Laporan Studi Pustaka (KPM 403) STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN Oleh DESI PURNAMASARI I34110021 Dosen Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, MSc. Agr. DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 ii PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul “Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan Miskin” benar merupakan hasil karya Saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sesugguhnya dan Saya bersedia mempertanggungjawabkan penyataan ini. Bogor, 25 Nopember 2014 Desi Purnamasari NIM. I34110021 iii ABSTRAK DESI PURNAMASARI. Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan Miskin. Di bawah bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN. Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya laut. Nelayan, setiap harinya melakukan penangkapan ikan. Hasil tangkapan kemudian digunakan oleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Kelautan dapat menjadi sumber nafkah utama bagi nelayan. Konsep nafkah dapat dilihat melalui asset yang dimiliki nelayan. Asset tersebut adalah modal alam, modal fisik, modal sosial, modal finansial, dan modal manusia. Namun, dalam kehidupannya, nelayan sering mengalami berbagai kerentanan misalnya perubahan ekologi laut dan penurunan jumlah ikan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemiskinan nelayan. Sehingga nelayan harus melakukan berbagai strategi nafkah untuk bertahan dalam kondisi sulit. Adaptasi ini akan dilihat melalui resiliensi nelayan dalam menghadapi kemiskinan yang mereka alami. Kata kunci : struktur nafkah, strategi nafkah, kemiskinan, resiliensi ABSTRACT DESI PURNAMASARI. Livelihoods Structure and Strategy of Poor Fisher Household. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN Coastal communities are communities that depend on marine resources. Fisher are fishing every day. The catch is then used by fisher to meet their daily needs. Marine can be a major income for fisher household. The livelihoods concept can be seen through the assets owned by fishermen. That asset is the natural capital, physical capital, social capital, financial capital, and human capital. However in life, fisher often have various vulnerabilities such as ecological changes and decrease of fish abundance. It is very affect the poverty of fisher household. Therefore, fisher must undertake various livelihood strategies to survive in time of hardship. This adaptation will be seen by fisher resilience in poverty they faced. Keyword : livelihood structure, livelihood strategy, poverty, resilience iv STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN Oleh DESI PURNAMASARI I34110021 Laporan Studi Pustaka Sebagai Syarat Kelulusan KPM 403 Pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Desi Purnamasari Nomor Pokok : I34110021 Judul : Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan Miskin dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr. NIP. 19630914 199003 1 002 Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2 001 Tanggal pengesahan : ________________________ vi PRAKATA Puji Syukur Saya panjatkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan hidayahNya laporan Studi Pustaka “Struktur dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan Miskin” dapat diselesaikan. Laporan ini ditujukan sebagai salah satu syarat mata kuliah Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yaitu KPM 403. Pada kesempatan ini Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr yang selama bimbingan selalu memberikan arahan dan saran. Selain itu Beliau tidak lupa untuk selalu memberikan semangat kepada bimbingannya dalam bentuk apapun. Hal ini membuat kami semakin terpacu. Ucapan terima kasih juga Saya sampaikan kepada Orangtua Saya yang selalu memberi dukungan baik materi maupun moril. Dukungan juga selalu diberikan melalui semangat, inspirasi, dan doa mereka. Tak lupa juga Saya ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan yang selalu saling mengingatkan dan memberi saran serta suntikan semangat. Serta teman-teman seperjuangan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas semangat dan keceriannnya. vii DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang………………………………………………… Tujuan…………………………………………………………. Metode Penuliasan……………………………………………. RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA 1 Kemiskinan dan Strategi Adaptasi Nelayan di Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan…………………… 2 Strategi Rumahtangga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan 3 Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan (Studi Kasus di Dua Desa Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan Jawa Timur)… 4 Strategi Nafkah Rumahtangga Miskin di Daerah Pesisir (Kasus Dua Desa di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bengkalan, Provinsi Jawa Timur)………………………………………….. 5 Impacts of Climate Variiability and Change on Fishery-Based Livelihoods……………………………………………………. 6 Strategi Adaptasi Nelayan Pulau-Pulau Kecil terhadap Perubahan Ekologi……………………………………………. 7 Marine Dependent Livelihood and Resilience to Environmental Change : A Case Study of Anguilla………………………….. 8 Patron-Client Relationships, Livelihoods and Natural Resource Management in Tropical Coastal Communities………………. 9 Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumahtangga Miskin di Daerah Pesisir…………………………………………………………. 10 Mobilitas Sosial Nelayan Pasca Sedimentasi Daerah Aliran Sungai (DAS)…………………………………………………. RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Konsep Ekonomi Nelayan……………………………………. Konsep Struktur Nafkah……………………………………… Konsep Kemiskinan…………………………………………... Konsep Resiliensi SIMPULAN Perumusan Masalah…………………………………………… Usulan Kerangka Analisis…………………………………….. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………... RIWAYAT HIDUP……………………………………………….. Halaman vi vii ix x 1 2 2 3 7 11 16 20 23 25 28 31 35 39 40 43 43 45 47 48 51 viii DAFTAR TABEL Tabel 1. Analisis Vunerability dan Resilience berdasarkan pustaka Mugni (2006)……. 09 Tabel 2. Perbandingan Analisis Vulnerability dan Resilience Berdasarkan Pustaka Iqbal (2004)……………………………………………………………………………………. 14 Tabel 3. Perbandingan Strategi Nafkah Dua Desa Berdasarkan Pustaka Widodo (2009) …………………………………………………………………………………………... 17 Tabel 4. Analisis Strategi nafkah Berdasarkan Pustaka Widodo (2012)……………….. 33 ix DAFTAR GAMBAR Kerangka Diversifikasi Mata Pencaharian Pedesaan……………………………41 Usulan Kerangka Analisis………………………………………………………..46 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan terbesar dan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dilihat dari faktanya Indonesia memiliki sumberdaya yang sangat melimpah. Melimpahnya sumberdaya termasuk kelautan ini dijadikan sebagai tumpuan hidup bagi nelayan. Nelayan memanfaatkan hasil dari sumberdaya laut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Nelayan lokal melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat-alat penangkapan ikan yang sederhana dan sebagian nelayan yang lebih modern akan menggunakan alat-alat penangkapan yang lebih canggih. Hasil dari FAO, yang dikutip oleh Apridar (2011), dari 16 wilayah perairan laut dunia, sumberdaya perikanan di peraiaran laut Indonesia dinyatakan telah mencapai puncak pemanfaatannya. Oleh karena itu, produksi perikanan tangkap ke depan tidak dapat ditingkatkan seperti tahun sebelumnya. Menurut Nikijuluw (2002) dikutip oleh Apridar (2011) Indonesia perlu melakukan upaya pemanfaatan sumber daya ikan secara lebih hati-hati, sehingga ikan yang masih ada dapat menjadi modal bagi perbaikan (recovery) ketersediaan ikan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan secara berkelanjutan. Mengingat negara Indonesia sebagai negara maritim sudah seharusnya sumberdaya ini menjadi anugerah bagi nelayan. Potensi tersebut seharusnya dapat memberikan sumbangsih yang begitu besar bagi masyarakat yang ada di pesisir Indonesia khususnya nelayan lokal. Namun dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan akan panganpun menjadi meningkat. Peningkatan kebutuhan ini tidak sebanding dengan peningkatan pangannya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi termasuk ekonomi nelayan. Nelayan yang sudah terkungkung dalam kemiskinan kemudian tidak dapat memberikan pendidikan yang layak kepada anak-anak mereka sehingga terpaksa anaknya ikut dengan orangtua untuk menjadi nelayan. Keadaan ini kemudian menjadikan sebuah siklus kemiskinan pada masyarakat nelayan. Selain itu, kondisi ini juga menjadikan jumlah nelayan di Indonesia menjadi tambah banyak. Kemiskinan menurut BPS diartikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2014). Merujuk pada garis kemiskinan Sajogyo, rumah tangga miskin dibagi menjadi tiga golongan yaitu melarat (destitute), miskin sekali (very poor), dan miskin (poor). Pengukuran garis kemiskinan ini dilihat melalui pengeluaran untuk konsumsi beras. Penggolongan ini sudah diganti dengan kriteria BPS dalam perekaman statistik di Indonesia mulai tahun 1984 menjadi miskin sekali dan nyaris miskin. Sedangkan golongan terbawah yaitu 2 melarat menjadi dihilangkan. (Agusta1, LIPI 2009). Berdasarkan data BPS (2014) jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 28.280 jiwa atau sekitar 11,25% dari penduduk Indonesia. Kemiskinan ini seharusnya tidak lagi dialami oleh warga Indonesia mengingat kekayaannya yang membentang dari barat hingga ke timur. Nelayan di Indonesia masih banyak yang menggunakan alat tangkap sederhana sehingga hasil tangkapan yang mereka dapat tidak begitu banyak. Hal inilah yang berimbas pada rendahnya pendapatan ekonomi kelurga. Ditengah kerja mereka yang begitu keras karena harus melawan ombak dan tak jarang badai, selayaknya mereka mendapatkan nilai tukar yang sebanding namun kenyataannya tidak seperti itu. Dalam praktiknya, dibeberapa tempat masih saja ada tengkulak yang justru mendapatkan keuntungan lebih. Nelayan Indonesia yang notabene sudah terkurung dalam kemiskinan harus berusaha untuk kelaur dari kondisi tersebut. Hal ini dilakukan agar mereka mampu bertahan dan dapat bersaing dengan warga lain yang sudah lebih maju. Sebagai penyelamat konsumsi perikanan kita, seharusnya nelayan dapat dilindungi dan dibantu agar terbebas dari kekurangan ekonomi tersebut. Namun, ketika sudah tidak ada lagi yang peduli akan mereka lantas apa yang seharusnya mereka lakukan demi keluarganya, demi pangan dan pendidikan mereka sehingga dapat memimpikan masa depan yang lebih baik. Tujuan 1. Mengetahui perbandingan strategi nafkah yang digunakan oleh nelayan di dua desa 2. Mengidentifikasi perbandingan kepemillikan livelihood assets oleh nelayan 3. Menganalisis perbandingan resiliensi nelayan di antara dua desa yang hendak diteliti Metode Penulisan Metode penulisan studi pustaka ini dilakukan dengan mengkaji data sekunder dari berbagai sumber. Sumber tersebut dapat berupa jurnal, skripsi, tesis, disertasi, buku, dan jenis pustaka lainnya. Sumber pustaka tersebut kemudian dikaji dengan menggunakan berbagai konsep yang digunakan. Selanjutnya penulis membuat analisis terhadap semua pustaka yang dijadikan rujukan. 