i. pendahuluan

advertisement
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit adalah komoditi perkebunan dimana pertumbuhannya lebih pesat
dibandingkan komoditi perkebunan lainnya di Indonesia selama dua dekade terakhir.
Sejak tahun 1980 hingga pertengahan tahun 1990, luas area perkebunan meningkat
kurang lebih 11% per tahun. Kapasitas produksi Crude Palm Oil (CPO) meningkat 9,4%
per tahun. Begitu juga dengan konsumsi domestik dan ekspor yang meningkat masingmasing 10% dan 13% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004 ).
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 2009.
Gambar 1. Ketersediaan Lahan Kelapa Sawit
Ekspansi lahan kebun kelapa sawit rakyat meningkat dengan luasan mencapai
kurang lebih 500.000 hektar per tahun. Ekspansi ini dimulai sejak tahun 2007 (Gambar
1).
Indonesia saat ini adalah produsen CPO nomor satu dunia dengan total produksi
mencapai 16 juta ton (2006), diprediksi hingga akhir tahun 2009 produksi CPO akan
mencapai 19 juta ton.
Luas lahan dan jumlah produksi kelapa sawit meningkat setiap tahunnya (Tabel
1). Namun peningkatan luas lahan tersebut tidak secara signifikan meningkatkan
produksi kelapa sawit. Total produksi kelapa sawit Indonesia hanya mencapai angka 2,6
ton per hektar per tahun, dari total 7 juta hektar lahan kelapa sawit hanya dapat
menghasilkan produksi sebesar 18 juta ton.
Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat 2006-2008
Jenis Tanaman / Crops
Jumlah / Total
2006
2007
2008
Luas / Area (000 Ha)
Karet/Rubber
2,833.0
2,899.7
2,943.7
Kelapa/Coconut
3,720.5
3,720.5
3,728.6
Kelapa Sawit/Palm Oil
2,536.5
2,571.2
2,903.3
Kopi/Coffee
1,255.1
1,243.4
1,250.4
Karet/Rubber
2,082.6
2,176.7
2,308.4
Kelapa/Coconut
3,061.4
3,123.0
3,176.7
5,608.2
5,811.0
6,683.0
1,065.6
1,104.1
1,336.5
653.3
652.3
657.3
Produksi / Production (000 tons)
Minyak
Kelapa
Sawit/Crude
Palm Oil
Inti Sawit/Palm Cernel
Kopi/Coffee
Sumber : Biro Pusat Statistik, Maret 2009.
Terdapat tiga macam perkebunan kelapa sawit yang dikenal di Indonesia yaitu
perkebunan negara, perkebunan swasta dan perkebunan rakyat. Perkebunan negara
pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan milik negara atau BUMN (Badan Umum
Milik Negara). Perkebunan swasta pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan swasta
yang memiliki modal dan sumber daya yang baik. Sedangkan perkebunan rakyat
pengelolaannya dilakukan oleh individu atau kelompok sebagai pemilik lahan dan
sekaligus pengolah lahan perkebunan tersebut.
Menurut data sampai dengan tahun 2009 diketahui bahwa rata-rata produksi
kelapa sawit untuk perkebunan negara mencapai 3,4 ton per hektar, perkebunan swasta
sebesar 2,7 ton per hektar dan perkebunan rakyat sebesar 2,3 ton per hektar (Tabel 2).
Beberapa faktor yang menyebabkan masih rendahnya tingkat produktivitas kelapa sawit
nasional dikarenakan belum seluruh perkebunan kelapa sawit menerapkan Good
Agricultural Practices (GAP) budidaya kelapa sawit yang baik dan benar terutama
perkebunan rakyat.
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Indonesia 1979 – 2009
Tahun/
Luas Areal / Area (Ha)
Produksi / Production (Ton)
Year
PR/Small
PBN/Gov
PBS/
Jumlah/
PR/Small
PBN/Gov
PBS/
Jumlah/
holders
ernment
Private
Total
holders
ernment
Private
Total
2005
2,356,895
529,854
2,567,068
5,453,817
4,500,769
1,449,254
5,911,592
11,861,615
2006
2,549,572
687,428
3,357,914
6,594,914
5,783,088
2,313,729
9,254,031
17,350,848
2007
2,752,172
606,248
3,408,416
6,766,836
6,358,389
2,117,035
9,189,301
17,664,725
2008*)
2,903,332
607,419
3,497,125
7,007,876
6,683,020
2,124,358
9,282,125
18,089,503
2009**)
2,959,332
617,169
3,500,706
7,077,207
6,846,015
2,142,358
9,472,867
18,461,240
*) Sementara , **) Estimasi
PR = Perkebunan Rakyat, PBN = Perkebunan Negara, PBS = Perkebunan Swasta
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, November 2009.
