DAFTAR ISI Halaman JUDUL ............................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1 1.2 Tujuan .................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5 2.1 Morfologi ikan .................................................................................. 5 2.2 Anatomi ikan .................................................................................. 16 2.3 Taksonomi ....................................................................................... 23 BAB III MATERI DAN METODE ............................................................... 25 3.1 Waktu dan tempat praktikum ......................................................... 25 3.2 Materi ............................................................................................. 25 3.3 Metode ............................................................................................ 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 29 4.1 Hasil ............................................................................................... 29 4.2 Pembahasan .................................................................................... 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 53 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 53 5.2 Saran ............................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikhtiologi berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu “Ichthyes” yang artinya ikan dan “Logos” artinya ilmu. Ichtyologi adalah suatu ilmu yang khusus mempelajari tentang ikan dan segala aspek kehidupan ikan yang meliputi taksonomi, biologi (morfologi, anatomi, fisiologi, genetika, reproduksi, dll) dan ekologi (struktur komunitas, populasi, habitat, predator, dan persaingan serta penyakitnya) (Rahardjo, 1985). Ikan merupakan binatang vertebrata yang berdarah dingin (poikiloterm), hidup di dalam lingkungan air, pergerakan dan keseimbangan tubuhnya terutama menggunakan sirip dan umumnya bernafas dengan insang. Setiap jenis ikan memiliki ciri-ciri taksonomi biologis dan ekologis yang spesifik meskipun ada beberapa kemiripan ikan yang merupakan objek dalam mata kuliah ichtyologi, dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan baik secara kasat mata (ekternal anatomy), bagian dalam tubuh (internal anatomy) dan organ tambahan yang dimiliki oleh beberapa jenis ikan. Struktur internal dan eksternal ikan memberi gambaran bentuk tubuh dan bagian tubuh ikan yang akan menunjukkan pola makan, membedakan jenis kelamin, dan diagnosis penyakit. Ichtyologi mampu memberikan gambaran ikan secara lengkap kepada dunia perikanan baik secara external maupun internal, tidak hanya sekedar anatomi ikan saja. Oleh karena itu banyak kepentingan dunia perikanan yang dipelajari dan dipecahkan dengan bersumber dari ichtyologi (Rahardjo, 1985). 1.2.Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum Ikhtiologi dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu sebagai berikut : 1.2.1 Morfologi Ikan a. Mempelajari dan mengetahui struktur morfologi bentuk luar tubuh ikan dari ikan elasmobranchi (chondrichthyes) dan teleostei (osteichthyes). b. Membuat dan mengetahui deskripsi luar atau morfologi serta melakukan pengukuran terhadap bagian–bagian tubuh ikan dan membandingkannya dengan kunci identifikasi, antara lain : Susunan, jenis dan rumus sirip Jenis sisik dan penghitungan sisik Tipe ekor Bentuk mulut Perbandingan antar bagian tubuh ikan Bentuk dan jumlah filamen insang Tanda-tanda khusus seperti sungut, fin let, lateral keel, adipose dll 1.2.2 Anatomi Ikan 1. Sistem Digestoria (Sistem Pencernaan) a. Mempelajari dan mengetahui sistem pencernaan makanan ikan elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes). b. Mengetahui sistem organ pencernaan makanan ikan. c. Mempelajari dan berlatih melakukan identifikasi makanan ikan. d. Menentukan food dan feeding habit pada ikan. 2. Sistem Muscularia (Sistem Otot) Mempelajari dan berlatih melakukan identifikasi otot atau urat daging pada ikan. 3. Sistem Skeleton (Sistem Rangka) a. Mempelajari dan mengetahui struktur rangka ikan dari ikan teleostei (osteichthyes). b. Membuat dan mengetahui suatu deskripsi rangka Axial. c. Membuat dan mengetahui suatu deskripsi rangka Apendicular. 4. Sistem Respiratoria (Sistem Pernafasan) a. Mempelajari dan mengetahui sistem respirasi dan organ respirasi dari ikan elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes). b. Menyebutkan bagian-bagian insang pada (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes). ikan elasmobranchi c. Menyebutkan alat bantu pernafasan ikan pada elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes). d. Mengetahui dan menunjukkan letak gelembung renang pada ikan teleostei. 5. Sistem Reproduksi a. Mempelajari dan mengetahui sistem dan organ reproduksi ikan elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes). b. Membedakan organ reproduksi ikan dan mengetahui posisi gonad 1.2.3 Taksonomi Mempelajari dan berlatih melakukan identifikasi dan mengklasifikasikan ikan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Ikan Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk luar suatu organisme. Bentuk luar dari organisme ini merupakan salah satu ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari organisme. Adapun yang dimaksud dengan bentuk luar organisme ini adalah bentuk tubuh, termasuk di dalamnya warna tubuh yang kelihatan dari luar. Pada dasarnya bentuk luar dari ikan dan berbagai jenis hewan air lainnya mulai dari lahir hingga ikan tersebut tua dapat berubah-ubah, terutama pada ikan dan hewan air lainnya yang mengalami metamorfosis dan mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan (habitat). Namun demikian pada sebagian besar ikan bentuk tubuhnya relatif tetap, sehingga kalaupun terjadi perubahan, perubahan bentuk tubuhnya relatif sangat sedikit (Djuhanda, 1985). Pada ikan dan pada hewan air lainnya pada umumnya bagian tubuh dibagi menjadi tiga bagian yakni bagian kepala, badan dan ekor (Gambar 1), namun pada setiap jenis ikan ukuran bagian-bagian tubuh tersebut berbeda-beda tergantung jenis ikannya (perhatikan morfologi ikan pada Gambar 3) . Adapun organ-organ yang terdapat pada setiap bagian tersebut adalah: 1. Bagian kepala yakni bagian dari ujung mulut terdepan hingga hingga ujung operkulum (tutup insang) paling belakang. Adapun organ yang terdapat pada bagian kepala ini antara lain adalah mulut, rahang, gigi, sungut, cekung hidung, mata, insang, operkulum, otak, jantung, dan pada beberapa ikan terdapat alat pernapasan tambahan, dan sebagainya. 2. Bagian badan yakni dari ujung operkulum (tutup insang) paling belakang sampai pangkal awal sirip belang atau sering dikenal dengan istilah sirip dubur. Organ yang terdapat pada bagian ini antara lain adalah sirip punggung, sirip dada, sirip perut, hati, limpa, empedu, lambung, usus, ginjal, gonad, gelembung renang, dan sebagainya. 3. Bagian ekor, yakni bagian yang berada diantara pangkal awal sirip belakang/dubur sampai dengan ujung terbelakang sirip ekor. Adapun yang ada pada bagian ini antara lain adalah anus, sirip dubur, sirip ekor, dan pada ikanikan tertentu terdapat scute dan finlet, dan sebagainya. Bentuk tubuh atau morfologi ikan erat kaitannya dengan anatomi, sehingga ada baiknya sebelum melihat anatominya; terlebih dahulu kita lihat bentuk tubuh atau penampilan (morfologi) ikan tersebut. Dengan melihat morfologi ikan maka kita akan dapat mengelompok-ngelompokan ikan/hewan air, dimana sistem atau caranya mengelompokan ikan ini dikenal dengan istilah sistematika atau taksonomi ikan. Dengan demikian, maka sistematika atau taksonomi ini merupakan ilmu yang digunakan untuk mengklasifikasikan ikan/hewan air atau hewan lainnya (Rahardjo, 1985). 2.1.1 Bentuk Tubuh Ikan Kebanyakan ikan memiliki bentuk tubuh streamline dimana tubuh bagian anterior dan posterior mengerucut dan bila dilihat secara transversal, penampang tubuh seperti tetesan air. Penampang tubuh tersebut akan memberikan kemudahan ikan dalam menembus air sebagai media hidup. Bentuk tubuh tersebut biasanya dikatakan sebagai bentuk tubuh ideal (fusiform) (Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988). Secara umum, bentuk tubuh ikan terbagi atas enam jenis yang terdiri dari : 1.Datar (flat/depressed). contoh : pari (Dasyatis sp), ikan sebelah (Pseudopleuronectes americanus). 2. Ideal (Fusiform), contoh : hiu (Carcharinus leucas),salmon, barracuda, tuna. 3. Eel-like (elongated), contoh : lele (Clarias bathracus),Lamprey 4. Pipih (ke bawah = depressed dan ke samping = compressed) Contoh : angel fish, butterfly fire 5. Bulat (rounded), contoh : buntal 6. Pita (ribbon), contoh : layur 2.1.2 Bentuk dan Posisi Mulut Ikan a) Bentuk Mulut Ada beberapa macam bentuk mulut ikan. Bentuk mulut ikan antara jenis ikan satu dengan jenis ikan lainnya berbeda-beda tergantung pada jenis makanan yang dimakannya. Secara umum ada empat jenis mulut ikan yaitu: 1. Bentuk seperti tabung (tube like) 2. Bentuk seperti paruh (beak like) 3. Bentuk seperti gergaji (saw like) 4. Bentuk seperti terompet b) Posisi Mulut Posisi mulut pada ikan juga bervariasi tergantung dimana letak habitat makanan yang akan dimakannya. Ada empat macam posisi mulut ikan yakni 1. Posisi terminal, yaitu mulut yang terletak di ujung hidung (Gambar a) 2. Posisi sub terminal, yaitu mulut yang terletak dekat ujung hidung (Gambar b) 3. Posisi superior, yaitu mulut yang terletak di atas hidung (Gambar c) 4. Posisi inferior, yaitu mulut yang terletak di bawah hidung (Gambar d) (Rahardjo, 1986). 2.1.3 Bentuk dan Rumus Sirip Ikan a) Bentuk dan Jenis Sirip Ikan Ikan seperti pada hewan lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat gerak. Pada ikan, alat gerak yang utama dalam melakukan manuver di dalam air adalah sirip. Sirip ikan juga dapat digunakan sebagai sumber data untuk identifikasi karena setiap sirip suatu spesies ikan memiliki jumlah yang berbeda dan hal ini disebabkan oleh evolusi (Rahardjo, 1986). Sirip pada ikan terdiri dari beberapa bagian yang dinamakan sesuai dengan letak sirip tersebut berada pada tubuh ikan, yaitu : 1. Pinna dorsalis (dorsal fin) Adalah sirip yang berada di bagian dorsal tubuh ikan dan berfungsi dalam stabilitas ikan ketika berenang. Bersama-sama dengan pinna analis membantu ikan untuk bergerak memutar. 2. Pinna pectoralis (pectoral fin) Adalah sirip yang terletak di posterior operculum atau pada pertengahan tinggi pada kedua sisi tubuh ikan. Fungsi sirip ini adalah untuk pergerakan maju, ke samping dan diam (mengerem). 