1 Dosen Sosiologi Kemiskinan dan Pemberdayaan Sosial, Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor 3 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota : : : : : URL : Kemiskinan dan Strategi Adaptasi Nelayan di Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan 2011 Skripsi Elektronik Intan Yuliastry Bogor, Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48185 Penelitian ini dilakukan di Pulau Sebuku yaitu di Desa Rampa dan Desa Sekapung. Peneliti menggunakan metode kuantitaif dan kualitatif dengan membandingkan hasil antara kedua desa tersebut. Berdasarkan hasil, terdapat dua musim penangkapan di Pulau Sebuku yaitu musim angin tenggara / selatan yang terjadi pada bulan Juni sampai Desember, dan musim angin barat yaitu pada bulan Januari sampai Mei. Musim ikan melimpah terjadi pada bulan Januari sampai Juni. Otonomi daerah yang mengijinkan masuknya perusahaan tambang di wilayah Pulau Sebuku mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian nelayan. Setelah adanya perusahaan tersebut nelayan tidak lagi hanya bekerja di laut, tetapi juga bekerja di perusahaan tambang. Namun hanya sebagian saja yang dapat masuk karena perusahaan mengharuskan pekerjanya minimal tamat SMA. Adanya perusahaan juga membuat kondisi wilayah tangkapan ikan menjadi kotor dan menyebabkan ikan banyak yang mati. Hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan. Sehingga nelayan harus melakukan berbagai adaptasi. Strategi adaptasi yang dilakukan adalah : 1. Kerja di tambang (baik Desa Rampa maupun Desa Sekapung) 2. Memperluas jangkauan wilayah tangkap 3. Mengoplos bahan bakar dengan minyak tanah, tetapi perahu dengan mesin yang baru tetap menggunakan solar 4. Membeli emas dan alat elektronik, ini dilakukan ketika musim ikan melimpah 5. Memobilisasi peran keluarga (istri dan anak) 6. Mengadakan kegiatan pranata sosial ekonomi (arisan) 7. Memiliki dan mengganti jenis alat tangkap sesuai musim tangkapan 8. Jenis armada tangkap yang digunakan 9. Merawat perahu, mesin kapal dan membenahi jaring 10. Mencari kerang merah, memancing ikan dan membentang jaring 4 11. Meminjam uang kepada tetangga (kegiatan non-produktif) Selain strategi adaptasi, penelitian ini juga menjabarkan faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan nelayan. Faktor tersebut adalah kondisi alam dan faktor effort nelayan/cultural. Perbedaan yang paling mencolok dari dua desa yang diteliti adalah : 1. Desa sekapung tidak dapat melaut apabila sedang musim angin tenggara 2. Wilayah tangkapan Desa Rampa lebih strategis 3. Nelayan di Desa Sekapung memiliki jam istirahat yang lebih lama A. Struktur Nafkah Sumber pendapatan nelayan di Desa Rampa dan Desa Sekapung adalah dari hasil melaut. Mereka melakukan kegiatan melaut setiap hari terutama pada saat musim banyak ikan. Musim paceklik, membuat nelayan di Desa Rampa dan Desa Sekapung tidak dapat melaut. Beberapa nelayan tetap pergi ke laut meskipun saat musim paceklik, karena menurut mereka apabila tidak melaut, maka pada hari itu tidak akan ada uang yang diperoleh. Perusahaan tambang yang masuk memberikan kesempatan kepada nelayan untuk mencoba sistem nafkah yang baru. Nelayan yang memiliki pendidikan minimal SMA dapat bekerja di perusahaan tersebut. Namun, hadirnya perusahaan tambang juga membuat wilayah tangkapan ikan menjadi kotor dan ikan mati, sehingga nelayan harus melakukan berbagai adaptasi. B. Livelihood System 1. Human capital, sebagian besar nelayan tingkat pendidikannya rendah sehingga mereka hanya mampu bekerja mengandalkan tenaga dan fisik mereka. selain itu, ada juga sebagian nelayan yang tamatan SMA sehingga dapat bekerja sampingan di perusahaan tambang. 2. Social capital, kondisi sosial di Pulau Sebuku tidak terlalu nampak dalam penelitian ini. Namun dapat dipersepsikan bahwa nelayan di Pulau Sebuku tidak memiliki ikatan sosial yang tinggi, meskipun pada saat paceklik ada juga yang saling meminjam uang kepada tetangga. Kegiatan ini merupakan kegiatan non-produktif dan dilakukan sebagai pilihan terakhir. 3. Physical capital, nelayan memiliki asset-asset fisik ketika musim banyak ikan. Asset yang mereka punya seperti barang-barang elektronik dan televisi. Mereka membeli barang tersebut sebagai simpanan yang dapat dijual ketika melewati masa paceklik. 4. Natural capital, sumber daya laut sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup nelayan. Kondisi laut mulai berubah semenjak perusahaan tambang masuk, ini sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan. 5 5. Financial capital, nelayan tidak memiliki penghasilan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penghasilan nelayan sangat bergantung pada musim penangkapan ikan. C. Strategi Nafkah Terdapat beberapa adaptasi nelayan untuk menyeimbangkan diri dengan keadaan lingkungan. Adaptasi tersebut yang termasuk ke dalam strategi nafkah ada tiga. Pertama, diversifikasi mata pencaharian dengan bekerja pada perusahaan tambang. Kerja pada perusahaan tambang ini hanya dilakukan oleh beberapa nelayan. Kedua, ekstensifikasi yaitu dengan memperluas wilayah penangkapan. Ketiga, strategi pengalokasian sumberdaya keluarga yaitu dengan mempekerjakan anak dan istri. Anak laki-laki bekerja dengan ayahnya ke laut. Sedangkan seorang istri bekerja mengolah hasil tangkapan menjadi produk lain seperti olahan ikan asin. D. Vulnerability dan Resilience Kerentanan yang dihadapi nelayan di Pulau Sebuku adalah dampak ekologis. Dampak ekologis tersebut disebabkan oleh adanya perusahaan tambang yang beroperasi. Wilayah tangkapan nelayan terganggu dengan adanya perusahaan karena banyak biota laut yang mati. Selain ekologis, sosiologis juga sangat berpengaruh terhadap kerentanan nelayan. Rendahnya hubungan sosial satu sama lain menyebabkan nelayan tidak dapat bertahan dalam kondisi tersebut. Meskipun hubungan sosial rendah, namun masih ada sebagian yang saling ketergantungan khususnya antar tetangga. Kerentanan terhadap ekonomi tidak begitu dirasakan oleh nelayan, mereka menganggap apabila mereka sudah melaut mereka pasti bisa memenuhi kebutuhan. Hanya saja, kondisi ekonomi akan terasa sangat sulit apabila sudah memasuki musim angin tenggara/selatan yang menyebabkan jumlah ikan di lautan sedikit. Keadaan – keadaan seperti ini dapat dilewati oleh setiap nelayan karena mereka memiliki kapasitas adaptasi yang tinggi. Mereka melakukan beberapa kegiatan untuk melewati masa-masa sulit baik dari segi ekologi, sosiologi, maupun ekonomi. Analisis Bacaan Pada penelitian ini, tidak dijelaskan secara rinci mengenai sistim livelihood yang dilakukan oleh masyarakat nelayan. Sistem livelihood yang tidak tersentuh dalam penelitian ini adalah modal sosial. Penelliti tidak menjelaskan secara khusus mengenai modal sosial padahal masyarakat nelayan secara umum memanfaatkan jejaring sosial dalam kehidupannya. Selain itu, penelitian yang bersifat 6 perbandingan dari dua desa ini tidak menggambarkan perbedaan strategi nafkah menggunakan presentase. Perbandingan ini akan sangat mudah dipahami apabila terdapat perbandingan yang sifatnya kuantitatif. 7 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota : : : : : URL : Strategi Rumah Tangga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan 2006 Skripsi Elektronik Abdul Mugni Bogor, Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1062 Penelitian ini dilakukan di Desa Limbangan Kabupaten Indramayu. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor penyebab kemiskinan nelayan serta upaya mereka mengatasinya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung. Sebagian besar penduduk di Desa Limbangan bekerja sebagai nelayan. Mereka sangat menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut yang berada di dekat tempat tinggal. Upaya yang mereka lakukan untuk menangkap berbagai jenis ikan adalah dengan menggunakan alat tangkap yang berbeda. Alat tangkap tersebut antara lain: 1. Jaring payang : digunakan nelayan untuk menangkap ikan teri 2. Jaring kantong : digunakan nelayan untuk menangkap udang 3. Jaring rampusan : digunakan untuk menangkap beberapa ikan misal ikan lowang dan lain-lain 4. Jaring kejer : digunakan untuk menangkap rajungan 5. Jaring kopet : digunakan untuk menangkap ikan tanjan Jaring payang, jaring rampusan, dan jaring kejer digunakan pada saat musim timur atau nelayan biasa menyebutnya timuran. Sedangkan jaring kantong dan jaring kopet digunakan pada musim barat atau baratan. Pada masyarakat nelayan di Desa Limbangan terdapat tiga lapisan nelayan yaitu bakul, juragan, dan bidak. Bakul merupakan lapisan teratas pada masyarakat nelayan, mereka tidak turun ke laut tetapi memiliki modal besar untuk membeli perahu, alat tangkap, dan peralatan melaut lainnya. Juragan adalah nelayan yang turun ke laut dengan menggunakan perahu dan peralatan milik sendiri. Juragan termasuk ke dalam lapisan menengah. Lapisan terakhir atau bawah adalah nelayan bidak yaitu mereka yang melaut hanya mengandalkan tenaga dan modal kemauan saja. Berikut adalah hubungan antara bakul, juragan, dan bidak : Bakul x bakul : antara bakul satu dan lainnya memiliki hubungan yang negatif. Mereka bersikap inividualis dan saling bersaing. Bakul – juragan : terdapat hubungan patron klien antara mereka. Juragan meminjam modal kepada bakul untuk membeli perahu dan peralatan 8 tangkap. Juragan tersebut memiliki kewajiban untuk menjual hasil tangkapannya kepada bakul. Harga yang ditawarkan oleh bakul jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga pasaran. Juragan – bidak : bidak bekerja pada juragan. Sistem upah yang digunakan adalah bagi hasil. Upah yang diterima bidak jauh lebih kecil dibandingan juragan. Pada hubungan ini, tidak ada jaminan sosial untuk bidak. Misalkan ketika bidak sakit maka tetap harus meminjam uang kepada juragan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan nelayan. Faktor tersebut yaitu : 1. Fluktuasi musim tangkapan 2. Sumber daya manusia : tingkat pendidikan nelayan yang rendah 3. Eksploitasi pemodal : dilakukan oleh bakul terhadap juragan 4. Ketimpangan dalam sistem bagi hasil : dilakukan juragan terhadap bidak 5. Motorisasi : menyebabkan menurunnya peran kelembangaan tempat pelelangan ikan (TPI) 6. Pencemaran lingkungan : pencemaran ditimbulkan karena kegiatan PT. Pertamina dan PT. Batavindo 7. Kebiasaan nelayan. Upaya yang dilakukan nelayan dalam mengatasi kemiskinan tersebut adalah dengan cara berikut : 1. Peran anggota keluarga, istri dan anak perempuan bekerja sebagai TKW sedangkan anak laki-laki ikut melaut 2. Pola nafkah ganda, bekerja menjadi buruh tani, buruh pabrik, dan lainnya 3. Diversifikasi alat tangkap 4. Organisasi produktif (arisan) 5. Jaringan sosial, meminjam uang kepada tetangga dan saudara. A. Struktur Nafkah Nelayan di Desa Limbangan melakukan kegiatan produktif dengan memanfaatkan hubungan patron klien. Nelayan kecil memperoleh penghasilan karena mempunyai jaringan dengan nelayan besar. Upah yang diperoleh oleh bidak tidak besar, tetapi mereka terus bekerja pada patron karena ini cara untuk memenuhi kebutuhan. Nelayan tersebut memperoleh pendapatan dari hasil tangkapan di laut, apabila dalam satu hari tidak memperoleh ikan maka tidak akan ada upah yang didapat. 9 B. Livelihood System 1. Human capital, nelayan tidak memiliki human capital karena sebagian besar tidak tamat SD 2. Social capital, di Desa Limbangan dapat dikatakan memiliki modal sosial yang tinggi karena apabila terjadi masalah ekonomi, mereka dapat meminjam kepada patron, tetanga, atau saudara. Desa Limbangan juga memiliki jaringan sosial yang berfungsi sebagai penyalur informasi khususnya informasi mengenai musim penangkapan. 3. Natural capital, sumber daya laut sangat berpengaruh terhadap kehidupan nelayan dari berbagai lapisan. Sumber daya laut ini juga memiliki musim paceklik yang memaksa nelayan untuk melakukan pekerjaan lain sebagai cara pemenuhan kebutuhan. 4. Physical capital, nelayan yang tergolong bidak tidak memiliki modal fisik seperti perahu dan alat tangkap. Hal ini yang memmbuat mereka harus bekerja dengan juragan meskipun dengan upah yang sangat rendah. 5. Financial capital, nelayan bidak tidak memiliki banyak dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kondisi ini diperparah ketika memasuki musim paceklik. C. Strategi Nafkah Seperti telah disebutkan diatas, strategi adaptasi nelayan yang dapat digolongkan ke dalam strategi nafkah adalah : 1. Peran anggota keluarga, istri dan anak perempuan bekerja menjadi TKW atau bekerja pada pabrik pengolahan hasil laut, sedangkan anak laki-laki diajak untuk melaut. 