APLIKASI KOTORAN SAPI SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK

advertisement
APLIKASI KOTORAN SAPI SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)
APPLICATION OF COW MANURE AS AN ORGANIC FERTILIZER TO ENHANCE
OIL PALM (Elaeis guineensis) SEEDLINGS GROWTH
Fandi Hidayat, Suroso Rahutomo dan Edy Sigit Sutarta
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjen Katamso No. 51, Kampung Baru, Medan 20158,
Email : [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Ketersediaan top soil yang semakin terbatas sebagai media tanam pembibitan
kelapa sawit akhir-akhir ini menyebabkan pekebun untuk menggunakan media
tanam sub soil. Sub soil umumnya memiliki berbagai faktor pembatas untuk
pertumbuhan bibit kelapa sawit. Kotoran sapi dapat digunakan sebagai bahan
pembenah tanah yang berperan dalam memperbaiki kondisi fisik, kimia, dan biologi
tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi kotoran sapi
terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah RAK faktorial 4x5 dengan faktor pertama berupa takaran kotoran sapi (0,0;
2,5; 5,0; dan 7,5%) dan faktor kedua berupa dosis pupuk standar (0; 25; 50; 75; dan
100%) dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan
bibit kelapa sawit optimal diperoleh pada aplikasi 5% kotoran sapi yang dikombinasi
dengan 100% pupuk standar.
Kata kunci : bahan pembenah tanah, pertumbuhan bibit kelapa sawit, kotoran sapi,
sub soil
ABSTRACT
Recently, limited top soil for oil palm seedlings is forcing planters to substitute top soil
with sub soil which have various limiting factors for the oil palm seedlings growth.
Cow manure can be used as a soil conditioner for improving the physical, chemical,
and biological soil conditions. This research was conducted to determine the effect of
cow manure application on the growth of oil palm seedlings. The study was arranged
in RCBD factorial at 4x5 with 3 replicates. The first factor is the concentration of cow
manure (0.0; 2.5; 5.0; and 7.5%), while the second factor is the concentration of
standard fertilizers (0; 25; 50; 75; and 100%). The results revealed that the
application of 5% cow manure with 100% standard fertilizer resulted in the highest
oil palm seedlings growth.
Keywords : soil ameliorant, oil palm seedlings growth, cow dung, sub soil
1
PENDAHULUAN
Produktivitas tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang optimum
tidak terlepas dari kualitas bibit yang digunakan. Dalam rangka memperoleh bibit
kelapa sawit yang berkualitas maka seluruh prosedur pembibitan harus dipatuhi
termasuk tanah yang digunakan sebagai media tanam. Selama ini media tanam
yang dianjurkan untuk pembibitan kelapa sawit adalah top soil. Ketersediaan top soil
yang semakin terbatas menjadikan para pekebun mencari alternatif lain dengan
menggunakan media tanam sub soil yang pada umumnya bersifat masam.
Kemasaman tanah tersebut menjadi pembatas pertumbuhan dan produktivitas
tanaman.
Aluminium
merupakan
salah
satu
penyebab
kemasaman
tanah.
Kandungan aluminium yang tinggi (bersifat toksik) menghambat perkembangan akar
serta penyerapan hara dan air oleh tanaman (Tang et al., 2003)
Kandungan hara yang rendah sebagai akibat dari rendahnya pH tanah dapat
juga menjadi pembatas pertumbuhan bibit kelapa sawit. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk meningkatkan keragaan bibit kelapa sawit antara lain melalui
aplikasi bahan organik pada media tanah seperti tandan kosong kelapa sawit. Upaya
perbaikan kondisi tanah masam untuk beberapa komoditas tanaman adalah dengan
aplikasi pupuk kandang yang memiliki kandungan bahan organik tinggi untuk
meningkatkan struktur tanah (agregasi tanah) sehingga meningkatkan kemampuan
tanah dalam mengikat air dan berbagai hara, serta meningkatkan keragaman
mikroorganisme dalam tanah yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan
tanaman (Ilori et al., 2012; Dariah, 2007; Sutarta et al., 2003). Oleh karena
manfaatnya yang cukup besar dan ketersediaannya yang banyak, pupuk kandang
dapat dijadikan sebagai alternatif bahan organik. Berbagai penelitian penggunaan
pupuk kandang sebagai sumber bahan organik telah banyak dilakukan. Setiawan
(2009) melaporkan bahwa aplikasi bahan organik berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman sawi, padi sawah (Sirappa dan Razak, 2007), jagung manis
(Sastro dan Lestari, 2011), kelapa (Bernhard, 2008) dan kakao (Lestari et al., 2007).
