Efek Limbah Industri Yang Dihasilkan

advertisement
Di susun Oleh :
Kelompok 3
1. Adam Wisnu W.
2. Della Septa A.P
3. Dian Nurlaili A.
4. Heny Woro A.
5. Intan Nugrohowati
Kelas XI KA1
(03)
(18)
(20)
(35)
(36)
SMK NEGERI 5 SURABAYA
TAHUN AJARAN 2008/2009
Efek Limbah Industri Yang Dihasilkan
 Efek Negatif
Limbah yang dihasilkan dalam pengolahan buah sawit berupa : tandan
buah kosong, serat buah perasan, lumpur sawit (solid decanter), cangkang
sawit, dan bungkil sawit. Limbah sawit yang dihasilkan pabrik pengolahan
sawit yang cukup besar tersebut akan menjadi masalah besar yang dapat
merupakan ancaman pencemaran lingkungan, apabila tidak dikelola dengan
baik.
1. Tandan kosong
Tandan kosong merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan oleh
pabrik pengolahan sawit. Bahan ini mempunyai kandungan protein 3,7%,,
teksturnya keras seperd kayu.
2. Serat perasan buah
Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti
benang. Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar
36% (lignin 26%)
3. Lumpur sawit
Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah
cairan yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan.
Limbah ini mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu.
‘biochemical oxygen demand’ (BOD) sekitar 20.000-60.000 mg/l (Wenten,
2004). Pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan
menggunakan suatu alat decanter, yang menghasilkan solid ‘decanter atau
lumpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan
kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11,14% dan lemak kasar 10,14%.
Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini mudah busuk.
Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari, bahan ini
terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila
dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan
keras.
4. Solid membran
Limbah cairan yang dikeluarkan setelah pengutipan lumpur sawit,
masih mengandung bahan padatan yang cukup banyak. Oleh karena, itu,
bahan ini merupakan sumber kontaminan bagi lingkungan bila tidak dikelola
dengan baik. Suatu metoda baru untuk memisahkan padatan dan cahun~
dengan menggunakan alat penyaring membran keramik sedang
dikembangkan di P.T. Agricinal-Bengkulu. Aplikasi teknik ini dapat
mengutip padatan dengan jumlah sekitar dua kali lipat lebih banyak dari
padatan yang dikutip oleh decanter. Bahan ini disebut ’solid heavy phase’
atau ’solid membran’, berbentuk pasta dengan kadar air sekitar 90%, dan
berwarna. kecoklatan. Bahan yang sudah dikeringkan mengandung protein
kasar sekitar 9 %, serat kasar 16% dan lemak kasar 15%
5. Bungkil inti sawit
Bungkil inti sawit mempakan hasil samping dari pemerasan daging
buah inti sawit. Proses mekanik yang dilakukan dalam proses pengambilan
minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal relatif cukup banyak
(sekitar 7-9 %). Hal ini menyebabkan bungIdl inti sawit cepat tengik akibat
ksidasi lemak yang masih tertinggal. Kandungan protein baban ini cukup
tinggi, yaitu sekitar 12,16%, dengan kandungan serat kasar yang cukup
tinggi (36%). Bungkil inti sawit biasanya terkontaminasi dengan pecahan
cangkang sawit dengan jumlah sekitarl5,17%. Pecahan cangkang ini
mempunyai tekstur yang sangat keras dan tajam.
 Efek Positif
Limbah hasil industri kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan menjadi:
1. Pakan ternak sapi
2. Biogas
 Pakan Ternak Sapi
Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai
pakan ternak, seperti bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah
kosong, dan solid
Solid merupakan salah satu limbah padat dari hasil pengolahan
minyak sawit kasar. Limbah ini dikenal sebagai lumpur sawit, namun solid
biasanya sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah
padat.
Sejauh ini solid masih belum dimanfaatkan oleh pihak pabrik, tetapi
hanya dibuang begitu saja sehingga dapat mencemari lingkungan. Pihak
pabrik memerlukan dana yang relative besar untuk membuang limbah
tersebut, yaitu dengan membuatkan lubang besar. Tentunya akan sangat
menguntungkan bagi pihak pabrik apabila solid dapat
dimanfaatkan secara luas, antara lain sebagai pakan ternak. Kelemahan solid
untuk pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini karena solid masih
mengandung 1,50% CPO
sehingga akan mudah menjadi tengik bila dibiarkan di tempat terbuka serta
mudah ditumbuhi kapang yang berwarna keputihan. Namun dari hasil
pemeriksaan di laboratorium, kapang tersebut tidak bersifat patogen. Solid
dapat tahan lama apabila disimpan dalam tempat tertutup, misalnya dalam
kantong plastik hitam.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa solid berpotensi
sebagai sumber nutrisi baru untuk ternak dengan kandungan bahan kering
81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar 7,12%,
kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g . Pada uji
preferensi terhadap 25 ekor sapi Madura, solid pada akhirnya sangat disukai,
namun perlu waktu adaptasi 4−5 hari. Pemanfaatan solid sebagai pakan
ternak diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan pakan
terutama pada musim kemarau, serta meningkatkan produktivitas ternak.