3. Pinna ventralis (ventral fin) Adalah sirip yang berada pada bagian perut. ikan dan berfungsi dalam membantu menstabilkan ikan saat berenang. Selain itu, juga berfungsi dalam membantu untuk menetapkan posisi ikan pada suatu kedalaman. 4. Pinna analis (anal fin) Adalah sirip yang berada pada bagian ventral tubuh di daerah posterior anal. Fungsi sirip ini adalah membantu dalam stabilitas berenang ikan. 5. Pinna caudalis (caudal fin) Adalah sirip ikan yang berada di bagian posterior tubuh dan biasanya disebut sebagai ekor. Pada sebagian besar ikan, sirip ini berfungsi sebagai pendorong utama ketika berenang (maju) clan juga sebagai kemudi ketika bermanuver. 6. Adipose fins Adalah sirip yang keberadaannya tidak pada semua jenis ikan. Letak sirip ini adalah pada dorsal tubuh, sedikit di depan pinna caudalis. Sirip ikan terdiri dari tiga jenis jari-jari sirip yang hanya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh spesies ikan, yaitu : 1. Jari-jari sirip keras; Merupakan jari jari sirip yang tidak berbuku-buku dan keras. 2. Jari jari sirip lemah; Merupakan jari jari sirip yang dapat ditekuk, lemah, dan berbuku- buku. 3. Jari jari sirip lemah mengeras; Merupakan jari jari sirip yang keras tetapi berbukubuku. Penggolongan ikan juga dapat dilakukan berdasarkan tipe pinna caudalis yang dimiliki suatu jenis ikan. Tipe pinna caudalis ikan secara umum terbagi atas : 1. Protocercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang tumpul dan simetris dimana columna vertebralis terakhir mencapai ujung ekor. 2. Diphycercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang membulat atau meruncing, simetris dengan ruas vertebrae terakhir tidak mencapai ujung sirip. 3. Heterocercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang simetris dengan sebagian ujung ventral lebih pendek. 4. Homocercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang berlekuk atau tidak dan ditunjang oleh jari-jari sirip ekor. (Rahardjo, 1986) b) Rumus Sirip Rumus sirip, yaitu rumus yang menggambarkan bentuk dan .jumlah jari-jari sirip dan bentuk sirip yang merupakan ciri khusus. ikan seperti pada hewan lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat gerak. Pada ikan, alat gerak yang utama dalam melakukan manuver di dalam air adalah sirip. Sirip ikan juga dapat digunakan sebagai sumber data untuk identifikasi karena setiap sirip suatu spesies ikan memiliki jumlah yang berbeda dan hal ini disebabkan oleh evolusi (Rahardjo, 1985). Penulisan jari jari sirip dikodekan berdasarkan letak sirip tersebut pada tubuh ikan. Jumlah jari-jari sirip dituliskan dalam angka Romawi besar untuk jari-jari sirip keras, angka Romawi kecil untuk jari-jari sirip lemah mengeras dan angka Arab untuk jari jari sirip lemah (Rahardjo, 1985). 2.1.4 Pengukuran Tubuh Ikan Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Ukuran dan perbandingan ukuran tubuh ikan dapat digunakan untuk melakukan penggolongan. Semua ukuran yang digunakan merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain juga melalui lengkungan badan. Ukuran-ukuran ikan yang digunakan adalah: a. Panjang total atau Total length (TL) diukur dari bagian mulut paling anterior sampai bagian sirip ekor paling posterior. b. Panjang baku atau Standard length (SL) diukur dari bagian mulut paling anterior sampai pangkal batang ekor (caudal penducle) c. Panjang sampai lekuk ekor atau Fork length (FL) diukur dari bagian paling anterior sampai lekukan sirip ekor. d. Linkar badan ikan (LL) diukur dari bagian sirip perut melingkar pada tubuh ikan smpai kembali ke sirip perut. e. Panjang kepala (HL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxilla) hingga bagian terbelakang operculum atau membran operculum. f. Panjang batang ekor (LCP) diukur mulai dari jari terakhir sirip dubur hingga pertengahan pangkal batang ekor. g. Panjang moncong (SNL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir hingga pertengahan garis vertikal yang menghubungkan bagian anterior mata. h. Tinggi sirip punggung (DD) diukur mulai dari pangkal hingga ujung pada jari-jari pertama sirip punggung. i. Diameter mata (ED) diukur mulai dari bagian anterior hingga posterior bola mata, diukur mengikuti garis horisontal. j. Tinggi batang ekor (DCP) diukur mulai dari bagian dorsal hingga ventral pangkal ekor. k. Tinggi badan diukur (BD) secara vertikal mulai dari pangkal jari-jari pertama sirip punggung hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut. (Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988). 2.1.5 Sistem Integumen pada Ikan Sistem integumen pada seluruh mahluk hidup merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar tempat mahluk hidup tersebut berada. Pada sistem integumen terdapat sejumlah organ atau straktur dengan fungsi yang beraneka pada bermacam-macam jenis mahluk hidup (Rahadjo, 1980). Yang termasuk dalam sistem integumen pada ikan adalah kulit dan derivat integumen. Kulit merupakan lapisan penutup tubuh yang terdiri dari dua lapisan, yaitu epidermis pada lapisan terluar dan dermis pada lapisan dalam. Derivat integumen merupakan suatu struktur yang secara embryogenetik berasal dari salah satu atau kedua lapisan kulit yang sebenarnya (Rahadjo, 1980). Sistem integumen yang berhubungan langsung dengan lingkungan tempat hidup memiliki berbagai fungsi yang sangat vital pada kehidupan ikan, yaitu : 1. Pertahanan fisik Merupakan fungsi utama dari integument yaitu sebagai pertahanan pertama dari infeksi, paparan sinar ultra violet [UV] dan gesekan tubuh dengan air atau benda keras lainnya. 2. Keseimbangan cairan Keseimbangan cairan dilakukan oleh integumen kelompok amphibian dan ikan memiliki sistem tersendiri dalam proses keseimbangan cairan yaitu dengan menggunakan insangnya. 3. Thermoregulasi Thermoregulasi dilakukan oleh vertebrata dengan jalan memasukkan dan mengeluarkan panas secara bergantian melalui aliran darah pada kulit. 4. Warna Warna yang ada pada integurnen ikan digunakan sebagai alat komunikasi, tingkah laku seksual, peringatan dan penyamaran untuk mengelabui predator.Warna yang dihasilkan akan berbeda-beda yang disebabkan karena perbedaan tempat hidup dari ikan tersebut. 5. Pergerakan Pergerakan ikan dipengaruhi pula oleh keberadaan sisik yang membantu dalam meningkatkan kemampuan berenang ikan yang menghadapi halangan kuat. 6. Respirasi Respirasi ikan tidak menggunakan kulit sebagai sarananya tetapi dilakukan oleh golongan Amphibian. Hal ini dilakukan karena kulit merupakan lapisan yang relatif tipis, selalu basah dan terdapat banyak pembuluh darah sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida dapat berlangsung. 7. Kelenjar kulit Pada kulit terdapat kelenjar yang memungkinkan ikan dapat mengeluarkan pheromone untuk menarik pasangannya dan sebagai alat untuk menetapkan daerah territorial. Selain itu, kelenjar kulit juga dapat menghasilkan zat-zat racun yang berguna untuk mencari mangsa ataupun untuk pertahanan din’ dari predator. 8. Keseimbangan garam dilakukan pada kulit dan insang yaitu dengan pengaturan kadar garam cairan tubuh ikan [osmoregulasi] sehingga cairan dalam tubuh akan tetap stabil sesuai dengan lingkungan dimana ikan berada 9. Organ indera Kulit memiliki sel-sel yang berfungsi sebagai reseptor dari stimulus lingkungan. (Rahadjo, 1980) a) Sisik Ikan Ikan mempunyai bentuk, ukuran dan jumlah sisik yang dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam. Jenis sisik yang dimiliki ikan dapat dibagi atas bahan-bahan pembentukannva, yaitu: 1. Sisik Placoid, yaitti sisik yang biasa dimiliki oleh kelompok Elasmobranchii dan disebut dermal denticle. Sisik ini terbentuk seperti pada gigi manusia dimana bagian ectodermalnya memiliki lapisan email yang disebut sebagai vitrodentin dan lapisan dalamnya ‘disebut dentine yang berisi pembuluh dentinal. 2. Sisik Cosmoid, yaitu sisik yang memiliki bagian terluar disebut vitrodentilie, lapisan bawahnya disebut cosinine dan bagian terdalam terdapat pefilbuluh darah, syaraf dan substansi tulang isopedine. 3. Sisik Ganoid, yaitu sisik yang memiliki lapisan terluar b erupa pemunpukan garani-garam anorganik yang disebut ganoine. Bagian dalamaya terdapat substansi tulang isopedine. 4. Cycloid dan Ctenoid, yaitu sisik yang tidak mengandung dentine. Dua jenis sisik ini paling banyak ditemui pada kebanyakan ikan. Pengelompokan sisik selain berdasarkan bahan penyusunnya juga didasarkan atas bentuk sisik tersebut, yaitu: 1. Sisik Placoid, merupakan sisik yang tumbuhnya saling berdamputgan atau sebelah menyebelah dengan pola tumbuh mencuat dari kulitnya. 2. Sisik Rhombic, merupakan sisik yang berbentuk belah ketupat dengan pertumbuhan yang sebelah menyebelah. 3. Sisik Cycloid, merupakan sisik yang bentuknya melingkar dimana didalamnya terdapat garis-garis melingkar disebut circulii, anulii, radii, dan focus. 4. Sisik Ctenoid, merupakan sisik yang memiliki stenii pada bagian posteriornya dan bentukan sisir pada bagian anteriornya. (Rahadjo, 1980). Selain jenis sisik yang menjadi kriteria bagi suatu jenis ikan tertentu, jumlah sisik ikan juga perlu diperhatikan : 1. Jumlah sisik pada gurat sisi merupakan jumlah pori-pori pada gurat sisi atau jika gurat sisi tidak sempurna atau tidak ada, maka jumlah sisik yang dihitung adalah jumlah sisik yang biasa ditempati gurat sisi atau disebut deretan sisik sepanjang sisi badan. Penghitungan sisik ini dimulai dari sisik yang menyentuh tulang bahu hingga pangkal ekor. 2. Jumlah sisik melintang badan merupakan jumlah baris sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung atau sirip punggung pertama dan antara gurat sisi dan awal sirip dubur. Sisik yang terdapat di depan awal sirip punggung dan sirip dubur dihitung ½. 3. Jumlah sisik di depan sirip punggung meliputi semua sisik di pertengahan punggung antara insang dan awal sirip punggung. 4. Jumlah sisik di sekeliling batang ekor meliputi jumlah baris sisik yang melingkari batang ekor pada bidang yang tersempit. 5. Jumlah sisik di sekeliling dada merupakan jumlah sisik di depan sirip punggung yang melingkari dada. (Rahadjo, 1980) Ada juga satu obyek dalam sifat meristik adalah menghitung jumlah sisik yang dilalui oleh linea lateralis (1:1). Penghitungan sisik pada linea lateralis ini dimulai dari ujung anterior operculum terbelakang dan berakhir pada bagian caudal peduncle atau pangkal batang ekor. Jika terdapat lebih dari satu linea lateralis maka yang dihitung adalah yang sisik yang terletak di tengah. Seadainya linea lateralis tidak jelas ataupun tidak ada maka dihitung jumlah sisik di tempat biasanya garis rusuk tersebut berada (Rahadjo, 1980). b) Gurat Sisi Linea lateralis merupakan salah satu bagian tubuh ikan yang dapat dilihat secara langsung sebagai garis yang gelap di sepanjang kedua sisi tubuh ikan mulai dari posterior operculum sampai pangkal ekor (peduncle). Pada linea lateralis terdapat lubang-lubang yang berfungsi untuk menghubungkan kondisi luar tubuh dengan sistem canal yang menampung sel-sel sensori dan pembuluh syaraf. Linea lateralis sangat penting keberadaannya sebagai organ sensori ikan yang dapat mendeteksi perubahan gelombang air dan listrik. Selain itu, linea lateralis juga juga berfungsi sebagai echo-location yang membantu ikan untuk mengidentifikasi lingkungan sekitamya (Manda et al., 2005). 