upaya peningkatan nilai-nilai agama islam pada perilaku belajar

advertisement
UPAYA PENINGKATAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM PADA
PERILAKU BELAJAR AKADEMIK SISWA SMAN 5 GARUT
Rangga Pradana B.K
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak
Penelitian ini mengkaji bagaimana karakteristik perilaku belajar akademik
pada siswa Sman 5 Garut ditinjau dari segala aspek baik itu faktor dari dalam maupun dari
luar. Ruang lingkup penelitian mencakup karakteristik , sikap, perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai agama. mengingat agama merupakan ukuran seseorang untuk bersikap dan
berperilaku baik atau tidak baik. Yang terjadi selama ini terhadap siswa Sman 5 Garut yang
belum menunjukkan sikap dan perilaku sesuai dengan ajaran agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini diduga dipengaruhi oleh
lingkungan ,pengaruh globalisasi dan budaya modern, kurangnya pembinaan dari keluarga,
guru serta masyarakat sekitar, kurangnya metode pembelajaran yang mencakup tentang nilainilai agama. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui kasus
terhadap siswa SMA ,teknik wawancara mendalam, observasi, questioner, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemahaman siswa tentang agama dan keagamaan baru
berada pada ranah kognitif. Itupun dalam level yang masih sangat rendah. ditinjau dari
lingkungan sekitar yang bisa mempengaruhi pada perilaku belajar akademik siswa Sman 5
Garut, baik dari cara mereka berbicara, berpenampilan maupun dalam sikap belajarnya.
tingkat siswa yang berminat memperdalam nilai-nilai agama sangat rendah akibatnya
mereka akan mudah terpengaruh oleh keadaan yang cenderung merusak kepribadian. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengikuti pengajian rutin, membaca buku tentang agama, adanya
peninjauan dari keluarga serta niat yang timbul dari seluruh siswa agar benar-benar memiliki
karakteristik yang baik.
Sehingga mereka tidak mampu memaknai agama sebagai petunjuk hidup dan
aktivitasnya sehari-hari. Factor penyebab semua ini antara lain 1) agama yang dipeluk atau
diyakini selama ini adalah agama turunan dari orangtuanya tanpa harus belajar sendiri; 2)
penanaman nilai-nilai agama oleh guru di lembaga pendidikan formal masih sebatas pada
hafalan dan berhenti pada ranah kognitif, belum menyentuh pada ranah affektif. Dari hasil
penelitian ini ditemukan cara beru untuk menanamkan nilai-nilai agama dan keagamaan bagi
mahasiswa yakni melakukan hypnomaind dan hypnospiritual kepada mahasiswa tentang
pengetahuan agama dan keagamaan dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar
kelas.
Kata kunci : nilai-nilai agama pada perilaku belajar akademik, siswa Sman 5 Garut.
Pendahuluan
Pendidikan harus mempunyai landasan yang jelas dan terarah. Landasan tersebut
sebagai acuan atau pedornan dalam proses penyelenggaraan pendidikan, baik dalam institusi
pendidikan formal, non formal maupun informal. Yang dimaksud landasan yang jelas dan
terarah adalah bahwa pendidikan harus berprinsip pada pengokohan moral-agama anak didik
di samping aspek-aspek lainnya. Hal ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk
mengantarkan anak didik agar dapat berpikir, bersikap, dan berperilaku secara terpuji (akhlak
al-karimah). Dalam kamus istilah pendidikan, nilai adalah harga, kualitas atau sesuatu yang
dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dicapai (Sastrapraja, 1997:339).
Sedangkan menurut Lorens Bagus (1996:713) nilai adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna atau dapat menjadi objek kepentingan;
apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai suatu kebaikan.
Berkenaan dengan hirarki nilai, Atmadi (2001:73) mengungkapkan ada empat
pedoman yang menentukan tinggi rendahnya nilai, yaitu: semakin tahan lama, semakin
tinggi; semakin membahagiakan, semakin tinggi; semakin tidak bergantung pada nilai-nlai
yang lain, semakin tinggi; semakin tidak bergantung pada kenyataan, semakin tinggi.
