APLIKASI KOTORAN SAPI SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) APPLICATION OF COW MANURE AS AN ORGANIC FERTILIZER TO ENHANCE OIL PALM (Elaeis guineensis) SEEDLINGS GROWTH Fandi Hidayat, Suroso Rahutomo dan Edy Sigit Sutarta Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjen Katamso No. 51, Kampung Baru, Medan 20158, Email : [email protected], [email protected], [email protected] ABSTRAK Ketersediaan top soil yang semakin terbatas sebagai media tanam pembibitan kelapa sawit akhir-akhir ini menyebabkan pekebun untuk menggunakan media tanam sub soil. Sub soil umumnya memiliki berbagai faktor pembatas untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit. Kotoran sapi dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah yang berperan dalam memperbaiki kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi kotoran sapi terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAK faktorial 4x5 dengan faktor pertama berupa takaran kotoran sapi (0,0; 2,5; 5,0; dan 7,5%) dan faktor kedua berupa dosis pupuk standar (0; 25; 50; 75; dan 100%) dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit kelapa sawit optimal diperoleh pada aplikasi 5% kotoran sapi yang dikombinasi dengan 100% pupuk standar. Kata kunci : bahan pembenah tanah, pertumbuhan bibit kelapa sawit, kotoran sapi, sub soil ABSTRACT Recently, limited top soil for oil palm seedlings is forcing planters to substitute top soil with sub soil which have various limiting factors for the oil palm seedlings growth. Cow manure can be used as a soil conditioner for improving the physical, chemical, and biological soil conditions. This research was conducted to determine the effect of cow manure application on the growth of oil palm seedlings. The study was arranged in RCBD factorial at 4x5 with 3 replicates. The first factor is the concentration of cow manure (0.0; 2.5; 5.0; and 7.5%), while the second factor is the concentration of standard fertilizers (0; 25; 50; 75; and 100%). The results revealed that the application of 5% cow manure with 100% standard fertilizer resulted in the highest oil palm seedlings growth. Keywords : soil ameliorant, oil palm seedlings growth, cow dung, sub soil 1 PENDAHULUAN Produktivitas tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang optimum tidak terlepas dari kualitas bibit yang digunakan. Dalam rangka memperoleh bibit kelapa sawit yang berkualitas maka seluruh prosedur pembibitan harus dipatuhi termasuk tanah yang digunakan sebagai media tanam. Selama ini media tanam yang dianjurkan untuk pembibitan kelapa sawit adalah top soil. Ketersediaan top soil yang semakin terbatas menjadikan para pekebun mencari alternatif lain dengan menggunakan media tanam sub soil yang pada umumnya bersifat masam. Kemasaman tanah tersebut menjadi pembatas pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Aluminium merupakan salah satu penyebab kemasaman tanah. Kandungan aluminium yang tinggi (bersifat toksik) menghambat perkembangan akar serta penyerapan hara dan air oleh tanaman (Tang et al., 2003) Kandungan hara yang rendah sebagai akibat dari rendahnya pH tanah dapat juga menjadi pembatas pertumbuhan bibit kelapa sawit. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keragaan bibit kelapa sawit antara lain melalui aplikasi bahan organik pada media tanah seperti tandan kosong kelapa sawit. Upaya perbaikan kondisi tanah masam untuk beberapa komoditas tanaman adalah dengan aplikasi pupuk kandang yang memiliki kandungan bahan organik tinggi untuk meningkatkan struktur tanah (agregasi tanah) sehingga meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air dan berbagai hara, serta meningkatkan keragaman mikroorganisme dalam tanah yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Ilori et al., 2012; Dariah, 2007; Sutarta et al., 2003). Oleh karena manfaatnya yang cukup besar dan ketersediaannya yang banyak, pupuk kandang dapat dijadikan