2.2 Anatomi Ikan 2.2.1 Sistem Rangka Ikan Rangka pada ikan berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang atau menyokong organ-organ tubuh, melindungi organ-organ tubuh ikan dan berfungsi pula dalam pembentukkan butir darah merah (Rahardjo, 1985). Rangka pada ikan berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang organ tubuh, melindungi organ tubuh, dan menunjang pembentukan butiran darah merah (Sugiri, 1992). Menurut Rahardjo (1985), Rangka pada ikan dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Rangka axial, terdiri dari : a. Tulang tengkorak Secara umum perkembangannya berasal dari tiga sumber, yaitu : Dermocranium, yaitu tulang tengkorak yang asalnya dibuat dari sisik yang berfungsi sebagai dermis. Chondrocranium, yaitu pembungkus otak yang berasal dari tulang rawan. Splanchnocranium, yaitu tulang tengkorak yang berasal dari rangka penyokong lengkung insang. Umumnya tulang - tulang dermal membentuk atap tengkorak. Sepasang tulang parietal terletak didaerah atap tengkorak paling belakang. Sepasang tulang frontal yang merupakan keeping dermal yang luas berkembang tepat didepan tulang parietal. Sepasang tulang nasal yang bentuknya memanjang dan terletak diantara dua lubang hidung. Beberapa tulang dermal yang terdapat pada tulang- tulang tersebut yaitu post frontal, prefrontal, postnarietal, dan masih banyak lagi. Sepasang tulang lacrimal terdapat pada bagian anterior sisik tengkorak .Pada bagian telinga terdapat pada tulang squamosal, yang merupakan tulang dermal. Rahang atas terdiri dari tulang maxilla dan premaxila. Permaxilla dan maxilla pada beberapa ikan terutama ikan buas, seringkali dilengkapi dengan gigi-gigi. Tulang dermal yang terdapat pada langit-langit mulut ialah prevomer, endopterygoid, ectopterygoid, palatine (masing-masing terdiri atas satu pasang) dan pharaspenoid (satu buah). Tulang dermal yang terdapat pada rahang bawah ialah dentary, splenial, angular dan articular. Tulang dentary yang dilengkapi deangan gigi-gigi. Tulang punggung dan tulang rusuk. Secara emnbriologik, tulang punggung berkebang dari sceletome yang terdapat pada sekeliling notochorda dan batang saraf,tiap-tiap pasang sceletome berkembangmenjadi empat pasang rawan yang dinamakan arcualia (Rahardjo, 1985). Dua pasang arcuale terletak diatas notochorda, Bagian depan disebut basidorsal yang akan berkembang menjadi lengkung neural dan bagian belakang dinamakan interdorsal. Dua pasang arcuela lagi terdapat pada b a g i a n b a w a h n o t o c h o r d a ya n g d i d e p a n d i n a m a k a n b a s i v e n t r a l ya n g b e r k e m b a n g menjadi lengkung haimal, sedangkan bagian belangkang interventral. Interventral daninterdorsal pada conri cthye berkembang menjadi kuping intercalary yang terdapat pada ruas tulang punggung. Jadi ruas tulang punggung dibentuk oleh arcualia yang mengadakan invasi mengelilingi notochorda. Berdasarkan pembentukannya, terdapat dua macam tulang punggung yang monospondyly dan diplospondyly. Tulang punggung yang monospondyly dibentuk dari persatuan interdorsal dan interventral suatu somite dengan basidorsal dan basiventral somite dibelakangnya (Rahardjo, 1985). b. Tulang punggung dan tulang rusuk Secara embriotik tulang punggung berkembang menjadi scelerotome yang terdapat pada sekeliling notochondria dan batang saraf. Tiap pasang scelerotome berkembang menjadi empat pasang tulang rawan yang dinamakan areulia. Tulang punggung badan dan tulang punggung ekor. Tiap-tiap ruas di daerah badan dilengkapi dengan sepasang tulang rusuk kiri dan kanan untuk melindungi organ dalam rongga badan (Rahardjo, 1985). 2. Rangka visceral Rangka ini terdiri dari struktur tulang yang menyokong insang dan mengelilingi pharynk. Struktur ini terdiri dari tujuh lengkung tulang insang. Dua lengkung insang yang pertama menjadi bagian dari tulang tengkorak, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai penyokong insang(Rahardjo, 1985). 3. Rangka apendikular Rangka apendikular adalah tulang penyokong sirip dan pelekatnya. Pada ikan terdapat lima macam sirip, yaitu sirip tunggal (sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur) dan sirip berpasangan (sirip dada dan sirip perut) (Rahardjo, 1985). Sistem skeleton merupakan sistem tulang rangka. Secara embriologi, tulang punggung berkembang dari scerotome yang terdapat di sekeliling notochord dan batang saraf. Tulang punggung di daerah badan (abdominal) dibentuk bersamaan dengan tulang di daerah ekor (caudal). Tiap ruas tulang di daerah badan dilengkapi oleh sepasang tulang rusuk (pleural rib) kiri dan kanan yang berfungsi untuk melindungi organ-organ yang ada di dalam rongga badan. Pada batang ekor bagian bawah terdapat satu cucuk hemal (hemal spine) dan pada bagian atas terdapat cucuk neural (neural spine) (Rahadjo, 1980). 2.2.2 Sistem Pencernaan Ikan Menurut Rahardjo (1985), sistem digestoria meliputi 2 bagian yaitu pencernaan dan kelenjar pencernaan. 1. Pencernaan Mulai dari muka ke belakang, saluran pencernaan tersebut terdiri dari mulut, rongga mulut, farings, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum dan anus. a. Mulut Bagian terdepan dari mulut adalah bibir, pada ikan-ikan tertentu bibir tidak berkembng dan malahan hilang secara total karena digantikan oleh paruh atau rahang (ikan famili scaridae, diodotidae, tetraodontidae). Pada ikan belanak atau tambakan, bibir berkembang dengan baik dan menebal, bahkan mulutnya dapat disembulkan. Keberadaan bibir berkaitan erat dengan cara mendapatkan makanan. Di sekitar bibir pada ikan tertentu terdapat sungut, yang berperan sebagai alat peraba. Mulut terletak di ujung hidung dan juga terletak di atas hidung (Rahardjo, 1985). b. Rongga mulut Di bagian belakan mulut terdapat ruang yang disebut rongga mulut. Rongga mulut ini berhubungan langsung dengan segmen faring. Secara anatomis organ yang terdapata pada rongga mulut adalah gigi, lidah dan organ palatin. Permukaan rongga mulut diselaputi oleh lapisan sel permukaan (epitelium) yang berlapis. Pada lapisan permukaan terdapat sel-sel penghasil lendir (mukosit) untuk mempermudah masuknya makanan. Disamping mukosit, di bagian mulut juga terdapat organ pengecap (organ penerima rasa) yang berfungsi menyeleksi makanan c. Farings Lapisan permukaan faring hampir sama dengan rongga mlut, masih ditemukan organ pengecap, Sebagai tempat proses penyaringan makanan. d. Esofagus Permulaan dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti pipa, mengandung lendir untuk membantu penelanan makanan. Pada ikan laut, esofagus berperan dalam penyerapan garam melalui difusi pasif menyebabkan konsentrasi garam air laut yang diminum akan menurun ketika berada di lambung dan usus sehingga memudahkan penyerapan air oleh usus belakang dan rectum (proses osmoregulasi) e. Lambung Lambung merupakan segmen pencernaan yang diameternya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan organ pencernaan yang lain. Besarnya ukuran lambung berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung mukopolisakarida yang agak asam berfungsi sebagai pelindung dinding lambung dari kerja asam klorida. Sebagai penampung makanan dan mencerna makanan secara kimiawi. Pada ikan-ikan herbivora terdapat gizard (lambung khusus) berfungsi untuk menggerus makanan (pencernaan secara fisik). f. Pilorus Pilorus merupakan segmen yang terletak antara lambung dan usus depan. Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang mengecil/menyempit. g. Usus ( intestinum) Merupakan segmen yang terpanjang dari saluran pencernaan. Intestinum berakhir dan bermuara keluar sebagai anus. Merupakan tempat terjadinya proses penyerapan zat makanan h. Rektum Rektum merupakan segmen saluran pencernaan yang terujung. Secara anatomis sulit dibedakan batas antara usus dengan rektum. Namun secara histologis batas antara kedua segmen tersebut dapat dibedakan dengan adanya katup rektum. i. Kloaka Kloaka adalah ruang tempat bermuaranya saluran pencernaan dan saluran urogenital. Ikan bertulang sejati tidak memiliki kolaka, sedangkan ikan bertulang rawan memiliki organ tersebut. j. Anus Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang sejati anus terletak di sebelah depan saluran genital. Pada ikan yang bentuk tubuhnya memanjang, anus terletak jauh dibelakang kepala bedekatan dengan pangkal ekor. Sedangkan ikan yang tubuhnya membundar, posisi anus terletak jauh di depan pangkal ekor mendekati sirip dada. (Rahardjo, 1980). 2. Kelenjar Pencernaan Kelenjar pencernaan berguna untuk menghasilkan enzim pencernaan yang nantinya akan bertugas membantu proses penghancuran makanan. Enzim pencernaan yang dihasilkan oleh ikan buas juga berbeda dengan ikan vegetaris. Ikan buas pada umumnya menghasilkan enzim-enzim pemecah protein, sedangkan ikan vegetaris menghasilkan enzim-enzim pemecah karbohidrat. Kelenjar pencernaan terdiri dari hati dan pankreas. Disamping itu, saluran pencernaannya (lambung dan usus) juga berfungsi sebagai kelenjar pencernaan. Hati meupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecokelatan. Posisi hati terletak pada rongga tubuh bagian bawah, di belakang jantung dan disekitar usus depan. Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantong kecil, bulat, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiruan, organ ini dinamakan kantung empedu yang fungsinya untuk menampung cairan empedu yang disekresikan oleh organ hati. Secara umum hati berfungsi sebagi tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta tempat memproduksi cairan empedu (Rahardjo, 1985). Pankreas merupakan organ yang mensekresikan bahan (enzim) yang berperan dalam proses pencernaan. Pankreas ada yang berbentuk kompak dan ada yang diffus (menyebar) di antara sel hati. Letak penkreas berdekatan dengan usus depan sebab saluran pankreatik bermuara ke usus depan. Saluran pankreatik yaitu saluran-saluran kecil yang bergabung satu sama lain dan pada akhirnya akan terbentuk saluran yang keluar dari pankreas menuju usus depan (Rahardjo, 1985). 