Solid sangat berpotensi sebagai sumber pakan lokal mengingat
kandungan nutrisinya cukup memadai, jumlahnya melimpah, kontinuitas
terjamin, terpusat pada satu
tempat, murah karena dapat diminta secara cuma-cuma, dan tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia.
Pemberian solid mampu meningkatkan pertambahan bobot badan
ternak secara nyata dibandingkan yang tidak diberi solid. Pemberian solid
segar secara terbatas pada sapi Madura jantan selama 3 bulan pemeliharaan
rata-rata memberikan PBBH ternak
450 g/ekor/hari. Umumnya peternak memberikan solid secara, sekitar
10−15 kg sekali pemberian karena ternak sangat menyukainya.
Gambar. Pemberian solid dalam bentuk segar secara pada sapi.
 Biogas
PRODUKSI BIOGAS MELALUI PROSES DIGESER ANAEROB

LIMBAH CAIR PMKS
Metode pengolahan limbah dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan
biologi. Pengolahan limbah secara kimia dilakukan dengan proses koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, dan flotasi. Proses kimia sering kurang efektif karena
pembelian bahan kimianya yang cukup tinggi dan menghasilkan sludge
dengan volume yang cukup besar. Sedangkan pengolahan limbah secara
biologis dapat dilakukan dengan proses aerob dan anaerob.
Secara konvensional pengolahan limbah cair PMKS dilakukan secara
biologis dengan menggunakan kolam, yaitu limbah cair diproses dalam
kolam aerobik dan anerobik dengan memanfaatkan mikrobia sebagai
perombak BOD dan menetralisir keasaman cairan limbah.
Pengolahan limbah cair PMKS secara konvesional banyak dilakukan
oleh pabrik karena teknik tersebut cukup sederhana dan biayanya lebih
murah. Pengolahan limbah cair PMKS dengan menggunakan digester
anaerob dilakukan dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam
anaerobik pada sistem konvensional kedalam tangki digester. Tangki
digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan
pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic (Naibaho, 1996). Kedua
bakteri ini termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan
menghasilkan gas methana.
Fermentasi anaerobik dalam proses perombakan bahan organik yang
dilakukan oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat
dalam satu tangki digester (reaktor tertutup) pada suhu 35-55 0C.
Metabolisme anaerobik selulose melibatkan banyak reaksi kompleks dan
prosesnya lebih sulit daripada reaksi-reaksi anaerobik bahan-bahan organik
lain seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Bidegradasi tersebut melalui
beberapa tahapan yaitu proses hidrolisis, proses asidogenesis, proses
asetogenesis, dan proses methanogenesis. Proses hidrolisis berupa proses
dekomposisi biomassa kompleks menjadi gkukosa sederhana memakia
enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis. Hasilnya
biomassa menjadi dapat larut dalam air dan mempunyai bentuk yang lebih
sederhana. Proses asidogenesis merupakan proses perombakan monomer
dan oligomer menjadi asam asetat, CO2, dan asam lemak rantai pendek,
serta alkohol. Proses asidogenesis atau fase non methanogenesis
menghasilkan asam asetat, CO2, dan H2. Sementara proses methanogensesis
merupakan perubahan senyawa-senyawa menjadi gas methan yang
dilakukan oleh bakteri methanogenik. Salah satu bakteri methanogeneik
yang populer dalam Methanobachillus omelianskii.
Proses biokonversi methanogenik merupakan proses biologis yang
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun
abiotik. Faktor biotik meliputi mikroba dan jasad aktif. Faktor jenis dan
konsentrasi inokulum sangat berperan dalam proses perombakan dan
produksi biogas. Hasil penelitian Mahajoeno, dkk (2008) mengungkapkan
inokulum LKLM II-20% (b/v) dengan substrat 15 L, diperoleh produksi
biogas paling baik dibandingkan konsentrasi lainnya dimana produksi
biogasnya mencapai 121 liter.
Sedangkan faktor abiotik meliputi pengadukan (agitasi), suhu, tingkat
keasaman (pH), kadar substrat, kadar air, rasio C/N, dan kadar P dalam
substrat, serta kehadiran bahan toksik (Mahajoeno, dkk, 2008). Diantara
faktor abiotik di atas, faktor pengendali utama produksi biogas adalah suhu,
pH, dan senyawa beracun.