Seperti dikemukakan Komite APED (Asia and the Pasific Programme of Educational
Innovation for Development) Pendidikan nilai secara khusus bertujuan untuk: a] menerapkan
pembentukan nilai kepada anak; b] menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang
diinginkan; 3] membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan
demikian tujuan pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari
usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai (Unesco,
1994)
Dalam perspektif Pendidikan Islam, agar manusia mendapatkan predikat sebagai
khlaifah maka harus menuntut ilmu yang sifatnya terpadu. Ilmu atau pengetahuan terpadu
didefinisikan oleh R.H.A Sahirul Alim (Maksum, 2001:42) adalah ilmu-ilmu yang diperoleh
manusia melalui kawasan alam semesta dan alam sekitarnya serta dikirimkan melalui wahyu
yang dapat ditangkap oleh para nabi dan rasul. Ilmu yang demikian itu merupakan ilmu yang
dijiwai oleh tauhid karena dibimbing oleh “kebenaran mutlak”.
Siswa yang berkesulitan memiliki nilai-nilai agama adalah individu yang mengalami
gangguan dari faktor dalam maupun dari luar. Salah satu manifestasinya adalah kegagalan
sekolah membentuk karakter sebagian siswa yang masih memikirkan kebebasan dalam segala
hal. Yaitu dalam sikap, karakter yang memacu pada lingkungan, pengaruh globalisasi, serta
budaya modern. Sedangkan ditinjau dari dimensi faktor dominan yang melatarbelakangi atau
gangguan yang menyertainya dapat bervariasi, faktor dominan tersebut diantaranya :
kurangnya waktu waktu belajar yang mempelajari tentang nilai nilai agama seperti
pendidikan agama islam, baca tulis al-qur’an serta pengajian rutin yang diadakan di sekolah
tersebut. Kurangnya motivasi dari keluarga ,guru dan teman yang mencakup tentang nilai
nilai agama islam.
Menurut Arifin (dalam Suhendi, Wahyu, 2000:41) keluarga diartikan sebagai suatu
kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan dengan pertalian
darah,perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama.Selanjutnya,
Abu Ahmadi (dalam Suhendi, Wahyu, 2000: 44 -52), mengenai fungsi keluarga adalah
sebagai suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau diluar
keluarga.Adapun fungsi keluarga terdiri dari:
-
Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian
anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya
kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita, dan nilainilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan
dijalankan oleh mereka. Dengan demikian, sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran
terhadap seorang anak.
-
Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau rasa
cinta.Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional, perilaku
dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan
hubungan kasih syang dalam suatu lingkungan yang intim. Banyak fakta menunjukan bahwa
kebutuhan persahabatan dan keintiman sangat penting bagi anak. Data-Data bahwa anak yang
menunjukan kenakalan di karenakan kurangnya perhatian dari orang tuanya
Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik anak. Hal itu dapat dilihat dari
pertumbuhan sorang anak mulai dari bayi, belajar jalan, hingga mampu berjalan-
Fungsi Religius
Dalam masyarakat Indonesia dewasa ini fungsi di keluarga semakin berkembang,
diantaranya fungsi keagamaan yang mendorong dikembangkannya keluarga dan seluruh
anggotanya menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
-
Fungsi Protektif
Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi inibertujuan agar para
anggota keluarga dapat terhindar dari hal-hal yang negatif. Dalam setiap masyarakat, keluarga
memberikan perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya.
-
Fungsi Rekreatif
Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang sangat gembira dalam lingkungan. Fungsi
rekreatif dijalankan untuk mencari hiburan. Dewasa ini, tempat hiburan banyak berkembang diluar
rumah karena berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesatnya. Media TV
termasuk dalam keluarga sebagai sarana hiburan bagi anggota keluarga.
-
Fungsi Ekonomis
Pada masa lalu keluarga di Amerika berusaha memproduksi beberapa unit kebutuhan rumah
tangga dan menjualnya sendiri. Keperluan rumah tangga itu, seperti seni membuat kursi, makanan,
dan pakaian dikerjakan sendiri oleh ayah, ibu, anak dan sanak saudara untuk menjalankan fungsi
ekonominya sehingga mereka mampu Mempertahankan hidupnya.
-
Fungsi Penemuan Status
Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkaian status berdasarkan umur,
urutan kelahiran, dan sebagainya. Status/kedudukan ialah suatu peringkat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok atau posisi kelompok dalam hubungannya dengan
kelompok lainnya. Status tidak bisa dipisahkan dari peran. Peran adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang mempunyai status.