2.2.3 Sistem Pernafasan Ikan Organ utama untuk pernafasan dari dalam media air pada ikan adalah insang. Udara pernafasan diambil melalui mulut dan keluar melalui dubur. Insang terdapat di dalam rongga insang yang berasal dari kantong insang. Pada waktu embrio, kantong merupakan sepasang penonjolan ke arah luar dari lapisan endodermal di daerah anterior saluran pencernaan embrio (Rahardjo, 1985). Ikan membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Pada umumnya, oksigen masuk ke dalam tubuh ikan melalui jaringan dalam insang dengan cara difusi, yaitu terbawa dalam aliran darah dimana melekul oksigen ini menempel pada hemoglobin darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh. Peredaran darah dalam filamen insang merupakan pertemuan antara pembuluh darah yang berasal dari jantung. Pada tiap filamen ingsang ini terdiri dari lamela insang, yaitu tempat terjadinya pertukaran gas (Rahadjo, 1980). Mekanisme pernapasan pada ikan golongan elasmobranchii terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah otot corocoid dan corobranchial berkontraksi sehingga air masuk melalui rongga mulut melalui proses pengisapan. Tahap kedua adalah otot abductor rahang atas dan bawah melemas, sedangkan tulang lengkung ingsang atas dan bawah berkontraksi. Tahap ketiga adalah otot adductor intercual melemas dan beberapa otot lain berkontraksi untuk mempersempit rongga insang sehingga air dipaksa masuk melalui lamela insang (Rahadjo, 1980). 1. Insang pada ikan elasmobranchia Pada ikan ini belum terdapat tutup insang, sehingga celah insang langsung berhubungan dengan lingkungan. Celah insang berjumlah 5 pasang, pada jenisjenis tertentu sering dijumpai 6-7 pasang celah insang. Pada keadaan biasa air masuk dari mulut melalui insang di dalam rongga insang kemudian dikeluarkan melalui celah insang. Pertukaran oksigen dan karbondiok-sida, terjadi di dalam lamela insang (Rahardjo, 1985). Setiap lengkung insang pada elasmobranchia disokong oleh rangka yang melengkung, terdiri dari : a. Tapis insang, terdapat pada dasar lengkung insang mengarah ke dalam rongga pharing. Berfungsi untuk menapis bahan makanan yang terbawa bersama air pernafasan, yang kemudian diteruskan ke dalam oesophagus. b. Jari-jari insang, melekat pada bagian luar dari leng¬kung insang mengarah ke permukaan tubuh sebagai penguat struktur insang. c. Lamela insang, berupa rambut yang halus terbungkus oleh epithelium tipis dengan satu ujungnya melekat pada jari-jari insang penuh dengan kapiler darah. Di sini terjadi proses pernafasan di dalam insang. (Rahardjo, 1985) 2. Insang pada ikan osteichthyes Pada ikan ini operculum yang tersusun atas 4 potong tulang dermal, yaitu operculum, properculum, interculum, dan sub operculum. Selaput tipis bekerja sebagai klep pada celah insang. Bagian depan dari selaput melekat pada operculum, sedangkan pada bagian belakangnya terlepas bebas. Selaput kulit tipis ini disebut membran branchiostegii yang disokong oleh beberapa potong yang terletak pada dinding ventral pharing disebut radii branchiostegii. Septum insang hanya satu saja dan tidak menonjol keluar dari lamela insang, serta kadangkadang insang tidak ada. Jari-jari insang selalu ada sepasang untuk setiap lengkung insang ber-jumlah 5, tetapi lengkung insang 1 dan 5 berupa hemibranchia, hanya lengkung kedua, tiga dan empat saja yang berupa holobranchia. Lamela insang pada lengkung pertama hanya ada pada bagian belakang lengkung insang dan pada lengkung insang kelima pada bagian depan saja (Rahardjo, 1985). 2.2.4 Sistem Reproduksi Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Untuk dapat melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan dan betina. Penyatuan gamet jantan dan betina akan membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi generasi baru. (Yushinta Fujaya, 2004). Menurut Anonim (2006), meskipun tidak semua individu mampu menghasilkan keturunan, namun setidaknya reproduksi berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup di permukaan bumi ini. Tingkah laku reproduksi pada ikan merupakan suatu siklus yang dapat dikatakan berkala dan teratur. Kebanyakan ikan mempunyai siklus reproduksi tahunan. Sekali mereka memulainya maka hal itu akan berulang terus menerus sampai mati. Beberapa ikan malahan bisa bereproduksi lebih dari satu kali dalam satu tahun. Menurut Anne Ahira (2011), cara reproduksi ikan ada antara lain : 1. Ovipar, yaitu sel telur dan sel sperma bertemu di luar tubuh dan embrio ikan berkembang di luar tubuh sang induk. Contoh : ikan pada umumnya. 2. Vivipar, kandungan kuning telur sangat sedikit, perkembangan embrio ditentukan oleh hubungannya dengan placenta, dan anak ikan menyerupai induk dewasa. 3. Ovovivipar, sel telur cukup banyak mempunyai kuning telur, Embrio berkembang di dalam tubuh ikan induk betina, dan anak ikan menyerupai induk dewasa. Contoh : ikan-ikan livebearers. Secara umum ikan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu jantan dan betina (biseksual/dioecious) dimana sepanjang hidupnya memiliki jenis kelamin yang sama. Istilah lain untuk keadaan ini disebut gonokhoristik yang terdiri atas dua kelompok yaitu : 1. Kelompok yang tidak berdiferensiasi, artinya pada waktu juvenil, jaringan gonad belum dapat diidentifikasi apakah berkelamin jantan atau betina. 2. Kelompok yang berdiferensiasi, artinya sejak juvenil sudah tampak jenis kelaminnya apakah jantan atau betina. Selain gonokhoristik, dikenal pula istilah hermafrodit yang artinya di dalam tubuh individu ditemukan dua jenis gonad (jantan dan betina). Bila kedua jenis gonad ini berkembang secara serentak dan mampu berfungsi, keduanya dapat matang bersamaan atau bergantian maka jenis hermafrodit ini disebut hermafrodit sinkroni. Contoh ikan yang bersifat seperti ini adalah Serranus cabrilla, Serranus subligerius dan Hepatus hepatus. Ikan yang termasuk golongan ini adalah Sparrus auratus dan Pagellus centrodontus. Bila pada awalnya berkelamin jantan namun semakin tua akan berubah kelamin menjadi betina maka disebut sebagai hermafrodit protandri. Sedangkan hermafrodit protogini adalah istilah untuk individu yang pada awalnya berkelamin betina, namun semakin tua akan berubah menjadi kelamin jantan seperti dijumpai pada ikan belut, Fluta alba (Anne Ahira, 2011) Perbedaan seksualitas pada ikan dapat dilihat dari ciri-ciri seksualnya. Ciri seksual pada ikan terbagi atas ciri seksual primer dan ciri seksual sekunder. Ciri seksual primer adalah alat/organ yang berhubungan dengan proses reproduksi secara langsung. Ciri tersebut meliputi testes dan salurannya pada ikan jantan serta ovarium dan salurannya pada ikan betina. Ciri seksual primer sering memerlukan pembedahan untuk melihat perbedaannya. Hal ini membuat ciri seksual sekunder lebih berguna dalam membedakan jantan dan betina meskipun kadangkala juga tidak memberikan hasil yang nyata (Anne Ahira, 2011) Ciri seksual sekunder terdiri atas dua jenis yaitu yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan reproduksi secara keseluruhan, dan merupakan alat tambahan pada pemijahan. Bentuk tubuh ikan merupakan ciri seksual sekunder yang penting. Biasanya ikan betina lebih buncit dibandingkan ikan jantan, terutama ketika ikan tersebut telah matang atau mendekati saat pemijahan (spawning). Hal tersebut disebabkan karena produk seksual yang dikandungnya relatif besar. Pada saat puncak pemijahan, tampak pada banyak ikan jantan suatu benjolan yang timbul tepat sebelum musim pemijahan dan menghilang sesaat setelah pemijahan. Contoh kejadian seperti ini dapat dilihat pada ikan minnow (Osmerus). Ada juga ikan yang memiliki sirip ekor bagian bawah yang memanjang pada ikan jantan Xiphophorus helleri, sirip ekor yang membesar dijumpai pada ikan Catostomus commersoni. Contoh yang sangat ekstrim dijumpai pada ikan anglerfish (Ceratias) dimana ikan jantan jauh lebih kecil daripada ikan betinanya. Sebegitu kecilnya sehingga ukurannya lebih kecil daripada ovarium ikan betina yang matang (Anne Ahira, 2011). Ciri seksual sekunder tambahan yang mencirikan ikan jantan pada beberapa spesies, dalam hal ini sirip anal berkembang menjadi alat kopulasi (intromittent). Gonopodium terdapat pada ikan Gambusia affinis, Lobistes reticulatus dan ikan-ikan famili Poeciliidae. Pada ikan Xenodexia, modifikasi sirip dada digunakan dalam perkawinan untuk memegang gonopodium pada kedudukannya sehingga memudahkan masuk ke dalam oviduct betina. Pada Chimaera jantan berkembang suatu organ clasper di bagian atas kepalanya yang dinamakan ovipositor yang berfungsi sebagai alat penyalur telur. Bentuk seperti ini dijumpai pada ikan Rhodeus amarus dan Carreproctus betina (Anne Ahira, 2011). Pewarnaan pada ikan sering juga digunakan sebagai pengenal seksualitas. Umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cemerlang daripada ikan betina. Pada ikan sunfish, Lepomis humilis, jantannya mempunyai bintik jingga yang lebih terang dan lebih banyak dibandingkan betinanya (Anne Ahira, 2011). 2.2.5 Sistem Sirkulasi Sistem Circulatoria (peredaran darah) terdiri dari jantung (yang merupakan pusat pemompaan darah) dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini adalah vena (yang membawa darah menuju ke jantung), arteri (yang membawa darah dari jantung) dan kapiler (yang menghubungkan arteri dengan vena). Darah merupakan suatu cairan yang dinamakan plasma, tempat beberapa bahan terlarut dan tempat erythrocyte, leucocyte dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem peredaran darah ikan disebut sistem peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1980). Jantung ikan terletak pada ruang pericardial di sebelah posterior dan terdiri dari dua ruang, yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat ruang tambahan yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii, conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat kecil, sedangkan bulbus arteriosus yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan sebagian aorta ventral (Rahadjo, 1980). Darah pada ikan berfungsi sebagai alat transport sisa oksidasi, menjaga tubuh mengedarkan darah, mengedarkan hormon dari kelenjar buntu,dan menghindarkan tubuh dari infeksi. Komponen darah pada ikan yaitu : 1. Plasma darah, yaitu cairan darah yang mengandung butiran darah merah, mineral dari sisa makanan, sisa dari bagian tubuh yang tidak terpakai, enzim, gas dan hormon. 