Berdasarkan hasil analisa laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit, kotoran
sapi sangat penting karena mengandung unsur hara antara lain N (1,01%), P2O5
(0,13%), K2O (0,33%), MgO (0,20%), dan Zn (0,90%). Melihat potensi yang besar
tersebut, aplikasi penggunaan kotoran sapi di perkebunan kelapa sawit perlu
2
ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi kotoran
sapi sebagai pupuk organik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada pembibitan kelapa sawit utama (main nursery)
kebun percobaan Bukit Sentang, Langkat, Sumatera Utara pada bulan Mei 2011
hingga Mei 2012. Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial 4 x 5
dengan acak kelompok (RAK). Faktor pertama adalah takaran kotoran sapi yang
terdiri dari 4 aras yaitu 0,0; 2,5; 5,0; dan 7,5%, sedangkan faktor kedua berupa dosis
pupuk standar yang terdiri dari 5 aras yaitu 0; 25; 50; 75; dan 100%. Dari kedua
faktor tersebut diperoleh 20 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak
3 kali dan setiap ulangan terdiri dari 3 bibit kelapa sawit.
Takaran kotoran sapi dihitung berdasarkan volume tanah dalam polibag (20
kg/polibag) dikali dengan konsentrasi kotoran sapi yang diberikan (%). Aplikasi
kotoran sapi dilakukan pada awal percobaan (7 hari sebelum transplanting) dengan
cara dicampur pada media tanah. Setelah diinkubasi selama 7 hari selanjutnya
dilakukan transplanting.
Aplikasi pupuk standar adalah dengan pupuk tunggal urea, KCl, SP-36, dan
Kieserit dengan dosis dihitung berdasarkan dosis pupuk majemuk NPKMg 15-15-6-4
dan 12-12-17-2 dengan waktu aplikasi sesuai prosedur standar pembibitan kelapa
sawit. Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman 2 kali sehari pada pagi dan sore hari,
serta penyiangan gulma secara manual dan pengendalian hama penyakit secara
kimia (Corley dan Tinker, 2003).
Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi
tanaman, diameter bonggol, dan pertambahan jumlah daun) dan berat kering total
bibit pada saat bibit berumur 9 bulan. Sampel bibit diambil sebagian (sekitar 50%
dari sampel) untuk ditimbang berat keringnya dengan terlebih dahulu dioven pada
suhu 70oC selama 2 hari.
Data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis statistik dengan one way Annova
untuk mengetahui interaksi antara kedua faktor perlakuan, kemudian diuji lanjut
dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% untuk
melihat perlakuan yang berbeda nyata.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, diameter bonggol,
dan jumlah daun) dan berat kering total bibit kelapa sawit disajikan pada Tabel 1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan takaran
kotoran sapi dan dosis pupuk standar terhadap semua parameter yaitu tinggi
tanaman, diameter bonggol, jumlah daun, dan berat kering total bibit kelapa sawit
(Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh perlakuan dosis kotoran sapi terhadap tinggi, diameter bonggol,
jumlah daun, dan berat kering total bibit kelapa sawit
Kotoran sapi
(%)
Dosis
pupuk standar (%)
0
25
0,0
50
75
100
0
25
2,5
50
75
100
0
25
5,0
50
75
100
0
25
7,5
50
75
100
Interaksi kotoran sapi vs pupuk
standar
Tinggi
tanaman (cm)
52,98 g
117,20 d
136,01 ab
123,22 abcd
136,38 ab
85,64 ef
130,21 abcd
121,48 bcd
133,39 abcd
131,87 abcd
79,43 f
122,48 bcd
125,42 abcd
132,16 abcd
139,08 a
95,33 e
118,79 cd
124,60 abcd
127,49 abcd
130,41 abcd
Diameter
bonggol (cm)
3,99 e
7,01 b
7,78 ab
7,38 ab
7,62 ab
4,63 de
7,54 ab
7,50 ab
7,68 ab
7,58 ab
5,09 d
7,49 ab
7,68 ab
8,03 a
8,04 a
6,01 c
6,01 c
7,55 ab
8,01 a
8,11 a
*
*
Jumlah daun
15,99 j
20,13 cdefg
20,34 bcdefg
21,67 abc
20,00 efg
17,00 ij
19,44 fg
19,90 efg
20,22 cdefg
21,11 acde
17,78 hi
21,56 abcd
20,10 defg
21,22 abcde
20,79 abcdef
19,00 gh
21,33 abcde
20,34 bcdefg
21,89 ab
22,00 a
*
Berat kering
total (g)
87,39 d
477,12 abc
547,53 ab
508,29 abc
558,09 ab
99,27 d
537,90 abc
462,03 abc
609,26 a
533,06 ab
158,99 cd
488,32 ab
563,06 ab
570,25 a
628,63 a
226,94 bcd
389,16 abcd
520,59 ab
556,99 ab
542,73 ab
*
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf superskrip pada kolom yang sama berbeda nyata
(P<0,05); *: terdapat interaksi antara 2 kombinasi perlakuan pada taraf 5%.