sebagai alternatif bahan organik. Berbagai penelitian penggunaan pupuk kandang sebagai sumber bahan organik telah banyak dilakukan. Setiawan (2009) melaporkan bahwa aplikasi bahan organik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sawi, padi sawah (Sirappa dan Razak, 2007), jagung manis (Sastro dan Lestari, 2011), kelapa (Bernhard, 2008) dan kakao (Lestari et al., 2007). Berdasarkan hasil analisa laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit, kotoran sapi sangat penting karena mengandung unsur hara antara lain N (1,01%), P2O5 (0,13%), K2O (0,33%), MgO (0,20%), dan Zn (0,90%). Melihat potensi yang besar tersebut, aplikasi penggunaan kotoran sapi di perkebunan kelapa sawit perlu 2 ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi kotoran sapi sebagai pupuk organik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada pembibitan kelapa sawit utama (main nursery) kebun percobaan Bukit Sentang, Langkat, Sumatera Utara pada bulan Mei 2011 hingga Mei 2012. Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial 4 x 5 dengan acak kelompok (RAK). Faktor pertama adalah takaran kotoran sapi yang terdiri dari 4 aras yaitu 0,0; 2,5; 5,0; dan 7,5%, sedangkan faktor kedua berupa dosis pupuk standar yang terdiri dari 5 aras yaitu 0; 25; 50; 75; dan 100%. Dari kedua faktor tersebut diperoleh 20 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap ulangan terdiri dari 3 bibit kelapa sawit. Takaran kotoran sapi dihitung berdasarkan volume tanah dalam polibag (20 kg/polibag) dikali dengan konsentrasi kotoran sapi yang diberikan (%). Aplikasi kotoran sapi dilakukan pada awal percobaan (7 hari sebelum transplanting) dengan cara dicampur pada media tanah. Setelah diinkubasi selama 7 hari selanjutnya dilakukan transplanting. Aplikasi pupuk standar adalah dengan pupuk tunggal urea, KCl, SP-36, dan Kieserit dengan dosis dihitung berdasarkan dosis pupuk majemuk NPKMg 15-15-6-4 dan 12-12-17-2 dengan waktu aplikasi sesuai prosedur standar pembibitan kelapa sawit. Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman 2 kali sehari pada pagi dan sore hari, serta penyiangan gulma secara manual dan pengendalian hama penyakit secara kimia (Corley dan Tinker, 2003). Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi tanaman, diameter bonggol, dan pertambahan jumlah daun) dan berat kering total bibit pada saat bibit berumur 9 bulan. Sampel bibit diambil sebagian (sekitar 50% dari sampel) untuk ditimbang berat keringnya dengan terlebih dahulu dioven pada suhu 70oC selama 2 hari. Data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis statistik dengan one way Annova untuk mengetahui interaksi antara kedua faktor perlakuan, kemudian diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% untuk melihat perlakuan yang berbeda nyata. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, diameter bonggol, dan jumlah daun) dan berat kering total bibit kelapa sawit disajikan pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan takaran kotoran sapi dan dosis pupuk standar terhadap semua parameter yaitu tinggi tanaman, diameter bonggol, jumlah daun, dan berat kering total bibit kelapa sawit (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh perlakuan dosis kotoran sapi terhadap tinggi, diameter bonggol, jumlah daun, dan berat kering total bibit kelapa sawit Kotoran sapi (%) Dosis pupuk standar (%) 0 25 0,0 50 75 100 0 25 2,5 50 75 100 0 25 5,0 50 75 100 0 25 7,5 50 75 100 Interaksi kotoran sapi vs pupuk standar Tinggi tanaman (cm) 52,98 g 117,20 d 136,01 ab 123,22 abcd 136,38 ab 85,64 ef 130,21 abcd 121,48 bcd 133,39 abcd 131,87 abcd 79,43 f 122,48 bcd 125,42 abcd 132,16 abcd 139,08 a 95,33 e 118,79 cd 124,60 abcd 127,49 abcd 130,41 abcd Diameter bonggol (cm) 3,99 e 7,01 b 7,78 ab 7,38 ab 7,62 ab 4,63 de 7,54 ab 7,50 ab 7,68 ab 7,58 ab 5,09 d 7,49 ab 7,68 ab 8,03 a 8,04 a 6,01 c 6,01 c 7,55 ab 8,01 a 8,11 a * * Jumlah daun 15,99 j 