2. Sel Darah a. Erytrocite - Bentuk oval dengan inti berdiameter 7-36 mikron - Mengandung Hb yang mengikat karbohidrat dan O2 b. Leucocyte - Bentuk ameboid, berinti sel cekung Menurut Rahardjo (1985), peredaran darah pada ikan dilakukan oleh organ: 1. Jantung 2. Pembuluh Darah 3. Pembuluh Limfa Sistem Circulatoria (peredaran darah) terdiri dari jantung (yang merupakan pusat pemompaan darah) dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini adalah vena (yang membawa darah menuju ke jantung), arteri (yang membawa darah dari jantung) dan kapiler (yang menghubungkan arteri dengan vena). Darah merupakan suatu cairan yang dinamakan plasma, tempat beberapa bahan terlarut dan tempat erythrocyte, leucocyte dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem peredaran darah ikan disebut sistem peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1985). Jantung ikan terletak pada ruang pericardial di sebelah posterior dan terdiri dari dua ruang, yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat ruang tambahan yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii, conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat kecil, sedangkan bulbus arteriosus yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan sebagian aorta ventral (Rahadjo, 1980). 2.2.6 Sistem Otot Ikan Pada umumnya otot ikan mempunyai otot utama, yaitu otot polos, otot jantung, dan otot rangka (otot skeletal). Jika ditinjau dari sifatnya ada yang bersifat voluntary yaitu otot yang sifatnya dipengaruhi oleh kemauan syaraf sadar dan involuntary yaitu otot yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh kemauan syaraf sadar (Rahardjo, 1985). Otot ikan dibagi menjadi 3 yaitu : a. Otot Rangka Susunan otot rangka pada badan mempunyai sifat kokoh dan berfungsi membentuk tubuh dan bergerak. Berkas-berkas otot badan bagian lateral (myomore), akan nam¬pak sebagai daging jika ikan dikuliti atau dipotong se¬cara melintang. Myomore diikat oleh suatu bagian yang merupakan bagian otot yang tipis (membraneous) yang di¬sebut myocoma (Rahardjo, 1985). b. Otot Jantung Tersusun atas otot dan jaringan-jaringan pengikat, otot jantung berwarna merah gelap. Hal ini berbeda dengan otot bagian badan yang biasanya berwarna coklat. Susu¬nan otot jantung (mycocardium) dibungkus oleh sesuatu selaput, yaitu bagian luar disebut pericardium dan ba¬gian dalam disebut endocardium. Sifat otot ini involun¬tary (tidak dipengaruhi saraf sadar) (Rahardjo, 1985). c. Otot Polos Otot yang mempunyai sifat involuntary ini terdapat bebe¬rapa bagian organ, antara lain, saluran pencernaan, gelembung renang, saluran reproduksi dan ekskresi, mata dan sebagainya (Djuanda, 1981). 2.3 Klasifikasi dan Taksonomi Ikan Identifikasi yang dilakukan merupakan identifikasi untuk mengenal ciri-ciri baik secara biologi maupun deskriptif dari suatu jenis ikan. Biasanya yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan identifikasi adalah: Rumus sirip, yaitu rumus yang menggambarkan bentuk dan .jumlah jari-jari sirip dan bentuk sirip yang merupakan ciri khusus. Perbandingan antara panjang, lebar dan tinggi dari bagian-bagian tertentu atau antara bagian-bagian itu sendiri yang merupakan ciri umum. Bentuk garis rusuk dan jumlah sisik yang membentuk garis rusuk. Bentuk sirip dan gigi Tulang-tulang insang. Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut sebagai ikan: Subkelas Pteraspidomorphi (ikan tak berahang primitif) o Kelas Thelodonti o Kelas Anaspida Cephalaspidomorphi Hyperoartia Petromyzontidae (lamprey) o Kelas Galeaspida o Kelas Pituriaspida o Kelas Osteostraci Infrafilum Gnathostomata (vertebrata berahang) o Kelas Placodermi (ikan berperisai, punah) o Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan: hiu, pari) o Kelas Acanthodii (hiu berduri, punah) Superkelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati) o Kelas Actinopterygii (ikan bersirip kipas) o Kelas Sarcopterygii (ikan sirip berdaging/ikan bersirip cuping) Subkelas Coelacanthimorpha (coelacanth) Subkelas Dipnoi (ikan paru) (Saanin,1986) Klasifikasi dan taksonomi merupakan salah satu hal penting dalam mempelajari ilmu perikanan. Mempelajari taksonomi berarti mengetahui pengelompokan suatu individu berdasarkan perbedaan dan persamaannya sedangkan taksonomi mempelajari tentang asal usul suatu individu. (Saanin,1986) Informasi yang digunakan dalam mempelajari hubungan evolusioner ikan berawal dari pengetahuan taksonomi terutama deskripsi ikan. Pengetahuan tersebut menjadi dasar dalam iktiologi dan juga bidang - bidang lain seperti ekologi, fisiologi. Metode yang digunakan dalam bidang taksonomi terbagi menjadi enam kategori yaitu : 1) pengukuran morfometrik, 2) ciri meristik, 3) ciri-ciri anatomi, 4) pola warna, 5) kariotipe, dan 6) elektroforesis. (Saanin,1986) 2.1.1 Pengukuran morfometrik Merupakan beberapa pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara lainpanjang standar, panjang moncong atau bibir, panjang sirip punggung atau tinggi batang ekor. Keterangan mengenai pengukuran–pengukuran ini dibuat oleh Hubbs & Lagler (1964). Pada pengukuran ikan yang sedang mengalami pertumbuhan digunakan rasio dari panjang standar. Ikan yang digunakan adalah ikan yang diperkirakan mempunyai ukuran dan kelamin yang sama. Hal ini disebabkan pertumbuhan ikan tidak selalu proporsional dan dimorfime seksual sering muncul pada ikan (tetapi seingkali tidak jelas). Pengukuran morfometrik merupakan pengukuran yang penting dalam mendekripsikan jenis ikan. (Saanin,1986) 2.1.2 Ciri meristik Merupakan ciri-ciri dalam taksonomi yang dapat dipercaya, karena sangat mudah digunakan. Ciri meristik ini meliputi apa saja pada ikan yang dapat dihitung antara lain jari-jari dan duri pada sirip, jumlah sisik, panjang linea literalis dan ciri ini menjandi tanda dari spesies. Salah satu hal yang menjadi permasalahan adalah kesalahan penghitungan pada ikan kecil. Faktor lain yang dapat mempengaruhi ciri meristik yaitu suhu, kandungan oksigen terlarut, salinitas, atau ketersediaan sumber makanan yang mempengaruhi pertumbuhan larva ikan (Saanin,1986). 2.1.3 Ciri-ciri anatomi Sulit untuk dilakukan tetapi sangat penting dalam mendeskripsi ikan. Ciri-ciri tersebut meliputi bentuk, kesempurnaan dan letak linea lateralis, letak dan ukuran organ-organ internal, anatomi khusus seperti gelembung udara dan organ-organ elektrik (Saanin,1986) 2.1.4 Pola pewarnaan Merupakan ciri spesifik, sebab dapat berubah sesuai dengan umur, waktu, atau lingkungan dimana ikan tersebut didapatkan. Hal ini merupakan bagian penting dalam mendeskripsi setiap spesies, misal pola pewarnaan adalah ciri spesifik spesies, kondisi organ reproduksi, jenis kelamin. Masalah utama dalam pewarnaan bila digunakan sebagai alat taksonomi adalah subjektivitas yang tinggi dalam mendeskripsi ikan (Saanin,1986). Sel khusus yang memberikan warna khusus pada ikan ada dua yaitu iriclocyte dan chromatophore. Iriclocyte disebut sel cermin karena mengandung bahan yang dapat memantulkan warna, yaitu guanin kristal (Rahardjo, 1986). Menurut Rahardjo (1986), chromatophore dasar ada empat jenis, yaitu : 1. Erythrophore (merah dan jingga) 2. Xanthophore (kuning) 3. Malanophore (hitam) 4. Leucophore (putih) (Saanin,1986). Menurut Rahardjo (1986), warna ikan disebabkan karena pigmen pembawa warna (biochrome) antara lain : 1. Carotenoid : kuning, merah, dan corak lain 2. Cromolipod : kuning sampai coklat 3. Indigoid : biru, merah, dan hijau 4. Melanin : hitam atau coklat 5. Porpyrin / pigmen empedu : merah, kuning, hijau dan coklat 6. Flavin : kuning, kehijau-hijauan 7. Purin : putih atau keperakan 8. Pterin : putih, kuning, merah, jingga. (Saanin,1986). 2.1.5 Kariotipe Merupakan deskripsi dari jumlah dan morfologi kromosom. Jumlah krosmosom tiap sel tampaknya menjadi ciri-ciri ikan secara konservatif dan digunakan sebagai indikator dalam famili. Jumlah lengan kromosom seringkali lebih jelas dari pada jumlah krosmosom. Teknik lain yang digunakan berkaitan juga dengan kariotiping, adalah penghitungan jumlah DNA tiap sel. Namun, jumlah DNA cenderung berkurang pada spesies terspesialisasi (Hidengarrner & Rosen,1972 dalam Moyle & Cech,1988). 2.1.6 Elektroforesis Merupakan teknik yang digunakan untuk mengevaluasi kesamaan protein. Contoh jaringan diperlakukan secara mekanis untuk mengacak struktur membran sel, agar melepaskan protein yang larut air. Selanjutnya, protein ini diletakkan dalam suatu gel, biasanya terbuat dari pati atau agar, yang selanjutnya diperlakukan dengan menggunakan arus litrik. Kecepatan pergerakan respon protein untuk berpindah atau bergerak tergantung pada ukuran molekulnya. Kesamaan genetik dari indiviual dan spesies dapat dibandingkan dengan ada atau tidak adanya protein yang dibedakan berdasarkan letak dalam gel. Elektroforesis dapat digunakan untuk menguji variasi genetik dalam populasi (Saanin,1986). BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Praktikum 3.1.1. Praktikum I Hari / Tanggal : Jumat, 14 Oktober 2011. Waktu : Pukul 13.00 -15.00 WIB Tempat : Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang 3.1.1. Praktikum II Hari / Tanggal : Sabtu, 15 Oktober 2011. Waktu : Pukul 13.00 -15.00 WIB Tempat : Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang 3.1.1. Praktikum III Hari / Tanggal : Minggu,16 Oktober 2011. Waktu : Pukul 09.30 -12.00 WIB Tempat : Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.2. Materi 3.2.1. Alat 1. Nampan bedah : Digunakan untuk meletakkan ikan sampel. 2. Dissetion kit : Digunakan untuk memgiris sampel. 3. Loop : Digunakan untuk melihat organ sampel. 4. Light mikroskop, deckglass dan coverglass : Digunakan untuk mengamati sampel kecil 5. Jarum pentul : Digunakan untuk menghitung sirip. 6. Tissue pembersih : Digunakan untuk membersihkan alat. 7. Pensil dan kertas gambar : Digunakan untuk menggambar sampel. 3.2.2. Bahan 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos) 2. Ikan Belanak (Valamugil seheli) 3. Ikan Sembilang (Euristhmus microceps) 3.1 Metode 3.3.1 Morfologi Ikan a. Menggambar ikan yang tersedia di depan meja, kemudian amati morfologi luar ikan dan menunjukkan bagian-bagian dari ikan tersebut. b. Menggambar dan menyebutkan jenis dan bentuk sirip ikan yang diamati, menghitung jari-jari sirip dan menentukan rumus sirip. c. Menggambar dan menyebutkan jenis dan bentuk sirip ekor yang diamati. d. Menggambar dan menyebutkan bentuk sisik ikan yang diamati. e. Mengamati bentuk linea lateralis ikan yang diamati dan menghitung sisik yang berada diatas, dibawah, dan pada linea lateralis ikan yang diamati. f. Mengamati dan menggambar serta menyebutkan bentuk mulut ikan yang diamati. g. Mengamati, menggambar, dan menyebutkan tanda-tanda khusus pada ikan tersebut. h. Mengukur panjang total, panjang standar, dan tinggi badan ikan yang diamati. 