Tinggi bibit kelapa sawit
Kombinasi perlakuan antara aplikasi kotoran sapi dengan pemupukan standar
memberikan pengaruh terhadap peningkatan tinggi bibit kelapa sawit dibandingkan
kontrol maupun standar. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1 dimana perlakuan aplikasi
kotoran sapi dengan takaran 5% yang dikombinasikan dengan 100% pemupukan
standar memiliki nilai tinggi tanaman lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (tanpa kotoran sapi dan pupuk standar). Hal ini disebabkan karena
dengan takaran 5% kotoran sapi, kandungan N telah memadai untuk bibit kelapa
4
sawit. Goenadi et al (1993) melaporkan bahwa di dalam kotoran sapi terkandung
unsur N dalam jumlah yang cukup banyak dan partikel organik lainnya yang
bermanfaat bagi tanaman. Dengan ketersediaan N yang cukup tersebut, maka laju
pertumbuhan tanaman pun tinggi. Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa perlakuan
kombinasi pupuk standar (25; 50; 75; dan 100%) dengan takaran kotoran sapi (0,0;
2,5; 5,0; dan 7,5%) tidak berbeda nyata.
Diameter bonggol bibit kelapa sawit
Hasil pengamatan diameter bonggol menunjukkan bahwa terjadi interaksi
antara aplikasi kotoran sapi pada berbagai takaran dengan pemupukan standar pada
berbagai dosis terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit (Tabel 1). Perlakuan
pemupukan
standar
pada
berbagai
dosis
dan
penambahan
kotoran
sapi
menghasilkan diamater bonggol yang berbeda nyata dibandingkan dengan
perlakuan tanpa aplikasi pupuk maupun tanpa penambahan kotoran sapi. Hal ini
berarti bahwa aplikasi kotoran sapi dapat meningkatkan diameter bonggol bibit
kelapa sawit melalui perannya dalam memperbaiki kondisi fisika tanah dan kimia
tanah di samping aplikasi pupuk standar (Roe dan Cornforth, 2000; Arisha et al.,
2003).
Diameter bonggol tertinggi terdapat pada perlakuan aplikasi kotoran sapi
sebesar 7,5% dikombinasikan dengan 100% pupuk standar, berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol, 2,5% kotoran sapi tanpa pupuk standar, dan 5% kotoran sapi
tanpa pupuk standar. Aplikasi pupuk standar sangat penting bagi bibit kelapa sawit
sebagai sumber hara yang segera tersedia. Pada Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa
perlakuan 2,5% kotoran sapi tanpa pupuk standar, 5% kotoran sapi tanpa pupuk
standar, dan 7,5% kotoran sapi tanpa aplikasi pupuk berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan kontrol. Pada kakao, Lestari et al. (2007) melaporkan bahwa
aplikasi pupuk organik menghasilkan diameter bibit tanaman kakao yang tidak
berbeda nyata dengan tanpa pupuk organik.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap diameter bonggol adalah
ketersediaan unsur P yang mencukupi. Besarnya diameter bonggol pada perlakuan
aplikasi kotoran sapi dikombinasikan dengan pupuk standar diduga disebabkan oleh
kandungan unsur P yang mencukupi bagi bibit kelapa sawit. Aplikasi kotoran sapi
memungkinkan bakteri dan beberapa partikel organik megoptimalkan penyerapan
5
hara oleh tanaman melalui mekanisme reduksi nitrat, pelarut fosfat, dan senyawa
pemacu tumbuh lainnya. Selain itu, kotoran sapi juga mengandung beberapa bakteri
diantaranya Bacillus sp. yang berpotensi melarutkan kadar P dalam tanah menjadi
bahan aktif tersedia bagi tanaman. Mekanisme penyerapannya melalui sintesa
organik yang dapat melepaskan ikatan mineral P melalui sistem pengkhelatan dan
fosfatase (Santi et al., 2000).