Pola Bimbingan Orang Tua Pada Anak Selain bimbingan disekolah, bimbingan
dirumah sangat penting, karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dilingkungan
keluarga. Untuk itu keluarga dituntut untuk dapat menerapkan pendidikan keimanan sebagai
pegangan anak di masa depan.
Berdasarkan kondisi diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh tentang
bagaimana upaya meningkatkan nilai –nilai agama pada karakteristik perilaku belajar
akademik siswa sman 5 Garut ditinjau dari gangguan yang disebabkan oleh faktor dalam
maupun dari luar.
Bertolak dari rumusan UU Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2003 pasal
339, yang mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia mengarahkan warganya
kepada kehidupan yang beragama. Maka sebagai salah satu bentuk realisasi dari UU
Sisdiknas tersebut, Integrasi adalah alternatif yang harus di pilih untuk menjadikan
pendidikan lebih bersifat menyeluruh (integral-holistik). Gagasan integrasi (nilai-nilai islami
[agama] dan umum) ini bukanlah sebuah wacana untuk meraih simpatik akademik,
melainkan sebuah kebutuhan mendesak yang harus dijalankan sebagai pedoman pendidikan
yang ada, mengingat pendidikan selama ini dipengaruhi oleh dualisme yang kental antara
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum/ sekuler yang menyebabkan dikotomi ilmu,
sebagaimana dipaparkan di atas. Bukti nyata dari kebutuhan adanya panduan dan model
integrasi ilmu ini ditunjukan dengan diselenggarakannya berbagai seminar nasional
berkenaan dengan reintegrasi ilmu, sampai pada kebijakan dari pemerintah, seperti kebijakan
integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional dalam UUSPN No. 2 tahun 1989,
madrasah mengalami perubahan “sekolah agama” menjadi “sekolah umum bercirikan khas
islam”. Pengintegrasian madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional menemukan titik
puncaknya pada awal 2000, setelah Presiden RI ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid yang
mengubah struktur kementrian pendidikan dari “Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menjadi “Departemen Pendidikan Nasional”. Berdasarkan Hal itu Abdurrahman Wahid
menggulirkan ide “pendidikan satu atap” sistem pendidikan nasional dan memiliki status
serta hak yang sama. Inilah yang diharapkan dan mengakhiri dikotomi “pendidikan umum”
dan “pendidikan Islam”.
Sejarah menunjukan, sudah sejak lama sebelum Istilah Integrasi memposisikan diri
dalam memberikan kerangka normatif Nilai-nilai Islami pada pembelajaran, sebelumnya
bahkan sampai saat ini gagasan Islamisasi Sains menjadi Jargon yang mendapat sambutan
luar biasa dari cendikiawan Muslim, mulai Al-Maududi 1930-an, S.H. Nasr, Naquib Al-Attas
dan Ja’far Syaikh Idris tahun 1960-1970-an; Ismail Al-Faruqi tahun 1980-an; sampai pada
Ziauddin Sardar. Islamisasi sains tersebut tidak lain adalah sebuah reintegrasi ilmu, dalam
menangkal ilmu (sekuler) yang disertai isme-isme yang datang dari luar yang belum tentu
sesuai dengan peredaran darah dan tarikan nafas yang kita anut, yang akhir-akhir ini dikenal
istilah integrasi. Sebagai hasil kebutuhan tersebut, untuk tingkat Universitas, akademisi
ataupun umum misalnya terbit buku Integrasi Ilmu; sebuah rekonstruksi holisitk karangan
Mulyadi Kertanegara, yang diharapkan menjadi buku daras untuk UIN walaupun masih
bersifat umum. Melacak jejak Tuhan: Tafsir Islami atas Sains karangan Mehdi Golshani
yang sekarang menjadi hak paten milik negara dan oleh Diknas diedarkan kelembaga
pendidikan SMP dan SMA. Bahkan secara revolusioner Armahedi Mahzar menerbitkan
Revolusi Integralisme Islam: ‘Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami’, 2004.
Inilah beberapa alasan mendasar pentingnya integrasi untuk diterapkan dalam pembelajaran.
