struktur dan strategi nafkah rumahtangga nelayan miskin

advertisement
Laporan Studi Pustaka (KPM 403)
STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA
NELAYAN MISKIN
Oleh
DESI PURNAMASARI
I34110021
Dosen
Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, MSc. Agr.
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul “Struktur dan
Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan Miskin” benar merupakan hasil karya
Saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang
dinyatakan dalam naskah. Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan
sesugguhnya dan Saya bersedia mempertanggungjawabkan penyataan ini.
Bogor, 25 Nopember 2014
Desi Purnamasari
NIM. I34110021
iii
ABSTRAK
DESI PURNAMASARI. Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan
Miskin. Di bawah bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN.
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang hidupnya bergantung pada
sumber daya laut. Nelayan, setiap harinya melakukan penangkapan ikan. Hasil
tangkapan kemudian digunakan oleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Kelautan dapat menjadi sumber nafkah utama bagi nelayan. Konsep nafkah
dapat dilihat melalui asset yang dimiliki nelayan. Asset tersebut adalah modal
alam, modal fisik, modal sosial, modal finansial, dan modal manusia. Namun,
dalam kehidupannya, nelayan sering mengalami berbagai kerentanan misalnya
perubahan ekologi laut dan penurunan jumlah ikan. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap kemiskinan nelayan. Sehingga nelayan harus melakukan berbagai
strategi nafkah untuk bertahan dalam kondisi sulit. Adaptasi ini akan dilihat
melalui resiliensi nelayan dalam menghadapi kemiskinan yang mereka alami.
Kata kunci : struktur nafkah, strategi nafkah, kemiskinan, resiliensi
ABSTRACT
DESI PURNAMASARI. Livelihoods Structure and Strategy of Poor Fisher
Household. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN
Coastal communities are communities that depend on marine resources. Fisher
are fishing every day. The catch is then used by fisher to meet their daily needs.
Marine can be a major income for fisher household. The livelihoods concept can
be seen through the assets owned by fishermen. That asset is the natural capital,
physical capital, social capital, financial capital, and human capital. However in
life, fisher often have various vulnerabilities such as ecological changes and
decrease of fish abundance. It is very affect the poverty of fisher household.
Therefore, fisher must undertake various livelihood strategies to survive in time
of hardship. This adaptation will be seen by fisher resilience in poverty they faced.
Keyword : livelihood structure, livelihood strategy, poverty, resilience
iv
STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA NELAYAN
MISKIN
Oleh
DESI PURNAMASARI
I34110021
Laporan Studi Pustaka
Sebagai Syarat Kelulusan KPM 403
Pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
v
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa
: Desi Purnamasari
Nomor Pokok
: I34110021
Judul
: Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan
Miskin
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403)
pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr.
NIP. 19630914 199003 1 002
Mengetahui
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Siti Amanah, MSc
NIP. 19670903 199212 2 001
Tanggal pengesahan : ________________________
vi
PRAKATA
Puji Syukur Saya panjatkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan hidayahNya laporan Studi Pustaka “Struktur dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan
Miskin” dapat diselesaikan. Laporan ini ditujukan sebagai salah satu syarat mata
kuliah Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yaitu KPM 403.
Pada kesempatan ini Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc. Agr yang selama
bimbingan selalu memberikan arahan dan saran. Selain itu Beliau tidak lupa untuk
selalu memberikan semangat kepada bimbingannya dalam bentuk apapun. Hal ini
membuat kami semakin terpacu. Ucapan terima kasih juga Saya sampaikan
kepada Orangtua Saya yang selalu memberi dukungan baik materi maupun
moril. Dukungan juga selalu diberikan melalui semangat, inspirasi, dan doa
mereka. Tak lupa juga Saya ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan
yang selalu saling mengingatkan dan memberi saran serta suntikan semangat.
Serta teman-teman seperjuangan Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat atas semangat dan keceriannnya.
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………
Tujuan………………………………………………………….
Metode Penuliasan…………………………………………….
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
1 Kemiskinan dan Strategi Adaptasi Nelayan di Pulau Sebuku,
Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan……………………
2 Strategi Rumahtangga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan
3 Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan (Studi Kasus di Dua
Desa Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan Jawa Timur)…
4 Strategi Nafkah Rumahtangga Miskin di Daerah Pesisir (Kasus
Dua Desa di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bengkalan,
Provinsi Jawa Timur)…………………………………………..
5 Impacts of Climate Variiability and Change on Fishery-Based
Livelihoods…………………………………………………….
6 Strategi Adaptasi Nelayan Pulau-Pulau Kecil terhadap
Perubahan Ekologi…………………………………………….
7 Marine Dependent Livelihood and Resilience to Environmental
Change : A Case Study of Anguilla…………………………..
8 Patron-Client Relationships, Livelihoods and Natural Resource
Management in Tropical Coastal Communities……………….
9 Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumahtangga Miskin di Daerah
Pesisir………………………………………………………….
10 Mobilitas Sosial Nelayan Pasca Sedimentasi Daerah Aliran
Sungai (DAS)………………………………………………….
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Konsep Ekonomi Nelayan…………………………………….
Konsep Struktur Nafkah………………………………………
Konsep Kemiskinan…………………………………………...
Konsep Resiliensi
SIMPULAN
Perumusan Masalah……………………………………………
Usulan Kerangka Analisis……………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...
RIWAYAT HIDUP………………………………………………..
Halaman
vi
vii
ix
x
1
2
2
3
7
11
16
20
23
25
28
31
35
39
40
43
43
45
47
48
51
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Analisis Vunerability dan Resilience berdasarkan pustaka Mugni (2006)……. 09
Tabel 2. Perbandingan Analisis Vulnerability dan Resilience Berdasarkan Pustaka Iqbal
(2004)……………………………………………………………………………………. 14
Tabel 3. Perbandingan Strategi Nafkah Dua Desa Berdasarkan Pustaka Widodo (2009)
…………………………………………………………………………………………... 17
Tabel 4. Analisis Strategi nafkah Berdasarkan Pustaka Widodo (2012)……………….. 33
ix
DAFTAR GAMBAR
Kerangka Diversifikasi Mata Pencaharian Pedesaan……………………………41
Usulan Kerangka Analisis………………………………………………………..46
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai Negara kepulauan terbesar dan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km,
dilihat dari faktanya Indonesia memiliki sumberdaya yang sangat melimpah.
Melimpahnya sumberdaya termasuk kelautan ini dijadikan sebagai tumpuan hidup
bagi nelayan. Nelayan memanfaatkan hasil dari sumberdaya laut untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Nelayan lokal melakukan kegiatan penangkapan ikan
dengan menggunakan alat-alat penangkapan ikan yang sederhana dan sebagian
nelayan yang lebih modern akan menggunakan alat-alat penangkapan yang lebih
canggih.
Hasil dari FAO, yang dikutip oleh Apridar (2011), dari 16 wilayah perairan laut
dunia, sumberdaya perikanan di peraiaran laut Indonesia dinyatakan telah
mencapai puncak pemanfaatannya. Oleh karena itu, produksi perikanan tangkap
ke depan tidak dapat ditingkatkan seperti tahun sebelumnya. Menurut Nikijuluw
(2002) dikutip oleh Apridar (2011) Indonesia perlu melakukan upaya pemanfaatan
sumber daya ikan secara lebih hati-hati, sehingga ikan yang masih ada dapat
menjadi modal bagi perbaikan (recovery) ketersediaan ikan, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan secara berkelanjutan.
Mengingat negara Indonesia sebagai negara maritim sudah seharusnya
sumberdaya ini menjadi anugerah bagi nelayan. Potensi tersebut seharusnya dapat
memberikan sumbangsih yang begitu besar bagi masyarakat yang ada di pesisir
Indonesia khususnya nelayan lokal. Namun dengan meningkatnya jumlah
penduduk Indonesia, kebutuhan akan panganpun menjadi meningkat. Peningkatan
kebutuhan ini tidak sebanding dengan peningkatan pangannya. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap kondisi ekonomi termasuk ekonomi nelayan. Nelayan yang
sudah terkungkung dalam kemiskinan kemudian tidak dapat memberikan
pendidikan yang layak kepada anak-anak mereka sehingga terpaksa anaknya ikut
dengan orangtua untuk menjadi nelayan. Keadaan ini kemudian menjadikan
sebuah siklus kemiskinan pada masyarakat nelayan. Selain itu, kondisi ini juga
menjadikan jumlah nelayan di Indonesia menjadi tambah banyak.
Kemiskinan menurut BPS diartikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran (BPS, 2014). Merujuk pada garis kemiskinan Sajogyo, rumah
tangga miskin dibagi menjadi tiga golongan yaitu melarat (destitute), miskin
sekali (very poor), dan miskin (poor). Pengukuran garis kemiskinan ini dilihat
melalui pengeluaran untuk konsumsi beras. Penggolongan ini sudah diganti
dengan kriteria BPS dalam perekaman statistik di Indonesia mulai tahun 1984
menjadi miskin sekali dan nyaris miskin. Sedangkan golongan terbawah yaitu
2
melarat menjadi dihilangkan. (Agusta1, LIPI 2009). Berdasarkan data BPS (2014)
jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 28.280 jiwa atau sekitar 11,25% dari
penduduk Indonesia. Kemiskinan ini seharusnya tidak lagi dialami oleh warga
Indonesia mengingat kekayaannya yang membentang dari barat hingga ke timur.
Nelayan di Indonesia masih banyak yang menggunakan alat tangkap sederhana
sehingga hasil tangkapan yang mereka dapat tidak begitu banyak. Hal inilah yang
berimbas pada rendahnya pendapatan ekonomi kelurga. Ditengah kerja mereka
yang begitu keras karena harus melawan ombak dan tak jarang badai, selayaknya
mereka mendapatkan nilai tukar yang sebanding namun kenyataannya tidak
seperti itu. Dalam praktiknya, dibeberapa tempat masih saja ada tengkulak yang
justru mendapatkan keuntungan lebih.
Nelayan Indonesia yang notabene sudah terkurung dalam kemiskinan harus
berusaha untuk kelaur dari kondisi tersebut. Hal ini dilakukan agar mereka
mampu bertahan dan dapat bersaing dengan warga lain yang sudah lebih maju.
Sebagai penyelamat konsumsi perikanan kita, seharusnya nelayan dapat
dilindungi dan dibantu agar terbebas dari kekurangan ekonomi tersebut. Namun,
ketika sudah tidak ada lagi yang peduli akan mereka lantas apa yang seharusnya
mereka lakukan demi keluarganya, demi pangan dan pendidikan mereka sehingga
dapat memimpikan masa depan yang lebih baik.
Tujuan
1. Mengetahui perbandingan strategi nafkah yang digunakan oleh nelayan di
dua desa
2. Mengidentifikasi perbandingan kepemillikan livelihood assets oleh
nelayan
3. Menganalisis perbandingan resiliensi nelayan di antara dua desa yang
hendak diteliti
Metode Penulisan
Metode penulisan studi pustaka ini dilakukan dengan mengkaji data sekunder dari
berbagai sumber. Sumber tersebut dapat berupa jurnal, skripsi, tesis, disertasi,
buku, dan jenis pustaka lainnya. Sumber pustaka tersebut kemudian dikaji dengan
menggunakan berbagai konsep yang digunakan. Selanjutnya penulis membuat
analisis terhadap semua pustaka yang dijadikan rujukan.
1
Dosen Sosiologi Kemiskinan dan Pemberdayaan Sosial, Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor
3
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Kota
:
:
:
:
:
URL
:
Kemiskinan dan Strategi Adaptasi
Nelayan di Pulau Sebuku, Kabupaten
Kotabaru, Kalimantan Selatan
2011
Skripsi
Elektronik
Intan Yuliastry
Bogor, Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48185
Penelitian ini dilakukan di Pulau Sebuku yaitu di Desa Rampa dan Desa
Sekapung. Peneliti menggunakan metode kuantitaif dan kualitatif dengan
membandingkan hasil antara kedua desa tersebut. Berdasarkan hasil, terdapat dua
musim penangkapan di Pulau Sebuku yaitu musim angin tenggara / selatan yang
terjadi pada bulan Juni sampai Desember, dan musim angin barat yaitu pada bulan
Januari sampai Mei. Musim ikan melimpah terjadi pada bulan Januari sampai
Juni. Otonomi daerah yang mengijinkan masuknya perusahaan tambang di
wilayah Pulau Sebuku mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian
nelayan. Setelah adanya perusahaan tersebut nelayan tidak lagi hanya bekerja di
laut, tetapi juga bekerja di perusahaan tambang. Namun hanya sebagian saja yang
dapat masuk karena perusahaan mengharuskan pekerjanya minimal tamat SMA.
Adanya perusahaan juga membuat kondisi wilayah tangkapan ikan menjadi kotor
dan menyebabkan ikan banyak yang mati. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
hasil tangkapan nelayan. Sehingga nelayan harus melakukan berbagai adaptasi.
Strategi adaptasi yang dilakukan adalah :
1. Kerja di tambang (baik Desa Rampa maupun Desa Sekapung)
2. Memperluas jangkauan wilayah tangkap
3. Mengoplos bahan bakar dengan minyak tanah, tetapi perahu dengan mesin
yang baru tetap menggunakan solar
4. Membeli emas dan alat elektronik, ini dilakukan ketika musim ikan
melimpah
5. Memobilisasi peran keluarga (istri dan anak)
6. Mengadakan kegiatan pranata sosial ekonomi (arisan)
7. Memiliki dan mengganti jenis alat tangkap sesuai musim tangkapan
8. Jenis armada tangkap yang digunakan
9. Merawat perahu, mesin kapal dan membenahi jaring
10. Mencari kerang merah, memancing ikan dan membentang jaring
4
11. Meminjam uang kepada tetangga (kegiatan non-produktif)
Selain strategi adaptasi, penelitian ini juga menjabarkan faktor yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan nelayan. Faktor tersebut adalah kondisi alam
dan faktor effort nelayan/cultural. Perbedaan yang paling mencolok dari dua desa
yang diteliti adalah :
1. Desa sekapung tidak dapat melaut apabila sedang musim angin tenggara
2. Wilayah tangkapan Desa Rampa lebih strategis
3. Nelayan di Desa Sekapung memiliki jam istirahat yang lebih lama
A. Struktur Nafkah
Sumber pendapatan nelayan di Desa Rampa dan Desa Sekapung adalah dari
hasil melaut. Mereka melakukan kegiatan melaut setiap hari terutama pada
saat musim banyak ikan. Musim paceklik, membuat nelayan di Desa Rampa
dan Desa Sekapung tidak dapat melaut. Beberapa nelayan tetap pergi ke laut
meskipun saat musim paceklik, karena menurut mereka apabila tidak melaut,
maka pada hari itu tidak akan ada uang yang diperoleh. Perusahaan tambang
yang masuk memberikan kesempatan kepada nelayan untuk mencoba sistem
nafkah yang baru. Nelayan yang memiliki pendidikan minimal SMA dapat
bekerja di perusahaan tersebut. Namun, hadirnya perusahaan tambang juga
membuat wilayah tangkapan ikan menjadi kotor dan ikan mati, sehingga
nelayan harus melakukan berbagai adaptasi.
B. Livelihood System
1. Human capital, sebagian besar nelayan tingkat pendidikannya rendah
sehingga mereka hanya mampu bekerja mengandalkan tenaga dan fisik
mereka. selain itu, ada juga sebagian nelayan yang tamatan SMA sehingga
dapat bekerja sampingan di perusahaan tambang.
2. Social capital, kondisi sosial di Pulau Sebuku tidak terlalu nampak dalam
penelitian ini. Namun dapat dipersepsikan bahwa nelayan di Pulau Sebuku
tidak memiliki ikatan sosial yang tinggi, meskipun pada saat paceklik ada
juga yang saling meminjam uang kepada tetangga. Kegiatan ini
merupakan kegiatan non-produktif dan dilakukan sebagai pilihan terakhir.
3. Physical capital, nelayan memiliki asset-asset fisik ketika musim banyak
ikan. Asset yang mereka punya seperti barang-barang elektronik dan
televisi. Mereka membeli barang tersebut sebagai simpanan yang dapat
dijual ketika melewati masa paceklik.
4. Natural capital, sumber daya laut sebagai sumber pemenuhan kebutuhan
hidup nelayan. Kondisi laut mulai berubah semenjak perusahaan tambang
masuk, ini sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan.
5
5. Financial capital, nelayan tidak memiliki penghasilan yang cukup besar
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penghasilan nelayan sangat
bergantung pada musim penangkapan ikan.
C. Strategi Nafkah
Terdapat beberapa adaptasi nelayan untuk menyeimbangkan diri dengan
keadaan lingkungan. Adaptasi tersebut yang termasuk ke dalam strategi
nafkah ada tiga. Pertama, diversifikasi mata pencaharian dengan bekerja pada
perusahaan tambang. Kerja pada perusahaan tambang ini hanya dilakukan
oleh beberapa nelayan. Kedua, ekstensifikasi yaitu dengan memperluas
wilayah penangkapan. Ketiga, strategi pengalokasian sumberdaya keluarga
yaitu dengan mempekerjakan anak dan istri. Anak laki-laki bekerja dengan
ayahnya ke laut. Sedangkan seorang istri bekerja mengolah hasil tangkapan
menjadi produk lain seperti olahan ikan asin.
D. Vulnerability dan Resilience
Kerentanan yang dihadapi nelayan di Pulau Sebuku adalah dampak ekologis.
Dampak ekologis tersebut disebabkan oleh adanya perusahaan tambang yang
beroperasi. Wilayah tangkapan nelayan terganggu dengan adanya perusahaan
karena banyak biota laut yang mati. Selain ekologis, sosiologis juga sangat
berpengaruh terhadap kerentanan nelayan. Rendahnya hubungan sosial satu
sama lain menyebabkan nelayan tidak dapat bertahan dalam kondisi tersebut.
Meskipun hubungan sosial rendah, namun masih ada sebagian yang saling
ketergantungan khususnya antar tetangga.
Kerentanan terhadap ekonomi tidak begitu dirasakan oleh nelayan, mereka
menganggap apabila mereka sudah melaut mereka pasti bisa memenuhi
kebutuhan. Hanya saja, kondisi ekonomi akan terasa sangat sulit apabila sudah
memasuki musim angin tenggara/selatan yang menyebabkan jumlah ikan di
lautan sedikit. Keadaan – keadaan seperti ini dapat dilewati oleh setiap
nelayan karena mereka memiliki kapasitas adaptasi yang tinggi. Mereka
melakukan beberapa kegiatan untuk melewati masa-masa sulit baik dari segi
ekologi, sosiologi, maupun ekonomi.
Analisis Bacaan
Pada penelitian ini, tidak dijelaskan secara rinci mengenai sistim livelihood yang
dilakukan oleh masyarakat nelayan. Sistem livelihood yang tidak tersentuh dalam
penelitian ini adalah modal sosial. Penelliti tidak menjelaskan secara khusus
mengenai modal sosial padahal masyarakat nelayan secara umum memanfaatkan
jejaring sosial dalam kehidupannya. Selain itu, penelitian yang bersifat
6
perbandingan dari dua desa ini tidak menggambarkan perbedaan strategi nafkah
menggunakan presentase. Perbandingan ini akan sangat mudah dipahami apabila
terdapat perbandingan yang sifatnya kuantitatif.
7
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Kota
:
:
:
:
:
URL
:
Strategi Rumah Tangga Nelayan dalam
Mengatasi Kemiskinan
2006
Skripsi
Elektronik
Abdul Mugni
Bogor, Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1062
Penelitian ini dilakukan di Desa Limbangan Kabupaten Indramayu. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis faktor penyebab kemiskinan nelayan serta
upaya mereka mengatasinya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif
yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung. Sebagian
besar penduduk di Desa Limbangan bekerja sebagai nelayan. Mereka sangat
menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut yang berada di dekat tempat
tinggal. Upaya yang mereka lakukan untuk menangkap berbagai jenis ikan adalah
dengan menggunakan alat tangkap yang berbeda. Alat tangkap tersebut antara
lain:
1. Jaring payang : digunakan nelayan untuk menangkap ikan teri
2. Jaring kantong : digunakan nelayan untuk menangkap udang
3. Jaring rampusan : digunakan untuk menangkap beberapa ikan misal ikan
lowang dan lain-lain
4. Jaring kejer : digunakan untuk menangkap rajungan
5. Jaring kopet : digunakan untuk menangkap ikan tanjan
Jaring payang, jaring rampusan, dan jaring kejer digunakan pada saat musim timur
atau nelayan biasa menyebutnya timuran. Sedangkan jaring kantong dan jaring
kopet digunakan pada musim barat atau baratan. Pada masyarakat nelayan di Desa
Limbangan terdapat tiga lapisan nelayan yaitu bakul, juragan, dan bidak. Bakul
merupakan lapisan teratas pada masyarakat nelayan, mereka tidak turun ke laut
tetapi memiliki modal besar untuk membeli perahu, alat tangkap, dan peralatan
melaut lainnya. Juragan adalah nelayan yang turun ke laut dengan menggunakan
perahu dan peralatan milik sendiri. Juragan termasuk ke dalam lapisan menengah.
Lapisan terakhir atau bawah adalah nelayan bidak yaitu mereka yang melaut
hanya mengandalkan tenaga dan modal kemauan saja. Berikut adalah hubungan
antara bakul, juragan, dan bidak :
 Bakul x bakul : antara bakul satu dan lainnya memiliki hubungan yang
negatif. Mereka bersikap inividualis dan saling bersaing.
 Bakul – juragan : terdapat hubungan patron klien antara mereka. Juragan
meminjam modal kepada bakul untuk membeli perahu dan peralatan
8

tangkap. Juragan tersebut memiliki kewajiban untuk menjual hasil
tangkapannya kepada bakul. Harga yang ditawarkan oleh bakul jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan harga pasaran.
Juragan – bidak : bidak bekerja pada juragan. Sistem upah yang
digunakan adalah bagi hasil. Upah yang diterima bidak jauh lebih kecil
dibandingan juragan. Pada hubungan ini, tidak ada jaminan sosial untuk
bidak. Misalkan ketika bidak sakit maka tetap harus meminjam uang
kepada juragan.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kemiskinan nelayan. Faktor tersebut yaitu :
1. Fluktuasi musim tangkapan
2. Sumber daya manusia : tingkat pendidikan nelayan yang rendah
3. Eksploitasi pemodal : dilakukan oleh bakul terhadap juragan
4. Ketimpangan dalam sistem bagi hasil : dilakukan juragan terhadap bidak
5. Motorisasi : menyebabkan menurunnya peran kelembangaan tempat
pelelangan ikan (TPI)
6. Pencemaran lingkungan : pencemaran ditimbulkan karena kegiatan PT.
Pertamina dan PT. Batavindo
7. Kebiasaan nelayan.
Upaya yang dilakukan nelayan dalam mengatasi kemiskinan tersebut adalah
dengan cara berikut :
1. Peran anggota keluarga, istri dan anak perempuan bekerja sebagai TKW
sedangkan anak laki-laki ikut melaut
2. Pola nafkah ganda, bekerja menjadi buruh tani, buruh pabrik, dan lainnya
3. Diversifikasi alat tangkap
4. Organisasi produktif (arisan)
5. Jaringan sosial, meminjam uang kepada tetangga dan saudara.
A. Struktur Nafkah
Nelayan di Desa Limbangan melakukan kegiatan produktif dengan
memanfaatkan hubungan patron klien. Nelayan kecil memperoleh penghasilan
karena mempunyai jaringan dengan nelayan besar. Upah yang diperoleh oleh
bidak tidak besar, tetapi mereka terus bekerja pada patron karena ini cara
untuk memenuhi kebutuhan. Nelayan tersebut memperoleh pendapatan dari
hasil tangkapan di laut, apabila dalam satu hari tidak memperoleh ikan maka
tidak akan ada upah yang didapat.
9
B. Livelihood System
1. Human capital, nelayan tidak memiliki human capital karena sebagian
besar tidak tamat SD
2. Social capital, di Desa Limbangan dapat dikatakan memiliki modal sosial
yang tinggi karena apabila terjadi masalah ekonomi, mereka dapat
meminjam kepada patron, tetanga, atau saudara. Desa Limbangan juga
memiliki jaringan sosial yang berfungsi sebagai penyalur informasi
khususnya informasi mengenai musim penangkapan.
3. Natural capital, sumber daya laut sangat berpengaruh terhadap kehidupan
nelayan dari berbagai lapisan. Sumber daya laut ini juga memiliki musim
paceklik yang memaksa nelayan untuk melakukan pekerjaan lain sebagai
cara pemenuhan kebutuhan.
4. Physical capital, nelayan yang tergolong bidak tidak memiliki modal fisik
seperti perahu dan alat tangkap. Hal ini yang memmbuat mereka harus
bekerja dengan juragan meskipun dengan upah yang sangat rendah.
5. Financial capital, nelayan bidak tidak memiliki banyak dana untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kondisi ini diperparah ketika
memasuki musim paceklik.
C. Strategi Nafkah
Seperti telah disebutkan diatas, strategi adaptasi nelayan yang dapat
digolongkan ke dalam strategi nafkah adalah :
1. Peran anggota keluarga, istri dan anak perempuan bekerja menjadi TKW
atau bekerja pada pabrik pengolahan hasil laut, sedangkan anak laki-laki
diajak untuk melaut.
2. Pola nafkah ganda, hal ini dilakukan nelayan dengan bekerja menjadi
buruh pabrik dan buruh tani.
D. Vulnerability dan Resilience
Tabel 1. Analisis Vunerability dan Resilience berdasarkan pustaka Mugni (2006)
Vulnerability
Exposure
Ekologi
-
Dekat
dengan laut
Ekonomi
-
Sensitiveness
-
Bahaya
-
Penjualan
hasil kepada
bakul
Penjualan
kepada TPI
Upah rendah
Sosial
-
Patronklien
Tetangga
Saudara
-
Tidak ada
10
Adaptive
capacity
-
kebocoran
pipa PT.
Pertamina
dan PT.
Batavindo
Diversifika
si alat
tangkap
-
Ikatan
penjualan
hasil kepada
bakul
-
Peran
anggota
keluarga
Pola nafkah
ganda
-
jaminan
sosial dari
juragan
untuk bidak
-
Organisasi
produktif
Jaringan
sosial
Analisis Bacaan
Penelitian ini tidak menggunakan metode kuantitatif untuk melengkapi metode
kualitatif. Metode kuantitatif akan memberikan gambaran presentase nelayan yang
termasuk ke dalam lapisan bakul, juragan, dan bidak. Selain itu penelitian ini juga
belum menjelaskan jumlah nelayan yang saling berhubungan baik antar bakul
dengan juragan dan antar juragan dengan bidak. Dalam penelitian ini juga,
kerentanan terhadap kemiskinan dan strategi nafkah masih belum dapat dibedakan
dengan jelas antara nelayan juragan dengan nelayan bidak. Penelitian ini dapat
dijadikan acuan untuk penelitian Saya karena penelitian ini menjelaskan faktorfaktor kemiskinan. Selain itu, dijelaskan pula strategi nafkah yang dilakukan
nelayan dalam mengatasi kemiskinan tersebut.
11
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Kota
:
:
:
:
:
URL
:
Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan
(Studi Kasus di Dua Desa Nelayan Tangkap
Kabupaten amongan Jawa Timur)
2004
Tesis
Elektronik
Moch Iqbal
Bogor, Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/8233
Penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Brondong dan Desa Paciran. Peneliti
menggunakan metode kualitatif wawancara, observasi, dan dokumentasi dari
sumber sekunder. Berdasarkan hasil pengamatan, Desa Brondong dan Desa
Paciran memiliki karakteristik ekologi yang berbeda, namun perbedaannya tidak
begitu signifikan. Kedua Desa ini terletak dekat pantai utara Jawa. Desa Brondong
sudah terintegrasi dengan pembangunan sehingga desa ini memiliki sedikit lahan
yang dapat digunakan untuk pertanian. Kawasan pertanian di Desa Brondong
berada di sebelah Selatan yang jumlahnya tidak begitu banyak. Wilayah perairan
ikan tangkap berada di sebelah utara. Nelayan di desa ini harus pergi ke tengah
laut untuk menangkap ikan, hal ini dikarenakan perairan yang dekat ke pantai
digunakan untuk sandaran perahu. Wilayah darat tidak dapat digunakan sebagai
sandaran karena banyaknya bangunan yang berdiri. Berbeda dengan Desa
Brondong, Desa Paciran belum tersentuh oleh pembangunan. Di desa ini wilayah
pertanian masih luas. Hal ini memberikan peluang usaha yang lebih heterogen.
Nelayan di Desa Paciran masih menggunakan peralatan tangkap dan armada yang
sederhana. Mereka masih menggunakan dayung dan perahu kecil. Hal ini mereka
lakukan karena area tangkapan mereka masih dekat dengan pantai. Kondisi pantai
yang berkarangpun memberikan peluang kerja bagi istri dan anak nelayan.
Mereka bisa mencari ikan kecil, dan kepiting. Hasil tangkapan ini dapat
dikonsumsi untuk sehari-hari atau dijual jika lebih.
Kondisi ekonomi yang ada di dua desa ini cukup berbeda. Nelayan di Desa
Brondong memiliki sistem patron-klien. Terdapat tiga lapisan nelayan yaitu
jeragan, kemanda, dan belah klontong. Jeragan adalah lapisan nelayan yang
paling atas yang memiliki modal besar, dan tidak harus turun ke laut. mereka
hanya memberikan modal kepada nelayan kecil. Kemanda merupakan lapisan
menengah yang membeli hasil tangkapan ikan yang didapat oleh belah klontong.
Belah klontong tidak dapat menjual hasil tangkapan kepada konsumen secara
langsung karena sudah terikat dengan patron. Hal inilah yang menyebabkan
nelayan tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Desa Paciran yang lebih
tradisional, tidak memiliki sistem patron klien dalam kehidupannya. Mereka
12
melaut dengan peralatan sendiri sehingga hasil yang diperoleh langsung dijual ke
konsumen. Lembaga ekonomi seperti Bank dan koperasi ada di Desa Paciran.
Dibandingkan dengan Desa Brondong, penduduk Desa Paciran memilliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi. Di Desa ini pula terdapat banyak pondok pesantren
sehingga nilai keagamaan masih melekat.
Nelayan yang semakin banyak khususnya di Desa Brondong membuat ikan
semakin berkurang. Faktor-faktor yang menyebabkan jumlah ikan berkurang
antara lain :
1. Para nelayan tangkap tidak lagi mengenal musim tangkap
2. Besarnya tekanan pada laut
3. Penggunaan alat tangkap yang cenderung eksploitatif
4. Belum dikembangkannya budidaya ikan secara sungguh-sungguh
Selain itu, permasalahan yang dihadapi nelayan adalah kebutuhan yang meningkat
akan tetapi penghasilan menurun. Hal ini disebabkan oleh :
1. Kenaikan harga ikan secara umum tidak sebanding dengan kenaikan harga
barang-barang untuk kebutuhan melaut
2. Harga ikan ketika musim tangkap turun karena banyaknya jumlah ikan di
pasaran
3. Para nelayan tidak memiliki posisi tawar yang kuat untuk membuat harga
4. Banyak yang harus dipenuhi dari hasil tangkapan ikan
Strategi nafkah yang dilakukan nelayan dalam kondisi ini adalah sebagai berikut :
1. Pola nafkah berserak
 Serakan waktu
 Serakan spasial
 Serakan alokasi tenaga kerja
 Serakan usaha
2. Tumbuhnya sektor informasi dan gejala pola nafkah ganda pada rumah
tangga nelayan
 Suami-istri bekerja
 Salah satu anggota rumah tangga memiliki pekerjaan lebih dari
satu
 Tenaga kerja rumah tangga masing-masing mempunyai pekerjaan
3. Strategi ekologi rumah tangga nelayan
 Laut lepas
 Kawasan pinggiran laut
 Kawasan pantai
 Daerah tepi pantai
13
A. Struktur Nafkah
Desa Brondong dan Desa Paciran sangat bergantung terhadap sumber daya
laut. Mereka melaut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain melaut,
mereka juga melakukan kegiatan produktif lain seperti bekerja di sektor
pertanian untuk Desa Paciran, dan bekerja di sektor informal seperti pabrik
rokok untuk Desa Brondong. Kegiatan selain melaut ini dilakukan nelayan
ketika musim paceklik. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Penghasilan yang diperoleh dari melaut digunakan untuk konsumsi
sehari-hari. Selain itu juga untuk biaya sekolah anak-anak mereka.
B. Livelihood System
1. Human capital, pendidikan nelayan di kedua desa tidak begitu tinggi.
Mayoritas hanya lulus SD bahkan ada juga yang tidak lulus
SD/sederajat. Hal ini menyebabkan human capital nelayan di Desa
Brondong dan Desa Paciran sangat rendah.
2. Social capital, hubungan kekerabatan di Desa Paciran lebih tinggi
dibandingkan dengan Desa Brondong. Nelayan di Desa Paciran
memiliki tempat tinggal yang berdekatan dengan saudara dekat mereka
sehingga dapat dimintai pertolongan ketika dalam masa sulit. Selain
saudara dekat, tetangga juga dapat dimintai pertolongan untuk
memenuhi kebutuhan mereka ketika musim paceklik. Sedangkan Desa
Brondong yang kekerabatannya tidak begitu tinggi, mereka harus
memanfaatkan hubungan patron-klien.
3. Natural capital, kondisi ekologi di kedua desa berbeda, Desa Paciran
yang belum tersentuh pembangunan memiliki lahan yang masih luas
untuk pertanian. Selain itu, wilayah tangkapan ikan juga dapat
dilakukan di dekat pantai. Kondisi ini berbeda dengan Desa Brondong
yang sudah terintegrasi dengan pembangunan. Wilayah pertanian
sudah semakin sedikit dan wilayah penangkapan ikan berada di tengah
laut. Mereka tidak dapat melakukan penangkapan ikan di dekat pantai.
4. Physical capital, Desa Paciran tidak memiliki armada dan alat tangkap
yang modern sehingga hasil tangkapannya sedikit. Sedangkan nelayan
di Desa Brondong memiliki armada yang lebih modern. Hal ini karena
mereka sudah mengadopsi teknologi serta adanya bantuan dari patron.
5. Financial capital, di kedua desa terdapat persamaan yaitu mereka
masih dalam kondisi ekonomi yang rendah karena sumber
pendapatannya hanya dari melaut.
14
C. Strategi Nafkah
Strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan di Desa Brondong dan Desa
Paciran adalah dengan mengalokasikan tenaga kerja anggota keluarga.
Misalnya di Desa Paciran seorang Istri dan anak akan mencari ikan, kerang,
dan kepiting di wilayah dekat pantai apabila musim paceklik. Selain itu,
strategi yang mereka lakukan juga diversifikasi mata pencaharian yaitu
bekerja di sektor informal seperti pabrik dan lainnya.
D. Vulnerability dan Resilience
Tabel 2. Perbandingan Analisis Vulnerability dan Resilience Berdasarkan Pustaka Iqbal
(2004)

Desa Brondong
Vulnerability
Ekologi
-
Exposure
Sensitiveness
-
Adaptive
capacity
-

Sosial
-
Berpasir
Pembangunan
sepanjang
pantai
Menjual ikan kepada
tengkulak (kemanda)
Tercemar
sampah
-Pembuangan
sampah
melaut ke laut
lepas
teknologi
Tidak dapat
menentukan posisi
tawar
Kebersamaan
tidak
terlalu
tinggi
Kerja ke luar negeri
Meminjam uang
kepada patron
-
patron
klien
kebersa
maan
Desa Paciran
Vulnerability
Exposure
Sensitiveness
Adaptive
capacity
Ekonomi
Ekologi
-
Ekonomi
Berkarang
masih jernih
belum
tersentuh
pembangunan
Musim paceklik
Penjualan ke
konsumen langsung
Mencari ikan dan
kepiting di daerah
berkarang
bertani
Sosial
Kekerabatan
(tetangga dan
saudara)
Terdapat Bank dan Kebersamaan
koperasi
tinggi
Meminjam uang
kepada tetangga
dan saudara
15
Analisis Bacaan
Penelitian ini mengambil perbandingan antar dua desa. Penelitian ini sudah
menjelaskan secara rinci kerentanan yang menyebabkan kemiskinan pada
masyarakat nelayan. Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran jelas
mengenai perbedaan strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan di kedua desa.
Sehingga penelitian ini dapat dijadikan literatur untuk memahami strategi nafkah
pada masyarakat nelayan tersebut. Namun, kelamahan penelitian ini yaitu belum
sampai pada pembedaan mengenai desa yang lebih tinggi resiliensinya sehingga
konsep resiliensi kurang begitu terlihat.
16
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Kota
:
:
:
:
:
URL
:
Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di
Daerah Pesisir (Kasus Dua Desa di Kabupaten
Tuban dan Kabupaten Bengkalan, Provinsi Jawa
Timur)
2009
Tesis
Elektronik
Slamet Widodo
Bogor, Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5628
Penelitian ini dilakukan di dua desa pada kabupaten yang berbeda, yaitu Desa
Karang Agung di Kabupaten Tuban dan Desa Kwanyar Barat di Kabupaten
Bengkalan. Desa Karang Agung mewakili Suku Jawa dan Desa Kwanyar Barat
mewakili Suku Madura. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur sosial
dari masing-masing desa, menentukan faktor penyebab kemiskinan, dan menelaah
strategi nafkah yang dilakukan. Wilayah tangkapan ikan bagi nelayan di Karang
Agung adalah lautan bebas yaitu lautan Jawa, sedangkan nelayan Kwanyar Barat
hanya di sekitar perairan Selat Madura. Wilayah yang sempit ini menyebabkan
banyaknya pesaing bagi nelayan Kwanyar Barat sehingga tak jarang berpotensi
menimbulkan konflik. Jika dilihat secara ekonomi, Karang Agung lebih
diuntungkan karena terletak pada kawasan lalu lintas di daerah Pulau Jawa.
Kondisi ini berbeda dengan Kwanyar Barat yang ekonominya kurang
berkembang.
Pemukiman kedua desa ini berpusat di daerah sekitar pantai. Nelayannya
menggunakan armada dan alat tangkap yang sederhana sehingga hasilnya tidak
terlalu banyak. Hasil dari tangkapan ini mereka jual langsung ke pedagang tanpa
melalui tengkulak. Kondisi lahan pertanian di kedua desa ini berbeda. Pertanian di
Karang Agung lebih berkembang dan komoditas yang paling banyak adalah padi
sawah. Sedangkan pertanian di Kwanyar Barat kurang berkembang dengan lahan
kering sehingga harus memanfaatkan air hujan. Kondisi kering ini dimanfaatkan
untuk menanam komoditas jagung.
Pelapisan sosial di kedua desa ini memiliki perbedaan. Pelapisan sosial di Karang
Agung dilihat berdasarkan kekuasaan. Lapisan sosial tertinggi diisi oleh
masyarakat yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Lapisan menengah
diisi oleh masyarakat yang bekerja di bidang swasta. Sedangkan lapisan terendah
diisi oleh buruh tani dan nelayan. Kwanyar Barat memiliki pelapisan sosial yang
sedikit berbeda. Lapisan atas di Kwanyar Barat diisi oleh mereka yang berstatus
17
Kyai. Lapisan menengah diisi oleh keluarga yang sudah menunaikan ibadah haji.
Sedangkan lapisan bawah diisi oleh masyarakat biasa. Pelapisan di Kwanyar Barat
lebih berpatokan pada agama karena nilai-nilai agama Islam di Kwanyar Barat
masih di pegang teguh. Hal ini juga terlihat dari jadwal melaut nelayan yang tidak
mengganggu waktu shalat. Mereka selalu mengusahakan untuk melakukan shalat
di daratan.
Kemiskinan di kedua desa ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Rendahnya akses rumah tangga terhadap sumber-sumber nafkah
diperparah dengan biaya hidup yang terus meningkat
2. Rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh
3. Banyaknya nelayan modern yang didukung oleh pemodal besar
4. Modal alam tinggi tapi modal fisik dan finansial tidak ada
5. Modernisasai menyebabkan nelayan harus lebih ke tengah ketika melaut
6. Keterbatasan terhadap modal karena ketidakmampuan untuk memenuhi
persyaratan bank
7. Tidak bisa akses terhadap modal fisik
8. Kerusakan lingkungan laut dan perubahan iklim karena perkembangan
penduduk
Strategi nafkah yang dilakukan oleh kedua desa dibagi menjadi dua yaitu strategi
nafkah ekonomi dan strategi nafkah sosial. Berikut matriks strategi nafkah dari
kedua desa:
Tabel 3. Perbandingan Strategi Nafkah Dua Desa Berdasarkan Pustaka Widodo (2009)
Strategi Nafkah
Desa
Ekonomi
Karang Agung
Kwanyar
1. Sumber nafkah ganda,
dengan bekerja menjadi
buruh bangunan.
2. Pemanfaatan tenaga kerja
dalam rumah tangga.
Anak laki-laki ikut melaut
dan anak perempuan
menjual hasil tangkapan,
membuka warung,
menjadi buruh linting
pada pabrik rokok.
3. Migrasi ke kota-kota
besar di Jawa Timur
menjadi buruh bangunan.
4. Kegiatan illegal, judi
1. Pola nafkah ganda, jasa
perbaikan perahu dan
Sosial
1. Sambatan : tukar
menukar tenaga kerja
antar tetangga.
2. Anjeng dan Buwuh :
menyumbang biaya
hajatan
1. Menggunakan
kelembagaan tradisional
18
Barat
jaring
2. Optimalisasi tenaga kerja
rumah tangga, laki-laki
ikut melaut dan
perempuan menjual ikan
3. Migrasi, menjadi
pengumpul dan pedagang
besi tua di kota besar di
Jawa Timur.
2. Pemanfaatan lembaga
kesejahteraan lokal
3. Jejaring sosial. Hutang
pada tetangga, dan tukar
menukar informasi
pekerjaan.
A. Struktur Nafkah
Nelayan di kedua desa memperoleh penghasilan dari laut. Mereka melaut
dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Hasil tangkapan yang
diperoleh tidak begitu banyak sehingga mereka menjualnya langsung kepada
pedagang. Penghasilan yang mereka peroleh dari melaut ini digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anak mereka.
Kondisi saat ini di kedua desa yaitu semakin banyaknya nelayan yang
mendapatkan pinjaman dari pemodal besar sehingga menjadi ancaman bagi
nelayan tradisional. Hal yang dapat mereka lakukan untuk mengatasi ini
adalah dengan melakukan bermacam-macam strategi nafkah.
B. Livelihood System
1. Desa Karang Agung
 Financial capacity, rendah karena Desa Karang Agung tidak bisa
akses terhadap pinjaman modal dari bank. Hal ini karena rumitnya
persyaratan yang diminta oleh bank sehingga nelayan tidak mampu
untuk memenuhinya
 Physical capital, rendah karena nelayan tidak memiliki armada dengan
teknologi yang canggih. Armada dan alat tangkap yang digunakan
semuanya sangat sederhana
 Human capital, rendah karena tingkat pendidikannya yang rendah
sehingga nelayan tidak memiliki keterampilan selain malaut
 Social capital, tinggi karena adanya sistem kekerabatan dan terlibatnya
nelayan dalam kelembagaan kesejahteraan lokal
 Natural capital, tinggi karena potensi laut yang baik dan luas. Namun
sumber daya alam ini semakin menurun karena adanya modernisasi.
2. Desa Kwanyar Barat
 Financial capital, rendah karena tidak dapat mengakses pinjaman dana
pada bank
 Physical capital, rendah karena nelayan hanya memiliki armada dan
alat tangkap yang sederhana sehingga hasil yang diperolehpun sedikit
19



Human capital, rendah karena tingkat pendidikan mereka yang juga
rendah
Social capital, tinggi karena adanya kelembagaan tradisional dan
jaringan sosial
Natural capital, rendah karena wilayah tangkapan yang sempit dan
sering terjadi konflik perebutan wilayah tangkapan.
C. Strategi Nafkah
Terdapat dua tipe strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan Desa Karang
Agung dan Desa Kwanyar Barat yaitu strategi ekonomi dan strategi sosial.
Apabila disandingkan dengan teori jenis strategi nafkah maka strategi yang
mereka lakukan adalah sebagai berikut :
1. Pola nafkah ganda
2. Optimalisasi peran keluarga
3. Migrasi
4. Kegiatan illegal
5. Memanfaatkan hubungan sosial
D. Vulnerability dan Resilience
Kerentanan yang dialami oleh Desa Karang Agung dan Kwanyar Barat adalah
semakin banyaknya nelayan modern yang berlayar dengan menggunakan
teknologi yang lebih canggih. Hal ini menyebabkan nelayan tradisional
semakin sedikit memperoleh hasil tangkapan dan berpengaruh terhadap
penurunan pendapatan. Kondisi seperti ini memaksa nelayan tradisional untuk
melakukan berbagai adaptasi agar dapat bertahan. Adaptasinya adalah dengan
melakukan strategi nafkah baik itu dari segi ekonomi maupun segi sosial.
Analisis Bacaan
Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai strategi nafkah yang
dilakukan nelayan. Penjelasan mengenai strategi nafkah tersebut sudah dibedakan
dari kedua desa yang diteliti. Namun, kelemahannya terletak pada penjelasan
mengenai kerentanan yang menyebabkan kemiskinan pada nelayan. Peneliti
belum menjelaskan secara terpisah penyebab kemiskinan di kedua desa. Hal ini
mengakibatkan tidak terlihat jelas penyebab yang paling banyak pengaruhnya di
satu desa dan desa lainnya. Penjelasan mengenai penyebab kemiskinan masih
secara umum yaitu penggabungan antara dua desa yang diteliti. Akan tetapi,
penelitian ini dapat dijadikan acuan karena penjelasan strategi nafkah sudah
sangat jelas yaitu dibagi menjadi strategi ekonomi dan strategi sosial.
20
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Nama Jurnal
Vol/No/Hal
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
:
:
Kota
URL
:
:
Impacts of Climate Variability and Change on
Fishery-Based Livelihoods
2010
Jurnal
Marine Policy
34/-/ 375-383
Elektronik
Marie Caroline Badjeck, Edward H. Allison,
Ashley S. Halls, Nicholas K. Dulvy
http://www.sciencedirect.com/science/
article/pii/S0308597X09001237
Tulisan ini bertujuan melihat dampak perubahan iklim terhadap sistem nafkah
masyarakat pesisir dan perikanan. Masyarakat pesisir menggantungkan hidupnya
pada sumber daya laut. Struktur nafkah mereka akan terganggu apabila terjadi
perubahan iklim atau global warming. Contohnya adalah fenomena pemutihan
batu karang akibat global warming. Fenomena ini menyebabkan terjadinya
penurunan kelimpahan spesies laut yang hidup pada karang. Penelitian ini ingin
melihat vulnerability dan resilience masyarakat dengan mengidentifikasi dampak
perubahan iklim. Selain itu penulis juga ingin melihat asset atau modal serta
sistem livelihood yang ada.
A. Struktur Nafkah
Masyarakat yang hidup di kawasan pesisir menggantungkan hidupnya pada
sumber daya laut. Mereka mengambil semua manfaat yang ada untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perubahan iklim yang terjadi pada daerah
pesisir akan berdampak pada penurunan jumlah spesies. Penurunan spesies ini
akan berpengaruh pula terhadap penghasilan nelayan. Hal ini menyebabkan
nelayan harus melakukan berbagai adaptasi agar mampu bertahan pada
kondisi yang semakin tidak menguntungkan ini.
B. Livelihood System
1. Human capital, tidak terlalu terlihat dalam bacaan
2. Social capital, hanya tersirat dalam bacaan yang intinya masih ada
sedikit hubungan sosial yang dapat dimanfaatkan ketika melewati
masa sulit
3. Natural capital, kelimpahan ikan menurun akibat adanya perubahan
iklim
21
4. Physical capital, tidak ada karena adanya bencana membuat peralatan
melaut mereka menjadi rusak
5. Financial capital, tidak mendapat pinjaman dari bank sehingga dana
didapat dari peminjaman informal.
C. Strategi Nafkah
1. Perubahan jenis mata pencaharian
2. Merubah teknik panen
3. Mengadopsi teknologi baru dan merubah asset produksi
4. Asuransi pribadi
5. Meningkatkan atau memperbaiki pendidikan dan kemampuan
6. Meningkatkan akses terhadap informasi mengenai perubahan iklim
7. Memelihara hubungan sosial
8. Berbagi ide mengenai inovasi teknologi
9. Diversifikasi mata pencaharian ke sektor pertanian
10. Mengikuti kebijakan yang ada yaitu mengurangi penangkapan ikan
11. Mengambil manfaat positif dari perubahan ilkim, yaitu banyaknya jumlah
dari spesies tertentu karena perubahan iklim.
D. Vulnerability dan Resilience
Kerentanan yang dialami masyarakat pesisir adalah perubahan iklim yang
akhir-akhir ini sering terjadi. Hal ini disebabkan karena fenomena global
warming. Pada bacaan disebutkan bahwa perahu yang digunakan nelayan juga
berkontribusi dalam kejadian global warming. Hal ini karena penggunaan
bahan bakar untuk menjalankan perahu. Perubahan iklim membuat spesies
ikan yang biasa ditangkap oleh nelayan menjadi berkurang sehingga mereka
harus melakukan berbagai adaptasi.
Analisis Bacaan
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai perubahan iklim yang terjadi.
Perubahan iklim yang terjadi pada masyarakat pesisir memberikan dampak
terhadap struktur nafkah mereka. Dampak tersebut adalah semakin
menurunnya jumlah spesies di laut sehingga imbasnya adalah pada penurunan
hasil tangkapan nelayan. Menurunnya hasil tangkapan akan berpengaruh pada
kondisi ekonomi. Selain itu, penelitian ini menjelaskan mengenai kebijakan
penangkapan ikan yang boleh dilakukan tetapi tidak menyentuh level
pemerintah dalam pembahasannya. Meskipun penelitian ini berkaitan dengan
ekonomi, namun belum menjelaskan tentang sistem mata pencaharian yang
berkaitan dengan lima asset yaitu manusia, alam, finansial, fisik, dan modal
22
sosial. Akan tetapi, penelitian ini dapat dijadikan acuan karena sudah
menyentuh tentang strategi nafkah sebagai cara nelayan untuk beresiliensi.
23
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
Kota
URL
:
:
Strategi Adaptasi Nelayan Pulau-Pulau Kecil
terhadap Perubahan Ekologi
Working Paper
Elektronik
Hendri Stenli Lekatompessy, M.Natsir Nessa,
Andi Adri Arief
Makassar
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files
B8e41a786da110597359750867c6c4c7.pdf
Penelitian ini dilakukan di dua pulau kecil yaitu Pulau Badi dan Pulau
Pajenekang. Kedua pulau ini terletak di Desa Mattiro Peceng kabupaten Pangkep
Sulawesi Selatan. Peneliti ingin melihat dampak perubahan ekologi terhadap
strategi kenelayanan yang ada di desa. Peneliti menggunakan metode kuantitatif
dan kualitatif. Setiap Pulau diambil responden sebanyak 10% dari jumlah nelayan
yang ada. Kondisi yang dialami oleh nelayan di desa ini adalah menurunnya daya
dukung alam namun kebutuhan mereka semakin meningkat. Bentuk perubahan
ekologis yang terjadi adalah kerusakan terumbu karang dan peningkatan intensitas
gelombang. Semakin berkembangnya masyarakat, mendorong mereka untuk
melakukan kenelayanan destruktif. Nilai ekonomi ikan karang yang tinggi
mendorong masyarakat melakukan penangkapan ikan karang dalam jumlah besar.
Penangkapanpun menggunakan alat tangkap yang dapat memicu kerusakan
ekosistem. Kerusakan terumbu karang menyebabkan susbstrat berkurang,
hilangnya tempat mengasuh dan membesarkan ikan, serta rusaknya termpat
perlindungan bagi biota laut. Dampak perubahan ekologi yang dirasakan nelayan
adalah sulitnya menentukan daerah penangkapan, menurunnya jumlah hasil
tangkapan, daerah penangkapan semakin jauh, abrasi di pemukiman penduduk,
serta meningkatnya resiko melaut.
A. Struktur Nafkah
Nelayan di Pulau Badi dan Pajenekang memiliki suber penghasilan dari
tangkapan ikan. Mereka sangat bergantung pada kelimpahan ikan yang ada di
laut. Apabila jumlah ikan di laut semakin berkurang maka penghasilan mereka
juga akan menurun. Hal ini diperparah ketika terjadi perubahan ekologi pada
sumber daya laut. sumber daya laut yang selama ini dimanfaatkan,
memberikan penghasilan yang kemudian digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
24
B. Strategi Nafkah
Perubahan ekologi yang terjadi memaksa nelayan untuk melakukan berbagai
adaptasi. Adaptasi yang dilakukan juga bertujuan untuk menjaga stabilitas
ekonomi. Adaptasi yang dilakukan nelayan adalah sebagai berikut :
1. Menganekaragamkan alat dan teknik penangkapan
2. Memperluas daerah penangkapan
3. Menganekaragamkan sumber pendapatan
4. Memobilisasi anggota rumah tangga, anak laki-laki ikut melaut dan anak
perempuan serta istri membuka warung sembako dan lainnya
5. Memanfaatkan hubungan sosial
C. Livelihood System
1. Human capital, tidak dijelaskan dala bacaan
2. Natural capital, semakin menurun karena terjadinya perubahan ekologi
3. Physical capital, rendah karena daerah pemukiman sering rusak akibat
abrasi
4. Financial capital, rendah namun tidak dibahas secara jelas dalam bacaan
5. Social capital, tinggi karena masih berjalanya hubungan sosial terlebih
ketika masa sulit.
D. Vulnerability and resilience
Kerentanan yang dialami oleh nelayan di desa Mattiro Peceng ini adalah
perubahan ekologi. Perubahan ekologi ini menimbulkan berbagai dampak
yang sangat merugikan nelayan dan dapat menurunkan penghasilan mereka.
selain itu, dapak ekologi ini juga dapat menimbulkan abrasi yang mengancam
tempat tinggal. Berbagai adaptasi dilakukan nelayan untuk mengatasi dampak
ekologi ini. Beberapa diantaranya adalah adaptasi untuk mempertahankan
struktur nafkah nelayan.
Analisis Bacaan
Lampiran penelitian ini tidak mencantumkan nama jurnal pada muka tulisannya.
Selain itu penelitian ini juga belum menyentuh tentang sistem I secara jelas.
Apabila sistem livelihood dibahas dalam penelitian ini maka akan dapat dipahami
sistem kehidupan nelayan dan cara mereka bertahan hidup dalam kondisi ekonomi
dan ekologi yang kurang mendukung. Namun, penelliti hanya menjelaskan
mengenai kondisi ekologi di lingkungan kehidupan nelayan dan cara mereka
melakukan adaptasi.
25
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Nama Jurnal
Vol/No/Hal
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Kota
URL
:
:
:
:
:
:
:
:
Marine Dependent Livelihood and Resilience to
Environmental Change : A Case Study of
Anguilla
2014
Jurnal
Marine Policy
45/-/ 204-212
Elektronik
J. Forster, I.R. Lake, A.R. Watkinson, J.A. Gill
Norwich
http://www.sciencedirect.com/science/
article/pii/s0308597X1300242X
Lautan merupakan sumberdaya yang dapat terganggu dengan adanya kejadian
alam seperti perubahan lingkungan. Contoh dari perubahan lingkungan yang
berpengaruh terhadap sumberdaya lautan ini adalah peristiwa angin topan,
tsunami, gempa dan lainnya. Hal ini juga akan berimplikasi pada mereka yang
menggantungkan pekerjaan dan kehidupannya kepada sumberdaya laut tersebut.
Sehingga mereka harus melakukan berbagai adaptasi untuk dapat bertahan di
tengah perubahan lingkungan ini.
Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat dampak angin topan terhadap resiliensi
masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara pertama, mengidentifikasi karakteristik
pengguna sumberdaya dan mata pencahariannya. Kedua, melihat dampak angin
topan terhadap sumberdaya. Ketiga, menyelidiki persepsi pengguna terhadap
perubahan lingkungan pada sumberdaya dan kemananan livelihood. Penelitian ini
dilakukan di Anguilla, sebuah pulau kecil di gugusan Artilles di Lautan
Caribbean. Pulau Anguilla merupakan pulau yang masyarakatnya bergantung
pada sumberdaya kelautan dan wisata seperti banyak pulau lainnya di Caribbean.
Mayoritas nelayan beroperasi di dekat tepian laut namun terdapat juga yang
mencapai radius 65 km. Wisata justru mendominasi ekonomi Anguilla hingga
mencapai 70% pada gross domestic product (GDP) dan kesempatan untuk
pekerja. Responden dari penelitian ini adalah 24 orang dari nelayan dan 13 orang
dari pengelola wisata. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah metode
pengkodean terbuka dan korelasi Rank Spearman.
Dua puluh empat nelayan laki-laki yang diwawancarai adalah asli orang Anguilla
dan hidup disana dengan hanya tiga orang yang merupakan lulusan SMA. Jika
dilihat dari rata-rata umur responden, yaitu 46 tahun dengan jarak antara 19 tahun
dan 70 tahun.
Memancing merupakan pekerjaan utama mereka untuk memperoleh penghasilan
walaupun ada sebagian mereka yang mengajak para pekerja untuk bekerja
26
dengannya termasuk pekerjaan pembuatan perahu. Nelayan mengaku bahwa
mereka memancing dengan menggunakan perahu mereka dan membuat jaring
penangkapan sendiri. Mereka memperkirakan bahwa harga ikan atau lobster
adalah antara $US 135 dan 225 per jaring.
A. Struktur Nafkah
Pada penelitian ini disebutkan bahwa masyarakat yang ada di Anguilla
memperoleh pendapatan dari sumberdaya kelautan yang ada. Mereka
memafaatkan laut sebagai pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dalam hal ini mereka melakukan penangkapan ikan-ikan yang ada di karang,
lobster dan ikan lainnya yang ada di tengah lautan. Selan itu, juga terdapat
masyarakat yang bekerja sebagai pengelola wisata bagi pelancong-pelancong
yang datang ke tempat ini.
B. Livelihood System
Human capital dalam penelitian ini tidak ada karena pendidikan nelayan dan
pengelola wisata tidaklah tinggi. Banyak dari mereka yang putus sekolah
hingga anaknyapun sengaja berhenti sekolah demi membantu orangtua
mereka. Hal ini terlihat seperti masalah kemiskinan yang siklikal. Financial
capital pun tidak nampak dari nelayan karena mereka hanya mengantungkan
hidupnya pada sumberdaya laut yang ada sehingga pendapatan mereka kecil,
terlebih lagi ketika sering terjadi musim angin topan.
Jika melihat natural capital , dapat dikatakan melimpah karena banyak ikan
dan udang yang mereka tangkap, selain itu pantainya juga berpotensi untuk
dijadikan daerah wisata yang dapat dikunjungi oleh orang luar. Namun,
kelimpahan dari sumberdaya ini mulai terganggu karena adanya kejadian
angin topan yang membuat nelayan dan pengelola wisata terpaksa harus
mencari strategi untuk bertahan.
Bagi nelayan dan pengelola wisata, social capital sangat dibutuhkan, hal ini
nampak dari kegiatan mereka yang saling bekerja sama. Misalnya dalam
penelitian ini, terdapat nelayan yang mengajak orang lain untuk bekerja
menangkap ikan bersamanya. Modal livelihood yang terakhir adalah physical
capital. Nelayan memang memiliki perahu dan jaring tangkap sendiri, namun
itu tidak dapat dijadikan sebagai indikator yang membuat mereka dapat
dikatakan kaya, namun itu merupakan perlengkapan yang wajib dimiliki untuk
membantu berjalannya pekerjaan mereka.
27
C. Strategi Nafkah
Mengatasi dampak yang ditimbulkan dari angin topan, nelayan dan pengelola
wisata melakukan strategi nafkah. Bagi nelayan, strategi nafkah yang
dilakukan adalah dengan mengganti strategi dalam menangkap ikan.
Sedangkan pengelola wisata, mereka melakukan strategi nafkah dengan cara
mencari pekerjaan baru. Misalnya restoran, atau menjadi tukang kayu.
D. Vulnerability dan resilience
Kerentanan yang dihadapi nelayan dan pengelola wisata sebagai pengguna
sumberdaya adalah masalah kejadian perubahan lingkungan seperti yang
terjadi di Anguilla yaitu adanya angin topan yang sekarang sudah menjadi
angin musiman. Tingkat resiliensi antara nelayan dan pengelola wisata jika
dibandingkan, lebih tinggi pada pengelola wisata. Hal ini karena pengelola
wisata memiliki kemampuan lain untuk melakukan diversifikasi sumber
nafkah. Sedangkan nelayan, mereka hanya mahir dalam melakukan kegiatan
penangkapan ikan, inilah yang membuat mereka lebih rendah resiliensinya
dibandingkan dengan pengelola wisata.
Analisis Bacaan
Penelitian ini belum membahas mengenai livelihood system yang dimiliki oleh
nelayan sehingga tidak dapat dianalisis dengan pasti. Penelitian ini
membandingkan tingkat keterampilan antara nelayan dan pengelola wisata.
Perbedaan tingkat keterampilan ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan
resiliensi mereka. pengelola wisata memiliki tingkat resiliensi yang lebih tinggi
karena keterampilan mereka lebih baik dibandingkan nelayan. Peneliti kemudian
menjelaskan berbagai strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan-nelayan
tersebut. Meskipun belum menjelaskan mengenai livelihood system namun
penelitian ini sudah menyentuh tentang resiliensi sehingga dapat dijadikan acuan
dalam penelitian yang akan Saya lakukan.
28
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Nama Jurnal
Vol/No/Hal
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
:
:
:
:
:
:
Kota
URL
:
:
Patron – Client Relationships, Livelihoods and
Natural Resource Management in Tropical
Coastal Communities
2014
Jurnal
Ocean and Coastal Management
100/-/ 63-73
Elektronik
Daniella Ferrol-Schulte, Sebastian C.A. Ferse,
Marion Glaser
Norwich
http://www.sciencedirect.com/science/
article/pii/S0964569114002294
Patron klien merupakan bagian yang terintegrasi dalam kehidupan nelayan.
Hubungan patronase bisa dikatakan sangat berpengaruh bagi mereka para nelayan
dalam menjaga keberlangsungan mata pencaharian. Hal ini dikarenakan patron
memberikan peralatan seperti perahu, jaring, dan lainnya agar nelayan dapat
bekerja. Namun, selain itu ada hubungan timbal balik pada keduanya, yakni
nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada patron. Penelitan ini dilakukan
di Zanzibar yang mengambil tiga desa yaitu Mkunguni, Paje, dan Nungwi. Disini
nelayan melakukan kegiatannya penangkapan ikan di wilayah batu karang, sungai
mangrove, wilayah rumput laut, dan tepi pasir. Hasil yang ingin diketahui oleh
peneliti dari penelitiannya ini adalah pertama, keuntungan dari hubungan diadik.
Kedua, modal yang diberikan patron yang paling berpengaruh bagi nelayan
dengan kemampuan yang kecil. Ketiga, seberapa pentingnya hubungan patronase
dalam menentukan matapencaharian rumah tangga nelayan.
Sebanyak 59,6 % nelayan tergabung dalam hubungan patron-klien. Proporsi yang
paling banyak adalah di Nungwi. Patron memberikan peralatan yang dibutuhkan
oleh nelayan seperti perahu dan jaring. Ketika nelayan dalam keadaan sulit maka
orang yang pertama dimintai pertolongan adalah patron. Kondisi sulit ini antara
lain adalah ketika nelayan tidak bisa bekerja, kurangnya makanan, dan ada
anggota keluarga yang sakit. Frekuensi keuntungan yang paling banyak diterima
oleh nelayan adalah dukungan sosial, penggunaan perahu, pekerjaan, serta akses
terhadap pasar. Hal ini menyebabkan adanya pernyataan dari nelayan di semua
desa bahwa mereka tidak merasa rugi terlibat dalam hubungan patronase.
Meskipun dalam hubungan ini ada unsur upah rendah dan eksploitasi yang
dilakukan oleh patron.
A. Struktur Nafkah Nelayan
Nelayan memeroleh pendapatan dari hasil menangap ikan di laut. Hasil
tangkapan ini kemudian tidak langsung dijual ke pasar melainkan dijual ke
29
patron. Hal ini menunjukkan harus adanya timbal balik antara patron dengan
klien. Pendapatan yang diperoleh nelayan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, untuk biaya kesehatan, serta biaya pendidikan
anak-anak mereka.
B. Livelihood System
Terdapat lima modal yang diteliti, ini mengacu pada modal-modal yang
dipaparkan oleh Ellis yakni human , social , natural , financial , dan physical .
1. Human capital, jika dilihat dari nelayan maka mereka tidak
memiliki human karena mereka hanya bekerja dan bergantung
pada sumberdaya lautan. Namun, menurut peneliti patron memiliki
human yang lebih baik.
2. Social capital , hubungan sosial antara nelayan dengan patron
dapat dikatakan baik karena mereka saling memberikan sesuatu
yang mereka punya demi kepentingan bersama. Social ini terlihat
dari adanya dukungan sosial terhadap nelayan ketika mereka
berada dalam masa sulit seperti tidak dapat bekerja, ada anggota
keluarga yang sakit, serta kurangnya makanan. Dukungan
sosialpun tidak hanya diperoleh dari patron tetapi juga dari saudara
dan tetangga.
3. Natural capital, sumberdaya kelautan yang melimpah di daerah
mereka membuat mereka bergantung terhadap itu. Sumber daya
inilah yang kemudian memberikan pendapatan untuk nelayan.
4. Physical capital, berupa pemberian perahu dan jaring dari patron
untuk nelayan.
5. Financial capital, sama seperti physical bahwa mereka tidak harus
membeli perahu dan jaring tetapi mereka sudah dapat memilikinya.
C. Strategi Nafkah
Hal yang nelayan lakukan ketika mereka tidak dapat bekerja di laut adalah
dengan melakukan diversifikasi mata pencaharian. Diversifikasi ini dapat
berupa kegiatan pertanian, bekerja di sektor informal, wisata, dan lainnya.
D. Vulnerability dan Resilience
Kerentanan yang sering dihadapi oleh nelayan adalah kerusakan peralatan
kerja, upah rendah yang diberikan patron, serta ekslpoitasi. Namun cara
mereka untuk mengatasi ini justru dengan meminta bantuan kepada patron
tersebut.
30
Analisis Bacaan
Dalam penelitian ini, hubungan patron klien sudah dijelaskan dengan baik namun
masih ada yang perlu dijelaskan lebih rinci lagi. Hal tersebut adalah hubungan
nelayan dengan patron mengenai aturan mengenai hasil tangkapan dan upah
nelayan. Hasil tangkapan yang didapatkan nelayan setelah melaut tidak dijelaskan
dijual kepada patron atau dijual ke pasar. Sehingga tidak nampak jelas sistem
upah yang ada antara nelayan dengan patronnya.
31
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Nama Jurnal
Vol/No/Hal
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Kota
URL
:
:
:
:
:
:
:
:
Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumah Tangga
Miskin di Daerah Pesisir
2011
Jurnal
Makara, Sosial Humaniora
15/1/Elektronik
Slamet Widodo
Bangkalan
http://journal.ui.ac.id/humanities/article/view/890/849
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kwanyar pada Juli hingga Nopember 2010.
Lokasi dipilih karena daerah ini terdapat beberapa desa dengan penduduk bermata
pencaharian nelayan. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara, focus
group discussion (FGD), pengamatan (observasi), dan PRA. Sebagian besar
pekerjaan di lokasi penelitian adalah nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan
skala kecil, dan pedagang kecil. Masyarakat nelayan di Kwanyar memiliki akses
yang rendah terhadap modal finansial. Hal ini menyebabkan rendahnya akses
terhadap modal fisik.
Teknik penangkapan ikan yang digunakan masih tradisional karena mereka masih
menggunakan armada yang sederhana. Hasil tangkapan kemudian dijual kepada
pedagang perantara atau langsung dijual ke pasar. Selain itu, mereka juga biasa
melakukan pembuatan ikan asin dari hasil tangkapannya. Kegiatan ini bertujuan
untuk memberikan nilai tambah pada hasil tangkapan tersebut. Hal lain yang
mereka lakukan selain menangkap ikan adalah melakukan pengawetan yaitu
dengan membuat ikan asin dan pemindangan.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di Kwanyar.
Faktor tersebut antara lain pendidikan yang rendah, banyaknya pesaing, pola
hubungan ekploitatif dari patron klien, dan over fishing. Pendidikan yang rendah
membuat lemahnya daya saing nelayan dalam memperebutkan peluang pekerjaan
yang lebih layak. Pendapatan yang rendah juga menjadikan kemampuan nelayan
untuk mengakumulasi modal sangat terbatas, sehingga mereka tidak dapat akses
pada teknologi yang lebih modern.
A. Struktur Nafkah Nelayan
Nelayan di Kecamatan Kwanyar menggantungkan hidupnya pada sumber
daya laut. Mereka melakukan aktivitas penangkapan setelah waktu shalat
Subuh. Aktivitas melaut mereka sangat bergantung pada musim. Mereka akan
pergi melaut ketika musim ikan banyak. Peralatan yang mereka gunakan
32
adalah peralatan yang sederhana dan teknik penangkapannya masih
tradisional. Hal ini dikarenakan mereka belum mampu akses pada modal fisik
yang ada. Keterbatasan akses mereka terhadap modal fisik dikarenakan
rendahnya modal finansial yang mereka miliki.
B. Livelihood System
1. Financial capital, pada masyarakat nelayan di Kwanyar modal
finansialnya rendah. Pendapatan nelayan sangat rendah karena
banyaknya faktor yang mempengaruhi. Faktor tersebut memiliki
dampak yang sangat besar pada kondisi ekonomi masyarakat. Hampir
semua nelayan di Kwanyar tergolong ke dalam masyarakat miskin.
2. Physical capital, rendah karena nelayan tidak memiliki perlengkapan
yang modern. Aktivitas penangkapan ikan yang ditekuni oleh nelayan
Kwanyar hanya ditopang oleh armada yang sederhana dan masih
menggunakan teknik tradisional. Rendahnya modal fisik yang dimiliki
nelayan disebabkan karena pendapatan mereka yang sedikit sehingga
tidak dapat akses pada modal fisik.
3. Social capital, di Kecamatan Kwanyar hubungan sosial masih
terpelihara dengan sangat baik. Mereka selalu membantu sama lain
ketika orang lain sedang mengalami masa sulit termasuk nelayan.
Contohnya adalah ketika nelayan tidak mampu memenuhi kebutuhan
sehari-hari karena hasil tangkapan kurang, maka akan ada tetangga
atau saudara dekat yang dapat dimintai bantuan. Selain itu, tingginya
hubungan sosial di Kwanyar terlihat dari cara sumbang menyumbang
yang terjadi ketika ada warga yang sedang mengadakan acara hajatan.
Selain itu, konflik yang terjadi antara nelayan Kwanyar dengan
nelayan dari Kabupaten Sampang membuat nelayan Kwanyar menjadi
semakin erat ikatan sosialnya.
4. Human capital , rendah karena tingkat pendidikan nelayan di Kwanyar
masih rendah. Hal ini menyebabkan nelayan tidak memiliki
keterampilan khusus dan membuat mereka tidak memiliki daya saing
untuk medapat pekerjaan baru.
5. Natural capital , kelimpahan sumber daya laut sudah mulai berkurang
karena banyaknya nelayan yang datang dari daerah lain. Nelayan
tersebut sudah menggunakan peralatan modern sehingga akan
mendapatkan hasil yang lebih banyak. Selain itu, kegiatan over fishing
menyebabkan jumlah spesies di laut berkurang sehingga tangkapan
nelayan menjadi menurun.
33
C. Strategi Nafkah
Terdapat dua jenis strategi nafkah yang dilakukan oleh nelayan di Kwanyar
yaitu strategi ekonomi dan sosial. Berikut adalah matriksnya :
Tabel 4. Analisis Strategi nafkah Berdasarkan Pustaka Widodo (2012)
Jenis Strategi
Strategi
Pola nafkah ganda
Optimalisasi tenaga
kerja rumah tangga
Kegiatan
Jasa Perbaikan
perahu dan jaring
Menarik becak
Terlibat dalam
penangkapan ikan
Pelaku
Laki-laki
Laki-laki
Membantu dalam
perbaikan perahu
atau jaring
Ekonomi
Migrasi
Pemanfaatan
lembaga
kesejahteraan lokal
Membantu menjual
hasil tangkapan
Bekerja sebagai
pedagang dan
pengumpul besi tua
di beberapa kota
besar
Otok-otok
(menyumbang biaya
hajatan)
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Rempoh (arisan)
Sosial
Jejaring sosial
Hutang pada
tetangga atau kerabat
Laki-laki dan
perempuan
Tukar menukar
D. Vulnerability dan Resilience
Kerentanan yang dihadapi nelayan di Kwanyar adalah semakin menurunya
hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkapan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor salah satunya adalah banyaknya pesaing yang datang dari daerah lain.
Nelayan dari daerah lain tersebut sudah menggunakan peralatan yang modern
sehingga bisa memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak. Adanya
pesaing ini memicu timbulnya konflik antara nelayan Kwanyar dengan
nelayan dari luar Kwanyar. Kerentanan yang dialami oleh nelayan
berpengaruh terhadap penurunan pendapatan. Namun, dalam mengatasi hal ini
34
nelayan melakukan berbagai strategi baik strategi ekonomi maupun strategi
sosial. Strategi ekonomi yang banyak dilakukan nelayan adalah bermigrasi ke
kota besar di Jawa Timur menjadi pedagang dan bekerja di sektor informal
lainnya.
Analisis Bacaan
Penelitian ini belum menggunakan metode kuantitatif. Penggunaan metode
kuantitatif akan membantu peneliti untuk mendapatan data yang lebih banyak dari
responden. Selain itu, penggunaan kuisioner dapat memberikan presentase untuk
beberapa indikator. Penelitian ini juga belum menjabarkan secara jelas faktor yang
paling besar pengaruhnya dan paling kecil pengaruhnya terhadap kemiskinan
nelayan. Pada penelitian ini juga masih terdapat salah ketik pada matriks strategi
nafkah yaitu yang seharusnya dituliskan strategi sosial tetapidi bacaan tertulis
strategi ekonomi. Peneliti juga belum menjelaskan pola migrasi secara jelas yang
dilakukan oleh masyarakat nelayan di Kwanyar.
35
Judul
:
Tahun
Jenis Pustaka
Nama Jurnal
Vol/No/Hal
Bentuk Pustaka
Nama Penulis
Kota
:
:
:
:
:
:
:
URL
:
Mobilitas Sosial Nelayan Pasca Sedimentasi
Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus :
Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut,
Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah)
2012
Jurnal
Sodality, Sosiologi Pedesaan
06/03/Elektronik
Septi Agung Kuwandari dan Arif Satria
Bogor, Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/8022
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cilacap yaitu di Desa Klaces. Desa Klaces
merupakan salah satu desa yang mendapatkan dampak sedimentasi Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan Desa Klaces telah mengalami perubahan ekologi, sosial, dan
ekonomi yang signifikan dari sedimentasi DAS sehingga memungkinkan
terjadinya strategi adaptasi dan mobilitas sosial. Penelitian ini dilkakukan pada
April - Mei 2012. Sedimentasi adalah salah satu permasalahan utama yang
mengakibatkan perubahan ekologi, sosial, dan ekonomi di wilayah pesisir.
Sedimentasi yang terjadi di Desa Klaces membuat luas daratan menjadi semakin
meluas dan wilayah perairan semakin sempit. Luasan daratan yang bertambah
akhirnya dijadikan warga sebagai tempat membangun rumah. Selain itu, daratan
baru juga dijadikan sebagai lahan pertanian karena kondisi tanah yang cukup
mendukung.
Di sisi lain, sedimentasi membuat nelayan kehilangan pekerjaan utamanya.
Mereka tidak dapat lagi melaut karena kondisi wilayah tangkap semakin tidak
mendukung. Perubahan ekologi yang disebabkan oleh sedimentasi adalah sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Perairan semakin dangkal
Timbulnya daratan baru
Luas perairan semakin sempit
Garis pantai semakin maju
Rusaknya mangrove
Perairan semakin kotor dan keruh
Rusaknya daerah pemijahan biota laut
Hilangnya berbagai spesies ikan dan hewan laut
Perubahan ekologi ini membuat nelayan harus mencari pekerjaan baru. Bagi
mereka yang awalnya seorang nelayan, kini telah berganti ke petani baik itu petani
36
pemlilik maupun petani penggarap. Masyarakat yang tidak memiliki lahan atau
sawah biasanya ikut membantu pada saat panen (bawon). Saat ini, nelayan hanya
menjadi pekerjaan sampingan warga Desa Klaces. Kegiatan yang mereka jalankan
juga hanya menjadi nelayan madong. Nelayan madong merupakan istilah yang
digunakan untuk penangkap kepiting. Kegiatan mencari kepiting inipun sangat
terbatas pada waktu-waktu tertentu.
A. Struktur Nafkah
Sebagian besar warga di Desa Klaces bekerja sebagai petani. Pekerjaan ini
mereka lakukan karena terjadinya perubahan ekologi. Munculnya daratan baru
akhirnya dijadikan sebagai lahan untuk bercocok tanam padi. Hasil panenpun
dapat dikatakan bagus dan produktivitas lumayan tinggi. Pendapatan yang
mereka peroleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu,
juga digunakan sebagai biaya pendidikan anak-anak mereka. Namun, tidak
semua anak mengikuti kegiatan pendidikan di sekolah formal. Banyak di
antara mereka yang ikut bekerja dengan orangtua hanya karena persoalan
ekonomi. Pendapatan lain diperoleh dari pekerjaan sampingan mereka yaitu
dari kegiatan mencari kepiting. Kepiting yang diperoleh langsung mereka jual
ke konsumen, ke pasar, atau dijual melalui bos kepiting.
B. Livelihood System
1. Financial capital, rendah karena mereka kehilangan pekerjaan pokok
mereka yaitu nelayan. Hal ini membuat mereka harus melakukan berbagai
strategi adaptasi agar memperoleh penghasilan. Namun, terdapat
keringanan yang diciptakan oleh pemerintah melalui program PNPM.
Program PNPM ini memberikan peluang pekerjaan kepada warga Desa
Klaces misalkan mengikuti pembuatan jalan dan pembangunan lainnya.
Selain itu, dari program PNPM ini juga terdapat program peminjaman
dana untuk modal usaha.
2. Physical capital, rendah karena mereka hanya memiliki peralatan
tradisional untuk melaut. Sehingga hasil yang diperoleh tidak begitu
melimpah namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Natural capital, terjadi perubahan ekologi di Desa Klaces. Pembentukan
daratan baru membuat nelayan kehilangan pekerjaan pokoknya karena
wilayah tangkapan menjadi semakin sempit, kotor, dan banyak spesies
ikan yang mati.
4. Social capital, sangat tinggi karena terdapat jaringan sosial di antara warga
Desa Klaces. Setiap warga akan saling membantu orang lain yang sedang
mengalami kesulitan. Pun ketika nelayan mengalami masa sulit dalam
37
kehidupannya, mereka dapat meminta bantuan kepada saudara, tetangga,
dan kerabat dekatnya.
5. Human capital, rendah karena nelayan yang sekarang menjadi petani
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Namun saat ini sudah ada
program pemerintah yaitu untuk mengejar paket A, B, dan C.
C. Vulnerability dan resilience
Kerentanan yang dihadapi nelayan dan semua warga Desa Klaces adalah
proses sedimentasi perairan Segara Anakan. Hal ini menyebabkan sumber
penghidupan nelayan menjadi hilang. Pemerintah daerah sudah melakukan
berbagai solusi yaitu dengan pengerukan. Namun, pengerukan ini hanya
bertahan sangat singkat karena laju sedimentasi di lokasi penelitian sangat
tinggi. Hilangnya sumber nafkah utama membuat warga Desa Klaces
melakukan berbagai pekerjaan yang dapat mereka kerjakan. Mereka
melakukan semua itu karena mereka membutuhkan penghasilan. Semangat
warga Desa Klaces untuk bertahan hidup dapat dikatakan sangat tinggi.
Semangat ini terlihat dari kemauan mereka untuk melakukan segala jenis
pekerjaan yang memberikan peluang.
D. Strategi Nafkah
Berikut adalah berbagai strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan Klaces :
1. Melakukan hubungan sosial
Seperti telah dijelaskan di atas, warga memiliki jaringan sosial
yang tinggi. Hal ini sangat membantu mereka ketika berada dalam
masa sulit
2. Pola nafkah ganda
Strategi nafkah ganda banyak dilakukan oleh keluarga yang banyak
jumlah anggotanya. Banyaknya anggota keluarga membuat mereka
membutuhkan banyak pemasukan untuk memenuhi kebutuhan
anggota keluarga tersebut. Sehingga mereka cenderung melakukan
pola nafkah ganda misalnya dengan membuka warung dan lainnya.
3. Migrasi
Warga yang melakukan migrasi hanya sedikit jumlahnya. Sebagian
besar warga menganggap bahwa bekerja di daerah sendiri jauh
lebih baik.
4. Alih mata pencaharian
Sebagian besar nelayan beralih mata pencahariannya menjadi
petani. Sebaliknya, nelayan yang awalnya menjadi pekerjaan
pokok kini hanya menjadi pekerjaan sampingan.
5. Strategi adaptasi lainnya
38
Strategi lain yang biasa dilakukan adalah menjual atau
menyewakan asset/barang milik mereka. Barang/asset ini dapat
berupa peralatan elektronik, emas dan lainnya. Selain itu, mereka
juga biasa menjual hasil hutan.
Analisis Bacaan
Penelitian ini sudah menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode
kualitatif sehingga informasi dan data yang diperoleh sangat kaya. Selain itu,
penelitian ini mudah dipahami karena memiliki substansi yang sangat runut.
Penelitian ini dapat diajadikan acuan untuk penelitian selanjutnya karena
memberikan gambaran mengenai perubahan ekologis dan hubungannya dengan
strategi adaptasi nelayan dengan sangat jalas.
39
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Konsep Ekonomi Nelayan
1. Pengertian Nelayan
Menurut Imron (2003) yang dikutip oleh Mulyadi (2007) nelayan adalah
kelompok masyarakat yang kehidupannya bergantung pada hasil laut
secara langsung. Hasil laut tersebut diperoleh dengan melakukan
penangkapan ataupun dengan melakukan budidaya. Selanjutnya Mubyarto
menambahkan penggolongan nelayan menurut kepemilikkan alat tangkap.
Pengolongan tersebut dibedakan menjadi tiga. Pertama, nelayan buruh
yaitu nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Kedua,
nelayan juragan yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap yang
dioperasikan oleh orang lain. Ketiga, nelayan perorangan yaitu nelayan
yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dalam pengoperasiannya tidak
melibatkan orang lain.
2. Kemiskinan Nelayan
Pengertian kemiskinan nelayan menurut Imron (2003) yang dikutip
Mulyadi (2007) adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti dan
bersifat multi dimensional. Disebut cair karena kemiskinan bisa bermakna
subjektif, tetapi sekaligus juga bermakna objektif. Secara ojektif bisa saja
masyarakat tidak dapat dikatakan miskin karena pendapatannya sudah
berada di atas batas garis kemiskinan, yang oleh sementara ahli diukur
menurut standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan
gizi. Akan tetapi, apa yang tampak secara objektif tidak miskin itu, bisa
saja dirasakan sebgaia kemiskinan oleh pelakunya karena adanya perasaan
tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya, atau bahkan dengan
membandingkan dengan kondisi yang dialami oleh orang lain, yang
pendapatannya lebih tinggi darinya. Penelitian yang dilakukan oleh Mugni
(2006) menunjukkan hasil bahwa di Kabupaten Indramayu terdapat
golongan nelayan yang sangat miskin. Golongan tersebut diberi istilah
lokal sebagai nelayan bidak. Nelayan bidak adalah nelayan yang tidak
memiliki peralatan melaut sama sekali. Mereka ikut dengan nelayan lain
untuk melaut. Nelayan bidak tersebut akan memperoleh penghasilan
apabila dala satu kali melaut mereka mendapatkan hasil tangkapan.
Namun, sistem bagi hasil yang digunakan memiliki ketimpangan yang
sangat tinggi antara nelayan bidak dengan juragannya. Selain itu,
kemiskinan yang dialami oleh nelayan bidak diperparah dengan tidak
adanya upah sepeserpun bagi mereka apabila dalam satu hari melaut tidak
40
mendapatkan hasil tangkapan. Hal inilah yang mendorong nelayan kecil di
Indramayu untuk melakukan berbagai strategi untuk bertahan hidup.
3. Strategi Adaptasi Nelayan
Menurut Mulyadi (2007) adaptasi merupakan tingkah laku strategis dalam
upaya memaksimalkan kesempatan hidup. Menurutnya, pada masyarakat
nelayan pola adaptasinya menyesuaikan dengan ekosistem lingkungan
fisik laut dan lingkungan sosial di sekitarnya. Kondisi lingkungan laut
yang sarat dengan resiko dan sering tidak menentu membuat nelayan
cenderung mengembangkan pola-pola adaptasi yang berbeda dan
seringkali tidak dipahami oleh masyarakat di luar komunitasnya. Dalam
banyak hal masyarakat nelayan mempunyai komunitas tersendiri yang
diakibatkan oleh pola-pola sosialnya yang terasing dengan pola-pola sosial
masyarakat daratan. Masyarakat nelayan dalam menghadapi kondisi
ketidakpastian dan resiko yang besar dalam pekerjaannya, mereka
kemudian membuat pola hubungan dengan orang lain dalam bentuk
hubungan patronase.
Hubungan patronase yang dilakukan nelayan juga digambarkan dalam
penelitian Schulte et.al. (2014). Penelitian yang dilakukan di Zanzibar ini
menjelaskan bahwa hubungan patronase sangat berpengaruh pada sistte
kehidupan masyarakat pesisir. Selain itu, hubungan patronase ini juga
digunakan sebagai sistem manajemen ekonomi oleh nelayan di lokasi
penelitian. Beberapa penelitian lain juga menjelaskan bahwa hubungan
patronase merupakan ikatan yang memberikan peluang bagi nelayan untuk
melaksanakan kegiatan utamanya. Nelayan yang memiliki patron akan
memperoleh pinjaman armada dan alat tangkap sehingga mereka dapat
pergi melaut untuk menangkap ikan.
Konsep Struktur Nafkah
1. Pengertian Nafkah dan Struktur Nafkah
Nafkah adalah mata pencaharian yang terdiri dari berbagai asset (alam,
fisik, manusia, finansial, dan modal sosial) aktivitas, dan akses kepada
(suatu yang dimediasi oleh lembaga dan hubungan sosial) yang bersamasama menentukan hidup yang diperoleh oleh individu atau rumah tangga
(Ellis, 2000). Total penghasilan yang diperoleh oleh seseorang
mencerminkan ada beberapa sumber daya yang diperlukan untuk
mendapatkan penghasilan tersebut. Menurut Ellis (2000) terdapat tiga
41
sumber nafkah atau disebut juga struktur nafkah yaitu farm income, offfarm income, dan non-farm income.
Farm income mengacu pada pendapatan yang dihasilkan dari pertanian
dari lahan yang dimiliki sendiri atau pada lahan yang diperoleh dari hasil
sewa pada orang lain. Off farm income mengacu pada pendapatan petani
pada upah atau kerja pertukaran dalam bidang lainnya seperti peternakan.
Sedangkan non-farm income adalah mengacu pada sumber-sumber
pendapatan dari luar pertanian.
Penelitian yang dilakukan Iqbal (2004) di dua desa yaitu Desa Paciran dan
Desa Brondong memberikan gambaran mengenai sumber nafkah. Kedua
desa ini terletak di dekat pantai sehingga pekerjaan utama mereka adalah
nelayan. Meski terdapat sedikit perbedaan ekologi di antara kedua desa,
namun mereka sama-sama menggantungkan hidupnya pada sumber daya
laut yang ada. Menurut Iqbal (2004), laut merupakan sumber daya dengan
sifat akses terbuka sehingga pada prakteknya banyak yang memanfaatkan
sumber daya tersebut. Akses terbuka ini membuat jumlah nelayan semakin
banyak sehingga hasil tangkapan menjadi turun. Hal inilah yang kemudian
berpengaruh terhadap kondisi ekonomi nelayan.
2. Diversifikasi Mata Pencaharian Pedesaan
Menurut Ellis (2000) definisi diversifikasi mata pencaharian pedesaan
adalah proses ketika rumah tangga pedesaan membangun sebuah
portofolio yang semakin beragam dengan kegiatan dan asset dalam rangka
untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan standar hidup mereka.
Kerangka diversifikasi mata pencaharian pedesaan (Sumber : Ellis, 2000)
Asset
Modal Alam
Modal fisik
Modal Manusia
Modal Sosial
Modal finansial
Aktivitas
(terlihat)
Akses
(dimediasi oleh)
Institusi
(tanah tenurial, asset
umum, pasar nyata, dll)
Hubungan sosial
(desa, etnis, gender dll)
Organisasi
(agen pemerintah,
kelompok komunitas,
LSM, dll)
42
Berdasarkan penjelasan Ellis (2000), modal alam adalah asset yang terdiri
dari tanah, air, dan sumber daya biologis yang digunakan oleh manusia
secara umum untuk bertahan hidup. Modal fisik adalah asset yang
dibentuk oleh proses produksi ekonomi seperti bangunan, kanal irigasi,
jalan, peralatan, mesin, dan asset fisik lainnya. Modal manusia, asset ini
lebih sering dikatakan sebagai asset utama dalam pekerjaan individu.
Asset ini terdiri dari pendidikan, kesehatan, dan kemampuan. Modal
finansial adalah asset yang lebih menekankan pada ketersediaan uang
yang dimiliki seseorang atau rumah tangga. Terakhir adalah modal sosial
yaitu asset yang berhubungan dengan sistem sosial yang ada. Modal sosial
berkaitan dengan jaringan sosial yang dimiliki seseorang di dalam
komunitasnya.
Berdasarkan pustaka yang diringkas, terdapat sebagian penelitian yang
sudah menjelaskan kelima asset di atas. Hasil penelitian tersebut
menjelaskan modal-modal yang dimiliki oleh masyarakat nelayan. Modal
yang paling rendah dimiliki oleh nelayan adalah modal fisik dan modal
finansial. Modal fisik berkaitan dengan peralatan yang digunakan nelayan
untuk melaut seperti perahu dan alat tangkap. Sedangkan modal finansial
berkaitan dengan kondisi keuangan yang sedang dimiliki oleh nelayan.
Sebagian besar penelitian menjelaskan bahwa modal sosial merupakan
modal yang paling tinggi yang dimiliki oleh nelayan. Hal ini dikarenakan
dalam komunitas nelayan terdapat ikatan sosial dan jaringan sosial yang
sangat erat. Kondisi ini digunakan oleh nelayan sebagai salah satu cara
untuk bertahan dari kerentanan dan untuk berusaha kembali ke keadaan
semula.
3. Strategi Nafkah
Berikut adalah beberapa bentuk strategi nafkah yang digunakan oleh
keluarga petani dalam mengahadapi masalah perekonomian yang tidak
mendukung (Scoones, 1998) :
1. Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian
2. Diversifikasi mata pencaharian, yaitu dengan melakukan pekerjaan
lain selain pertanian. Selain itu, juga termasuk didalamnya
optimalisasai tenaga kerja. Optimalisasi ini dapat diartikan sebagai
pemanfaatan tenaga kerja keluarga untuk ikut mencari nafkah.
3. Migrasi, dapat dilakukan apabila petani sudah tidak ingin bekerja di
tempat asalnya. Hal ini juga dapat dilakukan apabila petani memiliki
relasi dengan orang lain yang sudah bermigrasi sebelumnya.
43
Konsep Kemiskinan
Chambers (1988) dalam Hadim (2009) memberikan gambaran mengenai
rumah tangga miskin. Gambaran tersebut sebagai berikut :
1. Rumah tangga yang miskin, rumah atau tempat tinggalnya terbuat dari
kayu, bambu, tanah liat, jerami, alang-alang, daun nipah atau kulit
binatang. Kondisi lain dari rumahnya adalah tidak memiliki jamban
atau ada tetapi kotor. Selain itu, rumah tangga ini tidak memiliki lahan
garapan atau sedikit sekali memiliki lahan sehingga tidak dapat
menunjukkan kebutuhan hidup. Ciri yang paling menghawatirkan
adalah rumah tangga selalu dalam keadaan berhutang kepada tetangga,
sanak saudara, atau pedagang baik hutang jangka pendek maupun
jangka panjang.
2. Rumah tangga yang lemah jasmani, keluarga yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah rumah tangga yang lebih banyak tanggungan
keluarga dibandingkan dengan pencari nafkahnya.
3. Rumah tangga yang tersisih dari alur kehidupan, yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah rumah tangga yang tempat tinggalnya di
daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi,
atau jauh dari pusat perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di
desa.
4. Rumah tangga yang rentan, rumah tangga yang sedikit sekali memiliki
penyangga untuk kebutuhan yang mendadak.