Jumlah daun bibit kelapa sawit
Hasil pengamatan terhadap jumlah daun menunjukkan bahwa terdapat interaksi
antara aplikasi kotoran sapi dan pemupukan standar (Tabel 1). Pada Tabel 1 terlihat
bahwa perlakuan 7,5% kotoran sapi dan 100% pemupukan standar memiliki jumlah
daun tertinggi berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan standar (P < 0,05). Hal ini
berarti bahwa aplikasi pupuk standar maupun kotoran sapi memberikan pengaruh
terhadap peningkatan jumlah daun bibit kelapa sawit. Perlakuan 7,5% kotoran sapi
dan 100% pemupukan standar memiliki jumlah daun lebih tinggi dari kontrol dan 10%
lebih tinggi dibandingkan 100% pemupukan standar.
Pengaruh kotoran sapi terhadap penambahan jumlah daun disebabkan karena
selain mengandung unsur N dan P, kotoran sapi juga mengandung unsur K yang
mencukupi. Hal ini dapat terjadi karena dalam kotoran sapi banyak mengandung
bakteri yang bermanfaat dalam peningkatan dan penyerapan unsur K oleh tanaman.
Maskar dan Palilu dalam Bernhard (2008) melaporkan bahwa unsur K yang
berpengaruh terhadap penambahan jumlah daun, lilit batang, dan tinggi tanaman.
Dari ketiga parameter pertumbuhan vegetatif tanaman, perlakuan kontrol
memiliki nilai terendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini menunjukkan
bahwa
untuk
memperoleh
pertumbuhan
yang
optimal,
bibit
kelapa
sawit
membutuhkan media tanah yang mampu memberikan asupan hara yang cukup
untuk bibit kelapa sawit. Upaya tersebut dapat dicapai melalui aplikasi bahan
pembenah tanah seperti pupuk kandang yang mengandung bahan organik tinggi.
Bahan organik tersebut digunakan untuk memperbaiki kondisi fisik, kimia, dan biologi
tanah (Dariah, 2007).
Semakin tinggi takaran kotoran sapi yang diaplikasikan dapat memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Hal ini dibuktikan
dengan peningkatan nilai pada ketiga parameter seiring dengan bertambahnya
takaran kotoran sapi tanpa pupuk standar. Namun demikian, pengaruh aplikasi
6
kotoran sapi pada pertumbuhan bibit kelapa sawit menjadi lebih baik apabila
dikombinasikan dengan pemupukan standar. Hal tersebut didukung oleh penelitian
Setiawan (2009) yang menyatakan bahwa aplikasi pupuk organik pada sawi
menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik. Selain itu, Lestari (2009)
menyatakan bahwa pemberian pupuk organik dalam upaya mengurangi jumlah
pemakaian pupuk anorganik mampu memberikan pertumbuhan tanaman kakao dan
hasil yang tidak berbeda dengan penggunaan pupuk anorganik 100%.
Berat kering total bibit kelapa sawit
Hasil pengukuran berat kering total bibit kelapa sawit menunjukkan terdapat
interaksi antara takaran kotoran sapi dengan dosis pupuk standar. Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan 5% kotoran sapi ditambah 100% pupuk standar
menghasilkan berat kering tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Kandungan bahan organik yang tinggi pada kotoran sapi berperan dalam
peningkatan keragaan bibit kelapa sawit di samping adanya pupuk standar sebesar
100%. Asam-asam organik seperti asam humat dan asam fulvat yang dihasilkan dari
dekomposisi bahan organik kotoran sapi meningkatkan ketersediaan hara dalam
tanah yang berperan dalam proses metabolisme bibit kelapa sawit (Lestari et al.,
2007).
Berat kering total kelapa sawit tidak terlepas dari hasil pertumbuhannya.
Pertumbuhan organ vegetatif mempengaruhi hasil tanaman seperti berat kering
tanaman yang merupakan akumulasi asimilat hasil fotosintesis. Semakin besar
pertumbuhan organ vegetatif yang berfungsi sebagai penghasil asimilat (source)
dapat meningkatkan pertumbuhan organ pemakai (sink) yang memberikan hasil
yang semakin besar pula (Setiawan, 2009; Kastono, 2005).