Dalam lingkungan yang kecil, masih minimnya panduan Integrasi Nilai-nilai Islami
pada proses pembelajaran di sekolah baik model, metode, ataupun pendekatan pembelajaran,
dirasa perlu [kalau bukan harus] untuk menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran
sekolah dengan muatan-muatan nilai yang Islami. Tujuan kurikulum pendidikan Islami tidak
semata-mata mendorong anak didik untuk mampu berkomunikasi tanpa bimbingan orang lain
dan sekaligus dapat memecahkan masalah dengan baik, akan tetapi lebih sebagai jiwa atau
ruh dari pendidikan itu. Sebagaimana pendidikan yang diajarkan Rasulullah Muhammad
saw., yang lebih mengutamakan akhlak bagi umatnya “li utammima makarim al-akhlak“.
Pentingnya integrasi pendidikan nilai tersebut menjadi satu kerangka normatif dalam
merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagaimana diungkapkan Ali Asraf (1875) bahwa
tujuan pendidikan Islam:





Pertama, mengambangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam dan
mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konteks kehidupan
modern.
Kedua, membekali anak didik dengan berbagai kemampuan pengetahuan dan
kebajikan, baik pengetahuan praktis, kesejahteraan, lingkungan sosial, dan
pembangunan nasional.
Ketiga, mengembangkan kemampuan pada diri anak didik untuk menghargai dan
membenarkan superioritas komparatif kebudayaan dan peradaban Islam di atas semua
kebudayaan lain.
Keempat, memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif, sehingga
kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui norma-norma Islam
yang benar dan yang salah.
Kelima, membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan
membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan konsep-konsep
pengetahuan yang dituntut.

Keenam, mengembangkan, menghaluskan, dan memperdalam
komunikasi dalam bahas tulis dan bahasa latin (asing).
kemampuan
Metode Penelitian
Data yang hendak dikumpulkan adalah tentang pemahaman agama dan keagamaan
mahasiswa dikaitkan dengan perilaku yang kurang relevan dengan aturan agama di kampus.
Dari ungkapan konsep tersebut, jelas bahwa yang dikehendaki adalah informasi dalam bentuk
deskripsi. Karena itu, penelitian ini lebih mempunyai perspektif emik, artinya data yang
dikumpulkan diupayakan untuk dideskripsikan berdasarkan ungkapan, bahasa, cara berpikir,
pandangan subjek penelitian, sehingga apa yang menjadi peritimbangan dibalik pemikiran
mereka dapat diungkapkan.
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui kasus terhadap
siswa SMA ,teknik wawancara mendalam, observasi, questioner, dan dokumentasi. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif anlitis, melalui proses induksiinterpretasi-konseptualisasi, baik saat di lapangan maupun di luar lapangan. Sedangkan
penarikan kesimpulan dilakukan bersamaan dengan analisis data, setelah dilakukan proses
reduksi data.
Hasil Penelitian
Setelah melalui serangkaian kegiatan pengmpulan data, pencatatan, dan analisis,
diperoleh temuan menarik bahwa:
Siswa bukannya tidak mengetahui dan memahami tentang fungsi agama bagi
kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan sesama manusia (hablumminannas)
maupun dengan Allah SWT. (hablumminallah). Dengan agama hidup menjadi teratur,
damai, sejahtera, aman, nyaman, saling menghargai satu sama lain, kebersamaan, tolong
menolong, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan makhluk ciptaan Allah, agama
mengatur segalanya, bahkan sampai dengan hubungan manusia dengan binatang pun dapat
diatur oleh agama (Islam).
Siswa seakan mengetahui dan menjelaskan bahwa agama menjadi landasan (pondasi)
dalam menjalankan hidup dan kehidupan untuk kesejahteraan di dunia dan keselamatan di
akhirat. Ibarat sebuah bangunan, apabila pondasinya kuat akan membuat seluruh bangunan
itu menjadi kokoh, tidak mudah roboh tertimpa oleh badai yang menghantamnya. Akan tetapi
hanya sebatas pada pengetahuan yang berhenti di dalam otak, belum sampai pada hati dan
perasaan mereka. Maka apa yang dijelaskan olehnya hanyalah merupakan pelajaran yang
diterima dari guru sebelumnya baik di lembaga formal maupun non formal.