Seiring dengan semakin meningkatnya luas lahan perkebunan kelapa sawit dan
semakin berkurangnya lahan hijau yang digunakan atau dikonversi sebagian menjadi
lahan perkebunan sawit, beberapa lembaga non pemerintah terutama di negara-negara
maju melakukan protes kepada industri kelapa sawit. Mereka ingin agar perkebunan atau
industri kelapa sawit tidak hanya mengejar keuntungan melainkan juga harus
memperhatikan alam atau lingkungan serta berperan aktif untuk mencegah terjadinya
pemanasan global yang semakin besar. Oleh karena itu dibentuklah sebuah lembaga non
profit yang membahas mengenai bisnis kelapa sawit yang berkelanjutan dengan
mensyaratkan sinergi antara people, profit dan planet. Lembaga ini dikenal dengan nama
Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang dibentuk pada tahun 2004 dengan
tujuan untuk mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan produk kelapa sawit
berkelanjutan melalui standar global yang kredibel dengan melibatkan para stakeholder.
Anggota RSPO terdiri dari produsen kelapa sawit, prosesor atau pedagang kelapa sawit,
produsen barang jadi, pengecer, bank dan penanam modal, lembaga non pemerintah
mengenai konservasi alam dan lingkungan, dan organisasi non pemerintah mengenai
sosial dan pengembangan masyarakat. Seluruh stakeholder-nya bergerak di bidang
industri kelapa sawit.
Visi RSPO adalah untuk menjamin kelapa sawit memberikan kontribusi untuk
menjadikan dunia yang lebih baik. Sedangkan misinya adalah meningkatkan produksi,
pengadaan dan penggunaan produk kelapa sawit berkelanjutan melalui pengembangan,
implementasi dan verifikasi terhadap standar global yang kredibel serta mengaitkan para
stakeholder dalam rantai persediaan ( Sumber : RSPO, 2009 ).
Dengan menjadi anggota RSPO, industri kelapa sawit diharapkan dapat lebih
berkompetisi dengan negara lain. Karena RSPO menetapkan standar dan prinsip-prinsip
yang harus dipenuhi, prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah :
1. Komitmen terhadap transparansi
2. Tergantung pada peraturan
3. Komitmen terhadap kelangsungan hidup ekonomi dan keuangan jangka panjang
4. Petani dan industri harus menggunakan regulasi terbaik
5. Tanggung jawab sumber daya alam dan lingkungan
6. Tanggung jawab karyawan dan orang-orang yang berpengaruh dengan petani dan
industri
7. Tanggung jawab penelitian pabrik baru
8. Komitmen perbaikan
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, para anggota RSPO diharapkan untuk
secara aktif berkomunikasi dan mendukung keberlanjutan dan implementasi dari proses
roundtable. Selain itu anggota diharapkan juga untuk mengembangkan dan melaksanakan
rencana aksi perusahaan dengan baik, berdasarkan kerangka kerja proses roundtable,
untuk mempromosikan produksi, pembelian dan konsumsi minyak kelapa sawit yang
berkelanjutan ( Sumber : RSPO, 2009 ).
Salah satu prinsip RSPO di atas menyebutkan bahwa industri harus bertanggung
jawab terhadap lingkungan dan sumber daya alamnya. Prinsip RSPO tersebut sebenarnya
sejalan dengan ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah tentang perusahaan yang
menjalankan kegiatan usahanya dibidang atau berkaitan dengan sumber daya alam.
Ketentuan tersebut adalah dengan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Perusahaan agar tidak hanya mencari keuntungan semata melainkan juga harus ikut
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Tanggung jawab sosial dan
lingkungan saat ini lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR).
Program CSR diwajibkan sebagaimana yang tertuang pada UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pada bab 5 pasal 74 mengenai tanggung jawab sosial dan
lingkungan, ayat-ayat yang termasuk dalam pasal tersebut diantaranya :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Menurut Ambadar (2008), dunia usaha mengkhawatirkan pelaksanaan UU
tersebut akan menjadi legitimasi praktik pungutan liar karena peraturan tersebut
mengharuskan perusahaan mengalokasikan dana untuk CSR. Implementasi CSR selama
ini lebih banyak secara sukarela dan kedermawanan, sehingga jangkauannya relatif
terbatas dan tidak efektif. Bahkan tidak lebih hanya upaya untuk meningkatkan image
perusahaan di masyarakat maupun konsumennya. Maka dari itu beberapa perusahaan
sering kali menempatkan fungsi pelaksanaan CSR di bawah departemen atau divisi
humas (Public Relation), karena fungsinya tidak lebih dari tujuan membangun citra
positif atau sekedar membangun hubungan harmonis semata. Beberapa manfaat dari
program CSR diantaranya :
1. Membina hubungan yang positif dengan komunitas lokal, pemerintah dan kelompokkelompok lain.
2. Menunjukkan komitmen perusahaan, sehingga tercipta kepercayaan dan respek dari
pihak terkait.