2. Pola nafkah ganda, hal ini dilakukan nelayan dengan bekerja menjadi buruh pabrik dan buruh tani. D. Vulnerability dan Resilience Tabel 1. Analisis Vunerability dan Resilience berdasarkan pustaka Mugni (2006) Vulnerability Exposure Ekologi - Dekat dengan laut Ekonomi - Sensitiveness - Bahaya - Penjualan hasil kepada bakul Penjualan kepada TPI Upah rendah Sosial - Patronklien Tetangga Saudara - Tidak ada 10 Adaptive capacity - kebocoran pipa PT. Pertamina dan PT. Batavindo Diversifika si alat tangkap - Ikatan penjualan hasil kepada bakul - Peran anggota keluarga Pola nafkah ganda - jaminan sosial dari juragan untuk bidak - Organisasi produktif Jaringan sosial Analisis Bacaan Penelitian ini tidak menggunakan metode kuantitatif untuk melengkapi metode kualitatif. Metode kuantitatif akan memberikan gambaran presentase nelayan yang termasuk ke dalam lapisan bakul, juragan, dan bidak. Selain itu penelitian ini juga belum menjelaskan jumlah nelayan yang saling berhubungan baik antar bakul dengan juragan dan antar juragan dengan bidak. Dalam penelitian ini juga, kerentanan terhadap kemiskinan dan strategi nafkah masih belum dapat dibedakan dengan jelas antara nelayan juragan dengan nelayan bidak. Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian Saya karena penelitian ini menjelaskan faktorfaktor kemiskinan. Selain itu, dijelaskan pula strategi nafkah yang dilakukan nelayan dalam mengatasi kemiskinan tersebut. 11 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota : : : : : URL : Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus di Dua Desa Nelayan Tangkap Kabupaten amongan Jawa Timur) 2004 Tesis Elektronik Moch Iqbal Bogor, Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/8233 Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Brondong dan Desa Paciran. Peneliti menggunakan metode kualitatif wawancara, observasi, dan dokumentasi dari sumber sekunder. Berdasarkan hasil pengamatan, Desa Brondong dan Desa Paciran memiliki karakteristik ekologi yang berbeda, namun perbedaannya tidak begitu signifikan. Kedua Desa ini terletak dekat pantai utara Jawa. Desa Brondong sudah terintegrasi dengan pembangunan sehingga desa ini memiliki sedikit lahan yang dapat digunakan untuk pertanian. Kawasan pertanian di Desa Brondong berada di sebelah Selatan yang jumlahnya tidak begitu banyak. Wilayah perairan ikan tangkap berada di sebelah utara. Nelayan di desa ini harus pergi ke tengah laut untuk menangkap ikan, hal ini dikarenakan perairan yang dekat ke pantai digunakan untuk sandaran perahu. Wilayah darat tidak dapat digunakan sebagai sandaran karena banyaknya bangunan yang berdiri. Berbeda dengan Desa Brondong, Desa Paciran belum tersentuh oleh pembangunan. Di desa ini wilayah pertanian masih luas. Hal ini memberikan peluang usaha yang lebih heterogen. Nelayan di Desa Paciran masih menggunakan peralatan tangkap dan armada yang sederhana. Mereka masih menggunakan dayung dan perahu kecil. Hal ini mereka lakukan karena area tangkapan mereka masih dekat dengan pantai. Kondisi pantai yang berkarangpun memberikan peluang kerja bagi istri dan anak nelayan. Mereka bisa mencari ikan kecil, dan kepiting. Hasil tangkapan ini dapat dikonsumsi untuk sehari-hari atau dijual jika lebih. Kondisi ekonomi yang ada di dua desa ini cukup berbeda. Nelayan di Desa Brondong memiliki sistem patron-klien. Terdapat tiga lapisan nelayan yaitu jeragan, kemanda, dan belah klontong. Jeragan adalah lapisan nelayan yang paling atas yang memiliki modal besar, dan tidak harus turun ke laut. mereka hanya memberikan modal kepada nelayan kecil. Kemanda merupakan lapisan menengah yang membeli hasil tangkapan ikan yang didapat oleh belah klontong. Belah klontong tidak dapat menjual hasil tangkapan kepada konsumen secara langsung karena sudah terikat dengan patron. Hal inilah yang menyebabkan nelayan tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Desa Paciran yang lebih tradisional, tidak memiliki sistem patron klien dalam kehidupannya. Mereka 12 melaut dengan peralatan sendiri sehingga hasil yang diperoleh langsung dijual ke konsumen. Lembaga ekonomi seperti Bank dan koperasi ada di Desa Paciran. Dibandingkan dengan Desa Brondong, penduduk Desa Paciran memilliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Di Desa ini pula terdapat banyak pondok pesantren sehingga nilai keagamaan masih melekat. Nelayan yang semakin banyak khususnya di Desa Brondong membuat ikan semakin berkurang. Faktor-faktor yang menyebabkan jumlah ikan berkurang antara lain : 1. Para nelayan tangkap tidak lagi mengenal musim tangkap 2. Besarnya tekanan pada laut 3. Penggunaan alat tangkap yang cenderung eksploitatif 4. Belum dikembangkannya budidaya ikan secara sungguh-sungguh Selain itu, permasalahan yang dihadapi nelayan adalah kebutuhan yang meningkat akan tetapi penghasilan menurun. Hal ini disebabkan oleh : 1. Kenaikan harga ikan secara umum tidak sebanding dengan kenaikan harga barang-barang untuk kebutuhan melaut 2. Harga ikan ketika musim tangkap turun karena banyaknya jumlah ikan di pasaran 3. Para nelayan tidak memiliki posisi tawar yang kuat untuk membuat harga 4. Banyak yang harus dipenuhi dari hasil tangkapan ikan Strategi nafkah yang dilakukan nelayan dalam kondisi ini adalah sebagai berikut : 1. Pola nafkah berserak Serakan waktu Serakan spasial Serakan alokasi tenaga kerja Serakan usaha 2. Tumbuhnya sektor informasi dan gejala pola nafkah ganda pada rumah tangga nelayan Suami-istri bekerja Salah satu anggota rumah tangga memiliki pekerjaan lebih dari satu Tenaga kerja rumah tangga masing-masing mempunyai pekerjaan 3. Strategi ekologi rumah tangga nelayan Laut lepas Kawasan pinggiran laut Kawasan pantai Daerah tepi pantai 13 A. Struktur Nafkah Desa Brondong dan Desa Paciran sangat bergantung terhadap sumber daya laut. Mereka melaut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain melaut, mereka juga melakukan kegiatan produktif lain seperti bekerja di sektor pertanian untuk Desa Paciran, dan bekerja di sektor informal seperti pabrik rokok untuk Desa Brondong. Kegiatan selain melaut ini dilakukan nelayan ketika musim paceklik. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Penghasilan yang diperoleh dari melaut digunakan untuk konsumsi sehari-hari. Selain itu juga untuk biaya sekolah anak-anak mereka. B. Livelihood System 1. Human capital, pendidikan nelayan di kedua desa tidak begitu tinggi. Mayoritas hanya lulus SD bahkan ada juga yang tidak lulus SD/sederajat. Hal ini menyebabkan human capital nelayan di Desa Brondong dan Desa Paciran sangat rendah. 2. Social capital, hubungan kekerabatan di Desa Paciran lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Brondong. Nelayan di Desa Paciran memiliki tempat tinggal yang berdekatan dengan saudara dekat mereka sehingga dapat dimintai pertolongan ketika dalam masa sulit. Selain saudara dekat, tetangga juga dapat dimintai pertolongan untuk memenuhi kebutuhan mereka ketika musim paceklik. Sedangkan Desa Brondong yang kekerabatannya tidak begitu tinggi, mereka harus memanfaatkan hubungan patron-klien. 3. Natural capital, kondisi ekologi di kedua desa berbeda, Desa Paciran yang belum tersentuh pembangunan memiliki lahan yang masih luas untuk pertanian. Selain itu, wilayah tangkapan ikan juga dapat dilakukan di dekat pantai. Kondisi ini berbeda dengan Desa Brondong yang sudah terintegrasi dengan pembangunan. Wilayah pertanian sudah semakin sedikit dan wilayah penangkapan ikan berada di tengah laut. Mereka tidak dapat melakukan penangkapan ikan di dekat pantai. 4. Physical capital, Desa Paciran tidak memiliki armada dan alat tangkap yang modern sehingga hasil tangkapannya sedikit. Sedangkan nelayan di Desa Brondong memiliki armada yang lebih modern. Hal ini karena mereka sudah mengadopsi teknologi serta adanya bantuan dari patron. 5. Financial capital, di kedua desa terdapat persamaan yaitu mereka masih dalam kondisi ekonomi yang rendah karena sumber pendapatannya hanya dari melaut. 14 C. Strategi Nafkah Strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan di Desa Brondong dan Desa Paciran adalah dengan mengalokasikan tenaga kerja anggota keluarga. Misalnya di Desa Paciran seorang Istri dan anak akan mencari ikan, kerang, dan kepiting di wilayah dekat pantai apabila musim paceklik. Selain itu, strategi yang mereka lakukan juga diversifikasi mata pencaharian yaitu bekerja di sektor informal seperti pabrik dan lainnya. D. Vulnerability dan Resilience Tabel 2. Perbandingan Analisis Vulnerability dan Resilience Berdasarkan Pustaka Iqbal (2004) Desa Brondong Vulnerability Ekologi - Exposure Sensitiveness - Adaptive capacity - Sosial - Berpasir Pembangunan sepanjang pantai Menjual ikan kepada tengkulak (kemanda) Tercemar sampah -Pembuangan sampah melaut ke laut lepas teknologi Tidak dapat menentukan posisi tawar Kebersamaan tidak terlalu tinggi Kerja ke luar negeri Meminjam uang kepada patron - patron klien kebersa maan Desa Paciran Vulnerability Exposure Sensitiveness Adaptive capacity Ekonomi Ekologi - Ekonomi Berkarang masih jernih belum tersentuh pembangunan Musim paceklik Penjualan ke konsumen langsung Mencari ikan dan kepiting di daerah berkarang bertani Sosial Kekerabatan (tetangga dan saudara) Terdapat Bank dan Kebersamaan koperasi tinggi Meminjam uang kepada tetangga dan saudara 15 Analisis Bacaan Penelitian ini mengambil perbandingan antar dua desa. Penelitian ini sudah menjelaskan secara rinci kerentanan yang menyebabkan kemiskinan pada masyarakat nelayan. Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran jelas mengenai perbedaan strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan di kedua desa. Sehingga penelitian ini dapat dijadikan literatur untuk memahami strategi nafkah pada masyarakat nelayan tersebut. Namun, kelamahan penelitian ini yaitu belum sampai pada pembedaan mengenai desa yang lebih tinggi resiliensinya sehingga konsep resiliensi kurang begitu terlihat. 16 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota : : : : : URL : Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir (Kasus Dua Desa di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bengkalan, Provinsi Jawa Timur) 2009 Tesis Elektronik Slamet Widodo Bogor, Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5628 Penelitian ini dilakukan di dua desa pada kabupaten yang berbeda, yaitu Desa Karang Agung di Kabupaten Tuban dan Desa Kwanyar Barat di Kabupaten Bengkalan. Desa Karang Agung mewakili Suku Jawa dan Desa Kwanyar Barat mewakili Suku Madura. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur sosial dari masing-masing desa, menentukan faktor penyebab kemiskinan, dan menelaah strategi nafkah yang dilakukan. Wilayah tangkapan ikan bagi nelayan di Karang Agung adalah lautan bebas yaitu lautan Jawa, sedangkan nelayan Kwanyar Barat hanya di sekitar perairan Selat Madura. Wilayah yang sempit ini menyebabkan banyaknya pesaing bagi nelayan Kwanyar Barat sehingga tak jarang berpotensi menimbulkan konflik. Jika dilihat secara ekonomi, Karang Agung lebih diuntungkan karena terletak pada kawasan lalu lintas di daerah Pulau Jawa. Kondisi ini berbeda dengan Kwanyar Barat yang ekonominya kurang berkembang. Pemukiman kedua desa ini berpusat di daerah sekitar pantai. Nelayannya menggunakan armada dan alat tangkap yang sederhana sehingga hasilnya tidak terlalu banyak. Hasil dari tangkapan ini mereka jual langsung ke pedagang tanpa melalui tengkulak. Kondisi lahan pertanian di kedua desa ini berbeda. Pertanian di Karang Agung lebih berkembang dan komoditas yang paling banyak adalah padi sawah. Sedangkan pertanian di Kwanyar Barat kurang berkembang dengan lahan kering sehingga harus memanfaatkan air hujan. Kondisi kering ini dimanfaatkan untuk menanam komoditas jagung. Pelapisan sosial di kedua desa ini memiliki perbedaan. Pelapisan sosial di Karang Agung dilihat berdasarkan kekuasaan. Lapisan sosial tertinggi diisi oleh masyarakat yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Lapisan menengah diisi oleh masyarakat yang bekerja di bidang swasta. Sedangkan lapisan terendah diisi oleh buruh tani dan nelayan. Kwanyar Barat memiliki pelapisan sosial yang sedikit berbeda. Lapisan atas di Kwanyar Barat diisi oleh mereka yang berstatus 17 Kyai. Lapisan menengah diisi oleh keluarga yang sudah menunaikan ibadah haji. Sedangkan lapisan bawah diisi oleh masyarakat biasa. Pelapisan di Kwanyar Barat lebih berpatokan pada agama karena nilai-nilai agama Islam di Kwanyar Barat masih di pegang teguh. Hal ini juga terlihat dari jadwal melaut nelayan yang tidak mengganggu waktu shalat. Mereka selalu mengusahakan untuk melakukan shalat di daratan. Kemiskinan di kedua desa ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Rendahnya akses rumah tangga terhadap sumber-sumber nafkah diperparah dengan biaya hidup yang terus meningkat 2. Rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh 3. Banyaknya nelayan modern yang didukung oleh pemodal besar 4. Modal alam tinggi tapi modal fisik dan finansial tidak ada 5. Modernisasai menyebabkan nelayan harus lebih ke tengah ketika melaut 6. Keterbatasan terhadap modal karena ketidakmampuan untuk memenuhi persyaratan bank 7. Tidak bisa akses terhadap modal fisik 8. Kerusakan lingkungan laut dan perubahan iklim karena perkembangan penduduk Strategi nafkah yang dilakukan oleh kedua desa dibagi menjadi dua yaitu strategi nafkah ekonomi dan strategi nafkah sosial. Berikut matriks strategi nafkah dari kedua desa: Tabel 3. Perbandingan Strategi Nafkah Dua Desa Berdasarkan Pustaka Widodo (2009) Strategi Nafkah Desa Ekonomi Karang Agung Kwanyar 1. Sumber nafkah ganda, dengan bekerja menjadi buruh bangunan. 2. Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumah tangga. Anak laki-laki ikut melaut dan anak perempuan menjual hasil tangkapan, membuka warung, menjadi buruh linting pada pabrik rokok. 3. Migrasi ke kota-kota besar di Jawa Timur menjadi buruh bangunan. 4. Kegiatan illegal, judi 1. Pola nafkah ganda, jasa perbaikan perahu dan Sosial 1. Sambatan : tukar menukar tenaga kerja antar tetangga. 2. Anjeng dan Buwuh : menyumbang biaya hajatan 1. Menggunakan kelembagaan tradisional 18 Barat jaring 2. Optimalisasi tenaga kerja rumah tangga, laki-laki ikut melaut dan perempuan menjual ikan 3. Migrasi, menjadi pengumpul dan pedagang besi tua di kota besar di Jawa Timur. 2. Pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal 3. Jejaring sosial. Hutang pada tetangga, dan tukar menukar informasi pekerjaan. A. Struktur Nafkah Nelayan di kedua desa memperoleh penghasilan dari laut. Mereka melaut dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Hasil tangkapan yang diperoleh tidak begitu banyak sehingga mereka menjualnya langsung kepada pedagang. Penghasilan yang mereka peroleh dari melaut ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anak mereka. Kondisi saat ini di kedua desa yaitu semakin banyaknya nelayan yang mendapatkan pinjaman dari pemodal besar sehingga menjadi ancaman bagi nelayan tradisional. Hal yang dapat mereka lakukan untuk mengatasi ini adalah dengan melakukan bermacam-macam strategi nafkah. B. Livelihood System 1. Desa Karang Agung Financial capacity, rendah karena Desa Karang Agung tidak bisa akses terhadap pinjaman modal dari bank. Hal ini karena rumitnya persyaratan yang diminta oleh bank sehingga nelayan tidak mampu untuk memenuhinya Physical capital, rendah karena nelayan tidak memiliki armada dengan teknologi yang canggih. Armada dan alat tangkap yang digunakan semuanya sangat sederhana Human capital, rendah karena tingkat pendidikannya yang rendah sehingga nelayan tidak memiliki keterampilan selain malaut Social capital, tinggi karena adanya sistem kekerabatan dan terlibatnya nelayan dalam kelembagaan kesejahteraan lokal Natural capital, tinggi karena potensi laut yang baik dan luas. Namun sumber daya alam ini semakin menurun karena adanya modernisasi. 2. Desa Kwanyar Barat Financial capital, rendah karena tidak dapat mengakses pinjaman dana pada bank Physical capital, rendah karena nelayan hanya memiliki armada dan alat tangkap yang sederhana sehingga hasil yang diperolehpun sedikit 19 Human capital, rendah karena tingkat pendidikan mereka yang juga rendah Social capital, tinggi karena adanya kelembagaan tradisional dan jaringan sosial Natural capital, rendah karena wilayah tangkapan yang sempit dan sering terjadi konflik perebutan wilayah tangkapan. C. Strategi Nafkah Terdapat dua tipe strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan Desa Karang Agung dan Desa Kwanyar Barat yaitu strategi ekonomi dan strategi sosial. Apabila disandingkan dengan teori jenis strategi nafkah maka strategi yang mereka lakukan adalah sebagai berikut : 1. Pola nafkah ganda 2. Optimalisasi peran keluarga 3. Migrasi 4. Kegiatan illegal 5. Memanfaatkan hubungan sosial D. Vulnerability dan Resilience Kerentanan yang dialami oleh Desa Karang Agung dan Kwanyar Barat adalah semakin banyaknya nelayan modern yang berlayar dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih. Hal ini menyebabkan nelayan tradisional semakin sedikit memperoleh hasil tangkapan dan berpengaruh terhadap penurunan pendapatan. Kondisi seperti ini memaksa nelayan tradisional untuk melakukan berbagai adaptasi agar dapat bertahan. Adaptasinya adalah dengan melakukan strategi nafkah baik itu dari segi ekonomi maupun segi sosial. Analisis Bacaan Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai strategi nafkah yang dilakukan nelayan. Penjelasan mengenai strategi nafkah tersebut sudah dibedakan dari kedua desa yang diteliti. Namun, kelemahannya terletak pada penjelasan mengenai kerentanan yang menyebabkan kemiskinan pada nelayan. Peneliti belum menjelaskan secara terpisah penyebab kemiskinan di kedua desa. Hal ini mengakibatkan tidak terlihat jelas penyebab yang paling banyak pengaruhnya di satu desa dan desa lainnya. Penjelasan mengenai penyebab kemiskinan masih secara umum yaitu penggabungan antara dua desa yang diteliti. Akan tetapi, penelitian ini dapat dijadikan acuan karena penjelasan strategi nafkah sudah sangat jelas yaitu dibagi menjadi strategi ekonomi dan strategi sosial. 20 Judul : Tahun Jenis Pustaka Nama Jurnal Vol/No/Hal Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : : : Kota URL : : Impacts of Climate Variability and Change on Fishery-Based Livelihoods 2010 Jurnal Marine Policy 34/-/ 375-383 Elektronik Marie Caroline Badjeck, Edward H. Allison, Ashley S. Halls, Nicholas K. Dulvy http://www.sciencedirect.com/science/ article/pii/S0308597X09001237 Tulisan ini bertujuan melihat dampak perubahan iklim terhadap sistem nafkah masyarakat pesisir dan perikanan. Masyarakat pesisir menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut. Struktur nafkah mereka akan terganggu apabila terjadi perubahan iklim atau global warming. Contohnya adalah fenomena pemutihan batu karang akibat global warming. Fenomena ini menyebabkan terjadinya penurunan kelimpahan spesies laut yang hidup pada karang. Penelitian ini ingin melihat vulnerability dan resilience masyarakat dengan mengidentifikasi dampak perubahan iklim. Selain itu penulis juga ingin melihat asset atau modal serta sistem livelihood yang ada. A. Struktur Nafkah Masyarakat yang hidup di kawasan pesisir menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut. Mereka mengambil semua manfaat yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perubahan iklim yang terjadi pada daerah pesisir akan berdampak pada penurunan jumlah spesies. Penurunan spesies ini akan berpengaruh pula terhadap penghasilan nelayan. Hal ini menyebabkan nelayan harus melakukan berbagai adaptasi agar mampu bertahan pada kondisi yang semakin tidak menguntungkan ini. B. Livelihood System 1. Human capital, tidak terlalu terlihat dalam bacaan 2. Social capital, hanya tersirat dalam bacaan yang intinya masih ada sedikit hubungan sosial yang dapat dimanfaatkan ketika melewati masa sulit 3. Natural capital, kelimpahan ikan menurun akibat adanya perubahan iklim 21 4. Physical capital, tidak ada karena adanya bencana membuat peralatan melaut mereka menjadi rusak 5. Financial capital, tidak mendapat pinjaman dari bank sehingga dana didapat dari peminjaman informal. C. Strategi Nafkah 1. Perubahan jenis mata pencaharian 2. Merubah teknik panen 3. Mengadopsi teknologi baru dan merubah asset produksi 4. Asuransi pribadi 5. Meningkatkan atau memperbaiki pendidikan dan kemampuan 6. Meningkatkan akses terhadap informasi mengenai perubahan iklim 7. Memelihara hubungan sosial 8. Berbagi ide mengenai inovasi teknologi 9. Diversifikasi mata pencaharian ke sektor pertanian 10. Mengikuti kebijakan yang ada yaitu mengurangi penangkapan ikan 11. Mengambil manfaat positif dari perubahan ilkim, yaitu banyaknya jumlah dari spesies tertentu karena perubahan iklim. D. Vulnerability dan Resilience Kerentanan yang dialami masyarakat pesisir adalah perubahan iklim yang akhir-akhir ini sering terjadi. Hal ini disebabkan karena fenomena global warming. Pada bacaan disebutkan bahwa perahu yang digunakan nelayan juga berkontribusi dalam kejadian global warming. Hal ini karena penggunaan bahan bakar untuk menjalankan perahu. Perubahan iklim membuat spesies ikan yang biasa ditangkap oleh nelayan menjadi berkurang sehingga mereka harus melakukan berbagai adaptasi. Analisis Bacaan Penelitian ini memberikan gambaran mengenai perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim yang terjadi pada masyarakat pesisir memberikan dampak terhadap struktur nafkah mereka. Dampak tersebut adalah semakin menurunnya jumlah spesies di laut sehingga imbasnya adalah pada penurunan hasil tangkapan nelayan. Menurunnya hasil tangkapan akan berpengaruh pada kondisi ekonomi. Selain itu, penelitian ini menjelaskan mengenai kebijakan penangkapan ikan yang boleh dilakukan tetapi tidak menyentuh level pemerintah dalam pembahasannya. Meskipun penelitian ini berkaitan dengan ekonomi, namun belum menjelaskan tentang sistem mata pencaharian yang berkaitan dengan lima asset yaitu manusia, alam, finansial, fisik, dan modal 22 sosial. Akan tetapi, penelitian ini dapat dijadikan acuan karena sudah menyentuh tentang strategi nafkah sebagai cara nelayan untuk beresiliensi. 23 Judul : Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : Kota URL : : Strategi Adaptasi Nelayan Pulau-Pulau Kecil terhadap Perubahan Ekologi Working Paper Elektronik Hendri Stenli Lekatompessy, M.Natsir Nessa, Andi Adri Arief Makassar http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files B8e41a786da110597359750867c6c4c7.pdf Penelitian ini dilakukan di dua pulau kecil yaitu Pulau Badi dan Pulau Pajenekang. Kedua pulau ini terletak di Desa Mattiro Peceng kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Peneliti ingin melihat dampak perubahan ekologi terhadap strategi kenelayanan yang ada di desa. Peneliti menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Setiap Pulau diambil responden sebanyak 10% dari jumlah nelayan yang ada. Kondisi yang dialami oleh nelayan di desa ini adalah menurunnya daya dukung alam namun kebutuhan mereka semakin meningkat. Bentuk perubahan ekologis yang terjadi adalah kerusakan terumbu karang dan peningkatan intensitas gelombang. Semakin berkembangnya masyarakat, mendorong mereka untuk melakukan kenelayanan destruktif. Nilai ekonomi ikan karang yang tinggi mendorong masyarakat melakukan penangkapan ikan karang dalam jumlah besar. Penangkapanpun menggunakan alat tangkap yang dapat memicu kerusakan ekosistem. Kerusakan terumbu karang menyebabkan susbstrat berkurang, hilangnya tempat mengasuh dan membesarkan ikan, serta rusaknya termpat perlindungan bagi biota laut. Dampak perubahan ekologi yang dirasakan nelayan adalah sulitnya menentukan daerah penangkapan, menurunnya jumlah hasil tangkapan, daerah penangkapan semakin jauh, abrasi di pemukiman penduduk, serta meningkatnya resiko melaut. A. Struktur Nafkah Nelayan di Pulau Badi dan Pajenekang memiliki suber penghasilan dari tangkapan ikan. Mereka sangat bergantung pada kelimpahan ikan yang ada di laut. Apabila jumlah ikan di laut semakin berkurang maka penghasilan mereka juga akan menurun. Hal ini diperparah ketika terjadi perubahan ekologi pada sumber daya laut. sumber daya laut yang selama ini dimanfaatkan, memberikan penghasilan yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 24 B. Strategi Nafkah Perubahan ekologi yang terjadi memaksa nelayan untuk melakukan berbagai adaptasi. Adaptasi yang dilakukan juga bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Adaptasi yang dilakukan nelayan adalah sebagai berikut : 1. Menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan 2. Memperluas daerah penangkapan 3. Menganekaragamkan sumber pendapatan 4. Memobilisasi anggota rumah tangga, anak laki-laki ikut melaut dan anak perempuan serta istri membuka warung sembako dan lainnya 5. Memanfaatkan hubungan sosial C. Livelihood System 1. Human capital, tidak dijelaskan dala bacaan 2. Natural capital, semakin menurun karena terjadinya perubahan ekologi 3. Physical capital, rendah karena daerah pemukiman sering rusak akibat abrasi 4. Financial capital, rendah namun tidak dibahas secara jelas dalam bacaan 5. Social capital, tinggi karena masih berjalanya hubungan sosial terlebih ketika masa sulit. D. Vulnerability and resilience Kerentanan yang dialami oleh nelayan di desa Mattiro Peceng ini adalah perubahan ekologi. Perubahan ekologi ini menimbulkan berbagai dampak yang sangat merugikan nelayan dan dapat menurunkan penghasilan mereka. selain itu, dapak ekologi ini juga dapat menimbulkan abrasi yang mengancam tempat tinggal. Berbagai adaptasi dilakukan nelayan untuk mengatasi dampak ekologi ini. Beberapa diantaranya adalah adaptasi untuk mempertahankan struktur nafkah nelayan. Analisis Bacaan Lampiran penelitian ini tidak mencantumkan nama jurnal pada muka tulisannya. Selain itu penelitian ini juga belum menyentuh tentang sistem I secara jelas. Apabila sistem livelihood dibahas dalam penelitian ini maka akan dapat dipahami sistem kehidupan nelayan dan cara mereka bertahan hidup dalam kondisi ekonomi dan ekologi yang kurang mendukung. Namun, penelliti hanya menjelaskan mengenai kondisi ekologi di lingkungan kehidupan nelayan dan cara mereka melakukan adaptasi. 