Maka menurut salah satu guru yakni wakil kepala sekolah Sman 5 Garut Drs. Hambio
mengatakan:“proses pendidikan agama yang dilakukan oleh para guru masih masuk dan
berhenti pada akal pikiran saja, belum sampai masuk ke dalam perasaan. Dampak yang
ditimbulkan anak-anak mampu menghafalkan teori-teori agama, tetapi belum mampu
menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya atau belum bisa mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari masih memikirkan keegoisan mereka dan masih mudah terpengaruh
oleh faktor lingkungan, kerabat yang dekat, serta pergaulan bebas. Seharusnya semua guru
bisa menyempatkan waktu mereka ketika belajar untuk memberikan arahan dan bimbingan
tentang nilai –nilai agama agar terhadap seluruh siswa sman 5 Garut sehingga memberikan
lulusan yang terbaik.”. Menurut H. Mas’oed Abidin mengatakan “Sudah lama kita
mendengar ungkapan, “jadilah kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya, atau belajar
(muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an). Dan, jangan menjadi kelompok
keempat, yang tidak memiliki aktifitias keilmuan sama sekali. Yakni, tidak mengajar, tidak
pula belajar, serta enggan untuk mendengar”.
Kesan guru agama terhadap perilaku mahasiswa tentang mata pelajaran agama,
seakan-akan meremehkan dan sesuatu yang tidak penting untuk diikuti dan dipahami lebih
mendalam, karena merasa sudah biasa dipelajari, didengar, dilakukan pada pendidikan
sebelumnya. Maka walaupun mereka sudah duduk di bangku sma yang semestinya daya nalar
mereka lebih matang dibandingkan dengan sebelumnya sulit untuk direalisasikan.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan temuan diatas dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa baik
ditinjau dari beberapa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi Siswa terhadap pemahaman
nilai nilai agama adalah adanya faktor lingkungan,keluarga,sekolah,kerabat,pergaulan,serta
keinginan yang timbul dari diri sendiri itu sangat berdampak buruk terhadap pemahaman
seluruh siswa terhadap nilai-nilai agama lalu sekolah hanya menuntut kepada guru agama
saja untuk memberikan pemahaman terhadap nilai-nilai agama padahal akan lebih efektif jika
sekolah memberikan perintah kepada guru-guru agar disetiap jam belajar sambil memberikan
motivasi, Adanya integritas dan fungsi keluarga sangat diperlukan untuk membantu para
siswa agar lebih memahami tentang nilai-nilai agama yang diberikan, serta perhatian yang
membahas tentang niali-nilai agama dengan diadakannya watu untuk pemberian pemahaman
agar nlai nilai agama yang diberikan dapat ditangkap dan dipahamasi serta dipraktikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hal diatas, khususnya kepada siswa dan sekolah Sman 5 Garut agar lebih
memahami dan memikirkan bagaimana pentingnya sebuah nilai-nilai agama untuk
kehidupan. Kegagalan dalam belajar akademik akan sangat berpengaruh terhadap pandangan
sekolah , masa depan siswa, serta keluarga siswa tersebut bahkan dapat menyebar dn
memberikan dampak yang negatif bagi seluruh siswa SMA di seluruh Indonesia. Peningkatan
tingkat efikasi diri dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kompetensi siswa. Siswa
tersebut dapat mengikuti kegiatan pengajian, mendengarkan ceeramah, serta berpikir kritis
terhadap segala hal yang menunjang agar masa depan lebih cerah. Sedangkan kepada peneliti
selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian ulang menggunakan sampel dan kasus
yang lebih banyak dan lebih bervariatif atau menindaklanjutipenelitian ini guna menemukan
program atau model penelitian yang dianggap lebih fleksibel untuk mengatasi permasalahan
terhadap nilai-nilai agama dalam diri seorang siswa.
Daftar Pustaka
Rachman, Shaleh. 2008, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, , Jakarta:
Gemawindu Pancaperkasa
Franz Magnis, Suseno.1975. Etika Umum, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral,
Yogyakarta: Kanisius.
Hasyim, Umar . 2006, Cara Mendidik Anak Dalam Islam, Surabaya: Bina Ilmu.
Muhaimin, 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi , Jakarta: Grafindo Persada.
Rusyan Tabrani,1989, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar ,Bandung: Remaja
Karya.
Suhana, Yayat.2001, Buku Panduan Sman 5 Garut, Garut: Cv Media Pustaka.
Download