Dari keempat parameter tersebut, aplikasi kotoran sapi sebesar 5% yang
dikombinasikan dengan 100% pupuk standar menghasilkan pertumbuhan bibit dan
berat kering total yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pupuk
standar yang diaplikasikan berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara di
dalam tanah, sedangkan kotoran sapi berperan positif dalam memperbaiki kondisi
fisik (water holding capacity dan porositas tanah) serta sifat kimia tanah (kapasitas
tukar kation, pH tanah,dll) (Roe dan Cornforth, 2000; Arisha et al., 2003). Selain itu,
kotoran sapi juga berperan untuk meningkatkan keberagaman mikroorganisme
dalam tanah yang menghasilkan fitohormon untuk merangsang pertumbuhan
7
tanaman serta membantu dalam penyerapan hara oleh tanaman (Arisha et al.,
2003).
KESIMPULAN
Kotoran sapi berperan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Aplikasi
kotoran sapi sebesar 5% dikombinasikan dengan 100% dosis pupuk standar
memberikan pertumbuhan bibit yang terbaik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Pusat
Penelitian Kelapa Sawit atas dukungan moril dan materi sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Dr. Tri Muji Ermayanti atas bimbingannya dalam penulisan
karya tulis ilmiah ini dan Karyawan Teknisi Kelti Ilmu Tanah dan Agronomi yang telah
memberikan bantuan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Arisha, HME, AA. Gad and SE. Younes. 2003. Response of Some Pepper Cultivars
to Organic and Mineral Nitrogen Fertilizer Under Sandy Soil Conditions.
Zagazig J. Agric. Res. 30: 1875–1899.
Bernhard, MR. 2008. Pengaruh Pupuk Organik Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan
Bibit Kelapa. Buletin Palma 34 : 33-41.
Corley, R.H.V. and P.B. Tinker. 2003. The Oil Palm (Fourth Edition). Blackwell
Science Ltd., Oxford. 562 hal.
Dariah, A. 2007. Bahan Pembenah Tanah: Prospek dan Kendala Pemanfaatannya.
Tabloid Sinar Tani, 16 Mei 2007.
Goenadi, D.H., R.R. Saraswati dan Y. Lestari. 1993. Kemampuan Melarutkan Fosfat
dari Beberapa Isolat Bakteri Asal Tanah dan Pupuk Kandang Sapi. Menara
Perkebunan 2.
Ilori, E.G.U., B.B.S. Ilobu, O. Ederion, A. Imogie, B.O. Imoisi, N. Garuba and M.
Ugbah. 2012. Vegetative Growth Performance of Oil Palm (Elaeis guineensis)
Seedlings in Response to Inorganic and Organic Fertilizers. Greener Journal of
Agricultural Sciences 2(2) : 26-30.
8
Kastono, D. 2005. Tanggapan Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Hitam terhadap
Penggunaan Pupuk Organik dan Biopestisida Gulma Siam (Chromolaena
odorata). Jurnal Ilmu Pertanian 12(2): 103-116.
Lestari, A.P., S. Sarman dan Hanibal. 2007. Substitusi Pupuk Anorganik dengan
Kascing pada Pembibitan Kakao (Theobroma cacao L.) di Polybag. Agronomi
Pertanian UNJA 1(2): 73-76.
Lestari, A.P. 2009. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan melalui Substitusi Pupuk
Anorganik dengan Pupuk Organik. Jurnal Agronomi 13(1): 38-44.
Roe, EN. and C.G. Cornforth. 2000. Effect of Dairy Lot Scraping and Composted
Dairy Manure on Growth, Yield and Profit Potential of Double-Cropped
Vegetables. Compost Sci. and Utilization 8: 320–327.
Santi, LP., D.H. Goenadi, Siswanto, I. Sailah dan Isroi. 2000. Solubilization on
Insoluble Phosphate by Aspergillus niger. Menara Perhutanan 68(2): 37-47.
Sastro, Y. and I.P. Lestari. 2011. The Growth and Yield of Sweet Corn Fertilized by
Dairy Cattle Effluents Without Chemical Fertilizers in Inceptisols. J. Trop. Soils
16(2): 139-143.
Setiawan, E. 2009. Pengaruh Empat Macam Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan
Sawi (Brassica juncea L.). Embryo 6(1) : 27-34.
Sirappa, M.P. dan N. Razak. 2007. Kajian Penggunaan Pupuk Organik dan
Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. J. Agrivigor 6(3): 219225.
Sutarta, E.S., S. Rahutomo dan Winarna. 2003. Perbaikan Ketersediaan Fosfor
dalam Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Aplikasi Bahan Pembenah
Tanah. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 11(2): 25-34.
Tang, C., Z. Rengel, E. Diatloff and C. Gazey. 2003. Responses of Wheat and Barley
to Liming on A Sandy Soil with Subsoil Acidity. Field Crops Research 80: 235244.
9
Download