25 Judul : Tahun Jenis Pustaka Nama Jurnal Vol/No/Hal Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota URL : : : : : : : : Marine Dependent Livelihood and Resilience to Environmental Change : A Case Study of Anguilla 2014 Jurnal Marine Policy 45/-/ 204-212 Elektronik J. Forster, I.R. Lake, A.R. Watkinson, J.A. Gill Norwich http://www.sciencedirect.com/science/ article/pii/s0308597X1300242X Lautan merupakan sumberdaya yang dapat terganggu dengan adanya kejadian alam seperti perubahan lingkungan. Contoh dari perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap sumberdaya lautan ini adalah peristiwa angin topan, tsunami, gempa dan lainnya. Hal ini juga akan berimplikasi pada mereka yang menggantungkan pekerjaan dan kehidupannya kepada sumberdaya laut tersebut. Sehingga mereka harus melakukan berbagai adaptasi untuk dapat bertahan di tengah perubahan lingkungan ini. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat dampak angin topan terhadap resiliensi masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara pertama, mengidentifikasi karakteristik pengguna sumberdaya dan mata pencahariannya. Kedua, melihat dampak angin topan terhadap sumberdaya. Ketiga, menyelidiki persepsi pengguna terhadap perubahan lingkungan pada sumberdaya dan kemananan livelihood. Penelitian ini dilakukan di Anguilla, sebuah pulau kecil di gugusan Artilles di Lautan Caribbean. Pulau Anguilla merupakan pulau yang masyarakatnya bergantung pada sumberdaya kelautan dan wisata seperti banyak pulau lainnya di Caribbean. Mayoritas nelayan beroperasi di dekat tepian laut namun terdapat juga yang mencapai radius 65 km. Wisata justru mendominasi ekonomi Anguilla hingga mencapai 70% pada gross domestic product (GDP) dan kesempatan untuk pekerja. Responden dari penelitian ini adalah 24 orang dari nelayan dan 13 orang dari pengelola wisata. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah metode pengkodean terbuka dan korelasi Rank Spearman. Dua puluh empat nelayan laki-laki yang diwawancarai adalah asli orang Anguilla dan hidup disana dengan hanya tiga orang yang merupakan lulusan SMA. Jika dilihat dari rata-rata umur responden, yaitu 46 tahun dengan jarak antara 19 tahun dan 70 tahun. Memancing merupakan pekerjaan utama mereka untuk memperoleh penghasilan walaupun ada sebagian mereka yang mengajak para pekerja untuk bekerja 26 dengannya termasuk pekerjaan pembuatan perahu. Nelayan mengaku bahwa mereka memancing dengan menggunakan perahu mereka dan membuat jaring penangkapan sendiri. Mereka memperkirakan bahwa harga ikan atau lobster adalah antara $US 135 dan 225 per jaring. A. Struktur Nafkah Pada penelitian ini disebutkan bahwa masyarakat yang ada di Anguilla memperoleh pendapatan dari sumberdaya kelautan yang ada. Mereka memafaatkan laut sebagai pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam hal ini mereka melakukan penangkapan ikan-ikan yang ada di karang, lobster dan ikan lainnya yang ada di tengah lautan. Selan itu, juga terdapat masyarakat yang bekerja sebagai pengelola wisata bagi pelancong-pelancong yang datang ke tempat ini. B. Livelihood System Human capital dalam penelitian ini tidak ada karena pendidikan nelayan dan pengelola wisata tidaklah tinggi. Banyak dari mereka yang putus sekolah hingga anaknyapun sengaja berhenti sekolah demi membantu orangtua mereka. Hal ini terlihat seperti masalah kemiskinan yang siklikal. Financial capital pun tidak nampak dari nelayan karena mereka hanya mengantungkan hidupnya pada sumberdaya laut yang ada sehingga pendapatan mereka kecil, terlebih lagi ketika sering terjadi musim angin topan. Jika melihat natural capital , dapat dikatakan melimpah karena banyak ikan dan udang yang mereka tangkap, selain itu pantainya juga berpotensi untuk dijadikan daerah wisata yang dapat dikunjungi oleh orang luar. Namun, kelimpahan dari sumberdaya ini mulai terganggu karena adanya kejadian angin topan yang membuat nelayan dan pengelola wisata terpaksa harus mencari strategi untuk bertahan. Bagi nelayan dan pengelola wisata, social capital sangat dibutuhkan, hal ini nampak dari kegiatan mereka yang saling bekerja sama. Misalnya dalam penelitian ini, terdapat nelayan yang mengajak orang lain untuk bekerja menangkap ikan bersamanya. Modal livelihood yang terakhir adalah physical capital. Nelayan memang memiliki perahu dan jaring tangkap sendiri, namun itu tidak dapat dijadikan sebagai indikator yang membuat mereka dapat dikatakan kaya, namun itu merupakan perlengkapan yang wajib dimiliki untuk membantu berjalannya pekerjaan mereka. 27 C. Strategi Nafkah Mengatasi dampak yang ditimbulkan dari angin topan, nelayan dan pengelola wisata melakukan strategi nafkah. Bagi nelayan, strategi nafkah yang dilakukan adalah dengan mengganti strategi dalam menangkap ikan. Sedangkan pengelola wisata, mereka melakukan strategi nafkah dengan cara mencari pekerjaan baru. Misalnya restoran, atau menjadi tukang kayu. D. Vulnerability dan resilience Kerentanan yang dihadapi nelayan dan pengelola wisata sebagai pengguna sumberdaya adalah masalah kejadian perubahan lingkungan seperti yang terjadi di Anguilla yaitu adanya angin topan yang sekarang sudah menjadi angin musiman. Tingkat resiliensi antara nelayan dan pengelola wisata jika dibandingkan, lebih tinggi pada pengelola wisata. Hal ini karena pengelola wisata memiliki kemampuan lain untuk melakukan diversifikasi sumber nafkah. Sedangkan nelayan, mereka hanya mahir dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, inilah yang membuat mereka lebih rendah resiliensinya dibandingkan dengan pengelola wisata. Analisis Bacaan Penelitian ini belum membahas mengenai livelihood system yang dimiliki oleh nelayan sehingga tidak dapat dianalisis dengan pasti. Penelitian ini membandingkan tingkat keterampilan antara nelayan dan pengelola wisata. Perbedaan tingkat keterampilan ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan resiliensi mereka. pengelola wisata memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi karena keterampilan mereka lebih baik dibandingkan nelayan. Peneliti kemudian menjelaskan berbagai strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan-nelayan tersebut. Meskipun belum menjelaskan mengenai livelihood system namun penelitian ini sudah menyentuh tentang resiliensi sehingga dapat dijadikan acuan dalam penelitian yang akan Saya lakukan. 28 Judul : Tahun Jenis Pustaka Nama Jurnal Vol/No/Hal Bentuk Pustaka Nama Penulis : : : : : : Kota URL : : Patron – Client Relationships, Livelihoods and Natural Resource Management in Tropical Coastal Communities 2014 Jurnal Ocean and Coastal Management 100/-/ 63-73 Elektronik Daniella Ferrol-Schulte, Sebastian C.A. Ferse, Marion Glaser Norwich http://www.sciencedirect.com/science/ article/pii/S0964569114002294 Patron klien merupakan bagian yang terintegrasi dalam kehidupan nelayan. Hubungan patronase bisa dikatakan sangat berpengaruh bagi mereka para nelayan dalam menjaga keberlangsungan mata pencaharian. Hal ini dikarenakan patron memberikan peralatan seperti perahu, jaring, dan lainnya agar nelayan dapat bekerja. Namun, selain itu ada hubungan timbal balik pada keduanya, yakni nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada patron. Penelitan ini dilakukan di Zanzibar yang mengambil tiga desa yaitu Mkunguni, Paje, dan Nungwi. Disini nelayan melakukan kegiatannya penangkapan ikan di wilayah batu karang, sungai mangrove, wilayah rumput laut, dan tepi pasir. Hasil yang ingin diketahui oleh peneliti dari penelitiannya ini adalah pertama, keuntungan dari hubungan diadik. Kedua, modal yang diberikan patron yang paling berpengaruh bagi nelayan dengan kemampuan yang kecil. Ketiga, seberapa pentingnya hubungan patronase dalam menentukan matapencaharian rumah tangga nelayan. Sebanyak 59,6 % nelayan tergabung dalam hubungan patron-klien. Proporsi yang paling banyak adalah di Nungwi. Patron memberikan peralatan yang dibutuhkan oleh nelayan seperti perahu dan jaring. Ketika nelayan dalam keadaan sulit maka orang yang pertama dimintai pertolongan adalah patron. Kondisi sulit ini antara lain adalah ketika nelayan tidak bisa bekerja, kurangnya makanan, dan ada anggota keluarga yang sakit. Frekuensi keuntungan yang paling banyak diterima oleh nelayan adalah dukungan sosial, penggunaan perahu, pekerjaan, serta akses terhadap pasar. Hal ini menyebabkan adanya pernyataan dari nelayan di semua desa bahwa mereka tidak merasa rugi terlibat dalam hubungan patronase. Meskipun dalam hubungan ini ada unsur upah rendah dan eksploitasi yang dilakukan oleh patron. A. Struktur Nafkah Nelayan Nelayan memeroleh pendapatan dari hasil menangap ikan di laut. Hasil tangkapan ini kemudian tidak langsung dijual ke pasar melainkan dijual ke 29 patron. Hal ini menunjukkan harus adanya timbal balik antara patron dengan klien. Pendapatan yang diperoleh nelayan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk biaya kesehatan, serta biaya pendidikan anak-anak mereka. B. Livelihood System Terdapat lima modal yang diteliti, ini mengacu pada modal-modal yang dipaparkan oleh Ellis yakni human , social , natural , financial , dan physical . 1. Human capital, jika dilihat dari nelayan maka mereka tidak memiliki human karena mereka hanya bekerja dan bergantung pada sumberdaya lautan. Namun, menurut peneliti patron memiliki human yang lebih baik. 2. Social capital , hubungan sosial antara nelayan dengan patron dapat dikatakan baik karena mereka saling memberikan sesuatu yang mereka punya demi kepentingan bersama. Social ini terlihat dari adanya dukungan sosial terhadap nelayan ketika mereka berada dalam masa sulit seperti tidak dapat bekerja, ada anggota keluarga yang sakit, serta kurangnya makanan. Dukungan sosialpun tidak hanya diperoleh dari patron tetapi juga dari saudara dan tetangga. 3. Natural capital, sumberdaya kelautan yang melimpah di daerah mereka membuat mereka bergantung terhadap itu. Sumber daya inilah yang kemudian memberikan pendapatan untuk nelayan. 4. Physical capital, berupa pemberian perahu dan jaring dari patron untuk nelayan. 5. Financial capital, sama seperti physical bahwa mereka tidak harus membeli perahu dan jaring tetapi mereka sudah dapat memilikinya. C. Strategi Nafkah Hal yang nelayan lakukan ketika mereka tidak dapat bekerja di laut adalah dengan melakukan diversifikasi mata pencaharian. Diversifikasi ini dapat berupa kegiatan pertanian, bekerja di sektor informal, wisata, dan lainnya. D. Vulnerability dan Resilience Kerentanan yang sering dihadapi oleh nelayan adalah kerusakan peralatan kerja, upah rendah yang diberikan patron, serta ekslpoitasi. Namun cara mereka untuk mengatasi ini justru dengan meminta bantuan kepada patron tersebut. 