3. Membangun pengertian bersama dan kesetiakawanan antara dunia usaha dan
masyarakat.
4. Meningkatkan keberlanjutan usaha secara konsisten
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki adanya
hubungan yang harmonis antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. CSR
merupakan salah satu upaya untuk menciptakan keberlangsungan usaha dalam
menciptakan dan memelihara keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi
sosial dan pemeliharaan lingkungan hidup (Ambadar, 2008).
Berdasarkan pemikiran Shardlow (1998) dalam Ambadar (2008), pemberdayaan
masyarakat (community development) adalah bagaimana individu, kelompok atau
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk
membentuk masa depan sesuai keinginan mereka. Implementasi pemberdayaan
masyarakat sering kali dalam bentuk proyek pembangunan yang memungkinkan anggota
masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya, kampanye atau aksi
sosial yang memungkinkan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak lain yang
bertanggung jawab (Payne, 1995:165 dalam Ambadar, 2008). Menurut Mayo (1998:162)
dalam Ambadar (2008), pemberdayaan masyarakat terdiri dari dua hal yaitu
pengembangan dan masyarakat. Secara singkat pengembangan masyarakat merupakan
usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia atau
masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
PT Sari Lembah Subur (PT SLS) adalah salah satu perusahaan swasta yang
mengelola perkebunan kelapa sawit di Riau. Perusahaan selain mengelola perkebunan
sendiri juga ikut mengolah hasil kelapa sawit dari perkebunan rakyat di sekitar
perusahaan. Perusahaan membeli Tandan Buah Sawit (TBS) dari perkebunan / petani
rakyat sebagai salah satu program CSR-nya. Disamping itu beberapa program CSR yang
dilaksanakan perusahaan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan
dan lingkungan.
Selain program CSR tersebut di atas, PT Sari Lembah Subur telah
mengimplementasikan Good Agriculture Practices (GAP) kepada para petani melalui
program penyuluhan. Pelaksanaan program tersebut merupakan salah satu wujud
kepedulian PT SLS kepada para petani agar dapat menghasilkan kelapa sawit yang
mempunyai mutu dan produktivitas yang baik. Program penyuluhan tersebut saat ini
masih terbatas pada petani plasma dan eks plasma. Petani mandiri belum secara langsung
mendapatkan penyuluhan mengenai GAP, melainkan hanya berdasarkan informasi dari
mulut ke mulut.
Peningkatan mutu dan produktivitas hasil kelapa sawit petani menjadi perhatian
PT SLS, karena secara tidak langsung ikut mempengaruhi hasil produksi CPO yang
diolah PT SLS. Mutu kelapa sawit ditentukan oleh banyak hal atau banyaknya aliran
dalam suatu industri yang dalam hal ini dikenal dengan nama rantai nilai industri kelapa
sawit.
Dari uraian tersebut di atas perlu dirumuskan mengenai beberapa permasalahan
yang terkait dengan pelaksanaan program CSR oleh perusahaan diantaranya :
1. Bagaimana
bentuk
rantai
nilai
kelapa
sawit
PT
SLS,
serta
bagaimana
memperbaiki/meningkatkan masing-masing rantai nilai tersebut ?
2. Strategi apa yang bisa dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit untuk memperbaiki
kelemahan dari program CSR yang telah dilaksanakan ?
3. Bagaimana meningkatkan mutu dan produktivitas hasil kelapa sawit petani melalui
program CSR ?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan strategi alternatif untuk program
CSR PT. Sari Lembah Subur bagi keberlanjutan usaha petani kelapa sawit. Tujuan
khusus diuraikan sebagai berikut :
1. Menganalisis permasalahan dan saran perbaikan terhadap rantai nilai kelapa sawit
yang ada.
2. Menganalisis kegiatan CSR yang telah dilaksanakan oleh PT Sari Lembah Subur
yang dapat mendatangkan manfaat untuk keberlanjutan usaha petani kelapa sawit.
3. Merumuskan saran usaha peningkatan mutu dan produktivitas hasil kelapa sawit
khususnya petani rakyat melalui program CSR.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB
Download