3.3.2 Identifikasi dan Taksonomi Ikan a. Menyiapkan buku identifikasi yang akan digunakan untuk mengidentifikasi ikan yang telah diamati. b. Membuat deskripsi morfologi serta mengamati hasil pengukuran bagian-bagian tubuh ikan dan membandingkannya dengan kunci identifikasi, antara lain : o Susunan, jenis, dan rumus sirip. o Jenis sisik dan penghitungan sisik. o Tipe ekor. o Bentuk mulut. o Perbandingan antar bagian tubuh ikan. o Bentuk dan jumlah filament insang. o Tanda-tanda khusus seperti sungut, fin let, lateral keel, dll 3.3.3 Integumen a. Mengambar ikan yang tersedia didepan meja, mengamati morfologi luar ikan. Perhatikan kulit ikan, raba dan amati ketebalannya. b. Memperhatikan keberadaan lender pada ikan yang diamati, raba, dan amati ketebalannya. c. Memperhatikan warna kulit pada ikan yang diamati, raba, dan menyebutkan warnanya. d. Memperhatikan keberadaan kelenjar racun pada ikan yang diamati, raba dan sebutkan fungsinya. 3.3.4 Respirasi a. Menggambar ikan yang tersedia didepan meja, amati morfologi insang ikan, menunjukkan bagian-bagian insang tersebut. Perhatikan tutup insang atau operculumnya. b. Mengamati dan menggambarkan serta nenyebutkan alat bantu pernafasan pada ikan yang diamati, menyebutkan fungsi dari alat bantu pernafasan tersebut. c. Mengamati, menggambar, dan menyebutkan fungsi dari gelembung renang ikan yang diamati. 3.3.5 Rangka a. Menggambar rangka axial ikan yang tersedia, mengamati morfologi luarnya serta menunjukkan bagian-bagian dari ikan tersebut. b. Mengamati tulang penyusun operculum dan menyebutkan bagianbagiannya. c. Menggambar rangka apendikular ikan yang tersedia, mengamati tulang pelekat pada masing-masing sirip dan gambar, menyebutkan fungsi rangka apendicular pada ikan. d. Menggambar rangka visceral ikan yang tersedia, mengamati tulang pada bagian abdomen ikan pada masing-masing sirip dan gambar, menyebutkan fungsi rangka visceral pada ikan. 3.3.6 Otot a. Potong ikan melintang pada bagian abdomen (perut) dan pada sepertiga bagian posterior. b. Membuat deskripsi morfologi otot (urat daging) dari potongan melintang tubuh ikan. c. Gambar dan sebutkan bagian-bagian otot (urat daging) yang diamati. 3.3.7 Sistem Pencernaan Bedah ikan pada bagian abdomen, amati organ pencernaannya serta tunjukkan bagian-bagian organ tersebut. 3.3.8 Sistem Reproduksi a. Gambar ikan yang tersedia didepan meja, amati morfologi luar ikan dan tunjukkan bagian-bagian tubuh ikan yang berfungsi dalam system reproduksi dari ikan tersebut. b. Membedah abdomen ikan yang diamati, perhatikan adanya gonad pada ikan tersebut, gambar dan sebutkan posisi gonad ikan yang diamati. 3.3.9 Kinerja Reproduksi Ikan a. Bedah ikan yang diamati, amati gonadnya. Timbang tubuh ikan dan gonad. b. Pada ikan yang segar tingkat kematangan gonad dapat dilihat dengan mengamati warna gonad. Dengan membandingkan criteria kematangan gonad menurut Effendi (1990) temtukan TKG ikan tersebut. c. Dengan menggunakan prosedur Effendi (1990) hitung fekunditas ikan tersebut. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Morfologi ikan 1. Bentuk Tubuh Ikan a. Ikan Hiu Gambar Keterangan 1) Mulut 2) Mata 3) Sirip punggung 4) Sirip ekor 5) Sirip anal 6) Sirip ventral 7) Sirip dada b. Ikan Bandeng Gambar Keterangan 1) Mulut 2) Mata 3) Sirip punggung 4) Sirip ekor 5) Sirip anal 6) Sirip ventral 7) Sirip dada c. Ikan Belanak Gambar Keterangan 1) Mulut 2) Mata 3) Sirip punggung 4) Sirip ekor 5) Sirip anal 6) Sirip ventral 7) Sirip dada 2. Ukuran Tubuh Ikan a) Ikan Bandeng Panjang total : 24 cm Panjang standart : 18,2 cm Tinggi badan : 5 cm b) Ikan Belanak Panjang total : 17,5 cm Panjang standart : 15 cm Tinggi badan : 3,5 cm 3. Rumus Sirip Ikan a. Ikan Bandeng - Dorsal fin (D) =X4 - Pectoral Fin (P) = 173 -Ventral fin ( V) = 12 - Anal fin (A) = 10 b. IkanBelanak - Dorsal fin (D) = III, 1, I, 6 - Pectoral Fin (P) = V, 9 -Venral fin ( V) = VI - Anal fin (A) = II, 8 4. Bentuk Sisik Ikan a. Ikan Bandeng Gambar Keterangan cycloid b. Ikan belanak Gambar Keterangan ctenoid 5. Tipe Mulut Ikan a. Ikan Bandeng Gambar Keterangan Tipe mulut : terminal b. Ikan Belanak Gambar Keterangan Tipe mulut : terminal c. Ikan Hiu Gambar Keterangan Tipe mulut : inferior 6. Bentuk dan Jumlah Linea lateralis Ikan a) Ikan Bandeng - Lateral Line Jumlah sisik lateral line atas = 10 Sisik Jumlah sisik lateral line bawah = 13 Sisik Jumlah sisik lateral line = 73 Sisik b) Ikan Belanak - Linea Lateralis Jumlah sisik Linea Lateralis atas = 3 Sisik Jumlah sisik Linea Lateralis bawah = 3 Sisik Jumlah sisik Linea Lateralis = 25 Sisik 7. Bentuk Sirip Ekor Ikan a. Ikan Bandeng Gambar Keterangan Tipe ekor : homocercal (forked) b. Ikan Belanak Gambar Keterangan Tipe ekor : homocercal (emarginate) c. Ikan Hiu Gambar Keterangan Tipe ekor : heterocercal 8. Warna Ikan a. Ikan Bandeng Ventral : bandeng mempunyai warna lebih gelap (hitam) pada bagian atas tubuhnya Dorsal : bandeng memiliki warna keperakan (silver) pada bagian bawah tubuhnya b) Ikan Belanak Ventral : Belanak mempunyai warna lebih gelap (coklat kehitaman) pada bagian atas tubuhnya Dorsal : Belanak memiliki warna putih pada bagian bawah tubuhnya c) Ikan Hiu Ventral : Hiu mempunyai warna lebih gelap (abu-abu) pada bagian atas tubuhnya Dorsal : Hiu memiliki warna putih pada bagian bawah tubuhnya 4.1.2 Anatomi Ikan 1. Sistem Digestoria Ikan (Sistem Pencernaan Tubuh Ikan) a. Ikan Bandeng Gambar Keterangan 1) Mulut 2) Rongga mulut 3) Farink 4) Esophagus 5) Lambung 6) Phylorus 7) Usus 8) Kloaka 9) Anus b. Ikan Belanak Gambar Keterangan 1) Mulut 2) Rongga mulut 3) Farink 4) Esophagus 5) Lambung 6) Phylorus 7) Usus 8) Kloaka 9) Anus 2. Sistem Muscularia (Sistem Otot) a. Ikan Bandeng Gambar Keterangan Ventral 1. Supracal calis 2. Epaxial mylomes 3. Ventrical septum Vetebrata 1. Red lateralis muscle 2. Horisontal septum 3. Hypoxial myolomas 4. Bodi cevly Caudal 1. Ventral Septum 2. Horisontal Septum 3. Vertebrata 4. Hypaxial myolomas b. Ikan Belanak Gambar Keterangan Ventral 1. Supracal calis 2. Epaxial mylomes 3. Ventrical septum Vetebrata 1. Red lateralis muscle 2. Horisontal septum 3. Hypoxial myolomas 4. Bodi cevly Caudal 1. Ventral Septum 2. Horisontal Septum 3. Vertebrata 4. Hypaxial myolomas 3. Sistem Skeleton (Rangka) a. Ikan Bandeng Gambar Keterangan Rangka axial 1. Urostyle 2. Hypurals 3. Vertebrata 4. Ribs 5. Operculum 6. Cranium 7. Hyomandibula 8. Premaxila 9. Dentary 10. Maxila 11. Quadrate Gambar Keterangan Tulang sirip dada 1. Pectoral fin 2. scapula 3. Cleithrum 4. Supracleithrum 5. Radials 6. Coracoid 7. Basipterygium Gambar Keterangan Tulang sirip Perut 1. Pelvic vin 2. Basipterygium 3. Cleutrum b.Ikan Belanak Gambar Keterangan Rangka axial 1. Urostyle 2. Hypurals 3. Vertebrata 4. Ribs 5. Operculum 6. Cranium 7. Hyomandibula 8. Premaxila 9. Dentary 10.Maxila 11.Quadrate Gambar Keterangan Tulang sirip dada 1. Pectoral fin 2. scapula 3. Cleithrum 4. Supracleithrum 5. Radials 6. Coracoid 7. Basipterygium Gambar Keterangan Tulang sirip Perut 1. Pelvic vin 2. Basipterygium 3. Cleutrum 4. Sistem Respiratoria a. Ikan Bandeng Gambar Keterangan 1. Operculum 2. Gill rakels 3. Gill Filament 4. Gill arch Gambar Keterangan 1. Gas Blader b.Ikan Belanak Gambar Keterangan 1. Operculum 2. Gill rakels 3. Gill Filament 4. Gill arch Gambar Keterangan 1. Gas Blader 5. Sistem Reproduksi Ikan Sembilang Gambar Keterangan 1. Insang 2. Lambung 3. Usus 4. Gonad 5. Ovarium 6. Anus 7. Telur 6. Kinerja Reproduksi Ikan sembilang - Panjang total : 58,5 cm - Berat Total : 1,11 kg - Berat Telur Ikan : 222 gram Gonad berwarna orange, fase satu. Jumlah Telur sampel = 50 Fekunditas = 222 x 50 = 1009 Telur 11 4.1.3 Taksonomi dan Klasifikasi Ikan Ikan Bandeng Kingdom : Animalia Kelas : Actinopterygii Ordo : Gonorynchiformes Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : C. chanos Nama binomial : Chanos chanos www.id.wikipedia.org Ikan Belanak Domain : Eukaryota Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Osteichthyes Order : Perciformes Family : Mugilidae Genus : Mugil Spesies : Mugil sp. www.lulukalghazali.blogspot.com Ikan Sembilang Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Sub Famili : Siluroidea Famili : Plotosidae www.id.wikipedia.org Ikan Hiu Kingdom : Animalia Filium : Chordata Upafilum : Vertebrate Kelas : Chondricthyes Sub Kelas : Elasmobranchii Sub ordo : Selachimorpha www.id.wikipedia.org 4.2 Pembahasan 4.2.1. Ikan Bandeng Ikan bandeng adalah ikan payau golongan teleostei karena ikan ini mempunyai tulang keras (sejati). Ikan bandeng adalah salah satu ikan catadromeous yaitu ikan yang melakukan perjalanan ke laut untuk bertelur dan memijah dilaut, maka dari itu ikan bandeng mempunyai kemampuan osmotic yang tinggi. Mereka hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulaupulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Affandi, 2004) Berikut Klasifikasi Ilmiah dari ikan bandeng : Kingdom : Animalia Kelas : Actinopterygii Ordo : Gonorynchiformes Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : C. chanos Nama binomial : Chanos chanos (www.id.wikipedia.org) Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa Ikan Bandeng mempunyai bentuk tubuh ramping ,badannya tertutup oleh sisik, jari-jari semuanya lunak dan Rumus sirip ikan bandeng adalah; pada sirip punggung (D) = IX,4, pada sirip dubur (A) = 10, pada sirip dada (P) = 17 dan pada sirip perut (V) = 12. Sirip ekor panjang dan bercagak. Ikan bandeng ini mempunyai tipe sisik cycloid dengan jumlah pada line lateralis 73 buah ;jumlah sisik atas lateral line: 10 ; jumlah sisik bawah lateral line: 13. Sisik ikan bandeng kecil-kecil, sedangkan siripnya terdiri dari tulang keras dan tulang rawan. Jenis sisik pada ikan bandeng adalah cycloid. Bentuk cycloid merupakan sisik yang bentuknya melingkar, yang mempunyai lingkaran tipis dan transparan yang didalamnya terdapat garis-garis melingkar disebut circulii, anulii, radii, dan focus serta pada bagian belakang mempunyai gerigi. Bagian anterior tertanam dan bagian posterior muncul ke permukaan dengan warna gelap yang mengndung butir butir pembawa warna (cromotophor). Lingkungan sirkulir yang menebal pada sisik ini disebut annulus (Djuanda, T. 1981) Tubuh ikan bandeng memiliki Panjang Total (TL) 44 cm; Panjang Standart (SL) 18,2 cm; dan Panjang Lingkar (LL) 5 cm. Bandeng mempunyai tipe ekor Homocercal, lalu pada insangnya memiliki 4 lamela. Tanda-tanda khusus lainnya pada ikan bandeng yaitu memiliki kulit terang dan ususnya melingkar – lingkar dengan panjang 139 cm. Usus bandeng ini umumnya panjang karena bandeng termasuk herbivora yang harus mencerna apa yang ia makan dengan cukup