30 Analisis Bacaan Dalam penelitian ini, hubungan patron klien sudah dijelaskan dengan baik namun masih ada yang perlu dijelaskan lebih rinci lagi. Hal tersebut adalah hubungan nelayan dengan patron mengenai aturan mengenai hasil tangkapan dan upah nelayan. Hasil tangkapan yang didapatkan nelayan setelah melaut tidak dijelaskan dijual kepada patron atau dijual ke pasar. Sehingga tidak nampak jelas sistem upah yang ada antara nelayan dengan patronnya. 31 Judul : Tahun Jenis Pustaka Nama Jurnal Vol/No/Hal Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota URL : : : : : : : : Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir 2011 Jurnal Makara, Sosial Humaniora 15/1/Elektronik Slamet Widodo Bangkalan http://journal.ui.ac.id/humanities/article/view/890/849 Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kwanyar pada Juli hingga Nopember 2010. Lokasi dipilih karena daerah ini terdapat beberapa desa dengan penduduk bermata pencaharian nelayan. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara, focus group discussion (FGD), pengamatan (observasi), dan PRA. Sebagian besar pekerjaan di lokasi penelitian adalah nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil, dan pedagang kecil. Masyarakat nelayan di Kwanyar memiliki akses yang rendah terhadap modal finansial. Hal ini menyebabkan rendahnya akses terhadap modal fisik. Teknik penangkapan ikan yang digunakan masih tradisional karena mereka masih menggunakan armada yang sederhana. Hasil tangkapan kemudian dijual kepada pedagang perantara atau langsung dijual ke pasar. Selain itu, mereka juga biasa melakukan pembuatan ikan asin dari hasil tangkapannya. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan nilai tambah pada hasil tangkapan tersebut. Hal lain yang mereka lakukan selain menangkap ikan adalah melakukan pengawetan yaitu dengan membuat ikan asin dan pemindangan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di Kwanyar. Faktor tersebut antara lain pendidikan yang rendah, banyaknya pesaing, pola hubungan ekploitatif dari patron klien, dan over fishing. Pendidikan yang rendah membuat lemahnya daya saing nelayan dalam memperebutkan peluang pekerjaan yang lebih layak. Pendapatan yang rendah juga menjadikan kemampuan nelayan untuk mengakumulasi modal sangat terbatas, sehingga mereka tidak dapat akses pada teknologi yang lebih modern. A. Struktur Nafkah Nelayan Nelayan di Kecamatan Kwanyar menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut. Mereka melakukan aktivitas penangkapan setelah waktu shalat Subuh. Aktivitas melaut mereka sangat bergantung pada musim. Mereka akan pergi melaut ketika musim ikan banyak. Peralatan yang mereka gunakan 32 adalah peralatan yang sederhana dan teknik penangkapannya masih tradisional. Hal ini dikarenakan mereka belum mampu akses pada modal fisik yang ada. Keterbatasan akses mereka terhadap modal fisik dikarenakan rendahnya modal finansial yang mereka miliki. B. Livelihood System 1. Financial capital, pada masyarakat nelayan di Kwanyar modal finansialnya rendah. Pendapatan nelayan sangat rendah karena banyaknya faktor yang mempengaruhi. Faktor tersebut memiliki dampak yang sangat besar pada kondisi ekonomi masyarakat. Hampir semua nelayan di Kwanyar tergolong ke dalam masyarakat miskin. 2. Physical capital, rendah karena nelayan tidak memiliki perlengkapan yang modern. Aktivitas penangkapan ikan yang ditekuni oleh nelayan Kwanyar hanya ditopang oleh armada yang sederhana dan masih menggunakan teknik tradisional. Rendahnya modal fisik yang dimiliki nelayan disebabkan karena pendapatan mereka yang sedikit sehingga tidak dapat akses pada modal fisik. 3. Social capital, di Kecamatan Kwanyar hubungan sosial masih terpelihara dengan sangat baik. Mereka selalu membantu sama lain ketika orang lain sedang mengalami masa sulit termasuk nelayan. Contohnya adalah ketika nelayan tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari karena hasil tangkapan kurang, maka akan ada tetangga atau saudara dekat yang dapat dimintai bantuan. Selain itu, tingginya hubungan sosial di Kwanyar terlihat dari cara sumbang menyumbang yang terjadi ketika ada warga yang sedang mengadakan acara hajatan. Selain itu, konflik yang terjadi antara nelayan Kwanyar dengan nelayan dari Kabupaten Sampang membuat nelayan Kwanyar menjadi semakin erat ikatan sosialnya. 4. Human capital , rendah karena tingkat pendidikan nelayan di Kwanyar masih rendah. Hal ini menyebabkan nelayan tidak memiliki keterampilan khusus dan membuat mereka tidak memiliki daya saing untuk medapat pekerjaan baru. 5. Natural capital , kelimpahan sumber daya laut sudah mulai berkurang karena banyaknya nelayan yang datang dari daerah lain. Nelayan tersebut sudah menggunakan peralatan modern sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih banyak. Selain itu, kegiatan over fishing menyebabkan jumlah spesies di laut berkurang sehingga tangkapan nelayan menjadi menurun. 33 C. Strategi Nafkah Terdapat dua jenis strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan di Kwanyar yaitu strategi ekonomi dan sosial. Berikut adalah matriksnya : Tabel 4. Analisis Strategi nafkah Berdasarkan Pustaka Widodo (2012) Jenis Strategi Strategi Pola nafkah ganda Optimalisasi tenaga kerja rumah tangga Kegiatan Jasa Perbaikan perahu dan jaring Menarik becak Terlibat dalam penangkapan ikan Pelaku Laki-laki Laki-laki Membantu dalam perbaikan perahu atau jaring Ekonomi Migrasi Pemanfaatan lembaga kesejahteraan lokal Membantu menjual hasil tangkapan Bekerja sebagai pedagang dan pengumpul besi tua di beberapa kota besar Otok-otok (menyumbang biaya hajatan) Perempuan Laki-laki Laki-laki Rempoh (arisan) Sosial Jejaring sosial Hutang pada tetangga atau kerabat Laki-laki dan perempuan Tukar menukar D. Vulnerability dan Resilience Kerentanan yang dihadapi nelayan di Kwanyar adalah semakin menurunya hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkapan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah banyaknya pesaing yang datang dari daerah lain. Nelayan dari daerah lain tersebut sudah menggunakan peralatan yang modern sehingga bisa memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak. Adanya pesaing ini memicu timbulnya konflik antara nelayan Kwanyar dengan nelayan dari luar Kwanyar. Kerentanan yang dialami oleh nelayan berpengaruh terhadap penurunan pendapatan. Namun, dalam mengatasi hal ini 34 nelayan melakukan berbagai strategi baik strategi ekonomi maupun strategi sosial. Strategi ekonomi yang banyak dilakukan nelayan adalah bermigrasi ke kota besar di Jawa Timur menjadi pedagang dan bekerja di sektor informal lainnya. Analisis Bacaan Penelitian ini belum menggunakan metode kuantitatif. Penggunaan metode kuantitatif akan membantu peneliti untuk mendapatan data yang lebih banyak dari responden. Selain itu, penggunaan kuisioner dapat memberikan presentase untuk beberapa indikator. Penelitian ini juga belum menjabarkan secara jelas faktor yang paling besar pengaruhnya dan paling kecil pengaruhnya terhadap kemiskinan nelayan. Pada penelitian ini juga masih terdapat salah ketik pada matriks strategi nafkah yaitu yang seharusnya dituliskan strategi sosial tetapidi bacaan tertulis strategi ekonomi. Peneliti juga belum menjelaskan pola migrasi secara jelas yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kwanyar. 35 Judul : Tahun Jenis Pustaka Nama Jurnal Vol/No/Hal Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota : : : : : : : URL : Mobilitas Sosial Nelayan Pasca Sedimentasi Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah) 2012 Jurnal Sodality, Sosiologi Pedesaan 06/03/Elektronik Septi Agung Kuwandari dan Arif Satria Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/8022 Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cilacap yaitu di Desa Klaces. Desa Klaces merupakan salah satu desa yang mendapatkan dampak sedimentasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Desa Klaces telah mengalami perubahan ekologi, sosial, dan ekonomi yang signifikan dari sedimentasi DAS sehingga memungkinkan terjadinya strategi adaptasi dan mobilitas sosial. Penelitian ini dilkakukan pada April - Mei 2012. Sedimentasi adalah salah satu permasalahan utama yang mengakibatkan perubahan ekologi, sosial, dan ekonomi di wilayah pesisir. Sedimentasi yang terjadi di Desa Klaces membuat luas daratan menjadi semakin meluas dan wilayah perairan semakin sempit. Luasan daratan yang bertambah akhirnya dijadikan warga sebagai tempat membangun rumah. Selain itu, daratan baru juga dijadikan sebagai lahan pertanian karena kondisi tanah yang cukup mendukung. Di sisi lain, sedimentasi membuat nelayan kehilangan pekerjaan utamanya. Mereka tidak dapat lagi melaut karena kondisi wilayah tangkap semakin tidak mendukung. Perubahan ekologi yang disebabkan oleh sedimentasi adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Perairan semakin dangkal Timbulnya daratan baru Luas perairan semakin sempit Garis pantai semakin maju Rusaknya mangrove Perairan semakin kotor dan keruh Rusaknya daerah pemijahan biota laut Hilangnya berbagai spesies ikan dan hewan laut Perubahan ekologi ini membuat nelayan harus mencari pekerjaan baru. Bagi mereka yang awalnya seorang nelayan, kini telah berganti ke petani baik itu petani 36 pemlilik maupun petani penggarap. Masyarakat yang tidak memiliki lahan atau sawah biasanya ikut membantu pada saat panen (bawon). Saat ini, nelayan hanya menjadi pekerjaan sampingan warga Desa Klaces. Kegiatan yang mereka jalankan juga hanya menjadi nelayan madong. Nelayan madong merupakan istilah yang digunakan untuk penangkap kepiting. Kegiatan mencari kepiting inipun sangat terbatas pada waktu-waktu tertentu. A. Struktur Nafkah Sebagian besar warga di Desa Klaces bekerja sebagai petani. Pekerjaan ini mereka lakukan karena terjadinya perubahan ekologi. Munculnya daratan baru akhirnya dijadikan sebagai lahan untuk bercocok tanam padi. Hasil panenpun dapat dikatakan bagus dan produktivitas lumayan tinggi. Pendapatan yang mereka peroleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, juga digunakan sebagai biaya pendidikan anak-anak mereka. Namun, tidak semua anak mengikuti kegiatan pendidikan di sekolah formal. Banyak di antara mereka yang ikut bekerja dengan orangtua hanya karena persoalan ekonomi. Pendapatan lain diperoleh dari pekerjaan sampingan mereka yaitu dari kegiatan mencari kepiting. Kepiting yang diperoleh langsung mereka jual ke konsumen, ke pasar, atau dijual melalui bos kepiting. B. Livelihood System 1. Financial capital, rendah karena mereka kehilangan pekerjaan pokok mereka yaitu nelayan. Hal ini membuat mereka harus melakukan berbagai strategi adaptasi agar memperoleh penghasilan. Namun, terdapat keringanan yang diciptakan oleh pemerintah melalui program PNPM. Program PNPM ini memberikan peluang pekerjaan kepada warga Desa Klaces misalkan mengikuti pembuatan jalan dan pembangunan lainnya. Selain itu, dari program PNPM ini juga terdapat program peminjaman dana untuk modal usaha. 2. Physical capital, rendah karena mereka hanya memiliki peralatan tradisional untuk melaut. Sehingga hasil yang diperoleh tidak begitu melimpah namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Natural capital, terjadi perubahan ekologi di Desa Klaces. Pembentukan daratan baru membuat nelayan kehilangan pekerjaan pokoknya karena wilayah tangkapan menjadi semakin sempit, kotor, dan banyak spesies ikan yang mati. 4. Social capital, sangat tinggi karena terdapat jaringan sosial di antara warga Desa Klaces. Setiap warga akan saling membantu orang lain yang sedang mengalami kesulitan. Pun ketika nelayan mengalami masa sulit dalam 37 kehidupannya, mereka dapat meminta bantuan kepada saudara, tetangga, dan kerabat dekatnya. 