Kehidupan mikroba dalam cairan memerlukan kedaaan lingkungan
yang cocok antara lain pH, suhu, dan nutrisi. Derajat keasaman pada
mikroba yaitu antara pH 5-9. Oleh karena itu limbah cair PMKS yang
bersifat asam (pH 4-5) merupakan media yang tidak cocok untuk
pertumbuhan bakteri, maka untuk mengaktifkan bakteri cairan limbah
PMKS tersebut harus dinetralisasi. Penambahan bahan penetral pH dapat
meningkatkan produksi biogas. Namun keasamannya dibatasi agar tidak
melebihi pH 9, karena pada pH 5 dan pH 9 dapat menyebabkan
terganggunya enzim bakteri (enzim teridir dari protein yang dapat
mengkoagulasi pada pH tertentu). Peningkatan pH optimum akan memacu
proses pembusukan sehingga meningkatkan efektifitas bakteri methanogenik
dan dapat meningkatkan produksi biogas. Mahajoeno, dkk (2008)
menyatakan menunjukkan bahwa pH substrat awal 7 memberikan
peningkatan laju produksi biogas lebih baik dibandingkan dengan perlakuan
pH yang lain.
Peningkatan suhu juga dapat meningkatkan laju produksi biogas.
Mikroba menghendaki suhu cairan sesuai dengan jenis mikroba yang
dikembangkan. Berdasarkan sifat adaptasi bakteri terhadap suhu dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian (Naibaho, 1996) yaitu :
a.
Phsycrophill, yaitu bakteri yang dapat hidup aktif pada suhu rendah
yaitu 10 0C, bakteri ini ditemukan pada daerah-daerah sub tropis.
b. Mesophill, yaitu bakteri yang hidup pada suhu 10-50 0C dan
merupakan jenis bakteri yang paling banyak dijumpai pada daerah tropis.
c.
Thermophill, yaitu bakteri yang tahan panas pada suhu 50-80 0C.
bakteri ini banyak dijumpai pada tambang minyakyang berasal dari perut
bumi.
Perombakan limbah dapat berjalan lebih cepat pada penggunaan
bakteri thermophill. Suhu yang tinggi dapat memacu perombakan secara
kimiawi, perombakan yang cepat akan dimanfaatkan oleh bakteri
metahonogenik untuk menghasilkan gas methan, sehingga dapat produksi
biogas. Peningkatan suhu sebesar 40 0C dapat menghasilkan 68,5 liter
biogas (Mahajoeno, dkk, 2008).
Limbah cair mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan mineral
yang dibutuhkan oleh mikroba. Komposisi limbah perlu diperbaiki dengan
penambahan nutrisi seperti untur P dan N yang diberkan dalam bentuk
pupuk TSP dan urea. Jumlah kandungan bahan makanan dalam limbah harus
dipertahankan agar bakteri tetap berkembang dengan baik. Jumlah lemak
yang terdapat dalam limbah akan mempengaruhi aktifitas perombak limbah
karbohidrat dan protein. Selain kontinuitas makanan juga kontak antara
makanan dan bakteri perlu berlangsung dengan baik yang dapat dicapai
dengan melakukan agitasi (pengadukan). agitasi juga berpengaruh terhadap
produksi biogas. Pemberian agitasi berpengaruh lebih baik dibandingkan
tanpa agitasi dalam peningkatan laju produksi gas. Dengan agitasi substrat
akan menjadi homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan
merata, sehingga proses perombakan akan lebih efektif. Agitasi
dimaksudkan agar kontak antara limbah cair PMKS dan bakteri perombak
lebih baik dan menghindari padatan terbang atau mengendap. Agitasi pada
100 rpm dapat meningkatkan produksi biogas.
Reaksi perombakan anaerobik tidak menginginkan kehadiran oksigen,
karena oksigen akan menonaktifkan bakteri. Kehadiran oksigen pada limbah
cair dapat berupa kontak limbah dengan udara. Kedalaman reaktor akan
mempengaruhi reaksi perombakan. Semakin dalam reaktor akan semakin
baik hasil perombakan.
Kehadiran bahan toksik juga menghambat proses produksi biogas.
Kehadiran bahan toksik ini akan menghambat aktifitas mikroorganisme
untuk melakukan perombakan. Maka untuk memperoleh produksi biogas
yang baik, kehadiran bahan toksik harus dicegah.
Hasil produksi biogas juga ditentukan oleh faktor waktu fermentasi.
Hal ini disebabkan untuk melakukan perombakan anaerob terdiri atas 4
(empat) tahapan. Untuk itu setiap proses membutuhkan waktu yang cukup.
Pengaruh waktu fermentasi memberikan hasil yang berbeda pada produksi
biogas. Semakin lama proses fermentasi, maka akan semakin tinggi produksi
biogas.
