UPAYA PENINGKATAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM PADA PERILAKU BELAJAR AKADEMIK SISWA SMAN 5 GARUT Rangga Pradana B.K Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Penelitian ini mengkaji bagaimana karakteristik perilaku belajar akademik pada siswa Sman 5 Garut ditinjau dari segala aspek baik itu faktor dari dalam maupun dari luar. Ruang lingkup penelitian mencakup karakteristik , sikap, perilaku yang tidak sesuai dengan nilai agama. mengingat agama merupakan ukuran seseorang untuk bersikap dan berperilaku baik atau tidak baik. Yang terjadi selama ini terhadap siswa Sman 5 Garut yang belum menunjukkan sikap dan perilaku sesuai dengan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini diduga dipengaruhi oleh lingkungan ,pengaruh globalisasi dan budaya modern, kurangnya pembinaan dari keluarga, guru serta masyarakat sekitar, kurangnya metode pembelajaran yang mencakup tentang nilainilai agama. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui kasus terhadap siswa SMA ,teknik wawancara mendalam, observasi, questioner, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemahaman siswa tentang agama dan keagamaan baru berada pada ranah kognitif. Itupun dalam level yang masih sangat rendah. ditinjau dari lingkungan sekitar yang bisa mempengaruhi pada perilaku belajar akademik siswa Sman 5 Garut, baik dari cara mereka berbicara, berpenampilan maupun dalam sikap belajarnya. tingkat siswa yang berminat memperdalam nilai-nilai agama sangat rendah akibatnya mereka akan mudah terpengaruh oleh keadaan yang cenderung merusak kepribadian. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti pengajian rutin, membaca buku tentang agama, adanya peninjauan dari keluarga serta niat yang timbul dari seluruh siswa agar benar-benar memiliki karakteristik yang baik. Sehingga mereka tidak mampu memaknai agama sebagai petunjuk hidup dan aktivitasnya sehari-hari. Factor penyebab semua ini antara lain 1) agama yang dipeluk atau diyakini selama ini adalah agama turunan dari orangtuanya tanpa harus belajar sendiri; 2) penanaman nilai-nilai agama oleh guru di lembaga pendidikan formal masih sebatas pada hafalan dan berhenti pada ranah kognitif, belum menyentuh pada ranah affektif. Dari hasil penelitian ini ditemukan cara beru untuk menanamkan nilai-nilai agama dan keagamaan bagi mahasiswa yakni melakukan hypnomaind dan hypnospiritual kepada mahasiswa tentang pengetahuan agama dan keagamaan dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Kata kunci : nilai-nilai agama pada perilaku belajar akademik, siswa Sman 5 Garut. Pendahuluan Pendidikan harus mempunyai landasan yang jelas dan terarah. Landasan tersebut sebagai acuan atau pedornan dalam proses penyelenggaraan pendidikan, baik dalam institusi pendidikan formal, non formal maupun informal. Yang dimaksud landasan yang jelas dan terarah adalah bahwa pendidikan harus berprinsip pada pengokohan moral-agama anak didik di samping aspek-aspek lainnya. Hal ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengantarkan anak didik agar dapat berpikir, bersikap, dan berperilaku secara terpuji (akhlak al-karimah). Dalam kamus istilah pendidikan, nilai adalah harga, kualitas atau sesuatu yang dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dicapai (Sastrapraja, 1997:339). Sedangkan menurut Lorens Bagus (1996:713) nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna atau dapat menjadi objek kepentingan; apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai suatu kebaikan. Berkenaan dengan hirarki nilai, Atmadi (2001:73) mengungkapkan ada empat pedoman yang menentukan tinggi rendahnya nilai, yaitu: semakin tahan lama, semakin tinggi; semakin membahagiakan, semakin tinggi; semakin tidak bergantung pada nilai-nlai yang lain, semakin tinggi; semakin tidak bergantung pada kenyataan, semakin tinggi. Seperti dikemukakan Komite APED (Asia and the Pasific Programme of Educational Innovation for Development) Pendidikan nilai secara khusus bertujuan untuk: a] menerapkan pembentukan nilai kepada