5. Human capital, rendah karena nelayan yang sekarang menjadi petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Namun saat ini sudah ada program pemerintah yaitu untuk mengejar paket A, B, dan C. C. Vulnerability dan resilience Kerentanan yang dihadapi nelayan dan semua warga Desa Klaces adalah proses sedimentasi perairan Segara Anakan. Hal ini menyebabkan sumber penghidupan nelayan menjadi hilang. Pemerintah daerah sudah melakukan berbagai solusi yaitu dengan pengerukan. Namun, pengerukan ini hanya bertahan sangat singkat karena laju sedimentasi di lokasi penelitian sangat tinggi. Hilangnya sumber nafkah utama membuat warga Desa Klaces melakukan berbagai pekerjaan yang dapat mereka kerjakan. Mereka melakukan semua itu karena mereka membutuhkan penghasilan. Semangat warga Desa Klaces untuk bertahan hidup dapat dikatakan sangat tinggi. Semangat ini terlihat dari kemauan mereka untuk melakukan segala jenis pekerjaan yang memberikan peluang. D. Strategi Nafkah Berikut adalah berbagai strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan Klaces : 1. Melakukan hubungan sosial Seperti telah dijelaskan di atas, warga memiliki jaringan sosial yang tinggi. Hal ini sangat membantu mereka ketika berada dalam masa sulit 2. Pola nafkah ganda Strategi nafkah ganda banyak dilakukan oleh keluarga yang banyak jumlah anggotanya. Banyaknya anggota keluarga membuat mereka membutuhkan banyak pemasukan untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga tersebut. Sehingga mereka cenderung melakukan pola nafkah ganda misalnya dengan membuka warung dan lainnya. 3. Migrasi Warga yang melakukan migrasi hanya sedikit jumlahnya. Sebagian besar warga menganggap bahwa bekerja di daerah sendiri jauh lebih baik. 4. Alih mata pencaharian Sebagian besar nelayan beralih mata pencahariannya menjadi petani. Sebaliknya, nelayan yang awalnya menjadi pekerjaan pokok kini hanya menjadi pekerjaan sampingan. 5. Strategi adaptasi lainnya 38 Strategi lain yang biasa dilakukan adalah menjual atau menyewakan asset/barang milik mereka. Barang/asset ini dapat berupa peralatan elektronik, emas dan lainnya. Selain itu, mereka juga biasa menjual hasil hutan. Analisis Bacaan Penelitian ini sudah menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif sehingga informasi dan data yang diperoleh sangat kaya. Selain itu, penelitian ini mudah dipahami karena memiliki substansi yang sangat runut. Penelitian ini dapat diajadikan acuan untuk penelitian selanjutnya karena memberikan gambaran mengenai perubahan ekologis dan hubungannya dengan strategi adaptasi nelayan dengan sangat jalas. 39 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Konsep Ekonomi Nelayan 1. Pengertian Nelayan Menurut Imron (2003) yang dikutip oleh Mulyadi (2007) nelayan adalah kelompok masyarakat yang kehidupannya bergantung pada hasil laut secara langsung. Hasil laut tersebut diperoleh dengan melakukan penangkapan ataupun dengan melakukan budidaya. Selanjutnya Mubyarto menambahkan penggolongan nelayan menurut kepemilikkan alat tangkap. Pengolongan tersebut dibedakan menjadi tiga. Pertama, nelayan buruh yaitu nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Kedua, nelayan juragan yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Ketiga, nelayan perorangan yaitu nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. 2. Kemiskinan Nelayan Pengertian kemiskinan nelayan menurut Imron (2003) yang dikutip Mulyadi (2007) adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti dan bersifat multi dimensional. Disebut cair karena kemiskinan bisa bermakna subjektif, tetapi sekaligus juga bermakna objektif. Secara ojektif bisa saja masyarakat tidak dapat dikatakan miskin karena pendapatannya sudah berada di atas batas garis kemiskinan, yang oleh sementara ahli diukur menurut standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Akan tetapi, apa yang tampak secara objektif tidak miskin itu, bisa saja dirasakan sebgaia kemiskinan oleh pelakunya karena adanya perasaan tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya, atau bahkan dengan membandingkan dengan kondisi yang dialami oleh orang lain, yang pendapatannya lebih tinggi darinya. Penelitian yang dilakukan oleh Mugni (2006) menunjukkan hasil bahwa di Kabupaten Indramayu terdapat golongan nelayan yang sangat miskin. Golongan tersebut diberi istilah lokal sebagai nelayan bidak. Nelayan bidak adalah nelayan yang tidak memiliki peralatan melaut sama sekali. Mereka ikut dengan nelayan lain untuk melaut. Nelayan bidak tersebut akan memperoleh penghasilan apabila dala satu kali melaut mereka mendapatkan hasil tangkapan. Namun, sistem bagi hasil yang digunakan memiliki ketimpangan yang sangat tinggi antara nelayan bidak dengan juragannya. Selain itu, kemiskinan yang dialami oleh nelayan bidak diperparah dengan tidak adanya upah sepeserpun bagi mereka apabila dalam satu hari melaut tidak 40 mendapatkan hasil tangkapan. Hal inilah yang mendorong nelayan kecil di Indramayu untuk melakukan berbagai strategi untuk bertahan hidup. 3. Strategi Adaptasi Nelayan Menurut Mulyadi (2007) adaptasi merupakan tingkah laku strategis dalam upaya memaksimalkan kesempatan hidup. Menurutnya, pada masyarakat nelayan pola adaptasinya menyesuaikan dengan ekosistem lingkungan fisik laut dan lingkungan sosial di sekitarnya. Kondisi lingkungan laut yang sarat dengan resiko dan sering tidak menentu membuat nelayan cenderung mengembangkan pola-pola adaptasi yang berbeda dan seringkali tidak dipahami oleh masyarakat di luar komunitasnya. Dalam banyak hal masyarakat nelayan mempunyai komunitas tersendiri yang diakibatkan oleh pola-pola sosialnya yang terasing dengan pola-pola sosial masyarakat daratan. Masyarakat nelayan dalam menghadapi kondisi ketidakpastian dan resiko yang besar dalam pekerjaannya, mereka kemudian membuat pola hubungan dengan orang lain dalam bentuk hubungan patronase. Hubungan patronase yang dilakukan nelayan juga digambarkan dalam penelitian Schulte et.al. (2014). Penelitian yang dilakukan di Zanzibar ini menjelaskan bahwa hubungan patronase sangat berpengaruh pada sistte kehidupan masyarakat pesisir. Selain itu, hubungan patronase ini juga digunakan sebagai sistem manajemen ekonomi oleh nelayan di lokasi penelitian. Beberapa penelitian lain juga menjelaskan bahwa hubungan patronase merupakan ikatan yang memberikan peluang bagi nelayan untuk melaksanakan kegiatan utamanya. Nelayan yang memiliki patron akan memperoleh pinjaman armada dan alat tangkap sehingga mereka dapat pergi melaut untuk menangkap ikan. Konsep Struktur Nafkah 1. Pengertian Nafkah dan Struktur Nafkah Nafkah adalah mata pencaharian yang terdiri dari berbagai asset (alam, fisik, manusia, finansial, dan modal sosial) aktivitas, dan akses kepada (suatu yang dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersamasama menentukan hidup yang diperoleh oleh individu atau rumah tangga (Ellis, 2000). Total penghasilan yang diperoleh oleh seseorang mencerminkan ada beberapa sumber daya yang diperlukan untuk mendapatkan penghasilan tersebut. Menurut Ellis (2000) terdapat tiga 41 sumber nafkah atau disebut juga struktur nafkah yaitu farm income, offfarm income, dan non-farm income. Farm income mengacu pada pendapatan yang dihasilkan dari pertanian dari lahan yang dimiliki sendiri atau pada lahan yang diperoleh dari hasil sewa pada orang lain. Off farm income mengacu pada pendapatan petani pada upah atau kerja pertukaran dalam bidang lainnya seperti peternakan. Sedangkan non-farm income adalah mengacu pada sumber-sumber pendapatan dari luar pertanian. Penelitian yang dilakukan Iqbal (2004) di dua desa yaitu Desa Paciran dan Desa Brondong memberikan gambaran mengenai sumber nafkah. Kedua desa ini terletak di dekat pantai sehingga pekerjaan utama mereka adalah nelayan. Meski terdapat sedikit perbedaan ekologi di antara kedua desa, namun mereka sama-sama menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut yang ada. Menurut Iqbal (2004), laut merupakan sumber daya dengan sifat akses terbuka sehingga pada prakteknya banyak yang memanfaatkan sumber daya tersebut. Akses terbuka ini membuat jumlah nelayan semakin banyak sehingga hasil tangkapan menjadi turun. Hal inilah yang kemudian berpengaruh terhadap kondisi ekonomi nelayan. 2. Diversifikasi Mata Pencaharian Pedesaan Menurut Ellis (2000) definisi diversifikasi mata pencaharian pedesaan adalah proses ketika rumah tangga pedesaan membangun sebuah portofolio yang semakin beragam dengan kegiatan dan asset dalam rangka untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan standar hidup mereka. Kerangka diversifikasi mata pencaharian pedesaan (Sumber : Ellis, 2000) Asset Modal Alam Modal fisik Modal Manusia Modal Sosial Modal finansial Aktivitas (terlihat) Akses (dimediasi oleh) Institusi (tanah tenurial, asset umum, pasar nyata, dll) Hubungan sosial (desa, etnis, gender dll) Organisasi (agen pemerintah, kelompok komunitas, LSM, dll) 42 Berdasarkan penjelasan Ellis (2000), modal alam adalah asset yang terdiri dari tanah, air, dan sumber daya biologis yang digunakan oleh manusia secara umum untuk bertahan hidup. Modal fisik adalah asset yang dibentuk oleh proses produksi ekonomi seperti bangunan, kanal irigasi, jalan, peralatan, mesin, dan asset fisik lainnya. Modal manusia, asset ini lebih sering dikatakan sebagai asset utama dalam pekerjaan individu. Asset ini terdiri dari pendidikan, kesehatan, dan kemampuan. Modal finansial adalah asset yang lebih menekankan pada ketersediaan uang yang dimiliki seseorang atau rumah tangga. Terakhir adalah modal sosial yaitu asset yang berhubungan dengan sistem sosial yang ada. Modal sosial berkaitan dengan jaringan sosial yang dimiliki seseorang di dalam komunitasnya. Berdasarkan pustaka yang diringkas, terdapat sebagian penelitian yang sudah menjelaskan kelima asset di atas. Hasil penelitian tersebut menjelaskan modal-modal yang dimiliki oleh masyarakat nelayan. Modal yang paling rendah dimiliki oleh nelayan adalah modal fisik dan modal finansial. Modal fisik berkaitan dengan peralatan yang digunakan nelayan untuk melaut seperti perahu dan alat tangkap. Sedangkan modal finansial berkaitan dengan kondisi keuangan yang sedang dimiliki oleh nelayan. Sebagian besar penelitian menjelaskan bahwa modal sosial merupakan modal yang paling tinggi yang dimiliki oleh nelayan. Hal ini dikarenakan dalam komunitas nelayan terdapat ikatan sosial dan jaringan sosial yang sangat erat. Kondisi ini digunakan oleh nelayan sebagai salah satu cara untuk bertahan dari kerentanan dan untuk berusaha kembali ke keadaan semula. 3. Strategi Nafkah Berikut adalah beberapa bentuk strategi nafkah yang digunakan oleh keluarga petani dalam mengahadapi masalah perekonomian yang tidak mendukung (Scoones, 1998) : 1. Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian 2. Diversifikasi mata pencaharian, yaitu dengan melakukan pekerjaan lain selain pertanian. Selain itu, juga termasuk didalamnya optimalisasai tenaga kerja. Optimalisasi ini dapat diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja keluarga untuk ikut mencari nafkah. 3. Migrasi, dapat dilakukan apabila petani sudah tidak ingin bekerja di tempat asalnya. Hal ini juga dapat dilakukan apabila petani memiliki relasi dengan orang lain yang sudah bermigrasi sebelumnya. 43 Konsep Kemiskinan Chambers (1988) dalam Hadim (2009) memberikan gambaran mengenai rumah tangga miskin. Gambaran tersebut sebagai berikut : 1. Rumah tangga yang miskin, rumah atau tempat tinggalnya terbuat dari kayu, bambu, tanah liat, jerami, alang-alang, daun nipah atau kulit binatang. Kondisi lain dari rumahnya adalah tidak memiliki jamban atau ada tetapi kotor. Selain itu, rumah tangga ini tidak memiliki lahan garapan atau sedikit sekali memiliki lahan sehingga tidak dapat menunjukkan kebutuhan hidup. Ciri yang paling menghawatirkan adalah rumah tangga selalu dalam keadaan berhutang kepada tetangga, sanak saudara, atau pedagang baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Rumah tangga yang lemah jasmani, keluarga yang termasuk ke dalam golongan ini adalah rumah tangga yang lebih banyak tanggungan keluarga dibandingkan dengan pencari nafkahnya. 3. Rumah tangga yang tersisih dari alur kehidupan, yang termasuk ke dalam golongan ini adalah rumah tangga yang tempat tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa. 4. Rumah tangga yang rentan, rumah tangga yang sedikit sekali memiliki penyangga untuk kebutuhan yang mendadak. 