Ahmad (2003) menyatakan parameter kinetik merupakan dasar
penting dalam desain bioreaktor terutama konstanta laju pertumbuhan
mikroba maksimum dan menetukan waktu tinggal biomassa minimum.
Parameter kinetik biodegradasi anerob limbah cair PMKS optimum
diperoleh pada konstanta setengah jenuh (Ks) 1,06 g/L, laju pertumbuhan
spesifik maksimum (µm) 0,187 / hari, perolan biomassa (Y) 0,395
gVSS/gCOD, konstanta laju kematian mikroorganisme (Kd) 0,027 / hari,
dan konstanta pemanfaatan substat maksimum (k) 0,474 / hari.
Potensi biogas yang dihasilkan dari 600-700 kg limbah cair PMKS
dapat diproduksi sekitar 20 m3 biogas (Goenadi, 2006) dan setiap m3 gas
methan dapat diubah menjadi energi sebesar 4.700 – 6.000 kkal atau 20-24
MJ (Isroi, 2008). Sebuah PMKS dengan kapasitas 30 ton TBS/jam dapat
menghasilkan tenaga biogas untuk energi setara 237 KwH (Naibaho, 1996).
Selain menghasilkan biogas, pengolahan limbah cair dengan proses
digester anaerobik dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan memberi
keuntungan berupa penurunan jumlah padatan organik, jumlah mikroba
pembusuk yang tida diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah.
Disamping itu juga membantu peningkatan kualitas pupuk dari sludge yang
dihasilkan, karena sludge yang dihasilkan berbeda dari sludge limbah cair
PMKS biasa yang dilakukan melalui proses konvesional (Tobing, 1997).
Kelebihan tersebut adalah :
a.
Penurunan kadar BOD bisa mencapai 80-90 %.
b. Baunya berkurang sehingga toidak disukai lalat.
c.
Berwarna coklat kehitam-hitaman.
d. Kualitas sludge sebagai pupuk lebih baik, yaitu
1). Memperbaiki struktur fisik tanah,
2). Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban,
3). Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar,
4). Meningkatkan kandungan organik tanah, pH, dan kapasitas tukar
kation tanah, dan
5). Meningkatkan populasi mkroflora dan mkrofauna tanah maupun
aktivitasnya.
CARA PENANGANAN LIMBAH MINYAK
KELAPA SAWIT.
Dengan cara meningkatkan standart mutu minyak kelapa sawit.
Standart Mutu Minyak Kelapa Sawit
Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti,
pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati
lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai
sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan
dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran.
Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu
internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam
tembaga peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak
kelapa sawit yang
digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masingmasing
berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek
higienisnya
harus lebih Diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat
ditentukan oleh
banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk
pohonnya,
penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan
pengangkutan.
Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit
tersebut,
didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini :
a) Crude Palm Oil
b) Crude Palm Stearin
c) RBD Palm Oil
d) RBD Olein
e) RBD Stearin
f) Palm Kernel Oil
g) Palm Kernel Fatty Acid
h) Palm Kernel
i) Palm Kernel Expeller (PKE)
j) Palm Cooking Oil
k) Refined Palm Oil (RPO)
l) Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
m) Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
n) Palm Kernel Pellet
o) Palm Kernel Shell Charcoal
Syarat mutu inti kelapa sawit adalah sebagai berikut:
a) Kadar minyak minimum (%): 48; cara pengujian SP-SMP-13-1975
b) Kadar air maksimum (%):8,5 ; cara pengujian SP-SMP-7-1975
c) Kontaminasi maksimum (%):4,0; cara pengujian SP-SMP-31-19975
d) Kadar inti pecah maksimum (%):15; cara pengujian SP-SMP-31-1975
KESIMPULAN
Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis,
karena berhubungan dengan sektor pertanian (agro-based industry) yang
banyak berkembang di negara‐negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan
Thailand. Hasil industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng
saja, tetapi juga bisa digunakan sebagai bahan
dasar industri lainnya seperti industri makanan, kosmetika dan industri
sabun. Prospek perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini sangat
pesat, dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring
meningkatnya kebutuhan masyarakat.
Dengan besarnya produksi yang mampu dihasilkan, tentunya hal ini
berdampak positif bagi perekenomian Indonesia, baik dari segi
kontribusinya terhadap pendapatan negara, maupun besarnya tenaga kerja
yang terserap di sektor. Sektor ini juga mampu meningkatkan taraf hidup
masyarakat di sekitar perkebunan sawit, di mana presentase penduduk
miskin di areal ini jauh lebih rendah dari angka penduduk miskin nasional
sebesar. Boleh dibilang, industri minyak kelapa sawit ini dapat diharapkan
menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
Download