5. Keluarga tidak berdaya, kelompok ini termasuk di dalamnya adalah
keluarga yang buta hukum, jauh dari bantuan hukum, padahal harus
bersaing untuk mendapatkan pekerjaan dan pelayanan pemerintah.
Selain itu menurut Kartasasmita yang dikutip oleh Hadim (2009), terdapat
beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya kemiskinan yaitu :
1. Rendahnya taraf pendidikan
2. Rendahnya derajat kesehatan
3. Terbatasnya lapangan kerja
4. Kondisi keterisolasian
Konsep Resiliensi
Janssen (2007) dalam Cote (2012), menjelaskan mengenai konsep
Resiliensi sosial. Menurutnya, resiliensi sosial adalah kemampuan
kelompok atau komunitas untuk menghadapi tekanan eksternal dan
guncangan sebagai hasil dari tindakan politik, sosial, dan lingkungan.
Berdasarkan definisi ini, resiliensi sosial lebih kepada konsep deskriptif
mengenai umpan balik individu terhadap perubahan yang terjadi
sementara dalam sistem sosial-ekologi (Cote, 2012). Menurut Low et.al.
44
(2003) dalam Cote (2012) pemikiran mengenai resiliensi dan sistem sosialekologi, pengenalan pandangan dikotomi alam dan sosial adalah
problematika yang telah memberikan jalan untuk fokus pada umpan balik
peralatan simetris dari ekosistem dan masyarakat. Hal ini yang
menggambarakan hubungan teoritikal dalam penggunaan konsep resiliensi
ekologi, seperti efek permulaan yang mengacu pada struktur dan fungsi
karakteristik ekosistem, berdasarkan perspektif ilmu sosial (Tompkins and
Adger, 2004) dalam Cote (2012).
Berdasarkan penjelasan di atas, konsep resiliensi dapat dikatakan tidak
hanya diakibatkan karena perubahan ekologi tetapi juga karena tindakan
sosial yang terjadi pada masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh
Forster et.al. (2014) menjelaskan bahwa masyarakat pesisir memiliki
resiliensi dalam menghadapi perubahan ekologi. Perubahan tersebut
adalah akibat dari terjadinya bencana angin topan sehingga mengubah
struktur dan strategi nelayan dalam melaut. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan strategi nelayan yang awalnya membiarkan perahu berada dekat
laut, namun setelah terjadinya badai mereka meletakkan perahu berada
jauh dari laut. Keinginan mereka untuk kembali menjadi nelayan adalah
anggapan bahwa nelayan merupakan sebuah identitas diri dan kebanggaan.
Selain itu, penelitian Mugni (2006) menyebutkan bahwa resiliensi yang
berkaitan dengan sosial adalah hubungan patron klien. Hubungan patron
klien seringkali membuat nelayan merasa memeroleh sistem bagi hasil
yang kurang adil. Mereka sudah melakukan kegiatan melaut namun hanya
diberi upah yang sangat minim.
45
SIMPULAN
Sumberdaya laut menjadi sumber penghasilan utama bagi nelayan. Nelayan
memanfaatkan laut sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun,
dalam pemanfaatannya, nelayan masih banyak bergantung pada orang lain.
Mengingat nelayan tidak memiliki banyak asset yang dimiliki, sehingga nelayan
harus membentuk hubungan patronase dengan nelayan yang lebih besar.
Hubungan patronase ini yang kemudian memberikan peluang bagi nelayan untuk
melakukan kegiatan melaut. Akan tetapi, patronase ini yang juga kemudian secara
tidak langsung membuat nelayan menjadi ketergantungan. Selain itu karena
nelayan mendapatkan pinjaman perahu dan alat tangkap dari patron, maka mereka
memiliki kewajiban untuk menjual tangkapan kepada patron tersebut. Nelayan
tidak mampu menentukan nilai tukar kepada patron, harga ditentukan sepenuhnya
oleh patron dengan kisaran yang jauh lebih murah dibandingkan harga pasaran.
Pada prakteknya, hubungan patronase tidak selalu merugikan nelayan. Hubungan
patronase juga memiliki manfaat besar bagi nelayan ketika mereka berada dalam
masa sulit. Nelayan dapat meminjam uang kepada patron ketika sedang dalam
masa paceklik atau musim ikan sedikit. Hutang ini akan dibayar kembali oleh
nelayan ketika sudah masuk musim ikan banyak. Berdasarkan hasil pustaka yang
diringkas, kondisi ekonomi nelayan tradisional sangat memprihatinkan. Hal ini
dapat dilihat dari kepemilikan asset yang dikenalkan oleh Ellis (2000). Asset
tersebut berkaitan dengan modal alam, modal manusia, modal sosial, modal fisik,
dan modal finansial. Nelayan tradisional tidak sepenuhnya memiliki kelima modal
tersebut. Kondisi ekologi yang sering tidak mendukung, kepemilikan modal fisik
seperti perahu dan alat tangkap yang minim, keterampilan yang rendah, serta
kondisi keuangan yang sangat kekurangan membuat nelayan terus menerus berada
dalam kondisi kemiskinan. Kondisi kemiskinan ini yang kemudian membuat
nelayan melakukan berbagai strategi nafkah. Strategi nafkah tersebut dapat
menunjukkan resiliensi nelayan. Resiliensi merupakan keampuan nelayan untuk
kembali ke keadaan yang lebih baik setelah mendapatkan gangguan khususnya
berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan ekologi.
Perumusan Masalah
Kelautan merupakan sumberdaya alam yang terbuka sehingga siapa saja dapat
memanfaatkan dan mengelola sumberdaya tersebut. Selain itu, lemahnya
peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ini akan sangat
berdampak kepada masyarakat yang memanfaatkannya, terlebih lagi apabila
terjadi konflik di dalamnya. Sumberdaya laut ini dimanfaatkan oleh nelayan
trasidional demi kelangsungan hidup mereka meskipun hanya dengan
menggunakan peralatan yang sederhana. Bagi nelayan tradisional, adanya nelayan
46
luar yang datang dengan peralatan yang teknologinya lebih canggih membuat
mereka mendapatkan hasil tangkapan yang jauh lebih banyak dari nelayan
tradisional. Menurut Mubyarto et.al. (1984) pertumbuhan yang cepat dari jumlah
nelayan memberikan dampak negatif terhadap produktivitas nelayan termasuk
menurunnya volume ikan yang ditangkap. Selain itu, Mubyarto et.al. (1984) juga
menjelaskan dampak dari adanya motorisasi yang dilakukan oleh nelayan dengan
kapal-kapal besar modern bermesin dengan alat yang berdaya tangkap besar.
Dampak tersebut adalah ikan-ikan yang sebelumnya dapat ditangkap oleh nelayan
tradisional lebih banyak disedot oleh nelayan dengan kapal besar tersebut.
Sehingga hasil tangkapan nelayan tradisional menjadi menurun.
Berdasarkan hasil ringkasan studi pustaka, hendak diketahui:
1. Bagaimanakah perbandingan jenis strategi nafkah yang dilakukan oleh
nelayan di dua desa dalam mengatasi kemiskinan?
2. Bagaimanakah perbandingan kepemilikan livelihood asset di antara dua
desa?
3. Bagaimakah perbandingan resiliensi nelayan pada dua desa?
47
Usulan Kerangka Analisis
Aktivitas Manusia
Aktivitas Alam
Sistem penangkapan ikan
Bencana alam
Eksploitasi
Integrasi perusahaan
Perubahan ekologi
Struktur Nafkah (Ellis,
2000)
Kemiskinan
(on farm, off farm, non-farm)
Asset (Ellis, 2000)
sosial : lembaga,
kepercayaan, jaringan
sosial
Alam : akses, status
atas lahan
Finansial : pendapatan,
pinjaman, kredit,
tabungan
Fisik : akses terhadap
asset umum,
kepemilikan asset
pribadi
Manusia : tingkat
pendidikan, tingkat
kesehatan, tingkat
keterampilan,struktur
penduduk
Strategi Nafkah (Scoones,
1998)
Intensifikasi/ekstensifikasi
Diversifikasi mata
pencaharian
migrasi
Keterangan :
Resiliensi
: berhubungan
: memengaruhi
: dianalisis
48
DAFTAR PUSTAKA
Apridar et.al. 2011. Ekonomi Kelautan dan Pesisir. Yogyakarta [ID] : Graha Ilmu.
Badjeck MC et.al. 2010. Impacts of Climate Variability and Change on FisheryBased Livelihoods. Marine Policy. 34 : 375-383. [Internet] [Diunduh 16
September 2014]. Dapat diunduh dari :
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0308597X09001237
BPS. 2014. Konsep Kemiskinan
BPS. 2014. Presentase Penduduk Miskin
Cote M, Nightingale AJ. 2012. Resilience thinking meets social theory: Situating
social change in socio-ecological systems (SES) research. Progress in
Human Gheography. 36(4): 475-489. [Internet]. [diunduh 16 September
2014]. Dapat diunduh dari:
http://www.sagepub.co.uk/journalsPermissions.nav10.1177/03091325
11425708
Ellis F. 2000. Rural Livelihood and Diversity in Development Countries. New
York: Oxford University Press.
Forster J et.al. 2014. Marine Dependent Livelihood and Resilience to
Environmental Change : A Case Study of Anguilla. Marine Policy. 45:
204212. [Internet] [Diunduh 16 September 2014]. Dapat Diunduh dari :
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/s0308597X1300242X
Hadim. 2009. Dinamika Kemiskinan Rumah Tangga di Pedesaan (Studi Kasus
Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa
Barat. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [internet].
[Diunduh 24 Nopember 2014].
Dapat diunduh dari :
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/22528
Iqbal Moch. 2004. Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus di Dua
Desa Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan Jawa Timur). [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet] [Diunduh 18 Oktober 2014].
Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/8233
Kuwandari SA, Satria A. 2012. Mobilitas Sosial Nelayan Pasca Sedimentasi
Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Desa Klaces, Kecamatan
Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah). Sodality,
49
Sosiologi Pedesaan. 06(03). [Internet] [Diunduh 20 Nopember 2014].
Dapat diunduh dari :
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/8022
Lekatompessy Hendri et.al. [tidak ada tahun]. Strategi Adaptasi Nelayan PulauPulau Kecil terhadap Perubahan Ekologi. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin. [Internet] [Diunduh 24 Oktober 2014]. Dapat diunduh dari :
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/filesB8e41a786da110597359750867c6c4c7.
pdf
LIPI. 2009. Setelah Garis Kemiskinan Sajogyo
Mubyarto et.al. 1984. Nelayan dan Kemiskinan (Studi Ekonomi Antropologi di
Dua Desa Pantai). Jakarta (ID): CV. Rajawali
Mudzakir KA. 2000. Strategi Mengatasi Kemiskinan di Desa Nelayan : Studi
Kasus di Desa Gempolsewu, Kabupaten Kendal [Disertasi]. Semarang
(ID) : Universitas Diponegoro. [Internet]
[Diunduh 1 Oktober 2014].
Dapat diunduh dari : http://eprints.undip.ac.id/224641/409-ki-fpik-06a.pdf
Mulyadi. 2007. Ekonomi Kelautan. Jakarta [ID] : PT RajaGrafindo Persada
Mugni Abdul. 2006. Strategi Rumah Tangga Nelayan dalam Mengatasi
Kemiskinan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [internet]
[Diunduh
1
Oktober
2014].
Dapat
diunduh
dari
:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1062
Schulte DF et al. 2014. Patron-Client Relationships, Livelihoods and Natural
Resources Management in Tropical Coastal Communities. Ocean and
Coastal Management. 100: 53-73. [Internet] [Diunduh 16 September
2014] Dapat diunduh dari :
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0964569114002294
Scoones Ian. 1998. Sustainable Rural Livelihood A Framework for Analysis. IDS
Working Paper:72. [internet] [diunduh 16 September 2014]. Dapat
diunduh dari :
http://graduateinstitute.ch/files/live/sites/iheid/files/sites/developpement/sh
ar
ed/developpement/mdev/soutienauxcours0809/Gironde%20Pauvrete/Susta
ina
ble%20Rural%20Livelihhods%20-%20Scoones.pdf
50
Widodo S. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir
(Kasus Dua Desa di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bengkalan,
Provinsi Jawa Timur). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Internet] [Diunduh 18
Oktober 2014]. Dapat diunduh dari :
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5628
Widodo S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan Rumah Tangga Miskin di Daerah
Pesisir. Makara, Sosial Humaniora. 15(1). [internet] [Diunduh 14
Nopember 2014] Dapat diunduh dari :
http://journal.ui.ac.id/humanities/article/view/890/849
Yuliastry Intan. 2011. Kemiskinan dan Strategi Adaptasi Nelayan di Pulau
Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor. [Internet] [Diunduh 1 Oktober 2014].
Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48185
51
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Wanasalam, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten
Lebak, Propinsi Banten. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari
pasangan Nurhedi dan Epon. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN
Wanasalam 1 pada 1999-2005, SMP Negeri 1 Wanasalam pada 2005-2008, dan
SMA Negeri 1 Malingping pada 2008-2011. Pada 2011 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan di Fakultas Ekologi Manusia,
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Selama di Institut Peranian Bogor, penulis pernah tergabung dalam himpunan
profesi departemen yaitu himpunan mahasiswa peminat ilmu-ilmu komunikasi
dan pengembangan masyarakat (HIMASIERA) pada 2012-2013. Penulis juga
tergabung dengan komunitas peminat ilmu kehumasan (Public Relation
Community) sejak tahun 2013 hingga saat ini. Sejak masuk di Institut Pertanian
Bogor, penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi.
Download