5. Keluarga tidak berdaya, kelompok ini termasuk di dalamnya adalah keluarga yang buta hukum, jauh dari bantuan hukum, padahal harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan dan pelayanan pemerintah. Selain itu menurut Kartasasmita yang dikutip oleh Hadim (2009), terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya kemiskinan yaitu : 1. Rendahnya taraf pendidikan 2. Rendahnya derajat kesehatan 3. Terbatasnya lapangan kerja 4. Kondisi keterisolasian Konsep Resiliensi Janssen (2007) dalam Cote (2012), menjelaskan mengenai konsep Resiliensi sosial. Menurutnya, resiliensi sosial adalah kemampuan kelompok atau komunitas untuk menghadapi tekanan eksternal dan guncangan sebagai hasil dari tindakan politik, sosial, dan lingkungan. Berdasarkan definisi ini, resiliensi sosial lebih kepada konsep deskriptif mengenai umpan balik individu terhadap perubahan yang terjadi sementara dalam sistem sosial-ekologi (Cote, 2012). Menurut Low et.al. 44 (2003) dalam Cote (2012) pemikiran mengenai resiliensi dan sistem sosialekologi, pengenalan pandangan dikotomi alam dan sosial adalah problematika yang telah memberikan jalan untuk fokus pada umpan balik peralatan simetris dari ekosistem dan masyarakat. Hal ini yang menggambarakan hubungan teoritikal dalam penggunaan konsep resiliensi ekologi, seperti efek permulaan yang mengacu pada struktur dan fungsi karakteristik ekosistem, berdasarkan perspektif ilmu sosial (Tompkins and Adger, 2004) dalam Cote (2012). Berdasarkan penjelasan di atas, konsep resiliensi dapat dikatakan tidak hanya diakibatkan karena perubahan ekologi tetapi juga karena tindakan sosial yang terjadi pada masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Forster et.al. (2014) menjelaskan bahwa masyarakat pesisir memiliki resiliensi dalam menghadapi perubahan ekologi. Perubahan tersebut adalah akibat dari terjadinya bencana angin topan sehingga mengubah struktur dan strategi nelayan dalam melaut. Hal ini dapat dilihat dari perubahan strategi nelayan yang awalnya membiarkan perahu berada dekat laut, namun setelah terjadinya badai mereka meletakkan perahu berada jauh dari laut. Keinginan mereka untuk kembali menjadi nelayan adalah anggapan bahwa nelayan merupakan sebuah identitas diri dan kebanggaan. Selain itu, penelitian Mugni (2006) menyebutkan bahwa resiliensi yang berkaitan dengan sosial adalah hubungan patron klien. Hubungan patron klien seringkali membuat nelayan merasa memeroleh sistem bagi hasil yang kurang adil. Mereka sudah melakukan kegiatan melaut namun hanya diberi upah yang sangat minim. 45 SIMPULAN Sumberdaya laut menjadi sumber penghasilan utama bagi nelayan. Nelayan memanfaatkan laut sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, dalam pemanfaatannya, nelayan masih banyak bergantung pada orang lain. Mengingat nelayan tidak memiliki banyak asset yang dimiliki, sehingga nelayan harus membentuk hubungan patronase dengan nelayan yang lebih besar. Hubungan patronase ini yang kemudian memberikan peluang bagi nelayan untuk melakukan kegiatan melaut. Akan tetapi, patronase ini yang juga kemudian secara tidak langsung membuat nelayan menjadi ketergantungan. Selain itu karena nelayan mendapatkan pinjaman perahu dan alat tangkap dari patron, maka mereka memiliki kewajiban untuk menjual tangkapan kepada patron tersebut. Nelayan tidak mampu menentukan nilai tukar kepada patron, harga ditentukan sepenuhnya oleh patron dengan kisaran yang jauh lebih murah dibandingkan harga pasaran. Pada prakteknya, hubungan patronase tidak selalu merugikan nelayan. Hubungan patronase juga memiliki manfaat besar bagi nelayan ketika mereka berada dalam masa sulit. Nelayan dapat meminjam uang kepada patron ketika sedang dalam masa paceklik atau musim ikan sedikit. Hutang ini akan dibayar kembali oleh nelayan ketika sudah masuk musim ikan banyak. Berdasarkan hasil pustaka yang diringkas, kondisi ekonomi nelayan tradisional sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari kepemilikan asset yang dikenalkan oleh Ellis (2000). Asset tersebut berkaitan dengan modal alam, modal manusia, modal sosial, modal fisik, dan modal finansial. Nelayan tradisional tidak sepenuhnya memiliki kelima modal tersebut. Kondisi ekologi yang sering tidak mendukung, kepemilikan modal fisik seperti perahu dan alat tangkap yang minim, keterampilan yang rendah, serta kondisi keuangan yang sangat kekurangan membuat nelayan terus menerus berada dalam kondisi kemiskinan. Kondisi kemiskinan ini yang kemudian membuat nelayan melakukan berbagai strategi nafkah. Strategi nafkah tersebut dapat menunjukkan resiliensi nelayan. Resiliensi merupakan keampuan nelayan untuk kembali ke keadaan yang lebih baik setelah mendapatkan gangguan khususnya berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan ekologi. Perumusan Masalah Kelautan merupakan sumberdaya alam yang terbuka sehingga siapa saja dapat memanfaatkan dan mengelola sumberdaya tersebut. Selain itu, lemahnya peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ini akan sangat berdampak kepada masyarakat yang memanfaatkannya, terlebih lagi apabila terjadi konflik di dalamnya. Sumberdaya laut ini dimanfaatkan oleh nelayan trasidional demi kelangsungan hidup mereka meskipun hanya dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Bagi nelayan tradisional, adanya nelayan 46 luar yang datang dengan peralatan yang teknologinya lebih canggih membuat mereka mendapatkan hasil tangkapan yang jauh lebih banyak dari nelayan tradisional. Menurut Mubyarto et.al. (1984) pertumbuhan yang cepat dari jumlah nelayan memberikan dampak negatif terhadap produktivitas nelayan termasuk menurunnya volume ikan yang ditangkap. Selain itu, Mubyarto et.al. (1984) juga menjelaskan dampak dari adanya motorisasi yang dilakukan oleh nelayan dengan kapal-kapal besar modern bermesin dengan alat yang berdaya tangkap besar. Dampak tersebut adalah ikan-ikan yang sebelumnya dapat ditangkap oleh nelayan tradisional lebih banyak disedot oleh nelayan dengan kapal besar tersebut. Sehingga hasil tangkapan nelayan tradisional menjadi menurun. Berdasarkan hasil ringkasan studi pustaka, hendak diketahui: 1. Bagaimanakah perbandingan jenis strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan di dua desa dalam mengatasi kemiskinan? 2. Bagaimanakah perbandingan kepemilikan livelihood asset di antara dua desa? 3. Bagaimakah perbandingan resiliensi nelayan pada dua desa? 47 Usulan Kerangka Analisis Aktivitas Manusia Aktivitas Alam Sistem penangkapan ikan Bencana alam Eksploitasi Integrasi perusahaan Perubahan ekologi Struktur Nafkah (Ellis, 2000) Kemiskinan (on farm, off farm, non-farm) Asset (Ellis, 2000) sosial : lembaga, kepercayaan, jaringan sosial Alam : akses, status atas lahan Finansial : pendapatan, pinjaman, kredit, tabungan Fisik : akses terhadap asset umum, kepemilikan asset pribadi Manusia : tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, tingkat keterampilan,struktur penduduk Strategi Nafkah (Scoones, 1998) Intensifikasi/ekstensifikasi Diversifikasi mata pencaharian migrasi Keterangan : Resiliensi : berhubungan : memengaruhi : dianalisis 48 DAFTAR PUSTAKA Apridar et.al. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir. Yogyakarta [ID] : Graha Ilmu. Badjeck MC et.al. 2010. Impacts of Climate Variability and Change on FisheryBased Livelihoods. Marine Policy. 34 : 375-383. [Internet] [Diunduh 16 September 2014]. Dapat diunduh dari : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0308597X09001237 BPS. 2014. Konsep Kemiskinan BPS. 2014. Presentase Penduduk Miskin Cote M, Nightingale AJ. 2012. Resilience thinking meets social theory: Situating social change in socio-ecological systems (SES) research. Progress in Human Gheography. 36(4): 475-489. [Internet]. [diunduh 16 September 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.sagepub.co.uk/journalsPermissions.nav10.1177/03091325 11425708 Ellis F. 2000. Rural Livelihood and Diversity in Development Countries. New York: Oxford University Press. Forster J et.al. 2014. Marine Dependent Livelihood and Resilience to Environmental Change : A Case Study of Anguilla. Marine Policy. 45: 204212. [Internet] [Diunduh 16 September 2014]. Dapat Diunduh dari : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/s0308597X1300242X Hadim. 2009. Dinamika Kemiskinan Rumah Tangga di Pedesaan (Studi Kasus Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [internet]. [Diunduh 24 Nopember 2014]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/22528 Iqbal Moch. 2004. Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus di Dua Desa Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan Jawa Timur). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet] [Diunduh 18 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/8233 Kuwandari SA, Satria A. 2012. Mobilitas Sosial Nelayan Pasca Sedimentasi Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah). Sodality, 49 Sosiologi Pedesaan. 06(03). [Internet] [Diunduh 20 Nopember 2014]. Dapat diunduh dari : http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/8022 Lekatompessy Hendri et.al. [tidak ada tahun]. Strategi Adaptasi Nelayan PulauPulau Kecil terhadap Perubahan Ekologi. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. [Internet] [Diunduh 24 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/filesB8e41a786da110597359750867c6c4c7. pdf LIPI. 2009. Setelah Garis Kemiskinan Sajogyo Mubyarto et.al. 1984. Nelayan dan Kemiskinan (Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai). Jakarta (ID): CV. Rajawali Mudzakir KA. 2000. Strategi Mengatasi Kemiskinan di Desa Nelayan : Studi Kasus di Desa Gempolsewu, Kabupaten Kendal [Disertasi]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro. [Internet] [Diunduh 1 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari : http://eprints.undip.ac.id/224641/409-ki-fpik-06a.pdf Mulyadi. 2007. Ekonomi Kelautan. Jakarta [ID] : PT RajaGrafindo Persada Mugni Abdul. 2006. Strategi Rumah Tangga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [internet] [Diunduh 1 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1062 Schulte DF et al. 2014. Patron-Client Relationships, Livelihoods and Natural Resources Management in Tropical Coastal Communities. Ocean and Coastal Management. 100: 53-73. [Internet] [Diunduh 16 September 2014] Dapat diunduh dari : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0964569114002294 Scoones Ian. 1998. Sustainable Rural Livelihood A Framework for Analysis. IDS Working Paper:72. [internet] [diunduh 16 September 2014]. Dapat diunduh dari : http://graduateinstitute.ch/files/live/sites/iheid/files/sites/developpement/sh ar ed/developpement/mdev/soutienauxcours0809/Gironde%20Pauvrete/Susta ina ble%20Rural%20Livelihhods%20-%20Scoones.pdf 50 Widodo S. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir (Kasus Dua Desa di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bengkalan, Provinsi Jawa Timur). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet] [Diunduh 18 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5628 Widodo S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Makara, Sosial Humaniora. 15(1). [internet] [Diunduh 14 Nopember 2014] Dapat diunduh dari : http://journal.ui.ac.id/humanities/article/view/890/849 Yuliastry Intan. 2011. Kemiskinan dan Strategi Adaptasi Nelayan di Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet] [Diunduh 1 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48185 51 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Wanasalam, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Nurhedi dan Epon. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Wanasalam 1 pada 1999-2005, SMP Negeri 1 Wanasalam pada 2005-2008, dan SMA Negeri 1 Malingping pada 2008-2011. Pada 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan di Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama di Institut Peranian Bogor, penulis pernah tergabung dalam himpunan profesi departemen yaitu himpunan mahasiswa peminat ilmu-ilmu komunikasi dan pengembangan masyarakat (HIMASIERA) pada 2012-2013. Penulis juga tergabung dengan komunitas peminat ilmu kehumasan (Public Relation Community) sejak tahun 2013 hingga saat ini. Sejak masuk di Institut Pertanian Bogor, penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi.