LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT NOMOR 12 1993 SERI A PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT NOMOR 10 TAHUN 1991 TENTANG PAJAK POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II GARUT, Menimbang : a. bahwa Pajak Potong Hewan di Kabupaten Daerah Tingkat II Garut telah diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Swatantra Tingkat II Garut Nomor 1/PD Tahun 1959 yang telah diubah untuk Keempat Kalinya dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut Nomor 7 Tahun 1984; b. bahwa sehubungan dengan perkembangan perekonomian dewasa ini dan untuk memenuhi sistematikan penyusunan Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1974, maka perlu mengadakan pengaturan kembali tentang Pajak Potong Hewan di Kabupaten Daerah Tingkat II Garut; 1 NO. 10 Mengingat 1991 SERI A c. bahwa untuk maksud tersebut butir a diatas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah. : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah; 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat; 3. Ordonansi Stbl 1936 Nomor 671 tentang Pajak Potong; 4. Undang-undang Nomor 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah; 5. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1957 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa; 6. Undang-undang Perimbangan Keuangan 1957 jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1957 tentang Penyerahan Pajak Negara kepada Daerah; 7. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner; 10. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut Nomor 1 Tahun 1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah yang memuat ketentuan pidana. Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut. MEMUTUSKAN 2 NO. 10 Menetapkan 1991 SERI A : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT TENTANG PAJAK POTONG HEWAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut; c. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Garut; d. Hewan adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, biri-biri dan babi; e. Pemotongan Hewan adalah Pemotongan atau penyembelihan hewan dan segala perbuatan sebagai persiapan yang langsung ditujukan terhadap hewan berikut tindakan-tindakan selanjutnya terhadap hewan tersebut; f. Pemotongan untuk usaha adalah pemotongan hewan untuk keperluan suatu usaha dan sebagai pencaharian; g. Pemotongan untuk hajat adalah pemotongan untuk keperluan selamatan/hajat atau maksud tertentu dan tidak dipakai sebagai mata pencaharian; h. Pemotongan darurat adalah Pemotongan hewan karena terpaksa oleh suatu keadaan; i. Pajak potong hewan adalah pajak yang dikenakan terhadap pemotongan hewan. BAB II WILAYAH, OBYEK DAN SUBYEK 3 NO. 10 1991 Pasal 2 SERI A (1) Setiap pemotongan hewan di Daerah dipungut pajak dengan nama Pajak Potong Hewan; (2) Obyek Pajak adalah hewan yang dipotong; (3) Subyek Pajak adalah orang atau badan yang melakukan pemotongan hewan. BAB III PERIJINAN Pasal 3 (1) Setiap Pemotongan hewan di Daerah harus mendapat ijin dari Bupati Kepala Daerah; (2) Untuk mendapat ijin sebagai mana dimaksud ayat (1) yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis pada Bupati Kepala Daerah; (3) Bentuk Surat Ijin, tata cara serta persyaratan perijinan ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah; BAB IV TARIP PAJAK Pasal 4 Besarnya Pajak Potong Hewan ditetapkan sebagai berikut : 1. Untuk seekor sapi/kerbau. a. Pemotongan untuk usaha ................................. Rp. 1.750,00 b. Pemotongan untuk hajat ................................... Rp. 1.100,00 c. Pemotongan darurat ......................................... Rp. 1.400,00 2. Untuk seekor kuda. 4 NO. 10 1991 a. Pemotongan untuk usaha ................................. Rp. SERI A 1.750,00 b. Pemotongan untuk hajat ................................... Rp. 1.100,00 c. Pemotongan darurat ......................................... Rp. 1.400,00 a. Pemotongan untuk usaha ................................. Rp. 3.500,00 b. Pemotongan untuk hajat ................................... Rp. 3.000,00 c. Pemotongan darurat ......................................... Rp. 3.000,00 a. Pemotongan untuk usaha ................................. Rp. 500,00 b. Pemotongan untuk hajat ................................... Rp. 350,00 c. Pemotongan darurat ......................................... Rp. 350,00 3. Untuk seekor babi. 4. Untuk seekor kambing/bri-biri. Pasal 5 Pemotongan hewan yang dibebankan dari pajak potong hewan adalah pemotongan hewan yang dilakukan untuk upacara keagamaan, upacara adapt dan kegiatan social. BAB V TATA CARA PEMUNGUTAN PENAGIHAN PAJAK Pasal 6 (1) Tata cara pemungutan dan penagihan pajak potong hewan diatur lebih lanjut dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah; (2) Seluruh hasil pemungutan pajak potong hewan disetor ke Kas Daerah. BAB VI KETENTUAN PIDANA 5 NO. 10 1991 Pasal 7 SERI A (1) Barang siapa yang melanggar Peraturan Daerah ini, diancam kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah); (2) Tindak pidana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. BAB VII PENYIDIKAN Pasal 8 Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidika Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9 Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud Pasal 8 berwenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melaksanakan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan; 6 NO. 10 1991 SERI A h. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain dipertanggung jawabkan. menurut hukum yang dapat BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur kemudian dengan Surat Keputusan Kepala Daerah; Pasal 11 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Swatantra Tingkat II Garut Nomor 1/PD Tahun 1959 tentang Mengadakan dan Memungut Pajak Potong Hewan yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut Nomor 7 Tahun 1984 dan Ketentuan teknis lainnya dinyatakan tidak berlaku. Pasal 12 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut Ketua, ttd Garut, 29 Juni 1991 Bupati Kepala Daerah Tingkat II Garut ttd 7 NO. 10 1991 SUWARNA SERI A MOMON GANDASASMITA, SH Peraturan Daerah ini disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor 973.524.32-886 tanggal 26 Oktober 1993. MENTERI DALAM NEGERI ttd H. R. MOH. YOGIE S. M. 8