anak; b] menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan; 3] membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian tujuan pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai (Unesco, 1994) Dalam perspektif Pendidikan Islam, agar manusia mendapatkan predikat sebagai khlaifah maka harus menuntut ilmu yang sifatnya terpadu. Ilmu atau pengetahuan terpadu didefinisikan oleh R.H.A Sahirul Alim (Maksum, 2001:42) adalah ilmu-ilmu yang diperoleh manusia melalui kawasan alam semesta dan alam sekitarnya serta dikirimkan melalui wahyu yang dapat ditangkap oleh para nabi dan rasul. Ilmu yang demikian itu merupakan ilmu yang dijiwai oleh tauhid karena dibimbing oleh “kebenaran mutlak”. Siswa yang berkesulitan memiliki nilai-nilai agama adalah individu yang mengalami gangguan dari faktor dalam maupun dari luar. Salah satu manifestasinya adalah kegagalan sekolah membentuk karakter sebagian siswa yang masih memikirkan kebebasan dalam segala hal. Yaitu dalam sikap, karakter yang memacu pada lingkungan, pengaruh globalisasi, serta budaya modern. Sedangkan ditinjau dari dimensi faktor dominan yang melatarbelakangi atau gangguan yang menyertainya dapat bervariasi, faktor dominan tersebut diantaranya : kurangnya waktu waktu belajar yang mempelajari tentang nilai nilai agama seperti pendidikan agama islam, baca tulis al-qur’an serta pengajian rutin yang diadakan di sekolah tersebut. Kurangnya motivasi dari keluarga ,guru dan teman yang mencakup tentang nilai nilai agama islam. Menurut Arifin (dalam Suhendi, Wahyu, 2000:41) keluarga diartikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan dengan pertalian darah,perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama.Selanjutnya, Abu Ahmadi (dalam Suhendi, Wahyu, 2000: 44 -52), mengenai fungsi keluarga adalah sebagai suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau diluar keluarga.Adapun fungsi keluarga terdiri dari: - Fungsi Sosialisasi Anak Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita, dan nilainilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan oleh mereka. Dengan demikian, sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak. - Fungsi Afeksi Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau rasa cinta.Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih syang dalam suatu lingkungan yang intim. Banyak fakta menunjukan bahwa kebutuhan persahabatan dan keintiman sangat penting bagi anak. Data-Data bahwa anak yang menunjukan kenakalan di karenakan kurangnya perhatian dari orang tuanya Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik anak. Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan sorang anak mulai dari bayi, belajar jalan, hingga mampu berjalan- Fungsi Religius Dalam masyarakat Indonesia dewasa ini fungsi di keluarga semakin berkembang, diantaranya fungsi keagamaan yang mendorong dikembangkannya keluarga dan seluruh anggotanya menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. - Fungsi Protektif Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi inibertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar dari hal-hal yang negatif. Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya. - Fungsi Rekreatif Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang sangat gembira dalam lingkungan. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari hiburan. Dewasa ini, tempat hiburan banyak berkembang diluar rumah karena berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesatnya. Media TV termasuk dalam keluarga sebagai sarana hiburan bagi anggota keluarga. - Fungsi Ekonomis Pada masa lalu keluarga di Amerika berusaha memproduksi beberapa unit kebutuhan rumah tangga dan menjualnya sendiri. Keperluan rumah tangga itu, seperti seni membuat kursi, makanan, dan pakaian dikerjakan sendiri oleh ayah, ibu, anak dan sanak saudara untuk menjalankan fungsi ekonominya sehingga mereka mampu Mempertahankan hidupnya. - Fungsi Penemuan Status Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkaian status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sebagainya. Status/kedudukan ialah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Status tidak bisa dipisahkan dari peran. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Pola Bimbingan Orang Tua Pada Anak Selain bimbingan disekolah, bimbingan dirumah sangat penting, karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya dilingkungan keluarga. Untuk itu keluarga dituntut untuk dapat menerapkan pendidikan keimanan sebagai pegangan anak di masa depan. Berdasarkan kondisi diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh tentang bagaimana upaya meningkatkan nilai –nilai agama pada karakteristik perilaku belajar akademik siswa sman 5 Garut ditinjau dari gangguan yang disebabkan oleh faktor dalam maupun dari luar. Bertolak dari rumusan UU Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2003 pasal 339, yang mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia mengarahkan warganya kepada kehidupan yang beragama. Maka sebagai salah satu bentuk realisasi dari UU Sisdiknas tersebut, Integrasi adalah alternatif yang harus di pilih untuk menjadikan pendidikan lebih bersifat menyeluruh (integral-holistik). Gagasan integrasi (nilai-nilai islami [agama] dan umum) ini bukanlah sebuah wacana untuk meraih simpatik akademik, melainkan sebuah kebutuhan mendesak yang harus dijalankan sebagai pedoman pendidikan yang ada, mengingat pendidikan selama ini dipengaruhi oleh dualisme yang kental antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum/ sekuler yang menyebabkan dikotomi ilmu, sebagaimana dipaparkan di atas. Bukti nyata dari kebutuhan adanya panduan dan model integrasi ilmu ini ditunjukan dengan diselenggarakannya berbagai seminar nasional berkenaan dengan reintegrasi ilmu, sampai pada kebijakan dari pemerintah, seperti kebijakan integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional dalam UUSPN No. 2 tahun 1989, madrasah mengalami perubahan “sekolah agama” menjadi “sekolah umum bercirikan khas islam”. Pengintegrasian madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional menemukan titik puncaknya pada awal 2000, setelah Presiden RI ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid yang mengubah struktur kementrian pendidikan dari “Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi “Departemen Pendidikan Nasional”. Berdasarkan Hal itu Abdurrahman Wahid menggulirkan ide “pendidikan satu atap” sistem pendidikan nasional dan memiliki status serta hak yang sama. Inilah yang diharapkan dan mengakhiri dikotomi “pendidikan umum” dan “pendidikan Islam”. Sejarah menunjukan, sudah sejak lama sebelum Istilah Integrasi memposisikan diri dalam memberikan kerangka normatif Nilai-nilai Islami pada pembelajaran, sebelumnya bahkan sampai saat ini gagasan Islamisasi Sains menjadi Jargon yang mendapat sambutan luar biasa dari cendikiawan Muslim, mulai Al-Maududi 1930-an, S.H. Nasr, Naquib Al-Attas dan Ja’far Syaikh Idris tahun 1960-1970-an; Ismail Al-Faruqi tahun 1980-an; sampai pada Ziauddin Sardar. Islamisasi sains tersebut tidak lain adalah sebuah reintegrasi ilmu, dalam menangkal ilmu (sekuler) yang disertai isme-isme yang datang dari luar yang belum tentu sesuai dengan peredaran darah dan tarikan nafas yang kita anut, yang akhir-akhir ini dikenal istilah integrasi. Sebagai hasil kebutuhan tersebut, untuk tingkat Universitas, akademisi ataupun umum misalnya terbit buku Integrasi Ilmu; sebuah rekonstruksi holisitk karangan Mulyadi Kertanegara, yang diharapkan menjadi buku daras untuk UIN walaupun masih bersifat umum. Melacak jejak Tuhan: Tafsir Islami atas Sains karangan Mehdi Golshani yang sekarang menjadi hak paten milik negara dan oleh Diknas diedarkan kelembaga pendidikan SMP dan SMA. Bahkan secara revolusioner Armahedi Mahzar menerbitkan Revolusi Integralisme Islam: ‘Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami’, 2004. Inilah beberapa alasan mendasar pentingnya integrasi untuk diterapkan dalam pembelajaran. Dalam lingkungan yang kecil, masih minimnya panduan Integrasi Nilai-nilai Islami pada proses pembelajaran di sekolah baik model, metode, ataupun pendekatan pembelajaran, dirasa perlu [kalau bukan harus] untuk menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan muatan-muatan nilai yang Islami. Tujuan kurikulum pendidikan Islami tidak semata-mata mendorong anak didik untuk mampu berkomunikasi tanpa bimbingan orang lain dan sekaligus dapat memecahkan masalah dengan baik, akan tetapi lebih sebagai jiwa atau ruh dari pendidikan itu. Sebagaimana pendidikan yang diajarkan Rasulullah Muhammad saw., yang lebih mengutamakan akhlak bagi umatnya “li utammima makarim al-akhlak“. Pentingnya integrasi pendidikan nilai tersebut menjadi satu kerangka normatif dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagaimana diungkapkan Ali Asraf (1875) bahwa tujuan pendidikan Islam: Pertama, mengambangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam dan mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konteks kehidupan modern. Kedua, membekali anak didik dengan berbagai kemampuan pengetahuan dan kebajikan, baik pengetahuan praktis, kesejahteraan, lingkungan sosial, dan pembangunan nasional. Ketiga, mengembangkan kemampuan pada diri anak didik untuk menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan dan peradaban Islam di atas semua kebudayaan lain. Keempat, memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif, sehingga kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah. Kelima, membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan konsep-konsep pengetahuan yang dituntut. Keenam, mengembangkan, menghaluskan, dan memperdalam komunikasi dalam bahas tulis dan bahasa latin (asing). kemampuan Metode Penelitian Data yang hendak dikumpulkan adalah tentang pemahaman agama dan keagamaan mahasiswa dikaitkan dengan perilaku yang kurang relevan dengan aturan agama di kampus. Dari ungkapan konsep tersebut, jelas bahwa yang dikehendaki adalah informasi dalam bentuk deskripsi. Karena itu, penelitian ini lebih mempunyai perspektif emik, artinya data yang dikumpulkan diupayakan untuk dideskripsikan berdasarkan ungkapan, bahasa, cara berpikir, pandangan subjek penelitian, sehingga apa yang menjadi peritimbangan dibalik pemikiran mereka dapat diungkapkan. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui kasus terhadap siswa SMA ,teknik wawancara mendalam, observasi, questioner, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif anlitis, melalui proses induksiinterpretasi-konseptualisasi, baik saat di lapangan maupun di luar lapangan. Sedangkan penarikan kesimpulan dilakukan bersamaan dengan analisis data, setelah dilakukan proses reduksi data. Hasil Penelitian Setelah melalui serangkaian kegiatan pengmpulan data, pencatatan, dan analisis, diperoleh temuan menarik bahwa: Siswa bukannya tidak mengetahui dan memahami tentang fungsi agama bagi kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan sesama manusia (hablumminannas) maupun dengan Allah SWT. (hablumminallah). Dengan agama hidup menjadi teratur, damai, sejahtera, aman, nyaman, saling menghargai satu sama lain, kebersamaan, tolong menolong, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan makhluk ciptaan Allah, agama mengatur segalanya, bahkan sampai dengan hubungan manusia dengan binatang pun dapat diatur oleh agama (Islam). Siswa seakan mengetahui dan menjelaskan bahwa agama menjadi landasan (pondasi) dalam menjalankan hidup dan kehidupan untuk kesejahteraan di dunia dan keselamatan di akhirat. Ibarat sebuah bangunan, apabila pondasinya kuat akan membuat seluruh bangunan itu menjadi kokoh, tidak mudah roboh tertimpa oleh badai yang menghantamnya. Akan tetapi hanya sebatas pada pengetahuan yang berhenti di dalam otak, belum sampai pada hati dan perasaan mereka. Maka apa yang dijelaskan olehnya hanyalah merupakan pelajaran yang diterima dari guru sebelumnya baik di lembaga formal maupun non formal. Maka menurut salah satu guru yakni wakil kepala sekolah Sman 5 Garut Drs. Hambio mengatakan:“proses pendidikan agama yang dilakukan oleh para guru masih masuk dan berhenti pada akal pikiran saja, belum sampai masuk ke dalam perasaan. Dampak yang ditimbulkan anak-anak mampu menghafalkan teori-teori agama, tetapi belum mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya atau belum bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari masih memikirkan keegoisan mereka dan masih mudah terpengaruh oleh faktor lingkungan, kerabat yang dekat, serta pergaulan bebas. Seharusnya semua guru bisa menyempatkan waktu mereka ketika belajar untuk memberikan arahan dan bimbingan tentang nilai –nilai agama agar terhadap seluruh siswa sman 5 Garut sehingga memberikan lulusan yang terbaik.”