20,13 cdefg 20,34 bcdefg 21,67 abc 20,00 efg 17,00 ij 19,44 fg 19,90 efg 20,22 cdefg 21,11 acde 17,78 hi 21,56 abcd 20,10 defg 21,22 abcde 20,79 abcdef 19,00 gh 21,33 abcde 20,34 bcdefg 21,89 ab 22,00 a * Berat kering total (g) 87,39 d 477,12 abc 547,53 ab 508,29 abc 558,09 ab 99,27 d 537,90 abc 462,03 abc 609,26 a 533,06 ab 158,99 cd 488,32 ab 563,06 ab 570,25 a 628,63 a 226,94 bcd 389,16 abcd 520,59 ab 556,99 ab 542,73 ab * Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf superskrip pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05); *: terdapat interaksi antara 2 kombinasi perlakuan pada taraf 5%. Tinggi bibit kelapa sawit Kombinasi perlakuan antara aplikasi kotoran sapi dengan pemupukan standar memberikan pengaruh terhadap peningkatan tinggi bibit kelapa sawit dibandingkan kontrol maupun standar. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1 dimana perlakuan aplikasi kotoran sapi dengan takaran 5% yang dikombinasikan dengan 100% pemupukan standar memiliki nilai tinggi tanaman lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (tanpa kotoran sapi dan pupuk standar). Hal ini disebabkan karena dengan takaran 5% kotoran sapi, kandungan N telah memadai untuk bibit kelapa 4 sawit. Goenadi et al (1993) melaporkan bahwa di dalam kotoran sapi terkandung unsur N dalam jumlah yang cukup banyak dan partikel organik lainnya yang bermanfaat bagi tanaman. Dengan ketersediaan N yang cukup tersebut, maka laju pertumbuhan tanaman pun tinggi. Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi pupuk standar (25; 50; 75; dan 100%) dengan takaran kotoran sapi (0,0; 2,5; 5,0; dan 7,5%) tidak berbeda nyata. Diameter bonggol bibit kelapa sawit Hasil pengamatan diameter bonggol menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara aplikasi kotoran sapi pada berbagai takaran dengan pemupukan standar pada berbagai dosis terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit (Tabel 1). Perlakuan pemupukan standar pada berbagai dosis dan penambahan kotoran sapi menghasilkan diamater bonggol yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa aplikasi pupuk maupun tanpa penambahan kotoran sapi. Hal ini berarti bahwa aplikasi kotoran sapi dapat meningkatkan diameter bonggol bibit kelapa sawit melalui perannya dalam memperbaiki kondisi fisika tanah dan kimia tanah di samping aplikasi pupuk standar (Roe dan Cornforth, 2000; Arisha et al., 2003). Diameter bonggol tertinggi terdapat pada perlakuan aplikasi kotoran sapi sebesar 7,5% dikombinasikan dengan 100% pupuk standar, berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 2,5% kotoran sapi tanpa pupuk standar, dan 5% kotoran sapi tanpa pupuk standar. Aplikasi pupuk standar sangat penting bagi bibit kelapa sawit sebagai sumber hara yang segera tersedia. Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa perlakuan 2,5% kotoran sapi tanpa pupuk standar, 5% kotoran sapi tanpa pupuk standar, dan 7,5% kotoran sapi tanpa aplikasi pupuk berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Pada kakao, Lestari et al. (2007) melaporkan bahwa aplikasi pupuk organik menghasilkan diameter bibit tanaman kakao yang tidak berbeda nyata dengan tanpa pupuk organik. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap diameter bonggol adalah ketersediaan unsur P yang mencukupi. Besarnya diameter bonggol pada perlakuan aplikasi kotoran sapi dikombinasikan dengan pupuk standar diduga disebabkan oleh kandungan unsur P yang mencukupi bagi bibit kelapa sawit. Aplikasi kotoran sapi memungkinkan bakteri dan beberapa partikel organik megoptimalkan penyerapan 5 hara oleh tanaman melalui mekanisme reduksi nitrat, pelarut fosfat, dan senyawa pemacu tumbuh lainnya. Selain itu, kotoran sapi juga mengandung beberapa bakteri diantaranya Bacillus sp. yang berpotensi melarutkan kadar P dalam tanah menjadi bahan aktif tersedia bagi tanaman. Mekanisme penyerapannya melalui sintesa organik yang dapat