur jalan. Keterbatasan sarana transportasi, terutama jalan mengakibatkan rendahnya aksesibilitas antar wilayah dan banyaknya wilayah yang terisolir, sehingga berpotensi terhadap dinamika perkembangan daerah. Prasarana jalan yang ada belum sepenuhnya dapat mendukung / menunjang kelancaran lalu lintas perekonomian masyarakat yang merata. Lihat saja, panjang jalan total di Kabupaten Garut mencapai 4.750,59 km, terdiri dari jalan nasional 30,08 km, jalan provinsi 282,68 km, jalan Kabupaten 828,76 km, Jalan desa 3.617,32 km Di luar jaringan jalan yang sudah memiliki status itu terdapat ruas jalan yang belum ditetapkan fungsi dan statusnya (non status yaitu ruas jalan di koridor Horizontal Garut bagian Selatan mulai dari Cilaki Batas Kabupaten Cianjur sampai batas Kabupaten Tasikmalaya sepanjang 94 Km. Dari total panjang jalan tersebut kondisi faktual hingga Desember 2011 adalah kondisi mantap sepanjang 323,80 km, kondisi sedang 195,75 km, kondisi rusak / rusak berat 309,29 km, dengan jenis permukaan terdiri dari hotmix 80,24 km, aspal 626,81 km, kerikil/batu 113,71 km, tanah 8,00 km. Pada Tahun 2011, Pemkab Garut dapat menangani sepanjang 199,62 Km (24,01 %) dari total 828,76 KM, yaitu berupa pembangunan jalan baru sepanjang 0,80 Km, pembangunan saluran drainase/gorong-gorong sepanjang 970,00 meter, pembangunan turap/bronjong sebanyak 470,00 Pkt, pemeliharaan rutin jalan kabupaten sepanjang 171,22 Km, pemeliharaan berkala sepanjang 28,40 Km, serta rehabilitasi jembatan sebanyak 20 buah. Penanganan jalan desa pada tahun angaran 2011 sepanjang 42,63 Km untuk rehablitasi/pengaspalan (29,66 Km) dan reahabilitasi/ pengaspalan sepanjang 12,07 Km dari Bantuan Provinsi. Tahun ini, Pemkab Garut melalui Dinas Bina Marga akan menangani jalan dalam kota, meliputi pemeliharaan jalan dalam kota wilayah Garut Kota dan Tarogong sepanjang 14,64 Km, kemudian pembangunan Jalan By Pass Garut Tahap IV di wilayah Kecamatan Tarogong dan Banyuresmi yang dianggarkan sebesar Rp 7,5 M. Selain itu dibangun pula Jembatan Maleer II Jalan By Pass Kecamatan Banyuresmi, serta peningkatan jalan Wanaraja – Talagabodas yang dianggarkan tidak kurang dari Rp 3,9 M. Proyek pembangunan Jalan Bypass Kubang-Banyuresmi sendiri baru dimulai sejak tahun 2008 lalu dengan pembebasan lahan. Direncanakan proyek Jalan Bypass sepanjang 2,457 Km dan lebar 21 meter itu akan selesai pada tahun 2013 mendatang. Bupati Garut H. Aceng HM Fikri, S.Ag, di sela-sela peninjauan beberapa waktu lalu, mengatakan, pembangunan jalan ini dimaksudkan selain untuk membuka pusat pertumbuhan ekonomi dan perluasan kota, juga dimaksudkan sebagai jalur alternatif dalam menghadapi Hari Raya Idul Fitri mendatang. Pembangunan jalan diharapkan dapat selesai pada tahun 2013, yang masih membutuhkan anggaran sebesar Rp 38 milyar, sementara Pemkab Garut sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,8 milyar ditambah dari anggaran perubahan 2011 sebesar 1,5 milyar rupiah, yang digunakan selain untuk pengerjaan jalan juga untuk pembebasan lahannya. Kabupaten Garut di usianya yang ke-199 tahun ini, memang terus membenahi potensi berbasis pelayanan publik guna mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Langkah strategis diupayakan untuk memperkuat insfrastruktur terhadap akses pengembangan ekonomi. Dalam upaya mewujudkan pembangunan tersebut, dirumuskan 26 prioritas pembangunan yakni, peningkatan kualitas pendidikan pada penuntasan wajar dikdas 9 tahun dan pancanangan wajar 12 tahun, peningkatan semua jenjang pada jalur pendidikan, pemberdayaan pemuda dan peningkatan prestasi olah raga serta partisipasi sekolah menengah kejuruan. Menurut Bupati Garut Aceng H.M. Fikri, S.Ag, yang menjadi prioritas pembangunan adalah peningkatan daya saing usaha dan nilai tambah produk lokal, diprioritaskan pada pembangunan pusat informasi potensi, produksi dan pasar termasuk peningkatan nilai tambah dan daya saing produk lokal. Di sektor pariwisata adalah pengembangan budaya daerah serta menggali potensi wisata. Tentu saja harapan itu tidak sekadar jadi wacana, semestinya perlu adanya kesamaan visi dan persepsi melalui ‘rempug jukung’, kebersamaan antar pihak pemerintah, legislatif, yudikatif, media massa, masyarakat, dan unsur stake holder agar Visi Garut mewujudkan Kabupaten Garut wujud yang Mandiri dalam Ekonomi, Adil dalam Budaya dan Demokratis dalam Politik yang Didasari Ridlo Alloh SWT bisa segera terwujud dan dinikmati masyarakat. Selamat Hari Jadi ke-199 Kabupaten Garut. Bangkit dan Maju Bersama !!!!