. Menurut H. Mas’oed Abidin mengatakan “Sudah lama kita mendengar ungkapan, “jadilah kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya, atau belajar (muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an). Dan, jangan menjadi kelompok keempat, yang tidak memiliki aktifitias keilmuan sama sekali. Yakni, tidak mengajar, tidak pula belajar, serta enggan untuk mendengar”. Kesan guru agama terhadap perilaku mahasiswa tentang mata pelajaran agama, seakan-akan meremehkan dan sesuatu yang tidak penting untuk diikuti dan dipahami lebih mendalam, karena merasa sudah biasa dipelajari, didengar, dilakukan pada pendidikan sebelumnya. Maka walaupun mereka sudah duduk di bangku sma yang semestinya daya nalar mereka lebih matang dibandingkan dengan sebelumnya sulit untuk direalisasikan. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan temuan diatas dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa baik ditinjau dari beberapa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi Siswa terhadap pemahaman nilai nilai agama adalah adanya faktor lingkungan,keluarga,sekolah,kerabat,pergaulan,serta keinginan yang timbul dari diri sendiri itu sangat berdampak buruk terhadap pemahaman seluruh siswa terhadap nilai-nilai agama lalu sekolah hanya menuntut kepada guru agama saja untuk memberikan pemahaman terhadap nilai-nilai agama padahal akan lebih efektif jika sekolah memberikan perintah kepada guru-guru agar disetiap jam belajar sambil memberikan motivasi, Adanya integritas dan fungsi keluarga sangat diperlukan untuk membantu para siswa agar lebih memahami tentang nilai-nilai agama yang diberikan, serta perhatian yang membahas tentang niali-nilai agama dengan diadakannya watu untuk pemberian pemahaman agar nlai nilai agama yang diberikan dapat ditangkap dan dipahamasi serta dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal diatas, khususnya kepada siswa dan sekolah Sman 5 Garut agar lebih memahami dan memikirkan bagaimana pentingnya sebuah nilai-nilai agama untuk kehidupan. Kegagalan dalam belajar akademik akan sangat berpengaruh terhadap pandangan sekolah , masa depan siswa, serta keluarga siswa tersebut bahkan dapat menyebar dn memberikan dampak yang negatif bagi seluruh siswa SMA di seluruh Indonesia. Peningkatan tingkat efikasi diri dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kompetensi siswa. Siswa tersebut dapat mengikuti kegiatan pengajian, mendengarkan ceeramah, serta berpikir kritis terhadap segala hal yang menunjang agar masa depan lebih cerah. Sedangkan kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian ulang menggunakan sampel dan kasus yang lebih banyak dan lebih bervariatif atau menindaklanjutipenelitian ini guna menemukan program atau model penelitian yang dianggap lebih fleksibel untuk mengatasi permasalahan terhadap nilai-nilai agama dalam diri seorang siswa. Daftar Pustaka Rachman, Shaleh. 2008, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, , Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa Franz Magnis, Suseno.1975. Etika Umum, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius. Hasyim, Umar . 2006, Cara Mendidik Anak Dalam Islam, Surabaya: Bina Ilmu. Muhaimin, 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi , Jakarta: Grafindo Persada. Rusyan Tabrani,1989, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar ,Bandung: Remaja Karya. Suhana, Yayat.2001, Buku Panduan Sman 5 Garut, Garut: Cv Media Pustaka.