lama. Ikan bandeng mempunyai bentuk tubuh torpedo/stream line (fusiform) dan warna tubuhnya abu-abu pada bagian punggung dan putih pada bagian perut. Bentuk tubuh ini sesuai dengan sifat ikan bandeng yang lincah, sedangkan tipe ekornya adalah lunate. Tipe mulut ikan bandeng adalah terminal, dengan letak sirip perut terhadap sirip dada abdominal karena sirip perut terletak di belakang sirip dada. Ikan bandeng juga mempunyai tulang tambahan tutup insang (Djuanda, T. 1981) Anatomi tubuh ikan bandeng sama dengan ikan yang lain yaitu terdiri dari jantung, hati, lambung, usus, ginjal, pankreas, dan anus (Rahardjo, 1980) Sistem pencernaan terdiri dari mulut, oesophagus, lambung, usus, dan anus, dengan hati dan pankreas sebagai kelenjar pencernaan. Bentuk gigi dari ikan bandeng adalah semacam lapisan tulang rawan yang menutupi sebagian besar rahang atas dan rahang bawah, atau bisa disebut dengan gigi palsu. Dilihat dari bentuk insang, pada ikan bandeng mungkin ada hubungannya dengan apa jenis makanan yang dimakan walaupun tidak ada hubungannya secara langsung. Namun insang juga berperan dalam menyaring (filter) dari zat makanan yang masuk (Rahardjo, 1980) Sistem muscularia pada ikan bandeng mirip dengan ikan teleostei lainnya yaitu terdiri dari supracarinalis, epaxial myotome, myomer, dan myoseptum. Apabila dilihat secara horisonthal maka akan tampak myomer dan myoseptumnya dengan jelas. Urat daging yang terdapat di kedua sisi tubuh ikan bandeng dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu epaksial dan hipoksial. Kedua bagian tersebut dipisahkan oleh suatu selaput yang dinamakan “horizontal akletogeneous septum“. Dibagian permukaan selaput ini terdapat urat daging yang menutupinya “musculus lateralis superficialis“ yang banyak mengandung lemak karena warna yang merah kehitaman. Hal ini dipengaruhi dari adanya organ yang berfungsi untuk menghasilkan mucin atau lendir yang berguna untuk pergerakan dari ikan bandeng yang sangat cepat,sehingga dapat mengurangi gesekan (Rahardjo, 1980). Sistem rangka pada ikan bandeng terdiri dari tulang caudal dan abdominal. Sistem muscularia pada ikan bandeng terdiri dari atrium, sinus venosus, bulous arteriosus, dan ventral aorta yang kesemuanya berkaitan erat dengan sistem peredaraan darah. Letak jantung bandeng sendiri ada di dekat insang (Rahardjo, 1980) Sistem optic terdiri dari iris, lensa, kornea, dan lain-lain. Mata ikan bandeng tergolong sedang (Rahardjo, 1980). Sistem respiratoria pada ikan bandeng terdiri dari insang yang terdiri dari 5 lapis, dengan insang terdiri dari tulang lengkung insang, tapis insang, dan lamella insang, serta tulang tambahan tutup insang sebanyak 4 pasang. Bagian yang berperan dalam pengikatan oksigen dari air adalah filamen insang sehingga filamen insang dilengkapi dengan kapiler-kapiler darah. Selain itu ikan bandeng memiliki lembar insang yang jarang-jarang atau kurang rapat.Hal ini disebabkan dari habitat hidup dari bandeng sendiri yang memiliki jenis euryhaline yang tahan terhadap perubahan salinitas yang panjang(Rahardjo, 1980). 4.2.2. Ikan Belanak Belanak (Valamugil seheli; familia Mugilidae) adalah sejenis ikan laut tropis dan subtropis yang bentuknya hampir menyerupai bandeng. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai blue-spot mullet ataublue-tail mullet (Langer, et al. 1997). Belanak tersebar di perairan tropis dan subtropis (FAO, 1974 dalam Langer, et al. 1997), juga ditemukan di air payau dan kadang-kadang di air tawar (Iversen, 1976). Ikan ini terdistribusi pada semua perairan terutama di daerah estuari (coastal) dan laut di daerah tropis dan subtropis yaitu di Indo- Pacific, Filipina, dan Laut Cina Selatan, hingga Australia. Di Sungai Musi ikan belanak hidup di daerah muara dan estuaria seperti di daerah Sungsang dan Sembilang (Utomo, et al., 2007). Ikan belanak merupakan jenis ikan pelagis (benthopelagic) yang bersifat katadromus hidup di perairan tawar seperti sungai, estuari dan laut dengan kedalaman sampai 120 meter, temperatur antara 8-240C (Langer, et al. 1997). Ikan belanak secara umum bentuknya memanjang agak langsing dan gepeng. Sirip punggung terdiri dari satu jari-jari keras dan delapan jari-jari lemah. Sirip dubur berwarna putih kotor terdiri dari satu jari-jari keras dan sembilan jarijari lemah. Bibir bagian atas lebih tebal daripada bagian bawahnya ini berguna untuk mencari makan didasar/organisme yang terbenam dalam lumpur (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986). Ciri lain dari ikan belanak yaitu mempunyai gigi yang amat kecil, tetapi kadang-kadang pada beberapa spesies tidak ditemukan sama sekali (Langer, et al. 1997). Klasifikasi Ikan Belanak adalah sebagi berikut : Domain : Eukaryota Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Osteichthyes Order : Perciformes Family : Mugilidae Genus : Mugil Spesies : Mugil sp. (www.id.wikipedia.org) Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan anatara ikan bandeng dan ikan belanak karena keduanya termasuk dalam jenis ikan teleostei. Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa Ikan Belanak mempunyai bentuk tubuh ramping, lebih kecil ukurannya dari ikan bandeng, badannya tertutup oleh sisik, jari-jari semuanya lunak dan Rumus sirip ikan belanak adalah; pada sirip punggung (D) = III,1, pada sirip punggung belakang (D2)= I,6, pada sirip dubur (A) = II,8, pada sirip dada (P) = V,9 dan pada sirip perut (V) = VI. Sirip ekor pendek dan melebar. Ikan belanak ini mempunyai tipe sisik ctenoid dengan jumlah pada line lateralis 25 buah ;jumlah sisik atas lateral line: 3 ; jumlah sisik bawah lateral line: 3. Sisik ikan belanak kecil-kecil, sedangkan siripnya terdiri dari tulang keras dan tulang rawan. Jenis sisik ikan Belanak adalah Ctenoid. antara sisik cycloid dengan ctenoid hanya meliputi adanya sejumlah duri-duri halus yang disebut ctenii beberapa baris di bagian posteriornya.Pertumbuhan pada tipe sisik ini adalah bagian atas dan bawah, tidak mengandung dentine atau enamel dan kepipihannya sudah tereduksi menjadi lebih tipis, fleksibel dan transparan. Penempelannya secara tertanam ke dalam sebuah kantung kecil di dalam dermis dengan susunan seperti genting yang dapat mengurangi gesekan dengan air sehingga dapat berenang lebih cepat. Sisik yang terlihat adalah bagian belakang (posterior) yang berwarna lebih gelap daripada bagian depan (anterior) karena bagian posteriornya mengandung butir-butir pigmen (chromatophore). Bagian anterior (terutama pada bagian tubuh) transparan dan tidak berwarna. Perbedaan antara tipe sisik cycloid dengan ctenoid adalah pada bagian posterior sisik ctenoid dilengkapi dengan ctenii (gerigi kecil). Focus merupakan titik awal perkembangan sisik dan biasanya berkedudukan di tengah-tengah sisik (Langer, et al. 1997). Tubuh ikan belanak memiliki Panjang Total (TL) 44 cm; Panjang Standart (SL) 18,2 cm; dan Panjang Lingkar (LL) 5 cm. Belanak mempunyai tipe ekor Enarginate, lalu pada insangnya memiliki 4 lamela. Tanda-tanda khusus lainnya pada ikan belanak yaitu memiliki kulit terang dan ususnya relatif lebih pendek daripada ikan bandeng. Ikan belanak mempunyai bentuk tubuh torpedo/stream line (fusiform) dan warna tubuhnya agak kecoklatan pada bagian punggung dan putih pada bagian perut. Bentuk tubuh ini sesuai dengan sifat ikan belanak yang lincah, sedangkan tipe ekornya adalah emarginate. Tipe mulut ikan belanak adalah terminal, dengan letak sirip perut terhadap sirip dada abdominal karena sirip perut terletak di belakang sirip dada. Ikan belanak juga mempunyai tulang tambahan tutup insang. Anatomi tubuh ikan bandeng sama dengan ikan yang lain yaitu terdiri dari jantung, hati, lambung, usus, ginjal, pankreas, dan anus. Sedangkan sistem pencernaan terdiri dari mulut, oesophagus, lambung, usus, dan anus, dengan hati dan pankreas sebagai kelenjar pencernaan. Sistem muscularia pada ikan bandeng mirip dengan ikan teleostei lainnya yaitu terdiri dari supracarinalis, epaxial myotome, myomer, dan myoseptum. Apabila dilihat secara horisonthal maka akan tampak myomer dan myoseptumnya dengan jelas. Sistem rangka pada ikan belanak tidak jauh berbeda dari ikan bandeng yakni terdiri dari tulang caudal dan abdominal. Pada ika belanak juga terdapat atrium, sinus venosus, bulous arteriosus, dan ventral aorta yang kesemuanya berkaitan erat dengan sistem peredaraan darah. Letak jantung belanak sendiri di dekat insang. Sistem optic terdiri dari iris, lensa, kornea, dan lain-lain. Mata ikan belanak tergolong kecil. Sistem respiratoria pada ikan bandeng terdiri dari insang yang terdiri dari 5 lapis, dengan insang terdiri dari tulang lengkung insang, tapis insang, dan lamella insang, serta tulang tambahan tutup insang sebanyak 4 pasang. 4.2.3 Ikan Hiu Ikan Hiu (Carcharias menissorah), terklasifikasi dalam phylum Chordata, kelas Pisces, sub kelas Elasmobranchii, ordo Selachi, famili Carcharidae, genus Carcharias, dan spesies Carcharias menissorah. Ciri-ciri ikan hiu berhabitat di perairan laut di sekitar gosong-gosong karang dan di depan muara sungai, memiliki satu gigi runcing, memiliki bentuk tubuh bilateral simetris yang sagitiform, mulut superior, dan memiliki lima kantung insang. Hiu jenis ini panjang tubuhnya tidak dapat melebihi dari 1 meter. (T. Djuhanda, 1981) Pada umunya bentuk ekor hiu adalah bercagak. Pada ikan hiu, sisik (scale) yang terdapat adalah tipe placoid yang membentuk matriks lembut dan kuat seperti kertas tipis, hal itu menyebabkan seakan-akan hiu tidak mempunyai sisik. Bentuk mulut hiu dokategorikan kedalam inferior. Sisik pada hiu sesungguhnya modifikasi dari placoid. Sebagai ikan karnivora hiu memiliki insang berbentuk gill raker berfungsi sebagai momotong bagia makanan lebih kecil. memliki Bentuk tubuh yang tubular seperti torpedo dan sisik dilengkapi gigi yang runcing memilki korelasi hiu sebagai predator yang membutuhkan gerakan cepat dan efisien (www.id.wikipedia.org). Kerangka hiu sangat berbeda dibandingkan dengan ikan-ikan bertulang seperti misalnya ikan kod, karena terbuat dari tulang muda (tulang rawan), yang sangat ringan dan lentur, meskipun tulang muda di ikan-ikan hiu yang lebih tua kadang-kadang sebagian bisa mengapur, sehingga membuatnya lebih keras dan lebih seperti tulang. Rahang hiu beraneka ragam dan diduga telah berevolusi dari rongga insang yang pertama. Rahang ini tidak melekat padacranium dan mempunyai deposit mineral tambahan yang memberikannya kekuatan yang lebih besar (www.id.wikipedia.org) 4.2.4 Ikan Sembilang Ikan sembilang adalah anggota dari suku (famili) Plotosidae, suatu kelompok ikan berkumis (Siluriformes). Penciri khas