melepaskan ikatan mineral P melalui sistem pengkhelatan dan fosfatase (Santi et al., 2000). Jumlah daun bibit kelapa sawit Hasil pengamatan terhadap jumlah daun menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara aplikasi kotoran sapi dan pemupukan standar (Tabel 1). Pada Tabel 1 terlihat bahwa perlakuan 7,5% kotoran sapi dan 100% pemupukan standar memiliki jumlah daun tertinggi berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan standar (P < 0,05). Hal ini berarti bahwa aplikasi pupuk standar maupun kotoran sapi memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah daun bibit kelapa sawit. Perlakuan 7,5% kotoran sapi dan 100% pemupukan standar memiliki jumlah daun lebih tinggi dari kontrol dan 10% lebih tinggi dibandingkan 100% pemupukan standar. Pengaruh kotoran sapi terhadap penambahan jumlah daun disebabkan karena selain mengandung unsur N dan P, kotoran sapi juga mengandung unsur K yang mencukupi. Hal ini dapat terjadi karena dalam kotoran sapi banyak mengandung bakteri yang bermanfaat dalam peningkatan dan penyerapan unsur K oleh tanaman. Maskar dan Palilu dalam Bernhard (2008) melaporkan bahwa unsur K yang berpengaruh terhadap penambahan jumlah daun, lilit batang, dan tinggi tanaman. Dari ketiga parameter pertumbuhan vegetatif tanaman, perlakuan kontrol memiliki nilai terendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, bibit kelapa sawit membutuhkan media tanah yang mampu memberikan asupan hara yang cukup untuk bibit kelapa sawit. Upaya tersebut dapat dicapai melalui aplikasi bahan pembenah tanah seperti pupuk kandang yang mengandung bahan organik tinggi. Bahan organik tersebut digunakan untuk memperbaiki kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah (Dariah, 2007). Semakin tinggi takaran kotoran sapi yang diaplikasikan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai pada ketiga parameter seiring dengan bertambahnya takaran kotoran sapi tanpa pupuk standar. Namun demikian, pengaruh aplikasi 6 kotoran sapi pada pertumbuhan bibit kelapa sawit menjadi lebih baik apabila dikombinasikan dengan pemupukan standar. Hal tersebut didukung oleh penelitian Setiawan (2009) yang menyatakan bahwa aplikasi pupuk organik pada sawi menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik. Selain itu, Lestari (2009) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik dalam upaya mengurangi jumlah pemakaian pupuk anorganik mampu memberikan pertumbuhan tanaman kakao dan hasil yang tidak berbeda dengan penggunaan pupuk anorganik 100%. Berat kering total bibit kelapa sawit Hasil pengukuran berat kering total bibit kelapa sawit menunjukkan terdapat interaksi antara takaran kotoran sapi dengan dosis pupuk standar. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan 5% kotoran sapi ditambah 100% pupuk standar menghasilkan berat kering tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kandungan bahan organik yang tinggi pada kotoran sapi berperan dalam peningkatan keragaan bibit kelapa sawit di samping adanya pupuk standar sebesar 100%. Asam-asam organik seperti asam humat dan asam fulvat yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik kotoran sapi meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah yang berperan dalam proses metabolisme bibit kelapa sawit (Lestari et al., 2007). Berat kering total kelapa sawit tidak terlepas dari hasil pertumbuhannya. Pertumbuhan organ vegetatif mempengaruhi hasil tanaman seperti berat kering tanaman yang merupakan akumulasi asimilat hasil fotosintesis. Semakin besar pertumbuhan organ vegetatif yang berfungsi sebagai penghasil asimilat (source) dapat meningkatkan pertumbuhan organ pemakai (sink) yang memberikan hasil yang semakin besar pula (Setiawan, 2009; Kastono, 2005). Dari keempat parameter tersebut, aplikasi kotoran sapi sebesar 5% yang dikombinasikan dengan 100% pupuk standar menghasilkan pertumbuhan bibit dan berat kering total yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pupuk standar yang diaplikasikan berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah, sedangkan kotoran sapi berperan positif dalam memperbaiki kondisi fisik (water holding capacity dan porositas tanah) serta sifat kimia tanah (kapasitas tukar kation, pH tanah,dll) (Roe dan Cornforth, 2000; Arisha et al., 2003). Selain itu, kotoran sapi juga berperan untuk meningkatkan keberagaman mikroorganisme dalam tanah yang menghasilkan fitohormon untuk merangsang pertumbuhan 7 tanaman serta membantu dalam penyerapan hara oleh tanaman (Arisha et al., 2003). KESIMPULAN Kotoran sapi berperan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Aplikasi kotoran sapi sebesar 5% dikombinasikan dengan 100% dosis pupuk standar memberikan pertumbuhan bibit yang terbaik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Pusat Penelitian Kelapa Sawit atas dukungan moril dan materi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Dr. Tri Muji Ermayanti atas bimbingannya dalam penulisan karya tulis ilmiah ini dan Karyawan Teknisi Kelti Ilmu Tanah dan Agronomi yang telah memberikan bantuan selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arisha, HME, AA. Gad and SE. Younes. 2003. Response of Some Pepper Cultivars to Organic and Mineral Nitrogen Fertilizer Under Sandy Soil Conditions. Zagazig J. Agric. Res. 30: 1875–1899. Bernhard, MR. 2008. Pengaruh Pupuk Organik Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa. Buletin Palma 34 : 33-41. Corley, R.H.V. and P.B. Tinker. 2003. The Oil Palm (Fourth Edition). Blackwell Science Ltd., Oxford. 562 hal. Dariah, A. 2007. Bahan Pembenah Tanah: Prospek dan Kendala Pemanfaatannya. Tabloid Sinar Tani, 16 Mei 2007. Goenadi, D.H., R.R. Saraswati dan Y. Lestari. 1993. Kemampuan Melarutkan Fosfat dari Beberapa Isolat Bakteri Asal Tanah dan Pupuk Kandang Sapi. Menara Perkebunan 2. Ilori, E.G.U., B.B.S. Ilobu, O. Ederion, A. Imogie, B.O. Imoisi, N. Garuba and M. Ugbah. 2012. Vegetative Growth Performance of Oil Palm (Elaeis guineensis) Seedlings in Response to Inorganic and Organic Fertilizers. Greener Journal of Agricultural Sciences 2(2) : 26-30. 8 Kastono, D. 2005. Tanggapan Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Hitam terhadap Penggunaan Pupuk Organik dan Biopestisida Gulma Siam (Chromolaena odorata). Jurnal Ilmu Pertanian 12(2): 103-116. Lestari, A.P., S. Sarman dan Hanibal. 2007. Substitusi Pupuk Anorganik dengan Kascing pada Pembibitan Kakao (Theobroma cacao L.) di Polybag. Agronomi Pertanian UNJA 1(2): 73-76. Lestari, A.P. 2009. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan melalui Substitusi Pupuk Anorganik dengan Pupuk Organik. Jurnal Agronomi 13(1): 38-44. Roe, EN. and C.G. Cornforth. 2000. Effect of Dairy Lot Scraping and Composted Dairy Manure on Growth, Yield and Profit Potential of Double-Cropped Vegetables. Compost Sci. and Utilization 8: 320–327. Santi, LP., D.H. Goenadi, Siswanto, I. Sailah dan Isroi. 2000. Solubilization on Insoluble Phosphate by Aspergillus niger. Menara Perhutanan 68(2): 37-47. Sastro, Y. and I.P. Lestari. 2011. The Growth and Yield of Sweet Corn Fertilized by Dairy Cattle Effluents Without Chemical Fertilizers in Inceptisols. J. Trop. Soils 16(2): 139-143. Setiawan, E. 2009. Pengaruh Empat Macam Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Sawi (Brassica juncea L.). Embryo 6(1) : 27-34. Sirappa, M.P. dan N. Razak. 2007. Kajian Penggunaan Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. J. Agrivigor 6(3): 219225. Sutarta, E.S., S. Rahutomo dan Winarna. 2003. Perbaikan Ketersediaan Fosfor dalam Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Aplikasi Bahan Pembenah Tanah. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 11(2): 25-34. Tang, C., Z. Rengel, E. Diatloff and C. Gazey. 2003. Responses of Wheat and Barley to Liming on A Sandy Soil with Subsoil Acidity. Field Crops Research 80: 235244. 9