yang membedakannya dari kelompok lainnya adalah menyatunya sirip punggung kedua (sirip lemak), sirip ekor, dan sirip anus sehingga bagian belakangnya tampak seperti sidat. Dalam bahasa Inggris ia disebut ikan kumis berekor sidat, "eel-tailed catfish") (www.id.wikipedia.org) Ikan Sembilang atau Eel tailed catfish adalah jenis ikan laut yang bentuk tubuhnya menyerupai ikan Lele. Hidupnya pada kedalaman 0-10 meter. Sering dijumpai di daerah pesisir pantai atau laut dangkal. Bentuk badannya panjang tanpa sisik, sirip punggung pertama berduri tajam dekat dengan kepala, sirip punggung kedua bersambung dengan sirip ekor dan sirip dubur. Ikan ini dapat mencapai panjang 134 cm. Ikan Sembilang merupakan ikan predator, yang memangsa ikan-ikan kecil, selain itu ikan ini juga memakan hewan-hewan yang hidup di dasar laut yaitu hewan-hewan kelompok gastropoda, moluska dan krustasea. Ikan dewasa dapat hidup sendiri atau dalam kelompok kecil (www.en.wikipedia.org) Hewan ini menghuni air tawar (perairan darat) dan perairan laut, dan menghuni wilayah hangat Indo-Pasifik, dari Jepang hingga Australia dan Fiji. Terdapat sekitar 35 spesies dalam10 genera (www.id.wikipedia.org) Berikut klasifikasi ilmiah dari ikan sembilang : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Sub Famili : Siluroidea Famili : Plotosidae (www.id.wikipedia.org) Praktikum yang dilakukan dengan bahan ikan sembilang adalah mengenai sistem reproduksi yakni mengenai letak gonad dan cara membedakan antara jantan dan betinanya. Dari praktikum yang telah dilakukan menurut analisa ikan sembilang sudah matang gonadnya, hal ini dapat dilihat dari warna gonad yang berwarna kekuningan. Sebelumnya gonad ini telah mengalami beebrapa fase. Sistem Reproduksi dari ikan sembilang sendii dapat dikatakan seperti pada ikan demersal lainya.Dia melakukan pemijahan ( Spawning ) di dasar dan kemudian meletakkan telur – telurnya di dasar yang berlumpur sehingga sulit untuk didteksi oleh pemangsanya atau predatornya.Setelah melewati masa embrio, Ikan sembilang yang masih dalam tahap juvenile akan berada pada dasar dan memakan ikan kecil.Setelah dewasa sembilang baru akan memangsa aktif ke daerah dangkal yang banyak akan hewan kecil (Saanin, H, 1968) Dalam hal reproduksi sangat penting untuk mengetahui fekunditas (banyak telur), karena hal ini akan menyangkut pada Indeks Kematangan Gonad. Dimana hubungan fekunditas (banyaknya telur) dengan Indeks Kematangan Gonad adalah semakin tinggi Indeks Kematangan Gonad maka jumlah telur yang dihasilkan juga semakin banyak. Selanjutnya dengan mengetahui tingkat kematangan gonad kita bisa mengetahui aktifitas reproduksi dari si ikan (Saanin, H, 1968) Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan 50 butir telur sebagai sampel diketahui fekunditas dari Ikan sembilang adalah sebanyak 1009 telur. Selain itu dalam mempelajari sistem reproduksi kita juga perlu mengetahui perbedaan antara jenis kelamin jantan dan betinanya. Dilihat dari morfologi luarnya, ikan jantan ukuran tubuhnya lebih kecil dari pada ikan betina, untuk warna tubuhnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih gelap apabila dibandingkan dengan ikan betina. Untuk ikan betina lihat saja pada lubang anus yang ukurannya lebih besar, hal ini dikarenakan lubang ini akan digunakan untuk mengeluarkan telur (Saanin, H, 1968) 4.2.5 Perbandingan Antara Ikan Elamsmobarnchii dan Ikan Teleostei (Jawaban Pertanyaan) 1. Morfologi Ikan Fungsi dari tanda-tanda khusus pada ikan adalah untuk memberikan cirri spesifisik ddari ikan tersebut, selain itu tanda-tanda khusus itu juga sering digunakan sebagai pertahanan diri ikan tersebut. Tanda-tanda itu sangat berguna bagi sebagian besar ikan yang memilikinya. Hal ini juga sering digunakan saat masa kawin sebagai daya pikat antar lawan jenis (Djuanda, T, 1981) Linea lateralis pada ikan merupakan suatu garis atau guratan yang digunakan sebagai penyeimbang dari ikan tersebut. Linea lateral ini sangat berguna karena tanpa adanya linea lateral ini ikan tidak bisa bergerak silincah dan seindah itu. Sudah jelas sekali dari definisi Ikan Elasmobranchia merupakan ikan bertulang rawan, jadi morfologi luarnya kita tidak mendapatkan sirip yang terdiri dari jari-jari lemah maupun jarijari keras. Untuk ikan Teleostei merupakan ikan bertulang sejati, jadi kita menemukan banyak sirip dengan jari-jari pada masing-masing sirip tersebut. Untuk sisik pada ikan Teleostei terlihat lebih menonjol dan kasar bila dibandingkan dengan ikan Elasmobranchia (Djuanda, T, 1981) Ikan Teleostei merupakan ikan bertulang sejati, kita dapat menemukan banyak sirip dengan jari-jari pada masing-masing sirip tersebut yang tidak kita temukan pada ikan elasmobranchii karena sudah jelas sekali dari definisi Ikan Elasmobranchia merupakan ikan bertulang rawan, jadi pada morfologi luarnya tidak akan kita temukan sirip yang terdiri dari jari-jari lemah maupun jari-jari keras (Djuanda, T, 1981) Untuk sisik pada ikan Teleostei terlihat lebih menonjol dan kasar bila dibandingkan dengan ikan Elasmobranchia (Djuanda, T, 1981) 2. Integumen Sudah jelas bahwa Integumen merupakan system yang menutupi tubun ikan beserta derivate-derivatnya. Jadi fungsi utama dari integument ini menutupi tubuh (otot) beserta organ yang ada di dalamnya (Djuanda, T, 1981) Pada masing-masing mempunyai system integument yang berbeda. Hal ini di karenakan kebutuhan dari masing-masing ikan ini berbeda. Untuk ikan yang tinggal di daerah yang berlumpur mempunyai lendir yang banyak apabila di bandingkan ikan yang hidupnya di perairan biasa. Untuk sisik yang dimilikinya juga mempunyai perbedaan yang sangat jelas, untuk ikan yang hidup pada area yang berrlumpur sisiknya tidak ada (sebenarnya ada, namun sisik ini berukuran sangat kecil dan dilapisi oleh lendir yang sangat tebal), hal ini untuk lebih memudahkan ikan tersebut untuk bergerak dengan sangat cepat apabila ada predator yang ingin menangkapnya. Untuk ikan yang ada di perairan terbuka jelas mempunyai sisik yang tertata sangat bagus dan agak keras (Djuanda, T, 1981). Perbedaan system integumen dari ikan Elasmobranchia dan Teleostei dapat dilihat dari sisik yang menutupi bagian luar tubuh ikan tersebut. Untuk ikan Elasmobranchia sisik terasa halus, sedangkan ikan Teleostei terasa kasar saat dipegang oleh tangan. Untuk pewarnaan dari tubuhnya sendiri kedua juga berbeda, untuk Ikan Elasmobranchia warna tubuhnya hampir sama yaitu putih kebiruan. Untuk ikan Teleostei ini warna bagian atas berwarna keperakan dan pada bagian bawah berwarna kehitaman (Djuanda, T, 1981). 3. Sistem Pencernaan Pada sistem pencernaan jelas terlihat perbedaan antara ikan elasmobranchii dan ikan teleostei. Hal ini dikarenakan perbedaan dari makanan yang dikonsumsi oleh kedua jenis ikan tersebut. Ikan elasmobranchii ynag umumnya karnivora mempunyai usus yang lebih pendek daripada ikan teleostei yang merupakan herbivora. Ini semua berkaitan dengan lama waktu cerna dari zat makanan yang di konsumsi (Affandi, 2004). 4. Respirasi (Sistem Pencernaan) Perbedaan sistem pernapasan anatar ikan elasmobranchii dan ikan teleostei terlihat dari tutup insangnya. Pada Elasmobranchia tutup insangnya sangat lembek dan tidak terbuat dari tulang keras seperti halnya ikan golongan Teleostei yang tersusun dari tulang keras. Elasmobranchia mempunyai septum yang menonjol yang digunakan sebagai penutup insang (Affandi, 2004). Dalam gelembung renang (gas bladder) hanya dipunyai oleh ikan Teleostei. Hal ini dikarenakan pada golongan ini berfungsi untuk alat hidrostatik, alat pernafasan tambahan, alat resonator suara, dan alat pengeluar suara (Affandi, 2004). 5. Rangka Rangka berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang atau menyokong organ-organ tubuh, melindungi organ- organ tubuh dan berfungsi pula dalam pembentukan butir darah merah (Alamsjah, S. 1974) Perbedaan tulang perekat pada masing-masing sirip adalah ada tidaknya tulang rawan pada setiap ikan. Jelas ikan elasmobranchii tidak memiliki tulang sejati sebagai tempat melekatnya otot. (Alamsjah, S. 1974) 6. Otot Dari hasil pengamatan, otot atau urat daging dari ikan yang diamati menukjukkan ada kesamaan pada ikan tersebut. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Bentuk tubuh ikan beradaptasi dengan cara, tingkah laku dari suatu habitat dimana habitat yang akan yang mempengaruhi alat tubuh dan tingkah laku ikan tersebut. 2. Taksonomi ikan berdasarkan atas ciri – ciri morfologi dalam dan morfologi luar yaitu genetikanya. 3. Kunci identifikasi ikan antara lain : susunan, jenis dan rumus sirip, jenis sisik dan perhitungannya, tipe ekor dan tanda – tanda khusus lainnya. 4. Bentuk tubuh ikan elasmobranchi dan teleostei berbeda. Bentuk ini juga menjadikan cara makan dan perilaku ikan berbeda. 5. Sistem anatomi tubuh pada ikan meyesuaikan pada kebutuhan dan keadaanya. Contohnya sistem pencernaan yang meyesuaikan dengan jenis makanan yang dikonsumsi ikan. 6. Pada sistem reproduksi ikan diketahui bahwa semakin tinggi Indeks Kematangan Gonad (IKG)maka jumlah telur yang dihasilkan juga semakin banyak. 5.2 Saran 1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan lebih memadai lagi. Seperti saat menidentifikasi sisik ikan dapat menggunakan mikroskop atau sebuah Loop. 2. Untuk waktu dan teknis berjalannya praktikum agar lebih diatur kembali. Pasalnya praktikan tidak mendapat semua materi yang seharusnya di praktekan karena praktikan dipecah ke beberapa pos, sehingga hanya materi dari pos yang ditemaptinya lah yang ia pahami. DAFTAR PUSTAKA Affandi, R., Sjafei, D.S., Rahardjo, M.F. dan Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan, Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 215 hal Alamsjah, S. 1974. Ichthiyologi Sistematika (Ichthyologi – I). Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi, IPB Djuanda, T. 1981. Taksonomi, Morfologi, dan Istilah-istilah Teknik Perikanan. Akademis Perikanan, Bandung Djuanda, Tatang. 1981. Dunia Ikan. Armoco, Bandung Langer, et al. 1997. FAO Spesies Identifikasion Sheat For Fisheries Puspose. Kondnasha,:Japan Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,New Jersey Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rahadjo, M.F. 1985. Ictiologi Sebagai Pedoman Kerja Praktikum. IPB, Bogor Rahardjo,MF.1980. Ichtyologi. IPB:IPB Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta: Jakarta. Dari website : http://www.lulukalghazali.blogspot.com/2010/11/laporan-praktikum-biologiperikanan.html / diakses 24-10-2011 pukul 19.30 http://www.id.wikipedia.org / diakses 23-10-2011 pukul 09.00 http://annehira.com/ diakses 27-10-2011 pukul 20.00